Anda di halaman 1dari 80

BAB 1

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS NEGARA


KESATUAN RI
A. Latar Belakang
Sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Waktu itu Jepang mengalami
kekalahan dengan sekutu, sehingga keadaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan proklamasi inilah Negara
Indonesia terlahir.

Sebagai Negara yang baru saja terbentu, tentunya Indonesia masih rentan dengan
penjajahan bangsa asing maupun pemberontakan bangsa sendiri. Kemerdekaan bangsa Indonesia
yang baru sebentar ini mendapatkan gangguan dari Belanda. Awalnya bangsa Indonesia
menyabut baik kedatangan Belanda, namum setelah mengetahui Belanda diboncengi Sekutu,
rakyat Indonesia merasa terganggu. Dari situlah mulai terjadi perlawanan diberbagai daerah di
Indonesia. Perlawanan bangsa Indonesia ini dikalukan secara fisik maupun secara diplomasi.

B. Bentuk Perjuangan Menghadapi Pasukan Sekutu dan Nica

 Perjuangan secara fisik


1. Peristiwa 10 November di Surabaya
Surabaya merupakan kota pahlawan. Surabaya menjadi ajang pertempuran yang paling hebat
selama revolusi mempertahankan kemerdekaan, sehingga menjadi lambang perlawanan nasional.
Peristiwa di Surabaya merupakan rangkaian kejadian yang diawali sejak kedatangan pasukan
Sekutu tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby.

Setelah mendarat di Surabaya, NICA berusaha menjadikan Hotel Yamato sebagai markas.
Mereka mengibarkan bendera Belanda, “merah-putih-biru” di tiang puncak hotel Yamato. Hal
ini sontak membuat para pemuda marah. Secara spontan mereka menyerbu masuk hotel dan
menurunkan bendera itu, kemudian merober bagian yanf berwarna biru lalu bendera pun
dikibarkan lagi menjadi merah putih. Sejak saat itu bentrokan antara pejuang dan pasukan
Sekutu terjadi hampir di tiap sudut kota Surabaya.

Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internatio di
Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen Mallaby. Akibat meninggalnya Brigjen
Mallaby, Inggris memberi ultimatum, isinya agar rakyat Surabaya menyerah kepada Sekutu.
Secara resmi rakyat Surabaya, yang diwakili Gubernur Suryo menolak ultimatum Inggris.
Akibatnya pada tanggal 10 November 1945 pagi hari, pasukan Inggris mengerahkan pasukan
infantri dengan senjatasenjata berat dan menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Rakyat Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu. Bung Tomo memimpin rakyat dengan
berpidato membangkitkan semangat lewat radio. Pertempuran berlangsung selama tiga minggu.
Akibat pertempuran tersebut 6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh pertempuran Surabaya
berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk dalam agenda sidang Dewan
Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.

2. Bandung Lautan Api


Terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api diawali dari datangnya Sekutu pada bulan Oktober
1945. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ultimatum Sekutu untuk mengosongkan kota Bandung.
Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama isinya kota Bandung
bagian Utara selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh para pejuang.
Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh para pejuang. Selanjutnya tanggal 23 Maret 1946
Sekutu mengeluarkan ultimatum kembali. Isinya hampir sama dengan ultimatum yang pertama.
Menghadapi ultimatum tersebut para pejuang kebingungan karena mendapat dua perintah yang
berbeda. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar TRI mengosongkan kota Bandung.
Sementara markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya para pejuang mematuhi perintah dari Jakarta. Pada tanggal 23-24 Maret 1946 para
pejuang meninggalkan Bandung. Namun, sebelumnya mereka menyerang Sekutu dan
membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar Sekutu tidak dapat menduduki dan
memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api.
Sementara itu para pejuang dan rakyat Bandung mengungsi ke luar kota.

3. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November sampai tanggal 15 Desember 1945, antara
pasukan TKR dan Pemuda Indonesia melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran
Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pada
tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah
pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan
gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian
digantikan oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa berhasil dikepung selama 4 hari 4 malam
oleh pasukan RI. Mengingat posisi yang telah terjepit, maka pasukan Sekutu meninggalkan kota
Ambarawa tanggal 15 Desember 1945 menuju Semarang. Keberhasilan TKR mengusir Sekutu
dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI.

4. Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di
Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh
pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan
perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13
Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak
lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para
pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni
pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papanpapan yang
bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah
Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap
unsur Republik yang berada di kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan
TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus
1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di
Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.

5. Peristiwa Merah Putih di Manado


Kabar tentang proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal Pejuanggal 17 Agustus
1945 sampai ke Manado. Kabar itu membuat para pemuda dan pejuang di Manado gembira. Di
lain pihak, pasukan sekutu yang membara serta NICA masuk ke Manado dan berusaha untuk
membebaskan pasukan KNIL yang menjadi tawan perang. Tetapi NICA lalu mempersenjatai
para mantan pasukan KNIL itu. Pasukan itu dijuluki “Pasukan Tangsi Putih”.

Setelah sekutu resmi menyerahkan Manado ke tangan kekuasaan NICA pada bulan
Desember 1945, NICA langsung melakukan pembersihan dengan menangkap para pemimpin
pergerakan perjuangan agar kedudukan mereka di Manado aman. Pasukan KNIL di Manado
tidak seluruh loyal pada NKRI, merekan dijuluki “Pasukan Tangsi Hitam”.

Pasukan Tangsi Hitam bergabung dengan Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) dan
merencanakan untuk mengusir NICA dari Manado. Tetapi, rencana PPI itu tercium oleh NICA,
akhirnya para pemimpin PPI ditangkap serta seluruh peluru dan amunisi Pasukan Tangsi Hitam
disita oleh NICA., pasukan tetap punya senjata tetapi tanpa peluru dan amunisi.

Tetapi rencan perlawan pada NICA tetap dilaksanakan. Dengan perencanaan yang matang,
serangan ke markas NICA dan Pasukan Tangsi Putih di Teling di lancarkan. dengan bergerak di
malam hari membuat formasi huruf “L”, Pasukan PPI berhasil masuk ke markas NICA dan
berhasil menguasai markas serta membebaskan para pemimpin PPI yang ditawan NICA. para
pejuang merobek bagian biru Belanda sehingga sang merah putih berkibar di sana. Para pejuang
juga berhasil mengalahkan NICA di Tomohon dan Tondano.

Setelah kebehasilan itu, para pejuang langsung membentuk pemerintahan sipil dengan B.W.
Lapisan sebagai Residennya kabar kemenangan ini segera di kiri ke Yogjakarta. Kabar ini juga
sekaligus menipis propaganda Belanda bahwa Proklamasi Kemerdekaan RI hanya berlaku di
Jawa saja, dan klaim akan mitos Verbond Minahasa – Nederland (persahabatan Belanda-
Minahasa) yang telah ada sejak 10 Januari 1969 gugur sudah.
 Perjuangan secara diplomatik

1. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Dalam Perjanjian ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan
Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn. Perjanjiantersebut dipimpin oleh Lord Killearn,
seorang diplomat Inggris.

Berikut ini beberapa keputusan Perjanjian Linggarjati.

A. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.

B. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat,
dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik
Indonesia.

C. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya. Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar
ketentuan Perjanjian tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.

1. Perjanjian Renvile
Dalam upaya membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda maka DK
PBB mendesak diadakannya gencatan senjata yang terjadi 4 Agustus 1947 serta membentuk
komisi tiga Negara (KTN), Negara-negara tersebut adalah :

a) Australia (tunjukan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.

b) Belgia (tunjukan Belanda) diwakili oleh Paul Van Zeelan.

c) Amerika Serikat (netral), diwakili oleh Dr. Frank Graham.

Atas usul KTN maka pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan Perjanjian antara Indonesia
dan Belanda di atas kapal Renville milik AS yang sedang berlabuh di Jakarta.

Delegasi Indonesia terdiri atas PM. Amir syarifuddin, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Dr. Tjoa sik len,
Mr. Roem, Haji Agus Salim, Mr. Nasrun dan Ir. Djuanda. Delegasi Belanda terdiri atas Abdul
Kadir Widjoyoatmojo, Jhr. Van Vredenburgh, Dr.Soumokil, Pangeran Kartanegara dan
Zulkarnaen.

Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni
1948 maka diperoleh persetujuan Renville.
Pokok-pokok isi persetujuan sebagai berikut:

a. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai kedaulatannya diserahkan
kepada RIS yang segera dibentuk.

b. RIS mempunyai pendudukan yang sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-
Belanda.

c. RI akan merupakan Negara bagian dari RIS

d. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada


pemerintahan federal sementara.

e. Pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI

Kerugian-kerugian yang diderita Indonesia dari perjanjian Renville adalah :

a. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa


peralihan.

b. Indonesia kehilangan sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui
sebagai daerah kekuasaan Belanda

c. Pihak republik harus menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda
dan dari kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.

Akibat buruk bagi pemerintah RI dengan penandatanganan perjanjian ini adalah :

a. Wilayah RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.

b. Timbulnya reaksi keras dikalangan pemimpin-pemimpin RI mengakibatkan jatuhnya


kabinet Amir Syarifuddin yang dianggap telah menjual Negara kepada Belanda.

c. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketat oleh Belanda.

d. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militer dari daerah-daerah


gerilya, kemudian hijrah ke wilayah RI yang berdekatan.

Kabinet Amir syarifuddin jatuh dan digantikan kabinet Hatta. Amir syarifuddin yang
kecewa akhirnya menjadi oposisi kabinet Hatta dan bersama Muso mengobarkan pemberontakan
PKI di Madiun pada bulan September 1948, saat bangsa Indonesia sibuk menghadapi ancaman
agresi militer Belanda II.

2. Perjanjian Roem Royen


Perjanjian ini merupakan Perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan
yang dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den Haag
negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter Indonesia yang
bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan permusyawaratan federal
(BFO/Bijenkomst Voor Federal Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam
menghadapi KMB.

Komisi PBB yang menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI berhasil membawa
Indonesia-Belanda ke meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan persetujuan
Roem-Royen (Roem-Royen Statement) yang isinya antara lain :

a. Belanda harus pergi meninggalkan daerah Yogyakarta

b. Presiden dan wakil presiden kembali ke Yogyakarta

c. Panglima mengembalikan mandatnya kepada pemerintah Presiden Soekarno

3. Konferensi Inter Indonesia


Bersamaan dengan di adakannya Konferensi Inter Indonesia , di Jakarta berlangsung
prtemun wakil-wakil republic Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan
Permusyawaratan dengan Belanda dibawah pengamatan UNCI. Pertempuran tersebut
menghasilkan penggentian permusuhan kedua belah pihak . Presiden Soekarno sendiri pada 3
Agustus 1949 melalui radio mengeluarkan Radio untuk menghentikan tembak-menembak. AHJ
lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda sebagai Panglaima Tertinggi Angkatan Perang
Belanda Indonesia, di hari yang sama, memerintahkan kepada pasukan untuk meletakkan senjata.
konferensi Inter-Indonesia sendiri berlangsung di Yogjakartapada tanggal 19-22 Juli 1949,
dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta.

konferensi empat hari ini menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:

a. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang
berdasarkan demokrasi dan federalism

b. RIS akan dipimpin oleh seorang presiden dan dibantu oleh mentri-mentri

c. RIS akan menerima kedaulatan baik dan Republik Indonesia Maupun Kerajaan Belanda

d. Angkatan perang semata-mata hak pemerintah RIS

e. Negara-negara bagian tidak akan mempunyai angkatan perang sendiri

Pertemuan ke-dua konferensi Inter-Indonesia diadakan di Jakarta pada 30 Juli 1949, dan
menghasilkan beberapa keputusan yaitu:

a. bendera RIS adalah sang Merah-Putih

b. lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya


c. Bahasa resmi RIS adalah Bahasa Indonesia

Wakil RI dan BFO ber hak memilih Presiden RIS. Negara bagian yang berjumlah 16
berhak mengisi keanggotaan di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Kedua
Majelis ini juga setuju untuk membentuk panitin persiapan nasional, yang bertugas
mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan KMB. Selain itu, dibicarakan soal
posisi TNI yang menjadi inti dari pembentukan Angkatan Parang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) yang anggota-anggotanya terdiri atas bekas koninklijk Nederlands Leger (KNIL) dan
anggotanya Koninklyeke Leger (KL) akan kembali ke Belanda. Saat itu, terjadi pembrontakan di
berbagai daerah, seperti pemberontakan KNIL di Bandung, APRA-nya Westerling,
Pembeontakan Andi Aziz di Makassar, dan Pemerontakan RMS.

4. Konferensi Meja Bundar


Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen.
Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan
Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya
untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi KMB.

Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan


tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada pembentukan
Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan
pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi.

Pada bidang pertahanan diputuskan:

a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional,

b. TNI menjadi inti APRIS, dan

c. negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.

KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa
Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus
sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan
perwakilan UNCI.

Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB:

a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo

b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.

c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.

d. UNCI diwakili oleh Chritchley.


Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa
keputusan berikut:

a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.

c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.

d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.

e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet
akan diserahkan kepada RIS.

f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang
diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan kedaulatan


secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri
Dr. Willem Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen, dan Drs. Moh. Hatta,
bersama menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Sedangkan di Jakarta Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink menandatangani
naskah pengakuan kedaulatan.

C. Perjuangan dalam mempertahankan konflik dalam negeri

1. Pemberontakan DI/TII diberbagai daerah.


Pada dasarnya walaupun namanya sama, antara gerakan DI/TII di satu daerah tidak
mempunyai hubungan secara langsung dengan gerakan DI/TII yang meletus di daerah lainnya,
karena masing-masing mempunyai latar belakang dan pemimpin yang berbeda.

a) Gerakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh SM. Kartosuwiryo mempunyai akar
persoalan militer dan politik yaitu perjanjian Renville antara RI dengan Belanda serta keinginan
mendirikan negara yang berdasarkan Islam. Pemberontakan yang berlangsung sejak 1949 baru
dapat dipadamkan tahun 1962 lewat operasi Baratayuda dengan siasat Pagar Betis.

b) Gerakan DI/TII di Jawa Tengah baik yang meletus di daerah Tegal-Brebes-Pekalongan


yang dipimpin oleh Amir Fatah, maupun yang meletus di Kebumen yang dipimpin oleh Kyai
Mahfudz Abdur Rahman atau Kyai Somo Langu yang mendapat dukungan dari anggota batalyon
426 di Kudus dan Magelang. Menghadapi aksi DI/TII di Jawa Tengah, pemerintah membentuk
operasi pusat yang disebut Gerakan Banteng Negara yang diantaranya adalah operasi Merdeka
Timur yang menghancurkan Gerakan DI/TII di wilayah Jawa Tengah bagian selatan-Tengah.

c) Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Penyebabnya
adalah menyangkut rasionalisasi/demobilisasi tentara oleh Pemerintah di seluruh Indonesia.

Ibnu Hajar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang mantan letnan dua TNI yang
kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo.
Dengan pasukan yang dinamakan Kesatuan Rakyat yang tertindas, Ibnu Hajar menyerang pos-
pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan pengacauan pada bulan
Oktober 1950, pemerintah masih memberikan kesempatan kepada Ibnu Hajar untuk
menghentikan petualangan secara baik-baik. Ia dan kesatuannya pernah menyerahkan diri tetapi
setelah menerima perlengkapan, Ibnu Hajar melarikan diri dan melanjutkan pemberontakannya.
Perbuatan itu dilakukan lebih dari satu kali sehingga pemerintah memutuskan untuk mengadakan
operasi. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya
menyerah. Pada tanggal 22 Maret 1965 pengadilan militer menjatuhkan hukuman mati kepada
Ibnu Hajar.

d) Gerakan DI/TII di Aceh, gerakan ini dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh, mantan
Gubernur militer DI Aceh dan Ketua PUSA. Issu sentral yang menjadi penyebabnya adalah
masalah otonomi daerah dan perimbangan pusat dengan daerah. Sedangkan pemicunya adalah
diturunkannya status Aceh dari Daerah Istimewa (setingkat propinsi) menjadi Karisidenan di
bawah propinsi Sumatera Utara. Pemberontakan yang berlangsung sejak th. 1953 dapat diakhiri
th. 1962 melalui Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang salah satunya adalah pemberian
amnesti pada Daud Beureuh.

2. Penumpasan pemberontakan PKI Madiun


Perjanjian Renville yang isinya sangat merugikan pihak Indonesia, telah menyebabkan
jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin. Setelah berhenti dari kabinet Hatta, ia beralih haluan dengan
bergabung pada FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang berhaluan sosialis dan menempatkan diri
sebagai oposisi kabinet Hatta.

Kelompok FDR ini dalam upaya merebut kekuasaan, melakukan berbagai cara seperti
penculikan dan pembunuhan terhadap lawan politik. Langkah kelompok ini semakin merajalela
setelah datangnya Muso dari Sovyet, yaitu dengan terjadinya peristiwa tanggal 18 September
1948 FDR/PKI memproklamasikan berdirinya "Sovyet Republik Indonesia" di Madiun.

Pecahnya pemberontakan ini ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Gatot


Subroto sebagai Gubernur militer daerah Surakarta, Pati dan Madiun, serta Kolonel Sungkono
sebagai Panglima Divisi Jawa Timur untuk melaksanakan operasi militer. Dengan dukungan oleh
rakyat, tanggal 30 September 1948 pemberontakan PKI Madiun bisa dipatahkan, Muso mati
tertembak sedangkan Amir Syarifudin dihukum mati.
3. Pemberontakan Andi Azis di Sulawesi Selatan (Makassar)
Kapten Andy Azis adalah bekas perwira KNIL yang telah diterima dalam APRIS dan
bertugas di Sulawesi Selatan. Pemberontakan Andy Azis terkait dengan rencana pemerintah RIS
mendatangkan 1 Bataliyon APRIS ke Sulawesi Selatan yang saat itu tidak aman karena sering
dilanda demonstrasi baik oleh yang pro maupun yang anti negara federal. Rencana itu ditentang
oleh Andy Azis yang bermuara pada pemberontakan Andy Azis bulan April 1950.

4. RMS (Rep. Maluku Selatan)


Sejak bulan April 1950 yang dipelopori oleh Mr. DR. Ch. R.S. Soumokil (mantan jaksa
agung NIT). Menghadapi gerakan RMS yang merupakan gerakan separatis, pemerintah berusaha
menyelesaikannya secara damai dengan mengirim misi Dr. Leimena. Karena gagal maka
pemerintah menghadapinya dengan kekerasan senjata melalui ekspedisi militer yang dipimpin
oleh Kol. Alex Kawilarang.

5. APRA di Bandung maupun Sulawesi Selatan


Yang dipimpin oleh Kapten Reymond Westerling pada bulan Januari 1950. Penyebabnya
adalah karena tuntutan Westerling agar APRA (eks KNIL) yang di Jawa Barat dijadikan tentara
Negara Jawa Barat serta penolakan pembubaran Negara Jawa Barat, ditolak oleh Pemerintah
RIS.

BAB 2

Perjuangan Mempertahankan Keutuhan NKRI (1948-1965)

A. Tokoh Pejuang Bangsa Indonesia Pada Masa 1948-1965


 Peranan Tokoh Pejuang Bangsa Indonesia Pada Masa 1948-1965,-
Para pendahulu kita telah membuktikan betapa pentingnya keutuhan wilayah dan bangsa
indonesia. Bukti tersebut adalah adannya perjuangan menegakkan dan menjaga keutuhan wilayah
dan bangsa indonesia. Mereka telah berjuang untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Negara indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat harus kita pertahankan
agar dapat mencapai kemakmuran dan keadilan.
B.
C. Perujangan bangsa indonesia dalam menegakkan keutuhan wilayah dan bangsa dibagi
menjadi dua yaitu perjuangan melawan ancaman dari luar dan perjuangan melawan ancaman
dari dalam. Peranan tokoh yang berjuangan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara
pada masa 1948-1965 yaitu sebagai berikut.

D. 1. Jenderal Gatot Soebroto


E. Jenderal Gatot Soebroto (lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907 - Meninggal di
Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh perjuangan militer indonesia dalam
merebut kemerdakaan dan juga pahlawan nasional indonesia. Ia dimakamkan di Ungaran,
kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai pahlawan Kemerdekaan
Nasional menurut SSK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga merupakan aah
angkat daro Bob Hasan. Seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era
Soeharto.
F.
G. Setamat pendidikan dasar di HIS, Gatot Subroto tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, namun memilih menjdai pegawai. Namun tak lama kemudian pada tahun 1923
memasuki sekolah militer KNIL di Magelang. Setelah Jepang menduduki Indonesia, serta
merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah kemerdekaan, Gatot
Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan kariernya berlanjut hingga
sebagai Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah
Surakarta dan Sekitarnya.

Setelah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, pada tahun 1949 Gatot Subroto diangkat
menjadi Panglima Tentara dan Teritorium IV I Diponegoro. Pada tahun 1953, ia sempat
mengundurkan diri dari dinas militer, namun tiga tahun kemudian diaktifkan kembali
sekaligus diangkat menjdai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

Ia adalah penggagas akan perlunya sebuah akademi militer gabungan (AD, AU dan AL)
untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.

H.2. Abdul Haris Nasution


I. Jenderal Besar TNI Purn.Abdul Haris Nasution lahir di kotanopan, Sumatra Utara pada
tanggal 3 Desember 1918. Setelah menamatkan pendidikan di Hollands Inlandse School
(HIS) di Kotanopan, Nasution diterima di Holland Inlandse Kweekschool (HIK) Bukittinggi,
sekolah guru yang disebut dengan "Sekolah Raja". Nasution adalah angkatan terakhir di HIK
bukittinggi karena sesudahnya sekolah ini ditutup akibat politik penghematan yang
dijalankan oleh pemerintah Belanda.

J.
K. Ketika belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia tahun 1940,
Nasution ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada tahun
1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan jepang di Surabaya. Setelah
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA
mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada maret 1946. ia diangkat menjadi Panglima Divisi
III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai panglima Divisi Siliwangi.
Pada Februari 1948, ia menjadi wakil panglima besar TNI (Orang kedua setelh Jenderal
Soedirman) dan diangkat menjadi Kepada Staf TNI Angkatan Darat pada akhir tahun 1949.
L. Advertisement
M.
Sebagai tokoh seorang panglima militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang Gerilya.
Pak Nas demkian sebutanya dikenal juga sebagai penggagas difungsi ABRI. Orde Baru yang
ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan didalamnya) telah menafsirkan
konsep dwifungsi tersebut kedalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif.
Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang Gerilya.
Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentas of
Guerrilla Warfare.
Masa tugasnya sebagai panglima siliwangi bagi Nasution merupakan tonggak dalam
kehidupan pribadinya. Ia melamar sunarti, Putri Oondokusumo yang sudah dikenalnya sejak
menjadi taruna Akademi Militer di tahun 1940. Sunarti dinikahinya tanggal 30 Mei 1947
hingga lahirlah dua orang putri. Putri pertama lahir pada tahun 1952 dan yang kedua lahir
pada tahun 1960. Putri yang kedua ini, Ade Irma Suryani Nasution, tewas pada usia lima
tahun saat peristiwa G 30 S/PKI.

N. 3. Letkol Slamet Riyadi


O. Menjelang proklamasi 1945 Slamet Riyadi melarikan sebuah kapal kayu milik jepang untuk
melakukan perlawanan terhadap Jepang. Setelah diangkat sebagai Komandan Batalyon
Resimen I Divisi X ia berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari
pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat
Batalyon, yang disiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota
Solo dari tangan Jepang.

P.
Q. Slamet Riyadi kemudian diangkat menjadi komandan Batalyon XIV dibawah divisi IV.
Panglima Divisi IV adalah Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama
Divisi penembahan Senopati. Batalyon XIV merupakan kesatuan militer yang dibanggakan.
Pasukannya terkenal dengan sebutan anak buat "Pak Met". Selama agresi Belanda II,
pasukannya sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap kedudukan militer Belanda,
pertempran demi pertempuran membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik
gerilya yang dijalankan Slamet Riyadi. Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di setiap
perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya. Sewaktu pecah pemberontakan
PKI Madiun. Batalyon Slamet Riyadi sedang berada di luar kota Solo, yang kemudian
diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II - Kolonel Gatot Soebroto untuk
melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini
berjalan dengan gemilang.

Pada tanggal 10 juli 1950, Letnan Kolonel Slamet Riyadi, ditugaskan dalam operasi
penumpasan RMS di Maluku dan Andi Azis di Sulawesi Selatan bersama Panglima TT VII -
Kolonel Kawilarang. Dalam tugas inilah ia gugur muda dalam usia 23 tahun. Ia tertembak di
depan benteng Victoria setelah berusaha merebutnya.

BAB 3
Demokrasi Liberal di Indonesia
 Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer-
liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat dan masa ini disebut Masa Demokrasi
Liberal. Indonesia sendiri pada tahun 1950an terbagi menjadi 10 Provinsi yang mempunyai
otonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang juga
bernafaskan liberal.

Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang
berkiblat pada demokrasi. Demokrasi liberal berarti demokrasi yang liberal. Liberal disini
dalam artian perwakilan atau representatif.

Dengan pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh


suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung
jawab kepada parlemen (DPR). Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong
untuk lahirnya banyak partai-partai politik dengan ragam ideologi dan tujuan politik.

Demokrasi Liberal sendiri berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya bahwa
UUDS 1950 dengan sisten Demokrasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan
kehidupan politik bangsa Indonesia yang majemuk.

Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit presiden mengenai
pembubaran Dewan Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.

Pelaksanaan Pemerintahan
Tahun 1950-1959 merupakan masa memanasnya partai-partai politik pada pemerintahan
Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil
alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR (Parlemen).
Dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi secara bergantian memegang
hegemoni poltik dalam empat kabinet yang pernah berlaku. Adapun susunan kabinetnya
sebagai berikut;

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)


Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir dari Partai
Masyumi sebagai perdana menteri. Kabinet Natsir merupakan koalisi yang dipimpin oleh
partai Masyumi bersama dengan PNI. Kabinet ini memiliki struktur yang terdiri dari tokoh –
tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Asaat,
Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.

Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:

 Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.


 Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
 Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
 Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
 Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, kabinet Natsir mendapatkan tugas utama yaitu
proses integrasi Irian Barat. Akan tetapi, Kabinet Natsir kemudian mendapatkan kendala
yaitu pada masa kabinet ini terjadi banyak pemberontakan seperti: Gerakan DI/TII, Gerakan
Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Kabinet Natsit memiliki keberhasilan dalam upaya perundingan antara Indonesia-Belanda


untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

Dalam bidang ekonomi kabinet ini memperkenalkan sistem ekonomi Gerakan Benteng  yang
direncanakan oleh Menteri Ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo. Program ini bertujuan
untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:

 Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
 Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan
Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.

Tujuan program ini sendiri tidak dapat tercapai dengan baik meskipun anggaran yang
digelontorkan pemerintah cukup besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
 Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
 Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
 Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
 Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
 Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
 Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.
Kabinet Natsir sendiri kemudian berakhir disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari
PNI di Parlemen Indonesia menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD
dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari
1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk
Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal, sehingga ia mengembalikan
mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).
Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro dari PNI dan Soekiman
Wijosandjojo dari Masyumi sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi
Masyumi-PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman-Soewirjo.

Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:

 Menjamin keamanan dan ketentraman


 Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani.
 Mempercepat persiapan pemilihan umum.
 Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke
dalam wilayah RI secepatnya.
 Menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja
sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
Kabinet ini mengutamakan skala prioritas terhadap peningkatan keamanan dan ketentraman
negara. RMS. dan lainnya. Akan tetapi kabinet ini kemudian mengalami sandungan setelah
parlemen mendengar bahwa kabinet ini menjalin kerja sama dengan blok barat, yaitu
Amerika Serikat.

Kabinet Sukiman ditenggarai melakukan Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar
Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan  Mutual Security Act (MSA).

MSA sendiri kemudian dinilai mengkhianati politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia
karena menerima MSA sama saja dengan ikut serta dalam kepentingan Amerika. Tindakan
Kabinet Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia
ke dalam blok barat.

Kabinet Sukiman sendiri memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan militer dan
kurang prograsif menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Parlemen pada akhirnya menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet Sukiman. Sukiman
kemudian harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana
Mentari Wilopo, sehingga bernama Kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari
PNI, Masyumi, dan PSI.

Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:

 Program dalam negeri: 


 Menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante,
DPR, dan DPRD 
 Meningkatkan kemakmuran rakyat, 
 Meningkatkan pendidikan rakyat, dan 
 Pemulihan stabilitas keamanan negara
 Program luar negeri: 
 Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
 Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta 
 Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Dalam menjalankan tugasnya Kabinet Wilopo menghadapi krisis ekonomi, defisit kas
negara, dan meningkatnya tensi gangguan keamanan yang disebabkan pergerakan gerakan
sparatis yang progresif. Ketimpangan Jawa dan luar Jawa membuat terjadi gelombang
ketidakpuasan di daerah yang memperparah kondisi politik nasional.

Kabinet Wilopo juga harus menghadapi konflik 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI
sebagai alat sipil dan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin
diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
usahanya memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan

Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera


Timur (Deli), Peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat
kepolisian dengan para petani liar yang di dukung PKI mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli). Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya
dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus


1955)
Kabinet Ali Sastroamidjojo yang terbentuk pada 31 Juli 1953 merupakan kabinet ke-empat
yang dibentuk selama Masa Demokrasi Liberal. Kabinet ini mendapatkan dukungan banyak
partai di Parlemen, termasuk Partai Nahdlatul Ulama (NU). Kabinet ini diketuai oleh PM.
Ali Sastroamijoyo dan Wakil PM. Mr. Wongsonegoro dari Partai Indonesia Raya (PIR).

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I:

 Meningkatkan keamanan dan kemakmuran


 Menyelenggarakan Pemilu dengan segera
 Pembebasan Irian Barat secepatnya
 Pelaksanaan politik bebas-aktif
 Peninjauan kembali persetujuan KMB.
 Penyelesaian pertikaian politik.
Dalam menjalankan fungsinya, kabinet ini berhasil melakukan suatu prestasi yaitu:

 Merampungkan persiapan pemilu yang akan diselenggarakan 29 September 1955


 Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955
Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 memiliki pengaruh dan arti penting bagi solidaritas
dan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia- Afrika dan juga membawa akibat yang
lain, seperti :

 Berkurangnya ketegangan dunia


 Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik diskriminasi ras di
negaranya.
 Indonesia mendapatkan dukungan diplomasi dari negara Asia-Afrika dalam usaha
penyatuan Irian Barat di PBB
Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I, Menteri Perekonomian Mr. Iskaq
Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi yang dikenal dengan sistem Ali-Baba.
Sistem ekonomi Ali-baba diperuntukan menggalang kerjasama ekonomi antara pengusaha
pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan penguaha Tionghoa yang diidentikkan dengan
Baba.

Sistem ekonomi ini merupakan penggambaran ekonomi pribumi – China. Sistem Ali Baba
digambarkan dalam dua tokoh, yaitu: Ali sebagai pengusaha pribumi dan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi yang diarahkan pada pengusaha China.

Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha non-pribumi diwajibkan untuk


memberikan latihan-latihan kepada pengusaha Indonesia. Sistem ekonomi ini kemudian
didukung dengan :
 Pemerintah yang menyediakan lisensi kredit dan lisensi bagi usaha  swasta nasional 
 Pemerintah memberikan perlindungan agar pengusaha nasional mampu bersaing
dengan pengusaha asing
Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha
pribumi akhirnya hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk
mendapatkan kredit dari pemerintah.

Kabinet Ali ini juga sama seperti kabinet terdahulu mengalami permasalahan mengatasi
pemberontakan di daerah seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Terjadinya Peristiwa 27 Juni 1955, yaitu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam
tubuh TNI-AD memperburuk usaha peningkatan keamanan negara. Pada masa kabinet ini
keadaan ekonomi masih belum teratasi karena maraknya korupsi dan peningkatan inflasi.

Konflik PNI dan NU memperburuk koalisi partai pendukung Kabinet Ali yang
mengakibatkan NU menarik menteri-menterinya  pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh
partai lainnya. Keretakan partai pendukung mendorong Kabinet Ali Sastro I harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.

Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret


1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin
Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.

Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:

 Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan


Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
 Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
 Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
 Perjuangan pengembalian Irian Barat
 Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Burhanuddin Harap ini mencatatkan sejumlah keberhasilan dalam menjalankan
fungsinya, seperti:

 Keberhasilan menyelenggarakan Pemilu pada 29 September 1955 untuk memilih


anggota DPR dan 15 Desember untuk memilih Dewan Konstituante.
 Membubarkan Uni Indonesia-Belanda
 Menjalin hubungan yang harmonis dengan Angkatan Darat
 Bersama dengan Polisi Militer melakukan penangkapan para pejabat tinggi yang
terlibat korupsi
Pemilu yang dilakukan pada tahun 1955 menghasilkan 4 partai besar di Parlemen yaitu, PNI,
NU, Masyumi, dan PKI. Pemilu itu diikuti oleh 27 dari 70 partai yang lolos seleksi.

Kabinet ini mengalami ganggung ketika kebijakan yang diambil berdampak pada banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Kabinet ini sendiri mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno ketika anggota
Parlemen yang baru kurang memberikan dukungan kepada kabinet.

Kabinet Ali Sastramojoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Pada tanggal 20 Maret 1956, didukung oleh tiga partai besar di Parlemen: PNI, NU, dan
Masyumi. Ali Sastroamijoyo mendapatkan mandat untuk kedua kalinya membentuk kabinet.

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang,
sebagai berikut:

 Perjuangan pengembalian Irian Barat


 Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
 Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
 Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
 Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
 Pembatalan KMB
 Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif
 Melaksanakan keputusan KAA.
Kabinet ini mendapatkan dukungan penuh dari Parlemen dan Presiden Soekarno, sehingga
dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment. Kabinet ini berhasil
melakukan pembatalan seluruh perjanjian KMB.

Pada masa kabinet ini muncul gelombang anti Cina di masyarakat, meningkatnya pergolakan
dan kekacauan di daerah yang semakin menguat, serta mengarah pada gerakan sparatisme
dengan pembentukan dewan militer di Sumater dan Sulawesi.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan mengakibatkan krisis kepercayaan


daerah luar Jawa dan menganggap pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan.
Pembatalan KMB menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha
Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI mengakibatkan
mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.

Kabinet Djuanda (9 April 1957- 5 Juli 1959)


Kabinet baru kemudian dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian membentuk kabinet yang
terdiri dari para menteri yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dikenal dengan istilah Zaket
Kabinet karena harus berisi unsur ahli dan golongan intelektual dan tidak adanya unsur partai
politik di dalamnya.

Program pokok dari Kabinet Djuanda dikenal sebagai Panca Karya yaitu:

 Membentuk Dewan Nasional


 Normalisasi keadaan RI
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Presiden Soekarno juga pernah mengusulkan dibentuknya Dewan Nasional ini sebagai
langkah awal demokrasi terpimpin.

Pada masa kabinet Juanda, terjadi pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang


menghambat hubungan antara pusat dan daerah. Untuk mengatasinya diadakanlah
Musyawarah Nasional atau Munas di Gedung Proklamasi Jalan Pegangsaan Timur No. 56
tanggal 14 September 1957.

Munas tersebut membahas beberapa hal, yaitu masalah pembangunan nasional dan daerah,
pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah Republik Indonesia. Munas
selanjutnya dilanjutkan dengan musyawarah nasional pembangunan (munap) pada bulan
November 1957.

Tanggal 30 November 1957, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di


Cikini. Keadaan negara memburuk pasca percobaan pembunuhan tersebut, banyak daerah
yang menentang kebijakan pemerintah pusat yang kemudian berakibat pada pemberontakan
PRRI/Permesta.

Keberhasilan Kabinet Karya yang paling menguntungkan kedaulatan Indonesia dengan


dikeluarkannya Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan Indonesia.
Kemudian dikuatkan dengan peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 4 prp.
Tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Pasca Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia
bertambah luas sampai 13 mil yang sebelumnya hanya 9 mil.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi
Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie
1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah
Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di
sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari
laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.


Kekacauan politik yang timbul karena pertikaian partai politik di Parlemen menyebabkan
sering jatuh bangunnya kabinet sehinggi menghambat pembangunan. Hal ini diperparah
dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru,
sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan
konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya
saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar


kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan
dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante.
Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok
partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mengambil kebijakan untuk mengatasi kemelut politik. Oleh karena
itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai
berikut;

 Pembubaran Konstituante.
 Berlakunya kembali UUD 1945.
 Tidak berlakunya UUDS 1950.
 Pembentukan MPRS dan DPAS.

Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS
1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku
lagi di Indonesia dan mulainya sistem Presidensil dengan Demokrasi Terpimpin ala
Soekarno.
BAB 4
Demokrasi Terpimpin di Indonesia
Demokrasi Terpimpin di Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
oleh Presiden Soekarno. Dekrit 5 Juli 1959menandakan era baru yang mana Indonesia
meninggalkan Demokrasi Liberal berganti dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin
diartikan sebagai demokrasi yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Pada prakteknya pengertian Demokrasi Terpimpin lebih cenderung kepada
Demokrasi yang dipimpin oleh presiden sebagai Panglima Besar Revolusi.
Berbagai peristiwa pada masa Demokrasi Terpimpin, antara lain:

Pembentukan MPRS
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dibentuk berdasarkan Penpres No. 2
Tahun 1959. Para anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan sejumlah
persyaratan : setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju pada
manifesto politik. Keanggotaan MPRS terdiri atas 61 orang anggota DPR, dan 200 wakil
golongan. Chaerul Shaleh ditunjuk menjadi ketua MPRS. Tugas MPRS terbatas pada
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Beberapa keputusan yang dibuat oleh MPRS:

1. Melaksanakan Manifesto politik


2. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup
3. Pidato presiden yang berjudul Berdiiri di atas Kaki Sendiri sebagai pedoman revolusi dan
politik luar negeri.
Pembentukan Dewan  Pertimbangan Agung
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasakan Penpres No. 3 Tahun
1959. Lembaga tinggi Negara diketuai oleh presiden dan Roeslan Abdulgani sebagai wakilnya.
Tugas DPAS adalah member jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada
pemerintah.

Pembentukan Kabinet Kerja


Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet kerja. Karena tidak ada wakil presiden,
maka presiden mengadakan jabatan menteri pertama. Ir. Juanda ditunjuk untuk memegang
jabatan itu. Program kabinet kerja disebut dengan Tri Program meliputi:

1. mencukupi kebutuhan sandang pangan,


2. menciptakan keamanan Negara,
3. mengembalikan Irian Barat.
Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penpres No. 13 tahun 1959. Tujuan dari Front nasional
adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi suatu kekuatan menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Prsiden. Tugas dari Front Nasional adalah:

1. Menyeesaikan revolusi nasional


2. Melaksankan pembangunan
3. Mengambalikan Irian Barat
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)
Depernas dipimpin oleh Mohammad Yamin dan beranggotakan 50 orang. Tugas Depernas
adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional sekaligus menilai
pelaksanaannya. Pada tahun 1963, Depernas berganti naman menjadi Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Beppenas). Ketua badan ini diambil alih oleh presiden. Tugas Beppenas
adalah:
1. Menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek
2. Mengawasi pelaksanaan pembangunan
3. Menilai hasil kerja mendataris MPRS
Pembentukan DPR-GR
Pembubaran DPR hasil Pemiu 1955 disebabkan oleh penolakan DPR terhadap RAPBN tahun
1960 yang diajukan oleh pemerintah. Presiden kemudian mengeluarkan Penpres yang
menyatakan DPR dibubarkan. Sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat
gotong-Royong (DPR-GR) yang anggotanya ditunjuk oleh presiden. Tugas DPR-GR adalah:
melaksanakan manifesto politik, mewujudkan amanat penderitaan rakyat, melaksanakan
demokrasi terpimpin.

Pembubaran Masyumi dan PSI


Pada tanggal 17 Agustus 1960, pemerintah membubarkan Partai Masyumi dan PSI.
Pertimbangan pembubaran dua partai tersebut adalah dikarenakan pemimpin-pemimpinnya turut
serta memberikan bantuan terhadap pemberontakan PRRI dan Permesta. Pembubaran partai
politik merupakan gagasan dari Presiden Soekarno, hal ini mengacu keberadaan partai politik
pada Demokrasi Liberal yang memunculkan ketidakstabilan dalam pemerintahan. Ide tentang
pembubaran partai politik ini mendapatkan tentangan dari berbagai pihak, salah satunya dari
Hatta. Oleh karena itu,  Hatta kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil
presiden Indonesia pada tanggal 1 Desember 1956.

Pembebasan Irian Barat


Pada Demokrasi Liberal sudah dilakukan berbagai upaya dalam rangka pengembalian Irian Barat
kepada Indonesia. Setiap Perdana Menteri pada masa Demokrasi Liberal dalam program
kerjanya terdapat upaya pengembalian Irian Barat. Namun berbagai upaya tersebut belum
mampu mengembalikan Irian Barat. Perjuangan Irian Barat kemudian berlangsung pula pada
masa Demokrasi Terpimpin. Berbagai upaya dilakukan baik itu memalui upaya diplomasi, 
konfrontasi politik, konfrontasi Ekonomi, pengumuman Trikora oleh presiden, hingga operasi
militer ke Irian Barat. Perjuangan tersebut menemui titik terang dengan adanya Perjanjian New
York yang salah satu poin utamanya adalah wilayah Irian Barat diserahkan kepada Indonesia
selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963.

(Tentang “Pengembalian Irian Barat” klik DISINI)


Ekonomi pada Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin dibentuk Seokarno pasca adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam
bidang ekonomi dipraktekkan ssstem ekonomi  Terpimpin, Presiden Soekarno secara langsung
terjun dan mengatur perekonomian-perekonomian yang terpusat pada pemerintah pusat yang
menjurus pada sistem ekonomi etatime menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi. Pada
gilirannya keadaan perekonomian mengalami invlasi yang cukup parah. Pada akhir tahun 1965
inflasi telah mencapai 650 persen. Berbagai kebijakan Ekonomi pada masa Demokrasi
Terpimpin antara lain:

1. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diketuai oleh


Presiden Soekarno dengan tugas menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan
jangka pendek, serta mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.
2. Melakukan pemotongan nilai mata uang atau senering pada tanggal 25 Agustus 1959
yang isinya : uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50, uang kertas pecahan Rp.
1.000 menjadi Rp. 100, dan pembekuan simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000.
3. Deklarasi Ekonomi atau Dekan disusun oleh Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya
para ahli ekonomi, namun juga melibatkan para pimpinan partai politik, anggota
Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini
menghasilkan konsep yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi
dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin
4. Adanya devaluasi terhadap mata uang Rp. 1.000 menjadi Rp. 1
5. Pembentukan Bank Tunggal Milik Negara
(Tentang “Ekonomi Indonesia pada Demokrasi Terpimpin” bisa klik DISINI)
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia lebih condong ke blok Timur hal
ini dikarenakan kekecewaan Indonesia terhadap negara-negara Barat yang dianggap kurang
mendukung perjuangan Indonesia dalam upaya pembebasan Irian Barat. Beberapa kebijakan luar
negeri yang ditempuh oleh presiden Seokarno antara lain:

1. Bersama dengan Yugoslavia, India, Ghana, dan Mesir, Indonesia memprakarsai


berdirinya Gerakan Non Blok (1961)
2. Pada saat pelaksanaan ASIAN Games ke-4 yang dilakukan di Jakarta, Indonesia tidak
mengundang Israel dan Taiwan.
3. Presiden Soekarno membagi kekuatan dunia menjadi dua yaitu Oldefo dan Nefo
4. Indonesia menyelenggaakan pecan olahraga untuk negara negara Nefo yang bernama
Game of The Emeging Forces (Ganefo) sebagai tandingan dari Olimpiade
5. Pembentukan poros Jakarta-Peking, yakni kerjasama antara Indonesia dengan Cina
6. Melakukan konfrontasi dengan Malaysia
7. Presiden Soekarno merencanakan akan membentuk Conference of The New Emerging
Forces (Conefo) sebagai tandingan dari PBB.
8. Indonesia keluar dari PBB yang diumumkan secara langsung oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 7 Januari 1965.
(Tentang “Politik Luar Negeri Indonesia pada Demokrasi Terpimpin” klik DISINI)
Penyimpangan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
Berbagai penyimpangan muncul pada masa Demokrasi Terpimpin. Kekuasaan presiden yang
sangat besar menjadi salah satu penyebabnya. Berbagai penyimpangan yang muncul antara lain:

1. Prosedur pembentukan MPRS dan DPRS, yang keduanya ditetapkan oleh Penpres. Pada
hal menurut undang-undang kedua lembaga tersebut dibentuk berdassakan pemilu.
2. Membubarkan DPR hasil pemilu 1955, menurut UUD 1945 bahwa DPR adalah mitra
presiden dalam membuat undang-undang dan menetapkan RAPBN.
3. Menjadikan kedudukan pemimpin lembaa tertinggi dan lembaga Negara sebagai menteri
yang berarti sebagai pembantu presiden. Pada hal menurut UUD 1945 kedudukan MPR
berada di atas presiden, sedangkan kedudukan lembaga-lembaga tinggi sejajar dengan
presiden.
4. Membentuk Front Nasional dan Musyawarah Pembantu pimpinan Revolusi. Kedua
lembaga tersebut tidak ada dalam UUD 1945.
5. Pengangkatan presiden seumur hidup, hal ini merupakan penyimpangan terhadap UUD
1945. Menurut Pasal 7 UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden memagang jabatan selama
lima tahun sesudahnya dapat dipilih kembali
6. Lembaga-lembaga Negara berintikan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom). Hal
ini mengakibatkan Komunis (PKI) banyak memegang peranan penting dalam percaturan
politik Negara. Di samping itu dengan memasukan PKI dalam pemerintahan itu jelas
bertentangan dengan Pancasila
7. Politik luar negeri Indonesia lebih condong ke blok timur.
(Tentang “Penyimpangan pada Demokrasi Terpimpin” bisa klik DISINI)
Berakhirnya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin berakhir setelah terjadinya peristiwa G 30 S/PKI yang diikuti berbagai
peristiwa lainnya. Dalam menganggapi aksi Demo Mahasiswa yang terkenal dengan tuntutannya,
yakni TRITURA, presiden Soekarno memberikan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan untuk menjamin keamanan, ketenangan, dan
kestabilan jalannya pemerintahan, demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Keluarnya Supersemar ini kemudian menimbulkan dualisme kepemimpinan yang mana Presiden
Seokarno masih sah sebagai presiden Indonesia, sedangkan dalam menjalankan kebijkan
dilakukan oleh pengemban Supersemar, yakni Letjen Soeharto. Keputusan tentang
pengemban Supersemar diperkuat dengan adanya Sidang Umum  MPRS IV yang salah satu
hasilnya adalah Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 mengesahkan dan mengukuhkan Supersemar.
Selain itu juga keluar Tap MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa apabila presiden
berhalangan, pemegang Supersemar berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Pada tahun
1967, MPRS melakukan sidang meminta pertanggungawaban Presiden Seokarno. Pada sidang
tersebut presiden Soekarno membacakan pidato Nawaksara dan kemudian ditambah dengan
Pelengkap Nawaksawa. Akan tetapi pidato pertanggungjawaban presiden tersebut ditolak. Hasil
Sidang Istimewa dikeluarkannya Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan
kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Letjen Soeharto sebagai
pejabat presiden. Pada tanggal 21-30 Maret 1968 diadakan Sidang Umum V MPRS
menghasilkan keputusan pengangkatan Soeharto dari Pejabat Presiden menjadi Presiden
Republik Indonesia ke-2. Pengangkatan Soeharto sebagai presiden ke-2 dilakukan pada tanggal
27 Maret 1968.
Berbagai peristiwa dari keluarnya Supersemar hingga berujung dengan pengangkatan Soeharto
sebagai presiden Indonesia ini menandakan berakhirnya Demokrasi Terpimpin berganti dengan
masa Orde Baru.

BAB 5
Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
Latar belakang Orde Baru
Latar belakang terjadinya orde baru adalah karena terjadinya kudeta besar-besaran
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia terhadap kebijakan pemerintah.
Peristiwa penculikan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap jendral-jendral Tentara
Negara Indonesia dan beberapa orang penting yang terjadi pada septemper 1965
ini sempat membuat negara menjadi kacau.

Pembantaian terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan kerusuhan terjadi


dimana-mana yang membuat tingkat keamanan negara menjadi tidak stabil dan
tidak terkendali. Kekuasaan presiden pun menjadi melemah. Demo besar-besaran
juga dilakukan oleh rakyat Indonesia agar PKI dibubarkan. Pada masa itu, terdapat
tiga tuntutan rakyat yang diajukan, yaitu bubarkan Partai Komunis Indonesia,
Bersihkan cabinet dari unsur-unsur PKI, dan yang terakhir turunkan harga sembako.

Presiden Soekarno menanggapi tigatuntutan rakyattersebut dengan melakukan


reshuffle kabinet Dwikora. Namun reshuffle tersebut dianggap tidak memuaskan
dan mengecewakan karena masih ada unsur komunis di dalamnya. Saat itu, negara
sedang berada pada krisis dan masa-masa yang genting. Akhirnya pada tanggal 11
maret 1966 Soekarno menandatangi surat penunjukan soeharto sebagai presiden
Republik Indonesia menggantikan dirinya saat itu. Sejak dikeluarkannya surat
perintah sebelah maret yang ditanda tangani soekarno, Soeharto diangkat sebagai
presiden RI ke-2 pada 22 Februari 1967 secara resmi, melalui Ketetapan MPRS No.
XV / MPRS / 1966 dan sidang istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara) pada tanggal 7 – 12 Maret 1967.

Baca juga: Peristiwa Bersejarah di Indonesia

Secara umum pemerintahan orde beru bertujuan untuk mengoreksi segala


penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya, yakni masa orde
lama. Penataan kembali segala aspek kehidupan bangsa dan negara. Menjalankan
ideology pancasila dan undang-undang Dasar 1945, dan yang terakhir adalah
menyusun kembali kekuatan negara dalam menumbuhkan stabilitas nasional
dengan maksud agar mempercepat pembangunan nasional.

Pada masa pemerintahan soeharto atau masa orde baru, negara Indonesia
Mengalami berbagai macam kemajuan, utamanya pada bidang Ekonomi. Kondisi
ekonomi yang tidak stabil sejak kemerdekaannya pada masa ini mulai stabil dan
membaik. Akan tetapi prestasi dalam bidang ekonomi tersebut juga dibarengi
dengan kekuasaan presiden yang otoriter, yaitu kekuasaan presiden berada di atas
Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, pada masa orde baru juga terdapat berbagai macam penyimpangan
politik seperti kebijakan ekonomi yang terlalu berpihak pada asing, kekuasaan yang
otoriter serta maraknya korupsi kolusi Nepotisme yang dilakukan oleh soeharto dan
krooni-kroninya. Banyaknya korupsi dan ketidakpuasan rakyat juga menjadi
penyebab runtuhnya orde baru ini. Kronologi jatuhnya masa orde baru pun ditandai
dengan persaingan politik yang tidak seimbang. Hal ini terjadi karenatelah dilakukan
penyederhanaan partai dan indikasi terjadinya kecurangan dalam pemilu.
Kebebasan berpendapat saat itu juga ditekan, siapa saja yang tidak setuju atau
tidak sependapat dengan pemerintahpasti akan “dibungkam”. Hal ini dilakukan
untuk mempertahankan kekuasaan Soeharto pada masa itu sebagai presiden
Republik Indonesia.

Hal inilah yang menjadi pemicu kemarahan masyarakat, terutama mahasiswa. Krisis
moneter pun terjadi dan semakin menambah kegelisahan rakyat yang terjadi pada
tahun 1997 – 1998. Situasi keamanan negara menjadi tidak stabil dan memanas
kembali sepanjang Mei 1998. Demo besar juga dilakukan oleh rakyat agar menuntut
Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto
mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia, sehingga masa
pemerintahan orde baru secara resmi berakhir.

Kelebihan dan kekurangan Masa Orde Baru:

Kelebihan Orde Baru:


1. Meningkatnya Gros Domestic produk perkapita Indonesia yang sebelumnya
hanya mencapai $70 berhasil melonjak naik menjadi $1000 pada tahun 1996.
2. Berhasil melakukan Program Keluarga Berencana yang pada masa
sebelumnya tidak dilakukan.
3. Semakin banyak rakyat yang pintar membaca dan menulis, sehingga tingkat
pengangguran berkurang.
4. Kebutuhan pangan rakyat terpenuhi.
5. Ketsabilan keamanan negara semakin meningkat.
6. Sukses melaksanakan gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua
asuh.
7. Rencana Pembangunan Lima Tahun sukses dilaksanakan.
8. Sudah mulai bekerja sama dengan pihak asing dan banyak menerima
pinjaman dana dari luar.

Kekurangan Orde Baru:


1. Meningkatnya Kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme pada semua kalangan
masyarakat.
2. Pembangunan negara tidak merata, dan terdapat perbedaan yang signifikan
antara pembangunan pada pusat dan di daerah. Kekayaan daerah banyak
digunakan untuk melakukan pembangunan pada pusat kota.
3. Rasa ketidakpuasan rakyat bermunculan di berbagaidaerah di Indonesia
seperti Aceh dan Papua yang tidak tersentuh oleh pembangunan.
4. Kekuasaan yang berkelanjutan dan tidak terdapat tanda-tanda akan mundur.
5. Hak Asasi Manusia masih banyak dikekang, dan kekerasan banyak
digunakan sebagai solusiuntuk menyelesaikan berbagai macam
permasalahan. Sebagai contoh, operasi rahasia Petrus (Penembakan
Misterius).
6.  Banyak koran dan majalah yang dihentikan penerbitan dan peredarannya
secara paksa, karena dianggap tidak sepaham dengan pemerintah sehingga
menyebabkan kebebasan pers sangat terbatas.
7.  Kebebasan berpendapat masih sangat terkekang, yang melawan akan
menghilang.
8. Terdapat kesenjangan sosial bagi si kaya dan si miskin, dimana orang kaya
memiliki hak yang lebih baik jika dibandingkan dengan orang miskin. Orang
kaya lebih berkuasa.

Itulah penjelasan mengenai sejarah tentang orde baru. Baik kelebihan maupun
kekurangannya. Setiap presiden pasti mengusahakan segala sesuatu yang baik
untuk rakyatnya meskipun terkadang cara yang digunakannya dianggap menyalagi
aturan dan salah.
Sering kali keserakahan telah menghancurkan segala yang sudah dibangun dengan
indah. Seperti halnya maraknya korupsi yang hingga sekarang belum ada ujungnya.
Hal inilah yang mampu menghancurkan sebuah negara. Belajar dari sejarah bangsa
Indonesia, harusnya korupsi, kolusi dan nepotisme harus segera dihilangkan karena
sudah jelas akibatnya adalah akan menghancurkan sebuah negara.

BAB 6
Lahirnya Reformasi di Indonesia
A. Sejarah Awal Lahirnya Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatan kehidupan baru
yang lebih baik.Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu
gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan
tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial[2]. Dengan demikian,
reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju
terwujudnya Indonesia baru.

Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan
warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok
(sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan
kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus antri
untuk membeli sembako itu.
Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak
terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari
kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak
percaya terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil
dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.Oleh karena itu, tujuan lahirnya reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kesulitan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan
reformasi.Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun,
ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru[3].Pada
awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan


penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam
UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil.Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya
dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu
melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan
reformasi, seperti berikut ini

A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap Indonesia


Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang
saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika
Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-
komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia
seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut
paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-
negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.

1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin


Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara
Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk
memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya
pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang
tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat,
walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.

2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru


Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi
melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk
pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-
negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang
dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda,
Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman
Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari
1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI
untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.

B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru


1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan
sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada
dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui
tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat
dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil
membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan ".

Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia


temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan
yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara
yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes
dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak
melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan
pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.

Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai
membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih
banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan
kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat
mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari
mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei
1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.

Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program
Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun
tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan
berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan
kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.

2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada
Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis
global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1
Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai
R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret
1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai
akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya
16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan
mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab
pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan
demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya
kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak
pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian
Indonesia. 

a.Utang Negara Republik Indonesia.


Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan
Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :

utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar
dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari
pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai
sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin
oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.

Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat
mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak
akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima
letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang
tidak sehat karena kolusi dan korupsi. 

b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.


Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang
kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan
masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat
industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya
yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa
Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan
pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh
orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial
ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah
berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk
monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi. 

c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme


Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya
perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang
merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap
kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.

Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak,
termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan
yang tidak tersentuh hukum. 

d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah
daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar
kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan
ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari
pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti
Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).

Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries.
Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola
pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers.
Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di
daerah. 

3.Krisis Politik 
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam
Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan
pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan
pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai
Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang
organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum
peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat
disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah.
Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka
Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut
menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan
politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada
satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.

K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para
peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi
terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum)
Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden
pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung
Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa


pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih
banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan
sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga
(nepotisme).

Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan
reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut
pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya.
Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang
dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi
dan nepotisme.

Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi
sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU
No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU
No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985
tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa. 

4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman
berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari
kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian
pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga
sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.

Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan,


yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan
hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana
dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan
pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan
sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial,
rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan
rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia

C.Gerakan Reformasi Indonesia 


Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah
yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial
budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa
dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan,
bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara.

Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian
susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum
menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan
tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala
prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran. 

1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu
gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat,
berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 

2. Dasar Filosofi Reformasi


Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili
Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3)
penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi
hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara
krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di
berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan
harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3)
turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.

Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap
hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik
Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan
harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi
Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998
semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan,
sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari.
Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk
rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery
Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan
mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat
berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di
Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko
dan fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita
ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden
menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis di
Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan
peralatannya di segala penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan
Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk
meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-
besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden
Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para
wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan
presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko
cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan
kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar
(Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan),
Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr.
Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin
Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU).
Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa,
tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil
menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat
penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto
berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para
demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang
mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas
ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang
politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang
tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk
"Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan
sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10)
dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21
Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah
Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11)
pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional
maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.

D. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)


Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa bebas dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dilakukan oleh presiden untuk menjawab
tantangan era reformasi.
A. Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.

Naiknya Habibie menggantikan Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum, ada yang
mengatakan hal itu konstitusional dan inskonstitusional.Yang mengatakan konstitusional
berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat
melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Adapun
yang mengatakan inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum
Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di depan
MPR atau DPR". Secara hukum materiel Habibie menjadi presiden sah dan konstitusional.
Namun secara hukum formal (hukum acara) hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan
hokum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada Habibie
harus melalui acara resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk
bersidang, maka harus ada alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
 
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.

1. Pembentukan Kabinet.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi
perwakilan militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar, dan PDI.

2. Upaya Perbaikan Ekonomi.


Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi" Presiden B.J. Habibie
berusaha melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain :

1. a) Merekapitalisasi perbankan.
2. b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
3. c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
4. d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawahRp.
10.000,00
5. e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.

3. Reformasi di Bidang Politik.


Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan merencakan
pemilu yang luber dan jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-
betui representatif. Tindakan nyata dengan membebaskan narapidana politik diantaranya
yaitu : (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan
anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto. (2) Mochtar
Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di
Medan dalam tahun 1994.

4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.


Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka selebar-
lebarnya baik menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam
batas tertentu unjuk rasa merupakan manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak
kalangan mempertanyakan mengapa para pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk
menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor 9
Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ".

Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti


yang diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat
keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini
disebabkan oleh : (1) Undang-undang ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk rasa
memancing permasalahan, dan membawa senjata tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang
terpancing oleh tingkah laku pengunjuk rasa sehingga tidak dapat mengendalikan diri. (4)
Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara menjadi kacau.

Krisis ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari
kepresidenan tapi yang paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk
membongkar praktek KKN, otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini
berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik yaitu kurang
memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab segala kebijakan untuk daerah
selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.

5. Masalah Dwi Fungsi ABRI


Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan
reorientasi dan reposisi peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri
melalui rumusan paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik.

Pada era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang
menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri,
mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara RI.
Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat, laut, dan udara.

6. Reformasi di Bidang Hukum


Pada masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang hukum
namun dalam realisasinya produk hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya
UU Ketenagakerjaan tetap saja adanya dominasi penguasa. DPR selama orde baru
cenderung telah berubah fungsi, sehingga produk yang disahkannya memihak penguasa
bukan memihak kepentingan masyarakat.

Prasyarat untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik
yang melahirkan keadaan demokratis dan DPR yang representatif mewakili kepentingan
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran
dan refbrmasi hukum. Target reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi
hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi peradilan yang
independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak kondusif untuk menjamin
perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi dan menghambat kreatifitas
masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari adanya aturan hukum yang tidak adil
dan merugikan masyarakat.

7. Sidang Istimewa MPR


Salah satu jalan untuk membuka kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-
tengah tuntutan reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada
tanggal 10-13 Nopember 1998, diharapkan benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat
dengan perdebaaatan yang lebih segar, dan terbuka.

Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung DPR/MPR Senayan suasana kian
memanas oleh demonstrasi mahasiswa dan massa sehingga anggota MPR yang bersidang
mendapat tekanan untuk bekerja lebih keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :

1. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam


Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
2. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas KKN.
3. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indinesia.
4. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
5. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi
Ekonomi.
6. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.
7. Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR
Nomor : I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali
dirubah dan ditambah dengan ketetapan MPR yang terakhirNomor: I/MPR/1998.
8. Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR
No. III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.
9. Tap MPR No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983
tentang referendum.
10. Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang
GBHN.
11. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang
Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam
Rangka Penyukseskan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan
Pancasila.
12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978
tentang Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa)
dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai DasarNegara.
 
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu
dilaksanakan suatu pemilihan urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin
yang dipercaya rakyat. Asas pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut:
(1).Langsung, Pemilih mempunyai hak secara langsung memberi suara sesuai kehendak
nuraninya tanpa perantara. (2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali yang
memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia 21 tahun
berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak menentukan pilihan tanpa tekanan atau
paksaan dari siapapun/pihak manapun. (4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak
diketahui oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur, semua pihak yang terlibat
dalam penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas,
pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan bertindak jujur
yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa pcmilili dan partai politik peserta pemilu
mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan pihak manapun. Sebagaimana
yang diamanatkan dalam ketetapan MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7
Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket
undang-undang tentang politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan, kedudukan,
tugas, dan wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4) Referendum, (5)
Organisasi Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik
baru yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie yaitu : (1)
UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan (3) UU Susunan serta Kedudukan MPR,
DPR, dan DPRD.

Adanya undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia,


sehingga muncul partai-partai politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112
partai politik yang lahir dan mendaftar ke Departemen Kehakinam namun setelah diseleksi
hanya 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah Komisi
Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah dan parpol peserta pemilu.

Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak
ada kerusuhan seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil
pemilu ada dua puluh satu partai politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota
DPR, yaitu : 

1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PD1-P) : 153 kursi.


2) Partai Golongan Karya ( Partai Golkar) : 120 kursi.
3) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) : 58 kursi.
4) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) : 51 kursi.
5) Partai Amanat Nasional (PAN) : 34 kursi.
6) Partai Bulan Bintang (PBB) : 13 kursi
7) Partai Keadilan (PK) : 7 kursi
8) Partai Nahdiarul Ummah (PNU) : 5 kursi
9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) : 5 kursi
10) Partai Keadilan Persatuan (PKP) : 4 kursi
11) Partai Demokrasi Indonesia : 2 kursi
12) Partai Kebangkitan Ummat (PKU) : 1 kursi 
13) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) : 1 kursi
14) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi : 1 kursi
15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI): 1 kursi 
16)PNI-MasaMarhaen : 1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen`` : 1 kursi
18) Partai Persatuan (PP) : 1 kursi
19) Partai Daulat Rakyat (PDR) : 1 kursi
20) Partai Bhineka Tunggal Ika (FBI) : 1 kursi
21) Partai Katholik Demokrat (PKD) : 1 kursi
22) TNI/POLRI : 46 kursi

9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999


Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan
jumlah anggota MPR berdasarkan hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462
orang wakil dari parpol dan 38 orang

TNI/PoIri), 65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka
MPR melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang
mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan Ir.
Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.

Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di
MPR, yaitu KH Abdurrahman Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR.
Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB), Namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan
diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373
suara, Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden
dengan calon Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP)
dimenangkan oleh Megawati Soekamoputri.

Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden
Megawati Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri
Koordinator (Menko Polkam, Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin
departemen, 13 Menteri Negara.

Pemerintahan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung


lama pada akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan
DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR yang
kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi Presiden RI ke-5
(2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi
Wakil Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).

INDONESIA PADA MASA ERA


REFORMASI 
Pahma Herawati/S/A Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik
secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi,
hukum,sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan,
persamaan dan persaudaraan. Gerakan Reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang
melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial
merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang
sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat
indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut 1. Pengertian dan Agenda
sistem pemerintahan Reformasi Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan
perikehidupan lama dengan perikehidupan baru dan secara hukum menuju kearah
perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju indonesia baru dengan tatanan baru.
Tatanan gerakan reformasi pada mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu
Mahasiswa, dosen maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi indonesia yang demikian
terpuruk mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di
kampus, namun akhirnya mendorong mahasiswa turun ke jalan.

2. Latar belakang lahirnya masa pemerintahan Reformasi 

Krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi indonesia
melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan
usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah
mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan
usahanya. Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi
kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi
PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul
kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN semakin merajalela, ketidakadilan
dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter dan tertutup, besarnya peranan
militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi
dan reformasi total.

 
3. Munculnya Gerakan Reformasi 

Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil
dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan
perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan
reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum.
Pemerintahan orde baru dipimpin presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak
konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal
kelahirannya tahun 1966, Orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam
pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap
nilai-nilai pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat
merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis
multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu: 

a. Krisis Politik 

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan
orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi pancasila. Namun
yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan presiden
Soeharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan orde
baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian,
yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, untuk rakyat, melainkan demokrasi
yang berarti dari,oleh dan untuk penguasa. Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat
represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau
orang-orang yang berpikir kritis.

Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, yaitu: 

1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai
tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indinesia) 
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau
demokrasi rekayasa. 
3. Terjadinya Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat
tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya. 
4. Pelaksanaan Dwifungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara sipil
untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan 
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Soeharto dipilih
menjadi presiden melalui sidang umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa
dan tidak demokratis. 
 
b. Krisis Hukum 

Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang
politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan
peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD
1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas
dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). 

Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia tenggara sejak juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat. Pada tanggal 1 Agustus
1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2,575.00 menjadi 2,603.00 per dollar Amerika serikat.
Pada bulan desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun
menjadi Rp. 5,000.00 per dollar. Bahkan pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp. 16,000.00 per dollar. Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti: 1. Hutang luar
negeri indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun,
hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap
upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.

d. Krisis Sosial 

Krisis politik, hukum dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik
politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya
berbagai kerusuhan dibeberapa daerah. Ketimpangan perekonomian indonesia
memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan
sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat
merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial. 

 
e. Krisis Kepercayaan 

Krisis multidimensional yang melanda bangsa indonesia telah mengurangi kepercayaan


masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Ketidakmampuan pemerintah
dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum
dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Kronologi peristiwa reformasi secara
garis besar, kronologi gerakan reformasi yaitu sebagai berikut: 1. Sidang Umum MPR
(maret 1998) memilih Soeharto dan B.J Habibie sebagai presiden dan wakil presiden RI
untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Soeharto membentuk dan melantik kabinet
Pembangunan VII. 2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai
bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga
barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN dan mundurnya Soeharto dari
kursi Kepresidenan. 3. Pada tanggal 12 mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa
universitas Trisakti jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang
menyebabkan empat orang mahasiswa (elang mulia lesmana, Hery Hartanto, Hafdhin A.
Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya
mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para
mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran. 4.
Pada tanggal 13-14 mei 1998, di jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan
penjarahan sehingga kegiatan masyarakat menalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu,
puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar. 5. Pada
tanggal 19 mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di jakarta dan
sekitarnya menduduki DPR dan MPR pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu
juta manusia berkumpul di alun-alun utara keraton yogyakarta untuk menghadiri pisowanan
agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwana X dan Sri Paku
Alam VII. 6. Pada tanggal 19 mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR
mengeluarkan pernyataan berisi anjuran agar presiden Soeharto mengundurkan diri. 7.
Pada tanggal 20 mei 1998, presiden soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-
tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan
Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto 8. Pada tanggal 21 mei 1998, pukul
10.00 di istana negara, presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden RI
dihadapan ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD
1945, kemudian Soeharto menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.j.Habibie
sebagai presiden RI. Pada waktu itu juga B.J habibie dilantik menjadi presiden RI oleh
ketua MA. Beberapa sebab lahirnya gerakan reformasi adalah krisis moneter,ekonomi,
politik, hukum, sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap pemerintahan soeharto. Nilai
tukar rupiah terus merosot. Para investor banyak yang menarik investasinya. Inflasi
mencapai titik tertinggi dan pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah selama
pemerintahan orde baru. Kehidupan politik hanya kepentingan para penguasa. Hukum dan
lembaga peradilan tidak dapat menjalankan fungsi dan peranannya. Pengangguran dan
kemiskinan terus meningkat. Nilai-nilai budaya bangsa yang luhur tidak dapat dilaksanakan
secara konsisten dan konsekuen. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
telah sampai pada titik yang paling kritis. Oleh karena itu, krisis kehidupan masyarakat
indonesia sering disebut sebagai krisisi multidimensional. Demonstrasi bertambah gencar
dilaksanakn oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan
harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 mei 1998. Agenda reformasi yang
menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti: 1. Adili soeharto
dan kroni-kroninya 2. Laksanakan Amandemen UUD 1945 3. Penghapusan Dwifungsi ABRI
4. Pelaksanaan Otonomi daerah seluas-luasnya 5. Tegakkan Supersemar Hukum 6.
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN Setelah peristiwa penembakan mahasiswa
Universitas Trisakti pada tanggal 12 mei 1998, seluruh lapisan masyarakat indonesia
berduka dan marah, akibatnya, tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di ibukota dan di
beberapa kota lainnya pada tanggal 13-14 mei 1998, yang menimbulkan banyak korban
baik jiwa maupun material. Semua peristiwa tersebut makin meyakinkan mahasiswa untuk
menguatkan tuntutan pengunduran Soeharto dari kursi kepresidenan. Pilihan aksi yang
kemudian dipilih oleh kebanyakan kelompok massa mahasiswa untuk mendorong turunnya
Soeharto mengerucut pada aksi pendudukan gedung DPR/MPR. Pendudukan Gedung
DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari
tampuk kekuasaan presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa
dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto
mundur.[4] 4. Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada masa Orde Reformasi Pada masa
orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan
berdasarkan kepada pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada
masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar
atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/
perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan indonesia dan
untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan
demokrasi Pancasila pada masa Reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada
parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan
perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua
kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama
5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.[5] Ciri-ciri umum demokrasi
Pancasila pada masa orde Reformasi: 1. Mengutamakan musyawarah mufakat 2.
Mengutamakan Kepentingan masyarakat, bangsa dan negara 3. Tidak memaksakan
kehendak pada orang lain 4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan 5. Adanya rasa
tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah 6. Dilakukan dengan
akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur 7. Keputusan dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan 8. Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai
lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat. 9. Pembagian secara
tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif 10. Penghormatan
kepada beragam asas, ciri dan aspirasi dan program parpol yang memiliki partai 11.
Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
5. Sistem pemerintahan Pada masa Orde Reformasi Sistem pemerintahan masa orde baru
reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai bersikut: a. Kebijakan pemerintah
yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan
pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud
dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan
multipartai b. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta
tanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang
ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana
korupsi c. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang
tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara,
UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani
memecat presiden dalam sidang istimewanya. d. Dengan Amandemen UUD 1945 masa
jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih
langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil
presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Susilo Bambang Yodoyono dan yoesuf
kalla, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga yang kedudukannya
sama dengan presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan
menurut UUD. Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sistem
pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. 6. Beberapa kebijakan yang
dikeluarkan B.J. Habibie untuk mewujudkan Tujuan dari Reformasi a. Kebijakan dalam
bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang
masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut yaitu: · UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik · UU No. 3
tahun 1999 tentang pemilihan umum · UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan DPR/MPR b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki
perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan
UU no 5 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen c. Kebebasan dalam menyampaikan
pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai
terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan
dan ideologi. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Disamping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan Permohonan Surat
Ijin Usaha Penerbitan (SIUP) d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan B.J Habibie
berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang
demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B.J Habibie
juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur. B.J Habibie mengambil kebijakan untuk
melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Masa Reformasi berusaha membangun kembali
kehidupan yang demokratis antara lain: a) Keluarnya ketetapan MPR RI No X/MPR/1998
tentang Pokok-Pokok Reformasi b) Ketetapan No VII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap
MPR tentang Referendum c) Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
negara yang bebas dari KKN d) Tap MPR RI No XII/MPR/1998 tentang pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden RI e) Amandemen UUD 1945 sudah sampai
Amandemen I,II,III,IV Kesimpulan Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab
ketidakpuasan dan keprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan social.
Reformasi bertujuan untuk menata kembali keuidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan demikian, hakikat
gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde baru, apalagi untuk
menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan. Namun, karena pemerintahan Orde Baru
pimpinan soeharto dipandang tidak mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka
soeharto diminta untuk mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan
bangsa dan negara indonesia yang akan datang. Reformasi yang tidak terkontrol akan
kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan
demikian, cita-cita reformasi yang telah banyak sekali menimbulkan korban baik jiwa
maupun harta akan gagal. Untuk itu, kita sebagai pelajar indonesia harus dan wajib penjaga
kelangsungan reformasi agar berjalan sesuai dengan harapan para pahlawan reformasi
yang gugur.

Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru.Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan
Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.Namun
yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden
Suharto dan kroni-kroninya.Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru
bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa.
Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari penguasa, oleh penguasa, dan untuk
penguasa.Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan
yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-
ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:

1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai
tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau
demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat
tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara
(sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih
menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil
rekayasa dan tidak demokratis.
b. Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang
politik.Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.Artinya, kekuasaan
peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.
c. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia.Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia.Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.Pada tanggal 1 Agustus
1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika
Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun
menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:

1. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis
ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar
pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.
2. Industrialisasi, pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara
industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat
Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat
rendah (rata-rata).
3. Pemerintahan Sentralistik, pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya
sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah
pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan
pemerintah pusat.
d. Krisis sosial,- Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial.Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama.Semua itu berakhir pada meletusnya
berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis
sosial.Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako,
rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis
sosial.
e. Krisis kepercayaan,- Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Suharto.Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang
demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis
kepercayaan.
Kronologi Peristiwa Reformasi

Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai
Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto
membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak
menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-
barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi
kepresidenan.
3. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti
Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang
mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie)
tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian
empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus
untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran[7].
4. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal
dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa
itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar[8].
5. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di
Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
6. Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-
alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan
maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
7. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan
pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’.
8. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan
tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan
Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
9. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto
meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota
Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan
jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI.Pada waktu itu juga
B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei
1998.Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa
tuntutan, seperti:

1. 1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,


2. 2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
3. 3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
4. 4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
5. 5. Tegakkan supremasi hukum,
6. 6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

B. Kebijakaan Dan Kepemimpinan Presiden Habibie, Gus Dur, Megawti, Dan Susilo
Bambang Yudhayono

a. Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie


Tanggal 21 Mei 1998, ProfDr. Bacharuddin Jusuf Habibie, terpilih menjadi Presiden ke 3
Indonesia, dalam waktu singkat masa pemerintahannya, B J Habibie menunjukan prestasi
kerjanya yang sangat menakjubkan. Berhasil menyelamatkan krisis moneter dan
melengkapi lahirnya Bank Mu’amalah pada masa Presiden Soeharto, dengan ditambahkan
Bank Syariah. Hal ini sebagai pertanda Presiden Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie, tidak
dapat diragukan juga kedekatannya dengan Ulama dan Santri, apalagi sebagai pendiri
Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia, ICMI yang pertama di Malang.

Keberhasilan menciptakan Pesawat CN 35 yang mampu melakukan short take off and
landing, hanya 400 meter, merupakan prestasi tanpa tanding, di kelasnya di dunia. Diikuti
dengan penciptaan Air Bus 600 yang tercepat di dunia. Selain itu juga, telah merancang
pesawat terbang yang tercepat di dunia, diumumkan oleh B.J. Habibie sejak awal
pembentukan ICMI di Malang, suatu pesawat sipil dengan kecepatan jarak Jakarta
NewYork hanya empat jam. Tentu, prestasi ini sangat mencemaskan eksistensi negara
industri pesawat terbang, terutama dari negara adikuasa Barat. Sampai kini, pesawat
produk dari Barat sekalipun, jarak Jakarta – Jeddah ditempuh selama delapan jam.
Tambahan lagi, di bidang persenjataan, PINDAD yang dipimpin oleh Presiden Prof. Dr. B.J
Habibie, mampu menciptakan senjata yang mempunyai jarak tembak 1.000 meter dan
sangat akurat. Senjata produk barat, hanya mampu 750 meter jarak tembaknya. Senjata
produk PINDAD melampaui produk pabrik senjata dari Barat.

Pribadi Presiden Prof. Dr. B.J Habibie dengan kemampuan teknologinya yang tinggi
prestasinya, belum pernah dimiliki oleh seorangpun dari Presiden Amerika Serikat
Walaupun telah merdeka sejak 1775 hingga 2008 M dan terjadi pergantian 86 Presiden.
Demikian pula negara barat lainnya, tidak mempunyai seorangpun Kepala Negarayang
memiliki kemampuan menciptakan teknologi pesawat terbang baru. Andaikata rancangan
pesawatnya dapat terwujud maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki kekuatan
dirgantara yang luar biasa.

Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu
terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:

1. masa depan Reformasi;


2. masa depan ABRI;
3. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
4. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
5. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka
menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.

a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima
paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih
demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.

1. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.


2. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk,
terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.

c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat


dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai
politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara
terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).

d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu


multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti
oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat
respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor
Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat
Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada
tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik
Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai
Fretilin.

b. K.H. Abdurrahman Wahid


Apalagi dibawah pimpinan K.H. Abdurrahman Wahid, 23 Oktober 1999, Sabtu Legi, 13
Rajab 1420, hingga 22 Juli 2001, Ahad Wage, 1 Jumadi Awal 1422, terjadi goncangan
situasi nasional di berbagai bidang, tak dpat dielakan. Dampaknya, masa pemerintahan
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sangat pendek.

Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan
Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena
jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi
presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat
itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur
sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan
gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain
itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.

Selain itu, di bawah Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, dalam upayanya menarik kembali
wiraniagawan Cina yang eksodus dari Indonesia, dengan cara menghidupkan kembali
Kong Fu Tsu. Dengan cara ini, diharapkan proses pembauran Bangsa atau hubungan etnis
Cina – Non-Pribumi dengan etnis Indonesia – Pribumi lainnya, akan semakin akrab.

IAIN di ubah menjadi UIN dengan membuka fakultas dan jurursan yang sama dengan
fakultas dan jurusan yang dikelola oleh perguruan tinggi dari Diknas. Dengan demikian,
alumni pendidikan yang diselenggarakan Departemen Agama, dapat bekerja ke
departemen manapun. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan IKIP berubah menjadi Universitas
Pendidikan Indonesia – UPI.

Selain itu, kepolisian tidak lagi menjadi satu kesatuan dengan ABRI. Kepolisian
bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri Indonesia. Kementrian penerangan dan
kementrian sosial ditiadakan. Sedangkan Departemen Agama yang pernah diusulkan oleh
Rasuna Said dari kelompok komunis Tan Malaka, agar dibubarkan, tetap dipertahankan
oleh Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Barangkali karena eksistensi Departemen Agama
secara historis dirintis awalnya oleh ayahnya, Wachid Hasjim.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus
Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar,
Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden
Megawati Soekarnoputri.Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara
resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.

c. Presiden Megawati Soekarnopoetri


Pembaharuan yang dilaksanakan secara drastis, menimbulkan kesulitan yang besar.
Berakhirlah masa kepresidenan K.H. Abdurrahman Wahid. Akhirnya, sidang DPR-MPR
memutuskan, mengangkat Wakil Presiden Megawati menjadi presiden, 23 Juli 2001.
Kebijakan Presiden Megawati diantaranya:

1. Memilih dan Menetapkan,- Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen


bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom
Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2. Membangun tatanan politik yang baru,- Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU
tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3. Menjaga keutuhan NKRI,- Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak
tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus
karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
4. Melanjutkan amandemen UUD 1945,- Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika
dan perkembangan zaman.
5. Meluruskan otonomi daerah,- Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan
dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah. Tidak ada masalah yang berarti
dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulau
Ligitan dan Sipadan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Demikian pula kehidupan lingkungan pesantren, melahirkan putra-putra terhormat bagi
nusa dan bangsa. Lingkungan keluarga Pondok Pesantren Termas Pacitan Keresidenan
Madiun, melahirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian pula, Wakil presiden
Jusuf Kalla terlahir dari lingkungan kehidupan Pesantren di Makasar sebagai daerah
pengaruh Waliullah Syech Yusuf.
Dengan adanya pergantian sistem pemilihan langsung untuk Pemilu Presiden, pasangan
Megawati – Hasyim Muzadi, PDIP-NU gugur karena hanya memperoleh 42.833.652 suara
atau 39,09%. Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla, Partai Demokrat –
Partai Golkar, memperoleh suara rakyat mencapai jumlah 66.731.944 suara atau 60.91%.
Susilo Bambang Yudhoyono- SBY diangkat resmi sebagai Presiden RI, dan Mohamad
Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, pada 20 Oktober 2004, untuk periode kepresidenan
2004-2009 M. Untuk kedua kalinya, Presiden dari TNI AD.
 

Kebijakan Presiden Ssusilo Bambang Yudhayono diantaranya

1. a. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.


2. b. Konversi minyak tanah ke gas.
3. c. Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
4. d. Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
5. e. Buy back saham BUMN
6. f. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
7. g. Subsidi BBM.
8. h. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
9. i. Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
10. j. Pemberian bibit unggul pada petani.
11. k. Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Masalah yang ada:

1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena


tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
2. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat
tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu
cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit
pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat
kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll
hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’
kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK
yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok.
Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan
anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum
menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk
kekuatan kelompok.
5. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi
perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-
koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang
menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
6. Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan
Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah,
utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara
kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan
dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia
dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa
mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih
condong ke Amerika Serikat.
BAB 7
Pemuda Dalam Arus Sejarah Indonesia
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu menempati peran yang sangat strategis
dari setiap peristiwa penting yang terjadi. bahkan dapat di katakan bahwa pemuda menjadi tulang
punggung dari keutuhan perjuangan melawan penjajahan Belanda ini, sebagai pengontrol independen
terhadap gejala yang dibuat oleh pemerintah dan penguasa, pemuda Indonesia juga secara aktif
melakukan kritik, hingga mengganti pemerintahan apabila pemerintahan tersebut tidak lagi berpihak
ke masyarakat. hal ini dapat di lihat pada kasus jatuhnya pemerintahan soekarno oleh gerakan
pemuda , yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan aksi  mahasiswa pemuda tahun 1966. hal yang
sama juga di lakukan oleh pemuda dalam menumbangkan pemerintahan soeharto 32 tahun kemudian.
peran yang di sandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan dan agen kontrol social hingga saat
ini masih sangat efektif dalam memposisikan peran pemuda Indonesia. Makalah ini akan
menguraikan perihal peran dan tanggung jawab pemuda Indonesia dalam komitmennya menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa, serta sikap, komitmen, dan keberpihakan pemuda Indonesia kepada
masyarakat.         

a. Pergerakan Nasional
Seperti yang dikatakan oleh Feith, bahwa benih-benih nasionalisme tumbuh seiring dengan
dibuatkannya kebijakan-kebijakan politik etis yang merupakan bentuk dari politik balas budi
pemerintahan kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia ketika itu. Akibat dari kebijakan tersebut
maka benih nasionalisme yang tumbuh karena interaksi dengan dunia luar serta pembelajaran yang
dilakukan oleh segenap pemuda ketika itu. Soetomo, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, dan lain-lain
menjadi bagan yang tak terpisahkan dari upaya rakyat Indonesia ketika itu untuk lepas dari belenggu
penjajahan. Soetomo kemudian mendirikan Budi Utomo, sebuah organisasi dengan corak modern
didirikan sebagai upaya untuk membangun kesejahteraan masyarakat di pedalaman Jawa. Soekarno
mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan tujuan yang sangat jelas; mencapai Indonesia
Merdeka, sementara Sjahrir dan Hatta melanjutkan perjuangan PNI setelah Soekarno masuk ke
tahanan pemerintah kolonial. Sedangkan Natsir bersma-sama tokoh pergerakan nasional yang
berbasis Islam lainnya bersatu dan mendorong munculnya organisasi-organisasi Islam yang bertujuan
untuk kesejahteraan umat. Dari Sarekat Islam (SI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, Perti, dan
lain-lain yang di masa penjajahan Jepang bersama-sama mendirikan Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi) yang kelak akan menjadi partai Islam terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia,
karena merupakan representasi politik dari organisasi Islam di Indonesia.

Ada lima karakteristik kepemimpinan periode pergerakan nasional ini, yaitu: pertama, kepemimpinan
pemuda masa pergerakan nasional selalu diliputi keinginan untuk mewujudkan Indonesia merdeka,
lepas dari segala penjajahan dan kolonialisme. Kedua, kepemimpinan kaum muda masa pergerakan
nasional selalu bereksperimen dengan berbagai ideologi yang berkembang saat itu. Sebagaimana
diketahui bersama, saat pergerakan nasional berlangsung, ideologi masuk ke Indonesia seperti aliran
arus sungai yang mempengaruhi pola pikir kaum muda saat itu, baik yang berideologi reformis Islam
seperti Natsir, nasionalisme keindonesiaan sebagaimana Soekarno tegaskan dalam setiap kesempatan
ketika itu, komunisme yang dianut oleh Semaun, Alimin, Tan Malaka, Amir Sarifuddin, dan lainnya,
ataupun sosialisme yang dianut oleh Hatta dan Sjahrir.
Indonesia

Ketiga, kepemimpinan kaum muda era pergerakan nasional juga lebih banyak menampilkan watak
radikalisme dari pada sikap kooperatif. Hal ini ditandai dengan ditangkapnya beberapa tokoh
pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Keempat, kepemimpinan kaum
muda jaman pergerakan nasional juga selalu menampilkan wajah kooperatif dengan pelbagai
perbedaan ideology, apabila memiliki tujuan yang sama; kemerdekaan Indonesia. Sikap kooperatif
terhadap organisasi yang berbeda ideologi ini merupakan bentuk dari penggalangan kekuatan untuk
kemerdekaan Indonesia. Dan yang kelima, kepemimpinan kaum muda jaman pergerakan nasional
juga selalu memiliki cetak biru (blue print) Indonesia masa depan. Terlepas apakah cetak biru tentang
Indonesia yang dicita-citakan berlandaskan kepada keyakinan ideologi yang dianutnya.

b. Revolusi Kemerdekaan 
Kedatangan Jepang ke Indonesia memecah sebagian besar kaum muda Indonesia ketika itu, sebab
sebagian besar pemuda di masa itu sangat percaya bahwa Jepang merupakan pahlawan yang akan
membebaskan Indonesia dari cengkraman kolonialisme Belanda. Ada tiga kelompok pemuda setelah
Jepang menjajah Indonesia. Pertama, kelompok pemuda yang percaya dengan ramalan Jayabaya,
seorang raja Jawa kuno yang meramalkan akan datang ras- kuning yang akan membebaskan
Indonesia dari penjajahan kulit putih. Kelompok pemuda ini banyak yang bekerja dan menjadi
pegawai di perusahaan dan jawatan yang dikuasai oleh Jepang seperti radio, kantor berita, dan lain-
lain. Tokoh-tokoh pemuda yang terkemuka dari kelompok pemuda ini adalah: Adam Malik (pernah
menjadi menteri luar negeri dan wakil presiden RI), Soekarni, A.M. Hanafi, Sayuti Melik, Chaerul
Saleh, dan sebagainya.
Kedua, kelompok pemuda yang memilih tidak bekerja sama dengan Jepang, maupun pemerintahan
Belanda di pengasingan. Kelompok pemuda ini banyak berasal dari mahasiswa kedokteran masa itu,
kelompok ini juga banyak melakukan kerja-kerja bawah tanah bersama Sjahrir. Tokoh-tokoh pemuda
terkemuka dari kelompok pemuda ini antara lain; Subadio Sastrosutomo, Daud Jusuf, Sumitro
Joyohadikusumo, dan lain-lain. Ketiga, kelompok pemuda yang memilih menjalin hubungan dengan
pemerintah Belanda di pengasingan, dan melakukan perlawanan terhadap pendudukan Jepang.
Kelompok ini juga disubsidi oleh pemerintah Belanda di pengasingan. Tokoh pemuda yang terkenal
dari kelompok ini adalah Amir Sjarifuddin dan kelompok pemuda komunis binaannya.

c. Masa Pemerintahan Soekarno


Karakteristik dari kepemimpinan pemuda Indonesia masa Pemerintahan Soekarno adalah menginduk
kepada partai-partai politik yang tumbuh subur ketika itu. Banyak dari pemuda ketika itu percaya
bahwa dengan menginduk ke partai politik tertentu maka upaya untuk membangun basis
kepemimpinan pemuda saat itu akan dengan sendirinya berjalan. Hampir semua partai besar seperti
Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Partai Komunis Indonesia (PKI), hingga partai-partai
kecil memiliki organ kepemudaan yang berafiliasi ke partai bersangkutan. Namun langkah tersebut
dirasakan oleh para pemuda kurang strategis, ketika Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin,
dimana figur Soekarno menjadi simbol tunggal negara. Langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemuda ketika itu adalah melakukan pengkritisan terhadap setiap kebijakan yang dibuat oleh
Soekarno maupun anggota kabinetnya. Akan tetapi, sebagaimana diketahui bersama bahwa langkah
melakukan pengkritisan terhadap kebijakan yang dibuat oleh Soekarno maupun anggota kabinetnya
berujung pada konflik pemuda ketika itu, sebagian memilih berada di samping Soekarno, sebagian
lain memilih berhadap-hadapan dengan Soekarno. Konflik antar organisasi pemudapun pecah,
bahkan telah mengarah kepada kriminalisme. Upaya untuk saling menjelek-jelekkan antar organisasi
terjadi secara sistematis. Pemuda Rakyat, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Barisan
Pendukung Soekarno (BPS), berlawanan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta
organisasi pemuda partai yang tidak mendukung kepemimpinan Soekarno seperti Pemuda Perti,
Pemuda Persis, Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, dan lain sebagainya.

Situasi ini berakhir dengan tumbangnya Pemerintahan Soekarno oleh kekuatan unjuk rasa pemuda
dan mahasiswa, serta tekanan militer. Perlu diketahui juga bahwa kelompok pemuda yang anti-
Soekarno mendapat dukungan dari militer yang memang sejak lama tidak menyukai kebijakan
Soekarno yang condong dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dimana Soekarno juga
menolak pembubaran PKI pasca pemberontakan 30 September 1965 yang memakan korban sejumlah
Jenderal dari kalangan militer.

d. Masa Pemerintahan Soeharto 


Dapat dikatakan bahwa masa Pemerintahan Soeharto, kaum muda mengalami bulan madu politik
yang singkat. Perbedaan ideologi di tubuh organisasi pemuda yang selama Pemerintahan Soekarno
dibiarkan tumbuh seirama dengan perkembangan bangsa, mulai dibatasi. Hal ini memang terkait
dengan adanya penyederhanaan partai yang dilakukan oleh Pemerintah Soeharto. Pembentukan
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai organisasi payung bagi organisasi kepemudaan
yang ada menjadi salah satu bentuk pengekangan dan pembatasan hak-hak politik pemuda dan
organisasi lainnya. Salah satu yang paling kentara adalah adanya konflik internal di masing-masing
organisasi pemuda, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terbelah menjadi dua organisasi, yakni HMI
yang setuju dengan ideologi Pancasila yang dipaksakan oleh Pemerintah Soeharto, dengan HMI
Majelis Penyalamatan Organisasi (HMI-MPO) yang masih mempertahankan Islam sebagai asas
organisasi. Organisasi lain yang juga mengalami perpecahan adalah Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI), yang pro kepada keputusan Pemerintahan Soeharto dengan yang menolak
keputusan tersebut. Organisasi-organisasi pemuda yang menolak kebijakan Soeharto, kemudian
dicap sebagai organisasi pemuda yang tidak bersih dan bukan tidak mungkin diberi cap komunis.
Keputusan untuk me-nonideologi-kan senua organisasi pemuda ini kemudian menghasilkan
perlawanan-perlawanan terhadap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintahan Soeharto kala itu.. Ada
tiga karakteristik organisasi pemuda pasca pembentukan KNPI. Pertama, organisasi pemuda yang
menerima kebijakan yang dibuat dalam menyatukan ideologi, yakni ideologi Pancasila terhadap
semua organisasi kepemudaan.

Organisasi tersebut antara lain: HMI, GMNI, PMII, PMKRI, GMKI, dan berbagai organisasi pemuda
yang loyal terhadap kebijakan pemerintahan. Kedua, organisasi pemuda yang berbasis di kampus.
Organisasi pemuda ini mampu bersembunyi dibalik organisasi kemahasiswaan yang formal.
Organisasi kampus ini justru dalam kurun waktu 32 tahun Pemerintahan Soeharto banyak melakukan
perlawanan dan penolakan terhadap setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintahan Orde Baru
tersebut. Tercatat berbagai peristiwa politik yang dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan
oposisi terhadap kebijakan yang dibuat oleh Soeharto, seperti: Peristiwa Lima Belas Januari (Malari)
1974 yang menyebabkan kerusuhan dan sentimen anti produk Jepang. Peristiwa tahun 1978, yakni
serbuan aparat militer dan kepolisian terhadap kampus-kampus di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan
sebagainya. Serta yang terakhir, ketika ribuan massa dari berbagai kampus menduduki gedung
DPR/MPR serta simbol kenegaraan lainnya di berbagai kota, yang mengakibatkan Presiden Soeharto,
yang berkuasa lebih dari 32 tahun itu mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.

e. Masa Kepemimpinan Orde Reformasi


Tumbangnya kekuasaan Presiden Suharto pada tahun 1998, merupakan satu titik balik proses
keterbukaan politik di Indonesia. Presiden Habibie yang melanjutkan kepemimpinan mantan
Presiden Suharto hingga Pemilihan Umum tahun 1999 melakukan satu perubahan drastis dalam
sistem politik di Indonesia. Pemilihan Umum di tahun 1999 melahirkan pemimpin-pemimpin politik
baru dalam tubuh Parlemen dan sistem kepartaian di Indonesia, dan melahirkan Presiden baru dari
kalangan tokoh Islam yakni Abdurrahman Wahid.

Kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid sendiri tidak bertahan lama. Euphoria reformasi yang
diikuti oleh konflik politik antara Parlemen dengan Eksekutif melahirkan proses impeachment
terhadap pemerintahan Abdurrahman Wahid pada tahun 2001. Ia kemudian digantikan oleh
Megawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Republik Indonesia yang berasal dari kalangan nasionalis.

Pada era reformasi ini, kehidupan berorganisasi dibebaskan oleh pemerintah. Lembaga SIUPP yang
selama ini menjadi alat kontrol bagi media massa di Indonesia dihapus oleh pemerintah, dwifungsi
ABRI yang selama ini menjadi legitimasi bagi faksi tentara untuk berpolitik juga dihapuskan, Partai-
partai politik dibebaskan untuk memilih ideologi kepartaiannya, dan dibangunnya sistem
pemerintahan desentralisasi yang membuka akses politik masyarakat jauh lebih besar untuk terlibat
dan mengawasi kinerja pemerintahan di daerahnya.
Reformasi ini juga menyentuh beragam kelompok kepemudaan yang menyadari perlunya perubahan
sistem organisasi mereka. Organisasi-organisasi kepemudaan yang selama ini berada dibawah
payung KNPI mulai memisahkan diri dan menjalankan gerak organisasinya sesuai dengan ideologi
yang diinginkan. HMI kembali menggunakan Islam sebagai azas organisasi, GMNI kembali
menggunakan azas nasionalisme-marhaen, dan lain sebagainya. Beberapa organisasi kepemudaan
tetap mempertahankan ideologi Pancasila, akan tetapi aura perubahan keras kali ini menghadapkan
organ-organ ini pada kondisi sosial politik riil yang juga dihadapi oleh beragam kelompok di
masyarakat.

Hiruk pikuk dunia politik yang baru menikmati kebebasannya di Indonesia tidak serta merta
memberikan suatu perbaikan sistem pemerintahan yang bersih dan berpihak kepada perubahan yang
didesakkan pada tahun 1998. Pertarungan politik antara Pimpinan Legislatif dengan Eksekutif yang
telah menjatuhkan Presiden Abdurrahman Wahid dari kursi kekuasaannya di tahun 2001
menunjukkan bahwa para pemimpin Order Reformasi ini tidak memiliki satu kedewasaan politik
dalam melakukan perubahan politik di Indonesia.
Partai-partai politik dengan beragam ideologinya sepanjang lima tahun terakhir ini harus diakui telah
gagal memberikan satu contoh bahwa perbedaan ideologi dapat mendewasakan pola berpikir para
pemimpin bangsa. Pertikaian politik berkepanjangan yang mengesampingkan perbaikan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat, merupakan satu agenda utama yang kini menjadi dasar bergeraknya beragam
organisasi pemuda di Indonesia saat ini. Mereka melancarkan kecaman dan kritik untuk
memperingatkan para pemimpin Indonesia, bahwa ada hal utama yang telah terlupakan akibat
perilaku politik mereka.

Disamping itu, kiprah pemuda dalam era reformasi ini juga ditekankan pada pengawalan proses
perubahan sistem politik Indonesia agar tidak jatuh kembali ke dalam rejim otoriter. Pemuda
Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan membangun kedewasaan berpolitik masyarakat agar
mereka dapat bertindak sebagai pengawas dan pengontrol kebijakan pemerintah. Pemuda tidak dapat
bergerak sendirian mengawal perubahan politik di Indonesia karena mereka nantinya dapat
terjerumus ke dalam jebakan politik. Dalam sistem politik liberal multipartai di Indonesia saat ini,
tidak dikenal istilah kawan atau lawan politik abadi. Elite politik di Indonesia memiliki
kecenderungan untuk berusaha memenuhi kepentingan politik pribadi dan kelompoknya.
Peran pemuda sangat berpengaruh dalam kesatuan RI dengan semangat yang tinggi mereka berusaha
mempersatukan negara RI bahkan dapat di katakan bahwa pemuda menjadi tulang punggung dari
keutuhan perjuangan melawan penjajah belanda dan jepang.
BAB 8
Peran bangsa Indonesia dalam Perdamaian Dunia
Konferensi Asia Afrika (KAA)

Buat Squad yang sudah pernah ke Bandung, pasti kamu pernah melewati
jalan Asia Afrika. Itu lhojalan yang ada kutipan ucapannya Pidi Baiq. Bukan,
bukan kata-katanya Dilan...

Quote Ayah Pidi Baiq yang ini lho, Squad. Tau ‘kan? (Sumber:


ranseltravel.com).

Jalan ini memang terkenal sama ucapan ayahnya Dilan dan Alun-Alun
Bandungnya, Tapi, pernahkah kamu tahu cerita di balik nama jalan tersebut?
Ternyata, pada tahun 1955, di jalan tersebut terjadi peristiwa sejarah besar
antara Asia dan Afrika.
Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung tempat berlangsungnya KAA.
(Sumber: dolandolen.com).

Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) diawali dari ide Soekarno


yang disampaikan oleh Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Colombo. Idenya
datang karena setelah Perang Dunia II, banyak negara yang masih
bersitegang karena adanya Blok Barat dan Blok Timur. Di Konferensi
Colombo (Srilanka), pemikiran membuat KAA menjadi bahan pembicaraan
utama.

Tindak lanjut dari pembicaraan tersebut adalah dengan diadakannya


Konferensi Bogor.Konferensi ini yang menghasilkan beberapa keputusan,
yaitu:

1. mengadakan KAA di Bandung pada bulan April 1955.


2. Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-
negara sponsor.
3. Menetapkan 25 negara-negara Asia Afrika yang akan diundang.
Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang
diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, seorang gubernur Jawa Barat. Dari 25
negara yang diundang, Federasi Afrika Tengah menolak untuk hadir karena
masih diserang oleh penjajah.

Konferensi Asia Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April


1955 dan dihadiri oleh 29 negara dengan 5 negara sebagai sponsor
KAA. Agenda dalam Konferensi Asia Afrika ini antara lain membicarakan
kerjasama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak menentukan nasib
sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia dan
kerjasama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.

Konferensi ini menghasilkan Basic Paper on Racial Discrimination, Basic


Paper on Radio Activitydan Declaration on the Promotion of World Peace
and Co-operation. Dokumen Declaration on the Promotion of World Peace
and Co-operation inilah yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung.

Misi Garuda

Selain ada tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan NKRI , kamu


tahu nggak kalau ternyata ada juga tokoh-tokoh yang membantu dalam
memperjuangkan kemerdekaan negara lain? Mereka tergabung
dalam Kontingen Garuda atau Pasukan Garuda. Pasukan ini terdiri dari
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditugaskan sebagai pasukan
perdamaian di negara lain. Ide awal munculnya pasukan ini karena adanya
konflik di Timur Tengah pada 26 Juli 1956. 

Saat itu, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan


terhadap Mesir sehingga menimbulkan perdebatan di antara negara-negara
lainnya. Dalam Sidang Umum PBB, Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B.
Perason, mengusulkan agar dibentuk pemelihara perdamaian di Timur
Tengah. Usul ini disetujui dan pada tanggal 5 November 1956 Sekretaris
Jenderal PBB membentuk United Nations Emergency Forces (UNEF).

Indonesia pun menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam UNEF.


Indonesia telah mengirimkan Misi Garuda I sampai Misi Garuda XXVI-C2.
Menurut data Kementerian Luar Negeri pada Senin, 21 Maret 2016,
Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan pemeliharaan
perdamaian PBB dari 124 negara. Saat ini, pemerintah Indonesia telah
menugaskan 2.843 personel TNI dan POLRI yang bertugas di 10 Misi
Pemeliharaan Perdamaian PBB.

Kontribusi pasukan Indonesia ke Misi Pemeliharaan PBB merupakan wujud


pelaksanaan mandat Konstitusi yang mengamanatkan Indonesia untuk “ikut
melaksanakan ketertiban dunia”. Selain itu, pengiriman pasukan ini sebagai
sarana peningkatan kapasitas dan profesionalisme personel TNI dan
POLRI. Kayanya, cocok nih nyanyi “Garuda di Dadaku” bagi Pasukan
Garuda saat bersiap.

Deklarasi Djuanda

Squad, coba deh kamu ingat pelajaran geografi tentang laut teritorial.


Ternyata, ketentuan luas laut teritorial itu berasal dari Indonesia, tepatnya
lewat Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda dicetuskan oleh Perdana
Menteri Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember 1957.

Deklarasi ini dilatarbelakangi oleh tuntutan pimpinan Departemen Pertahanan


Keamanan RI tahun 1956 yang merasa hukum laut Indonesia saat itu yang
berdasarkan Zeenen Maritieme Kringen Ordonantie (Ordonasi Laut dan
Daerah Maritim) tahun 1939 dari Belanda tidak menguntungkan kepentingan
wilayah Indonesia. Kebijakan tersebut dapat membuat kapal-kapal asing
masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil sumberdayanya.
Rugi dong kita…

Akhirnya, melalui Deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa laut teritorial


Indonesia berjarak 12 mil laut diukur dari garis-garis dasar yang
menghubungkan titik terluar dari pulau terluar. Deklarasi Djuanda kemudian
dikukuhkan melalui Perpu No. 4 Tahun 1960 dan melahirkan konsep
“Wawasan Nusantara”. Agar diakui oleh negara lain, deklarasi ini juga
diperjuangkan dalam forum internasional melalui Konvensi Hukum Laut atau
lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations Convention On The Law of
The Sea) yang diadakan oleh PBB.
Deklarasi Djuanda baru dapat diterima di dunia internasional setelah
ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay
(Jamaika) pada tahun 1982. Berdasarkan hasil konvensi tersebut Indonesia
diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan.

Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994,


disetujui oleh 60 negara, dan dengan demikian hukum laut Indonesia telah
diakui oleh dunia internasional.

Indonesia harus berterimakasih kepada Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja


dan Prof. Dr. Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi
tentang hukum laut yang dilaksanakan PBB dari tahun 1970-an hingga tahun
1990-an. Berkat mereka, kedaulatan wilayah laut Indonesia bisa diakui
internasional.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (kiri) dan Prof. Dr. Hasjim Djalal (kanan).
(Sumber: en.wikipedia.org dan tokoh.id).

Gerakan Nonblok (GNB)

Setelah Perang Dunia II, muncul dua kubu dari dua negara adidaya, Amerika
dengan haluan liberal-kapitalis dan Rusia dengan aliran sosialis-komunis.
Banyak negara yang tidak ingin tergabung dalam dua aliran ini, akhirnya
membuat Gerakan Nonblok (GNB).

Masih ingat Dasasila Bandung yang sudah kita bahas di atas? Nah, untuk


merealisasikan beberapa poin dalam Dasasila Bandung yang menyangkut
kesejahteraan suatu negara, pada tanggal 1-6 September 1961 diadakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Beograd, Yugoslavia.

Dalam KTT di Beograd inilah, didirikan GNB, yang diprakarsai oleh lima
negara, Indonesia, India, Yugoslavia, Ghana, dan Mesir. Beberapa tujuan dari
dibentuknya Gerakan Nonblok antara lain:

1. memelihara perdamaian dan keamanan internasional.


2. Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan
menyeluruh dibawah pengawasan internasional efektif.
3. Mengusahakan agar PBB berfungsi secara efektif.
4. Mengusahakan terwujudnya tata ekonomi dunia baru.
5. Mengusahakan kerjasama di segala bidang dalam rangka menwujudkan
pembangunan ekonomi dan sosial.

Tujuan dari GNB juga tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu


untuk menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan
keamanan dari negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang
imperialisme, kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk
intervensi.

Selain sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran


yang cukup besar dalam organisasi tersebut, di antaranya:

1. sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal
digagasnya Gerakan Nonblok
2. sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama.
Hal ini karena Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan
berperan besar dalam mengundang mengajak negara lain untuk
bergabung dalam KTT.
3. menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang
berlangsung pada 1-7 September 1992 di Jakarta dan Bogor. Indonesia
turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog utara-selatan,
yaitu dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang
(selatan) terhadap negara maju (utara).

Hingga tahun 2016, KTT GNB telah diadakan sebanyak 17 kali dan memiliki
pada 2012 telah memiliki 120 negara sebagai anggota.
BAB 9
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia
A.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Ilmu pengetahuan serta teknologim selalu mengalami perkembangan mulai dari zaman pra-
sejarah hangga sampai sekarang ini. Adapun periodisasi perkrmbangan dan teknologi sebagai
berikut :

1)      Zaman purba (4 juta tahun yang lalu)

Di kenal dengan zaman batu, zaman batu adalah masa zaman prasejarah yang luas, ketika
manusia menciptakan alat dari batu (karena tidak memiliki teknologi yang lebih baik). Kayu,
tulang dan bahan lain juga di gunakan, di bentuk untuk di manfaatkan sebagai alat memotong
dan senjata. Istilah ini berasal dari sistem 3 zaman. Zaman batu sekarang di pilah lagi menjadi
masa paleolitikum, mesolitikum, megalitikum dan neolitikum, yang masing-masing di pilah-
pilah lagi lebih jauh.

Ciri ilmu yang di kembangkan adalah kemampuan mengamati, membedakan, memilih, dan
melakukan percobaan. Hasil dari periode ini adalah pembuatan alat-alat batu.

2)      Zaman yunani (600-200 SM)

Antara masa 600 SM hingga 200 SM sejarah mencatat adanya kemajuan berpikir umat
manusia dalam lapangan ilmu dan teknologi yang berpusat di yunani. Pada waktu itu terjadi
perubahan besar pada cara berpikir umat manusia.

Manusia mulai berpikir dan berusaha mengungkap kabut rahasia alam dan tersusunlah ilmu
serta teknologi sementara itu pythagoras (580-500 SM) seorang ahli fllsafat berhasil
menemukan berbagai dasar ilmu dia telah menemukan hukum atau dalil pythagoras.
penemuan pythagoras ini mendasri ilmu matematika, SedangkanSokrates (470-399 SM) melalui
percakapan atau dialog dengan murid-muridnya telah meletakkan metode berpikir. Sokrates
merumuskan suatu perkataan atau pengertian, mengadakan analisa sosial dengan diskusi dan
memantapkan suatu norma dalam bidang etika.

Masih banyak pemikir-pemikir Yunani yang berjasa menyusun ilmu. Plato (427-347 SM)
adalah seorang pemikir yang menganggap bahwa yang berada di balik semua benda di alam ini
adalah ide, yang bersifat abad.

Kemudian Aristoteles (384-322 SM) sebagai murid Plato, telah berjasa menulis banyak buku
yang berisi berbagai ilmu. Buku peninggalan Aristoteles yang penting bagi ilmu dan teknologi
antara lain Logika, Biologi, dan Metafisika. Sebenarnya Aristoteles masih banyak menulis kitab-
kitab yang penting dalam bidang politik, etika, dan estetika.
3)      Zaman pertengahan (31 SM-628 SM)

Zaman ini sering disebut zaman kegelapan karena perkembangan ilmu pengetahuan terhenti
di Eropa. Agama Kristen mulai berkembang & mendominasi kehidupan masyarakat eropa.
Namun sebaliknya perkembangan IPTEK di dunia islam.

Ptolemeus ( + 200 M) menyusun peta bumi sebagaiman dikenalnya pada zamannya itu
dengan mencantumkan 5000 tempat berdasarkan koordinat-koordinat yang hingga sekarang
masih berlaku. (Sardiman , 1996: 76) 3) Zaman Pertengahan (31 SM-628 M) Pada zaman
pertengahan oleh para ilmuwan sering dinamakan Abad Kegelapan. Hal ini disebabkan
perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada sejak zaman Yunani-Romawi menjadi terhenti
di Eropa.  Pada waktu itu agama Kristen berkembang di Eropa.. Kekuasaan gereja begitu
dominan dan sangat menentukan kehidupan di Eropa. Semua kehidupan harus diatur dengan
doktrin gereja atau hukum dan ketentuan Tuhan. Gereja tidak memberikan kebebasan berpikir.
Hal ini telah menyebabkan kemunduran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Apabila di Eropa mengalami Abad Kegelapan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,


tetapi di timur, di dunia Islam mengalami perkembangan. Perkembangan kekuasaan Islam di
timur (di Asia Barat) telah membawa perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Islam mulai menonjol terutama setelah
terjadi masa penerjemahan yang terjadi pada tahun 750-850 di masa kekhalifahan Abasiyah.

Pada waktu itu para cendekiawan muslim dan cendekiawan Barat melakukan penerjemahan
karya-karya klasik dari Yunani, Romawi Kuno, dan Persia. Setelah dipadu dengan pemahaman
terhadap kandungan Al-Qur’an telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam bidang ilmu
pengetahuan. Para cendekiawan itu juga melakukan penyelidikan. Fase ini mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan di masa-masa berikutnya.

Pada zaman Islam itu karya-karya Yunani terutama karya Aristoteles banyak diterjemahkan
oleh ahli-ahli Arab, Yahudi dan Persia. Penterjemahan itu kemudian disebarluaskan, sehingga
menjadi dasar perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi di dunia Barat dewasa ini. Para ahli
Islam menaruh perhatian besar terhadap ilmu kedokteran, ilmu obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Demikian pula ilmu pasti
berkembang, terutama sekali perhitungan sistem desimal dan dasardasar  aljabar.

Tokoh ahli ilmu Islam itu antara lain ialah Al Khawarizmi (825 M) Al Khawarizmi (825
M) menyusun buku Aljabar, yang menjadi standar hinga dewasa ini.Ia juga menegaskan dan
memantapkan perhitungan desimal, dengan mengganti angka Romawi dengan angka Arab
seperti yang dipakai dewasa ini. Penulisan desimal jauh lebih unggul daripada penulisan angka
Romawi. Sebenarnya Al Khawarizmi mengembangkan perhitungan desimal itu dari para ahli
matematika Hindu seperti Aryabhata (476 M) dan Brahmagupta (628 M). Pada bidang aljabar Al
Khawarizmi menemukan perhitungan akar negative.
            Kemudian Omar Khayam (1043-1132), juga seorang ahli sastra (penyair) dan
matematikus. Ia berhasil menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga. Selama zaman Islam
itu, penelitian kimia mulai dirintis, walaupun mula-mula dimaksudkan untuk percobaan
membuat logam emas.

Percobaan itu sendiri tidak pernah berhasil, tetapi efek sampingnya menumbuhkan ilmu
kimia atau al Kimia, umpamanya pembuatan salmiak yang berguna bagi ilmu kedokteran. Ilmu
kedokteran pada zaman Islam memang mengalami kemajuan. Nama-nama seperti Al Razi
(Razes, 850-923 M)

Al Razi (Razes, 850-923 M) dan Ibnu Sina (Avicenna, 980-1037 M)  menghiasi dunia
kedokteran. Ibnu Sina menulis kitab kedokteran yang sampai tahun 1650 menjadi buku standar.
Abu Qasim juga menulis ensiklopedi kedokteran dan telah mendalami ilmu bedah. Ibnu Rusd
(Averoes,1126-1198) telah menterjemahkan kitab-kitab Aristoteles. Pada zaman Islam cabang-
cabang ilmu lainnya seperti astronomi, matematika, dan filsafat juga berkembang. Sebuah peta
yang memuat 70 daerah yang dikenal waktu itu sudah disusun oleh Al Idrisi (1100-1166).

4)      Zaman Modern (658 M-Sekarang

Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman modern didorong atau diawali dengan


berkembangnya zaman Renaissans. Masa ini merupakan fase lahir dan berkembangnya kembali
budaya Yunani – Romawi Kuno. Perkembangan Renaissance tidak terlepas dari fase sebelumnya
yakni, perkembangan ilmu pengetahuan pada masa penerjemahan di masa Islam.

Setelah zaman Romawi, ilmu pengetahuan tidak hanya mengklasifikasikan atau


menentukan sesuatu itu termasuk kelas atau kelompok tertentu, tetapi memahami sesuatu atau
benda-benda itu memiliki susunan dan aturan yang ada hukum-hukumnya.Leonardo Pisa  ahli
aljabar dari Italia, terus melakukan penyelidikan sehingga menemukan tiga akar dari persamaan
pangkat tiga. Ilmu-ilmu alam terus berkembang. Kemudian tampil ilmuawan-ilmuwan seperti
Copernicus, Galileo, dan Keppler. Mereka telah melakukan penelitian tentang tata surya.

Copernicus dan Galileo telah memantapkan prinsip heliosentris (matahari sebagai pusat tata
surya), merombak teori geosentrisme (bumi sebagai pusat). Bumi ini bulat, bukan datar. Francis
Bacon juga merupakan ilmuwan penting saat itu. Ia telah mengembangkan ilmu alam dan
kegiatan eksperimental (empiriame). Perkembangan di zaman Renaissans terus bertambah maju.
Memasuki zaman

Aufklarung (zaman Penceharan), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus


berkembang. Orang mulai mengandalkan kekuatan akal dan meninggalkan dogma-dogma
agama.

Fase zaman Aufklarung merupakan fase yang amat penting bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Para filsuf dan ilmuwan besar pada masa Aufklarung, anatara lain Issac Newton. Ia
telah mengembangkan ilmu pengetahuan alam berdasarkan prinsip-prinsip matematika. Newton
yang mendorong perkembangan teori gravitasi, perhitungan Calculus, dan Optika. Tokoh lain,
seperti Montesquieu, J.J Rousseau.

Zaman modern diawali dengan zaman Renaissance (fase kebangkitan kembali iptek di


eropa). Orang mulai mengandalkan kekuatan rasio (akal),dan meninggalkandogma-
dogma agama.

Ilmuwan zaman modern yang sangat terkenal dan sempat menjadi orang number wahid se-
dunia,ialah William Henry Gates atau dikenal dengan nama Bill Gates,pemilik microsoft
corporation bersama sahabatnya Paul Allen.

Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan seolah-olah tidak dapat dikendalikan oleh


manusia, mengingat begitu cepat kemajuannya. Aplikasi dari ilmu pengetahuan yang
mengembangkan teknologi pun semakin berkembang. Pada abad ke-20, perkembangan iptek
semakin menakjubkan. Dari zaman atom dan nuklir, berkembang pula teknologi informasi,
komunikasi, telekomunikasi, dan kini kita kenal zaman komputer dan internet.

B.     Pengaruh Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Abad ke-21, saat di mana kita hidup sekarang, merupakan masa di mana Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) mengalami perkembangan yang sangat pesat. Yang paling jelas adalah
perkembangan alat komunikasi. Yang mulanya dulu hanya ada surat dan telepon kabel, kini telah
berkembang menjadi handphone, laptop, tablet PC, i-pad dan lain sebagainya. Hal ini tentunya
membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Begitu banyak pekerjaan yang dapat
diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat dari pada sebelumnya. Dalam hal ini tujuan
perkembangan teknologi, yaitu membuat kehidupan manusia dapat berjalan dengan lebih mudah
bisa dikatakan telah tercapai. Namun, sejalan dengan hukum alam, setiap hal apa lagi suatu
perubahan pasti akan membawa efek samping tertentu bagi setiap pihak yang terlibat dalam
siklus tersebut. Banyak hal yang berubah terkait dengan perkembangan IPTEK ini, terutama pola
hidup masyarakat.

Perubahan alat komunikasi terutama yang memberi dampak paling besar. Masyarakat yang
pada awalnya hanya menggunakan surat mulai menggunakanhandphone, e-mail, skype dan lain
sebagainya untuk berkomunikasi. Hal paling sederhana dan paling lekat dengan kehidupan kita
saat ini adalah Handphone.Handphone sebagai alat yang umum dipakai saat ini bisa dikatakan
bukan lagi barang mewah. Hal ini disebabkan karena setiap kalangan masyarakat sudah dapat
memiliki benda mungil penuh manfaat ini. Mulai dari pekerja kantoran hingga supir angkot
memilikinya. Jika diingat kembali pada masa awal tahun 2000, sangat sulit bagi seseorang untuk
memiliki benda ini. bisa dikatakan  Handphone saat itu termasuk pada kalangan benda mewah.
Hanya orang-orang kaya dan yang benar-benar memiliki kepentingan yang memilikinya, apalagi
laptop dan PC. Namun hanya dalam waktu 11 tahun hal ini berubah pesat. Perkembangan zama
ternyata juga menuntut perkembangan kebutuhan. Ha ini aka terlihat jelas di kalangan
mahasiswa. Saat ini mahasiswa yang tidak memiliki handphone, laptop atau PC akan sangat
kasulitan karena begitu banyak pekerjaan yang bergantung pada alat-alat ini.

Hal di atas ternyata tidaklah sesempit itu. Begitu banyak hal lain yang ikut terpengaruh akan
perkembangan alat-alat ini. Perubahan pola komunikasi ini kemudian akan mengubah standar
ekonomi masyarakat. Masyarakat, terutama orang tua, dituntut untuk memiliki penghasilan lebih
demi mengikuti perkembangan ini. Kenyataan bahwa perbedaan antara barang mewah dan
barang biasa menjadi semakin kabur, membuat tuntutan ini terkadang terasa semakin berat.
Standar dari kemewahan terus berubah dan semakin menuntut perkembangan ekonomi
masyarakat di tengah semakin sulitnya persaingan ekonomi di antara masyaraka. Bagi yang tidak
mampu mengimbangi akan semakin tersisih dan lama kelamaan akan tersingkir bila ia tetap tidak
bisa beradaptasi dan survive. Hal ini tentunya akan semakin sulit bagi mereka yang tidak
memiliki kemampuan (skill) atau koneksi yang dapat membantu untuk meningkatkan taraf hidup
mereka.

Dalam segi positif perkembangan ini memang membuat masyarakat semakin mudah dalam
mengakses informasi. Setiap orang dapat mengakses informasi apapun yang mereka butuhkan
dari seluruh dunia. Namun penyebaran informasi ini terkadang tidak terkendali. Begitu banyak
informasi yang memerlukan pertumbangan lebih lanjut untuk disebarkan secara bebas tanpa
pengawasan. Hal ini sering kali menghasilkan efek samping negatif pada anak-anak di bawah
umur yang dengan bebasnya menyaksikan dan mempelajari hal-hal tidak atau belum layak untuk
mereka konsumsi dari berita yang publikasinya dilakukan tanpa melalui proses sensor yang
benar.

Meskipun teknologi itu diciptakan untuk kepentingan bersama dan untuk memudahkan
masyarakat dalam beraktivitas, akan tetapi tetap saja ada efek samping negatif seperti yang telah
dipaparkan di atas. Semua itu kembali kepada individu yang menjalani, bagaimana ia
memanfaatkan dan akan digunakan untuk apa teknologi tersebut.

C.    Dampak Perkrmbangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Di bawah ini akan di jelaskan mengenai dampak dalam penggunaan teknologi :

1.      Dampak positif

a)      Sebagai media penghubung

Tak dapat dipungkiri jika Internet adalah hal yang sangat melekat kepada kita. Karena internet
memiliki fungsi yang amat banyak. Dengan internet, kita dapat melakukan komunikasi dengan
orang yang berada jauh antara kita, kita dapat bertukar file, email, maupun koneksi. 

b)      Kemudahan bertransaksi
Salah satu dampak yang bisa kita rasakan adalah kemudahan transaksi dengan pelanggan kita.
Kemudahan pembayaran, kemudahan pengiriman, hingga kemudahan mencari order. Karena kita
dapat memanfaatkan internet, atau memanfaatkan SMS Banking yang dapat kita manfaatkan
sewaktu-waktu.

c)      Kemudahan mencari informasi

Dengan adanya teknologi masa kini yang semakin berkembang, kita dapat mencari informasi
dengan sangat mudah sekali. Kita dapat mencari informasi lowongan pekerjaan, informasi
bencana alam, informasi kurs mata uang, hingga informasi lalu lintas.

2.      Dampak negatif

a)      Akses pornografi

Inilah hal yang sangat rentan dalam teknologi masa kini. Karena mudahnya dan bebasnya
internet, dapat memudahkan anak untuk mencari konten porno yang dapat berakibat buruk
kepada ank kita nantinya. Oleh karena itu, dihimbau kepada keluarga taupun orang tua untuk
selalu mengawasi anaknya.

b)      Penipuan online

Hal ini juga sangat rentan terjadi di dalam dunia teknologi masa kini. Dengan adanya teknologi
yang terus berkembang, penjahat juga memanfaatkannya untuk kepentingan diri sendiri. Mereka
mengembangkan teknologi untuk melakukan kejahatan yang dapat berdampak buruk kepada
orang lain. Oleh karena itu, kita diharap waspada dengan hal-hal yang seperti ini.

Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak
langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya Beberapa
penerapan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi antara lain :

1.      Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Perusahaan Penerapan Teknologi


Informasi dan Komunikasi banyak digunakan para usahawan. Kebutuhan efisiensi waktu dan
biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu menerapkan teknologi informasi dalam
lingkungan kerja.

2.      Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Dunia Bisnis, Dalam dunia bisnis
Teknologi Informasi dan Komunikasi dimanfaatkan untuk perdagangan secara elektronik atau
dikenal sebagai E-Commerce.E-Commerce adalah perdagangan menggunakan jaringan
komunikasi internet.

3.      Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Perbankan


Dalam dunia perbankan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah diterapkannya transaksi
perbankan lewat internet atau dikenal dengan Internet Banking.
4.      Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan Teknologi pembelajaran
terus mengalami perkembangan seirng perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan pembelajaran
sehari-hari Makalah Teknologi Informasi dan Komunikasi sering dijumpai kombinasi teknologi
audio/data, video/data, audio/video, dan internet. Internet merupakan alat komunikasi yang
murah dimana memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih.

5.      Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Kesehatan


Sistem berbasis kartu cerdas (smart card) dapat digunakan juru medis untuk mengetahui riwayat
penyakit pasien yang datang ke rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai