Sc
Latar Belakang
Kalimantan atau lazim juga disebut Borneo, sebuah pulau yang terbagi menjadi 3 negara,
yaitu Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia yang berada pada garis katulistiwa yang
beriklim trofis. Borneo yang masuk dalam wilayah negara Indonesia, secara administrative
terbagi menjadi 4 propinsi , yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Tengah dengan luas seluruhnya adalah 549.032 km2 atau 73 % dari luas
Borneo (Kathy Mackinnon:1:2000). Luas diatas merupakan 28% seluruh daratan Indonesia.
Borneo terbentang di katulistiwa antara 70 LU dan 40 LS. Borneo terletak di kawasan
bercurah hujan konstan dan bersuhu tinggi sepanjang tahun. Oleh karena itu, pulau ini
memiliki beberapa habitat tropis tersubur di muka bumi dan memiliki hutan basah tropis
terluas di kawasan Indomalaya. Pulau ini kaya akan keragaman hayati.
Jumlah penduduk Kalimantan sekitar 9,1 juta (1991), dengan kepadatan penduduk 17
orang/km2. Kalimantan berperanan penting dalam pengembangan ekonomi Indonesia dan
merupakan salah satu penghasil devisa utama. Kekayaan ini bukan berasal dari produk
industri, juga bukan dari hasil pertanian dan perkebunan, melainkan karena besarnya
cadangan sumber daya alam: hutan, minyak, gas, batu bara, dan mineral-mineral lain.
Pulau Borneo berbentuk pesisir yang rendah dan memanjang serta dataran sungai,
terutama di bagian selatan. Lebih dari setengah pulau ini berada di bawah ketinggian 150 m
dan air pasang dapat mencapai 100 km ke arah pedalaman. Borneo tidak memiliki gunung
berapi tetapi jajaran pegunungan, utamanya semula merupakan gunung berapi. Rangkaian
pegunungan utamanya melintasi bagian tengah pulau, seperti trisula terbalik dari utara ke
selatan, dengan tiga mata tombaknya bercabang di bagian selatan. Secara singkat dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
Wilayah pesisir umumnya didefinisikan sebagai suatu jalur daratan dan laut yang terdapat
di sepanjang pesisir. Wilayah ini hanya sebagian kecil di Kalimantan. Wilayah ini mencakup
beberapa habitat yang dari segi ekologi sangat produktif, yaitu muara sungai, lahan basah
pasang-surut, hutan bakau dan terumbu karang, dan juga merupakan daerah temapat tinggal
sebagaian besar penduduk Kalimantan, di mana sebagian besar pembangunan sedang
berlangsung.
Di belakang batas hutan bakau dan nipah daerah pesisir, tanah yang tergenang air di
dataran rendah Kalimantan menunjang kehidupan rawa gambut dan hutan air tawar yang
sangat luas. Kalimantan, secara keseluruhan, memiliki lahan basah seluas 20.116.000 ha.
Dari lahan seluas itu, yang tersisa sekitar 12.478.000 ha. Persoalannya adalah dari 20 juta ha
luas lahan itu, yang dilestarikan hanya sebesar 1.322.000 ha.
Kalimantan memiliki kekayaan hutan yang berlimpah ruah. Pada tahun 1968, Kalimantan
ditaksir mempunyai 41.470.000 ha hutan atau kira-kira 70%. Luas ini mencakup 34% seluruh
luas hutan di Indonesia. Menjelang tahun 1990, dengan basis data yang lebih baik, luas lahan
di Kalimantan yang masih tertutup hutan hanya 34.730.000ha atau 63%. Angka ini
menunjukkan kehilangan hutan tujuh juta hektar selama dua puluh tahun.
Saat ini, perhatian masyarakat di Kalimantan diberikan pada tanaman perkebunan dan
tanaman keras. Tiga tanaman perkebunan utama di Kalimantan adalah kelapa sawit, karet,
dan kelapa. Ketiga produk alam ini dipandang efektif dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
mampu diterapkan dalam melindungi sistem ekologi. Selain itu, pengelolaan lahan dengan
media perkebunan besar mampu melindungi tanah dengan baik, menjaga eksistensi satwa
liar, dan menganut sistem berkelanjutan.
Borneo merupakan daratan dengan sungai-sungai besar: Sungai Kapuas, Sungai Barito,
Sungai Kahayan, Sungai Kayan, dan Sungai Mahakam di wilayah Kalimantan. Sungai-sungai
ini merupakan jalur masuk utama ke pedalaman pulau dan daerah pegunungan tengah.
Semakin ke hulu, sungai lebih sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan
perbukitan, berarus deras, dan airnya jernih.
Borneo memiliki flora yang terkaya di Kepulauan Sunda, baik jumlah kekayaan maupun
keragaman jenisnya. Borneo memiliki lebih dari 3.000 jenis pohon, termasuk 267 jenis
Dipterocarpaceae, yang merupakan kelompok pohon kayu perdagangan terpenting di
kawasan Asia Tenggara; 58% jenis Dipterocarpaceae ini merupakan jenis endemik. Borneo
memiliki lebih dari 2.000 jenis anggrek dan 1.000 jenis Pakis, dan merupakan pusat distribusi
karnivora kantung semar Nepenthes. Tingkat endemisme flora cukup tinggi, yaitu sekitar
34% dari seluruh tumbuhan, tetapi hanya 59 marga di pulau ini unik (dari 1.500 marga
seluruhnya). Hanya satu suku endemik di Borneo, yaitu Scyphostegiaceae.
Kekayaan jenis tumbuhan dapat dihubungkan dengan tipe tanah. Keragaman tipe habitat
dan endemisme lokal berkaitan dengan tanah, misalnya sifat geologi batuan muda, khususnya
di barat daya Borneo, berperanan dalam menentukan kekayaan jenis tersebut. Keragaman
habitat hutan di Borneo berkisar dari hutan Dipterocarpaceae dewasa dengan tajuk tinggi,
stratifikasi yang jelas, dan tumbuhan polong-polongan yang tinggi dan hutan
Dipterocarpaceae yang menjulang tinggi. Sebagaian dari 146 enis rotan Borneo berkaitan
dengan tipe hutan khusus.
Fauna Borneo menggambarkan sejarah geologi dan hubungannya dengan daratan purba.
Pulau ini kaya akan fauna yang berasal dari Asia, misalnya, keluarga rusa, sapi liar, babi,
kucing, monyet dan kera, tupai, dan banyak keluarga burung Asia. Banyak fauna Borneo
yang serupa dengan fauna daratan Asia dan pulau-pulau Sunda lainnya, tetapi keserupaan
dengan Sulawesi dan pulau-pulau di sebelah timur hanya sedikit, karena komposisi faunanya
agak berbeda.
Penduduk terbanyak yang mendiami Kalimantan adalah Suku Dayak. Secara harfiah,
“Dayak” berarti orang pedalaman dan merupakan istilah kolektif untuk bermacam-macam
golongan suku, yang berbeda dalam bahasa, bentuk kesenian, dan banyak unsur budaya serta
organisasi sosial. Mereka terutama merupakan peladang berpindah padi huma, yang
Berdasar karekteristik umum Pulau Kalimantan ada keterikatan antar kawasan terutama
daerah hulu-hulu sungai yang menjadi bagian penting dari kehidupan di Pulau ini. Namun
kondisi kawasan ini menunjukan adanya penurunan fungsi yang secara nyata dari tahun ke
tahun diantaranya oleh kegiatan ekstraktif apalagi dengan kebijakan pemerintah yang terus
mengancam kawasan ini seperti rencana pertambangan di kawasan lindung di Pegunungan
Meratus atau rencana spektakular sawit 1,8 juta hektar di perbatasan maupun. Sehingga
kedepannya bagaimana kawasan tersebut dapat diselamatkan, karena dengan menyelamatkan
kawasan tersebut otomatis juga akan menyelamatkan kehidupan di pulau ini.
Kawasan “penting” yang dimaksud adalah kawasan yang memberikan pengaruh besar
bagi kehidupan masyarakat . Di kawasan inilah tempat penyedia air, penyeimbang kondisi
lingkungan hidup, pelindung dari bencana, intinya kawasan inilah yang akan membantu
menyelamatkan kehidupan di Pulau Kalimantan. Kawasan ini kemudian disebut sebagai
“sabuk hijau.
Kondisi Terkini
Kalimantan pada umumnya ketersediaan sumber daya alam meskipun dikatakan masih
cukup tinggi namun ketersediaannya mulai terbatas. Nilai komoditas sumber daya alam di
Kalimantan berasal dari beberapa sector, diantaranya hasil hutan, tambang, pertanian dan
perikanan yang mendatangkan nilai ekonomi wilayah. Namun belakangan ini potensi sumber
daya alam tersebut mengalami pemborosan dalam pemanfaatan, sehingga terjadi kerusakan
dan penurunan kualitas lingkungan hidup yang ditandai dengan pencemaran sungai serta
banjir. Kalimantan yang berada di Wilayah Republik Indonesia terletak diantara 4º24' LU -
4º10' LS dan 108º30' BT - 119º00' BT, dengan luas wilayah lebih kurang 535.834 km².
Perbatasan dengan Negara Malaysia terletak dibagian utara yang panjangnya mencapai 3.000
km. sebagai wilayah yang mempunyai kawasan perbatasan maka tidak dapat dikesampingkan
Kondisi fisik wilayah Kalimantan yang masih menyimpan potensi sumber daya alam
sebagian besar di wilayah pegunungan, yang meliputi kawasan taman nasional yang
berfungsi sebagai konservasi flora dan fauna, hutan di pegunungan Muller dan Schawaner,
serta kawasan hutan dan hutan lindung lainnya yang ditetapkan sebagai “world heritage
forest”. Kawasan hutan tersebut merupakan hulu-hulu sungai yang menyimpan cadangan air
untuk seluruh Kalimantan, yaitu sebanyak 35 % yang tidak akan habis, tetapi dengan syarat
tidak terganggu dan tercemar serta perlu dikelola sebagai suatu kawasan bioregion.
Sampai saat ini hasil hutan Kalimantan masih dijadikan kayu industri, sehingga beberapa
spesies kayu mulai punah seperti, gaharu, ramin dan cendana yang ditebang tanpa kendali.
Selain industri kayu, juga dari hasil pertambangan, pertanian/perkebunan dan industri hasil
olahan yang mengandalkan sumber daya alam mengabaikan kondisi lingkungan hidup dan
keberlanjutannya. Potensi sumber daya alam tersebut memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto Nasional yang mencapai 10,09%, hal ini merupakan suatu nilai yang
cukup tinggi. Kontribusi terbesar berasal dari sector industri pengolahan (25,8%),
pertambangan dan bahan galian (20,66%), serta pertanian/perkebunan (16,34%). Meskipun
pertanian pada urutan ke tiga, namun pada lingkup Propinsi, pertanian sangat dominant
memberikan kontribusi pada PDRB, yaitu antara 20 – 40 %.
Gambaran singkat tersebut dapat memberikan ilustrasi bahwa Kalimantan dipandang oleh
para ekonom sebagai kawasan yang memberikan harapan perkembangan dan pertumbuhan
wilayah dan kontribusinya pada pertumbuhan nasional. Namun, para ekonom tersebut tidak
pernah memandang dari ketersediaan sumber daya alam dan daya dukung lingkungan, serta
kodisi social, budaya masyarakat yang sangat tergantung oleh ketersediaan sumber daya alam
sebagai ruang dan sumber kehidupan masa depan.
Degradasi kualitas lingkungan hidup sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam
yang tidak terkendali dan tidak mengacu pada kondisi bioregion, sehingga
mengurangi potensi sumber daya alam Kalimantan.
Pola penyebaran sumber daya alam yang potensial ekonomis pada umumnya berada
pada lahan-lahan yang subur di dataran rendah dan tidak berawa. Pola penyebarannya
sangat terbatas dibagian barat, selatan dan timur bagian utara wilayah Kalimantan.
Dibagian tengah dan dataran rendah pantai selatan umumnya lahan gambut dengan
tingkat keasaman yang tinggi dan sulit ditanami dengan komoditas pertanian yang
ekonomis. Sedangkan dibagian utara dan tengah adalah daerah pegunungan yang
berfungsi sebagai kawasan konservasi untuk cadangan air.
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali menjadi salah satu isu utama di Kalimantan,
walaupun telah terdapat berbagai peraturan perundang-undangan tentang alokasi
lahan, dalam pelaksanaannya masih terjadi penyimpangan di lapangan. Kondisi ini
telah menimbulkan dampak negative yang sangat berat dengan munculnya banjir dan
menurunnya produktivitas pertanian rakyat, serta serta dampak social lainnya.
Perkembangan pembangunan di bagian hulu kawasan perbatasan dan hulu
pegunungan, telah mempersempit vegetasi yang menutup permukaan tanah menjadi
lapisan kedap air, sehingga meningkatkan air limpasan dan telah mengakibatkan
bahaya erosi tanah.
Kesenjangan pembangunan di Kalimantan tidak hanya antar Propinsi tetapi juga antar
Kabupaten di wilayah bagian pesisir, pedalaman dan perbatasan
Pegunungan Schawaner
Menurut peta landsat TMFCC 1:100.000, peta topografi 1:250.000, land system
1:250.000, Pegunungan Schawaner di bagi menjadi 3 sistem fisiografi :
Geologi[1]
· Formasi Basal Bungan (Kubu): tersusun dari Extrusive: intermediate: lava yang
terbentuk pada masa kapur akhir dan diakhir masa Paleosen Awal. Kawan ini
memiliki luasan sekitar 16, 9 ribu Ha.
· Formasi Pasir Sekayam (Tos) : tersusun dari Sediment: clastic: sandstone dan dari
endapan Terrestrial: fluvial. Terbentuk pada masa Oligosen Awal. Kawasan ini
memiliki luasan sekitar 20,75 ribu Ha
· Formasi Complek Ketapang (Jkke) tersusun dari Sediment: clastic: sandstone dan
dari endapan Littoral. Terbentuk pada masa Jura Akhir dan Kapur Akhir.
Kawasan ini memiliki luasan sekitar 12,3 ribu Ha
· Formasi Gabro Biwa (Kub) tersusun dari ophiolite dari endapan Plutonism: sub-
volcanic. Terbentuk pada masa Kapur Akhir. Kawasan ini memiliki luasan
sekitar 7,3 ribu Ha
· Formasi Granit Laur (Kll) tersusun dari Intrusive: felsic: granitoid dari endapan
Plutonism: batholith. Terbentuk pada masa Kapur Tengah. Kawasan ini memiliki
luasan sekitar 49,9 ribu Ha
· Formasi Granit Sangiyang (Kusa) tersusun dari Intrusive: felsic dari endapan
Plutonism: sub-volcanic. Terbentuk pada masa Kapur Akhir. Kawasan ini
memiliki luasan sekitar 19,7 ribu Ha
· Formasi Granit Sukadana (Kus); tersusun dari granit biorit merah muda, granit
feldspar Alkali dan Monzogranit yang terbentuk pada masa kapur akhir yang
berada di kelompok perbukitan yang tidak teratur. Kawasan ini memiliki luasan
sekitar 1.099 ribu Ha
· Formasi Granodiorit Mensibau (Klm) tersusun dari Intrusive: felsic: granitoid dari
endapan Plutonism: batholith.Terbentuk pada masa Kapur Tengah. Kawasan ini
memiliki luasan sekitar 9,8 ribu Ha
· Formasi Tonalit Sepauk (Kls); tersusun dari Tonalit dan Granodiorit horn blenda –
biorit kelabu muda, Dioririt-granit, Monzodiaite diorite kuarsa pada masa kapur
awal; bahan induk batuan terdapat pada kelompok perbukitan memanjang di
Selatan, Utara, Timur; Barat laut kawasan TN dan kelompok yang berbukit kecil
(Utara & Selatan); pengendapan batuan ada di bukit-bukit kecil sebelah Barat
Daya kawasan TN.
· Formasi Malihan Pinoh (P2Rp); berasal dari skirt, muskovit, kuarsit, fillik serisit-
kuarsa, batu sabak & tufa malihan; Andalusit, biosit & koerdierit pada masing-
masing tempat, jarang Yakut atau silimanit pada masa Paleozoikum sampai Tiras;
bahan induk P2Rp ada pada kelompok perbukitan di Selatan dan pada kelompok
punggung pegunungan berbukit kecil yang terletak di bagian tengah, Barat laut,
Utara dan Selatan kawasan TN
Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson masuk dalam iklim A dengan nilai Q 0 –
14,3 dan menurut Koppen masuk tipe Af. Curah hujan pertahun rerata 3.423 mm atau
bekisar 2.935 – 4.071 mm, curah hujan tertinggi pada bulan Oktober – Mei dengan
rerata 23 hari hujan per bulan. Suhu di Na. Pinoh bekisar 220C – 310C dengan
kelembaban rerata 73%, jadi tiap kenaikan 100 m penurunan suhu 0,6 0C; untuk
ketinggian 100 mdpl – 2.278 mdpl, suhunya bekisar 11,80C – 30,40C, angin bertiup
dengan kecepatan rendah 0 – 10 knot. Di bulan Oktober – Mei kandungan uap air dan
hujan (musim Barat) banyak dari arah Utara dan Barat dengan curah hujan mencapai
100 mm dalam waktu singkat, di bulan Juni – September angina dari arah Sealatan
dan Tenggara bersifat kering (musim Timur) namaun masih ada hari hujan.
Hidrologi sebagai daerah tangkapan air, persediaan air & perlindungan tata air di
DAS Melawi & DAS Katingan;
Flora terdapat 817 jenis (610 marga dalam 139 suku) dengan variasi vegetasi di
pengaruhi ketinggian;
Fauna terdapat 221 jenis (65 jenis mamalia, 140 jenis Aves, 9 jenis Reptillian, 7 jenis
Amphibian)
Pegunungan Muller
Berdasarkan ketinggian kawasan GB : 200 – 500 mdpl (38,51%), 500 -700 mdpl
(28,14%), 700 – 1.000 mdpl (15,90%), 1.000 – 1.500 mdpl (11,19%), <> 1.500 mdpl
(0,92%). Kelerengan yang bervariasi dengan terjal > 45% sekitar 61,15% dan
kelerengan 25% - 45% sekitar 33,08%, < style="">longsor[R2] .
Terdapat setidaknya 65 titik puncak di DAS Embaloh, 36 titik puncak di DAS Sibau –
Menyakan, 26 titik puncak di DAS Mendalam. Puncak yang menonjol di DAS
Embaloh (Gunung Betung 1.150 mdpl, G. Condong 1.240 mdpl, G. Tunggal 1.120
mdpl, G. Libau 1.220 mdpl); di DAS Sibau (Gunung Lawit 1.770 mdpl, G. Batu
1.040 mdpl, G. Sebako 1.270 mdpl, Bukit Loei 1.460 mdpl); di DAS Mendalam
(Bukit Metibat 1.240 mdpl, B. Mekuban 1.100 mdpl, B. Rangun 1.255 mdpl, B. Ulu
Seluwa 1.315 mdpl, B.Belabi 1.305 mdpl, B. Balui 1.565 mdpl, B. Ujung Balui 1.670
mdpl); di DAS Koheng (Gunung Jemuki 1.375 mdpl, G. Cemeru 1.180 mdpl); di
DAS Bungan (Gunung Unu 1.545 mdpl, G. Kerihun 1.790 mdpl, G. Dayang 1.45
mdpl, G. Batu Tipung 1.290 mdpl, G. Lepuyan 1.190 mdpl, G. Terata 1.470 mdpl, G.
Liang Cahung 1.395 mdpl, G. Pemeluan 1.340 mdpl).
Geologi
Iklim
Hidrologi dalam system DAS Kapuas dengan Sub DAS meliputi Sub DAS Embaloh,
Sibau, Mendalam, Kapuas Koheng, Bungan;
Fauna terdapat 48 jenis mamalia, 7 jenis primata, 301 jenis Aves (151 marga & 36
suku, 15 jenis migran) 24 jenis endemic Borneo, 51 jenis ampibian, 26 jenis kadal, 2
Seiring dengan perjalanan waktu, sebaliknya, dengan curah hujan setinggi 2.000-
3.000 milimeter per tahun, sejumlah kecil karbon dioksida yang larut dalam air hujan
jatuh dan membentuk larutan asam karbonat lemah, secara berangsur-angsur
melarutkan batu-batu kapur tersebut.
Semua gumpalan batu kapur yang tersingkap dari berbagai ukuran akhirnya
mengalami pelapukan menjadi formasi-formasi berpuncak yang runcing, membentuk
punggung-punggung setajam pisau cukur yang sukar dilintasi.
Seperti halnya dinding Muller yang memiliki permukaan curam sampai sangat curam
di sisi sebelah timur, yang telah memberikan formasi habitat yang berubah drastis dari
habitat pegunungan berkapur ke habitat hutan tropis dataran rendah.
Dari sisi sebelah barat di Kalteng dapat ditemui beberapa tipe hutan yang dapat
diklasifikasikan sebagai hutan tropis dataran rendah dengan ketinggian sekitar 600
meter, juga hutan subpegunungan antara 600-1.500 meter. Pangkal pohon dan banyak
tanaman lainnya, bahkan lantai hutan pun, terlihat mulai banyak ditumbuhi oleh
lumut.
Namun, pada ketinggian 1.500-an meter di Batu Ayau, karena faktor edafis batu tanah
pasir berkapur, ditemukan satu habitat tersendiri yang disebut daerah kerangas (heat
forest). Di sana ditemukan tanaman kantong semar (nephentes sp), juga beberapa
jenis anggrek.
Pegunungan Kapuas
Membentang dari ujung Kapuas yang terbagi menjadi 3 (Kapuas Hulu, kapuas
Tengah, Kapuas Hilir) yang membatasi dengan negara Bagian Malaysia Timur;
Iklim dalam Tipe A dengan nilai Q= 50-84,3%, Curah hujan 2307-4616 mm/tahun,
Suhu 12°C-36°C
Tanah ialah organosol glein humus, batuan alluvial, Podsolik merah kuning, tipe
tanah gambut.
Ekosistem kedalam kelompok hutan rawa putat, hutan rawa kawi, hutan rawa rengas,
hutan rawa tempurau, hutan rawa gambut kelansau-kerintak, hutan kerangas;
Pegunungan Iban
Seluruh perbatasan yang melalui Kutai Barat dan sebagian Malinau, yang panjangnya
sekitar 70 persen dari semua perbatasan di Kalimantan Timur, merupakan rangkaian
pegunungan Iban. Pegunungan ini membujur dari barat daya sampai timur laut yang
menghubungkan secara berturut-turut perbukitan Pacungapang, gunung Liang Pran,
perbukitan Batu Iban, gunung Latuk dan gunung Kaba.
Berdasarkan peta tanah skala 1 : 1.000.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1971) jenis
tanah di wilayah ini terdiri atas jenis tanah aluvial/gleysol seluas, podsolik dan
kompleks podsolik–latosol–litosol.[2]
Wilayah ini terdiri dari dataran rendah, dataran perbukitan dan pegunungan terjal. Di
bagian barat dan selatan mencakup Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai
daerahnya bergunung-gunung dan bergelombang disamping itu terdapat juga lipatan-
lipatan dan patahan.
Wilayah datar terdapat disekitar S. Kayan serta disekitar delta dan pantai sebelah
timur Nunukan. Kawasan perbatasan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata
3000 – 3.500 mm per tahun. Pada umumnya hujan turun sepanjang tahun dan
terbanyak pada bulan September – Januari. Suhu di daerah pegunungan waktu siang
hari bisa mencapai 14° - 32°C sedangkan pada malam hari sekitar 24°C. Menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di perbatasan ini adalah termasuk dalam tipe
iklim A (Q = 0,0 %) dengan jumlah bulan basah 12 bulan per tahun1.
Keadaan Topografi Kawasan perbatasan bervariasi, dari yang datar (slope 0 – 3 %),
bergelombang (slope 3 – 8 %), berbukit (slope 15 – 25 %) sampai curam (slope > 40
%). Topografi kawasan perbatasan Kalimantan Timur, wilayah datarnya sangat
terbatas dan berada tidak jauh dari pantai atau daerah aliran sungai, yaitu daerah yang
berada di kawasan pantai di kecamatan Sebatik, Nunukan dan Sebuku.
Pegunungan Meratus
Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan asli (native forest) yang masih tersisa
di Propinsi Kalimantan Selatan, letaknya membentang dari arah Tenggara sampai
kesebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya membelah
wilayah Kalimantan Selatan menjadi dua bagian, sebelah Barat dan sebelah Timur.
Berdasarkan letak geografis, kawasan Pegunungan Meratus terletak diantara
115’38’00” dan 115’52’00” Bujur Timur dan 2’28’00” dan 20’54’00” Lintang
Selatan. Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, kawasan
Pegunungan Meratustermasuk dalam Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kab. Hulu
Sungai Utara, Kab. Hulu Sungai selatan, Kab. Tabalong, Kab. Kotabaru, Kab. Banjar
dan kab. Tapin.
Adapun Jenis tanah Pegunungan Meratus adalah podsolik merah kuning serta
komplek podsolik merah kuning, Bedasarkan Klasifikasi Tanah USDA (USDA,
1975), di kawasan hutan pegunungan Meratus memiliki jenis tanah berupa Ultisol
(setara dengan Podsolik Merah Kuning berdasarkan klasifikasi tanah klasik di
Indonesia, seoproptohrdjo,1961) dan Inceptisol (setara dengan Planosol), latosol dan
litosol. Jenis tanah yang pertama merupakan tanah tua, sedangkan jenis kedua relatif
muda. Tekstur tanah umumnya sedang dengan drainase baik sehingga tidak pernah
tergenang. Kompleks tanah Podsolik Merah Kuning mendominasi sebagian besar
wilayah. Tanah tersebut merupakan jenis tanah yang telah mengalami proses
Data curah hujan untuk daerah dataran tinggi gunung Meratus tidak tersedia. Lumut,
epifit dan semak bukan kayu serta tanaman herba sangat melimpah dibandingkan
dengan dataran rendah pada ketinggian kira-kira 800 m dpl. Lumut dan tumbuhan lain
yang membutuhkan kelembaban secara terus menerus sangat melimpah pada puncak
yang tinggi, menunjukan total rata-rata curah hujan pertahun mencapai 4.000 mm
pada tempat yang lebih tinggi.
Sedangkan untuk curah hujan untuk Pegunungan Meratus datanya tidak tersedia
dengan baik. Namun untuk dataran tingginya dapat diperkirakan total rata-rata per
tahun cukup tinggi yaitu mencapai 4.000 mm. hal ini dapat terlihat dari melimpahnya
spagnum, epifit, semak bukan kayu dan herba.Gambaran lain dapat terlihat dari curah
hujan rata-rata tiap tahunnya di areal calon kawasan konservasi Meratus Hulu Barabai
yang berkisar antara 1.294 – 2.754 mm/th, termasuk tipe iklim B (menurut Schmidt &
Ferguson). Bulan basah terjadi pada bulan Oktober - Mei. Temperatur udara rata-rata
harian berkisar antara 25,7oC - 7,1oC, sedangkan kelembaban udara berkisar berkisar
antara 80% - 87%.
Pegunungan Meratus juga memiliki nilai penting sebagai pengatur tata air yang
meliputi penyerapan curah hujan (presipitasi) dan mengalirkannya ke dalam sistem
drinase yang berada di bawahnya dengan sistem sungai seperti urat syaraf
otak. Beberapa Sud DAS yang ada di kawasan ini antara lain Tabalong, Balangan,
Batang Alai, Amandit, Panehutan, Bantai Barangkak, Sampanahan Hulu,
Sampanahan Renyah, Maluka, Tapin, Riam Kanan dan Riam Kiwa. Sub DAS tersebut
bersatu di DAS Sampanahan, DAS Kusan, DAS Batulicin dan DAS Barito.
Berdasarkan tipe vegetasinya (penutupan lahan) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
Hutan Dataran Tinggi (± 11.345 ha), Hutan Pegunungan (± 26.345 ha) dan Lahan
Kering tidak Produktif (± 8.310 ha). Sedangkan berdasarkan pengamatan okuler
sebagian besar tataguna lahan di sekitar hutan lindung Pegunungan Meratus adalah
areal perladangan, hutan sekunder hingga semak belukar serta kebun rakyat.
Hutan sekunder tua dan hutan sekunder muda, kebun bambu, dan kebun buah
(tidak dirawat).
Berupa formasi yang didominasi oleh jenis dari suku Myrthaceae; Eugenia,
Palaquium, dan sebagainya, kemudian bercampur dengan semak belukar dan
bambu.Jenis rotan seperti Calamus manan, C. optimus dan C. caesius juga
ditemukan di daerah hutan ini.
Berupa pemukiman, ladang atau pehumaan, kebun karet dan kayu manis. Kadang
bersama bambu mengisi relung yang ada. Lahan perkebunan lain meliputi (a)
kebun di dekat rumah, (b) kebun buah-buahan (mendapat perawatan) yang terdiri
dari campuran pohon buah dan tanaman berguna lainnya seperti kayu manis
(Cinnamomum buhrmanii), buah kemiri (Aleurites moluccana) dan palem gula
aren (Arenga pinnata), serta (c) perkebunan karet (d) perkebunan sawit skala
besar.
Pada tipe ekosistem/habitat batu kapur (areal karst), hutannya secara umum dapat
dikatakan didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae. Jenis palem-
paleman juga terlihat relatif lebih banyak di daerah ini dibandingkan yang lainnya.
Jenis-jenis pohon yang umum adalah angih (Shorea kunstleri), damar hirang
(Shorea polyandra), angih gudai (Shorea sp. 1), damar kuning (Shorea sp. 6.),
keruing (Dipeterocarpus spp. 2). Selain itu dapat pula ditemukan binghut,
medang, sulangai, ruhut dan cempedak.