Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya merupakan pertempuran paling besar dan heroik selama masa revolusi
kemerdekaan. Perang akbar antara tentara dan massa pendukung Republik melawan pasukan Sekutu ini menegaskan pada
dunia, rakyat Indonesia serius dengan urusan kemerdekaan.
Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia (2004) mencatat, pertempuran 10 November 1945 turut
mengubah pandangan Wakil Gubernur Jenderal Belanda Hubertus Johannes van Mook. Menurut Rosihan, perang sengit di
Surabaya membuat van Mook beranggapan, "Bangsa Indonesia telah melakukan revolusi yang melebihi Revolusi Prancis
tahun 1789.”
Perang di Surabaya terjadi tidak lama setelah van Mook kembali ke Indonesia pada bulan Oktober 1945 bersama
aparatur NICA (Netherlands-Indies Civil Administration). Kedatangan van Mook dan anak buahnya seiring dengan kehadiran
pasukan Sekutu di bawah koordinasi AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies). Dengan dalih melucuti senjata tentara
Jepang yang kalah dalam Perang Dunia II, pasukan Sekutu tiba di Tanjung Priok, Jakarta pada 29 September 1945. Hampir
sebulan kemudian, ribuan tentara Sekutu masuk ke Surabaya bersama 3 kapal tempur yang mengangkut banyak perangkat
perang.
Situasi Surabaya sebenarnya telah memanas, setidaknya sejak insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato,
pada pertengahan September. Kehadiran pasukan Sekutu segera mengerek tensi ketegangan di kota ini. Rentetan bentrok
senjata pun terjadi hingga memuncak pada 10 November 1945.
(Sumber : https://tirto.id/sejarah-peristiwa-10-november-dan-kronologi-pertempuran-surabaya-gxPo)