Anda di halaman 1dari 15

1.

ACEH VERSUS PORTUGIS DAN VOC

• Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, Kerajaan Aceh merupakan
saingannya yang terberat dalam perdagangannya. Sebab banyak pedagang Asia
yang memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh. Pelabuhan Aceh bertambah
ramai. Kecuali itu, Aceh merupakan ancaman bagi kedudukan Portugis di Malaka.
Setiap waktu Aceh dapat menyerbu Malaka.
• Persaingan dagang antara Portugis dan Kerajaan Islam Aceh makin lama makin
meruncing. Kemudian meningkat menjadi permusuhan. Bila armada Portugis
berjumpa dengan patroli-patroli angkatan laut Aceh, terjadilah pertempuran di
laut. Pertempuran semacam itu tidak hanya terjadi di Selat Malaka, tetapi juga di
lautan internasional, antara lain Laut Merah.
Untuk menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil langkah-langkah sebagai
berikut :
• Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan perlengkapan
meriam.
• Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki
itu diperoleh pada tahun 1567.
• Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India).

Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :


• Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun
• Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.
Namun ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana.
Sebab Portugis tidak memilik armada yang cukup untuk mengawasi Selat Malaka.
Ternyata bukan Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi
sebaliknya kapal-kapal Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di selat
Malaka.

Bahkan seringkali armada Aceh menyerang langsung ke markas Portugis di Malaka.


Hal itu terjadi antara lain pada tahun 1629, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda. Namun demikian serangan-serangan Aceh itu belum berhasil.

Permusuhan antara Aceh dengan Portugis berlangsung terus menerus. Kedua


pihak saling berusaha untuk menghancurkan, tetapi sama-sama tidak berhasil. Sampai
akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC (Belanda) pada tahun 1641.
2. MALUKU ANGKAT SENJATA
• Pada masa pemerintahan kolonial hindia belanda, monopoli di maluku terus
dijalankan beban rakyat semakin berat. Selain penyerahan wajib, masih juga harus
dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Mereka
yang melanggar ditindak tegas. Tindakan pemerintah hindia belanda tersebut
semakin menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan terhadap rakyat .perlawanan
rakyat maluku tahun 1817, thomas Matulesi. Ia djiuluki patimura. Tokoh-tokoh
perlawan ini antara lain .christina martha tiahahu,Anthon Rhebok,Thomas
Pattiwwail,dan Lucas Latumahina. Kapiten patimura segera memimpin rakyat untuk
menyerbu benteng Duurstede.
• Tanggal 15 Mei 1817 pelwanan rakyat maluku dikobarkan. Pada awalnya pasukan
belanda dapat dihancurkan oleh para pejuang Maluku. Kemenangan rakyat maluku
semakin menggelorakan masyarakat di berbgai daerah untuk terus berjuang
mengusir belanda seperti Seram, Ambon,Hitu,Haruku dan Larike.namun sayang,
seelah belanda mengirim bantuan lebih besar dengan disertai kapal-kapal sewaan
dari inggris dan pesenjataan yang lebih lengkap,perlawanan ini akhirnya dapat di
patahkan .
3. SULTAN AGUNG VERSUS J.P COEN

Sultan Agung (1613-1646), raja terbesar dari Mataram, menggantikan


ayahandanya(wafat tahun 1613), Panembahan Seda (ing) Krapyak. Dia adalah yang
terbesar di antara raja-raja pejuang dari Jawa. Pada tahun 1614 Sultan Agung
menyerang Surabaya bagian selatan yaitu Ujung Timur, Malang, dan kemungkinan juga
Pasuruhan, disitulah tentara surabaya dapat di kalahkan oleh mataram . Pada tahun
1615 Sultan Agung menduduki Wirasaba (di dekat kota Mojoagung sekarang) yang
sangat strategis, karena Wirasaba menguasai pintu gerbang ke muara Sungai Brantas,
dan mungkin juga penting dalam arti psikologis karena itu artinya Sultan Agung
menguasai daerah yang pernah menjadi lokasi Majapahit.
Pada tahun 1614 pihak Belanda mengutus seorang duta untuk menyampaikan ucapan
selamat kepadanya atas pengangkatan dirinya sebagai raja, dan Sultan Agung
memperingatkan duta itu bahwa persahabatan yang mereka inginkan tidak akan
mungkin terlaksana apabila VOC berusaha merebut tanah Jawa. VOC sangat
memerlukan beras Jawa dan mengharapkan dapat melakukan perdagangan dengan
daerah-daerah pantai pengekspor beras. Tetapi, Sultan Agung menolaknya. Tahun
1618, ketika terjadi paceklik, dia melarang penjualan beras kepada pihak VOC.
Akhirnya, permusuhan pun meledak.
Pada bulan November 1618 VOC melakukan pembalasan dengan membakar semua
kapal Jawa yang sedang berlabuh di pelabuhan dari kota. Pada bulan Mei 1619 Jaan
Pieterszoon Coen menghentikan sebentar perjalanannya untuk merebut Batavia guna
membakar Jepara lagi (termasuk pos Maskapai Hindia Timur Inggris).
Penaklukan Coen atas Batavia pada tahun 1619 merupakan titik balik yang
menentukan. Pihak Belanda kini telah berusaha merebut Pulau Jawa dari Sultan Agung
sebagai penguasa tunggal. Selama sepuluh tahun Sultan Agung memberikan prioritas
pada usaha penaklukan lawan-lawannya bangsa Jawa yang lebih dekat dengan
Mataram. Pihak Coen mempertimbangkan jalannya sebuah persekutuan dengan
Surabaya pada tahun 1619-1620, tetapi gagasan itu ditinggalkannya. Sementara di
pihak Sultan Agung memusatkan perhatiannya terhadap Surabaya dan mengajukan
beberapa tawaran kepada pihak VOC.
Pada tahun 1622, 1623, dan 1624 VOC mengirimkan perutusannya kepada Sultan
Agung. Ttetapi permintaan Sultan Agung akan bantuan angkatan laut VOC dalam
rangka peperangannya melawan Surabaya, Banten, maupun Banjarmasin ditolak
mentah-mentah oleh pihak VOC. Oleh karena VOC tidak bersedia memberikan
bantuan.
4. PERLAWANAN BANTEN

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Sultan


Ageng Tirtayasa dan puteranya yang bernama Pangeran Purbaya
(Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas menolak segala
bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari Batavia.
Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan,
yaitu ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng
Tirtayasa untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan.
Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba antara
Sultan Ageng Tirtayasa dengan puteranya hingga terjadi perselisihan
yang menyebabkan posisi Kerajaan Bantenmenjadi lemah. Sultan Haji
yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.
Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut menghasilkan
kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni.
Perjanjian tersebut mengakibatkan Banten dapat dikuasai oleh VOC.
Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan bahwa mudahnya rakyat
Banten untuk diadu domba oleh VOC.
Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji.
Atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang sewenang-wenang terhadap
rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat dipadamkan oleh
Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi hak untuk
memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.
5. PERLAWANAN GOA

Di Sulawesi Selatan, perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh


Kerajaan Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makasar yang
merupakan saingan terberat VOC wilayah Indonesia Timur. Kerajaan Makassar
mencapai puncak kejayaannya antara tahun 1654 - 1669. Persaingan dagang VOC
terasa semakin berat hingga VOC melakukan upaya yaitu berpura-pura ingin
membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya ini disambut baik oleh
Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu
mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Tuntutan VOC terhadap
Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan.
Oleh karena itu, VOC selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar
hingga terjadi pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi
pada tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang
berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan
Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar
memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun
1666 - 1667 dalam bentuk perang besar.
Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja
Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut
VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut,
sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku
Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan
penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar
masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan
Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di
Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor
penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda
terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar
selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat
Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.
6. PERLAWANAN PANGERAN MANGKUBUMI DAN
MAS SAID

Pada tahun 1743, Paku Buwono II menyerahkan pantai utara pulau jawa kepada VOC.
Pangeran Mangkubumu dan Mas Said tidak setuju, karena pantai tersebut merupakan
pelabuhan dagang yang menjadi sumber penghasilan bagi Mataram. Dalam pertemuan para
bangsawan di istana, tahun1745, Mangkubumi dipermalukan oleh gubernur jendral Van
Imhoff. Ketika perang mulai berkobar ,Paku BuwonoII wafat dan digantikan oleh putranya
yang bergelar Paku Buwono III. Dalam perang melawan VOC Mangkubumi dan Mas Said
menggunakan taktik gerilya. Ketika terjadi pertempuran di sungai Bogowonto, pasukan VOC
banyak yang binasa, dan pimpinan VOC De Clerk juga tewas. Voc akhirnya berhasil
membujuk pangeran mangkubumi untuk menandatangani paerjanjian giyanti(1755).
Isi perjanjian giyanti adalahkerajaaan mataram dibagi menjadi 2, yaiu:
 Mataram barat diserahkan kepada pangeran mangkubumi dengan gelar hamengku
buwono I, kerajaan dinamakan kasultanan Yogyakarta.
 Matamram timur, tetap dikuasai oleh Pakubowono III,kerajaannnya dinamakan
Kasultanan surakarta.
Untuk menghentikan perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575 membujuknya untuk
mendatangi perjajian salatiga yang isinya kerajaan Surakarta di bagi menjadi 2, yaitu:
 Bagian barat diperintah oleh sultan Paku bowono III, dan disebut kasunanan

 Bagian timur diperintah oleh Mas Said, yang bergelar pangeran Adipati mangkunegoro I.
Wilayanya disebut mangkunegaran.
7. RIAU ANGKAT SENJATA

• Konsep Nasakom Orde Lama menimbulkan penyelewengan-


penyelewengan dalam segala aspek kehidupan nasional. Lembaga-
lembaga negara tidak berfungsi sebagaimana yang diatur dalam UUD
1945. Penetrasi proses Nasakomisasi ke dalam masyarakat Pancasilais
menimbulkan keretakan sosial dan menggoncangkan sistem-sistem
nilai yang menimbulkan situasi konflik. Di tambah lagi adanya
konfrontasi dengan Malaysia yang menyebabkan rakyat Riau sangat
menderita karena kehidupan antara Riau dengan Malaysia terputus.
Isi perjanjian giyanti adalah kerajaaan mataram dibagi menjadi 2, yaiu:
 Mataram barat diserahkan kepada pangeran mangkubumi dengan gelar
hamengku buwono I, kerajaan dinamakan kasultanan Yogyakarta.
 Mataram timur, tetap dikuasai oleh Pakubowono III,kerajaannnya dinamakan
Kasultanan surakarta.
Untuk menghentikan perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575 membujuknya
untuk mendatangi perjajian salatiga yang isinya kerajaan Surakarta di bagi
menjadi 2, yaitu:
 Bagian barat diperintah oleh sultan Paku bowono III, dan disebut kasunanan.
 Bagian timur diperintah oleh Mas Said, yang bergelar pangeran Adipati
mangkunegoro I. Wilayanya disebut mangkunegaran.

Anda mungkin juga menyukai