Anda di halaman 1dari 41

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Setelah Kemerdekaan


Konflik Indonesia dan Belanda
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan
oleh Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu
langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi
kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru memproklamasikan
kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di dunia. Hal ini
tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan
Bung Hatta sebagai Wakil Presiden.

Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu,


karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui
bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der
Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan
bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkanorang-orang Belanda yang
melarikan diri ke Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini
semula didirikan dan berpusat di Australia.

Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah


dilepas Oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di
Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran
melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini
dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) ternyata memiliki
agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru diboncengi oleh
NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating
melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki
keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap
Indonesia yang semula menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan
dan kemudian berkembang menjadi permusuhan.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Pertempuran Surabaya ialah peristiwa sejarah perang antara pihak tentara
Britania Raya dengan tentara Indonesia. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal
10 November 1945 di Kota Surabaya. Pertempuran ini merupakan perang
pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan salah satu pertempuran terberat dan terbesar dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas
perlawanan Indonesia kepada kolonialisme.

Pertempuran dasyat ini memakan waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum
seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah ini benar benar
membuat inggris merasa berperang dipasifik, medan perang Surabaya mendapat
julukan “neraka” bagi mereka karena kerugian yg disebabkan tidaklah sedikit,
sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya serta puluhan
alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.

Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa
Indonesia, semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah
penghabisan demi tegaknya kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka
tunjukan dengan penuh kegigihan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat
yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara yang membuat Inggris
serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya kemudian dikenang
sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap tahunnya
sebagai hari Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu
yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di
Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia
memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di
penjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka
mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26
Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran
antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden
Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2
November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan
memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan
itu berisi antara lain:
Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk
melindungi dan mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War And Interneers
atau tawanan perang dan interniran sekutu). Jumlah pasukan sekutu dibatasi
sesuai dengan keperluan itu.
Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di
bawahnya.

Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi
daerahnya. Tugas pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah
menegakkan kedaulatan dan membentuk Komite Nasional Indonesia untuk
wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan pembersihan terhadap
tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki gedung-gedung
pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat
yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera
membentuk TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945
ketika lencana merah putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda
kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga mengakibatkan 96 korban luka-luka.
Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA. Bentrokan antar Serikat dan
rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan ini kemudian
dikenal sebagai pertempuran “Medan Area”.
Bandung Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah
selatan akibat politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi
tanggal 23 Maret 1946 setelah ada ultimatum perintah pengosongan Bandung
oleh Sekutu. Seperti di kota-kota lainnya, di Bandung juga terjadi pelucutan
senjata terhadap Jepang. Di pihak lain, tentara Serikat menghendaki agar
persenjataan yang telah dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka.
Para pejuang akhirnya meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu
membumihanguskan kota Bandung. Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai
peristiwa Bandung Lautan Api.
Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)
Tragedi nasional adalah suatu rangkaian peristiwa yang menimpa bangsa
Indonesia. Tragedi ini tentu membawa akibat yang sangat merugikan dan
menyengsarakan rakyat Indonesia. Peristiwa-demi peristiwa terjadi pada bangsa
Indonesia sekaligus merupakan ancaman, tantangan dan hambatan. Peristiwa-
peristiwa tersebut sangat mengganggu upaya menata kembali bangsa Indonesia
setelah mencapai kemerdekaan.

Pemberontakan PKI Madiun 1948


Peristiwa Madiun tidak dapat dipisahkan dari pembentukn Fron Demokrasi
Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah kumpulan beberapa partai
seperti partai Sosialis, Pesindo, partaiBuruh, PKI dan Sobsi. Peristiwa Madiun itu
diawali dari kota Solo yang dilakukan oleh para pengikut Muso dan Amir
SyarifuddinPada tahun 1948 Muso kembali dari Rusia. Sekembalinya itu
Musobergabung dengan Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang diberikan pada
para anggota PKI adalah mengadu domba kesatuan nasional denganmenyebarkan
teror. . Pada tanggal 18 September 1948 di Madiun tokoh-tokoh PKI
memproklamirkan berdirinya Republik Soviet Indonesia. Orang-orang yang
dianggap musuh politiknya dibunuh oleh PKI.

Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera


mengambil tindakan tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah
pemerintah mengangkat Gubernur Militer Kolonel Subroto yang wilayahnya
meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam menghancurkan kekuatan
PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan itu demi
mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan
agresi terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan
melaukan pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah
Republik.
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)
Usai pendudukan oleh Kekaisaran Jepang pada 1945, para pemimpin khususnya
yang berdomisili di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. namun
Tidak semua suku dan wilayah di Indonesia langsung menerima dan bergabung
dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Kala itu banyak terjadi
pemberontakan dan Pemberontakan pribumi pertama yang terorganisasi muncul
di Maluku Selatan dengan bantuan Belanda, pemberontakan tersebut biasa
disebut Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan).
Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1
Oktober 1965 di saat tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa
orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta.

Gerakan G 30 S PKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat


malam hari. Insiden G 30 S PKI sendiri masih menjadi perdebatan kalangan
akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya.
Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat itu dan otoritas militer menyebarkan
kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang bertujuan untuk
mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Sedangkan Menurut versi Orde Baru gerakan ini dilakukan oleh sekelompok
pasukan yang diketahui sebagai pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal
presiden yang melakukan aksi pembunuhan dan penculikan kepada Enam (6)
jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).
14 Pertempuran Dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia
,
Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan
berarti kondisi bangsa Indonesia dalam keadaan damai dan tanpa gangguan.
Justru mulai muncul perlawanan-perlawanan terhadap pihak lain yang mencoba
mengambil alih kekuasaan dan kemerdekaan bangsa indonesia pada saat itu.

Untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah didapat rakyat indonesia harus


menghadapi pertempuran dengan pihak asing, berbagai peristiwa pertempuran
antara rakyat indonesia melawan pasukan Belanda dan Sekutu pun terjadi di
berbagai daerah, antara lain Serangan Umum 1 Maret 1949, Agresi Militer Belanda
I dan II, Pertempuran lima hari di Palembang, Pertempuran Margarana, Bandung
lautan api, Peristiwa Merah Putih di Minahasa (Manado), Pertempuran di Jakarta,
Pertempuran di Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Pertempuran di Surabaya,
Pertempuran lima hari di Semarang, Insiden bendera di Surabaya dan
Pertempuran Rakyat Makassar.

Berikut Pemaparan lebih lengkap mengenai 14 pertempuran yang harus dihadapi


rakyat indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia:
1. Insiden bendera di Surabaya
Pada tanggal 31 Agustus 1945 Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih
dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera
tersebut makin meluas ke seluruh wilayah indonesia khususnya kota Surabaya.

Insiden ini bermula Pada Tanggal 18 September 1945 ketika Sekutu dan Belanda
dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) bersama-sama dengan
rombongan Intercross (Palang Merah Internasional) mendarat di Surabaya.
Rombongan Sekutu tersebut oleh administrasi Jepang di Surabaya ditempatkan di
Hotel Yamato sedangkan rombongan Intercross ditempatkan di Gedung Setan.
Kemudian Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman
pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan
bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah
Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Para
pemuda Surabaya keesokan harinya melihatnya dan menjadi marah karena
mereka menilai Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, dan melecehkan
gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Dengan gagah berani, arek-arek Surabaya menyerbu Hotel Yamato untuk


menurunkan bebdera Belanda. setelah sampai di bawah, bendera Belanda
(Merah-Putih-Biru) dirobek yang warna birunya kemudian dikibarkan kembali
sebagai bendera Indonesia (Merah-Putih). Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal
19 September 1945, untuk mengenang peristiwa itu, kini di depan Hotel Yamato
di bangun monumen perjuangan. Dalam peristiwa tersebut Mr. W.V.Ch.
Ploegman tewas tercekik oleh Sidik kemudian Sudirman dan Hariyono berhasil
masuk lobi hotel yang kemudian naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera
Belanda.

2. Pertempuran Rakyat Makassar


Pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan ke Makassar di bawah
pimpinan Kapten Raymond Westerling. Pasukan Westerling bertindak
kejam. pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Westerling. banyak
melakukan pembunuhan dan pembantaian terhadap rakyat Makassar, Peristiwa
ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter
Insurgency (penumpasan pemberontakan).

Akibat banyaknya pembantaian yang dilakukan Westerling, terjadi perlawanan


rakyat Makassar kepada Belanda. Perlawanan di pimpin oleh Wolter Monginsidi.
Akan tetapi, Wolter Monginsidi berhasil ditangkap Belanda dan kemudian dijatuhi
hukuman mati.

3. Pertempuran lima hari di Semarang


Hingga bulan Oktober 1945, pasukan Jepang masih tetap berada di Kota
Semarang. Mereka juga masih melancarkan serangan terhadap beberapa kubu
TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang bertujuan untuk membebaskan orang-
orang Jepang yang masih dalam penahanan.

Sementara itu, tersiar kabar bahwa Jepang meracuni sumber air minum di wilayah
Candi Semarang. Oleh sebab itu, Dr. Karyadi memeriksa sumber air yang diracuni
oleh Jepang tersebut. Pada saat itu, ia menjabat kepala Laboratorium Pusat Rumah
Sakit Rakyat (Pusara) di Semarang. Namun naas, ia kemudian dibunuh tentara
Jepang. Terbunuhnya dr. Kariadi ini menyulut kemarahan pemuda. Akibatnya,
terjadi pertempuran di Simpang Lima, Tugu Muda dan sekitarnya.

Kurang lebih 2000 pasukan Jepang yang dikomandoi oleh Mayor Kido berhadapan
dengan TKR dan para pemuda. Pertempuran ini berlangsung selama 5 hari, 15 -
19 Oktober 1945. dan dihentikan setelah adanya gencatan senjata. namun
Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi yang
menjadi salah satu korban namanya kemudian diabadikan menjadi nama salah
satu Rumah sakit di kota Semarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka
pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.

4. Pertempuran di Surabaya
Pada Tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby
Brigade 49 Inggris mendarat di Surabaya, Kedatangan Mallaby disambut oleh
R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa Timur). kala itu mereka bertugas untuk melucuti
serdadu Jepang serta membebaskan para interniran

Sebenarnya saat mendarat di Surabaya inggris terlebih dahulu telah membuat


kesepakatan dengan R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa Timur) sehingga para tentara
inggris di ijinkan memasuki Surabaya, berikut isi kesepakatannya:
Inggris berjanji bahwa tidak terdapat angkatan perang Belanda di antara tentara
Inggris.
Disetujui kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin ketenteraman
dan keamanan.
Akan segera dibentuk Biro Kontak (Contact Bureau) agar kerja sama dapat
terlaksana sebaik-baiknya.
dan Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Namun ternyata pada pelaksanaannya, Inggris tidak menepati janjinya dan Inggris
justru berniat menguasai Surabaya.

Pada tanggal 27 Oktober 1945 pasukan Inggris membuat kegaduhan di surabaya


mereka menyebarkan pamflet yang berisi perintah, agar rakyat Surabaya dan
Jawa Timur menyerahkan senjata hasil rampasan dari Jepang. Dengan kejadian
tersebut maka pihak Indonesia menginstruksikan kepada semua rakyat surabaya
untuk siap siaga penuh menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Akhirnya kontak senjata pecah antara pemuda Surabaya dan tentara Inggris.
Semua pemuda di seluruh kota menyerang Inggris dengan segala kemampuan.
Pada Tanggal 28-31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya.
Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian.

Tentara Sekutu menghubungi Presiden Soekarno untuk menyelamatkan pasukan


Inggris agar tidak mengalami kekalahan total, Kemudian Presiden Soekarno serta
Jenderal Mallaby melakukan perundingan. Pertemuan itu menghasilkan dua
kesepakatan, yaitu keberadaan RI diakui oleh Inggris dan penghentian kontak
senjata.

Namun Gencatan senjata tidak dihormati Sekutu. Dalam sebuah insiden yang
belum pernah terungkap secara jelas, Brigjen Mallaby ditemukan meninggal.
Kemudian Letnan Jendral Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta
kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai
membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari Mayor
Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut adalah: "Sekutu memerintahkan rakyat
Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9
November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan,
Kota Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara".

Ultimatum tersebut ditolak oleh para pemimpin dan rakyat Surabaya, kemudian
Pada Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur
Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan
Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah
pun kepada tentara Sekutu. Dalam pertempuran yang tidak seimbang, Bung Tomo
terus mengangkat semangat rakyat agar terus maju, pantang mundur. Dengan
pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran
yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur ribuan pejuang Indonesia.
kemudiam Pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

5. Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi serdadu Belanda
dan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di kota
Medan. Pada awalnya kedatangan mereka disambut oleh tokoh dan masyarakat di
Sumatera Utara. Akan tetapi, tindakan tentara Sekutu menyakitkan rakyat. Mereka
membebaskan para tahanan Belanda dan dibentuk Medan Batalyon KNIL.

Pada tanggal 13 Oktober 1945, terjadi peristiwa di hotel yang ada di Jalan Bali.
Medan. Seorang oknum penghuni hotel menginjak-injak lencana merah putih.
Akibatnya, hotel itu disderang oleh para pemuda kita sehingga timbul banyak
korban. Peristiwa ini menjadi awal terjadinya Pertempuran Medan Area. Untuk
menghadapi segala kemungkinan, TKR dan brbagai badan perjuangan telah
membentuk kesatuan perjuangan Kesatuan perjuangan itu adalah Barisan
Pemuda Indonesia di bawah pimpinan Achmad Taheer. Ternayata bentrokkan
terus meluas dan terjadi di berbagai daerah. Perkembangan ini oleh Sekutu
dipandang sudah sangat membahayakan .Oleh karena itu, pada tanggal 18
Oktober 1945. Sekutu mengeluarkan ultimatum agar rakyat menyerahkan semua
senjata kepada Sekutu. Sudah tentu rakyat begitu saja memenuhi tuntutan Sekutu.

Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu melancarkan serangan militer


besar-besaran, yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh daerah
Medan dijadikan sasaran serangan, rakyat pun melukukan perlawanan sekuat
tenaga. Sekutu berusaha mendesak para pejuang kita, bahkan, Sekutu sejak
tanggal 1 Desember 1945 memasang batas-batas penudukannya. Batas itu berupa
papan yang diberi tulisan Fixed Boundaries Medan Area ( batas resmi wilayah
Medan ) disudut-sudut kota. Sekutu dan tentara NICA mengusir dan menindas
orang-orang Republik yang masih berada di Kota Medan. Bahkan, di bulan April
1946, Sekutu dan NICA berhasil mendesak beberapa pimpinan Republik keluar
kota . Gubernur, wali kota , dan Markas TRI pindah ke Pematangsiantar. Namun
para penjuang kita pantang mundur. Perlawaman dengan berbagai bentuk terus
dilakukan.

6. Pertempuran di Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan
Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan
tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA
dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah
perlawanan dari TKR dan para pemuda.

Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Gerakan tentara Sekutu


yang mundur ke ambarawa berhasil ditahan di desa Jambu berkat bantuan dari
batalyon Polisi Istimewa di bawah pimpinan Onie Sastroatmodjo, resimen kedua
yang dipimpin M. Sarbini, dan batalyon dari Yogyakarta.

Pada pertempuran di desa Jambu tanggal 26 November 1945, Letkol Isdiman


(Komandan Resimen Banyumas) tewas sebagai pejuang bangsa. Lalu Kolonel
Soedirman (Panglima Divisi di Purwokerto) langsung naik mengambil alih
pimpinan dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil
memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal
18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan
berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati
sebagai hari Infantri.

7. Pertempuran di Jakarta
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibukota Jakarta (saat itu
masih disebut Batavia) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara
kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional
Jakarta, Mr. Mohammad Roem mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana
Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh
simpatisan Belanda (NICA)
Keadaan di Jakarta pun menjadi sulit dikendalikan dan kacau. Tentara Belanda
semakin merajalela. Ditambah lagi pendaratan pasukan marinir Belanda di
Tanjung Priok pada 30 Desember 1945 menambah keadaan semakin mencekam.

Karena itu pada tanggal 1 Januari 1946 Presiden Soekarno memberikan perintah
rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta
api demi menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946
diputuskan bahwa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa
menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah ke Yogyakarta,
kemudian pada pukul 07.00 Preseiden dan Rombongannya tiba di Stasiun
Yogyakarta kemudian ibukota Republik Indonesia pun turut pindah ke Yogyakarta
(Lihat: 30 Tahun Indonesia Merdeka. 1945-1949: hlm. 79).

8. Peristiwa Merah Putih di Manado (Minahasa)


Berita proklamasi sampai juga di Tanah Minahasa atau Manado di Sulawesi Utara.
Seperti di daerah lain, rakyat Minahasa melakukan aksi peluncutan senjata dan
pengoperan kekuasaan dari tangan Jepang. Aksi terjadi pada tanggal 22 Agustus
1945. Gerakan rakyat Minahasa ini diprakarsai oleh Dewan Minahasa yang
dipimpin oleh Palengkahu.

Aksi dilakukan dengan menurunkan bendera-bendera Jepang dan mengibarkan


bendera Merah Putih di kantor-kantor. Hal itu telah membanggakan dan memberi
semangat serta kegembiraan rakyat Minahasa. Akan tetapi, pada awal September
1945, tentara Sekutu yang diwakili tentara Australia mendarat di Minahasa.
Kedatangan mereka diikuti oleh tentara NICA. NICA dengan segera melancarkan
aksinya untuk menegakkan kembali kekuatannya. Sekutu dan NICA kemudian
mengeluarkan perintah larangan pengibaran bendera Merah Putih.

Rakyat tidak menghiraukan larangan tersebut. Dengan semboyan "hidup atau


mati", rakyat Minahasa tetap akan mempertahankan berkibarnya Sang Saka
Merah Putih di Tanah Minahasa. Akhirnya, bentrokkan dan pertempuran antara
rakyat Minahasa melawan tentara Sekutu dan NICA tidak dapat dihindarkan.
Kemudian Rakyat Sulawesi Utara membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI)
untuk melakukan perlawanan terhadap NICA. dan Pada tanggal 14 Februari 1946,
para pejuang PPI menyerbu markas NICA di Teling. Pejuang PPI berhasil
membebaskan pimpinan PPI yang sebelumnya di tahan belanda dan menyandra
komandan NICA dengan pasukannya. Kemudian para pejuang merobek bendera
Belanda (merah-putih-biru) dan merubahnya menjadi bendera Indonesia (merah-
putih).

Bendera tersebut kemudian dikibarkan di markas Belanda di Teling. Oleh sebab


itu peristiwa itu dikenal dengan nama peristiwa merah putih di Minahasa
(Manado). sejak saat itu Para pejuang berhasil mengusir NICA dari tanah Sulawesi
Utara.

9. Bandung lautan api


Pada bulan Oktober 1945, tentara Sekutu memasuki Kota Bandung. Ketika itu para
pejuang Bandung sedang melakukan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata
dan peralatan dari tentara Jepang. Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu
membacakan ultimatum pertama, agar kota Bandung bagian utara selambat-
lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak Indonesia
dengan alasan demi keamanan. Namun para pejuang Republik Indonesia tidak
memperdulikan ultimatum tersebut. Akibatnya sering terjadi insiden antara
tentara Sekutu dengan pejuang Indonesia.

Tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua. Mereka


menuntut agar semua masyarakat dan para pejuang TRI (Tentara Republik
Indonesia) mengosongkan kota Bandung bagian selatan. sejak 24 Januari 1946,
TKR telah berubah namanya menjadi TRI. Demi keselamatan rakyat dan
pertimbangan politik, pemerintah Republik Indonesia Pusat memerintahkan TRI
dan para pejuang lainnya mundur dan mengosongkan Bandung Selatan.

Tokoh-tokoh pejuang, seperti Aruji Kartawinata, Suryadarma, dan Kolonel Abdul


Harris Nasution yang menjadi Panglima TRI waktu itu segera bermusyawarah.
Mereka sepakat untuk mematuhi perintah dari Pemerintah Pusat. Namun, mereka
tidak mau menyerahkan kota Bandung bagian selatan itu secara utuh kepada
musuh. Rakyat diungsikan ke luar kota Bandung.

Sebelum meninggalkan kota Bandung Para pejuang melancarkan serangan umum


ke arah markas besar Sekutu dan berhasil membumi-hanguskan kota Bandung.
Dalam waktu tujuh jam kota Bandung menjadi kota yang berkobar, setiap warga
membakar rumah mereka, tidak kurang dari 200.000 rumah warga bandung
dibakar dan mengungsikan diri ke bandung bagian selatan, yang berupa daratan
tinggi dan pegunungan. Pembakaran tersebut bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah tentara sekutu dan tentara NICA yang ingin memanfaatkan kota
Bandung sebagai markas militer. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946
dan terkenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.

10. Pertempuran Margarana


Seperti daerah lainnya, rakyat Bali juga berusaha sekuat tenaga untuk
mempertahankan kemerdekaan dan merebut kekuasaan dari Jepang. Untuk itu,
letkol I Gusti Ngurah Rai sebagai salah seorang pimpinan di Bali pergi ke
Yogyakarta untuk melakukan konsultasi ke Markas Besar TRI.

Saat Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk
berkonsultasi dengan markas tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda
Kecil dan cara-cara menghadapi Belanda, Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946
Belanda mendaratkan kira-kira 2000 tentara di Bali. Karena akibat perundingan
Linggarjati, daerah kekuasaan de facto Republik Indonesia yang diakui hanya
terdiri dari Sumatera, Madura dan Jawa. ini berarti Bali tidak diakui sebagai bagian
dari wilayah Indonesia.
Ternyata sejak Maret 1946, Belanda sudah menduduki beberapa tempat di Bali.
Kemudian I Gusti Ngurah Rai kembali ke Bali untuk melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Ngurah Rai mendapat bantuan dari TRI - Laut dengan pimpinan
Kapten Markadi. Dalam perjalanan menyeberangi Selat Bali telah terjadi
pertempuran laut antara pasukan Ngurah Rai dengan patroli Belanda.
Pertempuran juga terjadi di Cekik dekat Gilimanuk, Bali.
Setelah berhasil melaksanakan Operasi Lintas Laut. I Gusti Ngurah Rai di Markas
TRI Sunda Kecil segera memperkuat pasukannya . I Gusti Ngurah Rai segera
membentuk Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil. Beberapa tokohn
ya di samping I Gusti Nguarh Rai adalah I Gusti Putu Wisnu dan Subroto Aryo
Mataram.

Pada saat itu, Indonesia telah menyepakati Perundingan Linggarjati, oleh karena
itu Belanda terus berusaha menduduki daerah Bali. Kebetulan juga dalam naskah
kesepakatan Perundingan Linggarjati disebutkan bahwa Belanda hanya mengakui
secara de facto, wilayah RI yang terdiri atas Jawa, Sumatra dan Madura, Ngurah
Rai terus berjuang untuk mengusir Belanda dari tanah Bali. Pada tanggal 18
November 1946, tentara Ngurah Rai (dikenal Pasukan Cing Wanara) mulai
menyerang Tabanan dan berhasil. Belanda segera mengerahkan kekuatannya dari
Bali dan Lombok.

