Anda di halaman 1dari 4

NAMA : GEBRINA REZKI

NIM : 1606101040035
MK : GEOGRAFI SDA

MANAJEMEN HUTAN SEBAGAI


HABITAT SATWA LIAR

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta hidupan liar lainnya yang
mengundang perhatian dan kekaguman berbagai pihak baik di dalam maupun di luar
negeri. Tercatat tidak kurang dari 515 spesies mamalia (terbanyak di dunia), 1.519
spesies burung (keempat terbanyak), 270 spesies amfibia (kelima terbanyak), 600
spesies reptilian (ketiga terbanyak), 121 spesies kupu-kupu (terbanyak) dan 20.000
spesies tumbuhan berbunga (ketujuh terbanyak) menghuni habitat-habitat daratan
dan lautan di kepulauan. Namun demikian banyak hal-hal yang tidak tertangani
dalam hal tentunya menjaga keberadaan dan integritas dari kawasan hutan itu sendiri.
Kenyataannya, yang seringkali terjadi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kelestarian. Dan
yang lebih parah adalah terjadinya kerusakan hutan dalam skala besar di banyak
tempat akibat kegiatan yang dilakukan oleh manusia (anthropogenic). Mengingat
hampir 70% hutan alam telah rusak sementara laju deforestasi yang mencapai kurang
lebih 2,7 juta hektar per tahun saat ini (Damanik 2007) maka dikuatirkan bahwa
kelangkaan dan kepunahan jenis hidupan liar, terutama flora, akan semakin cepat
pula.
Penyebab utama hilangnya biodiversitas sebagian besar akibat dari rusaknya
lingkungan dan habiatat akibat ulah manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya
tanpa mengindahkan kelestarian serta laju pertambahan populasi manusia (Indrawan
dkk. 2007). Sebagian ebsar kerusakan habitat terutama habitat asli di berbagai
wilayah di penjuru dunia
berada di lokasi yang memiliki kepadatan populasi manusia yang tinggi(WRI 2003).
Faktor yang menjadi ancaman utama keberadaan spesies floradan fauna adalah
pertanian, pembangunan komersial, proyek air, rekresasialam, penggembalaan
ternak, polusi, infrastruktur dan jalan, kebakaranalami, dan penebangan pohon (Stein
dkk. 2000). Perubahan tata guna lahan yang berjalan secara terus menerus dan sangat
cepat juga menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap kondisi biodiversitas
yang sebagian besar berada di ekosistem daratan. Isu paling akhir pada abad 21 ini
adalah pemanasan global atau perubahan iklim. Maka dari semua fenomena yang
terjadi sekarang ini diperlukan adanya manjemen hutan agar terjaganya kembali
fungsi hutan sebagai habitat dari satwa liar.

B. Pembahasan
Suatu habitat dapat digambarkan sebagai tempat dari organisme dalam suatu
ekosistem yang luas. Hutan merupakan habitat alami untuk flora dan fauna. Hampir
setengah dari seluruh spesies flora dan fauna di dunia ini hidup di dalam hutan.
Ditambah lagi hutan memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi membuat hutan
menjadi tempat tinggal yang tepat bagi mereka.
Sebagai suatu ekosistem, hujan berperan atau berfungsi penting sebagai
habitat dari berbagai satwa liar, termasuk didalamnya kelompok pengurai atau
dekomposer. Habitat dari populasi dari berbagai satwa liar bervariasi. Misalnya
habitat untuk badak dan gajah di Sumatera, gajah dan harimau sangat bervariasi.
Habitat untuk gajah dan badak sumatera tersebar sepanjang bukit barisan sehingga
memungkinkan gajah-gajah atau badak sumatera bergerak mulai dari aceh, Sumatera
utara, Sumatera Barat, samapai ke Sumatera selatan, bahkan sampai ke lampung
sepanjang tahun dan pulang pergi.

Namun, jika wilayah yang merupakan wilayah jelajah ini sebagian diubah
dan dikonversikan menjadi areal penggunaan lain, misalnya untuk kepentingan
transmigrasi atau untuk perkebunan kelapa sawit atau untuk keperluan lain, maka
baik gajah badak, atau harimau akan mengganggu kegiatan manusia yang menempati
wilayah jelajah hewan-hewan tersebut. Jangan heran, jika gajah-gajah masuk dan
memorakporandakan ladang atau rumah-rumah penduduk atau harimau-harimau
dapat menerkam petani yang sedang berada diladang, atau masuk ke kampung-
kampung dan menerkam kambing yang didalam kandang. Wilayah jelajah hewan-
hewan tersebut telah diganggu oleh manusia, atau kawasan sebagai tempat penyedia
pakan bagi satwa-satwa tersebut telah berubah fungsi perubahan dapat terjadi dalam
skala yang tidak terlalu luas sampai pada yang sangat luas. Perubahan pada areal
yang sempit jangan diabaikan begitu saja, karena pada areal tersebut kemungkinan
zona inti sebagai tempat mencari makan atau tempat beristirahat bagi sebagian besar
populasi satwa liar. Selain perubahan yang disebabkan oleh kegiatan manusia,
perubahan habitat dapat juga diakibatkan oleh kegiatan alam, seperti banjir, gunung
meletus, gempa bumi, dan kebakaran. Demikian pula dari sisi sehari-sehari, hutan
selau berfungsi sebgai pelabuhan bagi kehidupan satwa liar. Selain itu, masyarakat
juga menggunakan hutan sebagai tempat meramu hasil hutan dan berburu, para
ilmuan menggunakan sebagai tempat untuk meneliti perilaku kehidupan hewan di
alam bebas. Bila hutan dengan satwa liar unik dan endemik, maka dijadikan sebagai
kawasan suaka margasatwa bagi kepentingan konservasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
Uraian itu baru memberikan gamaran tentang sebagian kecil dari kejadian-
kejadian yang sedang berlangsung lingkungan kita dan kehidupan satwa liar. Namun,
belum memberikan cara bagaimana seharusnya langkah-langkahsuatu kawasan hutan
dikelola. Untuk itu dari sisi manajemen hutan, langkah-langkah strategis yang perlu
diambil pada tahap awal hendaknya dilakukan survei. Tujuannya untuk mengetahui
jenis dan populasi satwa liar yang terdapat dalam suatu kawasan hutan. Dalam survei
itu, selain jenis dan populasi satwa liar , pada umumnya dilakukan pula inventarisasi
tentang jenis-jenis tumbuhan, keadaan fisik lapangan, jalan setapak, dan jalan raya
yang merupakan akses utama ke suatu kawasan hutan, lokasi pemukiman serta
jumlah penduduk, jenis-jenis industri, informasi-informasi dalam suatu kawasan
hutan. Data hasil survei yang direkam, selanjutnya dipilah dan dikelompokkan untuk
memudahkan pengolahan data sesuai dengan tujuan survei. Jika dari hasil survei
kawasan tersebut mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang
membentuk satu ekosistem yang utuh; mewakili formasi biota tertentu yang khas
dengan unit-unit penyusun; mempunyai kondisi alam baik biota maupun maupun
fisik alam masih asli dan belum diganggu oleh manusia; mempunyai komunitas
tumbuhan dan serta mempunyai ciri khas dalam potensi dan merupakan contoh
ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi, maka kawasan
tersebut dapat diusulkan untuk ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam.
Akan tetapi jika kawasan yang disurvei merupakan tempat hidup dan
berkembang biak dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi; memiliki
keanekaragaman dan populasi satwa liar yang tinggi; merupakan tempat kehidupan
bagi satwa liar yang berimigrasi, atau mempunyai luasan areal yang cukup sebagai
habitat jenis satwa tetentu, maka areal tersebut dapat diusulkan untuk dijadikan
sebagai kawasan Suaka Margasatwa.
Dari area yang ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa, dengan satwa
endemik dan populasinya yang hampir punah, maka segera ditetapkan beberapa
langkah strategis ini meliputi pentapan batas-batas areal kawasan konservasi, diskusi
dengan masyarakat setempat untuk memperoleh pengakuan dari mereka, pemetaan
tentang luas kawasan dan batas-batasnya, dan mengupayakan adanya surat keputusan
untuk memperoleh kepastian hukum dan dilakukan proses pengelolaan. Dalam
proses pengelolaan, selain struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab, perlu
secara berkala diinformasikan tentang laranganlarangan dan sanksi-sanksi.
Hendaknya masyarakat setempat juga dilibatkan dalam pengamanan. Jika kawasan
yang disurvei hanya memiliki penampilan berdaya tarik alam seperti tumbuh-
tumbuhan, satwa dengan ekosistem, gejala alam serta formasi geologi yang menarik;
mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan kondisi lingkungan
disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata, maka areal tersebut dapat
diusulkan sebagai Kawasan Wisata Alam.

Anda mungkin juga menyukai