Anda di halaman 1dari 135

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati sebagai salah satu kekayaan di suatu kawasan,
saat ini perlu mendapat perhatian yang lebih khusus. Banyaknya permasalahan
lingkungan yang mengancam keanekaragaman hayati perlu ditindaklanjuti dengan
adanya kerjasama antara masyarakat sekitar dengan pemerintah. Penanganan
secara tepat terhadap keberlangsungan hidup keanekaragaman hayati dapat
menjadi salah satu upaya melestarikan keanekaragaman hayati. Salah satu upaya
penanganan tersebut adalah kegiatan inventarisasi keanekaragaman hayati di suatu
kawasan.
Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Karangtekok merupakan
salah satu kawasan di TN Baluran yang memiliki potensi keanekaragaman
hayati.Eksplorasi dan penelitian di SPTN II Karangtekok masih sangat
kurang.Sebagai salah satu lokasi di TN Baluran, Karangtekok harus dieksplorasi
lebih lanjut mengenai keberadaan flora, fauna, dan ekosistemnya agar dapat
bermanfaat secara nyata bagi masyarakat sekitar. Potensi jasa lingkungan dan
ekowisata juga menjadi aset penting suatu taman nasional yang dapat menambah
nilai manfaat bagi masyarakat sekitar, pengelola, maupun negara.
Keanekaragaman hayati di SPTN II Karangtekok TN Baluran yang belum
seluruhnya tereksplorasi menjadikan kawasan tersebut perlu dilakukan
pemantauan melalui inventarisasi. Praktik kerja lapang sebagai salah satu kegiatan
eksplorasi keanekaragaman hayati memiliki kegiatan yang meliputi inventarisasi
satwaliar dan habitatnya, flora dan ekosistemnya, serta jasa lingkungan. Dengan
dilakukannya kegiatan inventarisasi, diharapkan dapat menjadi data dan informasi
bagi pengelolaan satwa, flora, dan jasa lingkungan di SPTN II TN Baluran.

1
I.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan PKLP ini adalah untuk:
1. Mengevaluasi kelembagaan dan pengelolaan di SPTN II Karangtekok.
2. Menginventarisasi jenis dan habitat satwaliar di SPTN II Karangtekok.
3. Menginventarisasi flora di SPTN II Karangtekok.
4. Menginventarisasi jasa lingkungan dan pemanfaatannya di SPTN II
Karangtekok.

I.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini adalah dapat dijadikan
sebagai data dasar dan informasi bagi pihak pengelola dalam melaksanakan
pengelolaan dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk menyusun kebijakan di
Taman Nasional Baluran (TNB) tersebut.

2
II KONDISI UMUM LOKASI

2.1 Sejarah, Letak, dan Luas


Sebelum tahun 1928, AH. Loedeboer seorang pemburu kebangsaan
Belanda memiliki daerah Konsesi perkebunan di Labuhan Merak dan Gunung
Mesigit. Hal tersebut menunjukkan bahwa Baluran mempunyai nilai penting
untuk perlindungan satwa mamalia besar sebagai satwa buru bangsa Belanda.
Kemudian, pada tahun 1930 KW.Dammerman yang menjabat sebagai Direktur
Kebun Raya Bogor mengusulkan perlunya Baluran ditunjuk sebagai hutan
lindung.
Pada tahun 1937, Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkan Baluran
sebagai Suaka Margasatwa dengan ketetapan GB. No. 9 tanggal 25 September
1937 Stbl. 1937 No. 544. Selanjutnya ditetapkan kembali oleh Menteri Pertanian
dan Agraria RI dengan Surat Keputusan Nomor. SK/II/1962 tanggal 11 Mei 1962.
Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan hari Strategi Pelestarian se-Dunia,
Suaka Margasatwa Baluran oleh menteri Pertanian diumumkan sebagai Taman
Nasional.
Kawasan TN Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten
Situbondo, Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat
Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa
Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Berdasarkan
SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts. VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan TN
Baluran seluas 25.000 Ha. Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut
dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-
V/1999 tanggal 13 Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Ha,
zona rimba seluas 5.537 ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona
pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas
5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.

3
Gambar 1 Peta Taman Nasional Baluran.

2.2 Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN Baluran beriklim
kering tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC-30,9º C, kelembaban
udara 77 %, kecepatan angin 7 knots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus
angin tenggara yang kuat. Musim hujan pada bulan November-April, sedangkan
musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada
bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan tersebut sering berubah
sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.

2.3 Geologi dan Tanah


Secara geologi TN Baluran memiliki dua jenis golongan tanah, yaitu tanah
pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta tanah
dasar laut yang terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerah-daerah

4
hutan mangrove. Tanah vulkanik berasal dari pelapukan basalt, debu vulkanik,
batuan vulkanik intermedia yang berbentuk suatu urutan bertingkat dari kondisi
tanah yang berbatu-batu di lereng gunung yang tinggi dan curam sampai tanah
aluvial yang dalam di dataran rendah. Keadaan tanahnya terdiri dari jenis yang
kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai
kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian
besar berpori-pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik.
Tanah yang berwarna hitam yang meliputi luas kira-kira setengah dari luas
daratan rendah, ditumbuhi rumput savana. Daerah ini merupakan daerah yang
sangat subur, serta membantu keanekaragaman kekayaan makanan bagi jenis
satwa pemakan rumput. Tanah-tanah ini lebih mudah longsor dan sangat
berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya pada saat musim kemarau keadaan
permukaannya menjadi pecah-pecah dengan patahan sampai mencapai kedalaman
80 cm. Keadaan jenis tanah ini sangat menyulitkan untuk kontruksi jalan, karena
selalu terjadi pemuaian dan penyusutan sesuai dengan musim.

2.4 Hidrologi
Taman Nasional Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai
besar termasuk sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan
Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmatiyang menjadi batas TN Baluran di
bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air selama musim
penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang meresap melalui abu
vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras di bawah
tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air pada
sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal,
Semiang dan Kepuh), daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung
pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano). Pada musim hujan,
tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air dan air mengalir di permukaan
tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah selatan daerah yang
menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di
permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata
air tersebut menjadi berkurang.

5
2.5 Potensi Flora
Di dalam kawasan ini terdapat sekitar 444 jenis tumbuhan yang tergolong
ke dalam 87 familia meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan
penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem
mangrove. Jenis-jenis yang penting antara lain: pilang (Acacia leucophloea
(Roxb) Willd.), mimbo (Azadiracta indica juss), gebang (Corypha utan (Blume)
Blume), asam (Tamara indica L.), kepuh (Sterculia foetida L.), widoro bukol
(Zyziphus jujuba Lamk.), kesambi (Schleichera oleosa (Lour.) Oken), ketapang
(Terminalia catappa L.), manting (Syzyqium polyanthum (Wight) Walpers).

2.6 Potensi Fauna


Secara garis besar keanekaragaman fauna dalam kawasan TN Baluran
dapat dikelompokkan kedalam ordo mamalia (28 jenis), aves (155 jenis), pisces
dan reptilia. Dari jenis-jenis yang diketahui tersebut 47 jenis merupakan satwa
yang dilindungi undang-undang yaitu insektivora 5 jenis, karnivora 5 jenis,
herbivora 4 jenis, burung 32 jenis dan reptilia 1 jenis.
Mamalia besar yang khas di TN Baluran adalah banteng (Bos javanicus ),
kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Mutiacus
muntjak), babi hutan (Sus scrova), macan tutul (Panthera pardus cuvier),
kucing batu (Felis bengalensis), kucing bakau (Felis viverrina) dan ajag (Cuon
alpines javanicus). Sedangkan untuk jenis primata adalah monyet ekor panjang
(Macacafascicularis) dan lutung / budeng (Trachypithecus auratus cristatus).
Dari ± 155 jenis burung di TN Baluran jenis-jenis yang mudah untuk dijumpai
antara lain adalah merak hijau (Pavomuticus), ayam hutan merah (Gallus gallus),
ayam hutan hijau (Gallus varius), kangkareng (Anthracoceros convexus) dan
rangkong (Bucheros rhinoceros).

2.7 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat


Kawasan TN Baluran berbatasan dengan dua desa yaitu Desa Wonorejo
dan Desa Sumberanyar. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai petani dan buruh tani. Kondisi iklimnya yang kering dengan musim
kemarau yang panjang membuat hasil pertanian di daerah ini kurang baik. Untuk

6
menunjang kehidupannya penduduk sekitar kawasan sering masuk ke hutan untuk
mencari buah asam, biji acacia, kemiri, gadung, kayu rencek dan pupus gebang.
Mata pencaharian lain penduduk adalah nelayan, peternak, pedagang, pegawai
negeri dan wiraswasta dan lain-lain.

2.8 Topografi
TN Baluran mempunyai bentuk topografi datar sampai bergunung-gunung
dan mempunyai ketinggian antara 0 sampai 1.247 meter di atas permukaan laut.
Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini.
Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas
kawasan sebelah timur dan utara. Sedangkan di selatan dan barat mempunyai
bentuk lapangan relatif bergelombang. Daerah tertinggi terletak di tengah- tengah
kawasan, diantaranya Gunung Baluran (1.247 m). Daerah ini topografinya
berbukit sampai bergunung. Beberapa gunung yang terdapat dalam kawasan serta
ketinggiannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 Beberapa Gunung yang terdapat dalam Kawasan TN Baluran

No Nama Gunung Tinggi (m dpl)

1 Gunung Klosot 940

2 Gunung Baluran 1.247

3 Gunung Glengseran 124

4 Gunung Montor 64

5 Gunung Kakapa 114

6 Gunung Priuk 211

Sumber : Rencana Pengelolaan TN Baluran (Buku I : Tahun 1995-2020)

Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan sedangkan


batuan alluvium terletak disepanjang pantai meliputi daerah Pandean, Tanjung
Sedano, Tanjung Sumber Batok danTanjung Lumut. Jenis – jenis tanah yang ada
di Taman Nasional Baluran antara lain, Andosol ( 5,52% ). Latosol ( 20,23% ),
Mediterani Merah-Kuning dan Grumusol ( 51,25% ) serta Alluvium ( 23% ). Jenis
tanah di Taman Nasional Baluran dikelompokkan pada jenis tanah yang ada di
daerah datar hingga cekung, berombak, berbukit sampai bergunung. Jenis tanah
yang mempunyai penyebaran di daerah bukit adalah Andosol dan Latosol. Daerah

7
yang lebih rendah jenis tanahnya terdiri dari Mediteran Merah-Kuning dan
Grumusol, sedangkan daerah yang  paling rendah ( cekung ) jenis tanahnya
didominasi oleh Alluvium. Tanah yang berwarna hitam yang menyelimuti
setengah daerah dataran rendah ( antara lain Bekol ), ditumbuhi rumput yang
sangat subur sehingga disenangi oleh satwa pemakan rumput.

8
III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu


Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) dilaksanakan selama 30 hari efektif
pada tanggal 20 Februari sampai 21 Maret 2012 di SPTN IIKarangtekok TN.
Baluran.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang menjadi objek pengamatanmeliputi:
1. Inventarisasi satwa: mamalia, reptile, burung, amfibi, kupu-kupu di Kawasan
Karangtekok beserta habitatnya.
2. Invetarisasi flora: tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang, pohon beserta
ekosistemnya.
3. Evaluasi kelembagaan dan pengelolaan: pengelola TN. Baluran dan
masyarakat sekitar TN. Baluran.
4. Inventarisasi jasa lingkungan:mata air, rumput, tanaman obat, dan ekowisata.
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi satwa:
- Mamalia: metera roll, kompas, jam tangan, stopwatch, tali rafia, GPS, alat
tulis, tally sheet, kamera, gypsum, plastik spesimen, buku panduan lapang
dan identifikasi mamalia.
- Burung: meteran roll, jam tangan, stopwatch, GPS, buku panduan lapang
dan identifikasi burung, alat tulis, alat perekam digital, binokuler, tally
sheet, kamera.
- Herpetofauna: meteran roll, meteran jahit, jangka sorong, neraca pegas,
jam tangan, GPS, headlamp/senter, alat tulis, tally sheet, kamera, tongkat
ular, spidol permanen, plastik spesimen, buku identifikasi herpetofauna.
Alat preservasi antara lain : alkohol 70% 500 ml, alat suntik (sped), kapas,
botol dan box spesimen.

9
- Kupu-kupu: meteran roll, jam tangan, GPS, alat tulis, tally sheet, kamera,
plastik specimen,spidol marker, jaring kupu-kupu, alkohol, jarum pentul ,
sterofoam.
2. Invetarisasi flora: peta kerja, meteran roll 50 m, patok batas, kompas, plastik
specimen, tambang, alat tulis, tally sheet, kamera, haga hypsometer,
thermometer dry-wet, buku panduan tumbuhan bawah, kertas kalkir.
3. Evaluasi kelembagaan dan pengelolaan: kuisioner, alat tulis, tape recorder,
kamera.
4. Inventarisasi jasa lingkungan: peta kerja, pH meter, thermometer dry-wet,
bola ping pong, kamera digital, alat tulis, tally sheet.

3.3 Jenis dan Metode Pengambilan Data


Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui observasi lapang dan wawancara, sedangkan data
sekunder diperoleh dari studi literatur/pustaka.
3.3.1 Inventarisasi Satwaliar
1. Mamalia
a. Metode transek jalur (Strip Transect)
Transek jalur adalah suatu metode pengamatan populasi satwaliar melalui
pengambilan contoh dengan bentuk unit contoh berupa jalur pengamatan. Dalam
pelaksanaannya harus ditentukan terlebih dahulu jalur pengamatan yang akan
diamati dengan panjang dan lebar jalur pengamatannya.
Jalur pengamatan dibuat dengan panjang jalur disesuaikan dengan kondisi
habitat dengan panjang jalur maksimal 2000 m. sedangkan lebar jalur adalah 40
m. dengan menggunakan intensitas sampling 1% dari luas areal yang diteliti
sebesar 12450 Ha, maka didapatkan total luas unit contoh yang harus diamati
adalah 1245 ha. Dengan total luas unit contoh tersebut dan luas setiap unit
contohnya 160.000 m² , maka jumlah jalur yang harus diamati sebanyak 8 jalur.
Jalur pengamatan ditempatkan pada daerah yang potensial terdapat
mamalia, yaitu pada daerah resort labuhan merak di tipe ekosistem savana.
Peletakan jalur pengamatan dilakukan dengan teknik System random sampling,
yaitu jalur ditempatkan secara acak pada wilayah pengamatan.

10
S1
T0 P1 T
0o a
o Arah lintasan 0
S2 pengamat

Gambar 2 Inventarisasi mamalia dengan metode jalur.


Keterangan : To = titik awal jalur pengamatan
T = titik akhir jalur pengamatan
P = posisi pengamat
S = posisi satwa liar.

Pengamatan akan dilakukan selama 5 kali ulangan pada setiap jalur


pengamatan. Waktu pengamatan adalah pagi hari (pukul 05.00-08.00 WIB) , sore
hari (15.00-17.00 WIB) dan malam hari (18.30-20.00 WIB). Pengamatan pagi dan
sore hari sebanyak 3 kali ulangan dan pengamatan malam hari sebanyak 2 kali
ulangan pada setiap jalur. Pengamatan dilakukan dengan berjalan pada kecepatan
yang konstan selama ± 25 meter/menit.
b. Concentration Count
Metode terkonsentrasi(Concentration Count ) adalah salah satu
metode penghitungan populasi secara menyeluruh (sensus) pada luasan areal
tertentu. Metode ini cocok untuk digunakan pada penghitungan populasi satwa
yang hidup secara berkelompok. Pengamat diam mengamati satwa yang diamati
secaraterkonsentrasi pada titik-titik dimana satwa biasa berkumpul dan melakukan
aktivitas, seperti di padang penggembalaan. Data yang dicatat adalah
jumlahindividu satwa target, komposisi jenis kelamin dan kelas umur, waktu dan
arahkedatangan, serta kondisi habitat (titik pengamatan yang diamati).Tally shet
hasil data pengamatan mamalia disajikan dalam Tabel 2.

11
Tabel 2 Tally shet data mamalia
Hari/Tanggal : Waktu : Habitat : Pengamat :
Titik koordinat : Lokasi : Cuaca : Lembar ke :
Jenis Jumlah Individu (ekor)
No Waktu Aktivitas Ket.
Satwa Anak Muda Dewasa Total

2. Burung
Data primer yang diambil adalah data jenis burung yang meliputi nama
spesies dan data habitat yang meliputi tempat satwa bersarang. Data sekunder
yang diambil berupa data pendukung yang diambil dari berbagai sumber seperti
buku, skripsi, dan tesis.
Metode yang digunakan adalah Fix Circular Point(FCP) atau sering
disebut metode Indeks Point Abudance (IPA). Metode ini dilakukan dengan
membuat plot-plot pengamatan berbentuk lingkaran dengan jari-jari 50 m. Jarak
antar plot yang dibuat sejauh kemampuan mata pengamat memandang. Panjang
lintasan pengamat minimal sejauh 1 km. Cara pengamatan yaitu, pengamat diam
di pusat plot lingkaran sambil mengamati burung yang ada didalam plot lingkaran
tersebut. Data yang dicatat anatara lain : jenis burung, jumlah, aktifitas, sex.
Tally shet hasil data pengamatan burung disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Tally shet data burung.
Hari/Tanggal : Waktu : Habitat : Pengamat :
Titik koordinat : Lokasi : Cuaca : Lembar ke :
Jenis
No Waktu Nama Jenis Jumlah Aktivitas Keterangan
kelamin

12
3. Herpetofauna

Data primer yang diambil adalah data satwa herpetofauna dan data habitat.
Data satwa herpetofauna, meliputi nama jenis, jumlah individu tiap jenis, aktivitas
saat ditemukan, substrat saat ditemukan, Snout Vent Lenght/SVL (panjang dari
moncong hingga anus) tiap individu yang menggunakan jangka sorong untuk
mengukurnya, berat tiap individu, waktu ditemukan dan posisi vertikal(y) dan
horizontal(x) pada saat ditemukan. Untuk jenis satwa yang belum teridentifikasi
akan dilakukan Preservasi yaitu pengawetan basah yang digunakan alkohol
sebanyak 10 % dari total berat satwa tersebut.Sedangkan data habitat meliputi
kondisi cuaca, suhu udara, kelembaban udara, topografi, penutupan tajuk (cover)
di setiap lokasi serta data fisik lainnya. Pengamatan ini memerlukan beberapa
sumber untuk mendukung pengambilan data. Data sekunder didapat dari berbagai
sumber seperti buku, skripsi, dan tesis.
Metode VES (Visual Encounter Survey)
Pengumpulan data untuk herpetofauna (reptil dan amfibi) data digunakan
metode VES. Metode ini digunakan untuk menentukan kekayaan jenis suatu
daerah, untuk menyusun suatu daftar jenis, serta untuk memperkirakan
kelimpahan relatif jenis-jenis satwa yang ditemukan. Pengamatan dengan metode
ini dilakukan di sepanjang jalur pengamatan yang telah ditentukan.
Metode Time Search
Pengumpulan data untuk herpetofauna (reptile dan amfibi) salah satunya yaitu
dengan metode time search, metode pengamatan ini digunakan dengan ketentuan
atau batas waktu pengamatan, sehingga metode ini hanya terpatok dengan waktu
yang ditentukan. Pada pengamatan herpetofauna membutuhkan waktu
pengamatan dua jam, dengan ketentuan tanpa batasan panjangnya jalur. Semua
jenis satwa reptil amfibi memiliki peluang waktu yang sama untuk
ditemukan.Tally sheet hasil data pengamatan herpetofauna disajikan dalam Tabel
4.

13
Tabel 4 Tally shet data herpetofauna.
Hari/Tanggal : Waktu : Habitat : Pengamat :
Titik koordinat : Lokasi : Cuaca : Lembar ke :
SV
Nama Aktivita L Berat
No Waktu Jenis kelamin Jumlah Substrat Ket.
Jenis s (cm (gram)
)

4. Kupu-kupu
Data kupu-kupu yang diambil meliputi jenis, jumlah individu jenis, jenis
kelamin (jika diketahui), kelas umur (jika diketahui; terdiri atas dewasa, remaja
dan anak-anak), distribusi / penyebaran, waktu perjumpaan, aktivitas, penggunaan
habitat, jenis, jumlah individu jenis, ukuran sampel tiap jenis, aktivitas pada saat
ditemukan dan posisi penemuan satwa di lingkungan habitatnya (posisi horizontal
dan vertikal terhadap badan air). Data habitat yang diambil meliputi struktur
habitat, komposisi vegetasi, fungsi dan manfaat vegetasi.
Data kupu-kupu diambil menggunakan metode time search yaitu metode
inventarisasi dengan batasan waktu (menit) yang telah ditentukan. Batasan waktu
yang digunakan adalah 15 menit. Pengambilan data dilakukan pada pukul 08.00 –
11.00 waktu setempat. Metode lain yang digunakan adalah wawancara. Metode
ini dilakukan dengan mewawancarai pengelola, pengunjung, dan masyarakat
sekitar. Data yang dikumpulkan dari metode ini adalah data awal kupu-kupu dari
penelitian sebelumnya, perubahan kondisi dan iklim, perubahan pembukaan lahan,
pemanfaatan kupu-kupu dan upaya konservasinya.

14
Plot 15 menit pertama Plot 15 menit ketiga
Plot 15 menit kedua Plot 15 menit seterusnya

Keterangan :

Arah perjalanan (jalur utama) pada habitat yang sama

Inventarisasi pada plot waktu (selama 15 menit)

Gambar 3 Metode Inventarisasi Kupu-Kupu.

Kupu-kupu berperan penting dalam proses penyerbukan bunga yang


mekar pada siang hari dan berbau tidak begitu keras. Keberadaan kupu-kupu
merupakan indikator hutan yang kondisinya masih baik. Oleh karena itu juga
dilakukan identifikasi terhadap jenis tanaman yang dimanfaatkan oleh kupu-kupu
sebagai sumber pakannya melalui pengamatan langsung di lapangan dan studi
literatur.Tally shet hasil data pengamatan kupu-kupu disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Tally shet data kupu-kupu.


Hari/Tanggal : Waktu : Habitat : Pengamat :
Titik koordinat : Lokasi : Cuaca : Lembar ke :
Jenis
No Waktu Nama Jenis Jumlah Aktivitas Keterangan
kelamin

15
3.3.2 Inventarisasi Flora

Kehidupan berbagai satwaliar terutama jenis mamalia tidak akan terlepas


dari keberadaan vegetasi. Vegetasi memegang berbagai peranan penting dalam
kehidupan mamalia di alam, utamanya sebagai sumber makanan selain juga
sebagai tempat tinggal atau tempat beraktifitas (utamanya untuk satwa mamalia
arboreal). Analisis vegetasi akan membantu untuk mengidentifikasi jenis-jenis
vegetasi yang dibutuhkan oleh mamalia untuk melangsungkan kehidupannya dan
dapat menggambarkan keadaan habitat lokasi penelitian. Informasi ini sangat
diperlukan dalam rangka untuk mendukung kebijakan dari pihak pengelola,
misalnya membantu untuk memberi masukan kepada pihak pengelola tentang
jenis-jenis vegetasi apa yang perlu diperbanyak.
Untuk analisis vegetasi digunakan metode jalur berpetak. Selanjutnya akan
dibuat petak contoh yang ukuran minimalnya 20m x 100m atau minimal 5 petak
contoh. Selanjutnya petak contoh tersebut dibagi lagi menjadi petak ukur sesuai
tingkat pertumbuhan vegetasinya, yaitu(Soerianegara & Indrawan 2002):
1. Petak ukur semai (2m x2m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5m dan tumbuhan
bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya liana, epifit, pandan dan palem.
2. Petak ukur pancang (5m x 5m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5m dan
diameter batangnya < 10 cm.
3. Petak ukur tiang (10m x10m), yaitu diameter batang antara 10cm – 19,9cm.
4. Petak ukur pohon (20m x 20m), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥
20cm.

c
d b d Arah

Jalur
a
a a
b b
d
c c

Gambar 4 Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi.

16
Setelah dilakukan analisis vegetasi kemudian dibuat profil hutan untuk
mengetahui komponen penyusun habitat. Profil hutan dibuat dengan
menggunakan petak ukur pengamatan berukuran 50m x10 m di setiap tipe
ekosistem. Pengukuran dilakukan terhadap kedudukan vegetasi, penutupan tajuk,
arah tajuk, tinggi tajuk, dan tinggi bebas cabang.
Data hasil analisis vegetasi dicantumkan dalam tabel 6 dan 7.

Tabel 6 Tally sheet semai/pancang/tumbuhan bawah/liana/pandan/palem/epifit


Lokasi / titik koordinat :.................... ` Tanggal :......................
Tipe Hutan :................................... Panjang:.....................
Azimuth :................................... Jalur :....................
No Nama jenis Σ
No Keterangan
petak Lokal Ilmiah Ind

Tabel 7 Tally sheet tiang dan pohon


Lokasi / titik koordinat :.................... ` Tanggal :.......................
Tipe Hutan :................................... Panjang:......................
Azimuth :................................... Jalur :......................
No Nama jenis Keliling Diameter Tinggi
No
petak Lokal Ilmiah (cm) (cm) Tt Tbc

3.3.3 Pemanfaatan Satwaliar dan Flora


Satwaliar dan Flora merupakan sumberdaya alam yang sering dimanfatkan
oleh masyarakat sekitar Taman Nasional. Untuk itu, pengambilan data pemnfaatan
ini dilakukan dengan teknik wawancara langsung kepada masyarakat sekitar.

17
3.3.4 Evaluasi Kelembagaan dan Pengelolaan Kawasan
Pengelolaan kawasan TN Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan
Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol,
meliputi Resort Bama, Lempuyang dan Perengan, Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort Watu Numpuk, Labuhan Merak
dan Bitakol.
Untuk mengevaluasi kelembagaan dan pengelolaan kawasan akan
dilakukan wawancara langsung kepada pihak pengelola TN Baluran, terkait
mandat pengelolaan, struktur organisasi pengelolaan, sumber daya manusia yang
terlibat dalam pengelolaan, mitra kerja, serta program rutin dan keproyekan yang
dijalankan yang di bagi ke dalam 2 seksi pengelolaan Taman Nasional, yaitu Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol dan Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah II Karangtekok. Kegiatan wawancara dilakukan dengan
menggunakan panduan wawancara (lampiran 8). Untuk data sekunder diperoleh
dari bagian administrasi kawasan di TN Baluran sebagai acuan dan data
pendukung.

3.3.5 Inventarisasi Jasa Lingkungan


Inventarisasi jasa lingkungan meliputi sumber air bersih, rumput pakan
ternak, dan tumbuhan obat (etnobotani).Kemudian dilakukan pula secara
deskriptif untuk menjelaskan kegiatan pemanfaatan air oleh masyarakat dan
prosedur pemanfaatan sumber air oleh pihak luar yang bekerjasama dengan
pengelola.
1. Sumber air
Data sumber air meliputi kuantitas (jumlah dan debit air) dan kualitas air
(jenis sumber air, pH air, dan tingkat kecerahan, serta kondisi di sekitar sumber
air). Pengamatan jumlah dan jenis sumber air dilakukan dengan metode
penjelajahan, dengan menghitung berapa jumlah sumber air dan
mengklasifikasikan berdasarkan jenisnya (alami dan buatan). Pengukuran debit air
dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama-tama menetapkan stasiun awal,
kemudian membagi stasiun tersebut menjadi tiga titik pengukuran kedalaman,
yaitu sisi sungai, tengah sungai, dan sisi sungai yang lain. Kedua, pengukuran

18
lebar sungai yang dilakukan pada badan air. Ketiga, pengukuran kecepatan air
sungai menggunakan metode apung yaitu dengan menggunakan bola
pimpong/gabus (agar terapung dipermukaan air).
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. Kondisi di sekitar
sungai didapat dari pengamatan secara langsung dan mencatatnya. Data yang
diambil di lapangan berupa kondisi sekitar sungai, meliputi sampah di sekitar
sungai, pencemaran di sekitar sungai, penutupan lahan di sekitar sungai, cuaca
pada saat pengamatan dan gambaran kondisi sungai secara deskriptif.
2. Ekowisata
Data obyek dan daya tarik wisata yang diambil meliputi jenis obyek dan
daya tarik wisata serta data mengenai kearifan tradisional. Data jenis obyek dan
daya tarik wisata yang diambil adalah karakteristik obyek, sejarah dan nilai obyek
menurut masyarakat lokal, potensi fisik, potensi flora fauna yang menarik dari
suatu obyek, aksesibilitas dan sarana prasarana bagi pengunjung.
Pengambilan data obyek ekowisata dilakukan dengan menginventarisasi
seluruh obyek fisik dan daya tarik wisata yang ada di TNB.Selanjutnya dilakukan
pengamatan dan penilaian langsung untuk mendapatkan data karakteristik serta
obyek-obyek yang mempunyai potensi dikembangkan untuk kegiatan
ekowisata.Penilaian tersebut berdasar kepada peluang untuk dinikmati dan
dikaguminya obyek-obyek seperti tanaman (flora), satwaliar, ekosistem dan
bentang alam, fenomena alam, serta manifestasi kebudayaan masyarakat lokal
setempat, yang telah ada sejak masa lalu ataupun masa sekarang di TNB.
Data yang belum diperoleh di lapangan akan didapatkan melalui
wawancara dengan berbagai sumber terpercaya seperti petugas lapang dan
masyarakat lokal, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang berkompeten
dengan kepariwisataan dalam rangka pengumpulan data dan informasi yang
lengkap.
3. Tumbuhan yang Bermanfaat bagi Masyarakat
Pengambilan data pemanfaatan tumbuhan yang bermanfaat bagi
masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara langsung, yaitu memberikan
pertanyaankepada masyarakat atau informan baik lisan maupun tertulis sebanyak
30 responden dengan menggunakan kuisioner . Data yang diambil meliputi : jenis

19
tumbuhan yang bermanfaat obat, tumbuhan pangan, konstruksi bangunan,
tumbuhan yang memiliki nilai estetika dan ritual masyarakat, dll.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Satwaliar

Analisis data untuk metode Concentration count:

D=
∑ xi
A'
keterangan:
D = kepadatan populasi (individu/Ha)
xi= jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i (individu)
A’ = luas areal/titik pengamatan (Km2atauHa)

Analisis data untuk metode Strip Transek :


Analisis data untuk kepadatan populasi dugaan (D) berdasarkan persamaan King
(Wilsonet al 1996) :
n n

∑ x i atau ∑ xi
i=1 i=1
D= D=
2 Lw A'
Keterangan :
D = kepadatan populasi dugaan (individu/km2 atau individu/ha)
xi= jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i (individu)
L = panjang transek jalur pengamatan (m)
w = lebar kananataukiri jalur pengamatan (m)
A’ = luas jalur pengamatan (km2 atau ha)

Kelimpahan Jenis
Untuk kelimpahan jenis, digunakan nilai kelimpahan relatif. Persamaan
yang dipakai adalah Persentase Kelimpahan Relatif (Brower & Zar, 1977),
sebagai berikut:

20
Psi = n / N x 100%

Keterangan:
Psi = Nilai percent similarity untuk jenis ke-I
n = Jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah individu total

Indeks Keanekaragaman Jenis

Kekayaan jenis fauna ditentukan dengan menggunakan Indeks


Keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus :

H’ = - ∑ pi ln pi

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman jenis


Pi = proporsi nilai penting
= logaritma natural
Ln

Kemeraatan
Untuk kemerataan jenis digunakan untuk mengetahui gejala dominansi
diantara setiap jenis dalam suatu lokasi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai Evennes adalah:
E = H’ / ln S

Keterangan :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks Shannon-Wiener
S = Jumlah jenis
Dominasi

Jenis kupu-kupu yang dominan di dalam kawasan penelitian, ditentukan


dengan menggunakan rumus menurut van Helvoort (1981), yaitu:

21
ni
Di = x 100%
N

Keterangan:

D
= indeks dominansi suatu jenis kupu-kupu
i
ni = jumlah individu suatu jenis
N = jumlah individu dari seluruh jenis

3.4.2 Analisis Data Vegetasi


Analisis vegetasi untuk mendeskripsikan habitat dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:

- Kerapatan suatu jenis (K) = Jumlah individu suatu jenis


Luas unit contoh

- Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100%


Kerapatan total jenis0

- Frekuensi suatu jenis (F) = Jumlah plot ditemukannya suatujenis x 100%


Kerapatan total plot

- Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100%


Total frekuensi

- Dominansi suatu jenis (D) = Luas bidang dasar suatu jenis x 100%
Luas unit contoh

- Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100%


Dominansi seluruh jenis
- Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

- Indeks Nilai Penting (Semai) = KR + FR

3.4.3 Analisis Data Kelembagaan


Analisis data kelembagaan dilakukan dengan mempersentasekan tingkat
keberhasilan pengelolaan yang dilakukan. Persentase diukur dari jumlah program
yang terlaksana dibandingkan dengan jumlah seluruh program yang direncanakan.

22
Dari segi kualitas program dianalisis secara deskriptif melalui presentase yang
telah didapatkan.

3.4.4 Analisis Sumber Air


Data sumber air dianalisis secara kualitatif dan kauntitatif. Analisis jumlah
sumber air, jenis sumber air, kondisi sekitar perairan, pH air dan tingkat kecerahan
air dianalisis secara kualitatif. Sedangkan untuk analisis debit air dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
Q=AxV
A = Lebar sungai x kedalaman rata-rata = P x Ď

Keterangan: Q = Debit air,


A = Luas penampang sungai, dan
V = kecepatan arus.
Kecepatan arus dapat dihitung dengan rumus:

Kecepatan arus = S / t

Keterangan: S = jarak tempuh aqua botol (20 m)


t = waktu yang diperlukan pimpong menempuh jarak 20m.

3.4.5 Analisis Data Ekowisata


Seluruh objek yang berpotensi dikembangkan akan dijelaskan secara
deskriptif lalu dinilai secara kuallitatif. Objek tersebut akan dikemas dengan
menarik dan akan disusun dalam bentuk program pengembangan program
ekowista.
3.4.6 Analisis Data Tumbuhan Bermanfaat
Analisis data tumbuhan bermanfaat dilakukan dengan persentase terhadap
jenis tumbuhan yang sering digunakan, family, bagian yang digunakan, dan
manfaat tumbuhan tersebut, kemudian dijelaskan secara deskriptif.

23
3.5 Rencana Kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP)
Rencana kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi yang terdiri dari beberapa
aspek (Tabel 8).

Tabel 8 Rencana kegiatan PKLP Taman Nasional Baluran 2012


No Kegiatan Metode Waktu
1. Inventarisasi Satwaliar dan habitatnya
Mamalia : Strip transek &
a. Inventarisasi mamalia dan
Councentration count,
habitatnya
Herpetofauna : VES, Burung :
b. Inventarisai Herpetofauna dan 9 hari
IPA, Kupu-kupu : Time Search
habitatnya
c. Inventarisasi Burung dan Habitatnya
d. Inventarisasi Kupu-kupu dan
habitatnya
2. Inventarisasi Flora dan Ekosistemnya
Metode jalur berpetak 3 hari
a. Analisis vegetasi dan ekosistemnya
3. Evaluasi kelembagaan dan pengelolaan
a. Pengelolaan kawasan
Studi literatur dan wawancara 4 hari
b. Struktur organisasi
c. Wawancara masyarakat sekitar
4. Inventarisasi Jasa Lingkungan Wawancara dan pengamatan lapang 5 hari

a. Sumber air
b. Ekowisata
c. Tumbuhan bermanfaat

24
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengelolaan dan Kelembagaan

Taman Nasional Baluran merupakan salah satu Taman Nasional yang


terdapat di Jawa Timur yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten
Situbondo, Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat
Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa
Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran dan Desa Sumberanyar.
Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997
kawasan TN Baluran seluas 25.000 Ha (BTNB 2007). Taman Nasional Baluran
dibagai menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN), yaitu SPTN I
Bekol dan SPTN II Karangtekok. SPTN II Karangtekok menjadi wilayah kajian
dalam Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) tahun 2012. SPTN II Karangtekok
merupakan kawasan dengan potensi keanekaragaman hayati yang cukup tinggi,
namun kegiatan eksplorasi dan penelitian masih sangat kurang, sehingga perlu
dilakukan kegiatan pemantauan lebih lanjut melalui inventarisasi kawasan.
SPTN II Karangtekok memiliki luas total wilayah 14.054,32 Ha yang
terbagi kedalam tiga resort. Resort Bitakol memiliki luas 3.512,18 Ha, Resort
Watunumpuk memiliki luas 4.750,38, dan Resort Labuhan Merak memiliki luas
5.791,76 Ha. Secara struktural SPTN II Karangtekok dikepalai oleh PLT
Surahman, SH. PLH : Sophaan Arief S.,SP, Asisten : Anang Hendra K., S.Sos,
Teknis : Siswo Dwi Prayitno dan Staff : Muh. Kahir. Resort Bitakol dikepalai
oleh Gatot Supriyono Yuwono dengan staff anggota Ade Suhada, M.Nur
Khuzaini, Farid Setiawan dan Bambang Irawan. Resort Watunumpuk dikepalai
oleh Birowo Trilaksono dengan staff anggota Abdurahman Saleh, Tjuk Setyobudi,
Subkhan F dan Nasuhi. Resort Labuhan Merak dikepalai oleh Yusuf Hernawan,
SP dengan staff anggota Suwono, Rahmad Amir, Untung Sunaryo dan M. Idris.
( Laporan Balai TN.Baluran, 2011).
SPTN II Karangtekok memiliki karakteristik tipe vegetasi yang berbeda
disetiap Resortnya, di Resort Biatkol memiliki tipe vegetasi berupa hutan tanaman
jati , hutan alam sekunder, dan savana, di Resort Watunumpuk memiliki tipe

25
vegetasi, hutan tanaman (Jati & Mahoni), hutan alam sekunder dan savana,
sementara di Resort Labuhan merak terdiri dari tipe vegetasi hutan pantai dan
mangrove, hutan alam sekunder serta savana.
SPTN II Karangtekok memiliki beberapa program kerja tahunan. Berikut
adalah program kerja di SPTN II Karangtekok di tahun 2012 adalah :
1. Perlindungan & Pengamanan Kawasan
 Pengecekan PAL batas
 Patroli Rutin & Operasi Intelejen
 Pengendalian & Pemadaman Kebakaran
2. Pengelolaan SDA
 Pendataan Satwa & Tumbuhan
 Monitoring Banteng & Habitatnya
 Inventarisasi Areal untuk Rehabilitasi
3. Pemanfatan Secara Lestari
 Inventarisasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam
 Pemanduan & Pendampingan Wisata
 Penyuluhan terhadap Pencari Hasil Hutan

Program kerja di SPTN II Karangtekok lebih dititik beratkan kedalam


kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan, sebab di SPTN II Karangtekok
interaksi dengan masyarakat lebih tinggi dengan adanya penduduk yang tinggal
didalam kawasan Taman Nasional seperti di Resort Labuhan Merak, sementara di
Resort Watu Numpuk masyarakat tinggal berbatasan langsung dengan kawasan
Taman nasional. Permasalahan yang timbul adalah adanya penggembalaan ternak
liar didalam kawasan Taman Nasional oleh penduduk tersebut. Satwa yang
digembalakan adalah sapi yang jumlahnya mencapai ribuan ekor dan kambing.

Program kerja tersebut sama seperti dengan program kerja tahunan tahun
2011. Pada tahun 2011 program kerja tersebut terlaksana 80% dan 20% belum
terlaksana dan di pending untuk dilaksanakan di tahun 2012. Program kerja yang
belum terlaksanana di tahun 2011 adalah Inventarisasi objek dan daya tarik wisata

26
alam, Pendataan satwa dan tumbuhan serta pemanduan dan pendampingan wisata.
Data mengenai keanekaragaman satwa dan tumbuhan di SPTN II Karangtekok
belum ada karena jarang sekali dilakukan penelitian dan eksplorasi lebih lanjut.
(Laporan Balai TN.Baluran 2011). Untuk itu kegiatan pendataan Satwa dan
Tumbuhan belum terlaksana secara maksimal. Melalui kegiatan PKLP ini dapt
memberikan data dan informasi pendukung untuk pengelolan di SPTN II
Karangtekok.

4.2 Satwa Liar dan Habitatnya


4.2.1 Herpetofauna

Pengamatan herpetofauna yang telah dilakukan mencakup tiga resort di


SPTN II Karangtekok, yaitu Resort Bitakol, Watunumpuk, dan Labuhan Merak.
Setiap resort memiliki beberapa tipe habitat. Resort yang satu berbeda tipe
habitatnya daripada resort yang lainnya meskipun juga dijumpai beberapa
kesamaan. Untuk itu pengamatan dilakukan berdasarkan tipe habitat di resort
masing-masing dengan asumsi pengamatan tersebut dapat mewakili setiap tipe
habitat. Pengamatan di tiap tipe habitat hanya dilakukan satu kali ulangan karena
pertimbangan waktu praktek yang terbatas ditambah dengan beberapa objek lain
yang harus dikaji. Kondisi habitat di tipe habitat yang diamati tercantum dalam
tabel 1.

Pengamatan dilakukan pada malam dan siang hari selama dua jam (metode
time search). Namun demikian beberapa satwa herpetofauna ditemukan di luar
jam pengamatan dan dimasukkan sebagai pelengkap data. Data pegamatan ini
termasuk data baru, artinya belum ada pengamatan herpetofauna sebelumnya yang
dilakukan oleh pihak Taman Nasional Baluran maupun pihak lain di SPTN II
Karangtekok.

27
Tabel 9 Berbagai tipe habitat yang diamati dan kondisinya
No Jenis Habitat Nama Karakteristik Lokasi Kondisi Habitat Hasil Pengamatan
Lokasi Habitat Resort
Herpetofauna
1 Hutan Tanaman Hutan Jati Terestrial Bitakol  Tutupan vegetasi rapat  Tokek (Gekko gecko) :
Jati  Kondisi habitat: kering 1 ind
 Substrat: tanah dan semak
belukar

2 Hutan Tanaman Curah Semiaquatik Bitakol  Tutupan vegetasi jarang  Bangkong kolong
Jati panggang  Kondisi air: keruh dan (Bufo melanostictus) 2
tenang ind
 Substrat: pasir berbatu  Katak tegalan
(Fejervarya
limnocharis) 2 ind
 Precil jawa (Mycrohyla
achatina) 3 ind
 Katak sawah
(Fejerfarya cancrivora)
1 ind
 Kongkang kolam (Rana
chalconota) 3 ind
 Ular kawat
(Ramphotyphlops
braminus) 1 ind

3 Hutan alam Sungai Aquatik Bitakol  Tutupan vegetasi rapat  Kongkang kolam (Rana
panjaitan  Kondisi air: bersih dan chalconata) 5 ind
aliran deras  Kongkang gading
 Substrat: pasir berbatu (Rana erythtrea) 3 ind

4 Savanna Terestrial Watunumpuk  vegetasi terbuka  Tidak ditemukan


 Kondisi habitat: kering herpetofauna
 Substrat: padang rumput
dan semak belukar

5 Sawah Sawah gatel Semiaquatik Watunumpuk  vegetasi terbuka  Kadal kebun (Mabuya
 Kondisi habitat: lembab, multifasciata) 3 ind
air tergenang  Cicak rumah
 Substrat: lumpur dan (Cosymbotus platyurus)
rerumputan 1 ind
 Katak tegalan
(Fejervarya
limnocharis) 5 ind
 Katak sawah
(Fejervarya
crancrivora) 6 ind
 Bangkong kolong
(Bufo melanostictus) 2
ind

28
No Jenis Habitat Nama Karakteristik Lokasi Kondisi Habitat Hasil Pengamatan
Lokasi Habitat Resort
Herpetofauna
6 Hutan alam sungai gatel Aquatik Watunumpuk  tutupan vegetasi rapat  Tokek (Gekko gecko) 1
 Kondisi air: aliran deras ind
dan agak keruh  Sanca kembang
 Substrat: rerumputan dan (Python reticulatus) 1
batu ind
 Ular tambang
(Dendrelaphis pictus) 2
ind

7 Hutan pantai Terestrial Labuhan  tutupan vegetasi rapat  Bangkong sungai (Bufo
merak  Kondisi habitat: tanah asper) 1 ind
lembab dan berlumpur  Kadal kebun (Mabuya
 Substrat: tanah berpasir multifasciata) 1 ind
 Tokek (Gekko gecko) 1
ind
8 Hutan pantai- Semiaquatik Labuhan  tutupan vegetasi rapat  Biawak air (Varanus
mangrove merak  Kondisi air: dipengaruhi salvator) 2 ind
pasang surut air laut, air  Kobra jawa(Naja
payau sputatrix) 1 ind
 Substrat: tanah berpasir  Katak sawah
(Fejevarya cancrivora)
5 ind

Setiap jenis herpetofauna yang ditemukan memiliki hubungan dengan


habitat yang dihuninya. Beberapa herpetofauna juga hanya ditemukan di tipe
habitat tertentu berkaitan dengan daya tahan satwa tersebut di habitat tertentu,
misalnya katak jenis Fejervarya cancrivora yang masih dapat hidup di air payau
sedangkan katak jenis lain hanya mampu di habitat air tawar.

Herpetofauna (reptil dan amfibi) paling banyak ditemukan di habitat yang


memiliki karakteristik semiaquatik. Habitat semiaquatic dalam pengamatan yaitu
curah, sawah, dan hutan pantai-mangrove. Habitat curah terisi air pada musim
hujan, sedangkan pada musim kemarau kering. Habitat sawah terisi air pada saat
musim tanam, sedangkan pada musim panen kering. Habitat hutan pantai-
mangrove terisi air pada saat air pasang, sedangkan pada saat surut tidak terisi air.
Perbandingan jumlah spesies herpetofauna yang ditemukan di tiap karakteristik
habitat disajikan dalam gambar 4.

29
16

14

12

10

8
Jumlah spesies
14
6

4
5
2 4

0
Terestrial Semiaquatik Aquatik
Karakteristik Habitat Herpetofauna

Gambar 4 Perbandingan jumlah spesies reptil dan amfibi yang ditemukan di tiap
karakteristik habitat herpetofauna.

Habitat aquatic dalam pengamatan yaitu sungai. Sungai di lokasi


pengamatan beraliran deras. Habitat terrestrial berupa daratan di hutan tanaman
jati, savanna, maupun hutan pantai. Di habitat terrestrial jarang ditemukan
herpetofauna, hanya ditemukan sebanyak 4 jenis.

Jenis habitat hutan tanaman jati paling banyak ditemui herpetofauna,


sedangkan savanna tidak ditemukan satupun jenis herpetofauna. Perbandingan
jumlah spesies yang ditemukan di tiap jenis habitat disajikan dalam gambar 5.

8
7
6
5
4
7
3
5 5
Jumlah spesies 2
3 3
1
0 0
na
m

h
jati

ve
ai
wa
ala

va

nt

o
an

gr
Sa

pa
Sa
n

an
m

ta

n
na

m
Hu

ta

ai-
ta

Hu

nt
n
ta

pa
Hu

n
ta
Hu

Tipe Habitat

Gambar 5 Perbandingan jumlah spesies yang ditemukan di tiap jenis habitat.

30
a. Jumlah Individu yang Ditemukan

Ditemukan delapan jenis reptil dan tujuh jenis amfibi dari pengamatan
yang telah dilakukan. Jenis reptil yang paling banyak ditemukan adalah kadal
kebun (Mabuya multifasciata), sedangkan jenis amfibi yang paling banyak
ditemukan adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora). Jenis-jenis herpetofauna
yang telah ditemukan tidak ada yang dilindungi Undang-undang. Jenis dan jumlah
herpetofauna dari hasil pengamatan tercantum dalam tabel 10 dan 11, sedangkan
perbandingan jumlah setiap jenis herpetofauna tercantum dalam gambar 6 dan 7.

Tabel 10 Jenis-jenis reptil yang dijumpai dan jumlahnya


No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah 4.5

1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 1 4

3.5
2 Tokek Gekko gecko 3
3
3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 4 2.5

4 Biawak air Varanus salvator 2 2 4

1.5 3
5 Ular kawat Ramphotyphlops 1
1 2 2
braminus 0.5 1 1 1 1

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 2 0


Cicak rumah Tokek Kadal Biawak air Ular kawat Ular Sanca Kobra jawa
Kebun tambang kembang
7 Sanca kembang Python reticulatus 1
8 Kobra jawa Naja sputatrix 1 Gambar 6 Perbandingan jumlah setiap
Jumlah 15 jenis reptil yang ditemukan.

Tabel 11 Jenis-jenis amfibi yang dijumpai dan jumlahnya

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah 14

12
1 Bangkong sungai Bufo asper 1
10
2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 4
8
3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis 7
6 12
4 Katak sawah Fejervarya cancrivora 12
4 8
7
5 Precil jawa Mycrohyla achatina 3 2 4
3 3
6 Kongkang kolam Rana chalconata 8 0
1

7 Kongkang gading Rana erythraea 3


a
il jaw
wah
lan
tega

lam
k sa

din g
Prec
gai

ng

Jumlah 38
sun

kolo

g ko
Kata
k

g ga
Kata
ong

gkan
ong

gkan
gk

gk

Kon
Ban

Kon
Ban

Gambar 7 Perbandingan jumlah setiap jenis


amfibi yang ditemukan.

31
b. Kepadatan populasi

Secara umum, kepadatan amfibi lebih tinggi daripada reptil. Kepadatan


amfibi yaitu 12 individu per hektar, sedangkan kepadatan reptil sebesar 5 individu
per hektar. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah individu amfibi lebih banyak
daripada reptil yang ada di suatu habitat. Amfibi banyak ditemukan di habitat
yang dekat dengan sumber air sedangkan reptil lebih bersifat menyebar yaitu bisa
ditemukan di berbagai kondisi habitat. Perbandingan kepadatan reptil dan amfibi
disajikan dalam gambar 8.

14

12

10

6 12

5
2

0
Reptil Amfibi

Gambar 8 Perbandingan kepadatan reptil dan amfibi.


Jenis reptil yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu kadal kebun Mabua
multifasciata (1,29 ind/ha), sedangkan jenis amfibi yang memiliki kepadatan
tertinggi yaitu katak sawah Fejervarya cancrivora (3,87 ind/ha). Kepadatan tiap
jenis herpetofauna disajikan dalam tabel 12 dan 13, sedangkan perbandingan
kepadatan tiap jenis herpetofauna disajikan dalam gambar 9 dan 10.

Tabel 12 Kepadatan setiap jenis reptile.


No Nama Lokal Nama Jenis D (ind/ha) 1.4
1.29

1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 0.32 1.2


0.97000000000000
2 Tokek Gekko gecko 0.97 1 1

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata


1.29 0.8
0.65000000000000 0.65000000000000
4 4
4 Biawak air Varanus salvator 0.65
0.6
5 Ular kawat Ramphotyphlops braminus 0.32
0.32000000000000 0.32000000000000 0.32000000000000
0.32000000000000
0.4 2 2 2 2
6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 0.65
0.2
7 Sanca kembang Python reticulatus 0.32
8 Kobra jawa Naja sputatrix 0.32 0
Cicak rumah Tokek Kadal Biawak air Ular kawat Ular Sanca Kobra jawa
Kebun tambang kembang
Jumlah 4.84

Gambar 9 Perbandingan kepadatan setiap jenis reptile.

32
Tabel 13 Kepadatan setiap jenis amfibi 4.5
4 3.87
No Nama Lokal Nama Jenis D (ind/ha)
3.5
1 Bangkong sungai Bufo asper 0.32 3
2.58
2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 1.29 2.5 2.26
2
3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis 2.26
1.5 1.29 0.97000000000000 0.97000000000000
4 Katak sawah Fejervarya cancrivora 3.87 1 1
1
0.32000000000000
5 Precil jawa Mycrohyla achatina 0.97 0.5 2

6 Kongkang kolam Rana chalconata 2.58 0

7 Kongkang gading Rana erythraea 0.97

jawa
wah
lan

il
tega

k sa

Prec

olam
ai

ng
g
olon
ung

gadi
Kata
k
Jumlah 12.26

gk
Kata
ng s

ng k

g
gkan

gkan
gko

gko

Kon
Ban

Kon
Ban
Gambar 10 Perbandingan kepadatan
setiap jenis amfibi.

c. Indeks keanekaragaman jenis

Indeks keanekaragaman jenis reptil dan amfibi termasuk dalam kategori


sedang (lebih dari 1 dan kurang dari 3). Perbandingan indeks keanekaragaman
jenis reptil dan amfibi disajikan dalam gambar 11.
1.95
1.93000000000001

1.9

1.85

1.8

1.75 1.74

1.7

1.65

1.6
Reptil Amfibi

Gambar 11 Perbandingan indeks keanekaragaman jenis reptil dan amfibi.

d. Kemerataan

Kemerataan jenis reptil berdasarkan hasil perhitungan diperoleh sebesar


0,93, sedangkan kemerataan jenis amfibi sebesar 0,89. Perbandingan indeks
keanekaragaman jenis reptil dan amfibi disajikan dalam gambar 12.

33
0.94

0.93
0.93

0.92

0.91

0.9

0.89
0.89

0.88

0.87
Reptil Amfibi

Gambar 12 Perbandingan kemerataan jenis reptil dan amfibi.

e. Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif

Frekuensi jenis menunjukkan seringnya suatu jenis ditemukan di setiap


lokasi pengamatan. Spesies yang memiliki frekuensi tinggi berarti ditemukan di
banyak lokasi pengamatan. Dalam praktek ini, lokasi pengamatan mewakili setiap
tipe habitat, jadi spesies yang memiliki frekuensi tinggi bisa dikatakan dapat
hidup di hamper semua tipe habitat. Jenis reptil yang memiliki frekuesi tertinggi
yaitu jenis tokek (Gekko gecko), sedangkan jenis amfibi yang memiliki frekuensi
tertinggi yaitu katak sawah (Fejervarya cancrivora).
Frekuensi relative menunjukkan perbandingan frekuensi suatu jenis
dengan jenis lainnya. Hal ini juga menunjukkan keseringan ditemukannya suatu
jenis di seluruh lokasi. Besarnya frekuensi jenis dan frekuensi relative
herpetofauna disajikan dalam tabel 14 dan 15. Perbandingan frekuensi jenis setiap
spesies ditunjukkan dalam gambar 13 dan 14.

34
Tabel 14 Frekuensi dan frekuensi relatif setiap jenis reptil
0.4
Frekuensi Frekuensi
No Nama Lokal Nama Jenis
jenis relative (%) 0.35

1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 0.12 8.89


0.3
2 Tokek Gekko gecko 0.38 28.15
0.25
3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 0.25 18.52
4 Biawak air Varanus salvator 0.12 8.89 0.2
5 Ular kawat Ramphotyphlops 0.12 8.89
0.15
braminus
6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 0.12 8.89 0.1

7 Sanca kembang Python reticulatus 0.12 8.89 0.05


8 Kobra jawa Naja sputatrix 0.12 8.89
0
Jumlah 1.35 100 Cicak Tokek Kadal Biawak air Ular kawat Ular Sanca Kobra jawa
rumah Kebun tambang kembang

Gambar 13 Perbandingan frekuensi setiap


jenis reptile.

Tabel 15 Frekuensi dan frekuensi relatif setiap jenis amfibi


Frekuensi Frekuensi 0.4
No Nama Lokal Nama Jenis jenis relative 0.35
(%)
0.3
1 Bangkong sungai Bufo asper 0.12 8.05
0.25

2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 0.25 16.78 0.2

3 Katak tegalan Fejervarya 0.25 16.78 0.15

limnocharis 0.1

0.05
4 Katak sawah Fejervarya 0.38 25.50
cancrivora 0

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 0.12 8.05


l jawa
h
sawa
an

Preci

6 Kongkang kolam Rana chalconata 0.25 16.78


tegal

kolam
Katak
Bang i

g
a

gadin
sung

kolon
Katak

kang
kong

kang
kong

Kong
Bang

Kong

7 Kongkang gading Rana erythraea 0.12 8.05


Jumlah 1.49 100 Gambar 14 Perbandingan frekuensi setiap
jenis amfibi.

35
Berdasarkan hasil praktek diketahui bahwa herpetofauna dapat dijumpai di
jenis habitat tertentu dari sekian banyak jenis habitat pengamatan. Perjumpaan dan
jumlah individu herpetofauna bergantung dari jenis habitat yang ideal bagi
herpetofauna. Jenis amfibi umumnya menyukai habitat yang dekat dengan air,
seperti katak tegalan, katak sawah, precil jawa, kongkang kolam, dan kongkang
gading. Demikian pula jenis reptil, reptil banyak dijumpai di habitat yang dekat
dengan air, seperti biawak air, ular kawat, ular tambang, dan sanca kembang
karena beberapa jenis reptil memangsa amfibi sebagai sumber makanannya.
Namun, banyak juga jenis reptil yang memangsa mamalia, serangga, burung dan
satwa lainnya yang dapat hidup jauh dari sumber air, misalnya cicak rumah,
tokek, kadal kebun, dan kobra jawa.

Dari data pengamatan diperoleh bahwa herpetofauna paling banyak


dijumpai di habitat semiaquatic yaitu curah, sawah, dan hutan pantai-mangrove.
Habitat tersebut memiliki air yang relative tenang sehingga mudah digunakan
amfibi sebagai tempat berkembangbiak dan mencari makan. Jika dibandingkan
dengan habitat aquatic yaitu sungai beraliran deras yang lebih sedikit ditemukan
jenis herpetofauna karena jenis katak tertentu yang mampu bertahan yaitu katak
yang mampu hidup di aliran deras. Habitat terrestrial jarang ditemukan
herpetofauna karena habitat tersebut jauh dari sumber air. Hanya ditemukan jenis
bangkong sungai, tokek, dan kadal kebun yang mampu hidup tanpa sumber air.

Kepadatan populasi amfibi lebih tinggi daripada reptil. Hal tersebut


disebabkan amfibi mudah ditemukan di lokasi yang memiliki sumber air. Amfibi
mudah berkembangbiak dan mendapatkan makanan di habitat yang memiliki
sumber air. Reptil penyebarannya lebih tidak dipengaruhi sumber air. Walaupun
kepadatan amfibi lebih besar, data tersebut tidak mewakili tipe habitat tersebut.
Amfibi hanya dapat ditemukan di dekat sumber air sehingga lokasi lain yang
relative kering bukan berarti kepadatannya tinggi pula. Misalnya hutan tanaman
jati. Hutan jati yang dialiri curah masih bisa ditemukan amfibi sedangkan hutan
jati yang kering tidak ditemukan amfibi sama sekali. Jenis reptil dapat ditemukan
di hampir semua lokasi. Setiap spesies reptil memiliki tempat hidup yang khas,
ada yang hidup di pepohonan, sungai, rawa, daerah kering dan lainnya.

36
Jenis reptil yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu kadal kebun Mabuya
multifasciata. Kadal kebun umumnya hidup di daratan dan aktif di siang hari.
Kadal kebun memakan serangga kecil yang banyak ditemukan di semak belukar,
sawah, atau hutan alam. Dari data pengamatan, kadal kebun banyak ditemukan di
sawah. Hal tersebut disebabkan kadal kebun membutuhkan habitat yang lebih
terbuka (terkena sinar matahari langsung) dan selain itu juga tersedia sumber
pakan yang banyak berupa serangga. Kadal kebun menggunakan cahaya matahari
untuk menaikkan suhu tubuhnya dalam membantu proses metabolismenya.

Jenis tokek, biawak air, dan ular tambang juga memiliki kepadatan relative
tinggi. Tokek umumnya dijumpai di pepohonan dan bangunan. Dari data
pengamatan, tokek ditemukan di hutan jati, hutan alam, dan hutan pantai. Ketiga
tipe hutan tersebut memiliki pepohonan yang dapat dijadikan tempat hidup tokek
tersebut. Selain itu juga memiliki sumber pakan tokek yaitu serangga. Biawak
hanya ditemukan di hutan pantai-mangrove, yaitu di sungai yang dipengaruhi
pasang surut air laut. Biawak tersebut memakan burung-burung laut dan ikan yang
banyak dijumpai di hutan mangrove dan pantai. Ular tambang ditemukan di
habitat sungai. Ular tambang memangsa jenis katak dan amfibi lainnya yang
ditemukan di sungai. Ular ini hidup di atas ranting pepohonan dan memilih lokasi
yang lembab seperti daerah aliran sungai.

Jenis amfibi yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu katak sawah


Fejervarya cancrivora. Dari hasil praktek, katak sawah ditemukan di tiga tipe
habitat, yaitu sawah, curah, dan hutan pantai-mangrove. Katak sawah merupakan
satu-satunya jenis katak yang mampu hidup di lokasi yang dipengaruhi air laut
(payau). Oleh sebab itu, kepadatannya tinggi. Jenis amfibi lainnya hanya mampu
hidup di air tawar dan daratan. Jenis amfibi lainnya yang relative tinggi
kepadatannya yaitu kongkang kolam dan katak tegalan. Kedua jenis katak ini
hidup di air tawar dan mampu hidup di air tenang maupun air mengalir.

Indeks keanekaragaman jenis reptil dan amfibi tergolong sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa lokasi SPTN II Karangtekok memiliki keanekaragaman jenis
yang sedang, tidak rendah dan tidak tinggi. Jenis reptil ditemukan 8 jenis
sedangkan amfibi 7 jenis. Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis reptil

37
lebih tinggi daripada amfibi. Hal tersebut disebabkan reptil dapat hidup di
berbagai tipe habitat yang terdapat di SPTN II Karangtekok, mulai dari hutan
pantai hingga hutan alam. Jenis reptil lebih beranekaragam karena kemampuan
bertahannya di berbagai tipe habitat lebih beranekaragam, sedangkan jenis amfibi
hanya terdapat di habitat berair.

Jenis reptil dengan frekuensi tertinggi: Tokek (Gecko gecko), karena jenis
ini mampu hidup di setiap tipe habitat asalkan terdapat pepohonan sebagai tempat
hidupnya. Jenis amfibi dengan frekuensi tertinggi: Katak sawah (Fejervarya
cancrivora), karena jenis ini mampu hidup di hampir setiap tipe habitat dengan
sumber air yang cukup meskipun berupa air payau.

4.2.2 Kupu-Kupu

SPTN II Karangtekok yang digunakan sebagai kawasan pengamanan TN


Baluran rupanya sangat kaya dengan jenis kupu-kupu (Lepidoptera) yang menarik
dan indah.Jenis kupu-kupu yang diperoleh berdasarkan pada pengamatan di tiga
Resort, yaitu Bitakol, Watu numpuk dan Labuhan merak. Pengambilan kupu-kupu
dilakukan menurut tipe ekosistem pada masing-masing resort, yaitu hutan alam,
hutan tanaman, dan savana. Diasumsikan bahwa sebaran kupu-kupu yaitu merata,
maka lokasi pengambilan kupu-kupu di berbagai tipe ekosistem ini dilakukan
secara acak, sehingga diharapkan hasil yang dapat mewakili jenis-jenis di seluruh
kawasan Karangtekok ini.

a. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Famili


Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkat komunitas
berdasarkan pada organisasi biologinya yang dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas (Sugianto, 1994). Jumlah total populasi kupu-kupu yang
diperoleh selama pengamatan di SPTN II Karangtekok sebanyak 176 individu dari
26 jenis serta 3 famili, yang meliputi Nymphalidae (13 jenis), Pieridae (6 jenis),
dan Papilonidae (7 jenis). Adapun daftar lengkap kupu-kupu dari tiga lokasi
pengambilan spesimen disajikan pada Tabel 16.

38
Tabel 16 Daftar jenis kupu-kupu yang diperoleh
Lokasi Pengamatan
No Famili No Jenis Hutan Hutan Hutan Total
Alam Tanaman Savana
1. Nymphalidae 1. Acraea violae - 5 - 5
2. Cirrochroa thule 1 - - 1
3. Cupha erymanthis 2 - 1 3
4. Danaus chrysippus - 2 - 2
5. Euploea core - 1 3 4
6. Ideopsis juventa 6 - - 6
7. Junonia villida 3 1 4
8. Lebadea alankara 2 - - 2
9. Lexias aeropa 2 1 - 3
10. Mycalesis mineus 15 9 4 28
11. Orsotriaena medus 2 2 1 5
12. Phalanta phalantha 5 - 2 7
13. Ypthima baldus 6 6 2 14
2. Papilionidae 1. Graphium agamemnon 1 - - 1
2. Graphium antiphates - 1 - 1
3. Graphium sarpedon 8 - - 8
4. Papilio alphenor 4 6 3 13
5. Papilio memnon - 1 - 1
6. Papilo demoleus 9 8 - 17
7. Troides Helena 8 - - 8
3. Pieridae 1. Appias lyncida 1 - - 1
2. Catopsilia pomona 3 1 2 6
3. Cepora iudith 2 - - 2
4. Eurema brigitta 8 7 11 26
5. Pareronia valeria 1 - - 1
6. Pieris rapae - 5 3 8
Jumlah 86 58 33 177
Keterangan :
Nama jenis kupu-kupu berasal dari hasil identifikasi (Peggy, 2005) di museum zoologi LIPI.

Keanekaragaman kupu-kupu yang terbagi dalam tiga famili ini


menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di sekitar hutan masih bagus dan
ditunjang dengan kurangnya aktivitas masyarakat sekitar hutan yang
menggunakan bahan kimia seperti penggunaan pestisida.Pada dasarnya perbedaan
famili yang dominan ditemukan pada beberapa daerah karena penyebaran kupu-
kupu dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan inang dan ekologi (Amir et al.
2003).Untuk melihat lebih jelas, komposisi ketiga famili kupu-kupu tersebut
disajikan pada Gambar 15.

39
Komposisi Famili Kupu-kupu di SPTN II
Karangtekok
27

50
PAPILIONIDAE PIERIDAE

NYMPHALIDAE

23

Gambar 15 Keanekaragaman jenis kupu-kupu berdasarkan family.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa famili


Nymphalidae,merupakan jenis yang paling banyak ditemui dengan variasi ukuran,
bentuk dan warna serta memiliki tingkat keanekaragaman jenis tertinggi yaitu
sebanyak 50% dari total jenis kupu-kupu yang ditemukan. Hal ini dikarenakan
jenis kupu-kupu ini mudah beradaptasi dan memiliki penyebaran luas serta
memiliki jumlah jenis paling banyak diantara famili lainnya.Selain itu pada lokasi
pengamatan terdapat tumbuhan yang mendukung kehidupannya, baik sebagai
sumber pakan maupun tempat berlindung.Jenis Nymphalidae yang sering ditemui
adalah Mycalesis mineus sebanyak 28 perjumpaan dan Ypthima baldus sebanyak
14 perjumpaan. Sedangkan jenis Cirrochroa thule hanya ditemukan satu kali
perjumpaan. Jenis-jenis tersebut disajikan pada Gambar 16.

a b c
.
a) Mycalesis mineus, b) Ypthima baldus, c) Cirrochroa thule
Gambar 16 Jenis kupu-kupu Famili Nymphalidae.

Jenis kupu-kupu dari famili Papilonidae merupakan jenis yang memiliki


nilai keanekaragaman rendah yaitu sebesar 27% dari total jenis kupu-kupu yang
ditemukan. Hal ini disebabkan karena jumlah jenis vegetasi yang menjadi sumber
pakan kupu-kupu dan larvanya sangat sedikit dan kurang beragam. Diketahui

40
bahwa setiap jenis Papilionidae mempunyaiinang yang berbeda, tetapi
sebagianbesar yang satu marga mempunyai inangsama (Suguru and Haruo, 1997).
Kupu-kupu Papilionidae sebagian besar merupakan jenis yang berukuran dengan
pola warna yang indah.Pada beberapa jenis pasang sayapbelakangnya memanjang
menyerupai ekor. Beberapa jenisnya terbanglambat mirip burung layang- laying,
sehingga sering disebut dengan kupu-kupu sayap burung birdwing atauswallow
tails. JenisPapilionidae yang sering ditemui adalah Papilo demoleus sebanyak 17
perjumpaan dan Papilio alphenor sebanyak 13 perjumpaan. Sedangkan Graphium
Agamemnon, Graphium antiphates dan Papilio memnonhanya ditemukan satu
kali perjumpaan. Selain itu salah satu dari jenis ini termasukdalam Appendix II
CITES, yaitu Troides helena yang dikategorikan terancam punah (Near
Threatened), artinya keberadaan populasi jenis ini di alam diperkirakan sedikit
dan apabila tidak segera dilakukan perlindungan maka kelestarian jenis ini akan
punah. Adapun jenis-jenis yang telah disebutkan disajikan pada Gambar 17.

a b. c

d. e. f

a) Papilo demoleus, b) Papilio alphenor, c) Graphium Agamemnon, d) Graphium


antiphates, e) Papilio memnon, f) Troides Helena
Gambar 17 Jenis kupu-kupu Famili Papilionidae.

Sedangkan jenis kupu-kupu dari famili Pieridae merupakan jenis yang


memiliki nilai keanekaragaman terendah dari jenis lainnya, yaitu sebesar 23% dari

41
total jenis kupu-kupu yang ditemukan. Hal ini juga disebabkan karena jumlah
jenis vegetasi yang menjadi sumber pakan kupu-kupu dan larvanya sangat sedikit
dan kurang beragam. Kupu-kupu jenis ini berukuran sedang, berwarna warna
sayap putih, kuning atau oranye serta keruh. Sering kali juga ditemukan kupu-
kupu yang berjenis sama namun berbeda warna, yaitu agak berwarna hijau muda.
Biasanya perbedaan warna pada individu yang sama dipengaruhi oleh faktor jenis
kelamin serta umur. Jenis ini memiliki kecepatan terbang yang tinggi, sebab
ukuran tubuh yang sedang membuat lebih aktif dan lincah untuk bergerak.Jenis
Pieridae yang sering ditemukan adalah Eurema brigitta sebanyak 26 kali
perjumpaan.Sedangkan Appias lyncida dan Pareronia valeria hanya ditemukan
satu kali perjumpaan.Adapun jenis-jenis tersebut disajikan pada gambar 18.

a b. c.

a) Eurema brigitta, b) Appias lyncida, c) Pareronia valeria


Gambar 18 Jenis kupu-kupu Famili Pieridae.

b. Nilai Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Tipe Ekosistem


Menurut Yamamoto et al. (2007) diketahui bahwa adanya jenis yang
melimpah atau terbatas pada tiap lokasi pengamatan dapat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan sekitar habitat. Berdasarkan hasil perhitungan
keanekaragaman kupu-kupu pada masing-masing ekosistem dengan menggunakan
indeks Shannon-wiener (H’) diperoleh ekosistem hutan alam memiliki nilai
keanekaragaman yang tertinggi yaitu 2,64 dan yang terendah terdapat di
ekosistem savanna yaitu 2,10. Adapun hasil perhitungan secara jelas disajikan
pada Tabel 17.

42
Tabel 17 Nilai keanekaragaman jenis kupu-kupu berdasarkan tipe ekosistem dengan
menggunakan indeks Shannon-Wiener (H’)

Lokasi Nilai Keanekaragaman (H’)


Hutan alam 2.64
Hutan tanaman 2.44
Savana 2.10

Secara kuantitatif terdapat perbedaan nilai indeks keanekaragaman jenis.


Namun nilai keanekaragaman jenis keseluruhan ekosistem memiliki kisaran angka
yang sama, yaitu 2 sampai kurang dari 3.Hal ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis di seluruh ekosistem tergolong sedang dengan penyebaran
jumlah individu tiap spesies dan kestabilan komunitas kupu-kupu sedang. Hutan
alam memiliki keanekaragaman tertinggi dengan diperoleh 86 individu kupu-kupu
serta famili yang terbanyak menempati ekosistem ini yaitu Nymphalidae. Menurut
Simanjutak (2000) menyatakan bahwa hutan alam merupakan tempat yang cocok
untuk famili Nymphalidae karena matahari dapat menyinari lantai hutan sekitar
sungai secara langsung. Hal ini sesuai dengan kondisi pengamatan di hutan alam
yang banyak ditemukan sumber air mengalir, kolam kecil maupun curah seperti
Sungai Panjaitan, Sungai Panggang, Sungai Gatel dan Curah Widuri. Habitat
tersebut sesuai dengan ekologi kupu-kupu yang sangat potensial dalam
menyediakan pakan, sinar matahari, air serta garam mineral bagi kebutuhan kupu-
kupu. Adapun habitat kupu-kupu pada ekosistem hutan alam disajikan pada
Gambar 19.

a b. c d.

a)Sungai Panjaitan, b) Sungai Panggang, c) Sungai Gatel, d) Curah Widuri

Gambar 19 Habitat kupu-kupu di ekosisten hutan alam.

43
Kemudian pada hutan tanaman diperoleh nilai yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan hutan alam. Hal ini ditunjukkan dengan total populasi
sebanyak 58 individu dengan famili Nymphalidae yang terbesar. Nilai
keanekaragaman yang berbeda dari hutan alam ini disebabkan kondisi vegetasi
pakan cenderung bersifat homogen, sehingga memungkinkan keanekaragaman
jenis kupu-kupu lebih rendah. Diketahui bahwa antara jenis kupu-kupu yang satu
dengan kupu-kupu yang lain berbeda dalam memilih jenis tumbuhan inang yang
menjadi makanan larvanya (Amir et al, 2003). Selain itu pada ekosistem ini
jarang ditemukan sumber air, sebab daerah yang didominasi dengan pohon jati ini
membuat daerah sekitarnya menjadi kering.Sumber air sendiri berasal dari curah
yang berisi air pada saat hujan.Adapun kondisi habitat kupu-kupu di ekosistem
hutan tanaman disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Habitat kupu-kupu di ekosistem hutan tanaman.

Begitu juga dengan ekosistem savana yang memiliki nilai keanekaragaman


terendah dengan total populasi sebanyak 33 individu serta jenis terbanyak berasal
dari famili Pieridae. Menurut Simanjutak (2000) ada kelompok kupu-kupu yang
lebih menyukai tempat teduh di bawah semak, salah satunya yaitu Pieridae. Hal
ini sesuai dengan kondisi pengamatan yang sebagian besar ekosistem savana
adalah semak belukar. Adapun kondisi habitat kupu-kupu di ekosistem savana
disajikan pada Gambar 21.

44
Gambar 21 Habitat kupu-kupu di ekosistem savanna

Pada umumnya perbedaan keanekaragaman jenis pada berbagai habitat


disebabkan oleh jenis vegetasi disekitar lokasi yang digunakan sebagai sumber
pakan dan cover yang lebih bervariasi. Selain itu didukung dengan kondisi
lingkungan habitatnya yang cukup baik untuk kelangsungan hidup kupu-kupu.
Hal ini juga sesuai dengan Odum (1976) yang menyatakan bahwa kondisi
lingkungan pada lokasi yang jauh dari jalan utama, udara sejuk, belum terpolusi,
matahari yang cukup dan dekat dengan sumber air seperti sungai dan kolam-
kolam kecil lebih disukai oleh kupu-kupu untuk menepati suatu habitat. Dari total
jenis kupu-kupu, diperoleh jenis yang sering ditemukan pada ketiga ekosistem
sekaligus, yaitu Mycalesis mineus(famili Nymphalidae), Papilo demoleus ( Famili
Papilonidae), dan Eurema brigitta (Famili Pieridae).

c. Nilai Kemerataan Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Tipe Ekosistem


Nilai indeks kemerataan merupakan ukuran keseimbangan antara suatu
komunitas satu dengan lainnya.Nilai ini dipengaruhi oleh jumlah jenis yang
terdapat dalam satu komunitas (Ludwig and Reynolds, 1988). Semakin tinggi nilai
keanekaragaman jenis pada suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga
akan semakin tinggi. Sepertihalnya pada tabel 18 yang menunjukkan nilai
kemerataan pada ketiga lokasi.
Tabel 18. Nilai kemerataan kupu-kupu (E)
Lokasi Nilai Kemerataan (E)
Hutan alam 0.89
Hutan tanaman 0.90
Savana 0.91

45
Berdasarkan hasil perhitungan indeks kemerataan (E) menunjukkan bahwa
ketiga lokasi memiliki nilai kemerataan yang tinggi dimana jumlah individu per
jenis yang ditemukan pada lokasi tersebut cukup merata.Nilai kemerataan yang
tinggi untuk tiap lokasi menunjukkan tidak ada spesies kupu-kupu yang
dominan.Semakin kecil nilai kemerataan spesies, maka penyebaran spesies tidak
merata dan terjadi dominasi oleh spesies kupu-kupu tertentu (Setio et al, 1998).
Perhitungan tersebut berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan pada masing-
masing ekosistem. Ekosistem savana memiliki nilai kemerataan yang tertinggi
yaitu sebesar 0,91 dan yang terendah terdapat pada ekosistem hutan alam, yaitu
sebesar 0,89. Perbedaan indeks kemerataan pada ketiga lokasi dikarenakan
perbedaan struktur vegetasi.Hal ini disebabkan bahwa strukturvegetasi yang
beragam pada suatu lokasi dapat menyebabkan kelimpahan jenis kupu-kupu.

d. Nilai Dominansi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Tipe Ekosistem


Nilai dominasi berfungsi untuk menentukan jenis kupu-kupu yang
dominan, sub-dominan atau tidak dominan dalam suatu jalur
pengamatan.Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh 9 jenis dominan di hutan
alam, 7 jenis dominan di hutan tanaman dan savana.Adapun dominansi jenis
kupu-kupu pada suatu ekosisten di sajikan secara lengkap pada Tabel 19.

Tabel 19 Nilai Dominansi Jenis kupu-kupu


Dominansi
Lokasi
Tidak Dominan Sub Dominan Dominan
Hutan Alam 4 6 9
Hutan Tanaman 5 3 7
Savana 0 3 8

Jenis dominan di hutan alam meliputi Eurema brigitta, Graphium


sarpedon, Ideopsis juventa, Mycalesis mineus, Papilio alphenor, Pareronia
valeria, Phalanta phalantha, Troides Helena, dan Ypthima baldus. Sedangkan
pada hutan tanaman diperoleh jenis dominansi meliputi Acraea violae, Eurema
brigitta, Mycalesis mineus, Papilio alphenor, Papilo demoleus, Pieris rapae, dan
Ypthima baldus.Kemudian savanna diperoleh jenis dominan meliputi

46
CatopsiliaPomona, Euploea core, Eurema brigitta, Mycalesis mineus, Papilio
alphenor, Papilo demoleus Phalanta phalantha, dan Ypthima baldus.

e. Keragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Faktor Lingkungan

Keanekaragaman kupu-kupu sangat bergantung pada faktor abiotik dan


biotik. Faktor abiotik tersebut diantaranya ketinggian tempat, suhu, kelembaban,
cahaya, pH lingkungan, dan cuaca (Hamidun 2003). Faktor abiotik mempengaruhi
siklus hidup dan kemampuan bertahan hidup serangga (Miller and Miller,2004).
Adapun pengukuran parameter fisik pada lokasi pengamatan disajikan pada tabel
20.

Tabel 20 Hasil Pengukuran Parameter Fisik Pada Lokasi Pengamatan

Lokasi
No. Parameter fisik
Hutan Alam Hutan Tanaman Savana
1. Suhu Udara (oC) 28 28 26
2. Kelembaban (%) 63 65 70

Pengukuran faktor fisik pada kedua lokasi menunjukkan kelimpahan jenis


dan individu kupu-kupu tertinggi ditemukan pada suhu udara 28oC dengan
kelembapan 63%. Pada kondisi tersebut diduga merupakan kondisi yang optimum
bagi kupu-kupu untuk melakukan aktivitas harian seperti mencari makanan,
mencari pasangan serta oviposisi. Hal ini disebabkan bahwa kupu-kupu
merupakan hewan poikiloterm, dimana suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.Menurut Borrowet al (1992) suhu mempengaruhi pertumbuhan
tanaman pakan kupu-kupu dewasa sehingga berhubungan dengan jumlah jenis
dan individu kupu-kupu. Suhu yang terlalu dingin atau suhu yang terlalu panas
kurang disukai kupu-kupu begitu juga dengan kelembaban yang ada.Secara tidak
langsung kelembaban mempengaruhi kualitas tanaman pakan sehingga
berpengaruh terhadap penyebaran kupu-kupu serta kemampuan bertahan hidup
kupu-kupu dewasa maupun larva (Blau 1980, dalam Hamer et al. 2003).
Berdasarkan pengamatan kupu-kupu yang dilakukan pada pukul 10.00-
12.00 diperoleh kelimpahan jenis yang tinggi. Hal tersebut juga ditunjukkan
ketika intensitas cahaya berkurang (mendung), kupu-kupuakanberhenti
melakukan aktivitasnya. Namun ketika intensitas cahaya kembali cerah maka

47
terlihat kupu-kupu melakukan aktivitasnya kembali.Keanekaragaman kupu-kupu
berhubungan dengan intensitas cahaya, dimana semakin tinggi intensitas cahaya,
maka keanekaragaman kupu-kupu akan tinggi (Sparrow et al. 1994, dalam Hamer
et al. 2003). Selain itu, musim mempengaruhi keragaman jenis dan famili yang
didiperoleh. Pada awal musim penghujan akan banyak ditemukan tumbuhan
berbunga, sehingga mempengaruhi jumlah dan spesies kupu-kupu. Patton(1963)
menyatakan keragaman spesies kupu-kupu tinggi pada akhir musim kemarau
sampai musim penghujan dan menurun dari musim hujan sampai pertengahan
musim kemarau.Curah hujan yang tinggi mempengaruhi keragaman spesies kupu-
kupu, sebab curah hujan yang tinggi mengakibatkan kematian larva dan pupa
spesies kupu-kupu (Faegri, 1978).

f. Tindakan Konservasi Kupu-Kupu

Ditemukannya jenis langka seperti Troides helena (Gambar 17 f ) maka


diperlukan perhatian khusus terhadap jenis kupu-kupu ini agar tidak mengalami
kepunahan dengan tindakan konservasi. Konservasi kupu-kupu dilakukan dengan
mengkonservasi tumbuhan inang.Hal ini disebabkan bahwa kupu-kupu biasanya
bertelur pada tanaman inang tertentu yang menjadi makanan larvanya.Oleh karena
itu itu perlu dilakukan perlindungan terhadap kupu-kupu yang dilindungi maupun
tidak di dalam kawasan konservasi maupun di daerah penyangga. Adapun
kegiatan yang dilakukan adalah dengan cara meningkatkan patroli dan tidak
menangkap kupu-kupu dalam jumlah yang berlebihan. Selain itu tindakan
konservasi kupu-kupu yang lain adalah dengan melakukan penangkaran kupu-
kupu (Amir et al. 2003). Penangkaran kupu-kupu selain bertujuan untuk menjaga
kelestarian jenis kupu-kupu, juga dapat bertujuan meningkatkan taraf
perekonomian masyarakat.Penangkaran kupu-kupu dapat digunakan sebagai
tempat riset atau penelitian sekaligus tempat wisata.Pemeliharaan habitat kupu-
kupu yang dilakukan di penangkaran meliputi pemeliharaan jenis-jenis tanaman
inang yang menjadi makanan larvanya, pemeliharaan lingkungan dari bahaya
bahan kimia, gas dan debu yang beracun, dan sebagainya.Hal tersebut diharapkan
dapat membantu pelestarian kupu-kupu di TN Baluran, khususnya di SPTN II
Karangtekok dengan keindahannya yang beragam.

48
4.2.3 Mamalia
a. Resort Bitakol
Mamalia adalah kelas hewan vertebrata yang terutama dicirikan oleh
adanya kelenjar susu, yang pada betina menghasilkan susu sebagai sumber
makanan anaknya, adanya rambut, dan tubuh yang endoterm atau "berdarah
panas". Otak mengatur sistem peredaran darah, termasuk jantung yang beruang
empat. (Suyanto & Semiadi 2004).
Mamalia di Taman Nasional Baluran adalah sebagai spesies kunci, seperti
Banteng (Bos javanicus), Rusa (Rusa timorensis), Kijang (Mutiacus muntjak),
Ajag (Cuon alpinus), Babi hutan (Sus scrova). Kegiatan inventarisasi mamalia
dilakukan di SPTN II Karangtekok yang terbagai tiga resort, yaitu Resort Bitakol,
Resort Watu Numpuk, dan Resort Labuhan Merak. Pengambilan data mamalia
disetiap resort akan dilakukan dengan metode sampling disetiap ekosistem yang
berbeda sehingga dapat mewakili setiap ekosistem tersebut.
Pengamatan mamalia yang telah dilakukan mencakup tiga resort di SPTN
II Karangtekok, yaitu Resort Bitakol, Watunumpuk, dan Labuhan Merak. Setiap
resort memiliki beberapa tipe habitat. Resort yang satu berbeda tipe habitatnya
daripada resort yang lainnya meskipun juga dijumpai beberapa kesamaan. Untuk
itu pengamatan dilakukan berdasarkan tipe habitat di resort masing-masing
dengan asumsi pengamatan tersebut dapat mewakili setiap tipe habitat.
Pengamatan di tiap tipe habitat hanya dilakukan satu kali ulangan karena
pertimbangan waktu praktek yang terbatas ditambah dengan beberapa objek lain
yang harus dikaji.
Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 05.30-07.30 WIB dengan
metode sampling dengan Jalur berpetak (Strip transek).Transek jalur adalah suatu
metode pengamatan populasi satwaliar melalui pengambilan contoh dengan
bentuk unit contoh berupa jalur pengamatan sejauh 2000 m dan lebar kanan-kiri
jalur 50 m. Data yang diambil dalam pengamatan mamalia adalah jenis individu,
jumlah individu, habitat, dan aktivitas mamalia. (Gunawan 2007).

49
No Jenis Habitat Nama Lokasi Kondisi Habitat Hasil Pengamatan
Lokasi Resort
1 Hutan Tanaman Blok Bitakol  Tutupan vegetasi jarang -Banteng
Jati panjaitan  Kondisi habitat: kering (Bos javanicus)
 Substrat: tanah dan semak -Babi hutan
belukar
(Sus scrofa)
-Monyet ekor panjang
( Macaca fasicularis)
-Kijang
(Muntiacus muntjak)

2 Savana Blok Bitakol  Tutupan vegetasi jarang -Babi hutan


panggang  Kondisi habitat : kering (Sus scrofa)
 Substrat: semak dan alang- -Banteng
alang
( Bos javanicus )

3 Hutan alam  Tutupan vegetasi rapat -Babi hutan


sekunder  Kondisi habitat : lembab (Sus scrofa)
 Substrat: semak -Monyet ekor panjang
( Macaca fasicularis)
-Bajing kelapa
(Callosciurus notatus )

Tabel 21 Jenis Mamalia disetiap Ekosistem di Resort Bitakol

18
0 Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Bitakol
16
3
14
3
12
6
Bajing Kelapa
10
Kijang
Monyet Ekor Panjang
8
1 Babi Hutan
8
Banteng
6
0
4 2
7
2
3 3
0 0
Hutan Tanaman Jati Savana Hutan Alam Sekunder

Gambar 22 Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Bitakol.

Berdasarkan pengamatan mamalia di Resort Bitakol diketahui bahwa jenis


mamalia yang banyak ditemukan adalah jenis monyet ekor panjang (Macaca
fasicularis). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) paling banyak ditemukan
di ekosistem hutan alam sekunder sebanyak 8 ekor dan di ekositem hutan tanaman

50
jati sebanyak 6 ekor, dan Monyet ekor panjang tidak ditemukan di ekosistem
savana. Sumber pakan dan sumber minum Monyet Ekor panjang banyak dijumpai
di ekosistem hutan alam sekunder, dan ditemukan secara langsung di lapangan
saat pengamatan.
Banteng merupakan mamalia yang sangat jarang dijumpai saat ini di
TN.Baluran, diperkirakan jumlahnya saat ini kurang dari 30 ekor. Banteng banyak
di temukan di SPTN I Bekol, dan jarang di temukan di SPTN II Karangtekok, hal
ini terjadi karenakan faktor home rangedari banteng dan sumber pakan, tempat
berkubang yang tersedia di lokasi. Namun di SPTN II Karangtekok juga terdapat
beberapa lokasi yang menjadi jalur banteng untuk mencari makan jika musim
kering dan jalur tersebut masuk di areal SPTN II Karangtekok. Jalur tersebut
adalah Blok Panjaitan dan Blok Panggang di ekosistem hutan jati dan savana yang
dilewati oleh sungai bajul mati yang mengalir sepanjang tahun. Dalam
pengamatan dilapangan total ditemukan 10 individu banteng, 7 di ekosistem hutan
jati dan 3 di savanna yang sedang melintas di jalur tersebut melalui jejak kaki
yang selanjutnya dilakukan pengambilan bekas jejak dengan gypsum. Meskipun
tidak dapat ditemukan secara langsung jejak banteng dapat dikenali ciri khusus
disbanding dengan jenis mamalia besar lainnya.
Berdasarkan analisis keanekaragaman satwa mamalia di Resort Bitakol
yang tertinggi adalah di ekosistem hutan tanaman jati dengan kriteria sedang 1,18.
Sedangkan di ekosistem savana dan hutan alam sekunder keanekaragamannya
rendah. Hal ini terjadi karena sumber pakan dan minum yang banyak ditemukan
serta karakteristik areal di hutan tanaman jati Blok panjaitan adalah salah satu
jalur lintasan satwa seperti banteng, kijang, babi hutan dan monyet ekor panjang
saat mencari makan. Tingkat keanekaragaman jenis, kepadatan populasi dan
kelimpahan jenis akan disajikan di Tabel 22.

51
Tabel 22 Kepadatan, Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Mamalia di Resort Bitakol

Ekosistem Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman

Hutan tanaman jati 0,43 25% 1,18 (sedang)

Savana 0,25 50% 0,67 (rendah)

Hutan Alam sekunder 0,46 33,33% 0,96 (rendah)

1.4

1.2 1.18

0.96000000000000
1 1

0.8 0.67000000000000
3 kepadatan populasi
0.6 keanekaragaman Ind

0.43 0.46
0.4
0.25
0.2

0
Hutan Tanaman Jati Savana Hutan Alam Sekunder

Gambar 23 Keanekaragaman Individu dan Kepadatan populasi di Resort Bitakol.

1.) Resort Watu Numpuk


Resort Watu Numpuk memiliki ekosistem hampir sama dengan
karakteristik ekosistem di Resort Bitakol, yang terdiri dari ekosistem hutan
tanaman jati, hutan alam sekunder dan savana, hanya saja di Resort Watu
Numpuk tidak ditemukan sumber air seperti sungai sepanjang tahun yang
ditemukan di Resort Bitakol.
Pada saat pengamatan dilapangan hanya ditemukan jenis mamalia Monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis) total 9 Individu dan ditemukan Ajag (Cuon
alpinus) sebanyak 2 Individu diluar jam pengamatan pada malam hari pada saat
pengamatan Herpetofauna. Dengan karakterisstik ekosistem yang kurang adanya
sumber pakan dan minum yang kurang mnyebabkan jumlah jenis individu yang

52
ditemukan dilapangan kurang dan keanekaragamannya relative rendah disbanding
di Resort Bitakol. Berikut ini jenis dan ekosistem mamalia yang ditemukan di
Resort Watu Numpuk yang disajikan di Tabel 23.

Tabel 23 Jenis Mamalia disetiap Tipe Ekosistemdi Resort Watu Numpuk


No Jenis Habitat Nama Lokasi Kondisi Habitat Hasil Pengamatan
Lokasi Resort
1 Hutan Tanaman Blok Telogo Watu  Tutupan vegetasi jarang - Monyet ekor panjang
Jati Numpuk  Kondisi habitat: Kering ( Macaca fascicularis)
 Substrat: tanah dan semak
belukar

2 Savana Blok Watu Watu  Tutupan vegetasi jarang Tidak ditemukan


Numpuk Numpuk  Kondisi habitat : kering
 Substrat: semak dan alang-
alang
3 Hutan alam Blok Gatel Watu  Tutupan vegetasi rapat - Monyet ekor panjang
sekunder Numpuk  Kondisi habitat : lembab ( Macaca fascicularis)
 Substrat: semak

Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Watu Numpuk

7
6
5
4
3 6
2 Monyet Ekor Panjang
3
1
0 0
Hutan Tanaman Jati Savana Hutan Alam Sekunder

Gambar 24 Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Bitakol.

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa keanekaragaman jenis satwa di


Resort Watu Numpuk Tergolong Rendah karena mamalia yang ditemukan hanya
satu jenis yaitu Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Resort Watu
Numpuk merupakan salah satu Resort di SPTN II Karangtekok yang berbatasan
langsung dengan permukiman penduduk, dan banyak dijumpai penggembalaan

53
liar oleh penduduk. Satwa yang digembalakan adalah sapi yang jumlahnya
mencapai ribuan ekor. Sapi-sapi tersebut masuk kawasan Taman Nasional dan
menyebabkan banyak kerusakandi dalam kawasan Taman Nasional. Resort Watu
Numpuk tidak memiliki aliran sungai sepanjang tahun, dan curah yang dijumpai
di lapangan jumlahnya sangat sedikit dan hanya terisi air bila musim hujan. Di
hutan alam sekunder, Blok Gatel Resort Watu Numpuk terdapat sungai gatel yang
debitnya sangat kecil, termasuk sungai tadah hujan dengan lebar sungai 1-2 m.
Resort Watu Numpuk memiliki karakteristik lahan yang berbatu dengan substrat
semak yang dipenuhi oleh tumbuhan Acacia nelotica. Selain itu Resort Watu
Numpuk bukan daerah Home Range dari mamalia besar seperti Banteng ( Bos
javanicus ), Kerbau liar (Bubalus bubalis) , Kijang (Muntiacus muntjak) dan Rusa
(Rusa timorensis). Selain bukan merupakan Home Range mamalia besar, adanya
interaksi hewan ternak penduduk dan karakteristik lahan menyebabkan
perjumpaan dengan mamalia besar sangat sulit dan yang ditemukan dilapangan
menunjukkan hal yang sama dengan kondisi data dari Taman Nasional mengenai
jenis mamalia yang bisa ditemukan di Resort Watu Numpuk. Tingkat
keanekaragaman jenis, kepadatan populasi dan kelimpahan jenis akan disajikan di
Tabel 24.

Tabel 24 Kepadatan, Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Mamalia di Resort Watu


Numpuk

Ekosistem Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman

Hutan tanaman jati 0,3 100 % 0 (rendah)

Savana 0 - -

Hutan Alam sekunder 0,6 100% 0 (rendah)

54
0.7

0.600000000000001
0.6

0.5

0.4
kepadatan populasi
0.3 keanekaragaman jenis
0.3

0.2

0.1

0
Hutan Tanaman Jati Savana Hutan Alam Sekunder

Gambar 25 Keanekaragaman Individu dan Kepadatan populasi di Resort Watu Numpuk.

2.) Resort Labuhan Merak


Resort Labuhan Merak memiliki tipe ekosistem yang berbeda diantara dua
Resort lainnya di SPTN II Karangtekok. Resort Labuhan Merak memiliki
ekosistem hutan pantai dan mangrove, karena daerahnya berbatasan langsung
dengan Selat Madura. Di Resort Labuhan Merak juga memiliki daerah konservasi
laut di Blok Pantai Bilik dan Sijile.
Pengambilan data dilakukan di tiga tipe ekosistem yang berbeda di Resort
Labuhan Merak, yaitu ekosistem hutan pantai dan mangrove, ekosistem hutan
alam sekunder serta ekosistem savana. Mamalia yang ditemukan pada saat
pengamatan di hutan mangrove dan pantai adalah jenis Monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis) 8 individu dan Bajing kelapa (Callosciurus notatus ) 2
individu. Di ekosistem hutan alam sekunder jenis mamalia yang ditemukan adalah
jenis Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)dan Bajing kelapa (Callosciurus
notatus ) yang jumlahnya masing-masing 4 individu. Sementara di ekosistem
savana tidak ditemukan jenis mamalia pada saat pengamatan. Berikut ini
adalah jenis mamalia yang ditemukan ditiap tipe ekosistem di Resort Labuhan
Merak disajikan dalam Tabel 25.

55
Tabel 25 Jenis mamalia dan tipe ekosistem di Resort Labuhan Merak

No Jenis Habitat Nama Lokasi Kondisi Habitat Hasil Pengamatan


Lokasi Resort

1 Hutan Mangrove Blok Bilik- Labuhan  Tutupan vegetasi jarang - Monyet ekor panjang
dan Pantai Sijile Merak  Kondisi habitat: Basah ( Macaca fascicularis)
 Substrat: tanah dan Lumpur -Bajing Kelapa
(Callosciurus notatus)

2 Savana Blok Widuri Labuhan  Tutupan vegetasi jarang Tidak ditemukan


Merak  Kondisi habitat : kering
 Substrat: semak

3 Hutan alam Blok Widuri Labuhan  Tutupan vegetasi rapat - Monyet ekor panjang
sekunder Merak  Kondisi habitat : lembab ( Macaca fascicularis)
 Substrat: semak dan Liana -Bajing Kelapa
(Callosciurus notatus)

Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Labuhan Merak

14
12 2
10
8
6 11 4
4 Bajing kelapa
2 4
Monyet Ekor Panjang
0 0
Hutan Mangrove dan Savana Hutan Alam Sekunder
pantai

Gambar 26 Jumlah dan Jenis Mamalia di Resort Labuhan Merak.

Berdasarkan analisis data keanekaragaman hayati mamalia di Resort


Labuhan Merak tergolong rendah, di ekosistem hutan mangrove dan pantai
nilainya 0,44 dan di ekosistem hutan alam sekunder 0,7 serta satwa yang
ditemukan adalah jenis Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Bajing
kelapa (Callosciurus notatus). Di resort Labuhan Merak tidak ditemukan aliran
air sungai sehingga dengan karakteristik kawasan yang berbatasan dengan air laut
, satwa hanya memanfaatkan curah-curah yang tergenang oleh air tawar pada saat
musim hujan.

56
Resort Labuhan merak juga berbeda dengan Resort lainnya, di Resort
Labuhan Merak terdapat pemukiman penduduk di dalam kawasan Taman
Nasional.penduduk yang menempati kawasan Taman nasional tersebut sebagian
besar dari suku Madura dan jumlah penduduk yang menempati kawasan Taman
Nasional mencapai 200 Kepala keluarga dengan luas areal yang ditempati sekitar
100 Ha. Penduduk tersebut menempati kawasan sejak tahun 1959 sebelum
ditetapkan menjadi kawasan Taman Nasional dan masih dalam bentuk Hak Guna
Usaha (HGU). Akhirnya Timbul permasalahan Taman Nasional oleh penduduk
pendatang tersebut, yang mengakibatkan kerusakan kawasan seperti di Resort
Watu Numpuk, karena penduduk tersebut bermatapencarian utama adalah dari
ternak sapi yang digembalakan di dalam kawasan Taman Nasional. Satwa
mamalia yang ditemukan sangat sedikit jenisnya, selain permasalahan kawasan
akibat ternak tersebut dengan karakteristik kawasan yang tidak dijumpai sumber
air tawar seperti sungai mengakibatkan hanya jenis mamalia tertentu yang dapat
dijumpai. Untuk jenis mamalia besar seperti banteng, kijang maupun rusa tidak
ditemukan karena mamalia besar tersebut butuh air tawar yang cukup melimpah
selain untuk minum juga untuk tempat berkubang. Untuk analisis data mengenai
tingkat keanekaragaman jenis, kepadatan populasi dan kelimpahan jenis akan
disajikan di Tabel 26.

Tabel 26 Kepadatan, Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Mamalia di Resort Labuhan Merak

Ekosistem Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman

Hutan Mangrove dan 0,65 50% 0,44 (rendah)


Pantai

Savana 0 - -

Hutan Alam sekunder 0,4 50% 0,7 (rendah)

57
0.8
0.70000000000000
1
0.7
0.650000000000003

0.6

0.5
0.44
0.4
0.4 kepadatan populasi
keanekaragaman jenis
0.3

0.2

0.1
0
0
Hutan Mangrove dan Savana Hutan Alam Sekunder
Pantai

Gambar 27 Keanekaragaman Individu dan Kepadatan populasi di Resort Labuhan Merak.

Keanekaragaman Jenis Mamalia di SPTN II karangtekok Taman nasional


Baluran terbesar adalah di Resort Bitakol dan terendah di Resort Watu Numpuk. Dengan
Karakteristik Kawasan yang terdapat Sungai sepanjang tahun sebagai sumber minum
satwa, merupakan daerah Home Range bagi mamalia besar dan tidak ada interaksi
penggembalaan ternak dengan satwa didalam kawasan Taman nasional adalah salah satu
faktor yang menyebabkan tingkat keanekaragaman di Resort Watu Numpuk Lebih tinggi
dibanding kedua Resort lainnya di SPTN II Karangtekok. Berikut adalah tingkat
keanekaragaman mamalia di SPTN II Karangtekok yang ditampilkan di Gambar 28.

Gambar 28 Keanekaragaman Jenis Mamalia di SPTN II Karangtekok.

58
4.2.4 Burung
a. Kondisi Habitat Resort Bitakol

Resort Bitakol merupakan kawasan yang luasnya 3512,18 ha. Pada tahun
1920 kawasan ini dikhususkan sebagai hutan produksi dengan luas wilayah
sebesar 1553 ha yang dominasi tanamannya adalah jati (Tectona grandis). Di
dalam kawasan resort bitakol, terdapat habitat yang beragam, seperti savanna,
hutan tanaman dan hutan alam. Vegetasi yang terdapat di dalam kawasan ini
diantaranya adalah jati (Tectona grandis), kesambi (Schleichera oleosa), dan
aseman (Polygonum chinense). Di kawasan ini juga terdapat sungai yang mengalir
sepanjang tahun yang bernama Sungai Panjaitan dan Sungai Bajulmati. Selain
digunakan satwa untuk minum, sungai ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk keperluan rumah tangga.

b. Kondisi Habitat Resort Watu Numpuk

Kawasan Resort Watunumpuk adalah kawasan yang paling dekat dengan


kantor SPTN II Karangtekok. Habitat di kawasan Resort Watunumpuk cukup
beragam diantaranya adalah hutan tanaman, hutan alam sekunder dan savanna.
Disebut Watunumpuk dikarenakan terdapat batu yang besar yang bertumpuk
tumpuk yang berada di tebing dekat dengan wilayah savanna. Penggembalaan sapi
di kawasan ini tidak aneh bagi masyarakat setempat yang menaruh harapan pada
TN Baluran untuk menggembalakan sapinya guna mendapatkan makanan yang
berasal dari TN Baluran. Sekitar 1000-2000 sapi setiap harinya berdatangan dan
pulang hanya untuk mencari makan. Sehingga, sapi-sapi yang berada disana tidak
hanya merusak tanaman yang masih kecil, tetapi juga membawa tanaman eksotik
yang mengganggu keseimbangan ekosistem yang berada di kawasan
Watunumpuk. Tanaman tersebut adalah Acasia nelotica yang masyarakatnya
menyebut dengan biji Arabica. Vegetasi yang terdapat di Watunumpuk selain
Acasia nelotica adalah rumput merakan (Heteropogon concortus), alang-alang
(Imperata silindrica), kesambi (Schleichera oleosa), jati (Tectona grandis).

59
c. Kondisi Habitat Resort Labuhan Merak

Kawasan Resort Labuan Merak merupakan kawasan yang berada dekat


ekosistem laut. Pada resort ini, terdapat berbagai macam habitat seperti hutan
mangrove, savanna serta hutan pantai. Selain di Watunumpuk, fenomena sapi dan
masyarakat setempat yang tinggal di wilayah Resort Labuan Merak adalah
persoalan yang belum bias diselesaikan sampai saat ini. Dimulai pada tahun 1975
wilayah Labuan Merak seluas 233 ha dijadikan sebagai wilayah Hak Guna Usaha
(HGU) yang hanya menyisakan pekerja yang sebagian menjadi penduduk di
wilayah Labuan Merak. Vegetasi yang berada di wilayah ini diantaranya rumput
merakan (Heteropogon concortus), laban (Vitex pubescens) dan asam jawa
(Tamarindus indica),

d. Kekayaan Jenis Burung

SPTN II Karangtekok merupakan kawasan yang memiliki berbagai macam


tipe habitat. Tipe-tipe habitat yang ada di SPTN II ini adalah savanna, hutan alam,
hutan sekunder, hutan mangrove serta hutan tanaman. Terdapat habitat peralihan
antara habitat savanna dengan habitat hutan pantai yang menyebabkan
keanekaragaman jenis burung yang melimpah. Sebagai daerah peralihan, ekoton
dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara
berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri
ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang
mengapitnya (Rochana 2009).

Hasil pengamatan menunjukkan adanya kekayaan jenis burung yang relatif


tinggi di lokasi penelitian. Pada lokasi pengamatan di SPTN II Karangtekok
dengan metode IPA diperoleh 45 jenis burung yang terdiri dari 31 suku, yang
merupakan jumlah total jenis burung yang diperoleh dari tiga kawasan resort
yang digunakan untuk pengamatan. Suku yang memiliki jenis paling banyak yaitu
Columbidae yaitu sebanyak 4 jenis (Gambar 29), kemudian diikuti oleh suku
Sylviidae dan Muscicapidae sebanyak 3 jenis. Sisanya, 21 suku hanya terdiri dari
satu jenis burung saja.

60
4.5

3.5
Phasianidae
3 Pyconotidae
Sylviidae
Columbidae
2.5
Alcedinidae
Apodidae
2
Muscicapidae
Cuculidae
1.5 Nectaridae
Ardeidae
1

0.5

Gambar 29 Jumlah jenis burung pada setiap suku yang ditemukan di SPTN II
Karangtekok.

Columbidae banyak ditemukan karena kemampuan terbang yang


dimilikinya memunginkan suku tersebut dapat bersarang di pohon sehingga
terhindar dari predator. Selain itu, pohon juga merupakan sumber makanan yang
menyediakan biji-bijian dan buah-buahan, dan tunas bagi burung-burung ini.
Dedaunan jarang menjadi bahan makanan mereka karena energinya rendah,
namun serangga dan ulat yang memakan dedaunan sangat penting sebagai sumber
bagi burung-burung arboreal (Ayat 2011).

e. Penyebaran Jenis Burung

Berdasarkan pengamatan penyebaran burung, terdapat 10 jenis berasal dari


Resort Bitakol, 12 jenis berasal dari Resort Watunumpuk dan 5 jenis berasal dari
Resort Labuan Merak, selengkapnya tersaji pada tabel 27.

Tabel 27 Penemuan jenis burung menurut lokasi penyebarannya

Lokasi Jenis Burung


Hanya pada satu kawasan resort
Resort Bitakol Hemiprocne longipennis Enicurus velatus
Pericrocotus flammeus Megalaima armillaris
Zosterops palpebrosus Arachnothera robusta
Hypothymis azurea Streptopelia bitorquata
Dicrurus macrocercus Anthracoceros albirostris
Resort Watunumpuk Gallus varius Dicaeum trochileum
Geopelia striata Dendrocopus moluccensis
Nectarinia jugularis Ploceus hypoxanthus
Copsychus saularis Sitta azurea
Artamus leucorynchus Lanius schach

61
Lokasi Jenis Burung

Bubulcus ibis
Halcyon cyanoventis
Resort Labuan Merak Lonchura punctulata Pavo muticus
Treron oxyura Gygis alba
Ardea purpurea
Pada dua tipe kawasan resort
Bitakol-Watunumpuk Cocomantis sepulclaris Hirundo striolata
Aegithina tiphia Orthotomus ruficeps
Ficedula dumetoria
Bitakol-Labuan Parus major Spizaetus cirrhatus
Merak
Watunumpuk-Labuan Apus nipalensis Centropus bengalensis
Merak Amaurornis phoenicurus
Pada tiga tipe kawasan resort
Bitakol- Collocalia linchi Prinia familiaris
Watunumpuk-Labuan Pycnonotus aurigaster Streptopelia chinensis
Merak Pycnonotus goiavier

Jenis yang ditemukan di tiga tipe kawasan resort sebanyak lima jenis.
Jenis-jenis tersebut berasal dari 4 suku berbeda, yaitu suku Apodidae (Collocalia
linchi), suku Sylviidae (Prinia familiaris), suku Columbidae (Streptopelia
chinensis) dan suku Pyconotidae (Pycnonotus aurigaster dan P. goiavier).

Lokasi yang paling banyak ditemukan jenis burung adalah Watunumpuk


yaitu 28 jenis dengan 261 individu, sedangkan yang paling sedikit adalah Labuan
Merak yaitu 14 jenis dengan total individu 244 (Tabel 28).

Tabel 28 Jumlah jenis burung pada setiap lokasi pengamatan

Kriteria
No Lokasi Tipe Habitat
Suku Jenis Individu
1. Bitakol Panjaitan 17 23 69
Watunumpuk Hutan Jati 6 7 42
Hutan Alam Gatel 15 19 102
2.
Savanna 10 15 117
Total 20 28 261
Labuan Merak Bilik Sijile 6 7 181
Mangrove
3. Hutan Sekunder 5 6 37
Savanna 8 9 26
Total 11 14 244

62
Penyebaran jenis burung di lokasi pengamatan sangat bergantung pada
beberapa hal yang berhubungan dengan karakteristik setiap lokasi pengamatan.
Diantara yang mempengaruhinya adalah tipe jalur/tipe habitat, panjang jalur, serta
waktu dan metode pengamatan yang digunakan.

Tingginya penemuan jenis burung di Watunumpuk didukung oleh keadaan


habitat yang masih baik. Selain itu, lokasi Watunumpuk merupakan akses darat
untuk mencapai daerah Labuan Merak. Akses yang ditutup oleh pengelola TN
Baluran menyebabkan daerah ini jarang dilewati oleh masyarakat. Hal ini yang
menyebabkan di daerah tersebut masih banyak ditemukan beraneka macam jenis
burung yang didapatkan ketika pengamatan. Selain itu, keadaan seperti itu
membuat berbagai jenis burung dapat memanfaatkan lokasi tanpa gangguan yang
berarti.

Rendahnya penemuan jenis burung di kawasan Resort Labuan Merak


disebabkan oleh pendeknya jalur pengamatan serta rendahnya keanekaragaman
jenis yang terdapat di mangrove karena didominasi jumlahnya oleh burung-
burung air. Menurut Rochana (2009) ekosistem mangrove adalah suatu sistem di
alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan
didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau.

Penemuan jenis burung yang berada di SPTN II Karangtekok,


menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki salah satu fungsi penting dalam
menjaga dan memelihara kelestarian burung. Keanekaragaman juga didukung
oleh keanekaragaman tipe habitat yang mampu menyediakan pakan serta
kebutuhan lain yang diperlukan oleh burung.

Terdapat berbagai jenis burung yang ditemukan di semua lokasi


diantaranya adalah wallet linchi (Collocalia linchi), cucak kutilang (Pycnonotus
aurigaster), merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), perenjak jawa (Prinia
familiaris) serta tekukur biasa (Streptopelia chinensis).

63
Jenis burung yang menempati semua habitat ini mungkin jenis-jenis
burung tersebut memiliki rentang habitat yang luas dan kemudahan untuk
beradaptasi pada setiap tipe habitat yang berbeda (Sayogo 2009 dalam Syafrudin
2011). Selain itu, menurut Syafrudin (2011) jenis ini dapat dijumpai pada bebagai
tipe habitat dikarenakan jenis ini memiliki jumlah individu yang cukup banyak,
sebaliknya jenis-jenis yang hanya dijumpai pada satu lokasi tertentu mungkin
karena jenis tersebut memiliki tingkat adaptasi tertentu terhadap suatu habitat.
Adaptasi yang dimaksud baik berupa jenis vegetasi atau faktor makanan. Selain
itu jenis tersebut memiliki jumlah individu yang sedikit.

f. Status Burung

Dari 45 jenis burung yang ditemukan, terdapat 3 spesies yang dilindungi. 1


spesies termasuk ke dalam kategori dilindungi oleh peraturan perundangan
Indonesia, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) dengan kategori Appendix I dan IUCN (International
Union for Conservation of Nature) dengan kategori Endangered serta 2 spesies
termasuk dalam kategori IUCN dengan kategori Near Threatened. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 29.

Tabel 29 Jumlah jenis burung yang dilindungi

Kriteria
No Nama Nama Latin PPRI No. 7
IUCN CITES
tahun 1999
1 Merak hijau Pavo muticus V (E) V (Appendix I) V
2 Sikatan dada merah Ficedula
dumetoria V (NT) - -

3 Manyar emas Ploceus


hypoxanthus V (NT) - -

Ket: E: Endangered; NT: Near Threatened

Terdapat 3 jenis burung yang masuk kedalam kategori IUCN diantaranya


adalah merak hijau (Pavo muticus), sikatan dada merah (Ficedula dumetoria),
manyar emas (Ploceus hypoxanthus) dengan kategori yang berbeda. Untuk merak
hijau masuk kedalam kategori endangered dikarenakan spesies ini bila tidak
ditangani populasinya maka akan menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi di
waktu mendatang. Selain masuk kedalam kategori IUCN, merak hijau juga masuk

64
ke dalam konvensi perdagangan internasional CITES dengan kategori Appendix I
yang artinya kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk
diperdagangkan. Selain itu, pemerintah juga memasukkan jenis ini kedalam PPRI
No. 7 tahun 1999 mengenai pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

g. Dominansi Jenis Burung

Nilai dominansi spesies burung di SPTN II Karangtekok dibagi


berdasarkan tipe habitat yang dijadikan sebagai bahan pengamat, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 30.

Tabel 30 Dominansi jenis burung pada setiap resort

Kriteria
Lokasi Tipe Habitat
Tidak Dominan Sub Dominan Dominan
Bitakol Panjaitan 12 6 5
Watunumpu Hutan Jati - 2 5
k
Hutan Alam Gatel 11 5 3
Savanna 5 3 7
Labuan Bilik Sijile 3 2 2
Merak Mangrove
Hutan Sekunder - 1 5
Savanna - 3 6

Jenis burung yang mendominasi di SPTN II Karangtekok adalah burung


yang berada di kawasan Resort Watunumpuk khusunya di habitat savanna. Jenis
burung yang dominan di savanna adalah ayam hutan hijau (Gallus varius), wallet
linchi (Collocalia linchi), perenjak jawa (Prinia familiaris), cucak kutilang
(Pycnonotus aurigaster), bubut alang-alang (Centropus bengalensis), cinenen
pisang (Orthotomus sutorius), layang-layang loreng (Hirundo striolata). Selain
itu, terdapat tiga burung yang mendominasi di tiga lokasi pengamatan,
diantaranya adalah perenjak jawa (Prinia familiaris), merbah cerukcuk
(Pycnonotus goiavier) serta cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster). Menurut
Darmawan (2006), tingginya kelimpahan jenis burung disebabkan karena
kebiasaan burung-burung tersebut yang melakukan aktivitas secara berkelompok,
sehingga memiliki nilai dominansi yang tinggi, selain itu jumlah individu dari
jenis-jenis burung tersebut paling banyak jumlahnya dibanding dengan jenis

65
burung lainnya, dan burung-burung tersebut mampu memanfaatkan habitat baik
hutan, bukan hutan maupun riparian. Hal ini terkait dengan makanan, aktivitas
dan perilaku harian yang mampu memanfaatkan semua jenis penutupan lahan.

h. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Jenis Burung

Dengan melihat hasil analisis indeks keanekaragaman, pada lokasi Bitakol


didapatkan nilai 2.664 (Tabel 31) yang berarti keanekaragaman di daerah tersebut
digolongkan sedang. Nilai yang paling kecil baik dalam kategori keanekaragaman
dan kemerataan jenis burung, terdapat pada lokasi Bilik Sijile Mangrove.

Tabel 31 Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis burung di SPTN II


Karangtekok

No Lokasi Habitat H’ E’
1 Bitakol Panjaitan 2.664 0.849
2 Watunumpuk Hutan Jati 1.616 0.830
Hutan Alam Gatel 1.893 0.643
Savanna 2.015 0.744
3 Labuan Merak Bilik Sijile Mangrove 0.683 0.351
Hutan Sekunder 1.592 0.888
Savanna 1.978 0.9

Nilai indeks keanekaragaman jenis yang paling besar adalah di kawasan


Resort Bitakol, sedangkan nilai terendah pada wilyah Resort Labuan Merak
tepatnya di Bilik Sijile Mangrove yaitu berkisar antara 0.683 – 2.664. Hal ini
menandakan bahwa keanekaragaman jenis di SPTN II Karangtekok masuk
kategori rendah sampai sedang dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Darmawan (2006) mendapatkan nilai keanekaragaman di Hutan Lindung
Gunung Lumut Kalimantan Timur dengan nilai berkisar antara 3.116-4.068.
Rendahnya nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh dalam penelitian ini
diduga disebabkan oleh perbedaan jenis vegetasi dan lokasi habitat yang diteliti,
serta jumlah jenis yang ditemukan.

4.2.5 Inventarisasi Flora


a. Jumlah Jenis
Berdasarkan hasil analisis vegetasi jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan
pada tiap lokasi pengamatan di tiap tipe hutan berdasarkan tingkat pohon dan

66
permudaannya disajikan pada table 32 dan gambar 30. Sedangkan hasil
selengkapnya daftar jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi pengamatan
dapat dilihat pada lampiran 1.

Table 32 jumlah jenis tumbuhan berdasarkan tingkat pohon dan permudaan


tingkat pertumbuhan
HA HT Svn HM
no Lokasi S Pc T Ph TB L S Pc T Ph TB L S TB L Ph
1 R.B 5 9 3 5 6 4 2 3 1 3 9 1 - 7 1 -
2 R.W 3 2 2 3 6 - 3 1 3 1 6 - - 4 - -
3 R. LM 4 3 3 8 13 5 - - - - - - - 12 - 1
Keterangan: R.B (Resort Bitakol) ; R.W (Resort Watunumpuk) ; R.LM (Resort Labuhan
merak) ; HA (Hutan Alam) ; HT (Hutan Tanaman) ; Svn (Savanna) ; HM (Hutan
Mangrove) ; S (Semai) ; Pc (Pancang) ; T (Tiang) ; Ph (Pohon) ; TB (Tumbuhan
Bawah) ; L (Liana).

250

200

150

100
R.Bitakol
50 R.Watunumpuk
R.Labuhan merak
0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk) ;


R.Labuhan merak (Resort Labuhan merak).
Gambar 30 Jumlah jenis tumbuhan berdasarkan tingkat pohon dan permudaan.pada tipe
hutan alam.

Berdasarkan tabel 32 dan gambar 30 pada tipe hutan alam jumlah jenis
tumbuhan pada tingkat semai tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak
5 jenis. Pada tingkat tiang jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort bitakol dan
labuhan merak yaitu sebanyak 3 jenis. Pada tingkat pancang jumlah jenis tertinggi
terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 9 jenis. Pada tingkat pohon jumlah
jenis tertinggi terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebanyak 8 jenis. Pada

67
tingkat tumbuhan bawah jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort labuhan merak
yaitu sebanyak 13 jenis. Sedangkan untuk liana jumlah jenis tertinggi terdapat
pada resort labuhan merak yaitu sebanyak 5 jenis.

600

500

400

300 R.Bitakol
R.Watunumpuk
200

100

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk).


Gambar 31 Jumlah jenis tumbuhan berdasarkan tingkat pohon dan permudaan.pada tipe
hutan tanaman.

Dari tabel 32 dan gambar 31 dapat dilihat bahwa pada tipe hutan tanaman
jumlah jenis tumbuhan pada tingkat semai tertinggi terdapat pada resort
watunumpuk yaitu sebanyak 3 jenis. Pada tingkat tiang jumlah jenis tertinggi
terdapat pada resort watunumpuk yautu sebanyak 3 jenis. Pada tingkat pancang
jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 3 jenis. Pada
tingkat pohon jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 3
jenis. Pada tingkat tumbuhan bawah jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort
bitakol yaitu sebanyak 9 jenis. Sedangkan untuk liana jumlah hanya terdapat pada
resort bitakol yaitu sebanyak 1 jenis.
Tipe hutan savanna pada tingkat tumbuhan bawah jumlah jenis tertinggi
terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebanyak 12 jenis. Sedangkan untuk
liana hanya terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 1 jenis. Pada tipe hutan
mangrove terdapat 1 jenis tumbuhan pada resort labuhan merak.
Secara umum jumlah jenis tumbuhan di tiga tipe hutan pada tiap lokasi
pengamatan relative sama besar. Dari tiga lokasi pengamatan resort bitakol

68
memiliki jumlah jenis tumbuhan tertingi sedangkan resort watunumpuk memiliki
jumlah jenis tumbuhan terendah. Rendahnya jumlah jenis yang ditemukan pada
resort watunumpuk disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung.
Lokasi resort watunumpuk dan labuhan merak merupakan daerah yang rawan
terhadap gangguan manusi khususnya akibat aktivitas penggembalaan. Hal
tersebut menyebabkan struktur tanah menjadi lebih padat dan memungkinkan
jenis-jenis tertentu kurang dapat beradaptasi dengan baik oleh karena itu jumlah
jenis yang ditemukan pada daerah tersebut tidak sebanyak di lokasi resort bitakol.
Pada ketiga lokasi pengamatan yaitu Resort Bitakol, Resort Watunumpuk,
dan Resort Labuhan Merak untuk tumbuhan non pohon lebih banyak ditumbuhi
oleh tumbuhan bawah dan pada lokasi Resort Watunumpuk jenis-jenis tumbuhan
non pohon yang ditemukan lebih sedikit dari kedua resort lainnya.

b. Jenis Dominan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi jenis-jenis yang memiliki Indeks Nilai
Penting (INP) terbesar dapat dilihat pada table . Sedangkan INP seluruh jenis
dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 33 rekapitulasi jenis tumbuhan yang mempunyai INP terbesar di tiap lokasi
pengamatan
No Lokasi Tipe hutan Tingkat Nama Jenis INP (%)
pertumbuhan

semai Syzigium aqueum 103.03


pancang Grewia multiflora 43.64
HA tiang Sompor 111.79
pohon Schleichera oleosa 103.2
liana Polygonum hidropiper 76.19
TB Apluda mutica 105.98
Semai Schleichera oleosa 100
Tectona grandis
Pancang Schleichera oleosa 131.43
1 R. B HT Tiang Tectona grandis 300
Pohon Tectona grandis 258.95
Liana Anomianthus aoritus 200
TB Imperata cylindrica 67.96
Savanna Liana Ageratum conyzoides 200
TB Imperata cylindrica 47.33

69
Semai Azadirachta indica 109.15
Pancang Grewia multiflora 136.47
No Lokasi Tipe hutan Tingkat Nama Jenis INP (%)
pertumbuhan
HA Tiang Streblus asper 220.60
Pohon Streblus asper 186.00
TB Citrus spp. 46.25
Semai Azadirachta indica 109.15
Pancang Tectona grandis 200
2 R. W HT Tiang Tectona grandis 228.51
Pohon Tectona grandis 300
TB Citrus spp. 46.25
Savanna TB Themeda spp. 135.14
Semai Grewia excelsa 86.36
Pancang Vitex pubescens 66.67
Lantana camara
Azadirachta indica
HA Tiang Emblica offocinalis 210.01
Pohon Tamarindis indica 105.86
Liana lawai 91.67
3 R.LM TB Echinochloa colana 50.53
HM Pohon Cordia dichotoma 300
Savanna TB Themeda spp 36.42

Berdasarkan table 33 pada Resort Bitakol di tipe hutan alam untuk


tuingkat semai didominasi oleh jenis jambu air (Syzigium aqueum) dengan INP
103.03%, untuk tingkat pancang didominasi oleh kendayungan (Grewia
multiflora) dengan INP 43.64%. untuk tingkat tiang didominasi oleh sompor
dengan INP 11.79%. Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh kesambi
(Schleicera oleosa) dengan INP 103.2%.
Tipe hutan tanaman untuk tuingkat semai didominasi oleh jenis kesambi
(Schleicera oleosa) dan jati (Tectona grandis) dengan INP 100%, untuk tingkat
pancang didominasi oleh kesambi (Schleicera oleosa) dengan INP 131.43%.
untuk tingkat tiang didominasi oleh jati (Tectona grandis) dengan INP 300%. Dan
untuk tingkat pohon didominasi oleh jati (Tectona grandis) dengan INP 258.95%.
Resort Watunumpuk di tipe hutan alam untuk tingkat semai didominasi
oleh jenis mimbo (Azadirachta indica) dengan INP 109.15%, untuk tingkat
pancang didominasi oleh kendayungan (Grewia multiflora) dengan INP 136.47%.
untuk tingkat tiang didominasi oleh serut (Streblus asper) dengan INP 220.6%.

70
Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh serut (Streblus asper) dengan INP
186.02%.
Tipe hutan tanaman untuk tingkat semai didominasi oleh jenis mimbo
(Azadirachta indica) dengan INP 109.15%, untuk tingkat pancang didominasi
oleh jati (Tectona grandis) dengan INP 200%. untuk tingkat tiang didominasi oleh
jati (Tectona grandis) dengan INP 228.51%. Dan untuk tingkat pohon didominasi
oleh jati (Tectona grandis) dengan INP 300%.
Resort Labuhan merak di tipe hutan alam untuk tuingkat semai didominasi
oleh jenis talok (Grewia excelsa) dengan INP 86.36%, untuk tingkat pancang
didominasi oleh laban (Vitex pubescens), lantana (Lantana camara), dan mimbo
(Azadirachta indica) dengan INP 66.67%. Untuk tingkat tiang didominasi oleh
kemloko (Emblica offosinalis) dengan INP 210.01%. Dan untuk tingkat pohon
didominasi oleh asem jawa (Tamarindus indica) dengan INP 105.87%. Pada tipe
hutan mangrove untuk tuingkat pohon didominasi oleh jenis kendal (Cordia
dichotoma) dengan INP 300%,
Resort Bitakol di hutan alam jenis liana didominasi oleh cacabean
(Polygonum hidropiper) dengan INP 76.19% dan jenis tumbuhan bawah rumput
pring-pringan (Apluda mutica) dengan INP 105.98%. Pada hutan tanaman jenis
liana didominasi oleh kalamantang (Anomianthus auritus) dengan INP 200% dan
jenis tumbuhan bawah alang-alang (Imperata cylinrica) dengan INP 67.96%.
Pada lokasi savanna jenis liana didominasi oleh wedusan (Ageratum conyzoides)
dengan INP 200% dan jenis tumbuhan bawah alang-alang (Imperata cylindrica)
dengan INP 47.33%.
Resort Watunumpuk di hutan alam jenis tumbuhan bawah didominasi oleh
jejerukan (Citrus spp.) dengan INP 46.25%. Pada hutan tanaman jenis tumbuhan
bawah didominasi oleh jejerukan (Citrus spp.) dengan INP 46.25%. Pada lokasi
savanna jenis tumbuhan bawah didominasi oleh rumput merakan (Themeda spp.)
dengan INP 135.14%.
Resort Labuhan merak di hutan alam jenis liana didominasi oleh lawai
dengan INP 91.67% dan jenis tumbuhan bawah tuton (Echinochloa colana)
dengan INP 50.53%. Pada lokasi savanna jenis tumbuhan bawah didominasi oleh
rumput merakan (Themeda spp.) dengan INP 36.42%.

71
Dalam sebuah komunitas peranan suatu jenis dapat dilihat dari besarnya
Indeks nilai Penting (INP). Setiap jenis yang memiliki INP tertinggi diantara jenis
yang lainnya maka dapat dikatakan bahwa jenis tersebut dominan. Dikatakan
dominan berarti bahwa jenis tersebut memiliki tingkat kesesuaian terhadap
lingkungan tempat tumbuhnya lebih tinggi dari jenis yang lainnya pada kondisi
lingkungan yang sama.
Selain itu jenis-jenis tersebut memiliki tingkat adaptasi yang tinggi
terhadap lingkungan, artinya jenis tersebut lebih mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan tempat tumbuhnya daripada jenis yang lain. Jenis yang
dominan juga bisa disebabkan oleh keberhasilan jenis tersebut umtuk
memanfaatkan sebagian besar sumberdaya yang ada untuk pertumbuhan hidupnya
dibandingkan dengan jenis yang lain. Jenis-jenis tersebut memiliki peran yang
besar dalam komunitas, hal ini sesuai dengan criteria yang disampaikan sutisna
(1981) diacu dalam Mahali (2008) bahwa suatu jenis dapat dikatakan berperan
jika nilai INP pada tingkat semai dan pancang lebih dari 10%, sedangkan untuk
tingkat tiang dan pohon lebih dari 15%.
Suatu jenis dikatakan dominan tidak hanya memiliki jumlah yang banyak
dan tersebar merata, tetapi juga memiliki diameter yang besar sehingga penetapan
suatu jenis yang dominan dengan berdasarkan suatu indeks yang merupakan
gabungan dari tiga nilai yaitu nilai kerapatan, nilai frekuensi dan nilai dominansi
adalah sangat tepat.

c. Kerapatan Tumbuhan
Menurut Fachrul (2008), kerapatan merupakan jumlah individu spesies per
luas petak contoh, jika jumlah suatu spesies tumbuhan besar dalam satu petak itu
artinya, spesies tersebut memiliki nilai kerapatan yang tinggi dalam petak
tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan mengenai kerapatan telah didapatkan
beberapa spesies tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan yang tertinggi untuk
semua tingkat pertumbuhan, disajikan dalam tabel 34.

72
Tabel 34 Kerapatan total spesies tumbuhan untuk semua tingkat pertumbuhan di tiap
lokasi pengamatan
No Lokasi Tingkat pertumbuhan
semai pancang tiang pohon Liana TB
HA 16500 2640 100 375 112000 32500
1 R.bitakol HT 4000 175 475 150 500 278000
Svn - - - - 14500 806000
HA 17000 425 140 275 - 43500
2 R.wtnmpk HT 17000 1120 160 - 43500
Svn - - - - - 53425
HA 5500 240 160 75 13500 50000
3 R.lab. merak HM - - - 50 - -
Svn - - - - - 120500

Berdasarkan tabel 4, untuk kerapatan total tertinggi untuk tingkat semai


pada hutan alam terdapat pada resort Watunumpuk yaitu 17000 N/ha. Untuk
tingkat pancang kerapatan total tertinggi terdapat pada resort Bitakol yaitu 2640
N/ha. Untuk tingkat tiang kerapatan total tertinggi terdapat pada resort Labuhan
Merak yaitu 160 N/ha. Dan pada tingkat pohon kerapatan total tertinggi terdapat
pada resort Bitakol yaitu 375 N/ha. Untuk tumbuhan non pohon kerapatan
tertinggi terdapat pada resort Bitakol dimiliki oleh tingkat liana yaitu 112000
N/ha dan kerapatan terendah terdapat pada resort Watunumpuk dimiliki oleh
tingkat liana yaitu 0 N/ha. pada tipe hutan tanaman kerapatan total tertinggi untuk
tingkat semai terdapat pada resort Watunumpuk yaitu 17000 N/ha. Untuk tingkat
pancang kerapatan total tertinggi terdapat pada resort Watunumpuk yaitu 1120
N/ha. Untuk tingkat tiang kerapatan total tertinggi terdapat pada resort Bitakol
yaitu 475 N/ha. Dan pada tingkat pohon kerapatan total tertinggi terdapat pada
resort Bitakol yaitu 150 N/ha. Untuk tumbuhan non pohon kerapatan tertinggi
terdapat pada resort Bitakol dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah yaitu 278000
N/ha dan kerapatan terendah terdapat pada resort Watunumpuk dimiliki oleh
tingkat liana yaitu 0 N/ha. pada tipe hutan savanna kerapatan total tertinggi untuk
tumbuhan non pohon kerapatan tertinggi terdapat pada resort Bitakol dimiliki oleh
tingkat tumbuhan bawah yaitu 806000 N/ha dan kerapatan terendah terdapat pada
resort Watunumpuk dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah yaitu 53425 N/ha.

73
d. Indeks Dominansi
Besarnya indeks dominansi pada keseluruhan lokasi pengamatan pada
berbagai tingkat pertumbuhan disajikan secara lengkap pada table 35.

Table 35 Rekapitulasi nilai ideks dominansi C pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiap
lokasi pengamatan
No Lokasi Tingkat pertumbuhan
semai pancang tiang pohon Liana TB
HA 0.33 0.15 0.34 0.26 0.27 0.33
1 R.bitakol HT 0.5 0.49 1 0.75 1 0.19
Svn - - - - 1 0.25
HA 0.42 0.57 0.61 0.46 - 0.19
2 R.wtnmpk HT 0.42 1 0.61 1 - 0.19
Svn - - - - - 0.49
HA 0.30 0.33 0.53 0.20 5.29 0.12
3 R.lab. merak HM - - - 1 - -
Svn - - - - - 0.13
Keterangan: R.bitakol (Resort Bitakol) ; R.wtnmpk (Resort Watunumpuk) ; R.lab.
merak (Resort Labuhan merak) ; HA (Hutan Alam) ; HT (Hutan
Tanaman) ; Svn (Savanna) ; HM (Hutan Mangrove) ; S (Semai) ; Pc
(Pancang) ; T (Tiang) ; Ph (Pohon) ; TB (Tumbuhan Bawah) ; L (Liana).

Berdasarkan table 35 dapat diketahui bahwa secara umum tidak ada


pemusatan jenis tertentu, baik di resort bitakol, resort watunumpuk, maupun resort
labuhan merak di tipe hutan alam. Pada tipe hutan alam Nilai indeks dominansi
terendah terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebesar 0.12 pada tingkat
tumbuhan bawah. Dan tertinggi terdapat pada resort watunumpuk pada tingkat
tiang dengan nilai indeks dominansi 0.61. Pada tipe hutan tanaman nilai indeks
dominansi terendah terdapat pada resort bitakol dan watunumpuk yaitu sebesar
0.19 Dan tertinggi terdapat pada resort bitakol dan watunumpuk yaiu pada tingkat
tiang,pancang,pohon dan liana dengan nilai indeks dominansi 1 Pada tipe hutan
savanna Nilai indeks dominansi terendah terdapat pada resort labuhan merak.yaitu
sebesar 0.13 Dan tertinggi terdapat pada resort bitakol yaiu pada tingkat liana
dengan nilai indeks dominansi 1.
Pada tingkat semai di tipe hutan alam nilai indeks dominansi terbesar
terdapat pada resort watunumpuk dan terendah pada resort labuhan merrak di tipe

74
hutan tanaman nilai indeks dominansi terbesar terdapat pada resort bitakol dan
terendah pada resort watunumpuk .pada tingkat pancang di tipe hutan alam nilai
indeks dominansi terbesar terdapat pada resort watunumpuk dan terendah pada
resort bitakol di tipe hutan tanaman nilai indeks dominansi terbesar terdapat pada
resort watunumpuk dan terendah pada resort bitakol. Pada tingkat tiang di tipe
hutan alam nilai indeks dominansi terbesar terdapat pada resort watunumpuk dan
terendah pada resort bitakol di tipe hutan tanaman nilai indeks dominansi terbesar
terdapat pada resort bitakol dan terendah pada resort watunumpuk. Pada tingkat
pohon di tipe hutan alam nilai indeks dominansi terbesar terdapat pada resort
watunumpuk dan terendah pada resort labuhan merak di tipe hutan tanaman nilai
indeks dominansi terbesar terdapat pada resort watunumpuk dan labuhan merak
dan terendah pada resort bitakol. Pada tingkat tumbuhan bawah di tipe hutan alam
nilai indeks dominansi terbesar terdapat pada resort bitakol dan terendah pada
resort labuhan merak di tipe hutan tanaman nilai indeks dominansi sama besar
pada setiap resort. Sedangkan pada tingkat liana di tipe hutan alam nilai indeks
dominansi terbesar terdapat pada resort labuhan merak dan terendah pada resort
bitakol.
e. Indeks keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, indeks keanekaragaman jenis (H’),
indeks kekayaan jenis margallef (R), dan indeks kemerataan jenis (E) pada
berbagai tingkat pertumbuhan di tiga lokasi pengamatan secara lengkap disajikan
pada table 36.

Table 36 Rekapitulasi nilai indeks keanekaragaman jenis (H’), indeks kekayaan jenis
margallef (R), dan indeks kemerataan jenis (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan di tiga
lokasi pengamatan
kriteria Lokasi Tingkat pertumbuhan
semai pancang tiang pohon Liana TB
HA 0.99 1.85 1.06 1.28 1.28 1.13
R.Bit HT 0.70 0.8 0 0.28 0 1.52
Svn - - - - 0 1.37
HA 0.81 0.54 0.60 0.76 - 1.58
H’ R.Wn HT 0.81 0 0.73 0 - 1.58
Svn - - - - - 3.76
HA 1.27 1.02 0.73 1.9 1.12 2.07

75
R.LM HM - - - 0 - -
Svn - - - - - 1.83
HA 1.14 2.79 1.25 1.48 0.55 1.19
kriteria Lokasi Tingkat pertumbuhan
semai pancang tiang pohon liana TB
pohon R.Bit HT 0.48 1.03 0 0.59 0 1.27
Svn - - - - 0 0.81
HA 0.57 0.35 0.51 0.83 - 1.12
R R.Wn HT 0.57 0 0.96 0 - 1.12
Svn - - - - - 0.39
HA 1.25 1.82 0.96 2.59 1.21 2.60
R.LM HM - - - 0 - -
Svn - - - - - 2.01
HA 0.61 0.84 0.96 0.79 0.92 0.63
R.Bit HT 1.01 0.73 0 0.25 0 0.69
Svn - - - - 0 0.70
HA 0.74 0.78 0.86 0.69 - 0.88
E R.Wn HT 0.73 0 0.66 0 - 0.88
Svn - - - - - 2.71
HA 0.92 0.93 0.66 0.91 0.69 1.05
R.LM HM - - - 0 - -
Svn - - - - - 0.74
Keterangan: R.B (Resort Bitakol) ; R.W (Resort Watunumpuk) ; R.LM (Resort
Labuhan merak) ; HA (Hutan Alam) ; HT (Hutan Tanaman) ; Svn
(Savanna) ; HM (Hutan Mangrove) ; S (Semai) ; Pc (Pancang) ; T
(Tiang) ; Ph (Pohon) ; TB (Tumbuhan Bawah) ; L (Liana).

2.5

1.5
R.Bitakol
R.Watunumpuk
1 R.Labuhan merak

0.5

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

76
Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk) ;
R.Labuhan merak (Resort Labuhan merak).
Gambar 32 Indeks keanekaragaman jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada
masing-masing lokasi pengamatan di tipe hutan alam.
Berdasarkan table 36 dan gambar 32, dapat dilihat bahwa pada tipe hutan
alam nilai H’ tertinggi terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebesar 2.79
sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort bitakol yaitu 0.54. Pada tingkat
semai nilai H’ tertinggi terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebesar 1.27
sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0.81. Pada
tingkat pancang nilai H’ tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebesar 1.85
sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0.54. Pada
tingkat tiang nilai H’ tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebesar 1.06,
sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0.6. Pada
tingkat pohon nilai H’ tertinggi terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebesar
1.9, sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0.76.
Pada tingkat liana nilai H’ tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebesar 1.28,
sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0. Pada
tingkat tumbuhan bawah nilai H’ tertinggi terdapat pada resort labuhan merak
yaitu sebesar 1.9, sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort watunumpuk
yaitu 0.76.

1.6

1.4

1.2

0.8 R.Bitakol
R.Watunumpuk
0.6

0.4

0.2

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk).

77
Gambar 33 Indeks keanekaragaman jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada
masing-masing lokasi pengamatan di tipe hutan tanaman.

Berdasarkan table 36 dan gambar 33, pada tipe hutan tanaman nilai H’
tertinggi terdapat pada resort watunumpuk yaity sebesar 1.58, sedangkan nilai H’
terendah terdapat pada resort bitakol yaitu 1.52. Pada tingkat semai nilai H’
tertinggi terdapat pada resort watunumpuk yaitu sebesar 0.81, sedangkan nilai H’
terendah terdapat pada resort bitakol yaitu 0.70. Pada tingkat pancang nilai H’
tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebesar 0.8, sedangkan nilai H’
terendah terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0. Pada tingkat tiang nilai H’
tertinggi terdapat pada resort watunumpuk yaitu sebesar 0.73, sedangkan nilai H’
terendah terdapat pada resort bitakol yaitu 0. Pada tingkat pohon nilai H’ tertinggi
terdapat pada resort bitakol yaitu sebesar 0.28, sedangkan nilai H’ terendah
terdapat pada resort watunumpuk yaitu 0. Pada tingkat tumbuhan bawah nilai H’
tertinggi terdapat pada resort watunumpuk yaitu sebesar 1.58, sedangkan nilai H’
terendah terdapat pada resort bitakol yaitu 1.52. Pada tipe hutan savanna pada
tingkat tumbuhan bawah nilai H’ tertinggi terdapat pada resort watunumpuk yaitu
sebesar 3.76, sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada resort bilakol yaitu 1.37.
Dari table 36 dapat dilihat bahwa keseluruhan tingkat pertumbuhan pada
masing-masing lokasi pengamatan memiliki indeks kekayaan yang tergolong
rendah. Pada resort bitakol di tipe hutan alam indeks kerkayaan jenis yang
dimiliki berkisar antara 0.50 sampai dengan 2.80. Di tipe hutan tanaman indeks
kekayaan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai dengan 1.05. Di tipe hutan
savanna indeks kekayaan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai dengan
0.81. Pada resort watunumpuk di tipe hutan alam indeks kerkayaan jenis yang
dimiliki berkisar antara 0.30 sampai dengan 1.15. Di tipe hutan tanaman indeks
kekayaan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai dengan 1.15. Di tipe hutan
savanna indeks kekayaan jenis yang dimiliki yaitu sebesar 0.39. Pada resort
labuhan merak di tipe hutan alam indeks kerkayaan jenis yang dimiliki berkisar
antara 0.90 sampai dengan 2.61. Di tipe hutan mangrove indeks kerkayaan jenis
yang dimiliki sebesar 0, dan di tipe hutan savanna indeks kerkayaan jenis yang
dimiliki yaitu sebesar 2.61.

78
3

2.5

1.5 R.Bitakol
R.Watunumpuk
R.Labuhan merak
1

0.5

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk) ;


R.Labuhan merak (Resort Labuhan merak).
Gambar 34 Indeks kekayaan jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada masing-
masing lokasi pengamatan di tipe hutan alam.

Pada tipe hutan alam untuk tingkat pohon nilai R terbesar terdapat pada
resort bitakol dimiliki oleh tingkat pancang dengan nilai indeks kekayaan jenis
sebesar 2.79 dan terendah terdapat pada resort watunumpuk dimiliki oleh tingkat
pancang dengan nilai R sebesar 0.35. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon, nilai
indeks kekayaan jenis terbesar terdapat pada resort labuhan merak dimiliki oleh
tingkat tumbuhan bawah dengan nilai indeks kekayaan jenis sebesar 2.60 dan
terendah terdapat pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat liana dengan nilai R
sebesar 0.55.
1.4

1.2

0.8
R.Bitakol
0.6 R.Watunumpuk

0.4

0.2

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk).


Gambar 35 Indeks kekayaan jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada masing-
masing lokasi pengamatan di tipe hutan tanaman.

79
Pada tipe hutan tanaman untuk tingkat pohon nilai R terbesar terdapat
pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat pancang dengan nilai indeks kekayaan
jenis sebesar 1.03 dan terendah terdapat pada resort bitakol dan watunumpuk
dimiliki oleh tingkat pancang,tiang dan pohon dengan nilai R sebesar 0.
Sedangkan untuk tumbuhan non pohon, nilai indeks kekayaan jenis terbesar
terdapat pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah dengan nilai
indeks kekayaan jenis sebesar 1.27 dan terendah terdapat pada resort bitakol
dimiliki oleh tingkat lianadengan nilai R sebesar 0 kecenderungan ini dapat dilihat
pada gambar 6.
Dari tabel 36 dapat dijelaskan bahwa untuk tingkat pohon dan
permudaannya pada resort bitakol memiliki nilai indeks kekayaan jenis yang
relative lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat non pohon pada tiap lokasi
pengamatan. Sedangkan untuk tumbuhan non pohon memiliki nilai indeks
kekayaan jenis yang relative lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan pohon dan permudaannya pada tiap lokasi pengamatan. Hal ini
sesuai dengan criteria Magurran (1988) besaran R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan
jenis tergolong rendah, R1 = 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong
sedang dan R1 > 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi.
Pada lokasi resort bitakol di tipe hutan alam indeks kemerataan jenis yang
dimiliki berkisar antara 0.60 sampai dengan 1. Di tipe hutan tanaman indeks
kemerataan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai dengan 1.05. Di tipe
hutan savanna indeks kemerataan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai
dengan 0.70. Pada resort watunumpuk di tipe hutan alam indeks kemerataan jenis
yang dimiliki berkisar antara 0.60 sampai dengan 0.90. Di tipe hutan tanaman
indeks kemerataan jenis yang dimiliki berkisar antara 0 sampai dengan 0.90. Di
tipe hutan savanna indeks kemerataan jenis yang dimiliki yaitu sebesar 2.71. Pada
resort labuhan merak di tipe hutan alam indeks kemerataan jenis yang dimiliki
berkisar antara 0.60 sampai dengan 1.1. Di tipe hutan mangrove indeks
kemerataan jenis yang dimiliki yaitu sebesar 0. Di tipe hutan savanna indeks
kemerataan jenis yang dimiliki yaitu sebesar 0.74.

80
1.2

0.8

0.6 R.Bitakol
R.Watunumpuk
R.Labuhan merak
0.4

0.2

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk) ;


R.Labuhan merak (Resort Labuhan merak).
Gambar 36 Indeks kemerataan jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada masing-
masing lokasi pengamatan di tipe hutan alam.

Berdasarkan table 36 dan gambar 36 dapat dilihat bahwa pada tipe hutan
alam nilai indeks kemerataan jenis (E) tertinggi untuk tingkat semai terdapat pada
resort labuhan merak dengan nilai E sebesar 0.92, sedangkan terendah terdapat
pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 0.61. Untuk tingkat pancang terdapat
pada resort labuhan merak dengan nilai E sebesar 0.93, sedangkan terendah
terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0.78. Untuk tingkat tiang
terdapat pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 0.96, sedangkan terendah
terdapat pada resort labuhan merak dengan nilai E sebesar 0.66. Untuk tingkat
pohon terdapat pada resort labuhan merak dengan nilai E sebesar 0.91, sedangkan
terendah terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0.69.
Sedangkan untuk tumbuhan non pohon, nilai E tertinggi terdapat pada resort
labuhan merak dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah dengan nilai E sebesar 1.05
dan terendah terdapat pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah
dengan nilai E sebesar 0.63

81
1.2

0.8

0.6 R.Bitakol
R.Watunumpuk
0.4

0.2

0
Semai Pancang Tiang Pohon Liana Tumbuhan
bawah

Keterangan: R.Bitakol (Resort Bitakol) ; R.Watunumpuk (Resort Watunumpuk).


Gambar 37 Indeks kemerataan jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan pada masing-
masing lokasi pengamatandi tipe hutan tanaman.

Pada tipe hutan tanaman nilai indeks kemerataan jenis (E) tertinggi untuk
tingkat semai terdapat pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 1.01, sedangkan
terendah terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0.73. Untuk
tingkat pancang terdapat pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 0.73,
sedangkan terendah terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0.
Untuk tingkat tiang terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0.66,
sedangkan terendah terdapat pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 0. Untuk
tingkat pohon terdapat pada resort bitakol dengan nilai E sebesar 0.25, sedangkan
terendah terdapat pada resort watunumpuk dengan nilai E sebesar 0. Sedangkan
untuk tumbuhan non pohon, nilai E tertinggi terdapat pada resort watunumpuk
dimiliki oleh tingkat tumbuhan bawah dengan nilai E sebesar 0.88 dan terendah
terdapat pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat liana dengan nilai E sebesar 0.
Pada tipe hutan savanna nilai indeks kemerataan jenis (E) tertinggi untuk
tumbuhan non pohon, nilai E tertinggi terdapat pada resort watunumpuk dimiliki
oleh tingkat tumbuhan bawah dengan nilai E sebesar 2.71 dan terendah terdapat
pada resort bitakol dimiliki oleh tingkat liana dengan nilai E sebesar 0
kecenderungan ini dapat dilihat pada table 7.
Menurut Magurran (1988), nilai indeks keanekaragaman (H’) pada
umumnya berada pada kisaran 1,0 sampai 3,5. Pernyataan tersebut juga didukung
oleh Soerianegara (1966) yang menyebutkan bahwa keanekaragaman jenis di

82
suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis tetapi juga oleh
banyaknya individu dari setiap jenis. Untuk Indonesia, dari hasil penelitian pada
berbagai tipe hutan dapat dikatakan bahwa nilai indels keanekaragaman pada
angka 3,5 ke atas dapat dikatakan tinggi bahkan pada berbagai kasus disebutkan
nilainya bisa mencapai 4,5 (Kent & Coker 1992 diacu dalam Mahali 2008).
Berdasarkan kriteria Magurran (1988), hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada lokasi pengamatan resort bitakol memiliki tingkat keanekaragaman
jenis yang rendah karena nilai indeks keanekaragaman (H’) < 2. Hal ini
menunjukkan jenis-jenis yang tumbuh pada lokasi tersebut kurang beragam, tidak
merata, dan jumlahnya sedikit. Rendahnya keanekaragaman tumbuhan pada
kawasan ini salah satunya dipengaruhi oleh tipe hutan khususnya hutan alam yaitu
hutan alam primer yang belum mengalami suksesi. Berbeda dengan hutan alam
pada resort labuhan merak yang merupakan hutan alam sekunder yang telah
mengalami suksesi sehingga memungkinkan terjadinya pertambahan jenis-jenis
baru di lokasi tersebut.
Pada lokasi pengamatan resort watunumpuk tingkat keanekaragaman jenis
berada pada kisaran rendah sampai tinggi yaitu (H’) < 2 pada tingkat pertumbuhan
pohon dan permudaan dan (H’) > 3 pada tingkat non pohon.. hal ini menunjukkan
jenis-jenis yang tumbuh pada lokasi tersebut kurang beragam, tidak merata, dan
jumlahnya sedikit. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan non pohon pada lokasi
tersebut beragam, tersebar merata namun tidak melimpah jumlahnya. Hal ini
ditandai dengan nilai indeks R yang rendah dan nilai indeks E yang besar.
Rendahnya keanekaragaman tumbuhan pada tingkat pohon dan permudaan
di kawasan ini salah satunya dipengaruhi oleh tipe hutan khususnya hutan alam
yaitu hutan alam primer yang belum mengalami suksesi. Sedangkan tingkat
keanekaragaman tumbuhan non pohon pada tipe hutan savanna di kawasan ini
tergolong tinggi. Tingginya keanekaragaman jenis tumbuhan dapat diakibatkan
oleh berbagai hal antara lain jenis tanah, iklim, topografi dan ketinggian tempat
serta status kawasan sebagai kawasan lindung (Mahali 2008).
Secara umum tingkat keanekaragaman tumbuhan pada resort bitakol lebih
rendah daripada resort watunumpuk dan resort labuhan merak. Factor-faktor yang
mungkin mempengaruhinya diantaranya topografi, jenis tanah, kondisi tegakan

83
dan jumlah petak contoh yang dibuat. Topografi pada resort bitakol relative datar
sehingga jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut tidak terlalu
beragam sebab kondisi lingkungannya pun seragam, sedangkan topografi pada
resort watunumpuk dan labuhan merak cenderung lebih curam. Hal ini akan
menyebabkan tumbuhnya jenis-jenis tumbuhan yang lebh beragam. Selain fktor-
faktor tersebut, jumlah petak contoh atau luas petak contoh juga sangat
mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman. Semakin besar luas petak contoh
yang dibuat maka semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan dan semakin
besar pula nilai indeks H’ yang diperoleh.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhtar dan
Subiandono (1994) yang berjudul Keanekaragaman Hayati di Hutan Tanaman
Industri Provinsi Dati I Jambi diperoleh indeks keanekaragaman jenis pada
kawasan lindung untuk tingkat pohon dan permudaan berkisar antara 2,86-4,58
dan untuk tuumbuhan non pohon 0,84. Dari data tesebut dapat diketahui bahwa
tingkat keanekaragaman jenis pada kawasan Seksi Pengelolaan Taman Nasional II
Wilayah Karangtekok masih jauh lebih rendah yang disebabkan oleh factor-faktor
yang mempengaruhinya seperti pada uraian sebelumnya.

4.2.6 Jasa Lingkungan dan Ekowisata


a. Sumber Air
Air bagi satwaliar merupakan salah satu faktor habitat utama. Satwaliar
memerlukan air untuk berbagai proses dan aktivitas. Diantara proses-proses
tersebut adalah pencernaan makanan, metabolisme, mengangkut bahan-bahan
sisa, dan pendinginan dalam proses evaporasi (penguapan). Selain itu, satwaliar
juga memerlukan air diantaranya untuk berendam dan mandi. Ketersediaan air
pada suatu habitat secara langsung dipengaruhi oleh iklim lokal. Hal ini
berhubungan dengan kualitas dan luantitas air yang tersedia, juga fluktuasi
ketersediaannya (Hernowo & Kurnia 2011). Sedemikian pentingnya peranan air
bagi kehidupan satwaliar, maka dalam melakukan pengelolaan satwaliar sangat
dibutuhkan pengelolaan air yang baik pula.
Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Karangtekok merupakan
bagian dari TN Baluran yang wilayahnya cukup luas dengan satu jenis sumber air,

84
yaitu sumber air alami yang berasal dari sungai sepanjang tahun dan cekungan
yang terisi air jika musim hujan (curah). Salah satu sumber air terbesar di SPTN II
Karangtekok adalah berasal dari Sungai Kacip, Sungai Klokoran, dan Sungai
Bajulmati, dimana ketiga sungai tersebut membentuk anak-anak sungai yang lebih
kecil yang melewati setiap resort di SPTN II Karangtekok. Sungai Kacip mengalir
dari kawah Gunung Baluran ke arah Resort Labuhan Merak, sedangkan Sungai
Bajulmati mengalir di Resort Bitakol, dan anak Sungai Klokoran yaitu Sungai
Gatel mengalir di Resort Watu Numpuk. Ketiga sungai tersebut menjadi sumber
air utama dalam pemenuhan kebutuhan air satwaliar.Selain ketiga sungai tersebut
terdapat kubangan-kubangan kecil maupun besar yang akan terisi airnya pada
musim penghujan. Kubangan tersebut dapat disebut dengan curah atau tadah
hujan. Curah terbesar yang sering digunakan oleh satwaliar di SPTN II
Karangtekok antara lain Curah Panggang yang terletak di Resort Bitakol dan
Curah Widuri yang terletak di Resort Labuhan Merak. Selain itu, ada curah-curah
kecil lainnya yang juga sering dimanfaatkan oleh satwaliar untuk minum.
Pada musim kemarau, ketersediaan air di SPTN II Karangtekok sangat
sedikit. Hanya sungai-sungai besar saja yang masih mengalir dengan kuantitas
yang terbatas. Hal ini kemungkinan dikarenakan air hujan tidak mampu masuk ke
dalam tanah disebabkan tekstur tanah hitam yang liat. Sungai-sungai yang
mengalir pun tidak cukup memenuhi kebutuhan satwaliar, sehingga banyak
satwaliar yang migrasi ke daerah Bekol karena ketersediaan air yang lebih
melimpah.Kondisi sungai yang terdapat di SPTN II Karangktekok pada umumnya
bersih, dapat dimanfaatkan sepanjang tahun, dan mengalir sepanjang tahun
walaupun kualitas dan kuantitasnya berubah-ubah. Berikut hasil pengamatan
karakteristik sumber air pada dua sungai yang sering dimanfaatkan satwaliar,
yaitu Sungai Bajulmati dan Sungai Gatel (Tabel 37).

85
Tabel 37 Karakteristik Sungai Bajulmati
Lokasi Kedalaman Lebar Kec. Arus Debit
(m) (m/s) (m3/s)
X1 X2 X3

Blok Panjaitan 3 30 3 9 0,59 10,62

Blok Panggang 14 48 5 8,8 0,62 10,9

Pada Sungai Bajulmati terdapat dua blok yang berhasil diukur yaitu Blok
Panjaitan dan Blok Panggang. Blok Panjaitan memiliki kecepatan arus sebesar
0,59 m/s dengan debit 10,62 m3/s, hal ini berarti bahwa air mengalir menempuh
jarak 0,59 meter setiap satu satuan waktu dengan volume air yang mampu
dihasilkan sebesar 10,62 m3setiap satu satuan waktu. Pada Blok Panggang
didapatkan hasil kecepatan arus yaitu sebesar 0,62 m/s dengan debit air sebesar
10,9 m3/s. Hal ini berarti bahwa pada Blok Panggang air mengalir menempuh
jarak sepanjang 0,62 meter setiap satu satuan waktu dengan volume yang mampu
dihasilkan sebesar 10,9 m3 setiap satu satuan waktu. Sesuai hasil pengamatan yang
diperoleh, dapat dilihat bahwa pada Blok Panggang debit air yang mampu
dihasilkan lebih besar daripada Blok Panjaitan, hal ini kemungkinan dikarenakan
Blok Panjaitan lebih dekat dengan sumber air dan kondisi medan yang lebih
curam dibandingkan dengan Blok Panjaitan. Apabila diambil rata-rata debit air
dari kedua blok tersebut, maka didapatkan hasil bahwa Sungai Bajulmati memiliki
debit air sebesar 10,76 m3/s. Dengan lebar sungai 8-9 meter, sungai Bajulmati
dapat dikatakan memiliki debit yang tinggi dan volume yang besar yaitu 10,76 m 3
setiap satu satuan waktu.

86
Gambar 38 Kondisi Sungai Bajulmati.

Kondisi air di Sungai Bajulmati secara umum baik, memiliki warna air
coklat muda pada musim hujan, dan bila musim kemarau airnya jernih. Hal ini
kemungkinan dikarenakan dengan masih banyaknya pohon di sepanjang daerah
aliran sungai (DAS), sehingga menjaga kualitas air tetap baik. Tidak ditemukan
sampah di sepanjang sungai tersebut, namun terlihat beberapa warga
memanfaatkan air sungai tersebut untuk melakukan kegiatan rumah tangga.
Pemanfaatan sumber air Sungai Bajulmati kemungkinan lebih digunakan untuk
minum satwaliar atau dapat dikatakan sebagai feeding ground dan mengasuh
anak-anak mereka. Sungai Bajulmati juga merupakan habitat kupu-kupu dari
berbagai macam spesies. Sungai ini mengalir sepanjang tahun walaupun dengan
debit yang lebih kecil, dimanfaatkan satwa untuk minum, khususnya seperti
Banteng (Bos javanicus), Kijang (Mutiacus muntjak) , Reptil dan Burung. Pada
musim kemarau sungai ini selalu menjadi tujuan satwa, karena banyak curah dan
genangan air yang mengering di TN.Baluran. Dengan melihat kondisi di lapang
dan data yang berhasil diperoleh, maka Sungai Bajulmati dapat dikatakan
memadai sebagai sumber air untuk memenuhi seluruh aspek kebutuhan satwaliar.

Tabel 38 Karakteristik Sungai Gatel


Lokasi Kedalaman Lebar Kec. Arus Debit
(m) (m/s) (m3/s)
X1 X2 X3

Blok Gatel 10 18 20 3,5 0,5 3,5

87
Sungai Gatel merupakan anak dari Sungai Klokoran yang mengalir di
batas barat TN Baluan. Sungai Gatel juga merupakan sungai yang mengalir
sepanjang tahun dan sering dimanfaatkan satwaliar untuk minumkhususnya
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang habitatnya di hutan alam
sekunder tersebut. Lokasi Sungai Gatel lebih terbuka daripada Sungai Bajulmati,
masih banyak terdapat pepohonan namun tidak serapat dengan di Sungai
Bajulmati. Sungai ini juga sering dimanfaatkan warga sekitar untuk irigasi sawah,
karena lokasi sungai ini melewati persawahan warga yang berbatasan dengan
hutan alam sekunder di Blok Gatel. Kondisi Sungai Gatel secara umum bersih,
memiliki warna air coklat tua, dan pada musim kemarau debitnya sangat kecil
dibanding Sungai Bajulmati. Masih terdapat sedikit sampah di pinggir sungai, hal
ini kemungkinan dikarenakan banyak aktivitas warga di sekitar sungai ini,
sehingga mereka cenderung membuang sampah di tempat yang terdekat yaitu
sungai. Di Sungai Gatel juga merupakan habitat bagi berbagai spesies
herpetofauna dan tidak terlalubanyak ditemukan kupu-kupu di sekitar sungai ini.

Gambar 39 Kondisi Sungai Gatel.

Sesuai hasil penghitungan data yang telah diambil, maka didapatkan


kecepatan arus Sungai Gatel sebesar 0,5 m/s dengan debit air sebanyak 3,5 m 3/s.
hal ini dapat diartikan bahwa dalam waktu satu detik air Sungai Gatel mengalir
sepanjang 0,5 meter dengan volume yang dihasilkan sebesar 3,5 m3. Dengan lebar
sungai yang mencapai 3,5 meter, maka Sungai Gatel memiliki debit air yang
sedang. Debit sungai dengan nilai tersebut akan lebih kecil lagi bila musim

88
kemarau datang, dan kemungkinan untuk kering juga dapat terjadi karena air
sungai juga digunakan untuk irigasi sawah warga. Melihat kondisi di lapang dan
penghitungan yang dilakukan, maka Sungai Gatel kurang memadai sebagai
sumber air di habitat satwaliar.

b. Tumbuhan Bermanfaat
Tumbuhan bermanfaat merupakan tumbuhan di dalam hutan yang
memiliki nilai manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. Penggunaan tumbuhan ini
lebih sering dikenal dengan sebutan etnobotani. Etnobotani adalah sebuah
kegiatan pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan sebagai salah satu penunjang
kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas (Kuntorini 2005). Etnobotani,
sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan bernama
Dr. J.W Harshberger pada 1595. Ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu: (1) Pemanfaatan tumbuhan untuk tanaman pangan
(pangan) (2) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan) (3)
Pemanfaatan tumbuhan untuk obat-obatan (4) Pemanfaatan tumbuhan untuk
upacara adat (5) Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga.
Ilmu etnobotani yang berkisar pada pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk
kemaslahatan orang di sekitarnya, pada aplikasinya mampu meningkatkan daya
hidup manusia. Studi lanjutan dapat berfokus pada penggunaan spesifik
(pangan/makanan, ekonomi, banyak manfaat, pakan ternak, buah-buahan, obat-
obatan, kayu bakar, dll). Atau bisa juga dengan mencoba mengumpulkan
sejumlah informasi di lain musim. Atau memilih tumbuhan spesifik, contohnya
cara perkembangbiakan beberapa jenis tumbuhan liar untuk dibudidayakan. Ada
berbagai hasil dari studi etnobotani yang dilakukan. Diskusi bersama masyarakat
tentang tanaman lokal bisa memunculkan kembali nilai-nilai lama yang pernah
didapatkan dari tanaman-tanaman tersebut, selanjutnya peserta bisa
menyampaikan gagasan-gagasan lain tentang manfaat tanaman tertentu
berdasarkan kearifan lokal. Berapa dari kita yang pernah tahu, kalau daun
sambung nyawa yang biasa dikonsumsi sebagai lalapan, ternyata punya khasiat
sebagai pencegah hipertensi. Itu baru satu contoh. Lalu bagaimana dengan daun

89
sirih, yang berfungsi sebagai bungkus kudapan menyirih nenek-nenek kita,
ternyata juga menyimpan potensi untuk menyembuhkan rabun mata.
Taman Nasional Baluran khususnya di SPTN II Karangtekok memiliki
berbagai macam tumbuhan bermanfaat tidak hanya sebagai obat, namun juga
bahan bangunan dan bahan pangan. Potensi tumbuhan bermanfaat tersebut kurang
digali oleh masyarakat sekitar maupun oleh petugas lapang. Hal tersebut beralasan
bahwa bila manfaat dari tumbuhan tersebut diketahui oleh warga, maka
kelestarian tumbuhan tersebut akan terancam. Keberadaan tumbuhan bermanfaat
di hutan kurang diketahui oleh masyarakat sekitar, sehingga hal ini
mengakibatkan tidak adanya etnobotani di masyarakat lokal TN Baluran. Hal ini
kemungkinan dikarenakan masih tertutupnya fungsi hutan terhadap masyarakat,
sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan pengambilan secara illegal.
Kurangnya sosialisasi dari petugas kepada masyarakat mengenai etnobotani juga
dapat menjadi kemungkinan tidak adanya penggunaan tumbuhan bermanfaat oleh
masyarakat lokal.
Jenis tumbuhan yang kadang digunakan oleh masyarakat sebagian besar
adalah sonokeling yang digunakan untuk membuat tiang penyangga rumah.
Sedangkan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak memiliki khasiat adalah
mimba (Azadiratchta indicus) yang berasal dari famili Meliaceae. Mimba
memiliki khasiat antara lain menyembuhkan penyakit kulit, anti iklamasi, demam,
anti bakteri, anti diabetes, penyakit kardiovaskular dan insektisida. Bagian yang
dapat digunakan adalah daun dan batang pohonnya. Kemudian ada jenis iles atau
miana (Coleus scutellarioides L. ex Benth) yang berasal dari famili Lamiaceae.
Iles memiliki kegunaan untuk mengobati wasir, terlambat haid, keputihan, dan
demam nifas dengan bagian yang dapat digunakan adalah daun dan batangnya.
Negara Indonesia pelayanan kesehatan modern telah berkembang dan
jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi.
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2001, 57,7%
penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri tanpa bantuan medis, 31,7%
diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional, dan 9,8% memilih cara
pengobatan tradisional lainnya (Santhyami, -). Selain itu, berdasarkan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) juga tentang penggunaan pengobatan

90
tradisional meningkat dari tahun ke tahun (digunakan oleh 40% penduduk
Indonesia) (Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2010).

c. Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus.
Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai
lawan dari wisata massal. Sebenarnya yang lebih membedakan dari wisata massal
adalah karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada
kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal (Damanik & Weber 2006).
Kebutuhan perencanaan ekowisata tidak dapat lepas dari peran serta pemerintah ,
karena pemerintah memiliki peran yang strategis dalam melakukan inisiasi
pembangunan industri wisata, dimulai dari melakukan promosi dan sosialisasi.
Maksud dan tujuan pembangunan sektor wisata, merencanakan, mengatur, dan
melakukan regulasi sektor wisata adalah peran pemerintah. Hanya sebuah
lembaga yang mempunyai kewenangan dan bukan perseorangan, yang dapat
melakukan perencanaan jangka panjang dan melindungi perencanaan tersebut
dengan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat (Hakim 2004).
Konsep dasar yang diungkapkan oleh From (2004)dalamDamanik &
Weber (2006) mengenai ekowisata yang lebih operasional, yaitu sebagai berikut:
1. Perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan. Dalam wisata ini biasanya orang menggunakan sumberdaya
hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan
mata air. Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna,
tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan
yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
2. Wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan
dan dikelola masyarakat kawasan wisata tersebut. Prinsipnya, akomodasi
yang tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan
yang ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan
semuanya berbasis produk lokal. Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan
jasa pemandu wisata lokal. Oleh sebab itu wisata ini memberikan keuntungan
langsung bagi masyarakat lokal.

91
3. Perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan
budaya lokal. Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat lokal,
bukan sebaliknya menggurui mereka. Wisatawan tidak menuntut masyarakat
lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan ekstra, tetapi mendorong
mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang
sudah dimiliki oleh masyarakat setempat. Daripada menimbulkan kesan
pamer kekayaan di depan masyarakat setempat, wisatawan cenderung
mengurangi visual ketimpangan ekonomi itu, misalnya dengan berpakaian
dan makan-minum sewajarnya sehingga tidak memberikan pendidikan yang
buruk kepada anak-anak setempat.
SPTN II Karangtekok memiliki keindahan alam yang dapat menjadi
atraksi menarik bagi wisatawan, salah satunya berada di Resort Labuhan Merak.
Ekosistem pantai yang sangat menarik dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi
pengunjung. Keindahan dan keaslian biota bawah laut yang belum banyak tergali
dapat menjadi objek wisata minat khusus yang dapat memuaskan hati
pengunjungnya. Air lautnya sangat jernih dengan beberapa lokasi yang dapat
terlihat pemandangan bawah lautnya. Pantai dengan pasir putihnya juga dapat
memanjakan mata, disertai kicauan burung terestrial dan ekosistem mangrove
yang masih asli dapat sejenak menghilangkan rasa penat para pengunjung.
Terdapat dua pantai yang memiliki keindahan luar biasa, yaitu Pantai Bilik dan
Pantai Sijile. Kedua pantai tersebut terkenal dengan pasir putih dan pantai yang
bersih. Pantai Bilik lebih terlihat seperti teluk yang memiliki pulau kecil menutupi
mulut teluknya, sedangkan Pantai Sijile merupakan pantai dangkal dengan bentuk
seperti lidah.

Gambar 40 Pantai Bilik Gambar 41 Pantai Sijile

92
Potensi keanekaragaman hayati dan panorama yang indah akan memiliki
nilai jual yang tinggi bila dapat dikemas dalam suatu paket wisata yang
berwawasan lingkungan atau dapat disebut dengan ekowisata. Berbagai macam
studi kelayakan sangat diperlukan untuk menghasilkan data dasar dan rincian
keunggulan serta kelemahan masing-masing objek dan atraksi yang diperlukan
dalam perencanaan ekowisata, sehingga akan berpengaruh pada masalah
kelayakan pendanaan terhadap perencanaan ekowisata tersebut. Beberapa objek
ekowisata yang kemungkinan dapat menjadi program unggulan di SPTN II
Karangtekok antara lain sebagai berikut:
1. Wisata Bahari
Wisata bahari dapat dilakukan di Resort Labuhan Merak tepatnya di
Pantai Bilik dan Pantai Sijile. Wisatawan diajak berkeliling menggunakan perahu
menikmati keindahan bawah laut dengan tour guide dari masyarakat sekitar.
Wisatawan juga dapat melakukan snorkeling dan diving pada spot-spot tertentu
dengan pengawasan dari tim ahli. Dalam program wisata bahari ini disediakan
juga penginapan atau homestay yang dikelola oleh masyarakat sekitar
Karangtekok. Homestay dibangun menggunakan bahan bangunan yang ramah
lingkungan dengan pelayanan yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari
masyarakatnya. Masyarakat dalam program ini menjadi pengelola langsung agar
mereka juga dapat merasakan keuntungan secara langsung pula.

2. Wisata Mangrove
Wisata mangrove ini berupa perjalanan menyusuri mangrove menikmati
keanekaragaman hayati di dalam ekosistem mangrove itu. Jembatan dari kayu
dibangun di dalam mangrove untuk mempermudah wisatawan menikmati
keindahan alam. Pengelola juga menyediakan lokasi-lokasi tertentu bagi mereka
yang memiliki hobi fotografi. Dibuat pula papan-papan interpretasi yang
menjelaskan berbagai macam spesies satwaliar dan flora yang ada di dalam
ekosistem mangrove tersebut. Sebagai salah satu bentuk kepedulian wisatawan
terhadap lingkungan hidup, pengelola (masyarakat) mengajak wisatawan untuk
ikut serta menanam mangrove dengan bibit yang disediakan oleh pengelola.
Setiap perjalanan selalu didampingi oleh guide yang berasal dari masyarakat

93
lokal. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif dari adanya
wisata. Selain itu, guide juga berfungsi untuk membantu wisatawan mengenali
berbagai macam spesies flora dan fauna yang belum mereka ketahui.

3. Birdwatching
Wisata birdwatching dibentuk karena banyaknya potensi keberadaan
burung di sepanjang jalur interpretasi. Burung yang dapat ditemui antara lain
Pycnonotus goiavier, Dara Laut Putih (Gygis alba), Pycnonotus aurigaster, Prinia
familiaris, Streptopelia chinensis, Bondol Peking (Lonchura punctulata), Kapinis
Rumah (Apus nipalensis), Bubut Alang-alang (Centropus bengalensis), Collocalia
linchi, Merak Hijau (Pavo muticus). Selain burung di atas, dapat ditemui pula
elang ular bido (Spilornis cheela) yang dapat ditemui di jalur ini, namun tidak
selalu ada. Program birdwatching dapat dilakukan di sepanjang jalur interpretasi,
karena keberadaan burung tersebut ada di sepanjang jalur. Alat yang digunakan
untuk keperluan birdwatching antara lain binokuler dan fielguide burung yang
disediakan oleh pengelola.

94
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.) Kelembagaan dan Pengelolaan di SPTN II Karangtekok :
a. SPTN II Karangtekok dikepalai oleh PLT Surahman, SH. PLH : Sophaan Arief
S.,SP, Asisten : Anang Hendra K., S.Sos, Teknis : Siswo Dwi Prayitno dan
Staff : Muh. Kahir. Resort Bitakol dikepalai oleh Gatot Supriyono Yuwono
dengan staff anggota Ade Suhada, M.Nur Khuzaini, Farid Setiawan dan
Bambang Irawan. Resort Watunumpuk dikepalai oleh Birowo Trilaksono
dengan staff anggota Abdurahman Saleh, Tjuk Setyobudi, Subkhan F dan
Nasuhi. Resort Labuhan Merak dikepalai oleh Yusuf Hernawan, SP dengan
staff anggota Suwono, Rahmad Amir, Untung Sunaryo dan M. Idris.
b. Program kerja di SPTN II Karangtekok lebih dititik beratkan kedalam kegiatan
pengamanan dan perlindungan kawasan, sebab di SPTN II Karangtekok
interaksi dengan masyarakat lebih tinggi dengan adanya penduduk yang tinggal
didalam kawasan Taman Nasional seperti di Resort Labuhan Merak, sementara
di Resort Watu Numpuk masyarakat tinggal berbatasan langsung dengan
kawasan Taman nasional.
c. Program kerja di SPTN II Karangtekok di tahun 2012 sama seperti tahun 2011,
yaitu Perlindungan & Pengamanan Kawasan , Pengelolaan SDA, dan
Pemanfatan Secara Lestari.
d. Pada tahun 2011 program kerja tersebut terlaksana 80% dan 20% belum
terlaksana dan di pending untuk dilaksanakan di tahun 2012. Program kerja
yang belum terlaksanana di tahun 2011 adalah Inventarisasi objek dan daya
tarik wisata alam, Pendataan satwa dan tumbuhan serta pemanduan dan
pendampingan wisata.
e. Data mengenai keanekaragaman satwa dan tumbuhan di SPTN II Karangtekok
belum ada karena jarang sekali dilakukan penelitian dan eksplorasi lebih lanjut.
(Laporan Balai TN.Baluran 2011). Untuk itu kegiatan pendataan Satwa dan
Tumbuhan belum terlaksana secara maksimal.

95
2.) Keanekaragaman Fauna di SPTN II Karangtekok :
a. Herpetofauna
1. Jenis Herpetofauna yang ditemukan di SPTN II Karangtekok Taman
Nasional Baluran adalah 23 Individu dari 14 Jenis dan 12 famili.
2. Kepadatan populasi amfibi lebih tinggi daripada reptil di SPTN II
Karangtekok. Hal tersebut disebabkan amfibi mudah ditemukan di lokasi
yang memiliki sumber air. Amfibi mudah berkembangbiak dan
mendapatkan makanan di habitat yang memiliki sumber air. Reptil
penyebarannya lebih tidak dipengaruhi sumber air
3. Jenis reptil yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu kadal kebun Mabuya
multifasciata dan Jenis amfibi yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu
katak sawah Fejervarya cancrivora.
4. Indeks keanekaragaman jenis reptil dan amfibi tergolong sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa lokasi SPTN II Karangtekok memiliki
keanekaragaman jenis yang sedang,

b. Kupu-Kupu
1. Jenis kupu-kupu yang ditemukan di STPN II Karangtekok Taman
Nasional Baluran adalah sebanyak 176 individu dari 26 jenis serta 3
famili, yang meliputi Nymphalidae (13 jenis), Pieridae (6 jenis), dan
Papilonidae (7 jenis).
2. Habitat yang memiliki keanekaragaman jenis kupu-kupu tertinggi adalah
ekosistem hutan alam (H’=2,64), sedangkan ekosistem hutan tanaman
memiliki keanekaragaman jenis kupu-kupu (H’=2,44) dan yang memiliki
keanekaragaman terendah adalah ekosistem savanna (H’=2,10). Jadi
keanekaragaman jenis di seluruh ekosistem tergolong sedang dengan
penyebaran jumlah individu tiap spesies dan kestabilan komunitas kupu-
kupu sedang.

c. Mamalia
1. Jenis Mamalia yang ditemukan di STPN II Karangtekok Taman Nasional
Baluran adalah sebanyak 66 individu dari 6 jenis dan 6 famili.

96
2. Jenis mamalia yang paling banyak ditemukan di SPTN II Karangtekok
adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebanyak 38 Individu.
3. Keanekaragaman jenis mamalia di SPTN II Karangtekok tergolong
rendah, dengan nilai rata-rata 0,44 dan kepadatan populasi tertinggi
terdapat di Resort Bitakol dan kelimpahan jenis tertinggi di Resort Watu
Numpuk karena jenis mamalia yang ditemukan hanya satu jenis yaitu
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

d. Burung
1. Jenis Burung yang ditemukan di STPN II Karangtekok Taman Nasional
Baluran adalah sebanyak 244 individu dari 65 jenis dan 48 famili.
2. Ditemukan 3 jenis Burung yang dilindungi menurut IUCN dan CITES
yaitu burung Merak hijau (Pavo muticus) IUCN : (E) dan CITES
(Appendix I), Burung sikatan merah (Ficedula dumetoria) IUCN : (NT)
dan Burung manyar emas (Ploceus hypoxanthus) IUCN : (NT).
3. Nilai indeks keanekaragaman jenis yang paling besar adalah di kawasan
Resort Bitakol, sedangkan nilai terendah pada wilyah Resort Labuan
Merak tepatnya di Bilik Sijile Mangrove yaitu berkisar antara 0.683 –
2.664. Sementara tingkat kemerataan tertinggi di Resort Labuhan Merak
dengan nilai 0,9.

3.) Inventarisasi Flora di SPTN II Karangtekok


a. Berdasarkan analisis vegetasi di SPTN II Karangtekok, tumbuhan pada tingkat
semai tertinggi terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 5 jenis. Pada
tingkat tiang jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort bitakol dan labuhan
merak yaitu sebanyak 3 jenis. Pada tingkat pancang jumlah jenis tertinggi
terdapat pada resort bitakol yaitu sebanyak 9 jenis. Pada tingkat pohon jumlah
jenis tertinggi terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebanyak 8 jenis. Pada
tingkat tumbuhan bawah jumlah jenis tertinggi terdapat pada resort labuhan
merak yaitu sebanyak 13 jenis. Sedangkan untuk liana jumlah jenis tertinggi
terdapat pada resort labuhan merak yaitu sebanyak 5 jenis.

97
b. Secara umum jumlah jenis tumbuhan di tiga tipe hutan pada tiap lokasi
pengamatan relative sama besar. Dari tiga lokasi pengamatan resort bitakol
memiliki jumlah jenis tumbuhan tertingi sedangkan resort watunumpuk
memiliki jumlah jenis tumbuhan terendah. Rendahnya jumlah jenis yang
ditemukan pada resort watunumpuk disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
kurang mendukung. Lokasi resort watunumpuk dan labuhan merak merupakan
daerah yang rawan terhadap gangguan manusia khususnya akibat aktivitas
penggembalaan. Hal tersebut menyebabkan struktur tanah menjadi lebih padat
dan memungkinkan jenis-jenis tertentu kurang dapat beradaptasi dengan baik
oleh karena itu jumlah jenis yang ditemukan pada daerah tersebut tidak
sebanyak di lokasi resort bitakol.
c. Pada Resort Bitakol di tipe hutan alam untuk tuingkat semai didominasi oleh
jenis jambu air (Syzigium aqueum) dengan INP 103.03%, untuk tingkat
pancang didominasi oleh kendayungan (Grewia multiflora) dengan INP
43.64%. untuk tingkat tiang didominasi oleh sompor dengan INP 11.79%. Dan
untuk tingkat pohon didominasi oleh kesambi (Schleicera oleosa) dengan INP
103.2%. Pada tipe hutan tanaman untuk tuingkat semai didominasi oleh jenis
kesambi (Schleicera oleosa) dan jati (Tectona grandis) dengan INP 100%,
untuk tingkat pancang didominasi oleh kesambi (Schleicera oleosa) dengan
INP 131.43%. untuk tingkat tiang didominasi oleh jati (Tectona grandis)
dengan INP 300%. Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh jati (Tectona
grandis) dengan INP 258.95%.
d. Pada Resort Watunumpuk di tipe hutan alam untuk tingkat semai didominasi
oleh jenis mimbo (Azadirachta indica) dengan INP 109.15%, untuk tingkat
pancang didominasi oleh kendayungan (Grewia multiflora) dengan INP
136.47%. untuk tingkat tiang didominasi oleh serut (Streblus asper) dengan
INP 220.6%. Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh serut (Streblus asper)
dengan INP 186.02%.Pada tipe hutan tanaman untuk tuingkat semai
didominasi oleh jenis mimbo (Azadirachta indica) dengan INP 109.15%,
untuk tingkat pancang didominasi oleh jati (Tectona grandis) dengan INP
200%. untuk tingkat tiang didominasi oleh jati (Tectona grandis) dengan INP

98
228.51%. Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh jati (Tectona grandis)
dengan INP 300%.
e. Pada Resort Labuhan merak di tipe hutan alam untuk tuingkat semai
didominasi oleh jenis talok (Grewia excelsa) dengan INP 86.36%, untuk
tingkat pancang didominasi oleh laban (Vitex pubescens), lantana (Lantana
camara), dan mimbo (Azadirachta indica) dengan INP 66.67%. Untuk tingkat
tiang didominasi oleh kemloko (Emblica offosinalis) dengan INP 210.01%.
Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh asem jawa (Tamarindus indica)
dengan INP 105.87%. Pada tipe hutan mangrove untuk tuingkat pohon
didominasi oleh jenis kendal (Cordia dichotoma) dengan INP 300%,

4.) Jasa Lingkungan (Hidrologi,Tumbuhan Bermanfaat) dan Ekowisata :


a. SPTN II Karangtekok hanya memiliki satu jenis sumber air, yaitu sumber
air alami yang berasal dari sungai dan curah. Salah satu sumber air
terbesar di SPTN II Karangtekok adalah berasal dari Sungai Kacip, Sungai
Klokoran, dan Sungai Bajulmati, dimana ketiga sungai tersebut
membentuk anak-anak sungai yang lebih kecil yang melewati setiap resort
di SPTN II Karangtekok.
b. Pada musim kemarau, ketersediaan air di SPTN II Karangtekok sangat
sedikit. Hanya sungai-sungai besar saja yang masih mengalir dengan
kuantitas yang terbatas. Hal ini kemungkinan dikarenakan air hujan tidak
mampu masuk ke dalam tanah disebabkan tekstur tanah hitam yang liat.
Sungai-sungai yang mengalir pun tidak cukup memenuhi kebutuhan
satwaliar, sehingga banyak satwaliar yang migrasi ke daerah Bekol karena
ketersediaan air yang lebih melimpah.Kondisi sungai yang terdapat di
SPTN II Karangktekok pada umumnya bersih, dapat dimanfaatkan
sepanjang tahun, dan mengalir sepanjang tahun walaupun kualitas dan
kuantitasnya berubah-ubah. Berikut hasil pengamatan karakteristik sumber
air pada dua sungai yang sering dimanfaatkan satwaliar, yaitu Sungai
Bajulmati dan Sungai Gatel.
c. Berdasarkan hasil pengukuran, pada Sungai Bajulmati terdapat dua blok
yang berhasil diukur yaitu Blok Panjaitan dan Blok Panggang. Blok

99
Panjaitan memiliki kecepatan arus sebesar 0,59 m/s dengan debit 10,62
m3/s, hal ini berarti bahwa air mengalir menempuh jarak 0,59 meter setiap
satu satuan waktu dengan volume air yang mampu dihasilkan sebesar
10,62 m3setiap satu satuan waktu. Pada Blok Panggang didapatkan hasil
kecepatan arus yaitu sebesar 0,62 m/s dengan debit air sebesar 10,9 m 3/s.
Hal ini berarti bahwa pada Blok Panggang air mengalir menempuh jarak
sepanjang 0,62 meter setiap satu satuan waktu dengan volume yang
mampu dihasilkan sebesar 10,9 m3 setiap satu satuan waktu. Sedangkan
pada Sungai Gatel, kecepatan arus Sungai Gatel sebesar 0,5 m/s dengan
debit air sebanyak 3,5 m3/s. hal ini dapat diartikan bahwa dalam waktu
satu detik air Sungai Gatel mengalir sepanjang 0,5 meter dengan volume
yang dihasilkan sebesar 3,5 m3. Dengan lebar sungai yang mencapai 3,5
meter, maka Sungai Gatel memiliki debit air yang sedang. Debit sungai
dengan nilai tersebut akan lebih kecil lagi bila musim kemarau datang, dan
kemungkinan untuk kering juga dapat terjadi karena air sungai juga
digunakan untuk irigasi sawah warga. Melihat kondisi di lapang dan
penghitungan yang dilakukan, maka Sungai Gatel kurang memadai
sebagai sumber air di habitat satwaliar.
d. Di TN Baluran khususnya di SPTN II Karangtekok memiliki berbagai
macam tumbuhan bermanfaat tidak hanya sebagai obat, namun juga bahan
bangunan dan bahan pangan. Potensi tumbuhan bermanfaat tersebut
kurang digali oleh masyarakat sekitar maupun oleh petugas lapang. Jenis
tumbuhan yang kadang digunakan oleh masyarakat sebagian besar adalah
sonokeling yang digunakan untuk membuat tiang penyangga rumah.
Sedangkan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak memiliki khasiat
adalah mimba (Azadiratchta indicus) yang berasal dari famili Meliaceae.
Mimba memiliki khasiat antara lain menyembuhkan penyakit kulit, anti
iklamasi, demam, anti bakteri, anti diabetes, penyakit kardiovaskular dan
insektisida. Bagian yang dapat digunakan adalah daun dan batang
pohonnya. Kemudian ada jenis iles atau miana (Coleus scutellarioides L.
ex Benth) yang berasal dari famili Lamiaceae. Iles memiliki kegunaan

100
untuk mengobati wasir, terlambat haid, keputihan, dan demam nifas
dengan bagian yang dapat digunakan adalah daun dan batangnya.
e. SPTN II Karangtekok memiliki keindahan alam yang dapat menjadi
atraksi menarik bagi wisatawan, salah satunya berada di Resort Labuhan
Merak. Ekosistem pantai yang sangat menarik dapat menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung. Keindahan dan keaslian biota bawah laut yang
belum banyak tergali dapat menjadi objek wisata minat khusus yang dapat
memuaskan hati pengunjungnya.
f. Wisata yang dapat dikembangkan di SPTN II Karangtekok adalah wisata
bahari, wisata mangrove, dan birdwatching dikarenakan potensi kawasan
SPTN II Karangtekok yang sesuai dengan jenis wisata tersebut.

5.2 Saran

SPTN II Karangtekok adalah salah satu Seksi Pengelolaan Konservasi di


TN. Baluran yang memiliki potensi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan.
Yang cukup tinggi. Dilihat dari jenis satwa dan flora serta kondisi bentang alam
yang mendukung perlu untuk dikembangkan dan eksplorasi lebih lanjut. Dengan
adanya kegiatan Inventarisasi ini akan memberikan data baru bagi pengelolaan
TN.Baluran. Potensi wisata yang ada di SPTN II Karangtekok masih alami dan
belum dikembangkan, untuk itu perlu perhatian khusus dari pihak TN.Baluran
selain di SPTN I Bekol. Untuk penunjang kelestarian dan pengelolaan satwa juga
masih belum mendapat perhatian dari pihak TN.Baluran untuk SPTN II
Karangtekok, padahal di SPTN II Karangtekok juga memiliki area tempat
mamalia besar untuk mencari makan dan home range seperti pada Banteng,
Kijang, Rusa,dan Kerbau Liar. Perhatian untuk satwa tersebut dapat dilakukan
seperti membuat bak tempat penampungan air dan membersihkan area grassing
dari acacia nelotica seperti yang dilakukan di SPTN I Bekol. Perlu adanya
keseimbangan dalam perhatian dan pengelolaan kawasan selain dititik beratkan
pada aspek pengamanan di SPTN II Karangtekok, sebab jika tercapai
keseimbangan tersebut akan memberikan keuntungan baik secara ekologi maupun
financial bagi TN. Baluran.

101
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar, Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit


Fakultas Kehutanan IPB. 366 hal.

Amir, M., W.A. Noerdjito dan S. Kabono. 2003. Serangga Taman Nasional
Gunung Halimun Jawa Bagian Barat : Kupu (Lepidoptera). BCP-JICA.
Bogor.

Ayat, A. 2011. Panduan Lapangan Burung-Burung Agroforest di Sumatera.


Bogor: ICRAF.

Borrow, D.J. C.A. Triplehorn and N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga Edisi keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Damanik, J dan Helmut, FW. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke


Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Darmawan PH. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe


Habitat di Hutan lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur [skripsi].
Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. 2010. Pengobatan Komplementer


Tradisional – Alternatif. http://buk.depkes.go.id/index.php [5 Oktober
2011].

Direktorat Jendral PHKA. 2005. Pengenalan Jenis Reptil dan Amphibi di


Indonesia, Vol II. Hal 54-60 .Jakarta: Departemen Kehutanan RI

Faegri, K. 1978. Trend in Research on Pollination Ecology. In A.J. Richard (Ed).


The Pollination of Flowers by Insects. Academic Press. London.

Gunawan. 2007. Keanekaragaman Jenis Mamalia Berdasarkan Komposisi


Vegetasi dan Ketinggian Tempat di Kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 21 hal.

Hakim Luchman. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing.

Hamer KC, Hill JK, Benedick S, Mustaffa N, Sherratt TN, Maryati M, Chey VK.
2003. Ecology of butterflies in natural and selectively logged forests of
northern Borneo: the importance of habitat heterogeneity. J Appl Ecol 40:
150–162.

102
Hamidun, M.S. 2003. Penangkapan Kupu-Kupu Oleh Masyarakat Di Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. [terhubung berkala]
http;//rudyct.topcities.com. (diakses pada tanggal 27 Maret 2012).

Jarwadi BH dan Insan K. 2011. Panduan Praktikum Mata Kuliah Pengelolaan


Satwaliar. Bogor: Laboratorium Ekologi Satwaliar, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

Kuntorini, E.M. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae sebagai Obat


Tradisional oleh Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. Program Studi
Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat. Bioscientiae,
Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 25-36.

Kurniawan I. 2009. Teknik Inventarisasi Mamalia. Bogor. Departemen


Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. 19 hal.

Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology a Primer on Methods
and Computing. John Willey & Sons. New York. p. 85- 102.

Magurran AE. 1998. Ecological Diversity and Measurement. London : Croom


Helm Limited.

Miller, L.D. and J.Y. Miller. 2004. The butterfly Handbook. Grange books Plc.
United Kingdom.

Muchtar, Subiandono. 1994. Keanekaragaman Hayati di Hutan Tanaman Industri


Provinsi Dati I Jambi. Jakarta : Dephut.

Odum, E.P. 1976. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company.


Toronto.Patton, R.L. 1963. Introductory Insect Physiology. W.B. Saunders
Com-pany.London.

Patton, R.L. 1963. Introductory Insect Physiology. W.B. Saunders Company,


Philadelpia. London. Toronto.

Peggie D .2005 . Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanical Garden


Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Cibinong: Bidang
zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI dan Nagao Natural Environment
Foundation, Japan.

Santhyami, E.S. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung


Dukuh, Garut, Jawa Barat. [paper]. Bandung. School of Life Science &
Technology, Bandung Institute of Technology, Indonesia.

103
Syafrudin D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat
di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, Lampung [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekoswisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.

Setio, P., Yoseph O.L., Hidayat A. 1998. Kajian Habitat dan Perilaku Satwa
Langka Irian Jaya (Burung Cendrawasih dan Kupu-kupu Sayap Burung).
Ekspose Hasil-hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari.

Simanjutak, O.F.M. 2000. Kajian Produksi Dan Tingkah Laku Beberapa Jenis
Kupu-Kupu Yang Terdapat Di Beberapa Daerah Di Kabupaten Bogor
[Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soerianegara I. 1996. Ekologi, Ekologisme, dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan.


Bogor : Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.

Sugianto, A. 1994. Ekologi Kuantitati : Metode Analisa Populasi dan Komunitas.


Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Whitten, A.J. 1990. The terrestrial herpetofauna on the Mentawai Island. Indo-
Malayan Zool. 6(1989) : 119-132.

104
LAMPIRAN

105
A. HERPETOFAUNA
BITAKOL
Tabel 1 Tally shet data herpetofauna terestrial.
Hari/Tanggal : Jumat/17 Feb 2012 Habitat : hutan tanaman jati
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : hujan gerimis
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Robinson, Aditya, Tri
Lokasi : bitakol Lembar ke : 1
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 20.15 Tokek Gekko gecko 1 Diam Pohon 20 90 x = >20 m
y = 150 cm

Tabel 2 Tally shet data herpetofauna semiaquatik.


Hari/Tanggal : Jumat/17 Feb 2012 Habitat : sungai tadah hujan
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : hujan gerimis
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Gagan, Febiola, Farid, Siswo
Lokasi : curah panggang (semiaquatik) Lembar ke : 2
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 20.01 Bangkong kolong Bufo melanostictus Betina 1 Amplex pasir 10 70 x = 0 cm
us y = 0 cm
2 20.01 Bangkong kolong Bufo melanostictus Jantan 1 Amplex pasir 6 50 x = 0 cm
us y = 0 cm
3 21.15 Katak tegalan Fejervarya - 2 Diam pasir 4 30 x = 0 cm
limnocharis y = 10 cm
4 21.45 Precil jawa Mycrohyla achatina - 3 Diam pasir 2 10 x = 10 cm
y = 5 cm
5 21.32 Katak sawah Fejervarya - 1 Diam batu 4 30 x = 20 cm
cancrivora y = 10 cm
6 21.50 Kongkang kolam Rana chalconata - 3 Diam batu 6 30 x = 0 cm
y = 20 cm
7 21.55 Ular kawat Ramphotyphlops 1 Diam Batu 7 x = 0 cm
braminus y = 30 cm

106
Tabel 3 Tally shet data herpetofauna aquatik.
Hari/Tanggal : Sabtu/18 Feb 2012 Habitat : sungai
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : cerah
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Gagan, Robinson, Aditya, Ayu W, Ayu N, Tri A,
Febiola, Siswo, Nurrohman
Lokasi :sungai panjaitan Lembar ke : 3
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 19.26 Kongkang kolam Rana chalconata - 1 lompat batu 4 20 x=10 cm
y=10 cm

2 19.36 Kongkang kolam Rana chalconata - 2 diam batu 3 19 x= 30 cm


y=40 cm

3 19.41 Kongkang gading Rana erythraea - 2 diam batu 5 35 x=0 cm


y= 1 cm

4 20.5 Kongkang kolam Rana chalconata - 2 diam batu 5,5 39 x=2 cm


y= 1 cm

5 20.51 Kongkang gading Rana erythraea - 1 diam kayu 4 37 x=10 cm


y= 20 cm

WATUNUMPUK

Tabel 1 Tally shet data herpetofauna terestrial.


Hari/Tanggal : Rabu/22Feb 2012 Habitat : savana
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : hujan gerimis
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Robinson, Aditya, Tri
Lokasi : bitakol Lembar ke : 1
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 - - - - - - - - - -

107
Tabel 2 Tally shet data herpetofauna semiaquatik.
Hari/Tanggal : Selasa/21 Feb 2012 Habitat :Sawah
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : cerah
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Robinson, Ayu W, Tri A,
Lokasi : Sawah gatel Lembar ke : 2
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 - kadal kebun Mabuya multifasciata - 3 berjalan tanah x= 5m
y=2m

2 19.17 Katak tegalan Fejervarya - 2 diam rumput 2 x=30 m


limnocharis y= 20 m

3 19.19 Cicak rumah Cosymbotus - 1 diam 4


platyurus

4 19.20 Katak sawah Fejervarya - 2 lompat rumput 4 x=2m


cancrivora y=30 cm

5 19.3 Katak tegalan Fejervarya - 1 diam rumput 5 x=0


limnocharis
y=0

6 19.4 Katak tegalan Fejervarya - 1 lompat air 1 x=0


limnocharis
y=0

7 20.00 Katak sawah Fejervarya - 3 diam rumput 3,5 x=0


cancrivora
y=0

8 20.06 Katak tegalan Fejervarya 1 diam Sawah 3 x=0


limnocharis
y=0

9 20.15 Katak sawah Fejervarya 1 diam rumput 3,5 x= 1m


cancrivora
y= 30 cm

10 20.17 Bangkong kolong Bufo melanoctictus 2 diam rumput 4 x= 20 cm


y=0

108
Tabel 3 Tally shet data herpetofauna aquatik.
Hari/Tanggal : Selasa/21 Feb 2012 Habitat : sungai
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : cerah
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Gagan, Aditya, Ayu N
Lokasi :sungai gatel Lembar ke : 3
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 19.16 Tokek Gekko gecko - 1 diam pohon 17 x= 0 dan
aru y=2m

2 19.23 Sanca kembang Python reticulatus - 1 diam pohon x=0 dan y=


aru 1m

3 19.30 Ular tambang Dendrelaphis pictus - 1 diam bambu 42 x=1m dan


y=2m

4 19.35 Ular tambang Dendrelaphis pictus - 1 diam bambu 56 x=0 dan


y=3m

LABUHAN MERAK

Tabel 1 Tally shet data herpetofauna terestrial.


Hari/Tanggal : Sabtu/25Feb 2012 Habitat : hutan pantai
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : hujan gerimis
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Robinson, Febiola, Tri
Lokasi : Labuhan merak Lembar ke : 1
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 19.05 Bangkong sungai Bufo asper - 1 lompat rumput 3 - x=50 dan
y=0m

2 Kadal kebun Mabuya multifasciata 1 merayap rumput x=50 dan


y= 0m

109
3 19.30 Tokek Gekko gecko 1 diam dinding 9 x=50m dan
y=2m

Tabel 2 Tally shet data herpetofauna aquatik.


Hari/Tanggal : Sabtu/25 Feb 2012 Habitat : sungai dipengaruhi pasang surut laut
Waktu : 19.00-22.00 Cuaca : hujan gerimis
Titik koordinat : 07 52' 58,1'' LS 114 19' 26,9'' BT Pengamat : Gagan, Aditya, Ayu N, Ayu W
Lokasi :labuhan merak Lembar ke : 3
Berat
Jenis SVL
No Waktu Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Aktivitas Substrat (gram Ket.
kelamin (cm)
)
1 19.15 Katak sawah Fejervarya - 5 diam tanah 5 x=0 dan
cancrivora y=0m

2 20.00 Kobra jawa Naja sputatrix - 1 merayap tanah x=0 dan y=


0m

3 20.30 Biawak air Varanus salvator - 2 merayap air x=0m dan


y=2m

Reptil

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah


1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 1

2 Tokek Gekko gecko 3

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 4

4 Biawak air Varanus salvator 2

5 Ular kawat Ramphotyphlops braminus 1

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 2

7 Sanca kembang Python reticulatus 1

8 Kobra jawa Naja sputatrix 1

110
Jumlah 15

Amfibi

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah


1 Bangkong sungai Bufo asper 1

2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 4

3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis 7

4 Katak sawah Fejervarya cancrivora 12

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 3

6 Kongkang kolam Rana chalconata 8

7 Kongkang gading Rana erythraea 3

Jumlah 38

3.4 Analisis Data

Analisis data untuk kepadatan populasi dugaan (D) berdasarkan persamaan


King(Wilsonet al 1996):
n n

∑ x i atau ∑ xi
D= i=1 D= i=1
2 Lw A'
Keterangan :
D = kepadatan populasi dugaan (individu/km2 atau individu/ha)
xi= jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i (individu)
L = panjang transek jalur pengamatan (m)
w = lebar kananataukiri jalur pengamatan (m)
A’ = luas jalur pengamatan (km2 atau ha)

111
No Satwa x A D
1 Reptil 15 3,1 ha 4,84 = 5 ind/ha

2 Amfibi 38 3,1 ha 12,26 = 12 ind/ha

A = 10000 + 2000 + 2000 + 5000 + 5000 + 1000 + 5000 + 1000

= 31000 m2= 3,1 ha

Reptil

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah A D (ind/ha)


1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 1 3,1 ha
0.32

2 Tokek Gekko gecko 3 3,1 ha 0.97

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 4 3,1 ha 1.29

4 Biawak air Varanus salvator 2 3,1 ha 0.65

5 Ular kawat Ramphotyphlops 1 3,1 ha


braminus 0.32

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 2 3,1 ha 0.65

7 Sanca kembang Python reticulatus 1 3,1 ha 0.32

8 Kobra jawa Naja sputatrix 1 3,1 ha 0.32

Jumlah 15 4,84

Amfibi

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah A D (ind/ha)


1 Bangkong sungai Bufo asper 1 3,1 ha 0.32

2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 4 3,1 ha 1.29

3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis 7 3,1 ha


2.26

4 Katak sawah Fejervarya cancrivora 12 3,1 ha


3.87

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 3 3,1 ha 0.97

112
6 Kongkang kolam Rana chalconata 8 3,1 ha 2.58

7 Kongkang gading Rana erythraea 3 3,1 ha 0.97

Jumlah 38 12,26

Kelimpahan Jenis
Untuk kelimpahan jenis, digunakan nilai kelimpahan relatif. Persamaan yang
dipakai adalah Persentase Kelimpahan Relatif (Brower & Zar, 1977), sebagai
berikut:
Psi = n / N x 100%

Keterangan:
Psi = Nilai percent similarity untuk jenis ke-I
n = Jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah individu total
Reptil

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Psi


1 Cicak rumah Cosymbotus platyurus 1 6.67

2 Tokek Gekko gecko 3 20.00

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 4 26.67

Biawak air Varanus salvator 13.33


4
2

5 Ular kawat Ramphotyphlops braminus 1 6.67

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 2 13.33

7 Sanca kembang Python reticulatus 1 6.67

8 Kobra jawa Naja sputatrix 1 6.67

Jumlah 15 100

Amfibi

No Nama Lokal Nama Jenis Jumlah Psi


1 Bangkong sungai Bufo asper 1 2.63

113
2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 4 10.53

3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis 7 18.42

4 Katak sawah Fejervarya cancrivora 12 31.58

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 3 7.89

6 Kongkang kolam Rana chalconata 8 21.05

7 Kongkang gading Rana erythraea 3 7.89

Jumlah 38 100

Indeks Keanekaragaman Jenis

Kekayaan jenis fauna ditentukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman


Shannon-Wiener dengan rumus :

H’ = - ∑ pi ln pi

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman jenis


Pi = proporsi nilai penting
= logaritma natural
Ln

Reptil

Jumla pi ln pi Pi x ln H’
No Nama Lokal Nama Jenis
h pi
1 Cicak rumah Cosymbotus 1 0.07 -2.71 -0.18 1.93
platyurus

2 Tokek Gekko gecko 3 0.20 -1.61 -0.32

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 4 0.27 -1.32 -0.35

4 Biawak air Varanus salvator 2 0.13 -2.01 -0.27

5 Ular kawat Ramphotyphlops 1 0.07 -2.71 -0.18


braminus

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 2 0.13 -2.01 -0.27

114
7 Sanca kembang Python reticulatus 1 0.07 -2.71 -0.18

8 Kobra jawa Naja sputatrix 1 0.07 -2.71 -0.18

Jumlah 15

Amfibi

Jumla pi ln pi Pi x ln H’
No Nama Lokal Nama Jenis
h pi
1 Bangkong sungai Bufo asper 1 0.03 -3.64 -0.10 1.74

2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 4 0.11 -2.25 -0.24

3 Katak tegalan Fejervarya 7 0.18 -1.69 -0.31


limnocharis

4 Katak sawah Fejervarya 12 0.32 -1.15 -0.36


cancrivora

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 3 0.08 -2.54 -0.20

6 Kongkang kolam Rana chalconata 8 0.21 -1.56 -0.33

7 Kongkang gading Rana erythraea 3 0.08 -2.54 -0.20

Jumlah 38

Kemeraatan
Untuk kemerataan jenis digunakan untuk mengetahui gejala dominansi diantara
setiap jenis dalam suatu lokasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
Evennes adalah:

E = H’ / ln S
Keterangan :
E = Indeks kemerataan jenis

115
H’ = Indeks Shannon-Wiener
S = Jumlah jenis
No Satwa H’ S E
1 Reptil 1,93 8 0,93

2 Amfibi 1,74 7 0,89

Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif


Dihitung untuk mengetahui jenis yang paling sering ditemukan di lokasi.
Frekuensi Jenis = Jumlah plot ditemukan jenis
Jumlah total plot pengamatan

Reptil

Jumlah plot Jumlah total Frekuensi Frekuensi


No Nama Lokal Nama Jenis ditemukan plot jenis relative (%)
jenis pengamatan
1 Cicak rumah Cosymbotus 1 8 plot 0.12 8.89
platyurus

2 Tokek Gekko gecko 3 8 plot 0.38 28.15

3 Kadal Kebun Mabuya multifasciata 2 8 plot 0.25 18.52

4 Biawak air Varanus salvator 1 8 plot 0.12 8.89

5 Ular kawat Ramphotyphlops 1 8 plot 0.12 8.89


braminus

6 Ular tambang Dendrelaphis pictus 1 8 plot 0.12 8.89

7 Sanca kembang Python reticulatus 1 8 plot 0.12 8.89

8 Kobra jawa Naja sputatrix 1 8 plot 0.12 8.89

Jumlah 1.35 100

Amfibi

Jumlah plot Jumlah total Frekuensi Frekuensi


No Nama Lokal Nama Jenis ditemukan plot jenis relative (%)
jenis pengamatan
1 Bangkong sungai Bufo asper 1 8 plot 0.12 8.05

116
2 Bangkong kolong Bufo melanostictus 2 8 plot 0.25 16.78

3 Katak tegalan Fejervarya 2 8 plot 0.25 16.78


limnocharis

4 Katak sawah Fejervarya 3 8 plot 0.38 25.50


cancrivora

5 Precil jawa Mycrohyla achatina 1 8 plot 0.12 8.05

6 Kongkang kolam Rana chalconata 2 8 plot 0.25 16.78

7 Kongkang gading Rana erythraea 1 8 plot 0.12 8.05

Jumlah 1.49 100

B. KUPU- KUPU
Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Hutan Alam
No. Famili No. Jenis n Pi ln Pi D
1. Nymphalidae 1. Cirrochroa thule 1 -0,05179 1,162791
Cupha
2. 2 -0,08747 2,325581
erymanthis
3. Ideopsis juventa 6 -0,18576 6,976744
Lebadea
4. 2 -0,08747 2,325581
alankara
5. Lexias aeropa 2 -0,08747 2,325581
Mycalesis
6. 15 -0,30459 17,44186
mineus
Orsotriaena
7. 2 -0,08747 2,325581
medus
Phalanta
8. 5 -0,1654 5,813953
phalantha
9. Ypthima baldus 9,302326
6 -0,18576
2. Papilonidae Graphium
1. 1 -0,05179 1,162791
Agamemnon
Graphium
2. 8 -0,22092 9,302326
sarpedon
3. Papilio alphenor 4 -0,18576 6,976744
4. Papilo demoleus 9 -0,08747 2,325581
5. Troides Helena 8 -0,08747 2,325581

117
3. Pieridae 1. Appias lyncida 1 -0,05179 1,162791
Catopsilia
2. 3 -0,11706 3,488372
Pomona
3. Cepora iudith 2 -0,08747 2,325581
4. Eurema brigitta 8 -0,05179 9,302326
Pareronia
5. 1 -0,08747 1,162791
valeria
Jumlah individu (N) 86 -2,644776
Jumlah Jenis (S) 19
Keanekaragaman (H’) 2,644776
Kemerataan (E) 0,898227

Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Hutan Tanaman


No. Famili No. Jenis n Pi ln Pi D
1. Nymphalidae 1. Acraea violae 5 -0,21129 8,62069
Danaus
2. 2 -0,11611 3,448276
chrysippus
3. Euploea core 1 -0,07001 1,724138
4. Junonia villida 3 -0,1532 5,172414
5. Lexias aeropa 1 -0,07001 1,724138
Mycalesis
6. 9 -0,28912 15,51724
mineus
Orsotriaena
7. 2 -0,11611 3,448276
medus
8. Ypthima baldus 6 -0,23469 10,34483
2. Papilionadae Graphium
1. 1 -0,07001 1,724138
antiphates
Papilio
2. 6 -0,23469 10,34483
alphenor
Papilio
3. 1 -0,27324 13,7931
memnon
Papilo
4. 8 -0,07001 1,724138
demoleus
3. Pieridae 1. Catopsilia 1 -0,07001 1,724138
pomona

118
2. Eurema brigitta 7 -0,2552 12,06897
3. Pieris rapae 5 -0,21129 8,62069
Jumlah individu (N) 58 -2,444997
Jumlah Jenis (S) 15
Keanekaragaman (H’) 2,444997
Kemerataan (E) 0,902863

Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Savana


No. Famili No. Jenis n Pi ln Pi D
1. Nymphalida Cupha
1. 1
e erymanthis -0,10595 3,030303
2. Euploea core 3 -0,21799 9,090909
3. Junonia villida 1 -0,10595 3,030303
Mycalesis
4. 4
mineus -0,25578 12,12121
Orsotriaena
5. 1
medus -0,10595 3,030303
Phalanta
6. 2
phalantha -0,1699 6,060606
Ypthima
7. 2
baldus -0,1699 6,060606
2. Papilionadae Papilio
1. 3 -0,21799 9,090909
alphenor
3. Pieridae Catopsilia
1. 2 -0,1699 6,060606
pomona
Eurema
2. 11 -0,3662 33,33333
brigitta
3. Pieris rapae 3 -0,21799 9,090909
-
Jumlah individu (N) 33
2,103525
Jumlah Jenis (S) 14
Keanekaragaman (H’) 2,103525
Kemerataan (E) 0,913549

119
C. MAMALIA

1.) RESORT BITAKOL


Tabel 1.1 Hasil pengamatan mamalia di Resort Bitakol, Ekosistem hutan jati
(Blok Panjaitan)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.


Banteng
7 Jejak
(Bos javanicus)
Babi hutan
1 Jejak (Cakaran tanah)
(Sus scrofa)
Monyet ekor panjang
6 Lompat di Pohon
( Macaca fasicularis)
Kijang
3 Jejak
(Muntiacus muntjak)

Tabel 1.2 Hasil analisis mamalia di ekosistem hutan jati (Blok Panjaitan)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Banteng 0,7 41,17 % 1,18


(Bos javanicus) (SEDANG)

120
Babi hutan
0,3 17,64 %
(Sus scrofa)
Monyet ekor
panjang
0,1 5,88 %
( Macaca
fasicularis)
Kijang
0,6 35,29 %
(Muntiacus muntjak)

Tabel 1.3 Hasil pengamatan mamalia di Resort Bitakol, ekosistem savana


(Blok Panggang)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.


Babi hutan Jejak kaki & Rebahan
2
(Sus scrofa) alang2
Banteng
3 Jejak Kaki
( Bos javanicus )

Tabel 1.4 Hasil analisis mamalia di ekosistem savana (Blok Panggang)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Babi hutan
0,2 60 %
(Sus scrofa) 0,67
Banteng (RENDAH)
0,3 40 %
( Bos javanicus )

Tabel 1.5 Hasil pengamatan mamalia di Resort Bitakol, Ekosistem hutan alam
sekunder (Blok Panjaitan)

121
Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.

Babi hutan Jejak rahang, serta


(Sus scrofa) 3 perjumpaan langsung 2
ekor.
Monyet ekor panjang
8 Lompat di Pohon
( Macaca fasicularis)
Bajing kelapa
3 Merayap di pohon
(Callosciurus notatus )

Tabel 1.6 Hasil analisis mamalia di ekosistem hutan alam sekunder (Blok
Panggang)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Babi hutan
0,8 57,14 %
(Sus scrofa)
Monyet ekor panjang 0,96
0,3 21,43 %
( Macaca fasicularis) (RENDAH)
Bajing kelapa
0,3 21,43 %
(Callosciurus notatus )

2.) RESORT WATU NUMPUK


Tabel 1.7 Hasil pengamatan mamalia di Resort Watu Numpuk, Ekosistem hutan
Jati (BlokTelogo)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.

Monyet ekor panjang


( Macaca fasicularis) 3 Di pinggir Jalan

122
Tabel 1.8 Hasil analisis mamalia di ekosistem hutan jati (BlokTelogo)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Monyet ekor panjang 0


( Macaca fasicularis) 0,3 100 %
(RENDAH)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.


Monyet ekor panjang
6 Lompat di Pohon
( Macaca fasicularis)
Tabel 1.9 Hasil pengamatan mamalia di Resort Watu Numpuk, Ekosistem hutan
Alam Sekunder (Blok Gatel)

Tabel 2.1 Hasil analisis mamalia di ekosistem hutan alam sekunder (BlokTelogo)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Monyet ekor panjang 0


0,6 100 %
( Macaca fasicularis) (RENDAH)

Tabel 2.2 Hasil pengamatan mamalia di Resort Watu Numpuk, Ekosistem Savana

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.


Tidak ditemukan
- -

Pada waktu pengamatan ( 05.30-07.30), tidak ditemukan satwa mamalia, tetapi ditemukan
Ajag (Cuon alpinus ) 2 ekor pada malam hari.

3.) RESORT LABUHAN MERAK


Tabel 2.3 Hasil pengamatan mamalia di Resort Labuhan Merak, Ekosistem hutan
Alam Sekunder (Blok Widuri)

123
Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.

Monyet ekor panjang


( Macaca fasicularis) 4 Lompat di pohon

Bajing Kelapa
4 Merayap di pohon
(Callosciurus notatus)
Tabel 2.4 Hasil analisis mamalia di Ekosistem hutan alam sekunder
(Blok Widuri )

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Monyet ekor panjang


( Macaca fasicularis) 0,4 50 %
0,7
Bajing Kelapa (RENDAH)
0,4 50 %
(Callosciurus notatus)

Tabel 2.5 Hasil pengamatan mamalia di Resort Labuhan Merak, ekosistem


mangrove dan pantai (Blok Bilik-Sijile)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.

Monyet ekor panjang


11 Lompat di pohon
( Macaca fasicularis)
Bajing Kelapa
2 Merayap di pohon
(Callosciurus notatus)

Tabel 2.6 Hasil analisis mamalia di Ekosistem mangrove dan pantai


(Blok Bilik-Sijile)

Jenis Satwa Kepadatan Populasi Kelimpahan Keanekaragaman


(Ind/ha) jenis Jenis

Monyet ekor panjang


( Macaca fasicularis) 1,1 84,62 %
0,44
(RENDAH)
Bajing Kelapa
0,2 15, 38 %
(Callosciurus notatus)

124
Tabel 2.7 Hasil pengamatan mamalia di Resort Labuhan Merak, ekosistem savana
(Blok Widuri)

Jenis Satwa Jumlah Aktivitas/Ket.

Tidak ditemukan - -

D. BURUNG

No Famili Nama Lokal Nama Latin


1 Phasianidae Ayam Hutan Hijau Gallus varius
2 Phasianidae Merak Hijau Pavo muticus
3 Pyconotidae Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster
4 Pyconotidae Merbah Cerukcuk Pycnonotus goiavier
5 Sylviidae Perenjak Jawa Prinia familiaris
6 Sylviidae Cinenen Pisang Orthotomus sutorius
7 Sylviidae Cinenen Kelabu Orthotomus ruficeps
8 Columbidae Perkutut Ketitir Geopelia striata
9 Columbidae Tekukur Biasa Streptopelia chinensis
10 Columbidae Punai Salung Treron oxyura
11 Columbidae Dederuk Jawa Streptopelia bitorquata
12 Alcedinidae Cekakak Sungai Halcyon chloris
13 Alcedinidae Cekakak Jawa Halcyon cyanoventis
14 Apodidae Kapinis Rumah Apus nipalensis
15 Apodidae Walet Linchi Collocalia linchi
16 Muscicapidae Kucica Kampung Copsychus saularis
17 Muscicapidae Sikatan Dada Merah Ficedula dumetoria
18 Muscicapidae Meninting Kecil Enicurus velatus
19 Hirundinidae Layang-layang Loreng Hirundo striolata
20 Cuculidae Wiwik Uncuing Cocomantis sepulclaris
21 Cuculidae Bubut Alang-alang Centropus bengalensis

125
22 Aegithinidae Cipoh Kacat Aegithina tiphia
No Famili Nama Lokal Nama Latin
23 Dicaeidae Cabai Jawa Dicaeum trochileum
24 Picidae Caladi Tilik Dendrocopus moluccensis
25 Sternidae Dara Laut Putih Gygis alba
26 Hemiprocnidae Tapekong Jambul Hemiprocne longipennis
27 Paridae Gelatik Batu Kelabu Parus major
28 Campephagidae Sepah Hutan Pericrocotus flammeus
29 Zosteropidae Kacamata Biasa Zosterops palpebrosus
30 Monarchidae Kehicap Ranting Hypothymis azurea
31 Dicruridae Srigunting Hitam Dicrurus macrocercus
32 Capitonidae Takur Tohtor Megalaima armillaris
33 Nectariniidae Pijantung Besar Arachnothera robusta
34 Nectariniidae Burung Madu Sriganti Nectarinia jugularis
35 Laniidae Bentet Kelabu Lanius schach
36 Bucerotidae Kangkareng Perut Putih Anthracoceros albirostris
37 Estrildidae Bondol Peking Lonchura punctulata
38 Accipitridae Elang Brontok Spizaetus cirrhatus
39 Ardeidae Cangak Merah Ardea purpurea
40 Ardeidae Kuntul Kerbau Bubulcus ibis
41 Turdidae Meninting Besar Enicurus leschenaultia
42 Rallidae Kareo Padi Amaurornis phoenicurus
43 Ploceidae Manyar Emas Ploceus hypoxanthus
44 Artamidae Kekep Babi Artamus leucorynchus
45 Sittidae Munguk Loreng Sitta azurea

126
E. INVENTARISASI FLORA

Pohon
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 jati Tectona grandis 28 140 93.333333 1 71.428571 176811.29 94.183927 258.94583
2 bacang Mangifera indica 1 5 3.3333333 0.2 14.285714 6936.8943 3.6951483 21.314196
3 kesambi Schleichera oleosa 1 5 3.3333333 0.2 14.285714 3981.6083 2.1209251 19.739973
H'=0.28 R=0.59 E=0.25 C=0.75

Tiang
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F D INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%) DR (%)
1 jati Tectona grandis 19 475 100 0.8 100 0.17776 100 300

H'=0 R=0 E=0 C=1

Pancang
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
1 kemloko Emblica offosinalis 1 25 14.285714 0.2 20 34.285714

2 jati Tectona grandis 1 25 14.285714 0.2 20 34.285714

3 kesambi Schleichera oleosa 5 125 71.428571 0.6 60 131.42857

H'=0.8 R= 1.03 E=0.73 C=0.49

Semai
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
1 kesambi Schleichera oleosa 4 2000 50 0.4 50 100
2 jati Tectona grandis 4 2000 50 0.4 50 100

H'=0.70 R= 0.48 E=1.01 C=0.5

Tumbuhan Bawah
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
1 alang-alang Imperata cylindrica 257 128500 46.223022 1 21.73913 67.962152
2 R. pring-pringan Apluda mutica 114 57000 20.503597 0.8 17.391304 37.894901
3 kemloko Emblica offosinalis 6 3000 1.0791367 0.6 13.043478 14.122615
Aeschinomene
4 aseman 38 19000 6.8345324 0.8 17.391304 24.225837
americana
5 wedusan Ageratum conyzoides 79 39500 14.208633 0.6 13.043478 27.252111
6 putri malu Mimosa pudica 28 14000 5.0359712 0.2 4.3478261 9.3837973

127
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
7 pare-parean Momordica sp. 1 500 0.1798561 0.2 4.3478261 4.5276822
8 kunyit Curcuma domestica 32 16000 5.7553957 0.2 4.3478261 10.103222
9 kapasan Thespesia lampas 1 500 0.1798561 0.2 4.3478261 4.5276822
278000 4.6 200

H'=1.52 R=1.27 E=0.69 C=0.19

Liana
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
1 kalakmantang Anomianthus auritus 1 500 100 0.2 100 200

H'=0 R=0 E=0 C=1

Hutan Savanna
Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1. Putri malu Mimosa pudica 220 110000 13.647643 0.8 20 33.647643
Aeschinomene
2. aseman americana 832 416000 51.612903 1 25 76.612903
3. alang-alang Imperata cylindrica 360 180000 22.332506 1 25 47.332506
4. nyawon Vernonia cinerea 76 38000 4.7146402 0.6 15 19.71464
5. rumput merakan Themeda sp. 84 42000 5.2109181 0.2 5 10.210918
6. kirinyuh Eupatorium pallesceni 24 12000 1.4888337 0.2 5 6.4888337
7. widuri Calotropis gigantea 16 8000 0.9925558 0.2 5 5.9925558
1612 806000 4 200
H'=1.37 R= 0.81 E=0.70 C=0.25

Liana
jumlah
no nama lokal nama ilmiah individu K KR (%) F FR (%) INP
1. wedusan Ageratum conyzoides 29 14500 100 0.4 100 200
H'=0 R=0 E=0 C=1

Hutan Alam
Pohon
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F D DR (%) INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
1 putat Planchonia valida 1 25 6.67 0.2 10 28.76 76.53952 93.21

2 kendayungan Grewia multiflora 2 50 13.33 0.2 10 1.99 5.2960238 28.63

3 kesambi Schleichera oleosa 8 200 53.33 0.8 40 3.71 9.8734916 103.2


kedondong
1 25 6.67 0.2 10 2.77 7.3718522 24.04
4 hutan Lannea grandis

128
jumlah
nama lokal K (ind/ha) F D DR (%) INP
no nama ilmiah individu KR (%) FR (%)
5 sompor 3 75 20 0.6 30 0.34536 0.919113 50.92
37.57536 300
H'=1.28 R=1.48 E=0.79 C= 0.26

Tiang
jumlah
K (ind/ha) DR (%)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D INP
1 Kendayungan Grewia multiflora 1 20 20 0.2 33.333333 0.40192 28.959276 82.292609
2 sompor 2 40 40 0.2 33.333333 0.5338 38.461538 111.79487
3 kalobur Cassia fistula 2 40 40 0.2 33.333333 0.45216 32.579186 105.91252
100 0.6 1.38788 300
H'=1.06 R=1.25 E=0.96 C=0.34

Pancang
jumlah
K (ind/ha)
NO Nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 Popohan Bucanania arboresceng 4 320 12.121212 0.4 13.333333 25.454545
2 kendayungan Grewia multiflora 10 800 30.30303 0.4 13.333333 43.636364
3 talok Grewia excelsa 1 80 3.030303 0.2 6.6666667 9.6969697
4 serut Streblus asper 5 400 15.151515 0.6 20 35.151515
5 mentaos Wrightia pubescens 1 80 3.030303 0.2 6.6666667 9.6969697

Semai
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 poh-pohan Bucanania arboresceng 2 1000 6.0606061 0.2 11.111111 17.171717
2 kesambi Scheichera oleosa 4 2000 12.121212 0.4 22.222222 34.343434
3 jambu air Syzygium aqueum 23 11500 69.69697 0.6 33.333333 103.0303
4 kendayungan Grewia multiflora 3 1500 9.0909091 0.4 22.222222 31.313131
5 kemloko Emblica offosinalis 1 500 3.030303 0.2 11.111111 14.141414
16500 1.8 200
H'=0.99 R=1.14 E=0.61 C=0.33

Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
R. pring-
1 pringan Apluda mutica 40 20000 61.538462 0.8 44.444444 105.98291
2 ketal Bidens pilosa 1 500 1.5384615 0.2 11.111111 12.649573
3 jejerukan Citrus sp. 12 6000 18.461538 0.2 11.111111 29.57265
4 alang-alang Imperata cylindrica 8 4000 12.307692 0.2 11.111111 23.418803
5 nyawon Vernonia cinerea 1 500 1.5384615 0.2 11.111111 12.649573

129
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP no
6 kunyit Curcuma domestica 3 1500 4.6153846 0.2 11.111111 15.726496
32500 1.8 200
H'=1.13 R=1.19 E=0.63 C=0.33

Liana
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 cacabean Polygonum hidropiper 96 48000 42.857143 0.4 33.333333 76.190476
2 cabe puyang Polygonum hidropiper 61 30500 27.232143 0.2 16.666667 43.89881
3 pare-parean Momordica sp. 30 15000 13.392857 0.4 33.333333 46.72619
4 kalakmantang Anomianthus auritus 37 18500 16.517857 0.2 16.666667 33.184524
112000 1.2 200
H'=1.28 R=0.55 E=0.92 C=0.27

Resort Labuhan Merak


Hutan Alam Sekunder
Pohon
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 cermai hutan Phylantus dietricus 1 5 6.6666667 0.2 8.3333333 0.3153264 2.2964013 17.296401
2 mimbo Azadiractha indica 2 10 13.333333 0.2 8.3333333 0.5497611 4.0036993 25.670366
3 dadap Erythrina orientalis 2 10 13.333333 0.4 16.666667 2.8043392 20.422925 50.422925
4 asem jawa Tamarindus indica 5 25 33.333333 0.8 33.333333 5.3838774 39.208711 105.87538
5 kemloko Emblica offosinalis 1 5 6.6666667 0.2 8.3333333 0.8369825 6.095422 21.095422
mengkudu
6 alas Morinda citrifolia 1 5 6.6666667 0.2 8.3333333 0.3153264 2.2964013 17.296401
7 laban Vitex pubescens 1 5 6.6666667 0.2 8.3333333 0.2484475 1.8093474 16.809347
8 kesambi Scheichera oleosa 2 10 13.333333 0.2 8.3333333 3.2772691 23.867092 45.533759
H'=1.9 R=2.59 E=0.91 C=0.20

Tiang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 kemloko Emblica offosinalis 6 120 75 0.4 50 1.908758 85.014184 210.01418
2 kesambi Scheichera oleosa 1 20 12.5 0.2 25 0.1630573 7.2624113 44.762411
mengkudu
3 alas Morinda citrifolia 1 20 12.5 0.2 25 0.1734076 7.7234043 45.223404
160 0.8 2.2452229 300
H'=0.73 R=0.96 E=0.66 C=0.53

130
Pancang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 laban Vitex pubescens 1 80 33.333333 0.2 33.333333 66.666667
2 lantana Lantana camara 1 80 33.333333 0.2 33.333333 66.666667
3 mimbo Azadiractha indica 1 80 33.333333 0.2 33.333333 66.666667
240 0.6 200
H'=1.02 R=1.82 E=0.93 C=0.33

Semai
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 talok Grewia excelsa 4 2000 36.363636 0.6 50 86.363636
2 jejerukan Citrus sp. 1 500 9.0909091 0.2 16.666667 25.757576
3 laban Vitex pubescens 2 1000 18.181818 0.2 16.666667 34.848485
4 mimbo Azadiractha indica 4 2000 36.363636 0.2 16.666667 53.030303
5500 1.2 200
H'=1.27 R=1.25 E=0.92 C=0.30

Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 branjangan 6 3000 6 0.2 5.2631579 11.263158
2 rumput teki Cyperus rotundus 3 1500 3 0.2 5.2631579 8.2631579
3 empit-empitan 2 1000 2 0.2 5.2631579 7.2631579
4 pare-parean Momordica sp. 6 3000 6 0.4 10.526316 16.526316
5 wedusan Ageratum conyzoides 10 5000 10 0.2 5.2631579 15.263158
6 kenikir Cosmos caudatus 1 500 1 0.2 5.2631579 6.2631579
7 kapasan Thespesia lampas 8 4000 8 0.2 5.2631579 13.263158
8 nyawon Vernonia cinerea 4 2000 4 0.4 10.526316 14.526316
9 tuton Echinochloa colona 40 20000 40 0.4 10.526316 50.526316
10 jarong Stachytarpheta indica 5 2500 5 0.6 15.789474 20.789474
11 gawer Celosia cristata L 8 4000 8 0.4 10.526316 18.526316
12 klentengan 6 3000 6 0.2 5.2631579 11.263158
13 hampelas Ficus ampelas 1 500 1 0.2 5.2631579 6.2631579
50000 3.8 200
H'=2.07 R=2.60 E=1.05 C=0.12

131
Liana
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 pare-parean Momordica sp. 2 1000 50 0.2 16.666667 66.666667
2 lawai 3 1500 75 0.2 16.666667 91.666667
Chrysanthemum
3 seruni indicum 17 8500 425 0.2 16.666667 441.66667
4 cemara Casuarina spp. 1 500 25 0.2 16.666667 41.666667
5 kalakmantang Anomianthus auritus 4 2000 14.814815 0.4 33.333333 48.148148
13500 1.2 200
H'=1.12 R=1.21 E=0.69 C=5.29

Hutan Savana
Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 rumput merakan Themeda sp. 61 30500 25.311203 0.6 11.111111 36.422314
Wahlenbergia
2 patikan marginata 2 1000 0.8298755 0.4 7.4074074 8.2372829
3 nyawon Vernonia cinerea 52 26000 21.576763 0.8 14.814815 36.391578
rumput cakar
4 ayam Selaginella doederleinii 3 1500 1.2448133 0.4 7.4074074 8.6522207
5 pare-parean Momordica sp. 9 4500 3.7344398 0.8 14.814815 18.549255
6 paria Momordica charantia 4 2000 1.659751 0.6 11.111111 12.770862
7 semangka Citrulus vulgaris 1 500 0.4149378 0.2 3.7037037 4.1186415
8 lamuran Sapindus rarak 58 29000 24.06639 0.6 11.111111 35.177501
Aeschinomene
9 aseman americana 1 500 0.4149378 0.2 3.7037037 4.1186415
10 klentengan 3 1500 1.2448133 0.2 3.7037037 4.948517
11 rumput ekor bajing 19 9500 7.8838174 0.4 7.4074074 15.291225
12 lotah 28 14000 11.618257 0.2 3.7037037 15.321961
120500 5.4 200
H'=1.83 R=2.01 E=0.74 C=0.13

Hutan Mangrove
Pohon
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 kendal Cordia dichotoma 10 50 100 1 100 3.715E-05 100 300
H'=0 R=0 E=0 C=1

132
Resort Watu Numpuk
Hutan Jati
Pohon
jumlah
jenis K (ind/ha) KR F FR D DR INP
no nama ilmiah ind.
1 jati Tectona grandis 19 475 100 0.8 100 0.17776 100 300

H'=0 R=0 E=0 C=1


Tiang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 akasia Acacia sp. 1 20 12.5 0.2 16.666667 1580.0159 5.1934246 34.360091
2 mojo Aegle marmelos 1 20 12.5 0.2 16.666667 2421.9745 7.9608958 37.127562
3 jati Tectona grandis 6 120 75 0.8 66.666667 26421.401 86.84568 228.51235
160 1.2 30423.392 300
H'=0.73 R=0.96 E=0.66 C=0.61

Pancang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 jati Tectona grandis 14 1120 100 0.8 100 200
H'=0 R=0 E=0 C=1

Semai
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 mimbo Azadiractha indica 22 11000 64.705882 0.8 44.444444 109.15033
2 gebang Corypha utan 2 1000 5.8823529 0.4 22.222222 28.104575
3 palem Palmae 10 5000 29.411765 0.6 33.333333 62.745098
17000 1.8 200
H'=0.81 R=0.57 E=0.73 C=0.42

Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 centella Centella sp. 5 2500 5.7471264 0.2 5.8823529 11.629479
2 R. Pring-pringan Apluda mutica 24 12000 27.586207 0.6 17.647059 45.233266
3 seruni Casuarina spp. 9 4500 10.344828 0.4 11.764706 22.109533
4 popohan Bucanania arboresceng 12 6000 13.793103 1 29.411765 43.204868
5 ketal Bidens pilosa 7 3500 8.045977 0.8 23.529412 31.575389
6 jejerukan Citrus sp. 30 15000 34.482759 0.4 11.764706 46.247465
43500 3.4 200
H'=1.58 R=1.12 E=0.88 C=0.19

133
Hutan Alam
Pohon
jumlah
K (ind/ha)
NO nam lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 serut Streblus asper 8 200 72.727273 0.6 60 3.66 53.275109 186.00238
2 trengguli Cassia fistula 2 50 18.181818 0.2 20 1.07 15.574964 53.756782
3 pilang Acacia leucophloea 1 25 9.0909091 0.2 20 2.14 31.149927 60.240836
6.87 300
H'=0.76 R=0.83 E=0.69 C=0.46

Tiang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) D DR (%) INP
1 serut Streblus asper 5 100 71.428571 1 71.428571 17977.707 77.744112 220.60126
2 trengguli Cassia fistula 2 40 28.571429 0.4 28.571429 5146.4968 22.255888 79.398745
140 1.4 23124.204 300
H'=0.60 R=0.51 E=0.86 C=0.61

Pancang
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 kendayungan Grewia multiflora 13 325 76.470588 0.6 60 136.47059
2 serut Streblus asper 4 100 23.529412 0.4 40 63.529412
200
H'=0.54 R=o.35 E=0.78 C=0.57

Semai
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 mimbo Azadiractha indica 22 11000 64.705882 0.8 44.444444 109.15033
2 gebang Corypha utan 2 1000 5.8823529 0.4 22.222222 28.104575
3 palem Palmae 10 5000 29.411765 0.6 33.333333 62.745098
17000 1.8 200
H'=0.81 R=0.57 E=0.74 C=0.42

Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 centella Centella sp. 5 2500 5.7471264 0.2 5.8823529 11.629479
2 pring-pringan Apluda mutica 24 12000 27.586207 0.6 17.647059 45.233266
3 seruni Casuarina spp. 9 4500 10.344828 0.4 11.764706 22.109533
4 popohan Bucanania arboresceng 12 6000 13.793103 1 29.411765 43.204868

134
5 ketal Bidens pilosa 7 3500 8.045977 0.8 23.529412 31.575389
6 jejerukan Citrus sp. 30 15000 34.482759 0.4 11.764706 46.247465
43500 3.4 200
H'=1.58 R=1.12 E=0.88 C=0.19

Hutan Savana
Tumbuhan Bawah
jumlah
K (ind/ha)
no nama lokal nama ilmiah individu KR (%) F FR (%) INP
1 rumput merakan Themeda sp. 2066 51650 96.677585 1 38.461538 135.13912
2 putri malu Mimosa pudica 27 675 1.2634534 0.6 23.076923 24.340377
Aeschinomene
3 aseman americana 1 25 0.0467946 0.2 7.6923077 7.7391023
4 nyawon Vernonia cinerea 43 1075 2.0121666 0.8 30.769231 32.781397
53425 200
H'=3.76 R=0.39 E=2.71 C=0.49

135

Anda mungkin juga menyukai