Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK AKTIVITAS WISATA TERHADAP KEANEKARAGAMAN


JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI PANTAI DI CAGAR ALAM
NUSAKAMBANGAN TIMUR

Disusun oleh:
KP3 Wetland

BAGIAN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan pantai adalah hutan yang terletak di tepi pantai dan tidak terpengaruh
oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi (Rahadi, 2006). Hutan pantai
merupakan ekosistem peralihan yang berbeda dengan ekosistem darat pada umumnya.
Karakteristik hutan pantai yang khas dapat dilihat dari jenis dan struktur vegetasi
penyusunnya. Vegetasi pada hutan pantai ini dapat berfungsi sebagai pelindung bagi
daratan dari angin laut maupun gelombang air yang tinggi (Rahman, 2011). Hutan
pantai digunakan sebagai tempat saltick oleh berbagai species binatang khususnya
mamalia besar.
Cagar Alam Nusakambangan Timur merupakan kawasan konservasi yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan selat Segara Anakan. Kawasan ini
memiliki hutan pantai di sepanjang pesisir. Sebagai Cagar Alam, pengelolaan yang
dilakukan berupa zero management dengan mengutamakan kegiatan pengamanan dan
penelitian (save and study). Akan tetapi, keindahan pantai di Cagar Alam
Nusakambangan Timur telah menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Aktivitas
manusia akan berdampak pada keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi.
Melihat pentingnya hutan pantai sebagai perlindungan bagi ekosistem daratan,
diperlukan pengelolaan yang tepat pada ekosistem hutan pantai. Meskipun demikian,
penelitian mengenai hutan pantai di Cagar Alam Nusakambangan Timur masih terbatas.
Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis
dan struktur vegetasi hutan pantai sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan
kawasan Cagar Alam Nusakambangan Timur yang lebih baik lagi.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi hutan pantai di Cagar Alam
Nusakambangan Timur.
2. Mengetahui struktur vegetasi hutan pantai di Cagar Alam Nusakambangan Timur.

3. Mengetahui dampak aktivitas wisata terhadap keanekaragaman jenis dan struktur


vegetasi hutan pantai di Cagar Alam Nusakambangan Timur.

1.3. Rumusan Masalah


Cagar Alam Nusakambangan Timur memiliki kawasan pantai yang digunakan
sebagai pariwisata. Aktivitas wisata akan berdampak terhadap keanekaragama jenis dan
struktur vegetasinya. Oleh karena itu permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah apakah aktivitas wisata pantai di Cagar Alam Nusakambangan Timur
berdampak terhadap keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi pantainya?

1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa informasi
mengenai dampak aktivitas wisata terhadap keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi
hutan pantai sehingga bisa dilakukan pengelolaan lebih lanjut terhadap ekosistem hutan
pantai di Cagar Alam Nusakambangan Timur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Pantai


Pesisir merupakan daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan intrusi air laut (Gangga,
2012). Hutan pantai adalah hutan yang terletak di tepi pantai dan tidak terpengaruh oleh
iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi (Rahadi, 2006). Hutan pantai terdapat
pada daerah kering di sepanjang tepi pantai dengan substrat berupa tanah berpasir atau
berbatu.
Tumbuhan pada hutan pantai pada umumnya bergerombol membentuk formasi.
Formasi terdepan yang paling dekat dengan garis pantai disebut formasi Pres-Caprae
karena pada umumnya didominasi oleh tumbuhan bawah Ipomoea pres-caprae.
Tumbuhan lain yang berada pada formasi ini adalah Vigna sp., Spinifex littoreus,
Canavalia maritime, Pandanus tectorius, Crinum asiaticum, dan Scaevola frutescens.
Formasi dibelakangnya yaitu formasi Baringtonia. Selain Baringtonia speciosa,
tumbuhan lain yang mengisi formasi ini adalah Calophylum inophylum, Erythrina
hernandia, Hibiscus iliaceus, Terminalia catappa (Rahman, 2011), Thespesia
populnea, Casuarina equisetifolia, Pisonia grandis, dan Pansanus tectorius (Tantra,
1981 dalam Rahadi, 2006). Hutan pantai dapat berfungsi sebagai pelindung dari angin
maupun tsunami (Rahman, 2011).
2.1. Keanekaragaman Vegetasi
Keanekaragaman jenis tumbuhan (diversity) diartikan sebagai jumlah jenis
tumbuhan yang hidup pada suatu tempat tertentu (Intarini, 2002). Suatu komunitas
dinyatakan mempunyai keanekaragaman tinggi bila terdapat berbagai macam jenis dan
masing-masing jenis memiliki jumlah individu yang besar. Komunitas dinyatakan
memiliki keanekaragaman jenis rendah bila terdapat banyak jenis dengan sedikit
individu atau sedikit jenis dengan jumlah individu besar (Spellerberg, 1991 dalam
Intarini, 2002). Semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu komunitas semakin tinggi

pula kestabilan ekosistem tersebut. Komunitas yang mantap akan mempunyai


kestabilan yang tinggi sedangkan komunitas yang dipelihara menusia akan cenderung
mempunyai keanekaragaman yang rendah (Intarini, 2002).

2.2. Struktur Vegetasi


Struktur vegetasi diartikan sebagai organisasi individu tumbuhan dalam ruang
yang membentuk tegakan, tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan dengan elemen utama
bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan lahan (Rahadi, 2006). Struktur vegetasi
merupakan susunan tanaman yang mengisi ruangan baik vertikal maupun horizontal
(Hayammi dan Rutan, 1971 dalam Rahadi, 2006). Struktur vertikal berorientasi pada
posisi tajuk dari masing-masing pohon penyusunnya (Rahadi, 2006). Menurut Kershaw
(1973) dalam Rahadi (2006), susunan vertikal merupakan stratifikasi vegetasi dari
pembagian strata yang sederhana (lapisan herba, semak dan sapling serta lapisan
pohon) hingga 5 strata pada hutan hujan tropika. Struktur vegetasi biasanya
digambarkan dalam diagram profil yang didasarkan pada susunan ketinggian tumbuhan
sehingga terdapat stratifikasi tajuk.

2.3. Kerusakan Vegetasi


Kerusakan pohon sering terlihat secara fisik berupa kerusakan mekanik
(Pratidina, 2004). Cole dan Hammit (1987) dalam Pratidina (2004) merumuskan
beberapa bentuk kerusakan yaitu pematahan dahan, penancapan paku di batang pohon,
pelukaan dengan kapak, kerusakan batang akibat dikuliti, penebangan pohon untuk
tiang tenda dan kayu bakar. Bentuk-bentuk kerusakan vegetasi tersebut merupakan
dampak penggunaan areal hutan untuk berbagai kegiatan rekreasi.
Tumbuhan bawah dan penutup tanah sangat terpengaruh oleh adanya
pengunjung dengan kegiatan berjalan-jalan. Tumbuhan bawah mengalami pengurangan
kelimpahan, kecepatan pertumbuhan tinggi dan kapasitas reproduksi. Kematian sering
terjadi ketika tanaman tercabut dari tanah atau mengalami kerusakan pada jaringan
regenerasinya. Pemadatan tanah menghambat kemampuan tumbuh tanaman, khususya
semak dan herba. Penurunan penutupan tumbuhan bawah dapat digambarkan dengan
berkurangnya jumlah dan kerapatannya (Pratidina, 2004).

Menurut Cole dan Hammit (1987) dalam Pratidina (2004), kerusakan vegetasi
di kawasan wisata dipengaruhi oleh kegiatan wisata yang terjadi di lokasi tersebut.
Setiap bentuk pemanfaatan kawasan wisata yang berbeda menghasilkan dampak
terhadap vegetasi dengan besaran yang berbeda pula. Kerusakan pohon, kehilangan
penutupan umbuhan penutup tanah semakin besar terjadi di daerah penggunaan yang
intensif dan besar, seperti area berkemah.

2.4. Cagar Alam Nusakambangan Timur


Cagar Alam Nusakambangan Timur ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam
berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomer 34 Staatblad Nomer 369
tanggal 4 Juni 1937 dengan luas kawasan 277 hektar. Berdasarkan hasil penataan batas
yang dilakukan pada tahun 1979, Cagar Alam Nusakambangan Timur mempunyai luas
190 hektar dan secara geografis terletak diantara 70.30`-70.40` Lintang Selatan dan
1080.42`-1090.43` Bujur Timur. Secara administrasi pemerintahan Cagar Alam
Nusakambangan Timur termasuk dalam wilayah Desa Tambakrejo, Kecamatan Cilacap,
Kabupaten Cilacap (Yanto, 2006). Kawasan Cagar Alam Nusakambangan Timur
mempunyai batas alam berupa:
sebelah utara

: selat Segara Anakan

sebelah timur

: samudera Hindia

sebelah selatan

: samudera Hindia

sebelah barat

: hutan milik Kementrian Hukum dan HAM.

BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
3.1. Landasan Teori
Hutan pantai merupakan ekosistem peralihan antara daratan dengan lautan.
Vegetasi pada hutan pantai menjadi habitat bagi satwa sekaligus sebagai pelindung
daratan. Keberadaan hutan pantai yang alami dapat mengurangi kecepatan angin laut
serta gelombang air tinggi yang menerpa daratan. Cagar Alam Nusakambangan Timur
memiliki pantai berpasir yang dimanfaatkan untuk wisata. Kegiatan wisata akan
berdampak pada ekosistem alami pantai. Pembangunan fasilitas wisata akan
mengurangi luas penutupan vegetasi. Kegiatan berjalan-jalan oleh wisatawan
menyebabkan kerusakan dan kematian tumbuhan serta pemadatan tanah. Keadaan
tersebut akan berpotensi mengurangi keanekaragaman jenis vegetasi dan merubah
struktur alami vegetasi pantai.
3.2. Hipotesis
Aktivitas wisata di Cagar Alam Nusakambangan Timut berdampak pada
keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi pantai.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di pantai pasa bagian utara dan selatan Cagar Alam
Nusakambangan Timur. Pengambilan data di pantai bagian utara dilakukan pada
tanggal 2-3 Maret 2015. Pengambilan data di pantai bagian selatan pada tanggal 4-5
Maret 2015.
4.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah:
a. GPS (Global Positioning System),
b. rolmeter,
c. tali rafia,
d. kompas,
e. pita meter,
f. hagameter,
g. papan berjalan,
h. tally sheet,
i. alat tulis,
j. kamera,
k. peta topografi Cagar Alam Nusakambangan Timur.
4.3. Metode Pengambilan Data
4.3.1.
Pengambilan Data Keanekaragaman Vegetasi
Pengambilan data keanekaragaman vegetasi

hutan

pantai

menggunakan metode nested sampling untuk mengambil data jumlah individu


tiap spesies sebagai data dasar perhitungan. Dalam metode nested sampling
terdapat 5 petak ukur, yaitu petak ukur 1 m x 1 m digunakan untuk mengambil
data rumput, petak ukur 2 m x 2 m digunakan untuk mengambil data semai
dan tumbuhan bawah, 5 m x 5 m untuk mengambil data sapihan (diameter <10
cm dan tinggi >1,5 m), 10 m x 10 m untuk mengambil data tiang (diameter 1020 cm), dan 20 m x 20 m untuk mengambil data pohon (diameter >20 cm).

2
1

Gambar 1. Nested Sampling


Keterangan:
Petak ukur 1 =
Petak ukur 2 =
Petak ukur 3 =
Petak ukur 4 =
Petak ukur 5 =

1mx1m
2mx2m
5mx5m
10 m x 10 m
20 m x 20 m

Nested sampling diletakkan secara sistematik pada transek. Transek


dibuat tegak lurus dengan garis pantai pada lokasi yang mewakili area wisata
(A) dan area yang tidak ada aktivitas wisata sebagai kontrol (B).

Gambar 2. Titik pengamatan


Pada masing-masing lokasi akan dibuat 5 transek dengan 5 petak ukur
pada tiap transek. Jarak antar transek sejauh 100 m dan jarak antar petak ukur
20 m. Petak ukur pertama diletakkan pada titik awal adanya vegetasi pantai.

20 m

100 m

Gambar 3. Posisi petak ukur dan transek

4.3.2.

Pengambilan Data Struktur Vegetasi


Struktur vegetasi dapat diamati melalui diagram profil. Pembuatan

diagram profil dilakukan dengan mengambil data karakteristik vegetasi di


lapangan. Karakteristik vegetasi yang diperlukan berupa titik koordinat, jenis
pohon, diameter setinggi dada (DBH), radius cabang, tinggi pohon total, tinggi
batang bebas cabang, dan tinggi cabang terluar. Pengambilan data vegetasi
10 m10 m x 100 m.
dilakukan pada plot sampel berukuran

100 m

Gambar 4. Petak ukur diagram profil


4.4 Analisis Data
4.4.1.
Analilis Kenekragaman vegetasi
Nilai keanekaragaman jenis vegetasi dihitung berdasarkan indeks
keanekaragaman Simpson.
=

( ni (ni 1))
N (N 1)
ID = 1-

Keterangan:
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total semua individu.
4.4.2.

Analisis Struktur Vegetasi


Struktur vegetasi digambarkan pada diagram profil yang dibuat secara
digital dengan software SexI-FS (Spatially Explicit Individual-Based Forest
Simulator). Data yang digunakan adalah koordinat pohon pada sumbu x dan y,
jenis pohon, diameter setinggi dada (DBH), radius cabang, tinggi pohon total,
tinggi batang bebas cabang, dan tinggi cabang terluar. Analisis data struktur
vegetasi menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Gangga, A. 2012. Pengaruh Keberadaan Windbreak Cemara Udang terhadap Penurunan


Kecepatan Angin di Pantai. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Intarini, D.Y. 2002. Keanekaragaman Jenis Penyusun Vegetasi Kawasan Pengembangan
Pariwisata di Daratan Pesisir Sanur, Denpasar, Bali. Skripsi. Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Pratidina, H. 2004. Analisis Kerusakan Vegetasi dan Daya Dukung Hutan Wisata Kopeng.
Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Rahadi, H. 2006. Komposisi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Berkayu di Pantai Sepanjang,
Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. Fakultas Kehutanan
UGM. Yogyakarta.
Rahman, A. 2011. Kajian Ekologi Vegetasi Penyusun Hutan Pantai di Pulau Kemujan Taman
Nasional Karimunjawa. Tugas Akhir. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Yanto, B.Y. 2006. Studi Dendrologi Jenis Pohon Bergetah di Cagar Alam Nusakambangan
Timur. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai