Anda di halaman 1dari 11

SULTAN AGUNG VS J.

P COEN

KELOMPOK 3
ANGGOTA KELOMPOK :
1. BAYU AJI ERLAMBANG
2. GATHOT PRIYAMBUDI
3. M. ANDI SAPUTRA
4. RUSTIANISA RISMATITI

SMA BHINNEKA KARYA 2 BOYOLALI


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya. Kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Sultan Agung vs J.P Coen.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa


masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Sultan


Agung vs J.P. Coen ini dapat memberikan manfaat maupun insprasi
terhadap pembaca.

Boyolali, 10 Oktober 2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Monopoli perdagangan dan lahirnya VOC sebagai dalih persekutuan dagang
bangsa Belanda di Nusantara telah membawa dampak yang sangat beragam dari
sekian banyak kerajaan yang bertahta di wilayah Nusantara.Konflik kepentingan
antara kerajaan nusantara dengan para pendatang eropa, sedikit banyaknya telah
mempengaruhi pula pada peristiwa-peristiwa penting yang akan terjadi masa
mendatang.
Serangan pasukan Mataram, ke Batavia, 1628 dan 1629 telah menandai
perjalanan panjang konflik kerajaan di Nusantara dengan Belanda dalam hal ini
VOC. Berawal dari hubungan Mataram – Batavia 1613. kontak perdana terjadi ketika
22 september 1613, sebuah kapal Belanda yang berisi utusan Kompeni di bawah
pimpinan Jan Piterszoon Coen merapat di pelabuhan Jepara, dan kemudian Kudus
dua pelabuhan milik Mataram. Maksud dari kedatangan utusan kompeni ini adalah
untuk menjalin kerjasama antara Mataram yang terkenal sebagai penghasil beras
dan hasil bumi lainnya dengan pihak Belanda, dalam hal ini VOC 1. Soal menyoal
konflik yang terjadi antara Mataran dan kompeni akan kita bahas pada bab tersendiri.
Memahami sejarah dalam ragam perspektif memang sangat sulit. Tak terkecuali
peristiwa sejarah kontemporer sekarang ini, dengan beragam sumber dan sudut
pandang yang berbeda. Namun dalam peristiwa sejarah apapun, kita harus bisa
menempatkan objektivitas di tingkat paling atas untuk menghindari kesalahan
penulisan dan penafsiran sejarah sebagai sebuah peristiwa yang penting. Sejarah
Konflik Mataram dan VOC, menjadi sebuah langkah awal analisis kita dalam
mengkaji lebih dalam urutan peristiwa sejarah dan dampak yang tertimbulkan dari
peristiwa sejarah itu sendiri. Peristiwa ini sedikit banyaknya bisa dijadikan sebuah
acuan dalam menentukan kedudukan kita sebagai masyarakat di nusantara yang
tidak bias lepas dari peristiwa sejarah di masa lampau.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahapan Awal Perang


Mataram dan politik perluasan wilayahnya telah menjadi embrio yang kelak
akan membawanya ke dalam sebuah peperangan yang justru menjatuhkan
hegemoninya di hadapan para daerah taklukannya karena tidak bisa menaklukkan
Batavia dibawah kekuasaan VOC, tapi sebelum kita sampai lebih jauh lagi tentang
perang Mataram-VOC , mari kita kupas sedikit tentang hubungan awal Mataram
dengan VOC sebelum konflik,
Seperti yang sudah tertera pada informasi di atas, bahwa hampir seluruh
wilayah Pulau jawa telah menjadi wilayah kekuasaan Mataram, kecuali Banten,
serta Batavia, yang dikuasai oleh Banten dan VOC. juga daerah Blambangan. Pada
tahun 1613, tepatnya 22 September 1613 serombongan Utusan VOC, yang dipimpin
Jan Pieterszoon Coen merapat di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan
penting Mataram yaitu, Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama
dengan Mataram dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai
penghasil beras. Dalam hal ini Sultan Agung menerima keinginan dan penawaran
kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan pertimbangan bahwa persahabatan itu
nantinya akan berguna dalam rangka keinginan Mataram menguasai kota-kota
pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur, terutama Surabaya yang terkenal kuat
dalam hal pasukan. Maka didirikan lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615.
Dalam perkembangan selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah
pihak, Sultan Agung dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai
menyadari bahwa kehadiran VOC di wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal
yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya telah berada di bawah kekuasaan
VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram dalam hal ini Sultan Agung
sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah jawa 3.benih-benih menuju
konflik berkepanjangan mulai terlihat jelas pada saat tentara Mataram menyerbu
kantor dagang VOC di Jepara 1618, serangan ini dipimpin oleh Orang Gujerat yang
meminpin Jepara atas nama Sultan Agung. 3 orang Belanda tewas dan yang lainnya
di tawan, pihak VOC tidak tinggal diam, bulan November tahun itu juga VOC
melakukan pembalasan dengan membakar semua kapal Jawa yang sedang
berlabuh di pelabuhanserta sebahagian besar kota. Tetapi perlu diingat juga bahwa
pada tahun 1618 ketika terjadi paceklik tanaman padi, Sultan Agung pernah
melarang ekspor beras kepada pihak belanda dalam hal ini VOC hal ini tentu
beralasan, konon pihak VOC telah menyamakan
Sultan Agung dengan seekor Anjing,dan juga pihak VOC yang dianggap telah
mengotori mesjid Jepara4, beberapa fakta sejarah inilah yang akan mengantar
Mataram ke dalam peperangan yang berkepanjangan dengan VOC, hubungan yang
semakin memburuk ditunjukkan dengan tindakan VOC yang membakar jung-jung
Mataram di Jepara dan merebut beras yang ada di dalamnya. Tujuan lain dari
penyerangan ini disamping untuk membalas dendam atas serangan Mataram
terhadap pos dagang VOC di jepara 1618, juga untuk merusak kantor dagang Inggris
dan untuk membuat orang-orang cina pindah ke Batavia 5. Namun pada 1621
personel VOC yang ditawan dikembalikan ke Batavia dan beras pun dikirim, VOC
pun mengirimkan utusan nya kepada Sultan Agung 1622, 1623 dan 1624, hubungan
ini tentunya tidak terlepas dari kepentingan Mataram yang mengharapakan bantuan
angkatan laut dari VOC untuk melakukan penaklukan atas Surabaya, Banten dan
Banjarmasin, namun niat Mataram ini ditolak mentah-mentah oleh VOC, maka habis
lah sudah persahabatan dan keinginan kerjasama yang mutualistis, apalagi setelah
Suarabaya berhasil dikuasai 1625, Sultan Agung telah merencanakan serangan ke
Batavia.serangan mataram dibagi lakukan dua kali.

B. Serangan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628 M


( Serangan Pertama)
Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di depan Batavia dengan
perbekalan yang sangat banyak. Hal ini membuat Kompeni menjadi sangat prihatin.
Setelah 2 hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk meminta ijin perjalanan
ke malaka. VOC mencoba untuk tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu
dan yang belakangan karena khawatir kapal-kapal yang baru datang akan memberi
senjata-senjata pada perahu lainnya. Usaha ini gagal. Pada pagi hari 20 buah
perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang Mataram yang
datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka berhasil mencapai benteng.
Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi. Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang
datang pada tanggal 24 Agustus 1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng
yang mengakibatkan banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati
Marunda di mana pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan
Tumenggung Baureksa mendarat. Dalam menghadapi kekuatan Mataram, Kompeni
mengorbankan daerah sekitar benteng. Kampung di sekitarnya dibakar dan
diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram menarik diri ke daerah-daerah
yang agak jauh yang berpohon, membuat benteng-benteng mereka dari bambu
anyaman. Meskipun demikian mereka berhasil maju juga karena mereka menggali
parit-parit dan membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk
menghadapi pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim sejumlah
tentara Kompeni ke parit-parit ini yang dilindungi oleh 150 penembak sehingga
orang-orang ini berhasil mengusir tentara Mataram dari parit-parit ini. Dan korban
yang tercatat pada peristiwa ini diperkirakan antara tiga puluh sampai empat puluh
orang.

Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng


Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Sambil
menjalankan penyerangan ini, di bagian lain mereka mereka membunyikan alarm
untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan atas benteng Hollandia. Akan tetapi
orang Belanda dapat mencium bahwa tujuan tentara Mataram hanya benteng
Hollandia, oleh sebab itu mereka merubah perhatian menjadi penyerangan. Dengan
segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara Mataram,
sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian manusia terlalu banyak
di pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang ditahan Kompeni mereka dapat
keterangan bahwa masih terdapat kira-kira 4.000 anggota tentara Mataram yang
berkeliaran di hutan mencari makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus
Jacques Lefebres untuk menyerang sisa-sisa laskar ini. Dengan jumlah yang tidak
kecil yaitu 2.866 orang, Jacques Lefebres mengadakan penyerbuan. Ia memulai
dengan menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa. Penyerbuan
terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa berada menemui
perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung satu lawan satu.

Kompeni pada akhirnya berhasil memusnahkan isi perkampungan ini, akan


tetapi mereka lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan putranya gugur
dalam pertempuran ini. Banyak perahu Mataram yang berlabuh di sungai Marunda
dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke perkampungan pasukan Mataram sepanjang
sungai Marunda selesai, tentara Kompeni pulang. Api mesiu belum habis terbakar,
ketika bantuan baru pasukan Mataram datang. Dengan segera pasukan Mataram
dapat mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari dua
perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak mempunyai tembok yang
tinggi, maka pastilah seluruh kota Batavia sudah jatuh ke tangan laskar Mataram.
Pimpinan dari bantuan yang baru adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan
bersaudara Kyai Dipati Mandurareja dan Upasanta.Mereka menyangka bahwa
pasukan yang pertama datang telah berhasil menguasai kota Batavia. Ketika ia
melihat bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu akal yaitu
seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan membendung
sungai. Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk Surabaya, tapi tidak untuk
Batavia.

Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh sebab itu
sebagai hukuman terhadap gagalnya usaha menundukkan musuh, Mandurareja dan
Upasanta, bersama-sama dengan anak-buahnya dibunuh dengan ditusuk dengan
keris atau tombak. Dengan kegagalan Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun
1628, maka penyerbuan Mataram yang pertama berakhir pula.

C. Serangan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M


( Serangan kedua)

Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan


Kompeni pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun berikutnya,
yaitu pada tahun 1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan
perlengkapan senjata-api. Keberangkatan mereka dari ibukota Mataram adalah pada
bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-penjaga Kompeni yang
ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat barisan
depan,Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni akan tetapi
hal itu dapat dicegah oleh Kompeni.
Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampir keseluruhan pasukan tiba di daerah
sekitar Batavia. Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-panji dan mereka
juga membawa gajah. Cara yang dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar
Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah pengiriman seorang utusan yang
bernama Warga, untuk (pura-pura?-peng.) minta maaf kepada Kompeni mengenai
hal yang telah terjadi. Kompeni menerima warga dengan baik. Sementara itu orang-
orang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu akan ditumbuk di Tegal untuk
diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh seorang anak buah
dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk kedua
kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak
menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal
menjadi gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah
mendapat keterangan ini Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana
perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara
Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, Kompeni mengarahkan
perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. Persediaan padi
di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras
Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian
mereka toh mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui
parit-parit. Benteng Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka
menuju benteng Bommel, akan tetapi di sini mereka gagal.
Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21
September 169 tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan
menembak benteng hingga persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-
tembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda, Jan Pieterszoon Coen mendadak
meninggal diserang suatu penyakit.
Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita
kelaparan, dan hal ini memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha
untuk menyerang selama kurang lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629
mereka mulai menarik diri sambil banyak meninggalkan korban.

D. Akhir Perang
Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia
mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama
menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari
posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Penyebab kekalahan Kedua serangan ini mengalami kegagalan akibat :

1. Jarak antara Mataram dan Batavia yang sangat jauh,;

2. Kekurangan bahan makanan;

3. Persenjataan yang kurang memadai;

4. Jumlah pasukan yang kalah banyak;

5. Munculnya wabah penyakit malaria

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani


memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang
berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun
1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang
tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan


Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa
segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri,
maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel.
Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada
tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri
tersebut pada tahun 1636.
Pada tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga Mataram mulai dari
dirinya. Sultan Agung akhirnya meninggal dunia pada awal tahun 1646 dan
dimakamkan di sana. Sultan Agung digantikan putranya, yaitu Raden Mas Sayidin
bergelar
Perjanjian Giyanti terjadi karena adanya perlawanan Mangkubumi dan Mas
Said. Dalam sejarah disebutkan bahwa pasukan Mangkubumi terpecah ketika
melawan kompeni Belanda (VOC) karena pasukan Mas Said tiba-tiba memisahkan
diri dari komando bersama. Hal tersebut dapat terjadi karena Mas Said sendiri
bertahan di daerah Sukawati (Sragen) dan ingin menjadi raja. Akhirnya perlawanan
tersebut diakhiri dengan Perjanjian Giyanti.

c
Dalam perkembangan selanjutnya, Perjanjian Giyanti ditandatangai oleh VOC,
Pakubuwana III, dan Pengeran Mangkubumi pada tahun 1755.
Adapun isi dari Perjanjian Giyanti adalah sebagai berikut:
Pemecahan kerajaan Mataram menjadi dua wilayah, yaitu Yogyakarta untuk
Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan Hamengku Buwono I dan Surakarta untuk
Pakubuwana III.
Setelah perjanjian gianti terjadi perjanjian lain pun terjadi antara mataram dan
VOC, yaitu perjanjian salatiga, Perjanjian Salatiga adalah perjanjian bersejarah yang
ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di Salatiga. Perjanjian ini adalah
penyelesaian dari serentetan pecahnya konflik perebutan kekuasaan yang
mengakhiri Kesultanan Mataram. Dengan berat hati Hamengku Buwono I dan Paku
Buwono III melepaskan beberapa wilayahnya untuk Raden Mas Said (Pangeran
Sambernyawa). Ngawen di wilayah Yogyakarta dan sebagian Surakarta menjadi
kekuasaan Pangeran Sambernyawa.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejak sepeninggalnya Sultan Agung VOC berhasil melemahkan mataram.
Raja Amangkurat 1 yang menggantikan sultan Agung justru melakukan kerja sama
dengan VOC. Mataram yang awalnya menjadi ancaman sekarang justru menjadi
tergantung pada VOC. Kondisi ini menyebabkan timbulnya perlawanan di Mataram,
Salah satunya dipimpin oleh Trunojoyo. Selanjutnya Mataram berada di bawah
pengaruh VOC.

B. REFERENSI
● www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai