Anda di halaman 1dari 39

Revolusi Nasional Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Revolusi Nasional Indonesia

Bagian dari Perang Dunia Kedua

Mobil Buick milik Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby yang

terbakar pada saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Tanggal 17 Agustus 1945 27 Desember 1949


Lokasi Indonesia
Hasil Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
Casus belli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Menyerahnya Jepang pada Perang Dunia
Kedua

Pihak yang terlibat

Indonesia Belanda (sejak 1946)

KNIL

Negara-negara sekutu(1945-
46)

Britania Raya

Kemaharajaan
Britania

Australia

Komandan
Sukarno Simon Spoor
Jen. Sudirman Hubertus van Mook
Sri Sultan Willem Franken
Hamengkubuwana IX Sir Philip Christison
Mohammad Hatta
Sjafruddin
Prawiranegara

Kekuatan

BKR/TKR/TRI/TNI: Tentara Kerajaan


183.000 Belanda:
Laskar rakyat: 20,000 - 180,000 orang
diperkirakan 60,000 KNIL:
60,000
Tentara Sekutu:
30,000+

Korban

45,000 hingga 100,000 1,200 tentara Sekutu tewas


pejuang tewas
3,144 tentara Hindia Belanda
tewas 3,084 tentara Kerajaan
Belanda tewas

25,000 hingga 100,000 rakyat sipil tewas [1][2]

Revolusi Nasional Indonesia adalah sebuah konflik bersenjata dan pertentangan diplomasi
antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Kerajaan Belanda yang dibantu oleh pihak
Sekutu, diwakili oleh Inggris. Rangkaian peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia
olehKerajaan Belanda pada 29 Desember 1949. Meskipun demikian, gerakan revolusi itu sendiri
telah dimulai pada tahun 1908, yang saat ini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan
nasional Indonesia.
Selama sekitar empat tahun, beberapa peristiwa berdarah terjadi secara sporadis. Selain itu
terdapat pula pertikaian politik serta dua intervensi internasional. Dalam peristiwa ini pasukan
Belanda hanya mampu menguasai kota-kota besar di pulauJawa dan Sumatera, namun gagal
mengambil alih kendali di desa dan daerah pinggiran. Karena sengitnya perlawanan bersenjata
serta perjuangan diplomatik, Belanda berhasil dibuat tertekan untuk mengakui kemerdekaan
Indonesia.[3] Revolusi ini berujung pada berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan
mengakibatkan perubahan struktur sosial di Indonesia, di mana kekuasaan raja-raja mulai
dikurangi atau dihilangkan. Peristiwa ini dikenal dengan "revolusi sosial", yang terjadi di
beberapa bagian di pulau Sumatera.

Daftar isi
[sembunyikan]
1Latar belakang
2Proklamasi kemerdekaan
o 2.1Proklamasi dan pembentukan pemerintahan
o 2.2Euforia revolusi
3Tindakan Sekutu
o 3.1Pendudukan kembali
4Perjuangan militer dan diplomasi
o 4.1Perjanjian Linggarjati
o 4.2Agresi Militer Belanda I
5Kekacauan internal
o 5.1Revolusi sosial
o 5.2Pemberontakan Komunis
o 5.3Pemberontakan Darul Islam
6Dampak
7Catatan kaki
8Referensi
9Pranala luar

Latar belakang[sunting | sunting sumber]


Pergerakan nasionalis untuk mendukung kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda,
seperti Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Sarekat Islam dan Partai Komunis
Indonesia tumbuh dengan cepat di pertengahan abad ke-20. Budi Utomo,Sarekat Islam dan
gerakan nasional lainnya memprakarsai strategi kerja sama dengan mengirim wakil mereka
ke Volksraad(dewan rakyat) dengan harapan Indonesia akan diberikan hak memerintah diri
sendiri tanpa campur tangan Kerajaan Belanda.[4] Sedangkan gerakan nasionalis lainnya
memilih cara nonkooperatif dengan menuntut kebebasan pemerintahan Indonesia sendiri
dari Belanda. Pemimpin gerakan nonkooperatif ini adalah Soekarno dan Mohammad Hatta, dua
orang mahasiswa nasionalis yang kelak menjadi presiden dan wakil
presiden pertama.[5] Pergerakan ini dimudahkan dengan adanya kebijakan Politik Etis yang
dijalankan oleh Belanda.
Pendudukan Indonesia oleh Jepang selama tiga setengah tahun masa Perang Dunia
Kedua merupakan faktor penting untuk revolusi berikutnya. Belanda hanya memiliki sedikit
kemampuan untuk mempertahankan penjajahan di Hindia Belanda. Hanya dalam waktu tiga
bulan, Jepang berhasil menguasai Sumatera. Jepang kemudian berusaha untuk mengambil hati
kaum nasionalis dengan menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dan mengizinkan
penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Ini menimbulkan lahirnya organisasi-organisasi
perjuangan di seluruh negeri.[6]
Ketika Jepang berada di ambang kekalahan perang, Belanda kembali untuk merebut kembali
bekas koloni mereka. Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kuniaki
Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia, walaupun tidak menetapkan tanggal resmi.[7]

Proklamasi kemerdekaan[sunting | sunting sumber]


Proklamasi dan pembentukan pemerintahan[sunting | sunting sumber]
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal - hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '45
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Pada akhir bulan Agustus 1945, pemerintahan republikan telah berdiri di
Jakarta. Kabinet Presidensialdibentuk, dengan Soekarno sendiri sebagai
ketuanya. Hingga pemilihan umum digelar, Komite Nasional Indonesia
Pusat dibentuk untuk membantu Presiden dan bertindak hampir sebagai badan
legislatif. Komite serupa juga dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten.
Mendengar berita pembentukan pemerintah pusat di Jakarta,
beberapa raja menyatakan menggabungkan diri dengan Indonesia. Sementara
beberapa lainnya belum menyatakan sikap atau menolak mentah-mentah,
terutama yang pernah didukung oleh pemerintah Belanda.[8]

Pengibaran bendera Merah Putih setelah pembacaan naskah proklamasi pada 17


Agustus 1945

.
Khawatir Belanda akan berusaha merebut kembali kekuasaan di Indonesia,
pemerintah yang baru dibentuk tersebut dengan cepat menyelesaikan persoalan
administrasi. Saat itu, pemerintahan masih sangat terpusat di pulau Jawa,
sementara kontak ke luar pulau masih sangat sedikit.[9] [10] Pada 14 November
1945, Sutan Sjahrir menjadi perdana menteri pertama mengetuai kabinet Sjahrir
I.
Beberapa minggu setelah Jepang menyerah, Giyugun dan Heiho dibubarkan
oleh pemerintah Jepang. Struktur komando dan keanggotaan PETA dan Heiho
pun hilang. Karena itu, pasukan republikan yang mulai tumbuh di bulan
September, tetapi lebih banyak berupa kelompok-kelompok kecil milisi pemuda
yang tidak terlatih, yang biasanya dipimpin oleh seorang pemimpin
karismatik.[8] Ketiadaan struktur militer yang patuh pada pemerintah pusat
menjadi masalah utama revolusi kala itu.[3] Dalam masa awal pembentukan
struktur militer, perwira Indonesia yang dilatih Jepang mendapat pangkat yang
lebih tinggi dibanding perwira yang dilatih oleh Belanda. Pada 12 November
1945, dalam sebuah konferensi antar panglima-panglima divisi militer di
Yogyakarta seorang mantan guru sekolah berumur 30 tahun
bernama Sudirman terpilih menjadi panglima Tentara Keamanan Rakyat,
bergelar "Panglima Besar".[11]
Euforia revolusi[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Bersiap
Tan Malaka, salah satu pejuang revolusi yang berjuang bersama gerakan bawah
tanah.

Sebelum berita tentang, proklamasi kemerdekaan Indonesia menyebar ke


pulau-pulau lain, banyak masyarakat Indonesia yang jauh dari ibu
kotaJakarta tidak percaya. Saat berita mulai menyebar, banyak dari orang
Indonesia datang untuk menyatakan diri mereka sebagai pro-republik, dan
suasana revolusi menyapu seluruh negeri.[12] Kekuatan luar di dalam negeri
telah menyingkir, seminggu sebelum tentara Sekutu masuk ke Indonesia, dan
Belanda telah mulai melemah kekuatannya dikarenakan perang. Disisi lain,
pasukan Jepang, sesuai dengan ketentuan diminta untuk menyerah dan
meletakkan senjata, da juga menjaga ketertiban umum.
kevakuman kekuasaan selama berminggu-minggu setelah Jepang menyerah
menciptakan suasana ketidakpastian di dalam politik Indonesia saat itu, tetapi
hal ini menjadi suatu kesempatan bagi rakyat.[13] Banyak pemuda Indonesia
bergabung dengan kelompok perjuangan pro-republik dan laskar-laskar. Laskar-
laskar yang paling terorganisir antara lain kelompok PETA dan Heiho yang
dibentuk oleh Jepang. Namun pada saat itu laskar-laskar rakyat berdiri sendiri
dan koordinasi perjuangan cukup kacau. Pada minggu-minggu pertama, tentara
Jepang menarik diri dari daerah perkotaan untuk menghindari konfrontasi
dengan rakyat.[14]
Pada bulan September 1945, pemerintah republik yang dibantu laskar rakyat
telah mengambil alih kendali atas infrastruktur-infrastruktur utama, termasuk
stasiun kereta api dan trem di kota-kota besar di Jawa.[14] Untuk menyebarkan
pesan-peasn revolusioner, para pemuda mendirikan stasiun radio dan koran,
serta grafiti yang penuh dengan sentimen nasionalis. Di sebagian besar pulau-
pulau di Indonesia, komite perjuangan dan laskar-laskar milisi
dibentuk.[15] Koran kaum republik dan jurnal-jurnal perjuangan terbit di
Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta, yang betujuan memupuk generasi penulis
yang dikenal sebagai Angkatan 45.[14]
Para pemimpin republik berjuang untuk menyatukan sentimen yang menyebar
di masyarakat, karena ada beberapa kelompok yang menginginkan revolusi
fisik, dan yang lain lebih memilih menggunakan cara pendekatan damai.
Beberapa pemimpin seperti Tan Malaka dan pemimpin kiri lainnya menyebarkan
gagasan bahwa revolusi harus dipimpin oleh para pemuda. Soekarno dan Hatta,
sebaliknya, lebih tertarik dalam perencanaan sebuah pemerintahan dan
lembaga-lembaga negara untuk mencapai kemerdekaan melalui
diplomasi.[15] Massa pro-revolusi melakukan demonstrasi di di kota-kota besar,
salah satunya dipimpin Tan Malaka di Jakarta dan diikuti lebih dari 200,000
orang. Tetapi aksi ini yang akhirnya berhasil dipadamkan oleh Soekarno-Hatta,
karna mengkhawatirkan pecahnya aksi-aksi kekerasan.
Pada September 1945, banyak pemuda Indonesia yang menyatakan diri "siap
mati untuk kemerdekaan 100%" karna tidak dapat menahan kesabaran mereka.
Pada saat itu, penculikan kaum "nonpribumi" - interniran Belanda, orang-
orang Eurasia, Maluku dan Tionghoa - sangat umum terjadi, karena mereka
dianggap sebagai mata-mata. Kekerasan menyebar dari seluruh negeri,
sementara pemerintah pusat di Jakarta terus menyerukan kepada para pemuda
agar dapat tenang. Namun, pemuda yang mendukung perjuangan bersenjata
memandang pimpinan yang lebih tua sebagai para "pengkhianat revolusi", yang
pada akhirnya sering menyebabkan meletusnya konflik internal di kalangan
masyarakat sipil.[16]

Tindakan Sekutu[sunting | sunting sumber]


Pihak Belanda menuduh Soekarno dan Hatta berkolaborasi dengan Jepang dan
mencela bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari fasisme Jepang.
Pemerintahan Hindia Belanda telah menerima sepuluh juta dolar dari Amerika
Serikat untuk mendanai usaha pengembalian Indonesia sebagai jajahan mereka
kembali.[17]
Pendudukan kembali[sunting | sunting sumber]

Seorang prajurit dari resimen bersenjata asal India menyita sebuahtank milik kaum
nasionalis, yang tertinggal setelah pertempuran di Surabaya.

Meskipun begitu, situasi Belanda pada saat itu lemah setelah diamuk Perang
Dunia Kedua di Eropa dan baru bisa mengatur kembali militernya pada awal
1946. Jepang dan kekuatan sekutu lainnya enggan menjadi pelaksana tugas
pemerintahan di Indonesia.[15]Sementara Amerika Serikat sedang fokus
bertempur di kepulauan Jepang, Indonesia diletakkan di bawah kendali seorang
laksamana dariAngkatan Laut Britania Raya, Laksamana Earl Louis
Mountbatten, Panglima Tertinggi Sekutu untuk Komando Asia Tenggara. Enklaf-
enklaf Sekutu muncul di Kalimantan, Morotai, dan beberapa bagian di Irian
Jaya; para pegawai sipil Belanda telah kembali ke daerah-daerah tersebut.[10] Di
area yang dikuasa angkatan laut Jepang, kedatangan pasukan Sekutu segera
saja menghentikan aksi-aksi revolusioner, dimana tentara Australia (diikuti
pasukan Belanda dan pegawai-pegawai sipilnya), dengan cepat menguasai
daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai Jepang,
kecuali Bali dan Lombok.[18] Karena tidak adanya perlawanan berarti, dua divisi
tentara Australia dengan mudah menguasai beberapa daerah di bagian Timur
Indonesia.
Inggris ditugaskan untuk mengatur kembali jalannya pemerintahan sipil di Jawa.
Belanda mengambil kesempatan ini untuk menegakkan kembali pemerintahan
kolonial lewat NICA dan terus mengklaim kedaulatan atas Indonesia.[15].
Meskipun begitu, tentara Persemakmuranbelum mendarat di Jawa sampai
September 1945. Tugas mendesak Lord Mountbatten adalah pemulangan
300,000 orang Jepang dan membebaskan para tawanan perang. Ia tidak ingin
(dan tidak berdaya) untuk memperjuangakan pengembalian Indonesia pada
Belanda.[19]. Tentara Inggris pertama kali mendarat
di Medan, Padang, Palembang, Semarang dan Surabaya pada bulan Oktober.
Dalam usaha menghindari bentrokan dengan orang-orang Indonesia, komandan
pasukan Inggris Letjen Sir Philip Christison, mengirim para prajurit Belanda
yang dibebaskan ke Indonesia Timur, dimana pendudukan kembali Belanda
berlangsung mulus.[18]. Tensi memuncak saat tentara Inggris memasuki Jawa
dan Sumatera; bentrokan pecah antara kaum republikan melawan para "musuh
negara", seperti tawanan Belanda, KNIL, orang Tionghoa, orang-orang Indo dan
warga sipil Jepang.[18]

Perjuangan militer dan diplomasi[sunting | sunting sumber]


Perjanjian Linggarjati[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perundingan Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah
halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan
membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu.
Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di
bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn.
Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -
terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15
November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah


kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus
meninggalkan wilayah de factopaling lambat 1 Januari 1949,
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk
Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang
salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia -
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah
Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara
demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya
menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama
dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan
bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah
ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai
anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan
diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman
dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di
Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati.
Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan
tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan
rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
Agresi Militer Belanda I[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer Belanda I
Pada tengah malam 20 Juli 1947, Belanda meluncurkan serangan militer yang
disebut sebagai Agresi Militer Belanda I (Operatie Product), dengan tujuan
utama menghancurkan kekuatan republikan. Aksi militer ini melanggar
perjanjian Linggarjati, dan dianggap pemerintah belanda sebagai aksi
polisionil untuk penertiban dan penegakkan hukum. Pasukan Belanda berhasil
memukul pasukan Republikan dari Sumatera serta Jawa Barat dan Jawa Timur.
Republikan kemudian memindahkan pusatnya ke Yogyakarta. Pasukan Belanda
juga menguasai perkebunan di Sumatera, installasi minyak dan batu bara, serta
pelabuhan-pelabuhan besar di Jawa.

A Dutch military column during Operation Product

Negara-negara lain bereaksi negatif terhadap aksi Belanda ini. Australia, India,
Uni Soviet, dan Amerika Serikat segera mendukung Indonesia. Di Australia,
misalnya, kapal berbendera Belanda diboikot mulai bulan September 1945.
Dewan keamanan PBB mulai bertindak aktif dengan membentuk Komisi Tiga
Negara untuk mendorong negosiasi. PBB kemudian mengeluarkan resolusi
untuk gencatan senjata. Pada saat aksi militer ini terjadi, tepatnya pada 9
Desember 1947, Pasukan Belanda membantai banyak warga sipil di Desa
Rawagede (saat ini wilayah Balongsari di Karawang, Jawa Barat.

Kekacauan internal[sunting | sunting sumber]


Beberapa kekacauan internal terjadi di pihak Indonesia selama terjadinya
revolusi, antara lain:
Revolusi sosial[sunting | sunting sumber]
"Revolusi sosial" yang terjadi setelah proklamasi berupa penentangan terhadap
pranata sosial Indonesia yang terlanjur terbentuk pada masa penjajahan
Belanda, dan terkadang juga merupakan hasil kebencian terhadap kebijakan
pada masa penjajahan Jepang. Di seluruh negara, masyarakat bangkit melawan
kekuasaan aristokrat dan kepala daerah dan mencoba untuk mendorong
penguasaan lahan dan sumber daya alam atas nama rakyat. Kebanyakan
revolusi sosial ini berakhir dalam waktu singkat, dan dalam kebanyakan kasus
gagal terjadi.
Kultur kekerasan dalam konflik yang dalam memecah belah negara ini saat
dalam pengusaan Belanda seringkali terulang di paruh akhir abad keduapuluh.
Istilah revolusi sosial banyak digunakan untuk aktivitas berdarah yang dilakukan
kalangan kiri yang melibatkan baik niat altruistik, untuk mengatur revolusi sosial
sebenarnya, dengan ekspresi balas dendam, kebencian, dan pemaksaan
kekuasaan. Kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak hal yang dipelajari
rakyat selama masa penjajahan Jepang, dan tokoh-tokoh yang diidentifikasi
sebagai tokoh feodal, antara lain para raja, bupati, atau kadang sekadar orang-
orang kaya, seringkali menjadi sasaran penyerangan, kadang disertai
pemenggalan, serta pemerkosaan juga sering menjadi senjata untuk melawan
wanita-wanita feodal. Di daerah pesisir Sumatera dan Kalimantan yang dikuasai
kesultanan, misalnya, para sultan dan mereka yang mendapat kekuasaan dari
Belanda, langsung mendapat serangan begitu pemerintahan Jepang angkat
kaki. Penguasa sekuler Aceh, yang menjadi basis kekuasaan Belanda, turut
dieksekusi, meskipun kenyataannya kebanyakan daerah kekuasaan kesultanan
di Indonesia telah kembali jatuh ke tangan Belanda.
Kebanyakan orang Indonesia pada masa ini hidup dalam ketakutan dan
kebimbangan, hal ini terutama terjadi pada populasi yang mendukung
kekuasaan Belanda atau mereka yang hidup di bawah kontrol Belanda.
Teriakan kemerdekaan yang begitu populer, "Merdeka ataoe mati!" seringkali
menjadi pembenaran untuk pembunuhan yang terjadi di daerah kekuasaan
Republik. Para pedagang seringkali mengalami situasi sulit ini. Di satu sisi,
mereka ditekan oleh pihak Republik untuk memboikot semua ekspor ke
Belanda, sementara di sisi lain polisi Belanda juga tidak mengenal ampun bagi
para penyelundup yang justru menjadi tumpuan ekonomi pihak Republik. Di
beberapa wilayah, istilah "kedaulatan rakyat" yang diamanatkan dalam
pembukaan UUD 1945 dan sering digunakan para pemuda untuk menuntut
kebijakan proaktif dari para pemimpin, seringkali berakhir tidak hanya menjadi
tuntutan atas komoditas gratis, tetapi juga perampokan dan pemerasan.
Pedagang Tionghoa, khususnya, seringkali diminta untuk memberikan harga
murah dengan ancaman pembunuhan.
Pemberontakan Komunis[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk kategori ini adalah Peristiwa Madiun.
Pada 18 September 1948 Republik Soviet Indonesia diproklamasikan di
Madiun, oleh anggota PKI yang berniat menjalankan sebuah pusat
pembangkangan atas kepemimpinan Sukarno Hatta, yang dianggap budak
Jepang dan Amerika. Pertempuran antara TNI dan PKI ini, tetap
dimenangkan pihak TNI dalam beberapa minggu, dan pemimpinnya, Muso,
terbunuh. RM Suryo, Gubernur Jawa Tiur pada masa itu, beberapa petugas
kepolisian, dan pemimpin relijius gugur di tangan pemberontak.
Kemenangan ini menghilangkan gangguan konsentrasi atas perjuangan
revolusi nasional dan memperkuat simpati Amerika yang awalnya hanya
berupa perasaan senasib dalam bentuk anti kolonialisme, menjadi
dukungan diplomatik. Di dunia internasional, pihak Republik Indonesia
mengukuhkan sikap anti komunis dan menjadi calon sekutu potensial di
awal era perang dingin antara Amerika Serikat dan blok Soviet.[20]
Pemberontakan Darul Islam[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk kategori ini adalah Negara Islam Indonesia.
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata
Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan
kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut
Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.
Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak
memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil
kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan
Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima
Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya
melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan
mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama
pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai
bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953.
Awalnya TNI tidak merespon karena sedang berkonsentrasi melawan
agresi Belanda. Namun setelah seluruh teritori kembali disatukan pada
1950, maka pemerintah Republik Indonesia mulai menganggap Darul
Islam sebagai ancaman, terutama setelah beberapa provinsi lainnya
menyatakan bergabung dalam Darul Islam. Perlawanan ini berhasil
dipadamkan mulai tahun 1962, dan tanggal 3 Februari 1965, Kahar
Muzakkar tertembak mati oleh pasukan TNI dalam sebuah baku
tembak.

Dampak[sunting | sunting sumber]

Wakil Presiden Indonesia, Hattadan Ratu Belanda, Julianamenandatangani


kedaulatan Indonesia di Den Haag, Belanda

Walaupun tidak ada data akurat mengenai perhitungan dari berapa


banyak penduduk Indonesia yang meninggal dalam gerakan
revolusiIndonesia. Perkiraan yang meninggal dalam peperangan untuk
kemerdekaan Indonesia berkisar dari 45.000 sampai 100.000 jiwa, dan
rakyat sipil diperkirakan meninggal dalam kisaran 25.000 atau mungkin
mencapai angka 100.000 jiwa. Selain itu, tentara Inggris yang berjumlah
1200 diperkirakan dibunuh dan hilang di Jawa dan Sumatera antara
tahun 1945-1946, kebanyakan merupakan prajurit India. Sedangkan
untuk Belanda lebih dari 5000 tentaranya kehilangan nyawa mereka
di Indonesia. Lebih banyak lagi tentara Jepang gugur, di Bandung
sendiri tentara Jepang yang meninggal dalam peperangan sebanyak
1057 jiwa, dalam faktanya hanya setengahnya yang gugur dalam
peperangan, sementara yang lainnya tewas diamuk oleh rakyat
Indonesia lainnya. Puluhan ribu orang Tionghoa dan masyarakat asing
lainnya di bunuh atau terpaksa kehilangan tempat tinggalnya
di Indonesia, walaupun dalam kenyataannya masyarakat Tionghoa
yang tinggal di Indonesia mendukung gerakan revolusi Indonesia untuk
mendapatkan kemerdekaan. Selain itu, lebih dari tujuh juta jiwa
mengungsi di Sumatera danJawa.[21].
Gerakan revolusi nasional Indonesia ini memberikan efek langsung
pada kondisi ekonomi, sosial dan budaya Indonesia itu sendiri, di
antaranya kekurangan bahan makanan, dan bahan bakar. Ada dua efek
dalam ekonomi yang ditimbulkan oleh gerakan nasional Indonesia yang
berdampak langsung dengan ekonomi Kerajaan
Belanda dan Indonesia, keduanya kembali untuk membangun ekonomi
mereka secara berkelanjutan setelah Perang Dunia II dan gerakan
revolusi Indonesia.Republik Indonesia mengatur kembali setiap hal
yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia yang awalnya diblokade
oleh Belanda.
Sejarah Indonesia (19451949)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan
kaki untuk pemastian. Bantulah memperbaiki artikel ini dengan
menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya.

Perang Kemerdekaan Indonesia

Soekarno dan Mohammad Hatta sedang memproklamasikan

kemerdekaan

Tanggal 17 Agustus 194527 Desember 1949


Lokasi Indonesia
Hasil Kemenangan militer Belanda
Kemenangan politik Indonesia

Indonesia mendapatkan
kemerdekaannya
Belanda mengakui Republik Indonesia
Serikat dalamKonferensi Meja Bundar
Casus belli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Jepang menyerah di Perang Dunia II

Pihak yang terlibat

Belanda (dari 1946)


Indonesia

Hindia Belanda
PDRI
KNIL
Jepang (sampai 1946)
NICA

Negara Federal
Otonom (disatukan
dengan Republik Indonesia pada

tahun 1949)
Indonesia Timur

Dayak Besar

Pasundan

Gerakan Minahasa
twaalfde provincie
van Nederlands

Kesultanan Pontianak

Britania Raya(sampai 1946)

Australia

India Britania

Komandan

Soekarno Simon Spoor


Mohammad Hatta Hubertus van Mook
Sudirman Willem Franken
Sri Sultan Clement Attlee
Hamengkubuwana IX Sir Philip Christison
Syafruddin Tjokorda Sukawati
Prawiranegara Sultan Hamid II
Soeharto
Sutomo

Kekuatan

Tentara Republik: Tentara Kerajaan Belanda:


183.000 20.000 (awal) - 180.000
Pemuda: (puncak)
Perkiraan 60.000 Tentara Kerajaan Hindia
Relawan Mantan Belanda:
Tentara Kekaisaran 60,000
Jepang: Britania:
3.000 30.000+ (puncak)[1]
British Indian Army
defectors:600

Korban

45.000 sampai 100.000 1.200 kematian militer


kematian orang Britania [2]
Indonesia bersenjata
3.144 kematian Tentara
Kerajaan Hindia
Belanda[3] 3.084 kematian
Tentara Kerajaan Belanda[3]

25.000 sampai 100.000 kematian sipil [4]

[tampilkan]

Ekspedisi kolonial Belanda


Bagian dari seri artikel mengenai
Sejarah Indonesia

Lihat pula:

Garis waktu sejarah Indonesia


Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Salakanagara (130-362)

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358669)

Kendan (536612)

Galuh (612-1528)

Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)


Kanjuruhan (abad ke-8)

Kerajaan Medang (7521006)

Kerajaan Kahuripan (10061045)

Kerajaan Sunda (9321579)

Kediri (10451221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (12221292)

Majapahit (12931500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Penyebaran Islam (12001600)

Kesultanan Samudera Pasai (12671521)

Kesultanan Ternate (1257sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (15001825)

Kesultanan Malaka (14001511)

Kerajaan Inderapura (15001792)

Kesultanan Demak (14751548)

Kesultanan Kalinyamat (15271599)

Kesultanan Aceh (14961903)

Kesultanan Banjar (15201860)

Kesultanan Banten (15271813)

Kesultanan Cirebon (14301666)

Kerajaan Tayan (Abad Ke-15-sekarang)

Kesultanan Mataram (15881681)

Kesultanan Palembang (16591823)

Kesultanan Siak (17231945)

Kesultanan Pelalawan (17251946)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (16001904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (15121850)
VOC (16021800)

Belanda (18001942)

Kemunculan Indonesia

Kebangkitan Nasional (18991942)

Pendudukan Jepang (19421945)

Revolusi nasional (19451950)

Republik Indonesia

Orde Lama (19501959)

Demokrasi Terpimpin (19591965)

Masa Transisi (19651966)

Orde Baru (19661998)

Era Reformasi (1998sekarang)

Portal Indonesia

lihat

bicara

sunting

Sejarah Indonesia selama 19451949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi


oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri
dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat
banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi
Polisioniloleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.

Daftar isi
[sembunyikan]

11945
o 1.1Kembalinya Belanda bersama Sekutu
1.1.1Latar belakang terjadinya kemerdekaan
1.1.2Mendaratnya Belanda diwakili NICA
o 1.2Pertempuran melawan Sekutu dan NICA
o 1.3Perubahan sistem pemerintahan
21946
o 2.1Ibukota pindah ke Yogyakarta
o 2.2Diplomasi Syahrir
2.2.1Penculikan terhadap PM Syahrir
2.2.2Kembali menjadi PM
o 2.3Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru
31946-1947
o 3.1Peristiwa Westerling
o 3.2Perjanjian Linggarjati
o 3.3Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil Perundingan Linggarjati
o 3.4Proklamasi Negara Pasundan
o 3.5Agresi Militer I
o 3.6Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri
41948
o 4.1Perjanjian Renville
o 4.2Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri
51948-1949
o 5.1Agresi Militer II
o 5.2Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta
o 5.3Perjanjian Roem Royen
o 5.4Serangan Umum Surakarta
o 5.5Konferensi Meja Bundar
o 5.6Penyerahan kedaulatan oleh Belanda
6Referensi
7Lihat pula

1945[sunting | sunting sumber]


Kembalinya Belanda bersama Sekutu[sunting | sunting sumber]
Latar belakang terjadinya kemerdekaan[sunting | sunting sumber]
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, negara-negara sekutu bersepakat untuk
mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-
masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Menjelang akhir perang, tahun 1945, sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh
tentara sekutu. Satuan tentara Australiatelah mendaratkan pasukannya
di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan telah diduduki
oleh Australia sebelumJepang menyatakan menyerah kalah. Sementara Pulau Morotai dan Irian
Barat bersama-sama dikuasai oleh satuan tentaraAustralia dan Amerika Serikat di bawah
pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South
West Pacific Area Command/SWPAC).
Setelah perang usai, tentara Australia bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia
bagian Timur, Amerika Serikatmenguasai Filipina dan tentara Inggris dalam bentuk
komando SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab
atasIndia, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa dan Indocina. SEAC dengan panglima Lord
Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala
tentera Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu
(Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI).
Mendaratnya Belanda diwakili NICA[sunting | sunting sumber]
Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda
mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba
di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran
tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil
Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk membuka
perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige
concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara
dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina
itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara
anggotanya adalah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
Pertempuran melawan Sekutu dan NICA[sunting | sunting sumber]
Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke
Indonesia, yang saat itu barumenyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di
antaranya adalah:
1. Pertempuran Bojong Kokosan, di Bojong Kokosan, Sukabumi pada 9 September 1945,
dipimpin Letkol (TKR) Eddie Sukardi.
2. Pertempuran Lima Hari, di Semarang pada 15-19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
3. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel
(TKR) Sungkono.
4. Pertempuran Medan Area, di daerah Medan dan sekitarnya pada 10 Desember 1945-10
Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) Achmad Tahir.
5. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang pada 12-15 Desember 1945,
dipimpin Kolonel (TKR) Sudirman.
6. Pertempuran Lengkong, di daerah Lengkong, Serpong pada 25 Januari 1946, dipimpin
oleh Mayor (TKR) Daan Mogot.
7. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel
(TRI) A.H. Nasution.
8. Pertempuran Selat Bali, di Selat Bali pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI)
Markadi.
9. Pertempuran Margarana, di Margarana, Tabanan, Bali pada 20 November 1946,
dipimpin oleh Letkol (TRI) I Gusti Ngurah Rai.
10. Pembantaian Westerling, di Sulawesi Selatan pada 11 Desember 1946-10 Februari
1947, akibat dari perburuan terhadap Wolter Monginsidi.
11. Pertempuran Lima Hari Lima Malam, di Palembang pada 1-5 Januari 1947, dipimpin oleh
Kolonel (TRI) Bambang Utojo.
12. Pertempuran Laut Cirebon, di Cirebon pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut
(TRI) Samadikun.
13. Pertempuran Laut Sibolga, di Sibolga pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut
(TRI) Oswald Siahaan.
14. Agresi Militer I pada 21 Juli-5 Agustus 1947.
15. Pembantaian Rawagede di Rawagede, Karawang pada 9 Desember 1947, akibat dari
perburuan terhadap Kapten (TNI) Lukas Kustarjo.
16. Agresi Militer II pada 1920 Desember 1948.
17. Serangan Umum 1 Maret 1949, di Yogyakarta pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol
(TNI) Suharto.
18. Serangan Umum Surakarta, di Surakarta pada 7-10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol
(TNI) Slamet Rijadi.
Perubahan sistem pemerintahan[sunting | sunting sumber]
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang
memicu perubahan sistem pemerintahan daripresidensial menjadi parlementer. Gelagat ini
sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu,
tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan
Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak
diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem
Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan
Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat,
seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van
Mook mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Overseas Territories,
Overzeese Gebiedsdelen), J.H.A. Logemann, yang berkantor di Den Haag: "Mereka sendiri
[Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan".
Logemann sendiri berbicara pada siaran radio BBC tanggal 28 November 1945, "Mereka bukan
kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan
Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir". Tanggal 6 Maret 1946 kepada van Mook,
Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah persona non grata.
Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari
Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den
Haag mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini,
sebaliknya Sjahrirmengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya
menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.

1946[sunting | sunting sumber]


Ibukota pindah ke Yogyakarta[sunting | sunting sumber]
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibukota Jakarta (saat itu masih
disebut Batavia) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-
kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. Mohammad
Roem mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri
Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda (NICA)[5]. Karena itu
pada tanggal 1 Januari 1946 Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai
Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para
petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan
pindah keYogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota; meninggalkan Perdana
Menteri Sutan Syahrir dan kelompok yang bernegosiasi denganBelanda di Jakarta[6].
Perpindahan dilakukan menggunakan kereta api berjadwal khusus, sehingga disebut sebagai
KLB (Kereta Luar Biasa).
Perjalanan KLB ini menggunakan lokomotif uap nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik
Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang biasa digunakan untuk Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA)[7][5]. Rangakaian
terdiri dari delapan kereta, mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2,
satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk
presiden, dan satu kereta inspeksi untuk wakil presiden[5]. Masinis adalah Kusen, juruapi (stoker)
Murtado dan Suad, serta pelayan KA Sapei[5]. Perjalanan diawali sore hari, dengan
KLB rangsir dari Stasiun Manggarai menuju Halte Pegangsaan (sekarang sudah dibongkar) dan
kereta api berhenti tepat di belakang kediaman resmi presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56[5].
Setelah lima belas menit embarkasi, KLB berangkat ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6.
Kereta api melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 km per jam. KLB berhenti
di Stasiun Jatinegara menunggu signal aman dari Stasiun Klender. Menjelang pukul 19 KLB
melanjutkan perjalanan dengan lampu dimatikan dan kecepatan lambat agar tidak menarik
perhatian pencegat kereta api yang marak di wilayah itu[5]. Barikade gerbong kosong juga
diletakkan untuk menutupi jalur rel dari jalan raya yang sejajar di sebelahnya.
Selepas Setasiun Klender, lampu KLB dinyalakan kembali dan kereta api melaju dengan
kecepatan maksimum 90 km per jam. Pada pukul 20 KLB berhenti di Stasiun Cikampek. Pada
pukul 01 tanggal 4 Januari 1946 KLB berheti di Stasiun Purwokerto, dan kemudian melanjutkan
perjalanan hingga tiba pada pukul 07 di Stasiun Yogyakarta[5].
Diplomasi Syahrir[sunting | sunting sumber]
Tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang
politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa.
Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-daerah
dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara
Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri akan dihadapi
dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan
merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai
oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan
bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (partner)
dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam
organisasi PBB.
Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir mengepalai delegasi kecil Indonesia yang pergi
berunding dengan pemerintah Belanda di Hoge Veluwe. Lagi, ia menjelaskan bahwa titik tolak
perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik sebagai negara berdaulat. Atas dasar itu
Indonesia baru mau berhubungan erat dengan Kerajaan Belanda dan akan bekerja sama dalam
segala bidang. Karena itu Pemerintah Belanda menawarkan suatu kompromi yaitu: "mau
mengakui Republik sebagai salah satu unit negara federasi yang akan dibentuk sesuai dengan
Deklarasi 10 Februari".
Sebagai tambahan ditawarkan untuk mengakui pemerintahan de facto Republik atas
bagian Jawa dan Madura yang belum berada di bawah perlindungan pasukan Sekutu.
Karena Sjahrir tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi itu bubar dan ia bersama
teman-temannya kembali pulang.
Tanggal 17 Juni 1946, Sjahrir mengirimkan surat rahasia kepada van Mook, menganjurkan
bahwa mungkin perundingan yang sungguh-sungguh dapat dimulai kembali. Dalam surat Sjahrir
yang khusus ini, ada penerimaan yang samar-samar tentang gagasan van Mook mengenai
masa peralihan sebelum kemerdekaan penuh diberikan kepada Indonesia; ada pula nada yang
lebih samar-samar lagi tentang kemungkinan Indonenesia menyetujui federasi Indonesia - bekas
Hindia Belanda dibagi menjadi berbagai negara merdeka dengan kemungkinan hanya Republik
sebagai bagian paling penting. Sebagai kemungkinan dasar untuk kompromi, hal ini dibahas
beberapa kali sebelumnya, dan semua tokoh politik utama Republik mengetahui hal ini.
Tanggal 17 Juni 1946, sesudah Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat
itu dibocorkan kepada pers oleh surat kabar di Negeri Belanda. Pada tanggal 24 Juni 1946, van
Mook mengirim kawat ke Den Haag: "menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, usul
balasan (yakni surat Sjahrir) tidak disetujui oleh Soekarno dan ketika dia bertemu dengannya,
dia marah. Tidak jelas, apa arah yang akan diambil oleh amarah itu". Pada waktu yang sama,
surat kabar Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus tentang Sjahrir bersedia menerima
pengakuan de facto Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra.
Penculikan terhadap PM Syahrir[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penculikan Perdana Menteri Sjahrir
Tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil
Presiden Hatta menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun
utamaYogyakarta, dihadiri oleh Soekarno dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam
pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada Syahrir, akan tetapi menurut sebuah
analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan
penculikan terhadap Syahrir.
Pada malam itu terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Syahrir, yang sudah
terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". Syahrir diculik diSurakarta,
ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, desa
dekat Boyolali, di rumah peristirahatan Pracimoharjo, peninggalan Sunan Pakubuwono X, dan
ditahan di sana dengan pengawasan komandan batalyon setempat.
Pada malam tanggal 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato di radio Yogyakarta. Ia
mengumumkan, "Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan
negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan
persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946, untuk sementara mengambil alih
semua kekuasaan pemerintah". Selama sebulan lebih, Soekarno mempertahankan kekuasaan
yang luas yang dipegangnya. Tanggal 3 Juli 1946, Sjahrirdibebaskan dari penculikan; namun
baru tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.
Kembali menjadi PM[sunting | sunting sumber]
Tanggal 2 Oktober 1946, Sjahrir kembali menjadi Perdana Menteri, Sjahrir kemudian
berkomentar, "Kedudukan saya di kabinet ketiga diperlemah dibandingkan dengan kabinet
kedua dan pertama. Dalam kabinet ketiga saya harus berkompromi dengan Partai Nasional
Indonesia dan Masyumi... Saya harus memasukkan orang
seperti Gani dan Maramislewat Soekarno; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa
saya membentuk kabinet."
Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Malino
Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini
dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan
Juni diadakan konferensi wakil-wakil daerah di Malino, Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan
minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian; Jawa,
Sumatra, Kalimantan dan Timur Raya.

1946-1947[sunting | sunting sumber]


Peristiwa Westerling[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembantaian Westerling
Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil
di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale
Troepenpimpinan Westerling. Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama
operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Perjanjian Linggarjati[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perundingan Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan
menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam
perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di
bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi
khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami
tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15
November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut:

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de factopaling
lambat 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah
Republik Indonesia.
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante
didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian
komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-
Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan
kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi
serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya
setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari
kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan
secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan
yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan
rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil Perundingan
Linggarjati[sunting | sunting sumber]
Parade Tentara Republik Indonesia (TRI) diPurwakarta, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari1947.

Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, S M Kartosuwiryo ditunjuk sebagai salah
seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk
mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas
apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada
bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh
para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua
kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai
Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis
ingin agar KNPI menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI
cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam
gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah
pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
Dr. H. J. van Mook, kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kemudian
diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan gigih memecah RI yang tinggal tiga
pulau ini. Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, ia telah
memaksa terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan Tjokorda Gde Raka Soekawatisebagai
presiden, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946.
Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia. Partai
Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang
tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh Indonesia.
Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada praktiknya perjanjian tersebut sangat sulit
sekali untuk dilaksanakan.
Proklamasi Negara Pasundan[sunting | sunting sumber]
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk
Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan
pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat
tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan
RI hengkang dari Jawa Barat.
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu
memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung.
Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat
ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam
waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk
pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar
dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin
dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu
untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditi dari Jawa
(khususnya gula) dan Sumatera (khususnya minyak dan karet).
Agresi Militer I[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer I
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14
hari, yang berisi:

1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;


2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang
diduduki Belanda;
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah
Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama
masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras
dari kalangan parpol-parpol di Republik.
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban"
dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya21 Juli 1947)
mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan
pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan
Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk
menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan
wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di
Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan
batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak
mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli
1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena
sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara
pemerintah RI dengan Belanda.
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam
kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda,
setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya
kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan
membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris
yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk
segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri[sunting | sunting sumber]
Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah Amir
Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya
sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya.
Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya
menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya
kepada Soekarno dan Amir Syarifudin, dia menolak kursi menteri karena "ia belum terlibat dalam
PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi".
S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya
kepada Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari
gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi
Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI denganBelanda. Di
samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Kalau
dilihat dari sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan
menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa Amir
Syarifudin ingin membawa politik Indonesia ke arahKomunis.
1948[sunting | sunting sumber]
Perjanjian Renville[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Renville
Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas
desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947,
dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil
Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville,
ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang
berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi
Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati,
karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau
besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan
Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa
peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan
Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan
ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk
menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana
menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak
"menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan
Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan
Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama,
jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah
persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan
persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung
bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Mohammad Hatta sebagai Perdana
Menteri[sunting | sunting sumber]
Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville menyebabkan
jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota yang tergabung dalam kabinetnya yang terdiri dari
anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville ditandatangani, disusul
kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23
Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya
kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar
ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta untuk memimpin suatu 'kabinet
presidentil' darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan
kepada Soekarno sebagai Presiden.
Dengan terpilihnya Hatta, dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya mengambil
dari golongan tengah, terutama orang-orang PNI, Masyumi, dan tokoh-tokoh yang tidak
berpartai. Amir dan kelompoknya dari sayap kiri kini menjadi pihak oposisi. Dengan mengambil
sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut Sjahrir mempertegas perpecahan mereka
dengan pengikut-pengikut Amir dengan membentuk partai tersendiri yaitu Partai Sosialis
Indonesia (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus memberikan dukungannya kepada
pemerintah Hatta.
Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu
Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional
Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari
sesudah Perjanjian Renville ditandatangani, pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifudindan
seluruh kabinetnya berhenti. Kabinet baru dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal 29
Januari 1948. Hatta menjadi Perdana Menteri sekaligus tetap memangku jabatan sebagai Wakil
Presiden.
Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi Amir dibanding
dengan Sjahrir sesudah Perundingan Linggarjati; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari
sesudah Amirberhenti, di awal Februari 1948, Hatta membawa Amir dan beberapa pejabat
Republik lainnya mengelilingi Provinsi. Amir diharapkan menjelaskan Perjanjian Renville. Pada
rapat raksasa di Bukittinggi, Sumatera Barat, di kota kelahiran Hatta -dan rupanya diatur sebagai
tempat berhenti terpenting selama perjalanan- Hatta berbicara tentang kegigihan Republik, dan
pidatonya disambut dengan hangat sekali.
Kemudian Amir naik mimbar, dan seperti diuraikan Hatta kemudian: "Dia tampak bingung,
seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang
rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan
dengan Belanda. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan"
Menurut peserta lain: "Wajah Amir kelihatannya seperti orang yang sudah tidak
berarti". Sjahrir juga diundang ke rapat Bukittinggi ini; dia datang dari Singapura dan berpidato.
Menurut Leon Salim -kader lama Sjahrir- "Sjahrir juga kelihatan capai dan jarang tersenyum".
Menurut kata-kata saksi lain, "Seolah-olah ada yang membeku dalam wajah Sjahrir" dan ketika
gilirannya berbicara "Dia hanya mengangkat tangannya dengan memberi salam Merdeka dan
mundur". Hatta kemudian juga menulis dengan singkat tentang pidato Sjahrir: "Pidatonya
pendek". Dipermalukan seperti ini, secara psikologis amat mungkin menjadi bara dendam yang
menyulut Amir untuk memberontak di kemudian hari.
Perjanjian Renville tidak lebih baik daripada perundingan di Linggarjati. Kedua belah pihak
menuduh masing-masing melanggar perdamaian,
dan Indonesia menuduh Belandamendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah.
Bulan Juli 1948, Komisi Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan
persetujuan itu, melaporkan bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-
ulang.

1948-1949[sunting | sunting sumber]


Agresi Militer II[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer II
Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan
terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad
Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan
dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin olehSjafruddin
Prawiranegara.
Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum 1 Maret
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara
secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di
wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil
setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada
dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat,
sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang
berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan
moral pasukan Belanda serta membuktikan pada duniainternasional bahwa Tentara Nasional
Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada
waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di
wilayah Yogyakarta.
Perjanjian Roem Royen[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Roem Royen
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda,
terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya
kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan
RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belandamenyepakati Perjanjian Roem
Royen.
Serangan Umum Surakarta[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum Surakarta
Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh
para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian
dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-
maskas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan Belanda bila mereka tidak
akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang
pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI yang secara peralatan lebih
tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal
seperti Slamet Riyadi.
Konferensi Meja Bundar[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2
November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:

Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.


Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Penyerahan kedaulatan oleh Belanda[sunting | sunting sumber]

Bung Hatta di Amsterdam,Belanda menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun
setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan
ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana
Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa
mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele
acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Sebelum Kemerdekaan
Masa Bangsa Portugis
Sebelum negara ini merdeka, Indonesia harus mencicipi kejambya penjajahan oleh beberapa
negara asing. Diawali dari Portugis yang pertama kali datang ke Malaka pada 1509. dipimpin
oleh Alfonso de Albuquerque Portugis dapat menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511. Setelah
mendapatkan Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate.

Ilustrasi masukknya portugis di indonesia

Sejatinya Bangsa Indonesia meluncurkan berbagai perlawanan kepada Portugis. Salah satu
perlawan yang terkenal ialah perlawan Fatahillah yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa
(Jakarta). kala itu Fatahillah dapat menyapu bangsa Portugis dan merebut kembali Sunda
Kelapa. Kemudian oleh Fatahillah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.

Masa Bangsa Spanyol


Keberhasilan Portugis mendorong bangsa Eropa yang lain untuk ikut mencari untung. Kalau
Portugis lebih memusatkan perhatian di Ternate, Spanyol lebih tertarik bersekutu dengan Tidore.
Terjadilah persaingan antara Portugis dan Spanyol di kawasan Maluku. Spanyol kemudian
membangun benteng di Tidore. Pembangunan benteng ini semakin memperuncing persaingan
persekutuan Portugis dan Ternate dengan Spanyol dan Tidore. Akhirnya pada tahun 1527
terjadilah pertempuran antara Ternate dengan bantuan Portugis melawan Tidore yang dibantu
oleh Spanyol. Benteng yang dibangun Spanyol di Tidore dapat direbut oleh persekutuan Ternate
dan Portugis.

Portugis dan Spanyol menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat persaingan itu. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1534 keduanya menyepakati diadakanlah Perjanjian
Saragosa. Isi perjanjian itu antara lain:

1. Maluku menjadi daerah pengaruh dan kegiatan Portugis


2. Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan diri di Filipina
Perjanjian ini semakin mengokohkan kedudukan Portugis di Maluku. Dalam melaksanakan
monopoli perdagangan, Portugis juga memiliki ambisi untuk menanamkan kekuasaan di Maluku.
Itulah sebabnya, rakyat dan raja Ternate kemudian menentang Portugis.

Masa Pemerintahan penjajah Belanda


Masuknya belanda ke indonesia juga sebagai akhir dari masa penjajahan bangsa Portugis
(Penjajahan Portugis Berakhir pada 1602). Cornelius de Houtman memimpin Belanda masuk ke
Indonesia melalui Banten. Pada tahun 1602 Belanda mendirikan Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC) di Banten karena ingin menguasai pasar rempah-rempah di Indonesia.
kemudian lantaran pasar di Banten mendapat saingan dari pedagang inggris dan tionghoa maka
kantor VOC pindah ke Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, VOC mendapat perlawanan dari
Sultan Hasanuddin. Setelah berpindah-pindah tempat, akhirnya sampailah VOC di Yogyakarta.
Di Yogyakarta, VOC menyepakati perjanjian Giyanti yang isinya ialah Belanda mengakui
mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti juga membagi kerajaan
Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta. kemudian pada tanggal 1
Januari 1800 VOC dibubarkan setelah Perancis mengalahkan Belanda.
Logo VOC

Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.

Baca Juga : 15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui

Masa Pemerintahan penjajah Jepang


Setelah 3,5 abad Belanda menjajah Indonesia, kemudian Jepang menggantikan Penjajahan
Belanda di Indonesia. kala itu melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret 1942 Belanda
menyerah tanpa syarat kepada jepang. Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan
berakhir pada 17 agustus 1945. Saat melakuakn penjajahan di NKRI Jepang membentuk
beberapa organisasi. Organisasi yang dibentuk Jepang antara lain ialah Putera, Heiho (pasukan
Indonesia buatan Jepang), PETA (Pembela Tanah Air), Jawa Hokokai (pengganti Putera).
Masa Pemerintahan penjajah Jepang

Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.

Pembentukan BPUPKI
1 Maret 1945 Jepang meyakinkan Indonesia tentang kemerdekaan dengan membentuk
Dokuritsu Junbi Tyosakai atau BPUPKI (Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan
Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta
(sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml
anggota BPUPKI saat itu adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Baca Juga :5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita Ketahui

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang dan untuk menindaklanjuti BPUPKI,
Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi
Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia
dipimpin oleh Ir. Sukarno, dengan wakilnya Drs. Moh. Hatta serta penasihatnya Ahmad Subarjo.
kemudian Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah karena kalah setelah bom atom
dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki. Kala itu Kondisi di Indonesia tidak menentu namun
membuka peluang baik karena Jepang menyatakan kalah perang namun Sekutu tidak ada.
Inilah waktu yang tepat sebagai klimaks tonggak-tonggak perjuangan berabad-abad untuk
memnjadi bangsa yang berdaulat. kemudian 3 hari setelah Jepang tak berdaya, yaitu tanggal 17
Agustus 1945, pukul 10.00 dinyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia keseluruh dunia.

Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia merupakan jembatan emas, sehingga


mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Menurut
Surjumiharjo (1989), gerakan ini merupakan peristiwa yang serempak di berbagai belahan bumi,
khususnya di Asia dan Afrika.

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Setelah Kemerdekaan
Konflik Indonesia dan Belanda
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung Karno
didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada
genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang
baru memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di
dunia. Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-
Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai
Wakil Presiden.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka
mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap
rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkanorang-
orang Belanda yang melarikan diri ke Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia.

Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh
Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan
pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang
diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies
(AFNEI) ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru
diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating
melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki keinginan untuk
menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap Indonesia yang semula
menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi
permusuhan.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya


Pertempuran Surabaya ialah peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Britania Raya dengan
tentara Indonesia. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya.
Pertempuran ini merupakan perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan salah satu pertempuran terberat dan terbesar dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia
kepada kolonialisme.
Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang terguling dalam pertempuran di Surabaya,
November 1945.

Pertempuran dasyat ini memakan waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum seluruh kota jatuh
di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah ini benar benar membuat inggris merasa berperang
dipasifik, medan perang Surabaya mendapat julukan neraka bagi mereka karena kerugian yg
disebabkan tidaklah sedikit, sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya
serta puluhan alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.

Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa Indonesia ,
semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah penghabisan demi
tegaknya kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan dengan penuh kegigihan.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat
membara yang membuat Inggris serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya
kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap
tahunnya sebagai hari Pahlawan.

Pertempuran Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di
Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh
mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.
Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada
di penjara Ambarawa dan Magelang.
Baca Juga : 16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para
bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di
Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang
pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan
memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi
antara lain:

1. Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan
mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War And Interneers atau tawanan perang dan
interniran sekutu). Jumlah pasukan sekutu dibatasi sesuai dengan keperluan itu.
2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.

Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya.
Tugas pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan
membentuk Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai
dilakukan pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki
gedung-gedung pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat
yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk
TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah
putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut
sehingga mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang
NICA. Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa
kepahlawanan ini kemudian dikenal sebagai pertempuran Medan Area.

Bandung Lautan Api


Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat
politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret 1946 setelah ada
ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di kota-kota lainnya, di Bandung
juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang. Di pihak lain, tentara Serikat menghendaki agar
persenjataan yang telah dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka. Para pejuang
akhirnya meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota Bandung.
Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)
Tragedi nasional adalah suatu rangkaian peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia. Tragedi ini
tentu membawa akibat yang sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Peristiwa-demi peristiwa terjadi pada bangsa Indonesia sekaligus merupakan ancaman,
tantangan dan hambatan. Peristiwa-peristiwa tersebut sangat mengganggu upaya menata
kembali bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan.

Pemberontakan PKI Madiun 1948


Peristiwa Madiun tidak dapat dipisahkan dari pembentukn Fron Demokrasi Rakyat (FDR) pada
tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah kumpulan beberapa partai seperti partai Sosialis, Pesindo,
partaiBuruh, PKI dan Sobsi. Peristiwa Madiun itu diawali dari kota Solo yang dilakukan oleh para
pengikut Muso dan Amir SyarifuddinPada tahun 1948 Muso kembali dari Rusia. Sekembalinya
itu Musobergabung dengan Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang diberikan pada para anggota
PKI adalah mengadu domba kesatuan nasional denganmenyebarkan teror. . Pada tanggal 18
September 1948 di Madiun tokoh-tokoh PKI memproklamirkan berdirinya Republik Soviet
Indonesia. Orang-orang yang dianggap musuh politiknya dibunuh oleh PKI.

Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil tindakan
tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer
Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam
menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan
itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi
terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan
pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.

Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)


Usai pendudukan oleh Kekaisaran Jepang pada 1945, para pemimpin khususnya yang
berdomisili di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. namun Tidak semua suku dan
wilayah di Indonesia langsung menerima dan bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia). Kala itu banyak terjadi pemberontakan dan Pemberontakan pribumi
pertama yang terorganisasi muncul di Maluku Selatan dengan bantuan Belanda, pemberontakan
tersebut biasa disebut Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan).

Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)


Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di saat tujuh perwira tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta.

Monumen Pancasila Sakti

Gerakan G 30 S PKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat malam hari.
Insiden G 30 S PKI sendiri masih menjadi perdebatan kalangan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya. Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat
itu dan otoritas militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang
bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Sedangkan Menurut versi Orde Baru gerakan ini dilakukan oleh sekelompok pasukan yang
diketahui sebagai pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden yang melakukan aksi
pembunuhan dan penculikan kepada Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).

Sekian penjelasan artikel tentang Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum dan
Sesudah Merdeka), semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar
menambah wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Sebelum Kemerdekaan dan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Setelah Kemerdekaan.
Terimakasih atas kunjungannya.
Sejarah Revolusi Nasional Indonesia 1945-1949

Revolusi Nasional Indonesia menjadi sebuah titik penting dalam berdirinya negara Indonesia
yang memiliki kedaulatan yang penuh. Pada titik ini terjadi berbagai konflik bersenjata dimana
terjadinya pertentangan antara pihak Republik Indonesia dengan melawan pihak penjajah
Belanda yang dibantu oleh sekutu-sekutunya.

Segala bentuk revolusi yang terjadi diawali dengan dilakukannya masa yang menggembirakan
untuk bangsa Indonesia yaitu proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, hingga akhirnya setelah beberapa lama pihak Belanda mengakui kemerdekaan bangsa
Indonesia pada tanggal 29 Desember 1949. Akan tetapi selama empat tahun dari waktu
kemerdekaan bangsa Indonesia hingga pengakuan akan kedaulatan republik Indonesia oleh
Belanda tahun 1949.

Telah terjadi berbagai peristiwa berdarah di waktu-waktu tersebut. Pasukan Belanda masih
berada di wilayah Indonesia walaupun Negara Indonesia, pihak hanya mampu untuk menguasai
kota-kota besar saja di pulau Jawa dan Sumatera, sementara tidak mampu mengambil alih
kendali di wilayah pedesaan dan pinggiran. Hal itu lantaran usaha perlawanan bersenjata serta
perjuangan diplomatik dari bangsa Indonesia. Sehingga membuat pihak Belanda berhasil untuk
ditekan, hingga akhirnya mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia

Latar belakang
Pergerakan besar-besaran dengan munculnya berbagai organisasi nasional untuk meraih
kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkaraman penjajah Belanda saat itu, yaitu organisasi
Sarekat Islam, Budi Utomo, Partai nasional Indonesia, dan lainnya, yang berkembang dengan
sangat cepat saat itu. Mereka mengadakan strategi jitu dengan mengirim wakil mereka ke
Volksraad (semacam dewan rakyat) untuk berdiplomasi agar pihak Belanda memberikan hak
otonomi dan kedaulatan kepada bangsa Indonesia untuk mengatur wilayahnya sendiri.

Lalu ada juga gerakan yang bersifat lebih keras untuk memaksa pihak Belanda memberikan hak-
hak dari bangsa Indonesia dengan segera. Pemimpin dari gerakan ini diantaranya adalah
Soekarno dan Mohammad Hatta, yang kelak keduanya menjadi presiden dan wakil presiden
pertama Indonesia. Dan pergerakan ini bisa berjalan dibantu kebijakan Politik Etis yang memang
sedang dijalankan oleh Belanda.

Adapun pendudukan wilayah Indonesia oleh bangsa Jepang dalam kurun waktu tiga setengah
tahun, menjadi titik yang penting dalam lahirnya revolusi nasional Indonesia, dimana pihak
Belanda hanya mampu untuk mempertahankan sedikit daerah dalam penjajahan di wilayah
Hindia Belanda. Tetapi Jepang dalam kurun waktu tiga bulan berhasil menguasai Sumatera.

Kemudian pihak Jepang juga membuat strategi jitu dengan mengambil hati rakyat Indonesia
dengan menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia, serta mengizinkan penggunaan bahasa
Indonesia di ruang publik. Hal seperti inilah yang menimbulkan munculnya berbagai organisasi-
organisasi perjuangan di seluruh negeri Indonesia.

Proklamasi dan pembentukan pemerintahan Indonesia


Pada akhir Agustus 1945, pemerintahan republik Indonesia telah berdiri di Jakarta, Kemudian
kabinet Presidensial dibentuk, dimana Soekarno sendiri sebagai pimpinan tertinggi. Kemudian
Komite Nasional Indonesia Pusat dibentuk, tujuannya untuk membantu Presiden, serta memiliki
fungsi yang hampir sama sebagai badan legislatif.

Dengan dibentuknya pemerintahan pusat di Jakarta, maka beberapa raja di daerah-daerah


menyatakan untuk menggabungkan diri ke pemerintahan pusat. Sementara ada juga lainnya
yang menolak, terutama raja atau kepala daerah yang bersekutu dengan pihak Belanda.
Pemerintah Indonesia yang baru dibentuk ini dibuat dengan sangat cepat, karena khawatir pihak
Belanda akan berusaha kembali untuk merebut wilayah Indonesia.

Dalam sebuah konferensi antar panglima-panglima militer pada tiap-tiap divisi di Yogyakarta,
seorang mantan guru sekolah yang baru berumur 30 tahun, yaitu Sudirman terpilih untuk
menjadi panglima Tentara Keamanan Rakyat, yang bergelar "Panglima Besar".

Euforia saat revolusi Nasional Indonesia


Ketika mulai tersebar berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia ke berbagai pulau,
awalnya rakyat Indonesia yang jauh dari ibu kota Jakarta tidak percaya, tetapi setelah berita
memang tersebar secara luas, maka banyak yang menyatakan diri sebagai pro pemerintahan
republik Indonesia, dan dalam keadaan seperti ini terjadinya kekosongan kekuatan luar yang
menduduki wilayah Indonesia, karena pihak Jelang maupun Belanda dalam keadaan yang
lemah.

Dengan begitu, dalam keadaan politik seperti ini maka merupakan kesempatan untuk
membangun pemerintahan yang kuat. Pada September 1945, pemerintah republik yang dibantu
dengan berbagai organisasi rakyat telah mengambil alih kendali atas infrastruktur-infrastruktur
utama, diantaranya seperti stasiun kereta api dan trem di kota-kota besar di pulau Jawa.

Kemudian para pemuda juga mendirikan stasiun radio dan koran untuk menyampaikan pesan
perjuangan. Adapun dari para pemimpin sendiri berusaha untuk menyatukan sentimen yang
menyebar di masyarakat, karena ada yang lebih menginginkan revolusi fisik, kemudian ada yang
lebih memilih menggunakan cara pendekatan damai.

Pada September 1945, golongan pemuda Indonesia menyatakan akan berikrar agar
kemerdekaan segera diwujudkan. Di sisi lain pihak Belanda melayangkan tuduhan kepada
Soekarno dan Hatta telah berkolaborasi dengan Jepang, adapun pemerintahan Hindia Belanda
sendiri disaat yang sama telah menerima dana besar sepuluh juta dolar dari pihak Amerika
Serikat untuk membantu Belanda dalam menjajah kembali Indonesia.
Usaha pendudukan kembali wilayah Indonesia
Situasi Belanda pada saat itu memang saat lemah karena kelelahan dari Perang Dunia Kedua di
wilayah Eropa. Adapun pihak Jepang tidak terlalu tertarik untuk kembali menduduki wilayah
Indonesia. Tentara Australia yang diikuti dengan pasukan Belanda bergerak cepat untuk
menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai Jepang, karena tidak adanya perlawanan
berarti, maka pasukan yang terdiri dari dua divisi tentara Australia itu dengan mudah menguasai
beberapa daerah di bagian Timur Indonesia.

Adapun pihak Inggris berusaha agar dapat menguasai jalannya pemerintahan sipil di wilayah
Jawa. Dan pihak Belanda juga ingin mengambil pemerintahan kolonial dengan bantuan NICA,
untuk terus mengklaim akan kedaulatan wilayah Indonesia. Tentara Inggris pertama kali
mendarat di beberapa wilayah seperti Palembang, Medan, Padang, Semarang dan Surabaya.

Perjanjian Linggarjati
Belanda melakukan usaha perundingan dengan wakil-wakil republik Indonesia. Konferensi
antara dua belah pihak diadakan di bawah pimpinan yang netral ,seorang komisi khusus Inggris,
Lord Killearn. Tempat perundingan di bukit Linggarjati dekat wilayah Cirebon. Setelah Dicapailah
suatu persetujuan pada tanggal 15 November 1946 yang isi pokoknya:
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi
Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1
Januari 1949,
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk Republik Indonesia
Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai ketuanya.

Indonesia Serikat akan menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda,
Suriname dan Curasao. Hal ini untuk memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar
negeri, pertahanan, keuangan, ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan
diri sebagai anggota PBB. Setiap perselisihan yang timbul maka akan diselesaikan lewat
arbitrase.

Kedua delegasi Indonesia pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua
hari kemudian, tanggal 15 November 1946 di rumah Sjahrir, Jakarta, berlangsung musyawarah
tentang Perundingan Linggarjati, dimana Sjahrir menjadi penanggung jawab jika ada yang tidak
beres.

Agresi Militer Belanda I


Pada tengah malam 20 Juli 1947, pihak Belanda melancarkan serangan militer dengan tujuan
utama menghancurkan kekuatan republik Indonesia, dimana aksi Agresi Militer Belanda I ini
telah melanggar nilai-nilai perjanjian Linggarjati. Pasukan Belanda berhasil memukul mundur
pasukan Republik Indonesia dari daerah Sumatera, serta Jawa Barat dan Jawa Timur, untuk
kemudian pihak Indonesia memindahkan pusatnya ke wilayah Yogyakarta.

Negara-negara lain melihat kelakuan pihak Belanda ini memberikan reaksi keras, Australia,
India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat segera mendukung pihak Indonesia. Seperti di Australia,
misalnya kapal milik Belanda diboikot mulai bulan September 1945. Dewan keamanan PBB juga
bertindak aktif dengan membentuk Komisi Tiga Negara untuk mendorong negosiasi.

PBB mengeluarkan resolusi untuk adanya gencatan senjata. Pada saat aksi militer ini terjadi,
tepatnya pada tanggal 9 Desember 1947, Pasukan Belanda membantai sangat banyak warga
sipil di wilayah Desa Rawagede (yang saat ini nama wilayahnya adalah Balongsari) di
Karawang, Jawa Barat.

Pemberontakan Komunis di Indonesia


Pada tanggal 18 September 1948, sebuah kelompok bernama Republik Soviet Indonesia
dibentuk di wilayah Madiun. Pendirinya adalah anggota PKI yang ingin melakukan
pemberontakan terhadap kepemimpinan Soekarno-Hatta. Pertempuran antara TNI dan PKI
akhirnya secara penuh dimenangkan oleh pihak TNI dalam beberapa minggu, dan pemimpinnya,
Muso, terbunuh dalam perang itu. Di dunia internasional, pihak Republik Indonesia
mengukuhkan kebijakan untuk anti komunis.

Dampak revolusi nasional Indonesia


Perkiraan jiwa yang meninggal dalam peperangan di masa ini berkisar dari 100.000 hingga
200.000 jiwa baik itu dari pihak tentara maupun sipil. Adapun sekitar 1200 tentara dibunuh
ataupun hilang di Jawa dan Sumatera antara tahun 1945-1946. Adapun untuk Belanda sebanyak
5000 tentaranya tewas. Gerakan revolusi nasional Indonesia ini memberikan efek langsung pada
kondisi ekonomi dan sosial Indonesia itu sendiri, seperti kekurangan bahan makanan, dan bahan
bakar

Setelah itu secara perlahan pemerintahan Republik Indonesia mengatur kembali segala hal di
berbagai bidang, yang sebelumnya mengalami pemblokade-an oleh pihak Be

Anda mungkin juga menyukai