Anda di halaman 1dari 6

USAHA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN

KEMERDEKAAN INDONESIA
Latar Belakang
Kedatangan Tentara Sekutu yang sekaligus memboncengi NICA yang diberi nama Allied
Forces Netherland East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Jenderal Sir Philip Christison mendarat
di Tanjung Priuk. Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah :
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang
2. Membebaskan Tentara Sekutu yang ditawan Jepang
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan
Pasukan AFNEI mulai mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945 yang terdiri dari tiga
divisi yaitu :
1. Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Mayor Jendral D.C. Hawthorn yang bertugas
untuk daerah Jawa Barat
2. Divisi India ke-5, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Marsergh yang bertugas untuk
daerah Jawa Timur
3. Divisi India ke-26, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers yang bertugas
untuk daerah Sumatra.
Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut dengan senang hati oleh bangsa Indonesia. Hal ini
karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Sekutu
secara diam-diam membawa orang-orang Netherland Indies Civil Administration (NICA), yakni
pegawai-pegawai sipil Belanda maka bangsa Indonesia curiga dan akhirnya menimbulkan
permusuhan.

A. Perlawanan Bersenjata Diberbagai Daerah


1. Insiden Bendera di Surabaya
Peristiwa ini terjadi tanggal 19 September 1945, tepatnya pukul 21.00 mengibarkan
bendera belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan pemerintah daerah surabaya
ditiang hotel Yamato, keesokan harinya para pemuda surabaya melihat dan marah
karena menganggap menghina kedaulatan bangsa indonesia yang sudah merdeka,
hingga pada akhirnya pemuda surabaya merobek warna biru bendera dan mengibarkan
Merah Putih.
2. Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pada tanggal 27 Oktober 1945 mulailah pertempuran antara pasukan Indonesia
melawan AFNEI. Insiden ini mengakibatkan tewasnya Brigjend A.W.S. Mallaby,
menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Pada tanggal 10 November 1945, pasukan
AFNEI menggempur kota Surabaya melalui darat, laut, dan udara, tetapi rakyat
Surabaya gigih mempertahankan Kota Surabaya yang dipimpin oleh Bung Tomo
dengan semangat “Arek-Arek Suroboyo”. Peristiwa ini dikenang sebagai hari
pahlawan.
3. Bandung Lautan Api
Insiden ini terjadi ketika sekutu memberikan ultimatum kepada gubernur jawa barat
untuk mengosongkan bandung utara untuk dijadikan markar besar dan pindah ke
bandung selatan, akan tetapi ultimatum ini ditolak. Sekutu kembali mengeluarkan
ultimatum pada tanggal 23 Maret 1946 untuk meninggalkan kota Bandung utara.
Sebelum meninggalkan kota Bandung utara, TRI dan rakyat Bandung sepakat
mengadakan perlawanan dengan membumihanguskan/membakar kota Bandung
bagian utara. Peristiwa ini berlangsung selama 7 jam dan menghanguskan 200.000
rumah sampai keesokan hariniya. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api.
4. Pertempuran Medan Area
Tanggal 9 Oktober 1945 pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly
mendarat di Belawan. Insiden ini terjadi di Hotel jalan Bali, Medan dimana seorang
penghuni Hotel (Sekutu) merampas dan mnginjak-injak lencana merah putih yang
dipaki pemuda indonesia. Hal ini mengundang kemarahan rakyat sehingga tanggal 13
oktober 1945 barisan pemuda dan TKR melawan sekutu dan NICA.

1
5. Peristiwa Merah Putih di Manado
Sejak akhir tahun 1945 pasukan AFNEI meninggalkan Sulawesi Utara dan kekuasaan
diserahkan sepenuhnya kepada NICA, sehingga ia bertindak semena – mena. Mantan
anggota KNIL ini dikenal sebagai Tangsi Hitam yang kemudian membentuk Pasukan
Pemuda Indonesia. Pada tanggal 14 Februari 1946 tanpa dilengkapi senjata, PPI
menyerbu kedudukan NICA di Teling. Pada hari itu juga, sebagian pejuang Indonesia
mengambil bendera Belanda yang berada di pos penjagaan dan merobek warna
birunya sehingga yang masih ada hanya warna merah dan putih. Bendera itu
dikibarkan di Tangsi Teling. Peristiwa ini menandai peristiwa merah putih di Manado.
6. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini dimulai tanggal 15-20 Oktober 1945 yang disebabkan karena
Terdengar bahwa Jepang meracuni sumber air di kota Semarang. Dokter Kariadi
bersikeras memeriksa kondisi mata air tersebut. Saat pemeriksaan ia tertembak oleh
tentara Jepang yang membuat rakyat sangat marah dan menyerang tentara Jepang..
7. Pertempuran Palagan Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November - 15 Desember 1945.
Pertempuran Ambarawa dikarenakan AFNEI membebaskan tawanan perang di
Ambarawa dan Magelang dan mempersenjatai bekas tawanan itu. Pada tanggal 20
November 1945 pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto
melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan gugurnya Letkol
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian digantikan
oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa berhasil dikepung selama 4 hari 4 malam
oleh pasukan RI.

PERJUANGAN LEWAT DIPLOMASI

1. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)

Tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, kuningan, Cirebon, dilangsungkan perundingan


antara Pemerintah RI dan Belanda yang ditengahi oleh inggris. Dalam Perjanjian ini, Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan tiga anngota lainnya yaitu, Mohammad Roem,
Susanto Tirtoprodjo, dan AK GANI , sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn yang
beranggotakan Max Van Poll, Fde Boer, dan H.J.Van Mook. Perjanjian tersebut dipimpin oleh
Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Adapun hasil perundingan yaitu :

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan


meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat
dengan nama RIS.
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda
sebagai ketua.

Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947
dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.

Agresi Militer Belanda I

Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati tanggal 25 Maret 1947 hanya berlangsung
sekitar 4 bulan. Karena Belanda melanggarnya dan mulai melancarkan serangan serentak di
beberapa daerah di Indonesia dengan nama “ Operatie Product”. Terjadi perbedaan penafsiran
pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan militer yang disebut sebagai Agresi Militer
Belanda I. TNI melawan serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik gerilya. TNI
berhasil membatasi gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja dan di jalan raya.

Untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda, pihak PBB membentuk Komisi yang dikenal
dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Tujuan KTN adalah menyelesaikan konflik sengketa

2
RI-Belanda. Indonesia diwakili oleh Australia, Belanda diwakili oleh Belgia, dan Amerika
Serikat sebagai penengah. Adapun delegasinya adalah sebagai berikut:

1. Australia (tunjukkan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.


2. Belgia (tunjukkan Belanda), diwakili oleh Paul Van Zeland.
3. Amerika Serikat (netral), diwakili oleh Dr. Frank Graham.

Perjanjian Renville

Atas usul KTN maka pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan Perjanjian antara Indonesia
dan Belanda di atas kapal Renville milik AS yang sedang berlabuh di Jakarta.

1. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.


2. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3. Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4. Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.

Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni
1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut.

1. Belanda hanya mengakui jawa tengah, yogyakarta dan sumatera sebagai bagian RI
2. Wilyah indonesia dakui atas garis Van Mook
3. Tentara Indonesia di tarik mundur dari daerah kekuasaannya dari Jawa Barat Dan
Jawa Timur ke Yogyakarta

Kerugian-kerugian yang diderita Indonesia dari perjanjian Renville adalah :

a. Wilayah RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan


Belanda.
b. Terjadi Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
c. Terjadinya pemberontakan DI/TII.
d. Terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
e. Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.

Agresi Militer Belanda II

Agresi militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948. Agresi militer itu diawali
dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno,
Mohammad Hatta, Sutan syahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Akan tetapi berhasil di asingkan
ke Sumatera Utara (Brastagi), kemudian dipindahkan ke Parapat tepi Danau Toba.

Jatuhnya ibu kota negara itu juga menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera (Padang, Bukit Tinggi), yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranega. Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo Yogyakarta hari itu,
Sebanyak 128 tentara Indonesia tewas, sedangkan di pihak Belanda tidak ada satu pun korban.
Atas peristiwa tersebut Jendral Sudirman yang terpilih sebagai panglima TKR memutuskan
melakukan perlawanan terhadap belanda dengan taktik PERANG GERILYA.

Serangan Umum 1 Maret 1949

Para pejuang indonesia semakin merepotkan belanda. Akhirnya belanda membagi tentaranya
diberbagai pos di luar kota, seperti di Bandul,Ganjuran,Barongan,Gamping,Bantar,Cebongan,
Medari, Beran, dan Keliurang. Maksud belanda adalah untuk membentuk BENTENG
STELSEL guna menghadang gerak maju gerilya di luar kota. Kedaan ini menyebabkan
kekuatan belanda dikota menjadi lemah.

Kesempatan ini digunakan TNI untuk melakukan serangan terhadap Belanda. Serangan yang
dilakukan TNI terhadap belanda di Yogyakarta dikenal dengan serangan umum 1 Maret 1949.

3
Serangan umum ini dilakukan serempak dari berbagai jurusan kota sehingga tentara belanda
sangat terkejut dan tidak mampu menguasai keadaan. TNI berhasil menguasai kota Yogyakarta
mulai pukul 06.00 wib hingga jam 12.00 wib. Hal ini mempunyai arti penting yaitu:

1. Memulihkan kepercayaan terhadap TNI


2. Meningkatkan semangat juang anggota TNI dan warga masyarakat yang bergerilya
3. Mematahkan mental tentara belanda
4. Menunjukkan bahwa TNI masih kuat dan mampu memukul mundur musuh-musuhnya.

Perundingan Roem-Royen

Usaha perundingan kemudian ditempuh kembali dengan diadakannya perundingan awal di


Jakarta tanggal 14 April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen. Perundingan tersebut di bawah pengawasan
UNCI (Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Indonesia) yang dipimpin oleh Merle Cochran.
Melalui perdebatan yang sengit, akhirnya dicapai persetujuan pada tanggal 7 Mei 1949 yang
dikenal dengan Persetujuan Roem-Roijen. Persetujuan tersebut antara lain berisi :

Pernyataan Mr. Moh Roem:

1. Mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang gerilya.


2.Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk
mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara
RIS, dengan tidak bersyarat.

Pernyataan Dr. Van Royen

a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.


b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
d. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah
Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

Pelaksanaan dari kegiatan tersebut adalah:

1. Seluruh tentara belanda harus segera ditarik dari yogyakarta


2. Keluarnya Tentara belanda dan Masuknya TNI diawasi oleh UNCI serta Jendral
Sudirman kembali ke Yogyakarta.

Konfrensi Inter-Indonesia

Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara


Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukan Belanda yang
tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag). Konferensi Inter Indonesia
berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden
Drs. Mohammad Hatta.

Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik


Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya
Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-
Indonesia. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan
Indonesia. Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis
pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia
adalah:

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada Presiden.

4
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda.
4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah
Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.

Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan
keputusan:

1. Bendera RIS adalah Sang Merah Putih


2. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3. Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4. Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO.

Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya
enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang
bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja
Bundar.

Konferensi Meja Bundar (KMB)

1. Tanggal 4 agustus 1949 dilaksanakan Konferensi Meja Bundar antara Indonesia-Belanda


yang berlangsung di Denhaag, Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut.
Berikut merupakan hasil KMB:

1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.


2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda
yang dikepalai Raja Belanda.
5. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang
diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa
Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga
dampak positif pun diperoleh Indonesia. Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh
dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga
Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian
dari NKRI.

PELAKSANAAN KONFERENSI ASIA-AFRIKA

Konferensi Asia Afrika (KAA) di selengarakan di Bandung, tanggal 18-24 April 1955. Latar
belakang penyelenggaraan KAA di Bandung adalah bangsa di Asia dan Afrika merupakan
bangsa yang memiliki rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terbelenggu atau
dijajah oleh kekejaman imperialisme dan kolonialisme. Konferensi ini menghasilkan Dasasila
Bandung akan tetapi yang paling penting adalah tujuan KAA. Tujuan Konfrensi Asia Afrika :

1. Melakukan kerja sama bangsa Asia-Afrika dibidang sosial, ekonomi dan budaya
2. Menghapus diskriminasi Ras dan Kolonilisme
3. Memperbesar peranan asia-afrika di dunia serta perdamaian dunia

5
1. Sistem Kabinet Masa Demokrasi Liberal

Pada masa demokrasi liberal sistem kabinet yang berlaku yaitu kabinet parlementer. Pada
masa pemerintahan demokrasi liberal ini bermunculan partai-partai politik diantaranya PNI,
Masyumi, NU, PKI, PSI, Murba, PSII, Partindo, Parkindo, dan Partai Katolik. Pada saat itu
terjadi ketidakstabilan politik, hal tersebut ditunjukkan dengan jatuh bangunnya kabinet. Dan
kabinet-kabinet yang pernah memegang pemerintahan pada masa demokrasi liberal ini yaitu:

1. Kabinet Natsir didukung partai Masyumi (6 September 1950-20 Maret 1951).


2. Kabinet Sukiman didukung PNI dan Masyumi (26 April 1951-23 Februari 1952).
3. Kabinet Wilopo didukung PNI (3 April 1952-3 Juni 1953).
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I didukung PNI dan NU (31 Juli 1953-24 Juli 1955).
5. Kabinet Burhanuddin Harahap didukung Partai Masyumi (12 Agustus 1955-3 Maret 1956).
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II didukung Partai Masyumi dan NU (20 Maret 1956-14 Maret
1957).
7. Kabinet Karya atau Kabinet Juanda (9 April 1957-10 Juli 1959).
2. Pemilihan Umum I Tahun 1955

Program pemilihan umum dilaksanakan sejak Kabinet Ali Sastoamijoyo I. Pada tanggal 4
November 1953 dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang dipimpin oleh S. Hadikusumo.
Dalam pelaksanaan pemilu I dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten,
2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Penyelenggaraan pemilu I dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu
memilih anggota DPR (29 September 1955), memilih anggota konstituante (15 Desember 1955).

Anggota DPR dari hasil Pemilu I berjumlah 272 orang, di mana jumlah tersebut diperoleh
Partai Masyumi (60 kursi), PNI (58 kursi), NU (47 kursi), PKI (32 kursi), partai lain (75 kursi).
Sedang untuk anggota konstituante berjumlah 542 orang.

Anggota DPR dilantik pada 20 Maret 1956, sedang anggota konstituante dilantik tanggal 10
November 1956. Walaupun Pemilu I berjalan lancar, aman dan tertib tapi tidak membawa
stabilitas politik. Karena adanya perselisihan antarpartai yang masih terus berlanjut. Pemilu I
yang berjalan secara demokratis berhasil membentuk DPR dan Konstituante. Namun, DPR
maupun Konstituante hasil pemilu ini tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

3. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Kegagalan konstituante dalam melaksanakan tugasnya menyebabkan situasi negara dalam


keadaan genting. Untuk itu, Presiden menyampaikan amanat meminta kepada Konstituante agar
UUD 1945 diundangkan lagi. Akhirnya, dikeluarkanlah Dekrit Presiden yang menandai
berakhirnya demokrasi liberal. Di mana isi Dekrit Presiden yaitu:

1. Pembubaran badan konstituante.


2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Membentuk MPRS dan DPAS.

Anda mungkin juga menyukai