10 NOVEMBER 1945
ANGGOTA KELOMPOK:
BERLIANA KARLINDA
DELLA PUSPA W
FARIZKY NURIL HUDA
KISAN ALBANJARI
NI PUTU KARINA
RISTI NOVITAYANTI
YANI SULISTIO
SEJARAH PERTEMPURAN SURABAYA
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Pasukan itu merupakan bagian dari Divisi ke-
23 di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari Panglima AFNEI
untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran Sekutu. Pemimpin
pasukan Sekutu menemui R.M. Suryo (pemegang pemerintahan Indonesia di Jawa Timur).
Namun pemerintah Indonesia di Jawa Timur merasa enggan menerima kedatangan mereka.
Setelah diadakan pertemuan antara wakil pemerintah Republik Indonesia dengan Brigadir
Jenderal A.W.S. Mallaby, disepakati hal-hal berikut ini.
Inggris berjanji bahwa pada tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda. .
Mereka menyetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan
ketenteraman
Mereka segera membentuk kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya
Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Oleh karena itu, pihak Republik Indonesia memperkenankan tentara Inggris memasuki kota
dengan syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti
kamp-kamp tawanan. Namun dalam perkembangan berikutnya, pihak Inggris mengingkari
janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam hari satu pleton field security section di bawah
pimpinan Kapten Shaw melakukan penyerangan ke Penjara Kalisosok untuk membebaskan
Kolonel Huiyer (seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda) bersama kawan-kawannya.
Tindakan Inggris dilanjutkan dengan menduduki Pangkalan Udara
Morokrembangan, Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Bank
Intemasional, dan objek vital lainnya. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pukul 11.00
pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet-pamflet. Pamflet-pamflet itu berisi
perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata yang dirampasnya dari tangan
Jepang. Pemerintah Republik Indonesia berusaha menanyakan hal itu kepada
Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, tetapi ia mengakui mengetahui tentang pamflet
tersebut.
Sikap itu menghilangkan kepercayaan pemerintah Republik Indonesia kepadanya.
Pemerintah meminta kepada para pemuda untuk tetap siaga menghadapi segala
kemungkinan. Pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadi kontak senjata yang pertama
antara para pemuda dengan pihak Inggris. Kontak senjata itu meluas, sehingga
terjadi pertempuran antara Indonesia dengan Inggris tanggal 28, 29, dan 30
Oktober 1945. Dalam pertempuran itu pasukan Sekutu dapat dipukul mundur dan
bahkan hampir dapat dihancurkan oleh pasukan Indonesia.
Beberapa objek vital berhasil direbut kembali oleh para pemuda. Bahkan pemimpin
pasukan Sekutu Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil ditawan oleh para
pemuda. Melihat kenyataan seperti itu, komandan pasukan sekutu hubungi
Presiden Soekarno untuk mendamaikan perselisihan antara pemuda dengan asukan
Inggris di sana. Pada tanggal 30 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Hatta, dan Amir
Syarifuddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan itu. Perdamaian
berhasil dicapai, tetapi setelah sekembalinya Soekarno dan rombongan ke Jakarta,
pertempuran kembali terjadi dan menewaskan Jenderal A.W.S. Mallaby. Pasukan
Inggris nyaris hancur, kemudian mereka meminta bantuna dari Devisi V di bawah
pimpinan Mayor Jendral Mansergh dengan kekuatan 24.000 orang.
Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi
ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila
orang-orang Indonesia Surabaya tidak menaati perintah Inggris. Mereka juga
mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan
para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November
1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan. Mereka diharuskan
datang dengan tangan di atas kepala, dan kemudian menandatangani dokumen
yang tersedia sebagai tanda menyerah tanpa syarat.
LATAR BELAKANG
Dampak Negatif
Dampak Positif