1. Perlawanan aceh
Latar Belakang
awalnya Belanda melakukan perjanjian damai dengan Aceh. Namun, pemerintah
kolonial menyadari Aceh menjadi wilayah penting untuk jalur perdagangan. Akhirnya
Aceh melanggar perjanjian kemudian memulai penyerangan. Belanda membawa
pasukan perang sampai 3.000 orang dan mendatangan kapal-kapal perang.
Perang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kohler pemimpin pasukan. Serangan pertama
dimulai di ibu kota Aceh, Masjid Baiturrahman.
Perang melawan pasukan Belanda ini berlangsung selama dua minggu. Sampai akhirnya
Belanda berhasil menduduki istana. Namun, perjuangan Belanda menaklukkan istana
sia-sia karena Sultan Aceh dan keluarganya berhasil melarikan diri. Sultan pergi ke
daerah Lueng Bata di Aceh. Perang Aceh terus terjadi hingga tahun 1912. Pahlawan
wanita Cut Nyak Dien berjuang dalam perang Aceh, sampai akhirnya menyerah di tahun
1905.Kemudian perlawanan dilakukan oleh pejuang wanita lain yaitu Tjut Nyak Meutia.
Namun, Tjut Nyak Meutia gugur dalam perang di tahun 1910. Perang Aceh terus terjadi
di tahun 1912 meski banyak pemimpin yang gugur di medan perang. Perang Aceh
berakhir setelah Belanda memakai strategi devide et impera. Strategi devide et impera
atau politik adu domba. Strategi ini digunakan untuk memecah kedua belah pihak .
Akhir Perlawanan Kongsi Dagang
Setelah kematian teuku umar,sultan dan panglima polem memutuskan untuk berpindah-
pindah supaya tidak bernasib sama. Akan tetapi,mereka terpaksa menyngkir setelah
terdesak oleh besarnya pasukan musuh. Pada tahun 1903, sultan Alauddin Muhammad
Daud Syah dan Panglima Polem juga menyerah setelah tekanan yang bertubi-tubi.
Peristiwa ini membuka jalan bagi pemerintah belanda untuk menanamkan kekasaan
diseluruh wilayah kesultanan aceh. Meski kesultanan aceh telah runtuh,semangat juang
rakyatnya masih sulit untuk dipadamkan hingga masa penduduk jepang.
2. Perlawanan Maluku
Latar Belakang
Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa Belanda karena adanya
praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat sengsara. Belanda
melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi terutama rempah- rempah
kepada VOC.
Kompeni juga melangsungkan sistem pelayaran Hongi (hongitochten). Dengan cara itu,
para birokrat Kompeni dapat menginspeksi satu per satu pulau-pulau di Maluku yang
bertujuan menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah. Kompeni juga punya
hak ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon pala dan cengkeh jika harganya turun.
Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah pimpinan Kakiali, Kapitan
Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh, perjuangannya dilanjutkan Kapitan Tulukabessy.
Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Sampai akhir abad ke-18 tak
terdengar lagi perlawanan pada VOC.
Akhir Perlawanan Kongsi Dagang
Belanda terus membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi mengalahkan rakyat
Maluku. Peristiwa ini menjalar ke kota lainnya di Maluku, seperti Ambon, Seram, dan
pulau lainnya agar rakyat Maluku mundur.
Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan. Demi
menyelamatkan rakyat dari kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra menyerahkan
diri dan dihukum mati.
3. Perlawanan Gowa
Latar Belakang.
Latar belakang dari adanya perlawanan Gowa terhadap VOC, di antaranya:
- VOC menginginkan adanya hak monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian
timur.
- VOC memblokade kapal-kapal yang ingin berlabuh di Somba Opu.
"VOC yang menginginkan hak monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian
timur merupakan salah satu latar belakang perlawanan Gowa."
Pada tahun 1666, konflik pecah antara Gowa dan VOC
Gowa melakukan serangan terhadap benteng-benteng VOC di Makassar dan berhasil
merebut beberapa dari VOC Perang berkecamuk selama beberapa tahun dengan
pertempuran sengit di darat dan laut.
Gowa menggunakan strategi perang gerilya dan pertahanan kuat di wilayah pedalaman
untuk melawan pasukan VOC yang lebih kuat.
Namun, perlahan-lahan, VOC berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang direbut
oleh Gowa dan menghancurkan angkatan laut Gowa.
Akhir Perlawanan Kongsi Dagang
VOC di bawah pimpinan J.C. Speelman membawa 21 armada kapal perang dan 1900
prajurit.
Jumlah itu masih ditambah lagi dengan adanya bantuan dari Bone yang dipimpin oleh
Arung Palaka.
Posisi yang semakin terdesak membuat Sultan Hasanuddin terpaksa untuk
menandatangani Perjanjian Bongaya.
Isi dari Perjanjian Bongaya ini, di antaranya:
- VOC diperbolehkan untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah Indonesia
bagian timur.
- Gowa akan menggantikan kerugian biaya perang.
- Semua orang asing akan diusir dari Gowa, kecuali VOC.
- Beberapa wilayah kekuasaan Gowa diserahkan untuk VOC.
Pada tahun 1668, Sultan Hasanuddin membatalkan Perjanjian Bongaya yang merugikan
rakyat Gowa.
Kemudian, di tahun 1669, Arung Palaka melakukan penyerangan ke benteng Somba Opu
dengan 8.000 pasukannya.
Akhirnya, Arung Palaka berhasil menaklukan benteng Somba Opu dan Sultan
Hasanuddin beserta pasukannya merikan diri.
4. Perlawanan Banten
Latar Belakang
Latar belakang dari perlawanan yang dilakukan rakyat Banten terhadap VOC karena dua
hal, yaitu:
1. Adanya gangguan dan blokade yang dilakukan VOC kepada kapal dagang dari
Maluku dan Tiongkok yang datang ke Banteng.
2. Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.
VOC juga melakukan politik devide et impera atau politik adu domba dengan tujuan
mengambil alih wilayah Banten.
Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mendesak Sultan Haji
dengan melakukan penyerangan.
Sultan Haji dan VOC bisa meredam perlawanan tersebut dan berhasil memukul
mundur pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbayan sampai ke daerah
Bogor.
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan
Agung antara lain:
Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan
kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak
untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi
mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan
rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan
perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen.
Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada
tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung
Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos
pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga
pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan.