Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertempuran yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya yang menelan
beribu-ribu orang meninggal dunia membuat saya menjadi ingin membuat penelitian tentang
dampak pertempuran 10 November bagi Indonesia. Karena menurut saya pertempuran yang
terjadi pada tanggal 10 November tersebut sangat berpengaruh bagi Indonesia sehingga
Indonesia mengenang peristiwa tersebut sebagai Hari Pahlawan yang biasanya diperingati
setiap tanggal 10 November. Bahkan sampai sekarang masyarakat Indonesia masih
memperingati kejadian 10 November itu. Maka dari itu saya membuat penelitian ini agar saya
dapat mengetahui dampak apa saja yang timbul beserta latar belakang dari kejadian tersebut

B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya pertempuran surabaya
2. Bagaimana kronologi terjadinya pertempuran surabaya
3. Apa akibat yang ditimbulkan dari pertempuran surabaya.
PERTEMPURAN SURABAYA

KD : Menganalisis stretegi dan bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya


mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda

Kelompok 1 XI MIPA 4 :
1. Adinda S.A (03)
2. Ananda Febriana (05)
3. Iqbal Kurniawan (20)
4. Oviska Anfitri A (27)
5. Rinta Widya P (31)

SMA NEGERI 12 SEMARANG


TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya


Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 17 agustus 1945. Segala cara dilakukan
untuk menyebarkannya. Tujuannya, agar rakyat di berbagai daerah mengetahui
kemerdekaan indonesia. Di Surabaya, berita proklamasi diketahui pada tanggal 20
Agustus 1945. Pertempuran 10 november 1945
Berita tersebut dimuat dalam surat kabar Soeara Asia. Berita proklamasi
kemudian tersebar luas ke seluruh Surabaya. Para pemuda dan rakyat Surabaya
melakukan berbagai usaha untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun,
usaha ini mendapat halangan dari tentara Jepang dan para Indo-Belanda yang ada di
Surabaya.Pasukan sekutu mendarat di Surabaya tanggal 25 oktober 1945 dibawah
pimpinan A.W.S. Mallaby dari inggris. Kedatangan tentara sekutu yang diboncengi NICA
tersebut semakin menimbulkan kecurigaan pemuda surabaya karena tentara sekutu segera
membebaskan orang-orang belanda yang ditahan jepang dan menduduki pelabuhan
tanjung perak serta gedung internatio. Pada tanggal 27 oktober 1945,pesawat terbang
inggris menyebarkn pamflet yang memerintahkan kepada rakyat Surabaya untuk
menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara jepang. Melihat gerakan sekutu, para
pemuda surabaya segera melakukan perlawanan sehingga terjadilah bentrokan bersenjata
secara sporadis dikota surabaya selama 3 hari sejak tanggal 28 oktober sampai 30 oktober
1945. Sekitar 20.000 pasukan TKR dan 120.000 pemuda pejuang melakukan perlawanan
sengit terhadap tentara inggris.dalam pertempuran tersebut ,pasukan inggris dapat dipukul
mundur .bahkan jendral Mallaby dapat ditawan oleh para pemuda surabaya,dan sekutu
prgi menghadap presiden Sukarno,wakil presiden Hatta, dan menteri penerangan Amir
syarifuddin untuk merundingkan gencatan senjata dengan panglima sekutu jenderal Sir
Philip Christison dan menetapknan tanggal 30 oktober1945 sebagai dimulainya gencatan
senjata.
Sehari kemudian, tentara sekutu menyerang penjara Kalisosok. Tindakan Sekutu
terus berlanjut. Mereka juga menduduki Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar,
Gedung Internatio, dan objek-objek penting lainnya.
Tindakan tentara sekutu menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Pada tanggal
28 Oktober 1945, pertempuran meluas di beberapa tempat di Surabaya. Untuk meredakan
situasi maka Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Amir Syafiruddin, dan Jendral
Hawtron melakukan perundiangan gencatan senjata.
Pengumuman gencatan senjata telah disebarluaskan ke wilayah Surabaya. Namun,
pertempuran masih berkecamuk di beberapa tempat. Brigjen Mallaby dan pasukannya
bertahan di Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah. Terjadi tembak-menembak antara
pasukan Inggris dan Para Pemuda. Dalam peristiwa tersebut, Mallaby terbunuh.
Kematian Mallaby membuat sekutu marah. Sekutu mengeluarkan ultimatum
kepada rakyat di Surabaya. Ultimatum dikeluarkan tanggal 9 November 1945. Isi
ultimatum ini adalah agar warga Surabaya menyerahkan diri pada sekutu. Batas akhir
penyerahan diri adalah pukul 06.00 WIB tanggal 10 November 1945.
Rakyat Surabaya tidak gentar. Mereka tidak menghiraukan ultimatum sekutu.
Pertempuranpun terjadi pada tanggal 10 November 1945. Kota Surabaya diserang dari
darat, laut, dan udara. Rakyat surabaya berjuang mempertahankan kemerdekaan. Mereka
dipimpin Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan kolonel Sungkono. Pertempuran berlangsung
selama tiga minggu

2. Kronologi Pertempuran Surabaya


Sebab-Sebab dan juga kejadian Perang itu sendiri..supaya lebih menarik sebagai
sebuah bacaan untuk belajar tentang Sejarah Bangsa Indonesia, khususnya semangat
Arek-arek Suroboyo pada waktu itu dalam mengusir penjajah
23 September 1945
Kapten Huijer dari Angkatan Laut Belanda adalah wakil sekutu pertama yang
menjejakan kakinya di Surabaya untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan ini
mengindikasikan bahwa Belanda-lah yang akan mempelopori pengambil-alihan Surabaya
dari Jepang setelah ‘kesalahan-kesalahan’ pasukan Inggris ketika mengambil alih
Semarang.
28 September 1945
Huijer mendatangi markas Laksamana Madya Yaichiro Shibata, pimpinan
tertinggi pasukan Jepang di Surabaya, agar melimpahkan seluruh kekuasaannya termasuk
senjata yang berada di bawah komando dirinya kepada Huijer. Namun demikian
sebagaimana sikap kaigun yang lain (seperti Laksamana Maeda di Jakarta), Shibata
sangat simpati dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia oleh karena itu ia menyerahkan
senjata kepada Komite Nasional Indonesia Surabaya (KNI-Surabaya) yang dipimpin oleh
Soedirman dan Doel Arnowo. KNI-Surabaya sendiri berjanji akan menyerahkannya
kepada sekutu pada waktunya.
Tetapi KNI-Surabaya tidak memiliki kemampuan untuk mengelola persenjataan
bekas tentara angkatan laut Jepang sehingga mereka menyerahkannya ke Badan
Keamanan Rakyat (BKR), kelompok-kelompok pemuda, pasukan-pasukan polisi dan
bahkan milisi/laskar yang masih belum terorganisir dengan baik.
1 Oktober 1945
Terjadi perkelahian diantara pemuda-pemuda Indonesia dan Belanda yang dengan
cepat berubah menjadi aksi massa di seluruh kota. Mereka menyerang lapangan udara
Morokrembangan dan kamp interniran yang terletak di daerah pemukiman Darmo.
Sementara itu markas Kempetai dan Angkatan Darat Jepang dikepung oleh sejumlah
laskar yang bersenjatakan apa adanya, dari bambu runcing hingga ke senapan mesin.
4 Oktober 1945
Surabaya telah menjadi kamp bersenjata yang seluruhnya dalam tangan Indonesia.
Semua penjara dibuka dan penghuni-penghuninya, apakah mereka ditahan atas tuduhan
politik atau pidana telah bergabung ke dalam massa yang berkerumun di dalam kota itu.
Pada hari itu juga Shibata memberitahukan kepada bawahannya bahwa Huijer-lah yang
bertanggung jawab atas keamanan kota tersebut.
8 Oktober 1945
Gubernur, TKR dan polisi berangsur-angsur kehilangan kekuasaannya, yang
kemudian seluruhnya terseret menjadi ‘anarki’. Rasa permusuhan terhadap Jepang dan
Belanda yang begitu mendalam di kalangan pemuda, menyebabkan mereka melaksanakan
pengadilan rakyat yang membabi-buta yaitu dengan menghukum mati para tawanan
(Jepang, khususnya) dengan melakukan hukuman mati dengan cara pemenggalan leher.
Kapten Huijer pun menjadi tahanan TKR demi keselamatan dirinya.
12 Oktober 1945
Tiba seorang pemuda dari Jakarta yang bernama Soetomo atau yang kemudian
dikenal dengan nama Bung Tomo, seorang wartawan yang bekerja di kantor berita
Domei. Ia membawa gagasan mendirikan pemancar radio, yang kemudian diberi nama
“Radio Pemberontakan” sebagai sarana untuk menciptakan solidaritas massa dan
memperbesar semangat perjuangan pemuda
13 Oktober 1945
Bung Tomo membentuk Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (BPRI),
sebagai suatu organisasi yang terpisah dari PRI yang dipimpin oleh Soemarsono. Dan
siaran-siaran radio yang dilakukan oleh Bung Tomo tidak hanya berhasil mempengaruhi
masyarakat santri yang memang menjadi mayoritas di Jawa Timur dan Madura, namun
juga pemimpin-pemimpin “merah” terutama yang berada di dalam PRI.
22 Oktober 1945
Nahdhatul Ulama dari seluruh Jawa dan Madura melangsungkan rapat raksasa di
Surabaya yang mana mereka menuntut, “Memohon dengan sangat kepada pemerintah
Republik Indonesia soepaja menentukan soeatoe sikap dan tindakan jang njata terhadap
tiap2 oesaha jang membahajakan agama dan negara Indonesia, terutama terhadap pihak
Belanda dan kaki tangannja” (Antara, 25 Oktober 1945)
25 Oktober 1945
Inggris mendarat di Tanjung Perak Surabya dengan dipimpin oleh Brigadir
Jenderal Mallaby yang juga merupakan Panglima Brigade ke-49 dengan tugas utama dari
Panglima AFNEI untuk mel;ucuti pasukan jepang dan membebaskan interniran sekutu.
Setelah diadakan pertemuan antara wakil wakil pemerintahan RI denagn Brigjen A.W.S.
Mallaby dihasilkan kesepakatan sebagai berikut:
1) Inggris berjanji diantara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda.
2) Disetujui kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan
ketentraman.
3) Akan segera dibentuk Kontak Biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik
baiknya.
4) Inggris hanya akan melucuti senjata tentara Jepang.
26 Oktober 1945
Tanpa data intelejen yang komprehensif tentang kondisi Surabaya dan
masyarakatnya yang sedang bergolak, Mallaby mengirim 1 peleton pasukan yang
dipimpin oleh Kapten Shaw untuk menyelamatkan Kapten Huijer. Masyarakat Surabaya
mulai kehilangan kepercayaan terhadap Mallaby dan pasukannya. Kondisi diperparah
dengan selebaran yang disebarkan melalui udara ke seluruh kota di Surabaya atas perintah
Mayor Jenderal Hawthorn, panglima sekutu di Jakarta. Selebaran itu intinya berisi bahwa
pihak Indonesia harus menyerahkan seluruh senjata mereka dalam waktu 48 jam.
Tuntutan seperti ini akhirnya membatalkan perjanjian yang telah dilakukan oleh Mallaby
dan Moestopo.
27 Oktober 1945
Sekutu mulai melakukan agresinya. Pada dasarnya komandan-komandan sekutu
masih memandang rendah terhadap kemampuan bangsa Indonesia mempertahankan
kemerdekaannya. Apalagi mereka begitu membanggakan brigade 49-nya dengan
mendapatkan julukan “The Fighting Cock” selama bertempur melawan Jepang di hutan-
hutan Burma.
28 Oktober 1945
Pasukan sekutu mengambil alih lapangan udara Morokrembangan dan beberapa
gedung penting seperti kantor jawatan kereta api, pusat telephon dan telegraf, rumah sakit
Darmo dna lainnya. Pertempuran besar pun tak terelakan antara 6000 pasukan Inggris
dengan 120.000 tentara dan pemuda Indonesia. Akibat kalah jumlah, Mallaby meminta
bantuan Hawthorn agar pihak Indonesia menghetikan pertempuran. Hawthorn pun
meminta Soekarno agar mau membujuk panglima-panglimanya di Surabaya
menghentikan pertempuran. Begitu terjepitnya hingga dalam buku Donnison “The
Fighting Cock” ditulis “Narrowly escape complete destraction” alias hampir musnah
seluruhnya.
29 Oktober 1945
Soekarno, Hatta dan Amir Sjarifoedddin datang ke Surabaya untuk menghentikan
pertempuran. Kemudian setelah membujuk agar tentara dan pemuda menghentikan
pertempuran, mereka bertiga ditambah tokoh-tokoh Surabaya seperti Soedirman,
Soengkono, Soerjo dan Bung Tomo melakukan perundingan dengan Mallaby dan
Hawthorn. Hasil perundingannya adalah kesepakatan penghentian kontak senjata dan
kesepakatan bahwa Inggris mengakui kedaulatan RI. Untuk Menghindari bentrok senjata
diatur dengan cara cara antara lain :
1) TKR dan polisi Indonesia diakui oleh pihak Sekutu.
2) Kota Surabaya tidak dijaga tentara sekutu, kecuali kamp kamp tawanan dijaga
tentara sekutu bersama TKR
3) Untuk sementara waktu, Tanjung Perak dijaga bersama oleh TKR, polisi, dan
tentara Sekutu guna penyelesaian tugas menerima obat obatan untuk tawanan
prrang.
30 Oktober 1945
Sewaktu melakukan patroli, mobil Buick yang sedang ditumpangi Brigjen
Mallaby dicegat oleh sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah.
Karena terjadi salah paham, maka terjadilah tembak menembak yang akhirnya membuat
Brigjen A.W.S. Mallaby tertembak dan meninggaal dunia.
31 Oktober 1945
Kematian Jenderal Inggris itu menjadi titik tolak untuk peristiwa-peristiwa yang
lebih dasyat berikutnya. Letnan Jenderal Christinson, komandan Pasukan Sekutu di
Hindia Belanda (AFNEI) memberikan peringatan keras terhadap Indonesia untuk segera
menyerah. Ia kemudian mengirimkan Mayor Jenderal Mansergh. Marsregh kemudian
mengeluarkan ultimatum kepada rakya Surabaya, yang disertai dengan intruksi agar
semua pimpinan Indonesia, pimpinan pemuda, kepala polisi, dan kepala pemerintahan
harus melapor pada tepat waktu yang ditentukan dengan meletakkan tangan diatas kepala.
Batas waktu yang ditentukan adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945 apabila
ultimatum tersebut tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan Surabaya.
9 November 1945
Pukul 22.00 Gubernur Suryo melalui radio menyatakan menolak ultimatum
Inggris. Sementara itu para pemuda mulai membuat pertahanan didalam kota. Komandan
pertahanan kota Soengkono pada pukul 17.00 telah mengundang semua unsur kekuatan
rakyat untuk berkumpul di Markas Pregolan 4. Sementara itu, Bung Tomo membakar
semangat juang rakyat dengan pidato pidatonya melalui radio.
10 November 1945
Keadaan menjadi lebih menegangkan. Kontak senjata pertama terjadi di Tanjung
Perak yang berlangsung sampai pukul 18.00. Inggris berhasil menguasai garis pertahanan
pertama Arek Suroboyo. Inggris terus melakukan penggempuran dengan menggunakan
senjata berat dan modern. Para pemuda berhasil mempertahankan Kota Surabaya hamper
selama 3 minggu.
28 November 1945
Pertempuran terakhir terjadi di Gunungsari , tetapi perlawanan sporadic masih
dilakukan. Markas pertahanan Surabaya kemudioan dipindahkan ke Desa Lebaniwaras
yang dikenal sebagai Markas Kali.
3. Akibat dari Pertempuran Surabaya
Peristiwa pertempuran pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya sebenarnya
merupakan dampak yang dipicu oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya mulai dari
kedatangan pasukan Jepang di Indonesia pada tanggal 1 maret 1942 yang kemudian
melahirkan perjanjian kalijati antara Jepang dan Belanda. Namun hal utama yang menjadi
latar belakang pertempuran Surabaya adalah pengibaran bendera Belanda di hotel Yamato
pada tanggal 18 September 1945.
Para pemuda Surabaya yang terkenal dengan sebutan arek-arek Surabaya jelas
merasa gusar melihat tindakan Belanda yang tidak menghargai dan tanpa ijin
mengibarkan bendera merah-putih-biru di wilayah Indonesia. Republik Indonesia yang
saat itu secara resmi telah memproklamasikan kemerdekaan jelas merasa dicemooh oleh
tindakan Belanda ini. Arek-arek Surabaya tidak tinggal diam melihat kesewenangan
Belanda di tanah air yang dapat disimpulkan bahwa mereka ingin menunjukkan
kekuasaannya kembali di Indonesia. Lagi pula kobar semangat arek-arek Surabaya yang
pada saat itu tengah melakukan aksi pengibaran merah-putih di segala penjuru secara
langsung berkumpul di depan halaman hotel Yamato.
Pada tanggal 18 September 1945 tersebut memang terjadi suatu diplomasi antara
pihak Indonesia dan Belanda di dalam hotel Yamato yakni dengan datangnya Soedirman
sebagai wakil Pemerintahan Indonesia dengan dikawal ketat oleh Hariyono dan Sidik
untuk berunding dengan Pihak Belanda yang diwakili oleh Mr. Ploegman beserta
pasukan. Dalam diplomasi tersebut Belanda menolak untuk menurunkan benderanya dari
puncak tertinggi hotel Yamato dan justru menyerang pihak Indonesia dengan
mengeluarkan pistol. Sidik sebagai pengawal dan bertugas menjaga Soedirman tentu
secara reflek menyerang kembali Poegman hingga tewas. Namun sayang Sidik sendiri
kemudian tewas ditangan pasukan Belanda.
Soedirman bersama Hariyanto yang berusaha keluar mencari perlindungan dari
serangan pasukan Belanda akhirnya disambut oleh arek-arek Surabaya yang tengah
berkumpul di luar hotel. Selanjutnya Soedirman bersama Kusno Wibowo kembali masuk
dalam hotel dan memanjat tiang bendera unuk merobek warna biru bendera Belanda dan
kemudian mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Hal tersebut menjadi latar belakang pertempuran Surabaya yang kemudian secara
berentet terjadi pertempuran pada tanggal 27 Oktober antara arek-arek Surabaya melawan
Inggris yang pada saat itu memihak Belanda. Pertempuran ini terus terjadi hingga
Jenderal Hawthorn meminta Presiden RI untuk meredakan pertempuran. Pada tanggal 29
Oktober perjanjian diplomasi antara Indonesia dan Inggris ditandatangani dengan adanya
genjatan senjata. Namun pada hari berikutnya karena masih labilnya kondisi psikis para
pasukan baik dari Indonesia maupun Inggris kembali terjadi pertempuran antara
Indonesia dengan pihak AFNEI/ inggris yang menewaskan Jenderal Mallaby.
Setelah peristiwa yang menewaskan Jenderal Mallaby tersebut pihak Inggris
mengutus Robert Mansergh sebagai penggantinya yang kemudian mengeluarkan
ultimatum terhadap pihak Indonesia agar para tentara maupun pemuda yang bersenjata
menyerahkan diri dengan batas akhir tanggal 10 November 1945 serta menyerahkan
senjata mereka sebelum jam enam pagi.
Ultimatum yang dikeluarkan pihak Inggris tersebut jelas membakar amarah para
pejuang hingga menolak semua keinginan tersebut. Hari bersejarah tersebut benar-benar
datang dimana pada tanggal 10 November pasukan Inggris secara membabi buta
melakukan serangan terhadap pasukan Indonesia dan rakyat di Surabaya. Kendaraan
tempur seperti pesawat dan tank milik Inggris semua dikerahkan untuk
membungihanguskan Surabaya. Serangan udara dengan menjatuhi bom daerah-daerah
pemerintahan Surabaya jelas mengakibatkan banyaknya korban jiwa dari pihak Indonesia.
Siapa yang tak marah jika tanah air mereka diusik oleh pihak luar. Hal ini pula
yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pejuang seperti Bung Tomo dan KH. Hasyim
Asy’ari untuk mengkoordinir semua kalangan mulai dari pasukan bersenjata, para santri,
bahkan rakyat sipil semuanya bersatu untuk melawan kesewenangan Inggris.
Pertempuran 10 November 1945 menjadi pertempuran terbesar sepanjang
perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Ribuan rakyat Indonesia
tewas dalam pertempuran tersebut begitu pula dengan pihak Inggris. Pasukan yang
didatangkan dari India juga menjadi korban dari pertempuran tersebut.Tercatat lebih dari
10.000 rakyat Indonesia dan juga pasukan Inggris tewas dalam pertempuran Surabaya.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah
600. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan
oleh Republik Indonesia hingga sekarang

DAFTAR PUSTAKA
https://haksablog.wordpress.com/2018/05/05/makalah-pertempuran-surabaya-
10-november

Anda mungkin juga menyukai