Melihat dua kekuatan yang tidak seimbang pasukan Ngurah Rai kemudian
melakukan Perang Puputan (Pertempuran habis-habisan). Pertempuran dimulai
pada tanggal 20 November 1946 di Margarana sebelah utara Tabanan. Dalam
pertempuran tersebut Ngurah Rai gugur sebagai pejuang bangsa pada tanggal 29
November 1946,

11. Pertempuran lima hari di Palembang


Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober 1945. Pasukan
ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Carmichael. Bersama pasukan Sekutu ikut pula
aparat NICA. Mereka diizinkan oleh pemerintah untuk mendiami daerah Talang
Semut. Akan tetapi, mereka tidak mengindahkan peraturan itu dan akhirnya
Insiden dengan pemuda meletus ketika mereka menggeledah rumah-rumah
penduduk untuk mencari senjata.

Tindakan Sekutu yang sangat menyinggung perasaan rakyat dengan melakukan


penggeledehan rumah penduduk yang bertujuan untuk mencari senjata hasil
rampasan dari pihak Jepang. Justru mengakibatkan terjadi insiden bersenjata
pada 1 Januari 1946. Saat itu tentara Sekutu dengan menggunakan pesawat dan
kapal laut membombardir kota Palembang. namun Para pejuang terus
mengadakan perlawanan dan hasil dari pertempuran ini Seperlima bagian kota
Palembang hancur. kemudian Pada tanggal 6 Januari 1947 dicapai persetujuan
gencatan senjata antara Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia di
Palembang.

12. Agresi Militer Belanda I


Perselisihan pandangan akibat beda penafsiran ketentuan-ketentuan dalam
persetujuan Linggarjati makin memanas. Belanda berusaha untuk menyelesaikan
"masalah Indonesia" dengan cepat. Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda
mengirimkan nota kepada pemerintah Republik Indonesia. Nota itu berupa
ultimatum yang harus dijawab dalam waktu 14 hari. Isi nota itu antara lain sebagai
berikut:
Membentuk pemerintahan ad interim bersama.
Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang
diduduki Belanda.
Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama.
Menyelenggarakan pemilikan bersama atas impor dan ekspor.
Menyelenggarakan ketertiban dan keamanan bersama, termasuk di daerah
Republik Indonesia yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama).
Perdana Menteri Syahrir menolak gendarmerie bersama. Kemudian, Sebagai
pemimpin kabinet berikutnya Amir Syarifuddin kembali memberikan jawaban
yang pada dasarnya sama dengan Syahrir.

Pada tanggal 15 Juli 1947, Belanda kembali mengirim nota. Belanda tetap
menuntut gendarmerie bersama dan Dalam waktu 32 jam Republik Indonesia
harus memberi jawaban atas nota tersebut. kemudian Pada tanggal 17 Juli 1947,
Pemerintah Republik Indonesia memberi jawaban yang disampaikan Amir
Syarifuddin lewat RRI Yogyakarta. Jawaban itu ditolak Belanda. dan Pada tanggal
20 Juli 1947, van Mook mengumumkan bahwa pihak Belanda tidak mau berunding
lagi dengan Indonesia.

Kemudian Tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia.


Tindakan ini melanggar Perjanjian Linggajati. Belanda berhasil merebut sebagian
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Akibatnya wilayah kekuasaan Republik
Indonesia semakin kecil. Serangan militer Belanda ini dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda I.

Peristiwa tersebut menimbulkan protes dari negara-negara tetangga dan dunia


internasional. Wakil-wakil dari India dan Australia mengusulkan kepada PBB
(Perserikatan Bangsa-bangsa) agar mengadakan sidang untuk membicarakan
masalah penyerangan Belanda ke wilayah Republik Indonesia.

13. Agresi Militer Belanda II


Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan atas wilayah Republik
Indonesia. Ibu kota Republik Indonesia waktu itu, Yogyakarta, diserang Belanda.
Belanda dengan seluruh kekuatan melakukan Agresi Militer II dengan menyerbu
Yogyakarta. dan Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda dengan cepat.

Dalam waktu cepat pula Yogyakarta dapat dikuasai Belanda. Para pimpinan RI
ditangkap Belanda. Para pemimpin RI yang ditangkap Belanda antara lain
Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Suryadarma dan Sutan
Syahrir. Namun sebelum tertangkap Sukarno sudah mengirim mandat lewat radio
kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syaffiruddin Prawiranegara yang berada di
Sumatera. Tujuannya adalah untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dengan ibu kota di Bukit Tinggi.

Serbuan Belanda atau Agresi Militer II memperoleh reaksi masyarakat


internasional. Pada tanggal 7 Februari 1949, suara simpati kepada Indonesia atas
terjadinya serbuan Belanda datang dari Amerika Serikat. Rasa simpati Amerika
Serikat terhadap Indonesia diwujudkan dengan pernyataan-pernyataan sebagai
berikut:
Mendesak Belanda untuk membuka kembali perundingan yang jujur dengan
Indonesia atas dasar persetujuan Renville.
Amerika Serikat menghentikan semua bantuan kepada Belanda sampai negeri ini
menghentikan permusuhannya dengan Indonesia.
Mendesak pihak Belanda supaya menarik pasukannya ke belakang garis status
quo Renville. Membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditawan sejak
18 Desember 1948.
Rasa simpati dunia internasional tidak hanya datang dari Amerika Serikat, tetapi
juga dari Rusia dan Cina. bahkan pada bulan Desember 1949 Negara-negara di
Asia seperti India, Afganistan, Myanmar dan lain-lain yang segera mengadakan
Konferensi di New Delhi. Mereka mendesak agar Pemerintah RI segera
dikembalikan ke Yogyakarta, dan pasukan Belanda segera ditarik mundur dari
Indonesia. Karena tekanan politik dan militer itulah akhirnya Belanda mau
menerima perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.
14. Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta merupakan satu episode penting
dalam sejarah revolusi Indonesia. Berawal dari Agresi Militer Belanda II, Belanda
berhasil menduduki Kota Yogyakarta, yang saat itu merupakan Ibukota Republik
Indonesia. Setelah kota Yogyakarta dikuasai, Belanda kemudian berusaha
menguasai kota-kota sekitar Kota Yogyakarta yaitu Gunung Kidul, Sleman, Kulon
Progo, dan Bantul.

Situasi ibukota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah
propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada. Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu telah melepas jabatannya sebagai Raja
Keraton Yogyakarta mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk
meminta izin diadakannya serangan. Jenderal Sudirman menyetujuinya dan
meminta Sri Sultan HB X untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat
itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehkreise III.

Sri Sultan HB IX mengadakan pertemuan empat mata dengan Letkol Soeharto di


Ndalem Prabuningratan. Pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk
melancarkan Serangan Umum pada tanggal 1 Maret 1949 serta menyusun strategi
serangan umum. Selain itu, beberapa kesatuan diperintahkan untuk menyusup ke
dalam kota Yogyakarta, di antaranya adalah kesatuan khusus di bawah pimpinan
Kapten Widodo.
Untuk mempermudah koordinasi penyerangan, wilayah penyerangan dibagi atas
5 sektor, yaitu:
Sektor barat, di bawah pimpinan Letkol Soeharto (sampai perbatasan Malioboro).
Sektor timur, dipimpin oleh Letkol Vence Sumual,
Sektor utara, dipimpin oleh Mayor Kusno,
Sektor selatan, dipimpin oleh Mayor Sarjono,
Sektor kota, dipimpin oleh Letnan Marsudi dan Letnan Amir Murtono,
Yang dijadikan patokan sebagai tanda mulainya serangan adalah bunyi sirene
pukul 06.00 pagi yang biasa dibunyikan di kota Yogyakarta waktu itu. Pada tanggal
1 Maret 1949, beberapa jam sebelum serangan umum berlangsung, sudah banyak
gerilyawan yang mulai memasuki kota Yogyakarta. dan Tepat pada pukul 06.00
pagi, sirene penanda berakhirnya jam malam berbunyi dimana hal tersebut juga
merupakan pertanda dimulainya serangan umum.

Kurang lebih 2.500 orang pasukan gerilya TNI di bawah pimpinan Letkol Soeharto
melancarkan serangan besar-besaran di jantung Kota Yogyakarta. Pasukan TNI
mengepung Kota Yogyakarta dari berbagai arah. dari arah utara pasukan gerilya
yang dipimpin oleh Mayor Kusno, kemudian Mayor Sardjono memimpin
pasukannya melancarkan serangan dari arah selatan dan Di arah barat, pasukan
gerilya menggempur kota Yogyakarta dibawah pimpinan Letkol Soeharto..

Banyak pertempuran hebat terjadi di ruas-ruas jalan kota Yogyakarta. Serangan


Umum 1 Maret 1949 terbukti ampuh untuk kembali merebut Yogyakarta dan
mengalahkan Belanda. Belanda merasa kaget dan sedikit persiapan dalam
menangani serangan tersebut sehingga perlawanan yang dilakukan tidak mampu
mengimbangan serangan TNI. Dalam waktu singkat, Belanda berhasil didepak
mundur. Pos-pos militer ditinggalkan dan Beberapa buah kendaraan lapis baja
dapat direbut oleh pasukan TNI.

Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam, sesuai dengan
rencana semula, sekitar pukul 12.00. TNI mulai mundur keluar kota untuk
mengosongkan kota dan kembali menuju pangkalan gerilya seperti yang telah
direncanakan sebelumnya sebelum pasukan bantuan Belanda tiba di yogyakarta.
Berita kemenangan ini segera disebarkan secara estafet lewat radio dimulai dari
Playen, Gunungkidul, kemudian diteruskan ke pemancar di Bukit Tinggi, lalu
diteruskan oleh pemancar militer di Myanmar kemudian ke New Delhi (India) lalu
sampai pada PBB yang sedang bersidang di Washington D.C, Amerika Serikat.

Serangan Umum 1 Maret dapat meningkatkan posisi tawar Republik Indonesia


serta mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa Republik Indonesia
sudah lemah, Kemenangan ini juga berhasil meningkatkan moril dan semangat
juang pasukan gerilya TNI di wilayah lainnya. Tak lama setelah Serangan Umum 1
Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan
penting pejuang Republik Indonesia yang paling gemilang karena membuktikan
kepada Belanda bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan sabotase atau
penyergapan secara diam diam, tetapi juga mampu melakukan serangan secara
frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie,
pasukan infantri serta komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang
mengusir Hindia Belanda untuk selamanya..
12 Pahlawan Nasional Yang Berpengaruh Dalam Sejarah &
Kemerdekaan Indonesia
,
Pahlawan Nasional - Pada 10 November mendatang, bangsa Indonesia kembali
memperingati Hari Pahlawan. Momentum ini tepat untuk mengingat kembali
sosok-sosok pimpinan gerakan perjuangan demi kemerdekaan bangsa, dimana
berkat mereka akhirnya kemerdekaan indonesia dapat diraih meskipun harus
mengorbankan keringat dan darah.

Sehingga kemerdekaan dari tangan para penjajah, Belanda dan Jepang ini sendiri
tak lepas dari perjuangan para pahlawan bangsa. Cerita kepahlawanan mereka
pun masih dikenang hingga saat ini. Oleh karenanya dalam rangka turut
mengenang para pahlwan pahlawan nasional bangsa, kali ini akan kami sajikan 12
Pahlawan Nasional Yang Berpengaruh Dalam Sejarah Indonesia.
Catatan
12 Pahlawan Nasional Yang Berpengaruh Dalam Sejarah
Indonesia
1. Sukarno
Sukarno / Soekarno / Ir. Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang
menjabat pada periode 1945-1966. Sukarno juga merupakan Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada
tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno memainkan peranan penting dalam
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Selain sebagai tokoh proklamator dan Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno
juga dikenal sebagai pencetus dasar Negara Pancasila, karena ia yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan
Soekarno pula yang menamainya Pancasila. Tidak hanya itu saja, dia juga adalah
seorang orator yang handal dan politikus cerdas yang menguasai delapan bahasa.
Tokoh bangsa yang dikenal dengan sapaan Bung Karno ini selalu bisa
menggetarkan hati para pendengarnya saat berpidato.

Soekarno lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901. Ia meninggal di Jakarta, 21


Juni 1970 pada umur 69 tahun. Sebelum meninggal Soekarno telah dinyatakan
mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria
tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas
Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, namun Soekarno
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional

2. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta / Bung Hatta merupakan salah seorang proklamator. Sejak
muda, pria kelahiran Bukittinggi, 12 Agustus 1902 dan lulusan Belanda ini sudah
dikenal sebagai aktivis dan organisatoris, hingga jadi seorang negarawan yang
sering mendampingi Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Bung Hatta bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan


bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada
17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet
Hatta I, Hatta II, dan RIS. Kemudian Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada
tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Selama menjabat
sebagai wakil presiden, Hatta aktif menulis dan berbagi ilmu mengenai koperasi.
Perannya tersebut membuat beliau dijuluki sebagai Bapak Koperasi.

Mohammad Hatta / Bung Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus


1902. Ia meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun. Setelah wafat,
Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Proklamator kepada Bung Hatta pada 23
Oktober 1986 bersama dengan mendiang Bung Karno. Pada 7 November 2012,
Bung Hatta secara resmi bersama dengan Bung Karno ditetapkan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Pahlawan Nasional.

3. Soedirman
Soedirman / Panglima tentara pertama Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman
adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang pada masa Revolusi
Nasional Indonesia. Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia dicatat
sebagai Panglima dan Jenderal RI yang pertama dan termuda. Saat usia Soedirman
31 tahun ia telah menjadi seorang jenderal.

Soedirman diangkat sebagai panglima besar pada 18 Desember 1948. Pada 19


Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki
Yogyakarta. Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya,
melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama
tujuh bulan. Beliau mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soeharto.

Meski menderita sakit tuberkulosis paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya


dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1950 ia
wafat karena penyakit tuberkulosis tersebut dan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Soedirman lahir di Bodas
Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 dan meninggal di
Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun.

4. Diponegoro
Diponegoro / Pangeran Diponegoro dikenal karena memimpin Perang
Diponegoro di Jawa pada kurun waktu 1825-1830, yang tercatat sebagai perang
dengan korban paling banyak dalam sejarah Indonesia. Selama lima tahun, perang
terbuka terjadi di sejumlah daerah utam di hampir seluruh Pulau Jawa. Belanda
pun sempat kesulitan menaklukkan Pangeran Diponegoro, dimana ribuan
serdadu mereka menjadi korban dan menyebabkan kerugian 20 juta gulden.

Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan Hamengkubuwana III, raja
ketiga di Kesultanan Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di
Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang selir bernama R.A.
Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri selir) yang berasal dari
Pacitan. Semasa kecilnya, Pangeran Diponegoro bernama Bendara Raden Mas
Antawirya. Pangeran Diponegoro meniggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun.

5. Hasyim Asy'ari
Hasyim Asyari / Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy’arie adalah salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri NU / Nahdlatul Ulama,
dimana organisasi ini merupakan organisasi massa Islam yang terbesar di
Indonesia. Di kalangan ulama pesantren dan Nahdliyin ia dijuluki dengan sebutan
Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.

K.H. Hasjim Asy'ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai
Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun,
ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren
Trenggilis di Semarang, Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan
di Tuban, Pesantren Siwalan di Sidoarjo dan Pesantren Kademangan di Bangkalan.

Pada tahun 1892, K.H. Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru
pada Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau,
Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh
Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad
As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.

Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, KH Hasyim Asyari mendirikan


Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di
Jawa pada abad 20. Pada tahun 1926, KH Hasyim Asyari menjadi salah satu
pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama.
Hasyim Asyari sendiri lahir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 10 April 1875. Ia
meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun
dan dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang.

6. Ahmad Dahlan
Muhammad Darwis / Ahmad Dahlan / Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan salah
satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar sendiri adalah seorang
ulama & khatib tersohor di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,
dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan merupakan puteri dari H. Ibrahim yang juga
menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada kala itu.

Pada umur 15 tahun, Ahmad Dahlan pergi haji dan tinggal di Mekah selama 5
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran dan
gagasan pembaharu dalam Islam, seperti Al-Afghani, Muhammad Abduh, Ibnu
Taimiyah dan Rasyid Ridha. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Selanjutnya Pada tahun 1903, ia bertolak
kembali ke Mekah dan tinggal selama 2 tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru
kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari KH. Hasyim Asyari, pendiri NU.

Pada 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi


Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Hal tersebut untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal sesuai tuntunan
agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup
menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Sejak awal Ahmad Dahlan telah
menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial
dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan


resistensi, dari keluarga serta dari masyarakat sekitarnya. Bermacam tuduhan,
fitnahan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ahmad Dahlan dituduh
hendak mendirikan agama baru yang melanggar agama Islam. Ada yang
mengecapnya sebagai kyai palsu karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen, mengajar di sekolah Belanda, dan bermacam-macam tuduhan lain. Karena
saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang,
yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Ahmad Dahlan
sendiri lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868. Ia meninggal di Yogyakarta, 23
Februari 1923 pada umur 54 tahun.

7. Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara,
adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia
adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak
pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Sehingga nama Ki Hajar Dewantara identik dengan dunia pendidikan Indonesia.


Bahkan, hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 2 Mei pun diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sampai saat ini bagian dari semboyan
ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional
Indonesia.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Ia meninggal di Yogyakarta,


26 April 1959 pada umur 69 tahun. Setelah meninggal Ia dikukuhkan sebagai
pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959
(Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).
8. Bung Tomo
Sutomo / Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam
membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda
melalui tentara NICA yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945.
Padat pertempuran tersebut Pejuang sekaligus tokoh jurnalis asal Surabaya ini
berhasil mengobarkan semangat juang rakyat Indonesia dengan semboyan
"Merdeka atau Mati" dalam pertempuran besar melawan pasukan penjajah di
Surabaya. Dimana peristiwa tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari
Pahlawan.

Sutomo lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920. ia meninggal di Padang Arafah, Arab


Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun, ketika sedang menunaikan ibadah
haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang
meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke
tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan
di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.

9. Pattimura
Thomas Matulessy / Pattimura / Kapitan Pattimura merupakan panglima perang
dalam perjuangan rakyat Maluku melawan VOC Belanda. Di bawah komando
Pattimura, sejumlah kerajaan Nusantara seperti Ternate dan Tidore bersatu
menghadapi penjajah pada tahun 1817.

Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para raja maupun rakyat
biasa. Dalam perjuangan melawan Belanda ia menggalang persatuan dengan
kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Sulawesi, Bali dan Jawa. Perang
Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer
yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah
seorang Komisaris Jenderal untuk melawan Pattimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di laut


dan di darat dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya
antara lain Anthoni Rebhok, Melchior Kesaulya, Ulupaha dan Philip Latumahina.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat salah satunya
seperti perebutan benteng Belanda Duurstede dan pertempuran di pantai
Waisisil. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan tipu muslihat dan
politik adu domba belanda. Pattimura dan para tokoh pejuang akhirnya
tertangkap dan digantung di Ambon pada 16 Desember 1817.

Thomas Matulessy / Pattimura lahir di pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783. Ia


meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun. Kini
namanya pun dikenang sebagai pahlawan nasional, dan dijadikan nama jalan,
stadion dan universitas

10. Imam Bonjol


Muhammad Shahab / Tuanku Imam Bonjol merupakan seorang alim ulama yang
berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan
pemimpin masyarakat setempat, Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar, yaitu
Malin Basa, Peto Syarif dan Tuanku Imam. yang akhirnya lebih dikenal dengan
sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Perlawanan heroik ditunjukkan oleh Tuanku Imam Bonjol dalam Perang Padri di
Sumatera Barat. Selama lima tahun, dia bersama pasukannya berhasil membuat
penjajah kesulitan menghadapi Kaum Padri, hingga pada Oktober 1837 Pihak
belanda mengundang Tuanku Imam Bonjol ke Palupuh untuk berunding. Namun
setibanya di tempat perundingan Imam Bonjol langsung ditangkap dan dibuang
ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak,
Minahasa, dekat Manado. Dahsyatnya pertempuran dan perlawanan Imam Bonjol
ini, akhirnya diabadikan dalam bentuk museum dan Monumen Imam Bonjol yang
berlokasi di Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.

Muhammad Shahab / Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera


Barat, pada tahun 1772. Ia meninggal dalam pengasingan dan dimakamkan di
Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864. Kini namanya pun dikenang sebagai
pahlawan nasional serta hadir dan disematkan di berbagai ruang publik bangsa
sebagai nama jalan, nama universitas, nama stadion, bahkan pada lembaran Rp
5.000 keluaran Bank Indonesia 6 November 2001..
11. Kartini
Raden Adjeng Kartini / Raden Ayu Kartini merupakan Salah seorang pahlawan
nasional perempuan ini telah menghabiskan sebagian hidupnya untuk
memperjuangkan kesetaraan hak kaumnya dan dikenal sebagai pelopor
kebangkitan perempuan pribumi. meskipun RA Kartini sendiri merupakan
seorang perempuan ningrat namun memiliki pemikiran moderat

Beliau sempat mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Belanda karena tulisan-


tulisan hebatnya, namun ayahnya pada saat itu memutuskan agar Kartini harus
menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang kala ituyang
sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November
1903. Sejak itu, Kartini harus hijrah dari Jepara ke Rembang mengikuti suaminya.
Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor
kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai
Gedung Pramuka.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan


Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang,
Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah
Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh
Politik Etis.

Setelah Kartini wafat, Mr.J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-


surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.
Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan
Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti
harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini
diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan
terakhir terdapat tambahan surat Kartini.

Raden Adjeng Kartini / Raden Ayu Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April
1879. Ia meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25
tahun. untuk mengenang perjuangannya, tanggal lahirnya pada 21 April
diperingati sebagai Hari Kartini.

12. Cut Nyak Dhien


Cut Nyak Dhien / Tjut Njak Dhien merupakan salah seorang pahlawan nasional
perempuan dari Aceh. Dia ikut memimpin perlawanan rakyat terhadap Belanda
pada masa Perang Aceh, Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi,
sementara suaminya Ibrahim Lamnga (suami pertama) berjuang melawan
Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang
menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan
menghancurkan Belanda.

Kemudian Teuku Umar (suami kedua), salah satu tokoh yang melawan Belanda
melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena
Teuku Umar mengijinkannya ikut dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju
untuk menikah dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Setelah menikah dengan
Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar berjuang bersama melawan
Belanda. Namun, Teuku Umar gugur pada tanggal 11 Februari 1899 saat
menyerang Meulaboh, sehingga ia berjuang sendirian di pelosok Meulaboh
bersama pasukan kecilnya.

Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit rabun dan encok, sehingga
karena iba (kasihan) salah seorang pasukannya yang bernama Pang Laot
melaporkan keberadaannya. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh
oleh belanda. Di sana ia dirawat dan penyakitnya perlahan membaik. Namun,
keberadaannya mengakibatkan bertambahnya semangat perlawanan rakyat Aceh
terhadap belanda. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum
tertangkap. Akibatnya, Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang.

Cut Nyak Dhien lahir di Aceh, tahun 1848. Ia meninggal di Sumedang, Jawa Barat,
6 November 1908 pada umur 59–60 tahun dan dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang. Kini namanya pun dikenang sebagai pahlawan nasional, dan
diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya di Meulaboh.
8 Pemberontakan di Indonesia yang Paling Membahayakan
,
Pemberontakan di Indonesia - Ada banyak alasan kenapa kita harus bersyukur
hidup di era Indonesia yang sekarang ini. Meskipun terdapat berbagai masalah
terutama dibidang ekonomi, tapi setidaknya saat ini keadaan Indonesia sangat
kondusif. Tidak ada kejadian besar yang sampai membuat negara ini jatuh dan
terjadi pertumpahan darah dimana-mana. Kalau kita menengok Indonesia dulu,
negara ini pernah berada di situasi konflik yang menyebabkan pertumpahan
darah diberbagai tempat. Kala itu banyak dari aksi konfrontasi dilakukan oleh
para pemberontak yang mengancam kedaulatan Indonesia yang sudah direbut
dengan susah payah dari belanda. Agar kita tidak terlena dengan keadaan dan
selalu siap untuk kondisi apa pun dengan negara ini, mari kita kenang kembali 8
peristiwa pemberontakan yang paling membahayakan sepanjang sejarah negara
ini. Tulisan ini akan mencoba mereview lagi 8 peristiwa Pemberontakan yang
pernah terjadi di Indonesia. Apa saja peristiwa pemberontakan di Indonesia ?

8 Pemberontakan di Indonesia yang Paling Membahayakan


1. Pemberontakan PKI di Madiun (PKI Musso) Tahun 1948
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun / PKI Madium tidak bisa lepas
dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh
? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan karena kegagalannya dalam Perundingan
Renville yang dirasa merugikan Indonesia. Setelah kabinet Amir Sjarifuddin jatuh
karena tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville.
Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri,
namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan
pergantian kabinet tersebut.

Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir


Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis
massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Pada tanggal 11
Agustus 1948, Setelah Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung
dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI.
Doktrin itu bernama Jalan Baru.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun
dijadikan markas gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso
memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya
untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI
dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.

Kemudian atas perintah Jenderal Sudirman, tentara berhasil menumpas gerakan


ini. Sang tokoh utama itu tewas sedangkan beberapa yang lain seperti Dipa
Nusantara Aidit (DN. Aidit) berhasil meloloskan diri.

Untuk menumpas pemberontakan PKI, TNI sebagai aparat pun tak diam saja
dengan gerakan membahayakan ini. pemerintah melancarkan operasi militer.
Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup signifikan. Di samping itu, Panglima
Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Sungkono di Jawa Timur dan
Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah untuk mengerahkan pasukannya
menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat dari berbagai
tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali
oleh tentara Republik Indonesia. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Lukman
dan DN. Aidit melarikan diri ke Vietnam dan Cina. Sementara itu, tanggal 31
Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan
Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.

Baca Juga :
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan
negara Indonesia dari ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan
ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dari pihak asing. Dalam kondisi bangsa
yang masih begitu sulit kala itu, ternyata Republik Indonesia sanggup menumpas
pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.

2. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)


DI/TII dibentuk karena banyak pihak yang kecewa dengan kepemimpinan
Presiden Soekarno. Tujuan DI TII sendiri ialah mendirikan negara berbasis Islam
dengan pimpinan utamanya bernama Kartosuwiryo. Kelompok ini rupanya
mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Aceh dan beberapa daerah lain
yang bahkan menyatakan bergabung dengan organisasi tersebut.

Dalam perkembangannya, DI TII menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama


Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Aceh. Untuk melindungi kereta api,
Kavaleri Kodam VI Siliwangi (sekarang Kodam III) mengawal kereta api dengan
panzer tak bermesin yang didorong oleh lokomotif uap D-52 buatan Krupp Jerman
Barat. Panzer tersebut berisi prajurit TNI yang siap tempur dengan senjata
mereka. Bila ada pertempuran antara TNI dan DI/TII di depan, maka kereta api
harus berhenti di halte terdekat. Pemberontakan bersenjata yang selama 13 tahun
itu telah menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ribuan ibu-ibu menjadi
janda dan ribuan anak-anak menjadi yatim-piatu. Diperkirakan 13.000 rakyat
Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD) serta tentara gugur. Anggota
DI/TII yang tewas pun tak diketahui pasti jumlahnya.

Baca Juga :

Pemerintah menganggap jika gerakan ini akan membahayakan stabilitas dan


kedaulatan negara. Oleh karenanya, negara pun mengeluarkan perintah untuk
menumpas gerakan ini agar tidak semakin merajalela. Kemudian setelah
Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi mati pada 1962, gerakan ini menjadi
terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dinyatakan sebagai
organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia. Uniknya, sosok
Kartosoewirjo ini ternyata adalah sahabat dekat Bung Karno selama masih dalam
pengasuhan HOS Tjokroaminoto.

3. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia


(PRRI)
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI tercipta sebagai buah
dari protes masyarakat daerah yang merasakan ketidakadilan pemerintah pusat.
Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi
dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
dewan-dewan daerah seperti berikut.
Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.

Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda


mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima
ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak
hormat Ahmad Hussein, Zulkifli Lubis, Dahlan Djambek dan Simbolon yang
memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD
A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya
menempatkan langsung di bawah KSAD. Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Dimana Mr. Syafruddin Prawiranegara diangkat sebagai
perdana menterinya.

Pemerintah pusat pun menganggap jika ini sebagai aksi membahayakan karena
misi PRRI adalah membentuk semacam pemerintahan tandingan. Belum lagi
mereka didukung oleh banyak pihak pula. Akhirnya TNI dikerahkan untuk
memberantas gerakan ini dan Indonesia sekali lagi aman dari pergolakan.

4. Pemberontakan Permesta
Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur.
Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Permesta
dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2
Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Gerakan ini jelas melawan
pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk
menumpas gerakan Permesta, pemerintah melakuakan operasi militer beberapa
kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
Operasi Mena I yang dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
Operasi Mena II yang dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara
Morotai.
Operasi Saptamarga I yang dipimpin Letkol Sumarsono, dengan tujuan menumpas
Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
Operasi Saptamarga II yang dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan tujuan
menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Selatan.
Operasi Saptamarga III yang dipimpin Letkol Magenda dengan tujuan menumpas
Permesta di kepulauan sebelah Utara Manado.
Operasi Saptamarga IV yang dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, dengan
tujuan menumpas Permesta di Sulawesi Utara.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak


jatuhnya pesawat militer di atas Ambon pada tanggal 18 Mei 1958 yang
dikemudikan oleh Alan Pope yang merupakan seorang warga negara Amerika
Serikat.

Selain itu Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk
mengirimkan 1 skuadron pesawat tempur dan 1 resimen marinir untuk merebut
Morotai bersama sama dengan Permesta, namun Menteri Luar Negeri Taiwan Yen
Kung Chau menentang gagasan itu. karena khawatir Republik Rakyat Tiongkok
akan ikut serta membantu Pemerintah Pusat di Jakarta dan mungkin akan
mempunyai alasan untuk mengintervensi terhadap Taiwan. walaupun demikian.
Taiwan sebelumnya memang sudah membantu Permesta dengan mengirimkan
persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke Minahasa untuk Angkatan
Udara Revolusioner, Namun setelah bantuan Taiwan tercium Pemerintah Pusat.
Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih bisnis yang dipegang oleh penduduk
WNI asal Taiwan dan sejumlah surat kabar, sekolah ditertibkan. Meskipun
mendapat banyak dukungan dari pihak asing, pemberontakan Permesta dapat
dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada
sampai tahun 1961.

5. Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


Gerakan Aceh Merdeka merupakan sebuah organisasi separatis yang memiliki
tujuan supaya daerah Aceh lepas dari Republik Indonesia. Konflik antara
pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung
sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya korban hampir sekitar 15.000 jiwa.
Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front
(ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia
dan memiliki kewarganegaraan Swedia.

Untuk lebih lengkapnya silakan baca :

Secara umum Latar belakang terjadinya Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka


yang paling jelas adalah Perbedaan budaya antara Aceh dan banyak daerah lain di
Indonesia. Disamping itu, banyak kebijakan sekuler dalam administrasi pada masa
Presiden Soeharto (Orde Baru) sangat tidak disukai di Aceh, di mana banyak tokoh
Aceh tidak menyukai kebijakan pemerintahan Orde Baru yang mempromosikan
satu "budaya Indonesia". Kemudian lokasi provinsi Aceh yang terletak di ujung
Barat Indonesia menimbulkan anggapan yang meluas di provinsi Aceh bahwa para
pemimpin di Jakarta yang jauh tidak mengerti dan memperhatikan masalah yang
dimiliki Aceh serta tidak bersimpati pada kebutuhan dan adat istiadat di Aceh
yang berbeda.

Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara


terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan di Tiro dilakukan
secara diam-diam disebuah kamp kedua yang bertempat di bukit Cokan,
Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut disebarluaskan
dalam versi tiga bahasa; Inggris Indonesia, dan Aceh. Penyebaran naskah teks
proklamasi GAM ini terungkap ketika salah seorang anggotanya ditangkap oleh
polisi dikarena pemalsuan formulir pemilu di tahun 1977. Sejak itulah,
pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah tanah di Aceh.

Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dilakukan terhadap Mobil Oil Indonesia
yang merupakan pemegang saham PT Arun NGL, dimana PT Arun NGL adalah
operator ladang gas Arun yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara. Pada saat
itu jumlah pasukan yang dimobilisasi oleh GAM sangatlah terbatas. Meskipun
sudah ada ketidakpuasan cukup besar di Aceh namun hal tersebut tidak
mengundang partisipasi aktif massa untuk mendukung GAM. Dalam pengakuan
Hasan di Tiro sendiri, pada awalnya hanya 70 orang yang bergabung dengannya
dan mereka kebanyakan berasal dari kabupaten Pidie, terutama dari desa di Tiro
sendiri, yang bergabung karena loyalitas pribadi kepada keluarga Hasan di Tiro,
sementara sisanya bergabung karena faktor kekecewaan pada pemerintah pusat.

Memburuknya kondisi keamanan di Aceh menyebabkan tindakan pengamanan


keras dilakukan pada tahun 2001-2002. Pemerintah Megawati pada tahun 2003
juga meluncurkan operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan GAM untuk
selamanya dan keadaan darurat diberlakukan di Provinsi Aceh. Pada November
2003 darurat militer diperpanjang lagi selama 6 bulan karena GAM belum dapat
dihancurkan sepenuhnya. Menurut laporan Human Rights Watch akibat dari di
adakannya darurat militer di Aceh menyebabkan sekitar 100.000 orang
mengungsi pada 7 bulan pertama darurat militer dan beberapa pelanggaran HAM.

Konflik ini sebenarnya masih berlangsung pada akhir 2004, namu saat itu tiba-tiba
bencana Tsunami terjadi pada 24 Desember 2004 dan memporakporandakan
segala infrastruktur di provinsi Aceh, sehingga secara tidak langsung bencana
alam terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut berhasil membekukan konflik
yang terjadi di Aceh.

Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan
di Vantaa, Finlandia. Marti Ahtisaari yang juga merupakan Mantan presiden
Finlandia berperan sebagai fasilitator. Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan
selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai
dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan
damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian kemudia
dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang
beranggotakan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa serta lima
negara ASEAN.

Berdasarkan perjanjian maka terciptalah kesepakatan bahwa dilakukannya


pelucutan senjata GAM dan Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah
Republik Indonesia kemudian tentara non-organik (misal tentara beretnis non-
Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan 25.000 tentara non-
Aceh). Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Uni Eropa menerjunkan 300
pemantau yang tergabung dalam Misi Pemantau Aceh (Aceh Monitoring Mission).
Misi mereka selesai pada tanggal 15 Desember 2006, setelah suksesnya pemilihan
daerah gubernur Aceh yang pertama.

6. Pemberontakan Gerakan Separatis Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun


1965
PKI yang sempat ditumpas pada tahun 1948, perlahan kembali tumbuh subur dan
makin menyebar keberadaannya. Hal ini membuat mereka pun makin jumawa
dan akhirnya jadi sebuah organisasi besar. Tujuan mereka pun sama seperti PKI
tahun 1948 yakni membangun negara komunis di Indonesia.

Gerakan G30SPKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat


malam hari. Insiden G30SPKI masih menjadi perdebatan kalangan akademisi
mengenai siapa penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya. Akan
tetapi kelompok reliji terbesar saat itu dan otoritas militer menyebarkan kabar
bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang bertujuan untuk mengubah
unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Hingga pada puncaknya Pada tanggal 30 September 1965, PKI melakukan


penculikan terhadap Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat). Tiga
Jenderal yaitu: MT Haryono, Ahmad Yani dan DI Panjaitan tewas di tempat.
Sedangkan Tiga Jenderal lainnya seperti Sutoyo Siswomiharjo, Soeprapto dan S.
Parman di bawa oleh para pemberontak dalam kondisi hidup.

Rencana kudeta ini berhasil pada awalnya, namun pemerintah tak tinggal diam
dan akhirnya melakukan serangan balasan. Aksi balasan untuk menumpas PKI
dipimpin Soeharto dan berhasil membuat PKI hanya tinggal sejarah saja.

7. Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM)


Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang
didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua
bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang
sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya.
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian
Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke
dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan
Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini
dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian
tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada
yang lain.

Baca Juga :

Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth
Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan
memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini
berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah
Presiden Soeharto.

Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut
adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung
kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui
PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.

Namun belakangan ini rakyat papua semakin sadar bahwa gagasan papua
merdeka hanyalah omong kosong yang hanya dimanfaatkan para elit politik untuk
mendapat kekuasaan serta dimanfaatkan oleh negara-negara besar yang siap
meng eksplorasi emas yang dimiliki papua, lihat saja timor leste yang memisahkan
diri dari indonesia, jadi apa mereka sekarang ? tidak lebih dari dimanfaatkan
australia semata.

8. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)


Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka
pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia
Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh
Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan harus segera
ditumpas. Pulau-pulau terbesar yang menjadi basis RMS adalah Pulau Seram,
Ambon, dan Buru. Di Ambon RMS dikalahkan oleh militer Indonesia pada
November 1950, tetapi konflik di Pulau Seram masih berlanjut sampai Desember
1963. Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke
Seram, Setelah RMS mengalami kekalahan di indonesia kemudian RMS
mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda.

Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan,


seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah
RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar
terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku
tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah
perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga
pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda
sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti
perjuangan RMS.

Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi


peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan
serangan terhadap Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan
Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai
teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang berpendapat serangan
ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap
RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung
RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan
kepada RMS.

Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di
tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah
Belanda di Assen-Wassenaar. Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga
oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri
Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu
dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api
dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali
mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-
upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan
teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada
penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.

Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di


hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di
Ambon. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan
sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun
sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini,
namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat
keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para
penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk
dilumpuhkan oleh aparat.

Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di


pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan
sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan
tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.

Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan


memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur atau negara asing yang
menyuplai pendanaannya, kini hubungan RMS dengan Maluku hanya menyangkut
soal sosial ekonomi.

Bersyukur deretan kejadian di atas dapat ditumpas pada masanya. Jika tidak,
mungkin keadaan negara ini sekarang benar-benar berbeda. Harapannya, jangan
sampai ada lagi hal-hal semacam ini di masa depan. Sudah cukup republik ini
menderita selama ratusan tahun akibat penjajahan serta deretan pemberontakan.
Bagi kita yang hidup di era sekarang, jangan mudah terpecah dan terkena
provokasi yang bertujuan untuk menggoyahkan stabilitas negara. Percayalah jika
negara sudah melakukan yang terbaik. Alih-alih protes, mari kita bersama-sama
membantu pemerintah untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai