Pada abad ke-18 terjadi perubahan tatanan geopolitik di Belanda. Munculah kelompok yang
menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis:
liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide
dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot m enghendaki
perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan keinginan itu pada awal abad ke-18 pasukan
Perancis menyerbu Belanda. Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan
Belanda melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Selanjutnya di Belanda
dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806) yang dipimpin oleh Louis
Napoleon saudara Napoleon Bonaparte. Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V
oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew.
3) Bidang peradilan :
Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
a) Pengadilan utuk orang Eropa
b) Pengadilan untuk orang timur asing
c) Pengadilan untuk orang Pribumi. Pengadilan untuk orang pribumi ada di
setiap Prefectur dengan Prefect sebagai ketua dan para bupati sebagai
anggota.
Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk pada bangsa Eropa. Akan tetapi
ia sendiri melakukan korupsi besar - besaran dalam kasus penjualan tanah
kepada pihak swasta.
5) Bidang Sosial :
Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer
- Panarukan.
Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
AKIBAT PEMERINTAHAN DAENDELS
1. Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yg sangat hebat. Selain dituntut untuk
membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa
(rodi). Kerja Rodi membuat rakyat yang miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja
rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit
dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian
banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan banyak yang meninggal.
2. Penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang-wenang para
pemilik tanah.
3. Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan jalan raya anyer-panarukan.
Daendels sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi seorang
diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-
raja Banten, Yogyakarta, Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan. Ia juga
melakukan penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi
penjualan Istana Bogor. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari
dalam maupun luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke negeri Belanda. Kemudian
Louis Napoleon mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru menggantikan
Daendels
Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke
negara Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan
Willem Janssens yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan
(Afrika Selatan) pada tahun 1802 - 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung
Harapan karena Tanjung Harapan jatuh ke tangan Inggris. tahun 1810, Janssens ditunjuk
menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan resmi menjadi Gubernur Jendral di
Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha memperbaiki keadaan di Hindia
Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda pada saat itu telah menguasai beberapa
wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford Raffles
(pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan
dan pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena
dalam perkembangannya ia terusir dari tanah jajahannya. Pada tanggal 4 Agustus 1811,
sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26 Agustus 1811,
Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles. Janssens kemudian lari ke
Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara serta prajurit Yogyakarta dan
Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga berhasil dipukul mundur. Janssens
kemudian lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke
pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811
Isi Kapitulasi Tuntang sbb:
1. Pulau Jawa dan sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris
2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris
3. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris
Ditanda tanganinya Kapitulasi Tuntang merupakan awal dari masa kolonialisme Inggris
di Indonesia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai
penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di
Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di
tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga
prinsip. Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman
bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para
bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar pandangan bahwa
tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat
dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang
politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.
2) Bidang Ekonomi :
a. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan
dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang
b. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi
c. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan
d. Melaksanakan monopoli.
e. Menetapka desa sebagai unit adiministrasi pemerintahan. ditempatkannya desa sebagai
unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka
sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat,
hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah
besar.
f. Menjual tanah kepada pihak swasta dan melanjutka usaha menananam kopi
g. Memberlakukan tanam bebas kepada rakyat. kebebasan bagi para petani untuk menanam
tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila
3) Bidang Hukum :
a. Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Daendels berorientasi pada warna kulit (ras). Sedangkan Raffles lebih
berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan
benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi
setiap warga negara.
b. Raffles memang orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan,
termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan
menghadapi berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan
pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari
pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa.
c. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga
monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan
jalan ataupun jembatan, dan melakukan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh
dikatakan kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya.
Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap
menderita
AKHIR PEMERINTAHAN RAFFLES
Pemerintahaan Raffles hanya bertahan sampai tahun 1816
Keadaan di negeri jajahan rupanya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa
Pada tahun 1814 Napoleon Bonaparte kalah melawan raja–raja di Eropa dalam perang
koalisi
Untuk memulihkan kembali keadaan Eropa maka diadakan konggres Wina 1814
sedangkan antara Inggris dan Belanda ditindaklanjuti Convention of London 1814
Berakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of
London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda
dan Inggris.
Isi Convention of London:
1. Belanda menerima kembali jajahan yang di serahkan kepada inggris dalam perjanjian
kapitulasi tuntang.
2. Ingris menperoleh tanjung harapan dan srilangka dari inggris Konsekuensi dari perjanjian
tersebut maka Inggris meninggalkan Pulau Jawa. Raffles kemudian menduduki pos di
Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor.
Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya
Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus
menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall,
yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu
yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di
antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa
interregnum (masa peralihan).
Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding melalui Treaty Of London tahun
1824 isinya antara lain menegaskan :
1. Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan
Bengkulu kepada Belanda.
2. Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di
sebelah Utaranya.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif
terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan
sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan
memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan
kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan
memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil
bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum
konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.
Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah
tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri
induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang
dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi
kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia
selama tidak mengancam kehidupan penduduk.
Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan
bagi negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin
memburuk. Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur
stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan
yang besar bagi negeri induk.
Ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam sistem tanam paksa
tampak mudah dan menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun rakyat. Namun, pada
pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan.Dalam pelaksanaan sistem ini, pemerintah
colonial Belanda memberikan persenan kepada penguasa pribumi yang mampu menyetorkan
hasil lebih banyak dari ketentuan. Akibatnya, para penguasa pribumi berusaha meningkatkan
setorannya dengan melakukan penekanan kepada petani dalam penyerahan hasil panen.
Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena
antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih
823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran
belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan
Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung,
Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba
mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan
reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung.
Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga
melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di
Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa
masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah
sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno (ancient
imperialism), yaitu dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan
imperialism modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkan opendeur politiek,
yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu
terbuka tersebut diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah
kehadiran orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap
penduduk Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal
penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia. Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak
kedatangan Portugis dan Spanyol di Kepulauan Indonesia, proses penyebaran agama
Kristen mulai berlangsung. Hal ini dikaitkan dengan motif agama selain ekonomi yang
dilakukan oleh kedua bangsa tersebut sebagai imperialisme kuno. Selain Malaka dan
kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah pertama bersentuhan dengan agama
Nasrani, khsusnya Katholik. Raja Ternate bernama Tabarija yang diasingkan Portugis ke
Goa pada tahun 1535 dilaporkan memeluk agama Nasrani sejak dipengungsian.
Perkembangan agama Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama
Francisacus Xaverius yang merupakan pendiri Orde Jesuit bersama Ignatius Loyolo
melakukan kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan
Morotai antara tahun 1546-1547.
Gereja Lutheran baru boleh melakukan kegiatan pada tahun 1745 di bawah pengawasan
tentara bayaran Jerman.Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin
meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dari gereja
reformasi baik Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pengangkatan Jacob Grooff
sebagai uskup Katholik pertama di Indonesia pada tahun 1845 telah memancing
munculnya perdebatan panjang di kalangan pemeluk Nasrani baik di Indonesia maupun
Belanda yang memicu konflik antara gereja dan negara. Berdasarkan peratruran yang
berlaku sejak tahun 1854 para guru, rohaniawan dan misionaris Nasrani harus memiliki
ijin khusus dari Gubernur Jenderal ketika akan melakukan pekerjaan di wilayah Hindia
Belanda. Wilayah Ambon dan sekitarnya menjadi hak eklusif gereja reformasi sampai
tahun 1921. Daerah Batak juga menjadi daerah eklusif. Orang-orang Nasrani memulai
kegiatan mereka di Sipirok pada tahun 1861, sementara misionaris Katholik baru
diperkenankan masuk di wilayah ini pada tahun 1928. Begitu juga di wilayah Papua yang
dikuasai oleh Belanda, jemaat Katholik di Flores dan Timor bagian barat diserahkan
kepada Serikat Sabda Allah.