Anda di halaman 1dari 35

SEJARAH INDONESIA 3

SUB TEMA
Berakhirnya perang dunia II
Sistem pemerintahan Indonesia awal kemerdekaan
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Lahirnya republik Indonesia Serikat
BERAKHIRNYA
PERANG DUNIA II
PERALIHAN KEKUASAAN
DARI JEPANG KE SEKUTU
Pengeboman terhadap kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus
1945)
Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu lewat saluran
radio nasional Jepang
Sebagai pemenang Perang Dunia II, Sekutu memiliki hak atas kekuasaan Jepang di
berbagai wilayah yang pernah dikuasai Jepang dan menganggap Indonesia sedang
dalam masa kekosongan kekuasaan(Vacuum of Power)
Datangnya tentara sekutu di bonceng tentara NICA (Netherlands Indies Civil
Administration) di tiga daerah pemerintahan Jepang yaitu Jakarta, Semarang dan
Surabaya
Alasan Sekutu dan Belanda datang ke Indonesia karena:
1. Belanda, yang masuk kelompok Sekutu, ingin kembali menjajah Indonesia
2. Sebagai pemenang Perang Dunia II Sekutu bertanggung jawab atas wilayah-wilayah
jajahan Jepang termasuk Indonesia
Bagi Sekutu, setelah selesai Perang Dunia II, maka wilayah-wilayah bekas jajahan
Jepang adalah tanggung jawab Sekutu. Sekutu memiliki tanggung jawab, yaitu:
1. Pelucutan senjata tentara Jepang
2. Memulangkan tentara Jepang
3. Melakukan normalisasi kondisi bekas jajahan Jepang
UNSUR TERBENTUKNYA
SEBUAH NEGARA
Unsur terbentuknya negara secara Konstitutif
•Wilayah
•Rakyat atau Penduduk
•Pemerintahan yang berdaulat
Unsur terbentuknya negara secara Deklaratif
De Facto
Suatu bentuk pengakuan suatu Negara terhadap Negara lain yang menyatakan bahwa Negara tersebut sudah memenuhi
syarat syarat terbentuknya Negara seperti adanya wilayah, adanya rakyat dan adanya pemerintahan yang berdaulat
Contoh : Proklamasi 17 Agustus 1945
De Jure
Bentuk pengakuan yang dinyatakan secara resmi oleh Negara lain dengan berdasarkan pada kaidah kaidah yang diatur
dalam hukum internasional terkait keberadaan suatu Negara baru.
Contoh : Penyerahan kekuasan Belanda terhadap Indonesia 27 Desember 1949
SISTEM
PEMERINTAHAN
INDONESIA AWAL
KEMERDEKAAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH
AWAL KEMERDEKAAN
Maklumat Pemerintah 5 Oktober 1945
Perubahan Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat
(TKR)
Dalam perkembangan kemiliteran, setelah Badan Keamanan Rakyat (BKR) dirubah
menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian dirubah menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat (TKR), TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia
(TRI), kemudian berubah lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Maklumat wakil presiden tanggal 16 Oktober 1945
1) KNIP sebelum terbentuk MPR/DPR diserahi kekuasaan legeslatif
2) KNIP ikut menetapkan GBHN
3) Segera dibentuk Badan Pekerja (BP-KNIP) untuk melaksanakan tugas sehari-hari
Maklumat tanggal 3 november 1945
(1) pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena adanya parta-partai
itulah dapat fipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam
masyrakat
(2) pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun
Pasca dikeluarkannya maklumat tersebut, muncul berbagai partai politik di Indonesia.
Antara lain :
1. Majelis Syura Indonesia (Masyumi) yang dipimpin oleh Sukiman Wirsosanjoyo
2. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didirikan oleh Moh Jusuf
3. Partai Buruh Indonesia (PBI) yang dipimpin oleh Njono
4. Partai Rakyat Jelata dipimpin oleh Sutan Dewanis
5. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang dipimpin oleh Probowinoto
6. Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Amir Syarifudin
7. Partai Rakyat Sosialis (PRS) yang dipimpin oleh Sutan Syahrir
8. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) yang dipimpin oleh I.J Kasimo
9. Partai Rakyat Marhein Indonesia (Permai) yang dipimpin oleh J.B Assa
10. Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto
Maklmuat 14 November 1945
Maklumat ini berisi mengenai perubahan tata pemerintahan Indonesia, dari yang
menganut sistem pamerintahan presidensil berganti menjadi sistem pemerintahan
parlementer. Pemerintahan Presidensil dianggap sebagai pemerintahan yang otoriter
dikarenakan kekuasaan presiden yang tidak terbatas, pemerintahan parlementer
dianggap sebagai pemerintahan yang lebih demokratis
Pemerintahan parlementer disini adalah adanya pembagian kekausaan antara kepala
negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara Indonesia saat itu adalah presiden
Soekarno. Sedangkan untuk kepala pemerintahan dikepalai oleh seorang perdana
menteri. Tanggung jawab jalannya pemerintahan ditangan oleh perdana menteri.
Presiden sebagai simbol pemersatu bangsa. Kalau ada perdana menteri yang gagal
menjalankan tugasnya, kemudian presiden menunjuk tim formatur untuk membentuk
pemerintahan yang baru.
Perdana menteri yang pernah menjabat selama perang kemerdekaan (1945-1949)
antara lain: Sutan Syahrir, Amir Syarifudin, dan Moh Hatta
DEMOKRASI AWAL
KEMERDEKAAN
Sutan Sjahrir  14 November 1945 – 3 Juli 1947
Kebijakan utama masa kabinet SJahrir, yaitu:
1. Menyempurkan susunan pemerintahan daerah berdasarkan kedaulatan rakyat.
2. Mencapai koordinasi segala tenaga rakyat di dalam usaha menegakkan negara RI
serta pembangunan masyarakat yang berdasarkan keadilan dan kemanusiaan.
3. Berusaha untuk memperbaiki kemakmuran rakyat diantaranya dengan jalan
pembagian makanan.
4. Berusaha mempercepat penuntasan perihal Oeang Republik Indonesia (ORI)
Amir Sjarifuddin  3 Juli 1947-29 Januari 1948
Perundingan resmi digelar di atas kapal angkut Amerika Serikat bernama Renville
yang berlabuh di lepas pantai Jakarta pada 8 Desember. Seperti yang dilakukan
Sjahrir semasa menjabat pimpinan pemerintahan, Amir mengetuai delegasi
perundingan dari pihak Indonesia. Adapun pihak Belanda dipimpin oleh Kolonel
KNIL bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo.
 Mohammad Hatta  29 Januari 1948 sampai 4 Agustus 1949
Kebijakan pokok masa Kabinet Hatta yaitu:
1. Menyelesaikan konflik Indonesia -Belanda lewat kesepakatan Renville
2. Usaha mempertahankan RI diubah menjadi bentuk NIS (Negara Indonesia
Serikat)
3. Rasionalisasi kedalam karena perlunya penyaluran tenaga kerja produktif ke
bidang masing-masing
4. Rasionalisasi angkatan perang yang terbilang melebihi standar dari jumlah yang
diperlukan
PERJUANGAN
MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN
INDONESIA
PEMBAGIAN JENIS
PERJUANGAN
Perjuangan fisik Perjuangan diplomatik

1. Pertempuran Surabaya  10 1. Perjanjian Linggarjati  25 Maret


November 1945 1947
2. Pertempuran Ambarawa  15 2. Perjanjian Renville  17 Januari
Desember 1945 1948
3. Bandung Lautan Api  23 Maret 3. Perjanjian Roem-Royen  7 Mei
1946 1949
4. Pertempuran Medan Area  13 4. Konferensi Meja Bundar  23
Oktober 1945 sampai sekitar tahun Agustus 1949
1946
PERISTIWA 10 NOPEMBER 1945
DI SURABAYA
Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya berawal dari mendaratnya tentara Inggris AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies) yang dipimpin oleh  Sir Philip Christison pada tanggal 29 September
1945 di Jakarta dan diboncengi tentara NICA (Netherlands Indies Civil administration) dipimpin  oleh
Dr. H.J. Van Mook.
Tanggal 25 Oktober 1945 Brigjen A.W.S. Mallaby memimpin pendaratan Inggris di Surabaya untuk
melucuti tentara Jepang dan interniran (tawanan perang). Mallaby telah sepakat dengan wakil
pemerintah RI untuk saling menjaga keamanan. Inggris melanggar beberapa kesepakatan yaitu :
a. Pada tanggal 26 Oktober 1945 Inggris mengingkari janjinya dengan menyerbu Penjara Kalisosok
Surabaya dibawah pimpinan Kapten Shaw.
b. Pada tanggal 27 Oktober 1945 Inggris menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos
Besar dan Gedung Bank Internatio.
c. Pada siang harinya tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamplet yang
isinya memerintahkan agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata yang di rampas
dari tentara Jepang.
Akibat Inggris yang melakukan pelanggaran tersebut maka membangkitkan perlawanan rakyat
Surabaya. Pertempuranpun tak bisa dihindarai dan berlangsung selama 2 hari (27 - 29 Oktober 1945).
Tanggal 30 Oktober disepakati untuk menghentikan pertempuran setelah terjadi pertemuan Presiden
Soekarno dan Mallaby. Tetapi pada sore harinya (30 Oktober 1945) terjadi pertempuran di Bank
Internatio dan menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby.
Pada tanggal 9 Nopember 1945 Inggris mengeluarkan ultimatum (ancaman) yang isinya
memerintahkan kepada seluruh para pemimpin dan pemuda Indonesia agar menyerahkan senjata di
tempat-tempat yang telah di tentukan sambil mengangkat tangan, selambat-lambatnya pukul 06.00
tanggal 10 Nopember 1945 dan jika hal itu tidak dilakukan maka Inggris akan menyerang Surabaya
dari darat, laut dan udara.
Gubernur Jawa Timur R.M. Suryo dan para tokoh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menolak
ancaman Inggris, bahkan melakukan perlawanan.
Maka pada tanggal 10 Nopember 1945 meletuslah perlawanan sengit menghadapi tentara gabungan
(Inggris, Gurkha dan Belanda).
Dalam pertempuran tersebut Bung Tomo berpidato dengan semangat yang beapi-api dan menyatakan
lebih baik mati daripada di jajah.
Tepatnya tanggal 22 Oktober 1945 berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah
tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya
yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, dalam rapat PBNU yang
dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan
dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya
sebagai berikut:
“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes
dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak,
bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat
masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak
lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe
dikerdjakan sebagian sadja)…” 
PERTEMPURAN AMBARAWA
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang
dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan
sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa
Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan
para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan
kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di
Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat
dan membuat kekacauan.
Tanggal 26 Nopember 1945 pimpinan TKR dari Purwokerto, Letkol Isdiman gugur dan digantikan oleh
Kolonel Soedirman yang kemudian mengambil alih pimpinan pasukan. Dibawah pimpinan Letkol
Soedirman TKR berhasil memukul mundur pasukan sekutu dengan melakukan perang gerilya. Sejak saat
itulah nama besar Soedirman menjadi terkenal.
BANDUNG LAUTAN API
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR, diserahkan kepada mereka. Orang-
orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai
mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari.
Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap
kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan
sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar
Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan
kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia
tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan
Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua
kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion
selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota
Bandung.Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan
malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan
Bandung sebagai markas strategis militer.
PERTEMPURAN MEDAN AREA
Pada tanggal 9 Oktober 1945, dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Pendaratan tentara sekutu
(Inggris) ini diikuti oleh pasukan sekutu dan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih
pemerintahan. Kedatangan tentara sekutu dan NICA ternyata memancing berbagai insiden terjadi
di Hotel yang terletak di Jalan Bali, Kota Medan, Sumatra Utara pada tanggal 13 Oktober 1945.
Saat itu, seorang penghuni merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai
pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan pemuda Indonesia. Pada tanggal 13 Oktober
1945, barisan pemuda dan TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya merebut dan
mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada
Sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu
memasang papan yang tertuliskan "Fixed Boundaries Medan Area" (batas resmi wilayah Medan)
di berbagai pinggiran kota Medan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda.
Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kota Medan.
Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki
Kota Medan. Untuk sementara waktu pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Siantar, sementara
itu perlawanan para laskar pemuda dipindahkan keluar Kota Medan. Perlawanan terhadap sekutu semakin sengit
pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi.
Kemudian diadakanlah pertemuan di antara para Komandan pasukan yang berjuang di Medan Area dan memutuskan
dibentuk nya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di Kota
Medan. Setelah pertemuan para komando itu, pada tanggal 19 Agustus 1946 di Kabanjahe telah terbentuk Barisan
Pemuda Indonesia (BPI) dan berganti nama menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat cabang Tanah Karo,
dipimpin oleh Matang Sitepu sebagai ketua umum, dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat
Ginting, Rakutta Sembiring, R.M. Pandia dari N.V Mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan Sebayang.
Di dalam Barisan Laskar Rakyat ini semua potensi pimpinan pemuda dengan berisan-barisan perjuangannya
dirangkul dan digabung ke dalam Barisan Pemuda Indonesia termasuk bekas Gyugun atau Heiho seperti: Djamin
Ginting, Nelang Sembiring, Bom Ginting. Sedangkan yang berasal dari Talapeta: Payung Bangun, Gandil Bangun,
Meriam Ginting, Tampe Malem Sinulingga. Sedangkan yang berasal dari N.V. Mas Persada: Koran Karo-karo. Yang
berasal dari Pusera Medan: Selamat Ginting, Rakutta Sembiring dan Tampak Sebayang.
PERJANJIAN LINGGARJATI
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim
yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J.
Van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan
ini.
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera
dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947,
Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat
lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer
Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan
Belanda.
AGRESI MILITER BELANDA I
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirirnkan Nota Ultimatum, yang harus
dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
1. Membentuk pemerintahan bersama;
2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang
diduduki Belanda;
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama. termasuk daerah daerah
Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama): dan
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
KOMISI TIGA NEGARA
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. KTN
merupakan sebuah komite yang dibentik oleh Dewan Keamanan PBB yg bakal
menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda. Komite ini di kenal
sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk
Indonesia), Komisi Tiga Negara (KTN), disebut begitu sebab beranggotakan tiga
negara, yaitu:
Australia yang dipilih oleh Indonesia diwakili oleh Richard C. Kirby
Belgia yang dipilih oleh Belanda diwakili oleh Paul van Zeeland
Amerika Serikat sebagai pihak yang netral menunjuk Dr. Frank Graham.
PERJANJIAN RENVILLE
Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan
Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi
Indonesia tidak mendapatwilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya
persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Isi Perjanjian Renville  17 Januari 1948
1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesiaa Belanda.
3. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada
pemerintah federal sementara.
4. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Antara enam bulan sampai satu tahun akan diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk
Konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke daerah Republik
Indonesia.
AGRESI MILITER BELANDA II
Serangan bermula pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan menggunakan taktik perang
kilat (blitkrieg) disegala sisi wilayah Republik Indonesia. Dimulai dari merebut pangkalan udara
Maguwo (saat ini bernama Adi Sucipto) dengan menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat
mampu mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu. 
Dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta.
Selain itu tentara Belanda alam serangannya juga menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem
serta A.G. Pringgodigdo. Yang oleh Belanda Lekas diberangkatkan ke pengasingan di Prapat Sumatra
dan pulau Bangka, namun sebelum diasingkan Presiden Sokarno memberikan surat kuasa kepada
Safrudin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat. Menteri
lainnya yang berada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap
ialah sebagai berikut.
Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,
Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo,
Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan
Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.
Belanda melakukan beberapa strategi untuk menghadapi bangsa Indonesia yang mulai
ditetapkan pada akhir tahun 1948 yang dikenal sebagai strategi tiga sisi, berikut
penjelasannya.
Pertama, Belanda berharap dengan menerapkan kekuatan militer secukupnya agar
dapat menghancurkan Republik dan Militer Indonesia secara menyeluruh.
Kedua, menjadikan bangsa Indonesia sebagai Negara Federal Serikat demi
melaksanakan program pemecah belah bangsa atau politik adu domba (devide et
impera)
Yang ketiga, Belanda berharap bangsa Indonesia akan mendapatkan sanksi
internasional melalui pemberian kedaulatan pada federasi Indonesia yang dikuasai
oleh Belanda secara tidak langsung.
Dengan Agresi Militer kedua yang dilancarkan pihak Belanda, hal tersebut dianggap
sebagai sebuah kemenangan besar yang diperoleh Belanda. Sebab dapat menawan
pucuk pimpinan bangsa Indonesia, namun hal tersebut menuai kecaman luar biasa
yang tak diduga sebelumnya oleh pihak Belanda. Terutama dari pihak Amerika
Serikat yang menunjukan rasa simptinya terhadap bangsa Indonesia
Kecaman Amerika Serikat terhadap Belanda
1. Jika Belanda masih saja melakukan tindakan militer terhadap bangsa Indonnsia,
Amerika Serikat akan menghentikan segala bantuan yang diberikan pada
pemerintah Belanda
2. Mendorong Belanda untuk menarik pasukannya berada dibelakang garis status
quo renville
3. Mendorong dibebaskannya pemimpin Bangsa Indonesia oleh Belanda
4. Mendesak agar Belanda dibuka kembali sebuah perundingan yang jujur
berdasarkan perjanjian Renville
Para Pemimpin Republik di asingkan ke :
Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji Agus
Salim diterbangkan menuju Medan, Sumatra Utara, untuk kemudian diasingkan
ke Brastagi dan Parapat,
Drs. Moh. Hatta (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara),
MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara)
diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke
Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan
berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan
resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di
Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula
kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh
resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik
Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta
dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan
Hasil pertemuan ini adalah:
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua
tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville
pada 1948
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Perundingan antara Indonesia dan Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) intensif
digelar pada Maret 1949 di Bangka. Dalam rangka mempersiapkan KMB di Den Haag, RI dan BFO mengadakan
perundingan untuk menyatian pendapat. Perundingan dilaksanakan dua kali yakni di Yogyakarta pada 19 Juni 1949 dan di
Jakarta pada 22 Juni 1949. Perundingan itu dikenal dengan Perundingan Inter-Indonesia. Hasilnya, Indonesia dan BFO
sepakat mendirikan Republik Indonesia Serikat (RIS).
KMB dilakukan di 2 Tempat yaitu Indonesia dan Den Hagg Belanda.
Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar
1. Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949.
2. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda.
3. Dalam uni itu, Indonesia dan Belanda akan bekerja sama.
4. Kedudukan Indonesia dan Belanda sederajat.
5. Indonesia akan mengembalikan semua milik Belanda dan memabayar utang-utang Hindia Belanda sebelum tahun 1949.
6. Masalah Irian Barat akan dibahas satu tahun kemudian.
Negara Bagian Republik Indonesia Serikat
1. Negara Republik Indonesia
2. Negara Indonesia Timur
3. Negara Pasundan
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatera Timur
7. Negara Sumatera Selatan

Anda mungkin juga menyukai