Anda di halaman 1dari 6

Disusun Oleh

Khairul Rizki M. iqbal Abdurrahman M. Yusuf Awaludin Risang Gelar G

Kelas XII IPS 2 SMAN 1 Cianjur 2011

Tugas Sejarah 1. 2. 3. 4. 5. 6. Carilah faktor yang melatarbelakangi terjadinya Pertempuran Surabaya! Carilah tokoh yang terlibat dalam Pertempuran Surabaya! Upaya yang dilakukan belanda untuk memenangkan Pertempuran Surabaya? Upaya pasukan indonesia untuk memenangkan Pertempuran Surabaya? Jelaskan proses terjadinya pertempuran surabaya! Jelaskan dampak Pertempuran Surabaya terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI secara militer! 7. Jelaskan dampak Pertempuran Surabaya terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI secara Politik!

Jawab : 1. Kedatangan Tentara Inggris & Belanda Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yg dipimpin Brigjen Mallaby atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. selain itu sekutu juga melakukan serangan ke penjara kalisosok dan membebaskan AL Belanda Kol. Huijer, Pangkalan Udara, Pelabuhan Tj. Perak, Kantor Pos Besar dan Gedung Bank Internito. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA. Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-PutihBiru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya. Selain itu penyebab terjadinya Pertempuran Surabaya juga dikarenakan: sekutu menyebar pamphlet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya dalam waktu 48 jam. Sekutu menduduki pangkalan udara dan gedung-gedung penting. 9 Nomber 1945 sekutu mengeluarkan peringatan (ultimatum) : peringatan berisi agar para pemimpin dan rakyat Indonesia yang bersenjata melapor dan menyerashkan senjata, apabila tidak dihiraukan Surabaya akan diserang. 2. Tokoh yang terlibat dalam Pertempuran Surabaya

Sekutu: Brigjen Mallaby, Letnan Jendral Christison (Panglima Sekutu di Indonesia), Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh (yang mengeluarkan ultimatum 9 nov.), W.V.Ch. Ploegman (yang mengibarkan bendera Belanda di Hotel Oranye), D.C. Hawthorn, Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds, Kapten R.C. Smith. Indonesia: Residen Soedirman, Hariyono, Koesno Wibowo (orang yg merobek warna biru bendera Belanda,. KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, Sutomo (Bung Tomo). 3. Upaya yang Dilakukan Belanda dalam Pertempuran Surabaya Letjen Sir Philip Christison mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya ketika mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan Ia meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Mengeluarkan Ultimatum yang isinya: agar rakyat surabaya menyerahkan senjata dengan tangan diatas kepala dan menandatangani surat penyerahan dan ditahan sekutu paling lambat pukul 6 sore tgl 9 Nov 1945. Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara sebagai tindak lanjut dari tidak diindahkanya Ultimatum tanggal 9 November 1945. 4. Upaya yang Dilakukan Indonesia dalam Pertempuran Surabaya Pada saat terajadi ultimatum, Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan ancaman Sekutu. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan. Pada atanggal 10 November Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.

5. Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu. 26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya

dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison. 27 Oktober 1945, jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal 26 Oktober 1945. 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian. 29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding. Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta. Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio. Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K.Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby. Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia. Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya. Ia meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut, Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di Surabaya. Namun di batas ultimatum tersebut rakyat Surabaya menjawabnya dengan meningkatkan perlawanan secara besar-besaran, salah satu pimpinan perlawanan tersebut adalah Sutomo, dikenal sebagai Bung Tomo (yang sampai saat ini belum diangkat secara resmi menjadi Pahlawan Nasional, hanya menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama pada

tahun 1995 oleh presiden Suharto). Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Perang tersebut melibatkan pasukan sekutu dengan 30.000 serdadu (26.000 didatangkan dari Divisi ke-5 dengan dilengkapi 24 tank Sherman) dan 50 pesawat tempur dan beberapa kapal perang. Inggris menduga 3 hari Surabaya bisa ditaklukan namun kenyataannya memakan satu bulan sampai akhirnya Surabaya kembali jatuh ke tangan sekutu dan NICA pada tanggal 20 November 1945. Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah. 6. Perang ini menimbulkan perlawanan lain di semua kota seperti Jakarta, Bogor, Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka dll. Perlawanan ini juga berdampak baik terhadap rasa nasionalisme warga Indonesia yang semakin tinggi terutama bagi kaum muda, salah satu contohnya yaitu Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat. Dengan menggerakkan semangat perlawanan pemudapemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Selain itu, tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Secara militer, tidak dapat dipungkiri bahwa Pertempuran Surabaya 10 Nopember 1945 merupakan sebuah kekalahan bagi Republik Indonesia pada masa itu. Besarnya jumlah korban di pihak TKR, gerilyawan maupun penduduk sipil, serta tercapainya tujuan Sekutu untuk melakukan kontrol administrasi terhadap Surabaya merupakan salah satu buktinya. Bercermin kepada apa yang diteorikan oleh ahli strategi termasyhur, Carl von Clausewitz dalam bukunya On War bahwa war is an act of violence to compel the enemy to fulfil our will (perang merupakan tindakan kekerasan untuk memaksa musuh tunduk kepada keinginan kita), maka jelas bahwa kemudian Inggris lah yang berhasil memaksakan kehendaknya kepada kita (yakni kehendak untuk melakukan kontrol administrasi, antara lain dengan pelucutan senjata terhadap kekuatan militer Indonesia), sedangkan kita tidak berhasil memaksakan kehendak kita kepada mereka (yaitu kehendak untuk mempertahankan Surabaya untuk tetap dalam kontrol kita).

7. Perlawanan bangsa Indonesia dalam Pertempuran Surabaya ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para pimpinan negeri, seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal Renville, perjanjian Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.

Namun, secara politik, hasil pertempuran ini memiliki implikasi yang sangat penting, yakni terbukanya mata dunia bahwa kekuatan perjuangan Indonesia bukanlah sekedar upaya parsial yang terlokalisir dari sekumpulan ekstrimis sebagaimana digambarkan Belanda (dan pandangan serupa dianut pula oleh Sekutu, termasuk Inggris), melainkan suatu gerakan populer dalam skala nasional yang didukung oleh rakyat dari sebuah negara yang telah berdiri dan telah diproklamirkan kemerdekaannya. Terlepas dari kekalahan secara militer dalam Pertempuran Surabaya, bangsa Indonesia telah menunjukkan patriotisme yang luar biasa, semangat juang yang laksana baja, dimana di hadapan kekuatan militer Inggris yang besar itu, yang Nazi Jerman pun tidak dapat menundukkannya, pejuang Indonesia sama sekali tidak takut dan malah menunjukkan perlawanan yang gigih. Melihat kekuatan pejuang Indonesia yang tidak bisa dianggap remeh itu, maka Inggris pun merasa harus mengerahkan kekuatan darat, laut dan udaranya. Pertempuran ini pun tidak usai dalam satu hari, melainkan berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

Anda mungkin juga menyukai