Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT ABAD MODERN

Filsafat Modern merupakan pembagian dalam sejarah filsafat barat pada abad ke-17
hingga awal abad ke-20, sekaligus menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Zaman filsafat
modern dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descartes, seorang filsuf
terkemuka di zaman Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin kuat, sehingga tidak mudah
menentukan mulai dari kapan Filsafat Abad Pertengahan berhenti. Nam
un, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau
pada akhir masa Renaissance, yang kemudian ditandai lahirnya Masa Modern.
Satu hal yang yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah
perkembangannya. Timbulnya ilmu pengetahuan yang modern, berdasarkan metode
eksperimental dan matematis, menjadikan segala sesuatunya, terutama di bidang ilmu
pengetahuan, mengutamakan logika dan empirisme. Aristotelian (penganut faham Aristoteles)
menguasai seluruh Abad Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut.
Dari sudut pandang sejarah, pada masa ini Filsafat Barat menjadi penggung
perdebatan antar filsuf terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang
khas. Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sinis, kadang tajam
dan pragmatis, ada juga yang sentimental.
Sejarah filsafat pada masa modern ini meliputi beberapa masa berikut tokoh-tokohnya, yaitu:
1. RENAISSANCE
Kata renaissance ini berasal dari kata bahasa Prancis yang artinya adalah “Kelahiran kembali
atau kebangkitan kembali”. Sementara dalam bahasa latin ada kata yang juga menunjuk pada
kata pengertian seperti kata Prancis yaitu “Nascientia” yang berarti kelahiran, lahir atau
dilahirkan (Nasiar, Natus).
Jadi arti dari semua istilah dari berbagai bahasa tadi menunjuk pada suatu gerekan yang meliputi
suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Gerakan ini juga
menunjuk pada zaman dimana ditekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir,
berkreasi serta mengembangkan seni dan sastra dan ilmu pengetahuan.
Gerakan ini diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang merentang dari abad XIV hingga
XVI. Dengan adanya kelahiran kembali semangat untuk menghidupi kembali apa yang pernah
ada. Orang mulai “come back to basic” untuk mengangkat sekaligus menghargai kemampuan

1
manusia sebagai makhluk rasional, yakni suatu zaman dimana peradaban begitu bebas,
pemikiran tidak dikungkung, dan sains mengalami kemajuan. Manusia dipandang sebagai
makhluk otonom yang sama sekali tidak menggantungkan diri pada kebenaran iman/wahyu,
seperti pada abad pertengahan. Manusia berusaha dengan kekhasanya sebagai makhluk rasional
untuk menemukan berbagai kebenaran.
Corak khas dari Renaissance adalah:
Bersifat Individualistis
Zaman ini boleh dikatakan bahwa orang menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri.
Orang mulai menemukan bahwa pengenalan akan dirinya sendiri merupakan suatu nilai dan
sekaligus menjadi kekuatan bagi pribadinya. Penemuan akan kemampuan yang ada pada diri
sendiri jusrtu membuka peluang bagi kelanjutan kreatifitas yaang mau dilakukan oleh manusia.
Dalam suasana seperti ini muncullah suatu kesadaran akan kemampuan yang didasarkan pada
rasio manusia itu sendiri. Perlahan orang mulai masuk pada sikap individualitas, tapi bukan pada
arti yang sangat sempit. Melainkan bahwa pencarian kebenaran hendaknya harus dicapai melalui
kekuatan sendiri. Beberapa tokoh zaman ini dalam bidang sains, diantaranya; Nikolaus
Kopernikus (1473-1543), dengan teorinya bahwa matahari beredar di pusat jagat raya, dan bumi
mempunyai dua gerak yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan
mengitari matahari; Galileo Galilei (1564-1642), dengan teorinya tentang gravitasi; Nicola
Machiavelli (1469-1527), dengan teorinya bahwa pemimpin yang di takuti lebih baik dari
pemimpin yang dicintai belaka karena ketakutan bisa mencegah timbulnya kecenderungan untuk
melawan kekuasaan; dan, Thomas Hobbes (1588-1679) dengan teorinya “Homo homini lupus”,
bahwa manusia senantiasa terancam keselamatannya oleh sesamanya. Oleh karena itu manusia
memerlukan adanya lindungan dan pusat lindungan itu adalah negara, artinya bahwa negara
harus mempunyai kekuasaan mutlak atas warganya.
Bersifat Humanis
Dalam masa renaissance Paham Teosentris mulai bergeser menuju paham antroposentris. Sebuah
paradigma yang menitikberatkan pada pemikiran, pengembangan ilmu, dan peradaban pada
manusia sebagai pusatnya.
Masa Renaissance menjadi dasar pembentukan Filsafat Rasionalisme pada abad 17, dengan
tokohnya yang sangat berpengaruh, yakni Rene Descartes. Ia dijuluki sebagai Bapak Filsuf
Modern dengan ungkapannya yang terkenal adalah “Cogito Ergo Sum”. Penegasan yang

2
mendasar dari Rene Descartes ini adalah penghargaan terhadap manusia. Menururtnya segala hal
boleh kita ragukan namun yang tak perlu diragukan adalah saya yang berpikir tentang segala
sesuatu yang berada diluar saya.
2. RASIONALISME
Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari
segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi
pengembangan ilmu model rasionalisme, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan
intelektual manusia.
Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya
oleh Socrates, yang mengajukan sebuah proposisi terkenal bahwa, sebelum manusia memahami
dunia maka ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah
kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof
diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya
disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan
menggunakan rasio.

Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika


(rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz, dan
Spinoza. Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam hasil karya teknologi industri dan
informasi.
3. IDEALISME
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas
eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori
dan gagasan, eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya
pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari
entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal.

Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan
filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah
Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant
menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant

3
mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan
yang berada dalam ruang kesadaran manusia. Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme
transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja
oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran
manusia.
Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh George Hegel, dengan mengenalkan “jalan tengah”,
sebuah gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant
maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian
melahirkan konsep ‘spirit’, sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme
absolut’.
Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan
modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis
mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori.
4. EMPIRISME
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu
pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan
manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran
empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan
memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan
penerapan metode ilmiah.
Tradisi empiris dipelopori oleh beberapa tokoh dari kalangan ilmuwan berkebangsaan Inggris,
seperti John Locke, George Berkeley, dan David Hume.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan
penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah
fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks
perdebatan apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu,
empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial.
5. KANTIANISME
Kantianisme adalah paham dimana setiap kita mengambil keputusan, kita harus membayang kan
bagaimana bila kita adalah pihak yang dirugikan. Paha mini menjelaskan bahwa bila memang

4
harus dilakukan sebuah tindakan, maka tindakan itu dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan
orang lain. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant: (1724 – 1804).
Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting di antaranya ialah pemikirannya tentang akal murni.
Menurutnya bahwa dunia luar diketahui hanya dengan sensasi. Adapun jiwa bukan sekadar
tabula rasa, melainkan alat yang positif untuk memilih dan merekonstruksikan hasil sensasi yang
masuk. Jiwa mengerjakan input tersebut dengan menggunakan kategori, yakni
mengklasifikasikan dan mempersepsikannya ke dalam idea.
Sensasi-sensasi masuk melalui alat indera. Ada lima alat indera. Melalui indera itu kemudian
masuk ke otak, lalu obyek itu diperhatikan, kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak
melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah maka tidak
semua stimulus yang menerpa alat indera dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh
persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu.
Menurut Kant, jiwa (mind) yang memberi arti terhadap stimulus mengadakan seleksi dengan
menggunakan dua cara yang amat sederhana. Pesan-pesan (dari stimulus) disusun sesuai dengan
ruang (tempat) datangnya sensasi dan waktu terjadinya sensasi. Ruang dan waktu bukanlah
sesuatu yang dipahami. Ruang dan waktu adalah alat persepsi. Oleh karena itu, ruang dan waktu
itu apriori. Dasar apriori itu ada pada sains. Akan tetapi, indera (sains) itu terbatas. Akal atau
filsafah lebih canggih daripada sains karena dapat mencapai konsepsi. Akan tetapi akal juga
terbatas. Disinilah kemudian Kant melalui buku Critique kedua mulai berbicara tentang Moral.
Menurut kant, Moral adalah kata hati, suara hati, perasaan suatu prinsip yang apriori dan
absolut. Ia merupakan suatu realitas yang amat mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang
tidak dietakkan untuk menentukan ini benar apa salah. Kita boleh saja mengadakan tawar-
menawar, tetapi perasaan itu tetap saja pada posisinya, yaitu menentukan.

6. PRAGMATISME
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
terletak pada nilai kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan nyata. Sehingga kebenaran
sifatnya menjadi tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak
memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang
lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat kedua.

5
Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap
kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme
berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental,
kemudian menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para
penganut mazhab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan
bukan merupakan tujuan.
Para pelopor aliran ini, diantaranya; William James (1842), dengan pandangan filsafatnya bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, atau berdiri sendiri dari akal
yang mengenalnya. Menurutnya James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada
satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan.
Kepercayaan agama dia katakan hanya berlaku bagi orang-perorang, dan nilainya subyektif-
relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepada orang tersebut suatu hiburan rohani,
penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya. Segala macam
keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau akibatnya sama-sama memberikan kepuasan
kepada kebutuhan keagamaan.
Pandangan-pandangan James banyak diikuti oleh pelopor pragmatisme berikutnya, John Dewey.
Menurutnya, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak
boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisika yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Oleh karena itu,filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Selanjutnya pragmatisme memberi daya tarik tersendiri dan mengalami perkembangan pesat
hingga sekarang, terutama di dataran Amerika oleh para pemikir, seperti; George Herbert Mead,
F.C.S Schiller, dan Richard Rorty.

7. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah
bahasa latin yang artinya : ex ; keluar dari sistare: berdiri. Jadi , eksistensi adalah berdiri dengan
keluar ari diri sendiri. Eksistensialisme lahir sebagai konsekuensi kesalahan materialisme yang
memungkiri manusia sebagai keseluruhan. Pandangan matrealisme itu belum mencakup manusia
secara keseluruhan.

6
Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia
berada di dunia ; sapi dan pohon juga. Akan tetapi, cara beradanya tidak sama. Manusia berada
didalam dunia, dan Ia mengalami keberadaannya di dunia itu, menyadari dirinya berada di dunia,
dan menghadapi dengan mengerti yng dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu, dan
salah satu di antaranya ialah Ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Beberapa tokoh
filsafat eksistensialisme, di antaranya yaitu: Martin Heiddeger (1905), J.P. Sartre (1905 – 1980),
dan Gabriel Marcel.
Menurut Martin Heiddeger manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, ia di lemparkan didalam
keberadaan. Tetapi, walau demikian manusia tetap memiliki tanggung jawab atas keberadaannya
itu. Kepekaannya di ungkapkan dalam suasana batin di dalam perasaan dan emosi. Di antara
suasana batin atau perasaan-perasaan itu yang terpenting ialah rasa cemas. Kecemasan adalah
pengalaman umum yang menjadikan manusia tiba-tiba merasa sendirian, di kepung oleh
kekosongan hidup, dimana kita merasa bahwa seluruh hidup kita tiada arti. Oleh karena itu maka
di dalam kehidupan sehari-hari manusia bereksistensi, tidak yang sebenarnya. Akan tetapi justru
manusia memiliki kemungkinan untuk keluar dari eksistensi yang tidak sebenarnya itu, keluar
dari belenggu pendapat orang banyak dan menemukan dirinya sendiri.
Filsuf lain, Sartre, menyatakan eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini
menolak ajaran filsafat idealisme bahwa wujud nyata (existence) dianggap mengikuti hakikat
(essence)nya. Dalam pandangan Sartre manusia hakikatnya memiliki ciri khas tertentu yang
menyebabkannya berada di mahluk lain. Oleh karena itu, menurutnya eksistensi manusia
mendahului esensinya.
Lebih kompleks lagi dijelaskan oleh Gabriel Marcel, yang mengungkapkan pandangannya,
bahwa manusia sejatinya tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain.
Karenanya manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia
selalu menghadapi obyek yang harus diusahakan, seperti yang tampak dalam hubungannya
dengan orang lain tersebut. Hingga pada saatnya perjalanan manusia akan berakhir pada
kematian, yaitu pada sesuatu yang tidak ada. Oleh karena itu manusia menjadi gelisah, menjadi
putus asa, dan takut pada kematian.
8. POSITIVISME
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang berkembang pada abad ke-
19. Ajaran postivisme menempatkan peran sentral pengalaman serta bukti empiris sebagai basis

7
dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte
untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan
metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan
manusia.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah
Auguste Comte (1798–1857), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917), dan John
Stuart Mill (1806–1873). Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan
berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai
penggunaan analisa statistik.
Tokoh paling terkenal dalam aliran ini, Auguste Comte, berpandangan bahwa perkembangan
pikiran manusia melalui 3 tahapan, yaitu: pertama, tahap teologis di mana manusia percaya
bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrasi yang mengatur fungsi dan
gerak gejala-gejala tersebut; kedua, tahap metafisis di mana kekuatan yang bersifat adikodrasi
diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak yang diintregasikan
dengan alam; dan ketiga, tahap ilmiah / positif di mana orang tidak lagi berusaha mencapai
pengetahuan yang mutlak, secara teologis maupun metafisis. Sekarang orang berusaha
mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapati dari pengamatan dan akalnya. Tujuan
tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur di
bawah satu fakta yang umum saja.
9. MATERIALISME
Munculnya positivisme dan evolusionisme menambah terbukanya pintu pengingkaran
terhadap aspek kerohanian. Perbedaan antara materialisme dengan positivisme adalah bahwa
positivisme membatasi diri pada fakta-fakta. Yang ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang
melampaui fakta-fakta. Karena alasan itulah dalam rangka positivisme tidak ada tempat untuk
metafisika. Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya tediri dari materi. Itu berarti
bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses
material/ kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika, karena
materialisme sendiri berdasarkan suatu metafisika. (K. Bertens, 1981 : 77)
Aliran filsafat materialisme memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka.
Tokoh aliran ini adalah Ludwig Freuerbach (1804-1872 M). Menurutnya hanya alamlah yang
ada dan manusia merupakan bagian dari alam

8
Dalam pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan
batu. Orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti kayu dan
batu. Akan tetapi, materialisme berpandangan bahwa pada akhirnya dan pada prinsipnya,
manusia hanyalah sesuatu yang materiil. Dengan kata lain, materi betul-betul materi. Menurut
bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi, batu atau pohon, namun pada
eksistensinya, manusia sama dengan sapi. (Atang Abdu Hakim, 2008 : 361)
Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan
manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya, bahan (badan)
tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada.
Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat
saja.
Seorang tokoh (Materialisme Alam) adalah Ludwig Feueurbach[11] (1804-1872) sebagai
pengikut Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan
berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak agama/metafisika. Satu-satunya
asas kesusilaan adalah keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan untuk mencari
kebahagiaan manusia harus ingat akan sesamanya. (Muzairi, 2009 : 1390-1340)
Aliran-aliran dalam materialisme
Materialisme tidak seluruhnya dari dulu sampai sekarang dalam satu konsep pendapat yang
tetap dan sama. Akan tetapi, materialisme mengalami perubahan seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Adanya aliran dalam materialisme tersebut hanya terbatas dalam pemikiran
atau ide-ide saja yang disebabkan oleh adanya pendekatan yang berbeda. Adapun aliran-aliran
tersebut adalah :
1. Materialisme mekanik (mekanisme)
Dalam arti sempit, materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa semua bentuk
dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi dan gerak.
Bagi seorang pengikut aliran materialisme mekanik, semua perubahan dunia, baik
perubahan yang menyangkut atom atau perubahan yang menyangkut manusia, semuanya bersifat
kepastian semata-mata. Terdapat suatu rangkaian sebab-musabab yang dijelaskan dengan
prinsip-prinsip sains alam semata-mata. Materialisme mekanik merupakan doktrin yang
mengatakan bahwa alam itu diatur oleh hukum-hukum alam yang dapat diruangkan dalam
bentuk-bentuk matematika jika data-datanya telah terkumpul. Seorang pengikut aliran

9
materialisme mekanik berpendirian bahwa semua fenomena dapat dijelaskan dengan cara yang
dipakai dalam sains fisik. Dasar-dasar materialisme dibentuk oleh sains matematika dan fisika.
Prinsip-prinsip penjelasan tersebut kemudian dipakai oleh ilmu-ilmu: biologi, psikologi, dan
ilmu masyarakat.
2. Materialisme dialektika
Materialisme dialektika merupakan ajaran Karl Marx[12]. Materialisme dialektik timbul dari
perjuangan sosial yang hebat, yang muncul sebagai akibat dari Revolusi Industri. Pandangan
materialisme yang menyatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi, berarti bahwa tiap-
tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Dalam
filsafat Marx, tampak ada pandangan dualistik, yaitu ia menganggap bahwa ala mini terdiri dari
dua kenyataan, yaitu materi dan idea tau kesadaran (conciousness). Materi diartikan sebagai
segala sesuatu yang berupa objek atau kegiatan kerohanian manusia yang meliputi pikiran,
perasaan, kemauan, watak.
Prinsip dalam aliran materialisme dialektika memandang bahwa alam semesta ini
bukan tumpukan yang terdiri dari segala sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah-pisah, tetapi
merupakan satu keseluruhan yang bulat daan saling berhubungan. Alam ini bukan suatu yang
diam, tetapi selalu dalam keadaan bergerak terus-menerus dan berkembang. Dalm proses
perkembangannya, pada alam semesta ini terdapat perubahan kuantitas dan kualitas dan
sebaliknya. Secara singkat ciri-ciri materialisme dialektika adalah mempunyai asas gerak, asas
saling berhubungan, asas perubahan kuantitas dan kualitas. (Atang Absul Hakim, 2008 : 369-
371).

3. Materialisme historis
Perkembangan sejarah manusia dan masyarakat pun tunduk dan mempunyai watak
yang materialistik idealektis. Oleh sebab itu, bila teori itu diterapkan pada gejala masyarakat,
tumbullah apa yang dinamakan metarialisme historis.
Disini pikiran dasar ialah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan
oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang material. Jika sebagai contoh kita memilih
pengolahan tanah maka perkembangan sarana-sarana produksi adalah umpamanya : tongkat,

10
pacul, bajak, mesin. Biarpun sarana-sarana produksi sendiri merupaakan buah hasil pekerjaan
manusia. Namun arah sejarah tidak tergantung dari kehendak manusia.
10. MARXISME
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx.
Marx adalah filsuf yang menyusun sebuah teori besar terkait sistem ekonomi, sosial, dan politik.
Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme mencakup materialisme dialektis dan
materialisme historis, serta penerapannya pada kehidupan sosial.
Teori Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku
Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme sebenarnya bentuk
protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan
uang dengan mengorbankan kaum proletar. Sedangkan kondisi kaum proletar sangat
menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil
pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Akibatnya banyak kaum proletar yang
harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena
adanya “kepemilikan pribadi”, dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya.
Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme harus
diganti paham komunisme. Sebab bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar
akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar munculnya ajaran marxisme.
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi oleh Ajaran Hegel. Bahkan sampai
saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologi Hegel. Marxisme menjadi
landasan banyak filosofi sesudahnya dan menjadi dimensi filosofi zaman modern yang tidak
dapat diabaikan begitu saja, salah satu alasannya karena Marxisme merupakan sistem pemikiran
yang amat kaya. Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat
berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi Inggris.

11. ANTI THEISME (ATHEISME)


Atheisme sering dikatakan sebagai paham yang tidak mempercayai Tuhan, dalam itu
keberadaanNYA maupun peranNYA dalam kehidupan manusia. Sulit untuk merunut sejak kapan
paham ini ada di muka bumi. Walau demikian, Atheisme mulai mendapat landasan rasional
ilmiah ketika Ludwig Feuerbach menerbitkan karyanya The Essence of Christianity, dan
melakukan kritik agama khususnya agama Kristen. Sebenarnya terdapat empat pemikiran atheis

11
yang mempelopori filsafat kritis terhadap agama, yaitu Ludwig Feuerbach, Sigmund Freud,
Friederich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre yang juga terkenal sebagai filsuf eksistensialisme.
Ludwig Feuerbach adalah orang yang pertama kali memberikan landasan rasional ilmiah
terhadap atheisme. Dia juga adalah salah satu pendukung filsafat dialektis Hegelian. Namun
begitu, terdapat perbedaan pandangan antara dirinya dan ajaran Hegel. Bagi Feuerbach, manusia
adalah nyata dan rasional, sedangkan roh semesta (yang dinyatakan oleh Hegel, dan
diasosiasikan dengan Tuhan) adalah sesuatu yang tidak nyata.
Feuerbach dalam pandangannya tentang agama langsung masuk ke dalam adanya sesuatu di
balik layar dari agama itu, dan menyatakan, “bahwa agama tak lain daripada….”. Pandangannya
ini tidak secara jujur mengungkapkan kebenaran atau kesalahan dari agama, melainkan hanya
melihat sesuatu dibalik/dibelakang masalah yang dibicarakannya. Bagi Feuerbach, agama adalah
proyeksi manusia atas keterasingan dirinya. Segala konsep tentang Tuhan, Malaikat, Surga, dan
Neraka yang ada dalam agama, menurutnya tak lain merupakan hasil proyeksi manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, manusia lah yang mengkonsepsikan hal-hal itu. Sehingga landasan
filosofis ini sering disebut dengan nama Reduksionisme.
Mengikuti pandangan Feuerbach, seorang filsuf lainnya yakni Sigmund Freud, seorang
psikiater yang menciptakan dan mengembangkan metode psikoanalisis, memandang bahwa
ritual-ritual keagamaan mempunyai kemiripan dengan ritual yang ada dalam gangguan obsesif-
kompulsif. Obsesif-kompulsif adalah suatu gangguan psikologi (psychological disorder) dimana
seseorang tidak mampu menahan keinginannya untuk melakukan suatu gerakan/aktivitas
berulang-ulang, misalnya mencuci tangan berkali-kali, dan lain sebagainya. Meskipun
pandangannya tentang agama mendapat beberapa pertentangan, namun metode/teori
psikoanalisisnya menjadi salah satu aliran besar dalam psikologi modern.
Tokoh berikutnya yang tak kalah terkenal adalah Friederich Nietzsche. Melalui
pendapatnya: “God is dead. God remain dead. And we have killed him…” (1882), Nietzsche
memandang bahwa kepercayaan terhadap Tuhan (pada saat itu adalah Kristen) adalah
kepercayaan yang salah. Tuhan tidaklah lagi dapat dipercayai, dan oleh karena itu Dia telah mati,
dan seandainya Dia belum mati, adalah tugas manusialah untuk membunuhnya.

12

Anda mungkin juga menyukai