Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA


DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Dosen Pengampu: DEWI PUJJI RAHAYU,SPd,M.Pd

Disusun Oleh:
YUFITER GARLAY L
BENAMEN
202186206052
WILHELMUS
DOMAN 202186206049

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSAMUS
TAHUN 2022

A. Pendahuluan

Indonesia telah mencapai puncaknya dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Waktu itu Jepang mengalami kekalahan dengan sekutu, sehingga keadaan ini
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Dengan proklamasi inilah Negara Indonesia terlahir.
Sebagai Negara yang baru saja terbentu, tentunya Indonesia masih rentan dengan
penjajahan bangsa asing maupun pemberontakan bangsa sendiri. Kemerdekaan bangsa Indonesia
yang baru sebentar ini mendapatkan gangguan dari Belanda. Awalnya bangsa Indonesia
menyabut baik kedatangan Belanda, namum setelah mengetahui Belanda diboncengi Sekutu,
rakyat Indonesia merasa terganggu. Dari situlah mulai terjadi perlawanan diberbagai daerah di
Indonesia. Perlawanan bangsa Indonesia ini dikalukan secara fisik maupun secara diplomasi.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa yang melatarbelakangi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaannya?
2.      Bagaimana upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?

C.    Tujuan
1. Mengetahui hal yang melatarbelakangi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaannya?
2.      Mengetahui upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latarbelakang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia


Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka
secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada dalam
keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal
10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa
pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14
September 1945 Mayor Greenhalg perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari dan
melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 Sekutu tiba mendarat di Jakarta dan bertugas melucuti
tentara jepang. Tugas ini dilakukan oleh Komando Pertahanan Sekutu di Asia Tenggara yang
bernama South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten yang
berpusat di Singapura. Untuk melaksanakan tugas itu, Mountbatten membentuk suatu komando
khusus yang diberi nama Allied Forces Natherland East Indies (AFNEI) di bawah pimpinan
Letnan Jendral Sir Philip Chirstison. Adapun tugas AFNEI :
1)      Melindungi dan menjalankan pemindahan tawanan perang dan orang interniran.
2)      Melucuti tentara Jepang dan mengembalikannya.
3)      Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintah sipil.
4)      Menghimpun keterangan tentang penjahat perang.
Dalam menjalankan misiya di Indonesia, AFNEI hanya berkonsentrasi tugas di Jawa dan
Sumatera. Terbagi dalam 3 divisi,yaitu :
1)   23 tahun Indian Division dibawah komando Mayor Jendral D.C Hawthorn (divisi ini berlokasi di
Jawa Barat)
2)  5 tahun Indian Division,di bawah komando Mayor Jendral E.C Mansergh (divisi ini berlokasi di
Jawa Timur)
3)   26 tahun Indian Division,di bawah komando Mayor Jendral H.M Chambers (divisi ini berlokasi
di Sumatera)
Sementara daerah-daerah Indonesia lainnya di pegang tentara Australia-turut bergabung
dalam tentara sekutu. Awalnya rakyat Indonesia, menyambut gembira kedatangan tentara
Sekutu. Namun, ketika diketahui bahwa tentara Sekutu membawa NICA (Nederland Indies Civil
Administration) yang ingin menengakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia Belanda, rakyat
Indonesia mengambil sikap bermusuhan. Sikap ini memiliki dasar menilik Civil Affair
Agreement (perjanjian sipil) antara pemerintah Inggris dengan Belanda di Chequers (dekat
London), tertanggal 24 Agustus 1945 menyebutkan yang diperbolehkan mendarat di Indonesia
hanyalah tentara Inggris.

B.     Bentuk Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan


1.      Perjuangan Fisik ( perjuangan bersenjata)
Ternyata kedatangan tersebut merugikan Indonesia dan menimbulkan reaksi di berbagai daerah
di Indonesia seperti :
a.       Pertemuan Surabaya 10 November 1945
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S.
Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigadir ini merupakan bagian dari
Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti
tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di
mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha
dari Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah
pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian
antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang
menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1)      Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2) Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3)     Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4)     Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan
penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di
antaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang
berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan
TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata
mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan
berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan
mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan
hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di
pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal
D.C. Hawthorn tiba di Surabaya.
Dalam perundingan antara pemerintah RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk
menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu
insiden, Jenderal Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal
E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di
Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya
menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas
kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris
akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut, dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai
penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta
damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum
tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka
meletuslah pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan
dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata
pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal
Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000 orang dibantu tembakan
dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan
“Thunderbolt”.
Setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini
sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air
Indonesia dari kekuasaan asing.
b.      Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang.
Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas
tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR
dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brig.Jend.
Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa.
Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini
dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan
Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta
menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan
Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman,
komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel
Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan
terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh
yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari
4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember
1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.

c.       Pertempuran Medan Area


Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut
dibawa oleh Mr. Teuku M. Hasan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh
pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk
Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu
mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly.
Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil
alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur
Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR
Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk
Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum
kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh
Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang
bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Mereka
dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10
Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan
menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil
mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke
Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus
berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap
Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan
November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan
Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk
menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa
Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa Kuala Simpang Aceh semakin sengit
ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama
pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.

d.      Pertempuran Bandung Lautan Api


Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para
pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang gencar-gencarnya merebut senjata dan kekuasaan
dari tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya diserahkan
kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar kota
Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November
1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak
diindahkan sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan Sekutu.
Sekutu mengulangi ultimatumnya pada tanggal 24 Maret 1946 yakni agar TRI
meninggalkan kota Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di
Jakarta menginstruksikan agar TRI mengosongkan kota Bandung, akan tetapi dari markas TRI di
Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, para pejuang
Bandung meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat hati. Sebelum meninggalkan kota
Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah kedudukan-
kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan Bandung Lautan Api.

e.       Pertempuran Lima Hari di Semarang.


Pada tanggal 15-20 Oktober 1945 di Semarang terjadi pertempuran hebat antara pejuang
Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini diawali dengan adanya desas-desus bahwa
cadangan air minum di Candi, Semarang diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan
kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan
pemeriksaan. Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga gugur.
Dengan gugurnya Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan
terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban jiwa. Untuk mengenang peristiwa itu,
di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk mengenang jasa Dr. Karyadi diabadikan menjadi
nama sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.

f.       Pertempuran Margarana di Bali


Munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal
10 November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia.
Salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik
Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya
Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000
tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan
Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada
waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa
Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi
TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat
Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di
mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat
Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak
masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk
diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas
oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18
November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil
memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. 
Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok
untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram
terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan  Belanda juga kesal karena
adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai  yang ditempatkan di Desa Adeng,
Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan
Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.
Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara),
melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba di tengah
perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Tak pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah Marga
yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi pertempuran yang
menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba serentak
mengepung ladang jagung di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar
itu.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak
terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya
dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan
tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas
sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata
rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah   terpancing
emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang terdengar,
namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat
udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian
penuh asap dan darah.
Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah
Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana. Malam itu
pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat di
Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa

2.      Perjuangan Diplomasi (Perundingan)


a.       Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Dalam Perjanjian ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan tiga
anngota lainnya yaitu, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan AK GANI , sedangkan
Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn yang beranggotakan Max Van Poll, Fde Boer, dan
H.J.Van Mook. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada
tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah
Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul
Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak
mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord
Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
1)    Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan
militer Sekutu serta Indonesia.
2)   Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan
gencatan senjata.
Sedangkan, Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana
Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
a)     Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi
Sumatra, Jawa dan Madura.

b)     Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.

c)   Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat
dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
d)     Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.

b.      Agresi Militer 1


Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati tanggal 25 Maret 1947 hanya berlangsung
sekitar 4 bulan. Karena Belanda melanggarnya dan mulai melancarkan serangan serentak di
beberapa daerah di Indonesia dengan nama “ Operatie Product”. Terjadi perbedaan penafsiran
pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan militer yang disebut sebagai Agresi Militer
Belanda I. TNI melawan serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik gerilya. TNI
berhasil membatasi gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja dan di jalan raya.
Untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda, pihak PBB membentuk Komisi yang
dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Tugas KTN adalah menghentikan sengketa
RI-Belanda. Indonesia diwakili oleh Australia, Belanda diwakili oleh Belgia, dan Amerika
Serikat sebagai penengah. Adapun delegasinya adalah sebagai berikut:
1)      Australia (tunjukkan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.
2)      Belgia (tunjukkan Belanda), diwakili oleh Paul Van Zeland.
3)      Amerika Serikat (netral), diwakili oleh Dr. Frank Graham.

c.       Perjanjian Renville


Atas usul KTN maka pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan Perjanjian antara
Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville milik AS yang sedang berlabuh di Jakarta.
1)      Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2)      Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3)      Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4)      Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5)      Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.

Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni
1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut.
1)  Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik
Indonesia Serikat (RIS).
2)   Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah
federal.
3)    RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
4)    Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.

Kerugian-kerugian yang diderita Indonesia dari perjanjian Renville adalah :


1)  Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa peralihan.
2)   Indonesia kehilangan sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui sebagai
daerah kekuasaan Belanda.
3)  Pihak republik harus menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda dan dari
kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.
4)  Wilayah RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
5)      Terjadi Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
6)      Terjadinya pemberontakan DI/TII.
7)      Terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
8)      Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.

d.      Agresi Militer II


Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa
Belanda tidak terikat lagi oleh Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda
mengadakan Agresi Militer II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda dapat
menguasai Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke
Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat lewat radio kepada Mr. Syaffruddin
Prawiranegara. Isinya agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit
Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigadir X mengadakan serangan umum ke Yogyakarta.
Penyerangan ini dipimpin Letkol. Soeharto. Serangan ini memakai sandi "Janur Kuning".
Serangan ini dikenal juga dengan "Serangan Umum 1 Maret". Dalam penyerangan ini Tentara
Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam.
e.       Serangam Umum 1 Maret di Yogyakarta
Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember 1948
ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.
Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda menyatakan bahwa RI telah
runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat yang krisis ini terbentuklah Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI
sehingga masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di
bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan
TNI melalui surat Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara lain:
1)  Memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi
militer Belanda.
2)  Memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan
(wehrkreise.)
3)   Memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera
meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi
harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta.
Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada
pasukan TNI setempat yakni Brigadir X di bawah Letkol Soeharto. Dengan adanya agresi Militer
Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-
pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui
jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah
PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta.
Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum
serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat
(Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir
Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para
pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00.
Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang
dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan
India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi
melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi,
India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).

Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut.
a.       Ke dalam :
-          Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung
dalam BFO.
-          Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya
perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya
menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI.
b.      Ke luar:
-          Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan
serangan.
-          Mematahkan moral pasukan Belanda.

f.       Perjanjian Roem-Royen


Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan
yang dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den Haag
negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter Indonesia yang
bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan permusyawaratan federal
(BFO/Bijenkomst Voor Federal Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam
menghadapi KMB. Komisi PBB yang menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI berhasil
membawa Indonesia-Belanda ke meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan
persetujuan Belanda dari Indonesia :
1)      Menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.
2)      Menghentikan gerakan militer dan membebaskan para tahanan republik.
3)      Menyetujui kedaulatan RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4)      Menyelenggarakan KMB segera sesudah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.
Persetujuan Indonesia dari Belanda :
1)      Mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang gerilya.
2)     Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian,mejaga ketertiban dan keamanan.
3)      Ikut serta dalam KMB di Den Haag.

Peristiwa-peristiwa penting realisasi Roem-Royen Statement:


1)      Penarikan tentara Belanda secara bertahap dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29 Juni 1949.
2)      Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta tanggal 1 Juli 1949.
3)   Presiden,wakil presiden dan para pejabat tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli
1949.
4)      Jendral Sudirman kembali ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.

g.      Konferensi Meja Bundar


Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-
Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan
Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia
(KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam
menghadapi KMB.
Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan
tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada pembentukan
Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan
pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi.
KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa Indonesia
– Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan
perwakilan UNCI. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB:
1)      Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo
2)      BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
3)      Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
4)      UNCI diwakili oleh Chritchley.
BAB III
KESIMPULAN

1.      Latar belakang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Diwali
dengan kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia. Pada mulanya disambut dengan sikap netral
oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland
Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah
pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan
sipil di Indonesia. Hal ini menumbuhkan perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah.
2.      Upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di lakukan dengan
perjuangan fisik dan diplomatik. Perjuangan fisik meliputi pertempuran 10 November di
Surabaya, pertempuran Ambarawa, pertempuran Medan Area, pertempuran Bandung Lautan
Api, pertempuran Margarana di Bali, dan pertempuran 5 hari di Semarang. Sedangkan wujud
perjuangan diplomasi antara lain perjanjian linggrajati, Agresi Militer Belanda I, Agresi Militer
Belanda II, perjanjian Renville, perjanjian Roem-Royen, serangan umum 1 marert di
Yogyakarta, dan Konferensi Meja Bundar (KMB).
DAFTAR PUSTAKA

Aisyiyah, Fitri. (2012). Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Diakses dari


http://fitria97.wordpress.com/tugas-tugas/ips/22-2/. 20 Oktober 2014.
Hatmoko, Dwi. (2012). Usaha mempertahankan kemrdekaan. Diakses dari
http://ensiklopebanten.files.wordpress.com/2012/03/usaha-mempertahankan
kemerdekaan.pdf. 22 Oktober 2014.
Maeswara, Garda. (2010). Sejarah revolusi Indonesia 1945-1950 (Perjuangan bersenjata dan
diplomasi untuk memepertahankan kemerdekaan). Yogyakarta:Narasi.
Tjahtjahnto, Masjhur dan Praba Asmani. (2011). Historia vitae magistra sejarah untuk
SMA/MA kelas XII IPS semester I. Editor:Agus Waryanto. Klaten:Perdana.

Anda mungkin juga menyukai