4. Perlawanan Trunojoyo
Trunojoya adalah seorang Pangeran dari Madura yang sangat membenci Amangkurat 1
(Amangkurat 1 adalah raja Mataram yang zalim yang menggantikan Sultan Agug). Trunojoyo
melakukan penyerangan terhadap Mataram pada tahun 1675 dan berhasil mengusir
Amangkurat 1. Namun Trunojoyo berlaku tamak dengan menyatakan dirinya keturunan
Mataram dan berhak atas Mataram. Dengan demikian, Amangkutat II bekerjasama dengan
VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman dan berhasil menggulingkan Trunojoyo. Dengan
demikian, semakin besar kekuasaan VOC karena VOC dapat memberikan perlindungan
kepada penguasa.
Masalah yang khusus yaitu Belanda membuat jalan di Tegalrejo yang melalui makam
leluhur Dipenogoro tanpa izin terlebih dahulu.
Perlawanan Diponegoro mendapat dukungan dari Kyai Maja, Sentot Prawiro Direjo,
dan pangeran Mangku Bumi. Dalam perang, Dipenogoro melakukan siasat Perang Gerilya,
sehingga Belanda kewalahan dalam menghadapinya. Belanda mengangkat Jendral De
Koock untuk menghadapi Diponogoro dengan siasat Benteng Stelsel, artinya setiap daerah
yang dikuasainya segera dibangun benteng, kemudian antara benteng yang satu dengan yang
lainnya dihubungkan jalan untuk gerak cepat pasukan. Pada 25 Maret 1830 Jendral De
Koock mengajak Diponegoro untuk berunding, maka terjadi perundingan di rumah residen
kedu di Magelang. Dalam perundingan tersebut Pangeran Diponegoro di tangkap dan di
asingkan ke Manado dan akhirnya ke Makassar sampai meninggal dunia pada 8 Januari
1855.
Pada tahun 1857 terjadi konflik internal dalam pergantian raja. Belanda menunjuk
Pangeran Tamjidillah sebagai sultan, yang tidak dikehendaki rakyat. Penangkapan Pangeran
Prabu Anom dan pengambilalihan Kesultanan banjar oleh Belanda pada tahun 1859, yang
menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kaum bangsawan dan rakyat, sehingga muncullah
Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat memimpin perlawanan.
Pada bulan April tahun 1859, pasukan Banjar menyerang pos-pos Belanda, seperti di
Martapura, sekitar sungai Barito, dan di Tabanio. Bahkan pasukan Pangeran Hidayat yang
dipimpin Tumenggung Surapati berhasil membakar dan menenggelamkan kapal Onrust
milik Belanda. Sehingga pada tanggal 11 Juni 1860, Belanda secara resmi menghapus
kesultanan Banjar dan Banjar diperintah oleh seorang penguasa Hindia Belanda.
Pangeran Antasari terus berjuang memimpin perlawanan, walaupun Kyai Damang
Leman menyerah dan Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Cianjur. Bahkan ia
diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan
Amirudin Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 maret 1862. Ia dibantu para pemimpin yang
lalin, seperti Pangeran Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah untuk memutuskan
pertahanan di Hulu Taweh. Perlawanan Antasari berakhir sampai ia meninggal pada 11
oktober 1862, yang kemudian perlawanannya dilanjutkan putranya, yaitu pangeran
Muhamad Seman.
Pada 8 April 1873, Belanda menguasai masjid Raya Aceh, banyak mengundang
para tokoh dan rakyat untuk bergabung berjuang melawan Belanda, diantaranya Imam
lueng Bata, Cut Banta, Tengku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan istrinya Cut Nyak Dien.
Pada tahun 1874, Belanda berhasil menduduki istana kesultanan. Karena wilayah Aceh
sangat kuat dalam militernya, maka Belanda malakukan politik Devide Et Impera
(memecah belah dan menguasai). Pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan
tunduk kepada Belanda tanpa sebab, tetapi ia keluar dari Belanda pada 30 Maret 1896,
dikarenakan keluarganya. Militer Aceh berencana melakukan penyerbuan Terhadap
Belanda, namun kekuatan militer Aceh masih belum cukup kuat untuk melawan,
sehingga Teuku Umar, dan Panglima Polim terpaksa mundur dari peperangan.
Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur karena terkena peluru ketika ia bersama
pasukannya bersiap untuk pengepungan di Meulaboh, sehingga perjuangannya
dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien, dan mereka terus melakukan gerilya. Akhirnya Cut
Nyak Dien berhasil ditangkap dan dibuang ke Sumedang, serta meninggal pada 6
November 1905.
Panglima Polim dan Sultan Daudsah dipaksa menyerah ketika Belanda bertingkah licik
dengan menculik anggota-anggota keluarganya.
Pada 1904, Sultan Aceh yaitu Muhammad Mahmud Syah, dipaksa untuk menandatangani
plakat pendek yang isinya:
1) Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2) Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa lain selain Belanda.
3) Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan adanya plakat tersebut, maka Belanda semakin mudah menguasai seluruh
wilayah Aceh.
Sejak tahun 1861 para zending telah menyebarkan agama Kristen di tanah Tapanuli.
Yang awalnya tidak menimbulakan masalah. Tetapi, ketika Si Singamangaraja XII tampil
sebagai raja, para zending nampak diperalat oleh Belanda. Hal itu membuat Si
Singamangaraja XII tidak senang dengan berkembangnya pengaruh Belanda di Tapanuli.
sehingga terjadilah pertempuran rakyat Batak melawan Belanda yang dipimpin Si
Singamangaraja XII. Dan Belanda melakukan pengepungan di daerah Pakpak.
Pada tahun 1904 pasukan Belanda pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah berhasil
mendesak pertahanan Si Singamangaraja XII. Pada tahun 1907, pasukan Marsose dipimpin
oleh kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri Si Singamangaraja XII
dan para pengikutnya menyelamatkan diri ke hutan Simsim. Akhirnya, dalam pertempuran
tanggal 17 Juni 1907, Si Singamangaraja XII gugur beserta seorang putri dan dua orang
putranya.
PERLAWANAN BANGSA INDONESIA
TERADAP BANGSA EROPA
DISUSUN OLEH:
SILVIA PUJIYANTI (28)
XI PERBANKAN SYARIAH 1
SMK NEGERI 1 PURWOKERTO
TAHUN AJARAN 2017/2018