Anda di halaman 1dari 4

1

Pertemuan Ke VI
A. Perang Melawan Kongsi Dagang
Sistem monopoli perdagangan yang diterapkan bangsa Eropa di
Indonesia ternyata merugikan pihak Indonesia. Oleh karena itu, perlawanan
rakyat terhadap berkuasanya bangsa Barat dilakukan baik pada masa awal
kedatangan bangsa Barat (sebelum 6hun 1800) maupun sesudah tahun 1800.
1. Perlawanan terhadap Portugis
Portugis dan Spanyol merupakan dua bangsa Barat yang pertama kali
melakukan upaya monopoli perdagangan sehingga memunculkan
perlawanan. Portugis berupaya menguasai Jayakarta (Banten), Temate, dan
Nusa Tenggara (Timor Timur), sedangkan Spanyol berusaha menguasai
Tidore. Berikut beberapa perlawanan terhadap Portugis.
a. Kerajaan Aceh Ketika Portugis menguasai Malaka, mereka mencoba
menghambat pelayaran orang Aceh ke Laut Merah. Bahkan Portugis
mengirim armadanya untuk menangkap pelaut-pelaut Aceh. Orang-orang
Portugis juga pernah mencoba mengadakan blokade terhadap Aceh untuk
mencegah hubungan Aceh dengan negara lain. Namun, Aceh mampu
memberikan perlawanan dan menembus blokade yang dibuat oleh
Portugis. Dengan demikian, Portugis tidak mampu membendung
kegiatan perdagangan rempah-rempah Aceh ke Laut Merah. Kemampuan
dan semangat juang Sultan Iskandar Muda tersebut didukung oleh cita-
cita yang luhur, yaitu untuk mengusir Portugis dari Aceh, memperluas
Kesultanan Aceh, dan menyebarkan agama Islam. Di bawah
kepemimpinan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh berhasil memperluas
daerahnya ke Sumatra dan Semenanjung Melayu. Selain itu, Aceh juga
dapat menguasai daerah Sumatra Barat yang menghasilkan lada dan
emas. Di mana lada dan emas adalah bahan perdagangan yang sangat
berharga, sehingga banyak dicari oleh pedagang dari Gujarat, Tiongkok,
Belanda, dan Inggris.
b. Penduduk Maluku berperang melawan bangsa Portugis dan Spanyol Pada
tahun 1513, Portugis berhasil menguasai Ternate dan Tidore. Pada waktu
itu, Temate dan Tidore sedang bermusuhan. Kedua kerajaan tersebut
2

saling- bersaing agar bisa menguasai kawasan Maluku. Pada tahun 1534,
diadakan perjanjian antara Spanyol dan Portugis untuk membagi daerah
kekuasaan. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Tordesillas.
Sejak itu, kapal-kapal Spanyol tidak lagi berlayar di perairan Maluku.
Dengan demikian, orang-orang Portugis bebas mengembangkan
kekuasaan dan memonopoli perdagangan di Maluku. Sikap kasar dan
motif penyebaran agamanya menyebabkan orang-orang Maluku menjadi
tidak senang dengan bangsa Portugis. Ternate yang semula bersekutu
dengan Portugis akhirnya memusuhi Portugis. Dalam suatu pertempuran,
orang-orang Ternate berhasil membakar benteng Portugis. Perlawanan
terhadap Portugis juga datang dari orang-orang Tidore.
Puncak peperangan terjadi setelah diketahui bahwa Sultan Hairun
dibunuh oleh Portugis. Akibat dari peristiwa tersebut, maka di bawah
pimpinan Baabullah (putra Sultan Hairun), rakyat Maluku menuntut
balas dengan menyerang Portugis. Rakyat Maluku berhasil mengusir
Portugis dari perairan Maluku Utara setelah berperang selama lima tahun
(1570-1575).
2. Perlawanan terhadap VOC
Berikut beberapa bentuk perlawanan terhadap VOC yang terjadi di Batavia.
a. Sultan Agung melawan VOC
Perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC pertama kali dipimpin oleh
Sultan Agung Hanyakrakusuma dengan mengirim pasukannya untuk
menyerang benteng VOC di Batavia sebanyak dua kali perlawanan.
Perlawanan pertama, dilakukan pada bulan Agustus 1628 yangdipimpin
oleh Tumenggung Bahurekso. Perlawanan kedua, dilaksanakan tahun
1629 yang dipimpin oleh Adipati Puger dan Adipati Purbaya. Pasukan
Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan Benteng
Hollandia dan dilanjutkan ke Benteng Bommel, tetapi belum berhasil
mencapai kemenangan seperti yang diharapkan.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645. la dimakamkan di Bukit Imogiri. la
digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I
adalah seorang raja yang lemah, berpandangan sempit, dan sering
3

bertindak kejam. Mataram mengalami kemundurari apalagi setelah


pengaruh VOC makin kuat di Mataram. Oleh karena itu, pada masa
pemerintahan Amangkurat abut berbagai perlawanan rakyat, seperti yang
dipimpin Trunojoyo, Untung Surapati, dan R.M. Said.
b. Perlawanan Kerajaan Banten
Pertawanan Banten terus berlanjut sampai Sultan Ageng Tirtayasa
memegang tampuk pemerintahan di Kesultanan Banten. Di bawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten mengalami
kemajuan sangat pesat karena dapat mematahkan serangan VOC dan
merusak perkebunan VOC. Kemajuan Banten tersebut terhambat setelah
terjadi perpecahan di katangan Istana Banten. Terjadi perselisihan antara
Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji (putra mahkota). Sultan Haji
sudah berhasil dipengaruhi oleh VOC.
Pada tahun 1684, Sultan Haji menandatangani suatu perjanjian dengan
VOC. Isi perjanjian itu menyatakan bahwa Banten menjadi daerah
taklukan VOC. Ia harus mengakui monopoli VOC, memberikan hak
kepada VOC sebagai satu-satunya pihak yang menangani tangani
perdagangan dan bersedia mengusir semua orang Eropa kecuali Belanda.
Sultan Haji juga harus membayar biaya Perang ketika Sultan Ageng
Tirtayasa dan mengizinkan VOC membangun benteng di Banten. Pada
tahun 1752, muncul perlawanan rakyat Banten di bawah pimpinan Kiai
Tapa dan Ratu Bagus Buang.
c. Perlawanan Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo)
Kesultanan Gowa dengan Bandar Sombaopu merupakan. pelabuhan
penting yang menghubungkan Maluku dengan Malaka. Bandar
Sombaopu adalah pelabuhan transit. Oleh karena itu, VOC memandang
perlu untuk menguasai pelabuhan Gowa. Itu berarti VOC ingin
menanamkan monopoli perdagangan. Akibatnya, timbullah bentrokan-
bentrokan bersenjata antara Makassar dan VOC.
Puncak perlawanan terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin
yang berkuasa pada tahun 1653-1669. Pada waktu itu, Belanda mengadu
domba Sultan Hasanuddin dengan Arupalaka. Arupakala adalah
4

bangsawan Soppeng-Bone yang pada tahur 1660, memberontak terhadap


Gowa.
Pada tahun 1667, pertempuran meletus di dua tempat, yaitu di Buton dan
Makassar. Dalam perang ini, Belanda mendapat bantuan dari pasukan
Arupalaka. Pertempuran itu mengakibatkan banyak korban jatuh.
Bahkan C. Speelman (pimpinan pasukan Belanda) hampir saja tewas.
Akhirnya, Makassar harus mengakui keunggulan Belanda. Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal
18 November 1667.
3. Perlawanan terhadap EIC (Inggris)
Berikut beberapa perlawanan rakyat Indonesia terhadap penguasa Inggris.
a. Perlawanan Sultan Hamengkubuwono II
Kebijakan Raffles menimbulkan reaksi raja-raja pribumi. Salah satunya
yang terkenal adalah perlawanan dari Kesultanan Yogyakarta yang
dilakukan Oleh Sultan Hamengkubuwono II (Sultan Sepuh). Namun,
berkat politik adu domba, akhimya Sultan Hamengkubuwono II dapat
dikalahkan dan diasingkan ke Pulau Pinang, kemudian ke Ambon.
b. Perlawanan di Bengkulu
Perlawanan terhadap Inggris di Bengkulu terjadi di beberapa tempat,
salah satunya peristiwa penyerbuan Benteng Marlborough. Disinyalir,
rakyat Selebar serta anak keturunannya Pangeran Nata Diradja menaruh
dendam atas kematian Pangeran Selebar yang diduga dibuunuh oleh
orang-orang EIC di Fort York (Benteng York) pada tanggal 4 November
1710. Akibatnya, mereka membalas dendam dengan menyerbu benteng
Marlborough tanggal 23 Maret 1719. Tokoh yang diduga kuat sebagai
pemimpin penyerbuan, antara lain Pangeran .Mangkuradja dari Sungai
Lemau, Pangeran Intan Ali dari Selebar, Pangeran Sungai Itam, an juga
Sykh Ibrahim (Siddy Ibrahim) seorang ulama besar yang punya pengaruh
pada masyarakat di pegunungan.

Anda mungkin juga menyukai