Pasukan AFNEI di pusatkan di Barat Indonesia terutama wilayah Sumatera dan Jawa, sedangkan daerah
Indonesia lainnya, terutama wilayah Timur diserahkan kepada angkatan perang Australia. AFNEI diserahi beberapa
tugas sebagai berikut :
Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
Melucuti dan memulangkan tentara jepang
Memulihkan keamanan dan ketertiban
Mencari dan mengadili para penjahat perang.
Kedatangan sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia, seperti
kedatangan Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA (Netherlands
Indies Civil Administration), sikap rakyat Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya
bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi
berubah memburuk tatkala NICA mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indies Leger).
Satuan – satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai
daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para
pemimpin nasional.
Untuk meredakan ketegangan tersebut, pada tanggal 1 Oktober 1945 panglima AFNEI menyatakan
pemberlakuan pemerintahan Republik Indonesia yang ada di daerah – daerah sebagai kekuasaan de facto. Kerena
pernyataan tersebut pemerintah RI menerima pasukan AFNEI dengan tangan terbuka, bahkan pemerintah RI
memerintahkan pejabat daerah untuk membantu tugas – tugas AFNEI.
Pada kenyataannya kedatangan pihak sekutu selalu menimbulkan insiden di beberapa daerah. Tentara sekutu
sering menunjukkan sikap tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Lebih dari itu, tampak jelas bahwa NICA
ingin mengambil alih kembali kekuasaan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa AFNEI telah menyimpang dari
misi awalnya. Kenyataan tersebut memicu pertempuran di beberapa daerah seperti Surabaya, Sukabumi, Medan,
Ambarawa, Manado, dan Bandung.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke
penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda diantaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan
ini dilanjutkan dengan penyebaran pamphlet-pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan
senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad akan mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak
akan menyerahkan senjata mereka.
Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda
dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital.
Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan
tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang
gemilang walaupun dipihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal
D.C Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintahan RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan
untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak sekutu.
Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internatio dan Jembatan
Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen A.W.S Mallaby. Kematian Brigjen A.W.S Mallaby itu mejadi dalih bagi
Inggris untuk menggempur rakyat Surabaya dan menuntut “menyerah tanpa syarat”.
Pada tanggal 7 November 1945, pemimpin tentara Inggris yang baru, Mayjen E.C Marsergh memberikan
ultimatum kepada rakyat Surabaya, dengan isi ultimatumnya adalah :
Rakyat Surabaya harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Brigjen A.W.S Mallaby.
Rakyat Surabaya harus menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih sebagai tanda “menyerah”.
Batas waktu yang ditentukan untuk ultimatum ini adalah paling lambat tanggal 10 November 1945, pukul 06.00
WIB. Jika ultimatum tidak dilaksanakan, maka pasukan Inggris akan mengerahkan pasukan infantri dengan senjata
berat untuk menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Ultimatum ini dirasa menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta
damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena tepat pukul 22.00 tanggal 9 November 1945 rakyat Surabaya
menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Soeryo. Karena penolakan ultimatum itu
maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl.
Mawar No. 4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya dan menciptakan pekik persatuan demi
revolusi yaitu “merdeka atau mati”. Di samping itu juga merupakan titik balik bagi Belanda karena mengejutkan pihak
Belanda yang tidak menyangka kekuatan RI mendapat dukungan rakyat. Rakyat Surabaya tidak takut dengan
gempuran Sekutu. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. pasukan sekutu dibawah pimpinan
Jenderal Mansergh mengerahkan satu divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh
kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “mosquito” dan “Thunderbolt”.
Pertempuran berlangsung selama tiga minggu. Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan
rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut
dibawah komandan pertahanan Kota, Soengkono. Peristiwa 10 November ini juga tidak lepas dari peran kaum
ulama. Ulama besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, serta kyai – kyai pesanren lainnya yang
mengerahkan santri – santri merekan dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan. Akibat pertempuran tersebut ±
6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh pertempuran Surabaya berdampak luas di kalangan internasional, bahkan
masuk dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.
Kota Surabaya memang hancur, tetapi pertempuran ini menunjukkan suatu semangat serta sikap pantang
mundur para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang perjuangan arek – arek Surabaya,
di kota ini kemudian dibangun Tugu Pahlawan dan setiap tanggal 10 November di peringati sebagai Hari Pahlawan.
Dalam kenyataannya pihak sekutu melanggar kesepakatannya, salah satunya adalah menambah jumlah
pasukannya di Magelang. Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26
Oktober 1945. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah
pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan gugurnya Letkol
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian digantikan oleh Letkol Soedirman.
Kehadiran Letkol Soedirman memberikan nafas baru kepada pasukan – pasukan RI. Koordinasi diadakan kepada
para komandan - komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini segera
dikejar resimen Kedu Tengah dibawah pimpinan Letnal Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa.
Pasukan Angkatan muda dibawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa,
Suruh dan Surakarta menghadang sekutu di desa Lambu. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil
mengepung musuh yang bertahan dibenteng Willem, yang terletak ditengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4
malam kota Ambarawa di kepung. Kerena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu
meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
Pertempuran di Ambarawa sering dikenal dengan peristiwa “Palagan Ambarawa”. Untuk mengenang peristiwa
tersebut dibangun Monumen Palagan Ambarawa di tengah kota Ambarawa. Selain itu tanggal 15 Desember
diperingati sebagai hari jadi TNI AD atau Hari Juang Kartika.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu,
dan Belanda. Di Padang dan Bukit Tinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu
dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan
pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan
peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arief. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir
Jepang. Dengan demikian diseluruh Sumatra rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan
kemerdekaan.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata
lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui
jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan
serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret
1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri
Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan ini, TNI memakai sistem
kantong-kantong pertahanan (wehrkreise).
Untuk memudahkan penyerangan, maka dibentuk beberapa sektor yaitu :
sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual
sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono
sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno
sektor Kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki
Pada malam hari menjelang serangan umum, pasukan-pasukan telah merayap mendekati kota dan melakukan
penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan
dilancarkan dari segala penjuru kota. Letkol Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat sampai
batas Jalan Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan dengan memberikan bantuan
logistik. Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota
Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00 dan setelah itu pasukan TNI mengundurkan diri. Hal ini
sesuai dengan rencana yang ditentukan sejak awal. Bersamaan dengan itu bantuan Belanda tiba dengan kendaraan
lapis baja serta pesawat terbang. Belanda melakukan serangan balasan.
Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat
ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya
peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula
kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta ini mempunyai dua arti penting yaitu :
Ke dalam
a. Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak langsung memengaruhi sikap para pemimpin
negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
b. Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap
pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda
agar melakukan perundingan dengan RI.
Ke luar
a. Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan
b. Mematahkan moral pasukan Belanda. Untuk mengenang para pejuang dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
maka pemerintah Yogyakarta membangun “Monumen Yogya Kembali”.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
1. 1. Faktor penyebab terjadinya konflik Indonesia-Belanda
1. Kedatangan tentara sekutu diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945
maka secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia
berada dalam keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan waktu
itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan
Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan
pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke Jakarta
untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan
rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang bertugas
melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati
kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah
diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der
Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan
bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang Belanda yang melarikan
diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan
dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali
KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda
berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi
pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces
Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka memiliki
keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI di Indonesia
adalah sebagai berikut.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden
dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak bersungguh-
sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan,
menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga
terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya di
Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak
Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich, memerintahkan
pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan
pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia
berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Oleh
karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia. Konflik antara Indonesia-
Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.
1. A. Peranan PBB
Peranan PBB dalam ikut menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda diwujudkan
dengan dibentuknya Badan Perdamaian yang bertugas menengahi perselisihan dan
menjadi mediator dalam perundingan perdamaian Indonesia Belanda. Dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia setelah proklamasi tercatat ebeberapa badan Perdamaian
yang dibentuk PBB untuk Indonesia adalah :
1. Komisi Jasa Baik (Komisi Tiga Negara)
Lembaga ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi
Militer Belanda I. Lembaga ini beranggotakan 3 negara :
1. Pengakuan Kedaulatan RI
Walaupun bukan sayarat utama berdirinya sebuah Negara, pengakuan negara lain sangat
penting bagi eksistensi sebuah Negara dalam pergaulan internasional. Pengakuan atas
kemerdekaan Indonesia pertama kali dari Mesir (14 Juli 1947) disusul kemudian oleh
Negara-negara Timur Tengah yang lain. Pengakuan ini atas kerja keras Menteri Luar negeri
H. Agus Salim yang mengadakan kunjungan ke Negara Negara Timur Tengah.
Amerika Serikat dan Inggris walaupun secara de facto juga mengakui kedaulatan RI pada
tahun 1947.
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Dalam perundingan ini Indonesia dirugikan karena wilayah Indonesia hanya meliputi Jawa,
Sumatra dan Madura. Pelaksanaan hasil perundingan ini juga tidak berjalan mulus. Pada
tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa
Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947,
meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran
antara Indonesia dan Belanda.
Mandat tersebut ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden RI. Untuk menjaga
kemungkinan gagalnya pembentukan Pemerintahan darurat Republik Indonesia di
Sumatera, Menteri Luar negeri Republik Indonesia H. Agus Salim mengirimkan mandat
kepada Mr. A. A. maramis, L.N. Palar, dan Dr. Sidarsono yang sedang berada di India untik
membentuk pemerintahan pengasingan (exile government) di new Delhi, India.
Keberadaan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ternyata diakui didalam dan luar
negeri. Kalangan pejabat tinggi TNI, sperti soedirman, A.H. nasution dan T.B. Simatupang
segera mengitrim telegram ke Sumatera, menyatakan bahwa mulai saat itu tentara
Republik tunduk kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sementara itu kontak-
kontak Pemerintahan Darurat Republik Indonesia via India kedunia Internasional telah
menyebabkan semua negara (kecuali Belgia) mengecam tindakan Belanda di Indonesia.
Pihak Belanda benar-benar dibuat sebagai “tersangka” yang kehilangan muka di panggung
pengadilan dunia. Kemenangan militer Belanda dalam agresi militer pertama semakin tidak
berarti dan sia-sia, sebab akhirnya Belanda harus menarik pasukan kedaerah-daerah yang
didudukinya. Dengan demikian Pemerintahan Darurat Republik Indonesia berhasil
mempertahankan keberadaan Republik Indonesia dalam situasi yang amat kritis.
1. Negara Indonesia Timur, terbentuk pada Desember 1946 dengan wali negara Cokorda
Gde Raka Sukarwati.
2. Negara Sumatra Timur, terbentuk pada 24 Maret 1948 dengan wali negara Dr. Mansyur.
3. Negara Sumatra Selatan, terbentuk pada 30 Agustus 1948 dengan wali negara Abdul
Malik.
4. Negara Jawa Timur, terbentuk pada 26 November 1948 dengan kepala negara RT.
Kusumonegoro.
5. Negara Pasundan, terbentuk pada 26 Februari 1948 dengan wali negara RAA.
Wiranatakusumah.
1. Munculnya semangat nasionalisme anti penjajahan
Munculnya semangat nasionalisme tersebut dipengaruhi oleh:
Batas waktu yang ditentukan untuk ultimatum ini adalah paling lambat tanggal 10
November 1945, pukul 06.00 WIB. Jika ultimatum tidak dilaksanakan, maka pasukan
Inggris akan mengerahkan pasukan infantri dengan senjata berat untuk menyerbu
Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Ultimatum ini dirasa menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena tepat pukul 22.00
tanggal 9 November 1945 rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi
melalui pernyataan Gubernur Soeryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari
Jl. Mawar No. 4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya dan
menciptakan pekik persatuan demi revolusi yaitu “merdeka atau mati”. Di samping itu juga
merupakan titik balik bagi Belanda karena mengejutkan pihak Belanda yang tidak
menyangka kekuatan RI mendapat dukungan rakyat. Rakyat Surabaya tidak takut dengan
gempuran Sekutu. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. pasukan
sekutu dibawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu divisi infantri sebanyak
10.000 - 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex”
serta pesawat tempur “mosquito” dan “Thunderbolt”.
Pertempuran berlangsung selama tiga minggu. Dalam pertempuran di Surabaya ini
seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar,
Polisi Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah komandan pertahanan Kota,
Soengkono. Peristiwa 10 November ini juga tidak lepas dari peran kaum ulama. Ulama
besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, serta kyai – kyai pesanren lainnya
yang mengerahkan santri – santri merekan dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan.
Akibat pertempuran tersebut ± 6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh pertempuran
Surabaya berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk dalam agenda sidang
Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.
Kota Surabaya memang hancur, tetapi pertempuran ini menunjukkan suatu semangat
serta sikap pantang mundur para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk
mengenang perjuangan arek – arek Surabaya, di kota ini kemudian dibangun Tugu
Pahlawan dan setiap tanggal 10 November di peringati sebagai Hari Pahlawan.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI
dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para
pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir.
Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara
besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal
1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu
meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan ini, TNI memakai sistem kantong-kantong
pertahanan (wehrkreise).
Untuk memudahkan penyerangan, maka dibentuk beberapa sektor yaitu :
sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual
sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono
sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno
sektor Kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta ini mempunyai dua arti penting yaitu :
Ke dalam
a. Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak langsung memengaruhi
sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
b. Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya
perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda
selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI.
Ke luar
a. Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk
melakukan serangan
b. Mematahkan moral pasukan Belanda. Untuk mengenang para pejuang dan peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah Yogyakarta membangun “Monumen
Yogya Kembali”
BAB 5
PERJUANGAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Pada tanggal 8 September 1945 tentara sekutu tiba di Indonesia. Kedatangan tentara Sekutu di
Indonesia disambut baik oleh rakyat. Tujuan mereka, yaitu melucuti senjata tentara Jepang,
membebaskan tawanan Jepang, dan mencari penjahat perang. Namun, kedatangan tentara Sekutu
diboncengi orang-orang Belanda. Belanda datang kembali ke Indonesia untuk membuat
pemerintahan sipil yang disebut NICA (Netherland Indies Civil Administration). Tindakan tersebut
mendapat perlawanan dari para pejuang Indonesia.
1. Pertempuran 10 November
Tentara Sekutu (Inggris) pertama kali mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Pendaratan ini
dipimpin Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Dua hari kemudian tentara Inggris menyerbu penjara
republik untuk membebaskan perwira-perwira Sekutu. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pos-pos
Sekutu di seluruh kota Surabaya diserang oleh rakyat Indonesia. Dalam berbagai serangan itu,
pasukan Sekutu terjepit. Pada tanggal 29 Oktober 1945, para pemuda dapat menguasai tempat-tempat
yang telah dikuasai Sekutu.
Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran di gedung Bank International, tepatnya di
Jembatan Merah. Dalam peristiwa itu, Brigjen Mallaby tewas. Menanggapi peristiwa ini, pada
tanggal 9 November 1945, pimpinan sekutu di Surabaya mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum itu
adalah: “Semua pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan
senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan, kemudian menyerahkan diri dengan mengangkat
tangan. Batas waktu ultimatum tersebut adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika sampai
batas waktunya tidak menyerahkan senjata, maka Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara”.
Batas waktu itu tidak diindahkan rakyat Surabaya. Oleh karena itu, pecahlah pertempuran Surabaya
pada tanggal 10 November 1945. Salah satu pemimpin arek-arek Surabaya, antara adalah Bung
Tomo. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya itu, pemerintah menetapkan tanggal 10
November sebagai Hari Pahlawan.
4. Pertempuran Ambarawa
“Pertempuran Ambarawa” diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal Bethel di Semarang. Pada tanggal 21 November 1945 terjadi pertempuran, dalam
pertempuran itu, Letnan Kolonel Isdiman gugur. Pimpinan pasukan kemudian dipegang oleh Kolonel
Sudirman, Panglima Divisi Banyumas.
Pada 12 sampai 15 Desember 1945 terjadi pertempuran hebat yang dikenal dengan sebutan Palagan
Ambarawa. Dalam pertempuran ini Sekutu dapat diusir ari Ambarawa. Peristiwa ini diabadikan oleh
pemerintah dengan dibangunnya Untuk mengenang peristiwa ini, dibuatlah Monumen Palagan
Ambarawa. Pada 15 Desember dijadikan sebagai Hari Infanteri.
1. Perundingan Linggajati
Dalam upaya perdamaian, Inggris mempertemukan Belanda dan Indonesia di Linggajati, sebelah
Selatan Cirebon (sekarang Kabupaten Kuningan), Jawa Barat. Dalam perundingan ini Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh Van Mook.
Hasil perundingan ditandatangani pada 25 Maret 1947. Isinya sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui wilayah Indonesia secara de facto yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.
(2) Republik Indonesia bersama Belanda bekerja sama membentuk negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
(3) Bersama-sama membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
3. Perjanjian Renville
Pada tanggal 8 Desember 1948 di atas kapal Amerika Serikat "USS Renville" yang sedang berlabuh
di Teluk Jakarta diadakan perjanjian Renville. Dalam perundingan itu Negara Indonesia, Belanda,
dan masing-masing anggota KTN diwakili oleh sebuah delegasi.
1) Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2) Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3) Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4) Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5) Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia karena wilayahnya makin sempit. Isi
perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut.
(1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik
Indonesia Serikat (RIS).
(2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah
federal.
(3) RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
(4) Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
Indonesia telah beberapa kali mengadakan perundingan dengan Belanda. Namun, perjanjian itu
selalu dilanggar oleh Belanda. Selanjutnya, komisi PBB untuk Indonesia atau UNCI (United Nations
Comission for Indonesia) mempertemukan kembali Belanda dengan Indonesia di meja perundingan.
1. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem-Royen ditandatangani di Jakarta pada 7 Mei 1949. Pihak Indonesia dipimpin oleh
Mr. Moh. Roem dengan anggota Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan
Belanda diwakili oleh Dr. Van Royen. Isi perjanjian Roem-Royen sebagai berikut.
(1) Penghentian tembak-menembak antara Indonesia dan Belanda.
(2) Pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
(3) Pembebasan para pemimpin RI yang ditahan Belanda.
(4) Segera mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Hag, Belanda.