Anda di halaman 1dari 5

KESERAKAHAN VOC DI INDONESIA

VOC merupakan kongsi dagang itu berangkat dari usaha mencari untung kemudian
dapat menanamkan pengaruh bahkan kekuasaannya di Nusantara. Fenomena ini juga terjadi
pada kongsi dagang milik bangsa Eropa yang lain. Artinya, untuk memperkokoh tindakan
monopoli dan memperbesar keuntungannya orang-orang Eropa itu harus memperbanyak
daerah yang dikuasai (daerah koloninya). Tidak hanya daerah yang dikuasai secara ekonomi,
kongsi dagang itu juga ingin mengendalikan secara politik atau memerintah daerah tersebut.
Bercokollah kemudian kekuatan kolonialisme dan imperialisme. Pada tahun 1669, VOC
merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sejarah dengan lebih dari 150 perahu dagang,
40 kapal perang, 50.000 pekerja, 10.000 tentara.

Berbagai upaya yang dilakukan VOC dalam menanamkan pengaruhnya di Indonesia

1. cara-cara pemaksaan monopoli perdagangan. VOC mendapatkan hak monopoli untuk


berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat
Selat Magelhaens.
2. Verplichte Leverantie yaitu memaksa pribumi untuk menjual hasil bumi dengan harga
yang sudah ditetapkan oleh VOC. Hasil bumi tersebut diantaranya Lada, Kapas, Kayu
Manis, Gula, beras, nila serta binatang ternak.
3. Continganten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi
4. Hak ekstirpasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak
terjadi kelebihan produsi yang dapat menyebabkan harga merosot.
5. Pelayaran Hongi yakni melakukan pelayaran dengan menggunakan perahu kora-kora
untuk mengawasi perdagangan di Maluku
6. Politik devide et impera dan berbagai tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan
kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya
7. Preanger Stelsel yakni pennyerahan wajib kepada VOC yang berupa hasil bumi yakni
kopi.
8. Pada tahun 1611, J.P Coen berhasil merebut Jayakarta kemudian diubah namanya
menjadi Batavia sesuai dengan nenek moyang bangsa Belanda. Batavia kemudian
dijadikan pusat kekuasaan VOC di Indonesia.
9. Mengalahkan Kerajaan Gowa-Tallo yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin dan kemudian
menandatangani Perjanjian Bongaya 1667.
10. Pasca meninggalnya Sultan Agung, VOC kemudian mulai ikut campur di kerajaan
Mataram Islam.
11. monopoli perdagangan dengan Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan.
12. Pada tahun 1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. VOC menjadi
berjaya setelah berhasil melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan
Maluku.
13. VOC berhasil menguasai Malaka setelah mengalahkan saingannya, Portugis pada tahun
1641.
14. Melakukan penguasaan terhadap kerajaan Banten. VOC ikut campur dalam masalah
suksesi pemimpin di kerajaan Banten sehingga memunculkan perselisihan antara Sultan
Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji. Sultan Haji yang dibantu dengan VOC kemudian
bisa mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. VOC mendapatkan keuntungan dengan
ditandatanganinya Perjanjian Banten (1683)
15. Mendirikan Benteng-benteng pertahanan. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun
di Saparua, Benteng Nasau di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Victoria, Benteng
Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makasar.

Berikut adalah keserakahan VOC menurut tahunnya :

Pada tahun 1602, Sir James Lancaster ditunjuk untuk memimpin pelayaran yg berisi
orang-orang The East India Company (EIC) dan tiba di Aceh untuk melakukan perjalanan
selanjutnya menuju Banten.
Pada tahun 1603, VOC membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten.
Namun pembangunan pusat perdagangan ini tidak menguntungkan kerena persaingan dengan
para pedagang Tionghoa & Inggris.
Pada Februari 1605, Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu
pertahanan Portugis di Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal
rempah-rempah di Hitu.
Pada tahun 1604, terjadi pelayaran ke-2 maskapai Inggris yg dipimpin oleh Sir Henry
Middleton, maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon & Banda. Akan tetapi di
wilayah yang mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yg keras dari VOC.
Pada tahun 1609, VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan. Namun niat
tersebut dihalangi oleh Raja Gowa. Karena Raja Gowa telah melakukan kerjasama dengan
pedagang-pedagang Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol & Portugis untuk melawan VOC.
Pada tahun 1610, Ambon dijadikan pusat pengendalian VOC, yang dipimpin oleh
seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 periode gubernur-jendral tersebut, Ambon tak
begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar VOC karena jauh dari jalur-jalur utama
perdagangan Asia.
Pada tahun 1611, Inggris berhasil mendirikan kantor perdagangannya di bagian
Indonesia lainnya, yaitu di Sukadana [Kalimantan barat daya], Makassar, Jayakerta, Jepara,
Aceh, Priaman, Jambi.
Pada tahun 1618, Banten mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta & VOC.
Dengan cara memaksa Inggris untuk membantu mereka, perlawanan ini dipimpin oleh
laksamana Thomas Dale.
Pada tahun 1619, ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul
tentara Banten menghalangi maksud Inggris. Hal ini dikarenakan Banten tidakk mau pos
VOC di Batavia diisi oleh Inggris. Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya.
Pada akhirnya Banten menduduki kota Batavia.
Pada 12 Mei 1619, Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru
Jayakarta sebagai Batavia.
Pada Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen, seorang warga negara Belanda, melakukan
pelayaran ke Banten dengan 17 kapal.
Pada 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten,
memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer & administrasi
yg relatif aman bagi pergudangan & pertukaran barang-barang, karena perjalanan dari
Batavia mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dan
Eropa.
Pada tahun 1619, Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia
menggunakan kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yg
menghalanginya. Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang
VOC.
Pada tahun 1619 pula, terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik
sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yg ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi,
Palembang & Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yqng langsung datang dari Tiongkok. Di
sini orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia.
Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan tukang yg terampil.
Pada tahun 1620, atas dasar pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa
bekerjasama dengan pihak Inggris dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor
dagang di Ambon. Dan dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC
melakukan pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda &
berusaha menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang & mempekerjakan tenaga
kerja kaum budak.
Pada tahun 1623,VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12
agen perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong
kepalanya.
Pada tahun 1630, Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-
dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia.
Pada tahun 1637, VOC yang telah beberapa lama di Maluku tak mampu memaksakan
monopoli atas produksi pala, bunga pala, & yg terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh
semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yg anti dengan VOC. Gubernur-
Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para penyeludup & pasukan-
pasukan Ternate di Hoamoal.
Pada tahun 1638, Van Diemen kembali ke Maluku & berusaha membuat persetujuan
dengan raja Ternate dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram,
Hitu serta menggaji raja sebesar 4. 000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan
cengkeh akan dihentikan & VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi
persetujuan ini gagal.
Pada tahun 1643, Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate
dengan memaksa raja Ternate Mandarsyah ke Batavia & menandatangani perjanjian yg
melarang penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yg
dikuasai VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh
melebihi kebutuhan untuk konsumsi dunia.
Pada tahun 1656, seluruh penduduk Ambon yg tersisa dibuang. Semua tanaman
rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan & akibatnya daerah tersebut tak didiami manusia
kecuali jika ekspedisi Hongi [armada tempur] melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-
pohon cengkeh liar yg harus dimusnahkan.
Pada tahun 1660, Armada VOC yg terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa,
menghancurkan kapal-kapal Portugis.
Pada tahun Agustus-Desember 1660, Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa
menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tak berhasil
mengakhiri permusuhan.
Pada tahun 18 November 1667, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani
perjanjian Bongaya, akan tetapi Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.
Pada April 1668 & Juni 1669, VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa
& sesudah pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.
Pada 1670, VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia
Timur. Pihak Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi
kekuatannya tak begitu besar. VOC pun menebangi tanaman rempah-rempah yg tak dapat
diawasi, Hoamoal tak dihuni lagi, orang Bugis & Makassar meninggalkan kampung
halamannya. Banyak orang-orang Eropa & sekutu-sekutu yg tewas, semata-mata guna
mencapai maksud VOC untuk memonopoli rempah-rempah.
Pada tahun 1674, Pulau Jawa dalam keadaan yg memprihatinkan, kelaparan
merajalela, berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan,
& hujan yg tak turun pada musimnya.
Pada tahun 1680, VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran
rendah tertentu saja di Jawa. Daerah pegunungan seringkali tak berhasil dikuasai & daerah ini
dijadikan tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-
pemberontakan mengakibatkan kesulitan & menguras dana VOC.
Pada tahun 1682, Pasukan VOC dipimpin Franois Tack & Isaac de Saint-Martin
berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut &
memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yg merupaken saingan VOC
diusir. Orang-orang Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu & Sumatera Selatan satu-
satunya pos mereka yg masih ada di Indonesia.
Pada tahun 1721, VOC mengumumkan apa yg dinamakan komplotan orang-orang
Islam yg bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia & juga
orang-orang Tionghoa.
Pada tahun 1722, perlakuan terhadap orang Tionghoa bertambah kejam & korup.
Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan
sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten kapal Tionghoa mampu
menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yg korupsi. Kebanyakan orang-orang
Tionghoa pendatang yg tak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi
gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
Pada tahun 1727, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua
orang Tionghoa yg telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia & belum memiliki surat izin
akan dikembalikan ke Tiongkok.
Pada tahun 1729, pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan
kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan
membayar 2 ringgit.
Pada tahun 1730, dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat
penginapan, tempat pemadatan candu & warung baik di dlm maupun di luar kota.
Pada tahun 1740, terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tak kurang 1. 000
orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih sesudah sering
terjadi penangkapan, penyiksaan, & perampasan hak milik Tionghoa.
Pada Juni 1740, Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang
Tionghoa yg tak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini
dilaksanakan dengan sewenang-wenang.
Pada 9 Oktober 1740, dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara
besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini ialah orang-orang Eropa & para
budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10. 000 orang Tionghoa yg tewas. Perkampungan
orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti sesudah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya
yg rutin.
Pada Desember 1741, awal 1742-VOC merebut kembali daerah-daerah lain yg
terancam serangan.
13 Februari 1755 - VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui
Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.

Di atas ialah beberapa faktor utama keruntuhan VOC, telah jelas sekali apa yang
mereka perbuat dapat merusak Organisasi atau Kongsi Dagang yang mereka jalani,
maka dari itu tidak heraan pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar,
hutang hutang VOC diganti oleh pemerintah Belanda.

Kesimpulan : Jadi Banyak sekali Keserakahan yang


dilakukanoleh VOC pada Negara kita Negara Indonesia,
dan karena hal itu,rakyat Indonesia banyak yang
menderita bahkan tersiksa.

Anda mungkin juga menyukai