Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Nusantara (1602-1800)

Hindia-Belanda pada abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa
Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli
terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada
tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-
rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap
penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-
Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika
penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda
membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-
pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa
peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Alur waktu[sunting | sunting sumber]


Abad ke-17[sunting | sunting sumber]

Maret 1602 - Belanda berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan


membentuk suatu kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

1603 - VOC telah membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Bantennamun
tidak menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris.

Februari 1605 - Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan
Portugis di Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di
Hitu.

1602 - Sir James Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi
orang-orang The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.

1604 - Pelayaran yang ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton,
maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah
yang mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC.

1609 - VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi
oleh raja Gowa. Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang
Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis.
1610 - Ambon dijadikan pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3
orang gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar
karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.

1611 - Inggris berhasil mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di


Sukadana (Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi.

1618 - Des Banten mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan
memaksa Inggris untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale.

1619 - Ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten
menghalangi maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh
Inggris. Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki
kota Batavia.

12 Mei 1619 - Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta
sebagai Batavia.

Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten
dengan 17 kapal.

30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten,


memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan
administrasi yang relatif aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari
Batavia mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari
Eropa.

1619 - Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan
kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi.
Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.

1619 - Terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin
pedagang Tionghoa yang ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan
Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini orang-
orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka
aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan tukang yang terampil.

1620 - Atas dasar pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan
pihak Inggris dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon.
1620 - Dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan
pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan
berusaha menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan
tenaga kerja kaum budak.

1623 - VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen


perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong
kepalanya.

1630 - Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer
untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia.

1637 - VOC yang telah beberapa lama di Maluku tidak mampu


memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh.
Penyeludupan cengkeh semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang
anti dengan VOC. Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap
para penyeludup dan pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal.

1638 - Van Diemen kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja
Ternate dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta
menggaji raja sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan
dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi persetujuan ini
gagal.

1643 - Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa


raja Ternate Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang
penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai
VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi
kebutuhan untuk konsumsi dunia.

1656 - Seluruh penduduk Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah
di Hoamoal dimusnahkan dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika
ekspedisi Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh
liar yang harus dimusnahkan.

1660 - Armada VOC yang terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-
kapal Portugis.

Agustus-Desember 1660 - Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan


perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
18 November 1667 - Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya,
akan tetapi Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.

April 1668 dan Juni 1669 - VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan
setelah pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.

1669 - Kondisi keadaan Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi
dan administrasi tidak terkendalikan lagi.

1670 - VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur.


Pihak Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya
tidak begitu besar.

1670 - VOC menebangi tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal
tidak dihuni lagi, orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak
orang-orang Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC
untuk memonopoli rempah-rempah.

1674 - Pulau Jawa dalam keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela,


berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan
yang tidak turun pada musimnya.

1680 - Di Jawa Barat, kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami
masa kejayaannya, Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa.
Kapal-kapalnya berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif
di Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten dapat
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan Jepang. Banten
merupakan penghasil lada yang sangat kaya.

1680 - VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu
saja di Jawa. daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan
tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-
pemberontakan mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC.

1682 - Pasukan VOC dipimpin Franois Tack dan Isaac de Saint-Martin berlayar menuju
Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli
perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir.
Orang-orang Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya
pos mereka yang masih ada di Indonesia.
1683-1710 - VOC mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia
selama kurun waktu tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia)
yang mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun
termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir Jawa.
VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat pemberontakan di
samping pengeluaran pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan moral, korupsi yang
merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan
pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC bertambah tinggi.

1684 - Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah


gunaan kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan
Hindia dan banyak melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak
pernah ada untuk pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan
Speelmen jumlah penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman
juga banyak melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan
Speelman disita negara.

8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh Franois Tack
dalam suatu pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya.

1690 - Belanda berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena
Surapati menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18[sunting | sunting sumber]

1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya
tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau

1706 - Surapati terbunuh di Bangil.

1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang
bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-
orang Tionghoa.

1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup.


Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan
sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu
menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang
Tionghoa pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung
menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya
kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang
Tionghoa. Rasa tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-
kolonis Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.

1727 - Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang


Tionghoa yang telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin
akan dikembalikan ke Tiongkok.

1729 - Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang


Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.

1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan,
tempat pemadatan candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.

1736 - Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang
tidak memiliki surat izin tinggal.

1740 - Terdapat 2.500 rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan
jumlah orang Tionghoa di kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada
kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang
lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan
Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.

1740 - Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang
Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi
penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.

4 Februari 1740 - Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan


penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.

Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang
Tionghoa yang tidak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan
ini dilaksanakan dengan sewenang-wenang.

September 1740 - Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah


pedesaan sekitar Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis
di Tangerang dan de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial
diserang oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.

Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa
orang-orang Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.

8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah


menyerahkan senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan.

9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-


besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para
budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan
orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya
yang rutin.

10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar


3.000 orang pemberontak Tionghoa.

Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia
melarikan diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan
perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.

Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang
membantai seluruh personel VOC.

Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC.
Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas.
Serdadu yang selamat ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang
memilih pindah agama.

November 1741 - Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan


prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap
pos VOC. Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500
orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan
kompeni Belanda.

Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam
serangan.
13 Februari 1755 - VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui
Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.

September 1789 - Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang
bernama Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di
Istana Jawa.

1 Januari 1800 - VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan
Asia. Belanda kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda
menjadi milik Perancis.

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DAN PENGARUHNYA DI


INDONESIA
A. KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL PORTUGIS

Pada periode tahun 1450 1650 para sejarawan sering


menyebut sebagai Abad Penemuan (The Age of Discovery)
dan Abad Ekspansi ( The Age Expansion ). Hasrat untuk
menduduki daerah daerah lain sebagai koloni dan perluasan
wilayah dari imperium atas wilayah yang lain, mulai
diwujudkan. Pada awalnya dipelopori oleh Portugis, kemudian
disusul oleh Spanyol, Belanda dan Inggris. Kehadiran Portugis,
Spanyol, Inggris dan terutama Belanda dengan segala
kebijakan di wilayah koloninya, memiliki dampak yang sangat
berarti dalam sejarah kepulauan Indonesia sampai abad ke
20. Namun tingkat pengaruhnya berbeda antara satu daerah
dengan daerah yang lain dan dari suatu masa ke masa yang
lain, tergantung pada jauh dekatnya hubungan dengan
kepentingan kolonial dan kemampuan masing-masing
masyarakat merespon eksploitasi kolonial atau kesempatan
yang muncul.

Sejak sukses pengambilalihan kekuasaan oleh Portugis terhadap Malaka pada


tahun 1511, orang-orang Portugis terbuka mengadakan perdagangan langsung dengan
Indonesia, khususnya daerah penghasil rempah-rempah seperti Ternate, Banda, Seram,
Ambon dan Timor. Lebih-lebih setelah Portugis mengembangkan ekspansinya
menanamkan kekuasaannya di Indonesia, terutama di Maluku.
Hal ini berlangsung cukup lama, sekitar tahun 1512 sampai 1641 (Portugis
meninggalkan Maluku dan menyerahkan Malaka pada VOC). Kebijakan kebijakan yang
dipraktekkan selama itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia Indonesia
waktu itu.
Kebijakan pemerintah Kolonial Portugis antara lain :
1. Sistem monopoli perdagangan cengkeh dan pala di Ternate.
2. Berusaha menanamkan kekuasaan di daerah Maluku.
3. Menyebarkan agama Katholik di daerah-daerah yang dikuasai .
4. Mengembangkan bahasa dan seni musik keroncong Portugis.
Pengaruh dari kebijakan ini ternyata tertanam pada rakyat Indonesia khususnya rakyat
Maluku , ada yang bersifat negatif dan ada yang positif. Pengaruh yang paling besar
dan paling langgeng adalah :
1. Terganggu dan kacaunya jaringan perdagangan .
2. Banyaknya orang-orang beragama Katholik di daerah pendudukan Portugis
Pengaruh lain dari kebijakan kolonial Portugis yaitu :
1. Rakyat menjadi miskin dan menderita.
2. Tumbuh benih rasa benci terkadap kekejaman Portugis.
3. Munculnya rasa persatuan dan kesatuan rakyat Maluku untuk menentang
Portugis.
4. Bahasa Portugis turut memperkaya perbendaharaan kata/ kosa kata dan nama
keluarga seperti da Costa, Dias, de Fretes, Mendosa, Gonzalves, da Silva dan lain-lain.
5. Seni musik keroncong yang terkenal di Indonesia sebagai peninggalan Portugis
adalah keroncong Morisco.
6. Banyak peninggalan arsitek bangunan yang bercorak Portugis dan sejata api/
meriam di daerah pendudukan.
Nama Maluku adalah sebuah nama yang berasal dari istilah yang diberikan
para pedagang Arab untuk daerah tersebut, Jazirat al Muluk, negeri para
raja

Kekuasaan Spanyol yang dipimpin oleh kapten Sebastian del Cano pada
tahun 1521.yang sempat menjalin hubungan dengan Tidore tidak memiliki pengaruh
yang berarti. Mengingat Spanyol segera meninggalkan Tidore karena terbentur
Perjanjian Tordesillas.

B. KEBIJAKAN VOC DAN PENGARUHNYA


VOC adalah badan / kongsi perdagangan Belanda yang berdiri sejak tahun
1602. Sebutan kompeni Belanda yang dialamatkan pada orang-orang VOC merupakan
istilah dari kata Compagnie. Lidah orang-orang Indonesia menyebut
nama compagniemenjadi kompeni. Ingat, VOC kepanjangan dari Oost Vereenigde
Indische Compagnie.

Salah satu kunci keberhasilan


VOC adalah sifatnya yang mudah beradaptasi dengan kondisi yang telah ada
disekitarnya. Kebijakannya dapat dikatakan kelanjutan atau tiruan dari sistem yang telah
dilakukan oleh para penguasa local. VOC secara cerdik menggunakan lembaga dan
aturan-aturan yang telah ada di dalam masyarakat lokal untuk menjalankan roda
compagnienya. Hak monopoli, penyerahan wajib, penanaman wajib, tenaga kerja wajib
dan pajak sebenarnya telah menjadi bagian dari struktur dan kultur yang telah ada
sebelumnya.
Hampir keseluruhan pendapatan VOC diperoleh dari sumber ekonomi yang juga
menjadi andalan para penguasa local sebelumnya. VOC hanya membungkusnya secara
resmi/ legal dan teratur. Staf administrasi dan prajurit yang berjumlah tidak lebih dari
17.000 orang pada tahun 1700, telah merajalela di sebagian besar pusat-pusat
penghasil dan perdagangan rempah-rempah. Dengan demikian, cukup efektif pihak
VOC untuk menerapkan kebijakan-kebijakan di daerah koloni.
Dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610
memutuskan untuk membentuk jabatan Gubernur Jendral yang pada waktu itu
berkedudukan di Maluku. Pieter Both sebagai orang pertama yang menduduki posisi
itu.
Tindakan VOC dengan adanya hak octroi sangat merugikan bangsa
Indonesia. Hak octroi seolah ijin usaha kepanjangan tangan pemerintah Belanda,
bahkan bisa dikatakan VOC sebagai sebuah negara dalam negara.
Pada Perserikatan Maskapai Hindia Timur , VOC , kepentingan-kepentingan
/para pedagang yang bersaing itu diwakili oleh system majelis (kamer )
untuk masing-masing dari 6 wilayah di negeri Belanda. Setiap majelis
mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang seluruhnya
berjumlah 17 orang dan disebut sebagai Heeren XVII ( Tuan-tuan Tujuh
Belas ).

Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, VOC menerapkan hak


monopoli, menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan membangun benteng-benteng.
Benteng-benteng yang dibangun VOC adalah :
1. Di Banten disebut benteng Kota Intan ( Fort Pellwijk ).
2. Di Ambon disebut benteng Victoria.
3. Di Makasar disebut benteng Retterdam.
4. Di Ternate di sebut benteng Orange.
5. Di Banda disebut benteng Nasao.
Dengan keunggulan senjata, juga memanfaatkan kompetisi dan konflik di antara
penguasa lokal (kerajaan ), VOC berhasil memonopoli perdagangan pala dan cengkeh
di Maluku. Satu persatu kerajaan-kerajaan di Indonesia dikuasai VOC. Kebijakan
ekspansif (menguasai) semakin gencar diwujudkan ketika Jan Pieterszoon
Coen diangkat menjadi Gubernur Jendral menggantikan Pieter Both pada tahun 1817.

Jan Pieterszoon Coen memiliki semboyan tidak ada perdagangan tanpa


perang, dan juga tidak ada perang tanpa perdagangan. Ialah
yang memindahkan pos dagang VOC di Banten dan kantor pusat VOC
dari Maluku ke Jayakarta. Mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.

Daerah-daerah strategis bagi pelayaran dan perdagangan di sepanjang pantai


nusantara di kuasai VOC. Hal ini bisa dikatakan sebagai tindakan imperialisme pantai,
yaitu :
1. Pada tahun 1919/1921 merebut pelabuhan Jayakarta.

2. Pada tahun 1625, menduduki daerah pusat rempah-rempah di pulau banda.


3. Pada tahun 1641, merebut benteng Portugis di Malaka.
4. Pada tahun 1662, menduduki pusat perdagangan Pariaman di pantai Barat Sumatra.
5. Pada tahun 1667, menduduki Bandar Makasar .

Dalam upaya mempertahankan monopoli dan melarang keterlibatan bangsa


Barat lainnya maupun para pedagang Asia dalam perdagangan rempah-rempah di
kepulauan Maluku, VOC melakukan intervensi militer ke berbagai daerah dan
pelayaran Hongi ( Hongi Tochten). Pelayaran Hongi yaitu pelayaran keliling
menggunakan perahu jenis kora-kora yang dipersenjatai untuk mengatasi perdagangan
gelap atau penyelundupan rempah-rempah di Maluku. Pelayaran ini juga disertai Hak
Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi
ketentuan.

Pada tahun 1700 an, VOC


berusaha menguasai daerah-daerah pedalaman yang banyak menghasilkan barang
dagangan. Imperialisme pedalaman ini sasarannya kerajaan Banten dan Mataram,
karena daerah ini banyak menghasilkan barang-barang komoditas seperti beras, gula
merah, jenis-jenis kacang dan lada.
Tindakan VOC yang sewenang-wenang, sangat keras, dan kejam menimbulkan
perlawanan rakyat Indonesia. Perlawanan terhadap monopoli VOC terjadi dimana-mana
seperti di Mataram, Banten, Makasar dan Maluku.
Kebijakan-kebijakan VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602
1799 antara lain dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan
monopoli perdagangan.
2. Melaksanakan politik devide et impera ( memecah dan menguasai ) dalam rangka
untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3. Untuk memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang
disebut Gubernur Jendral.
4. Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
5. Membangun pangkalan / markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah
dipusatkan di Jayakarta ( Batavia).
6. Melaksanakan pelayaran Hongi ( Hongi tochten ).
7. Adanya Hak Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah
yang melebihi ketentuan.
8. Adanya verplichte leverantien ( penyerahan wajib ) dan Prianger Stelsel ( system
Priangan )

Prianger Stelsel ( system Priangan , penyerahan wajib) dimulai tahun 1723


Masyarakat di Priangan dikenai aturan wajib kerja menanam kopi dan menyerahkan
hasilnya kepada kompeni. Wajib kerja ini sama dengan kerja paksa / rodi, rakyat tanpa
diberi upah, menderita dan miskin

Pengaruh dari kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia antara lain :


1. Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan
oleh VOC.
2. Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa
baru dibawah kendali VOC.
3. Hak octroi ( istimewa ) VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin,
menderita,
mengenal ekonomi uang, mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian
dan
prajurit bersenjata modern (senjata api, meriam ).
Hak octroi adalah hak istimewa dari pemerintah Belanda, yang meliputi :
1. Hak monopoli
2. Hak untuk membuat uang
3. Hak untuk mendirikan benteng
4. Hak untuk melaksanakan perjanjian dengan kerajaan
di Indonesia
5. Hak untuk membentuk tentara
4. Pelayaran Hongi, bagi penduduk Maluku khususnya, dapat dikatakan sebagai
suatu
perampasan, perampokan, pemerkosaan, perbudakan dan pembunuhan.
5. Hak Ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau
sumber penghasilan yang bisa berlebih.

Anda mungkin juga menyukai