Anda di halaman 1dari 6

Tugas Diberikan

: Senin, 02 April 2012

Nama : Heri Susanto NPM : 01.2009.1.04194

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kawasan hutan bakau di Indonesia dalam kondisi kritis. Seluas 19% sudah berubah fungsi menjadi areal pertambakan dan yang 23% jadi persawahan. Kawasan hutan bakau di Indonesia terletak di Sumatera seluas 19 %, Kalimantan 16 % dan Irian Jaya 58 %. Menurut perkiraan, luas hutan bakau di Indonesia mencapai 4,25 juta hektar. Selain itu, semakin tingginya ancaman terhadap kelestarian hutan bakau di Indonesia, maka diperlukan pengelolaan yang tepat, baik dari aspek perlindungan dan pemanfaatan. Bahkan, pihak BKSDA (Badan Koordinasi Sumber Daya Alam) telah membentuk petugas untuk menindak pelaku perambahan kawasan hutan bakau khususnya untuk pertambakan. Sebelum petugas melancarkan penertiban terhadap warga yang mendirikan tambak di kawasan hutan bakau terlebih dahulu dilakukan pendataan data penguasaan kawasan untuk tambak dengan instansi terkait. Mengkaji data penguasaan kawasan, koordinasi dengan instansi terkait seperti Polres, Kodim, Dinas Perikanan dan lainnya. Penindakan secara tegas para pelaku pengrusakan hutan kawasan bakau perlu secepatnya dilakukan untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi tersebut. Karena fungsi hutan bakau sangat penting yaitu menjaga ekosistem rawa agar lestari dan mengurangi abrasi air laut jadi kita harus melestarikannya dengan baik.

B.TUJUAN DARIPADA PENULISAN MAKALAH INI ADALAH : 1. Menyadarkan masyarakat akan betapa pentingnya maanfaat hutan bakau bagi kelangsungan hidup semua mahluk hidup. 2. Masyarakat menjadi lebih paham tentang fungsi hutan bakau. 3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk melestarikan hutan bakau .

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUTAN BAKAU
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran

tadi yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah salinitas tanahnya yang tinggi serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

B.

LUAS DAN PENYEBARAN HUTAN BAKAU


Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai

barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
Berdasarkan indikasi permasalahan berkurangnya seperti diuraikan di atas, Balai Konservasi dan Perlindungan Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah berupaya untuk mencoba mengantisipasi, mengatasi dan mengendalikan kerusakan pesisir pantai di Indonesia melalui beberapa program pengelolaan dan pengendalian kerusakan pesisir dan laut yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengingat perbaikan ekosistem kawasan pesisir dan laut tidak bisa dilaksanakan secara parsial tetapi harus sinergis dan melibatkan pelbagai kelompok masyarakat pesisir dan pelaku pembangunan lainnya agar pengelolaan pesisir dapat terintegrasi dengan baik dan berkelanjutan. B. SARAN Beberapa program prioritas yang perlu mendapat perhatian dan harus menjadi prioritas penanganan meliputi : 1. Rehabilitasi/Reboisasi Mangrove; Rehabilitasi/reboisasi mangrove terutama ditujukan untuk kawasan-kawasan perlindungan dan budidaya perikanan.. Hal ini sesuai dengan fungsi dari mangrove itu sendiri. Jenis mangrove yang ditanam disesuaikan dengan kondisi alam wilayahnya.

2. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir secara terpadu; Dalam hal ini ditentukan dan ditetapkan zonasi-zonasi tertentu di wilayah pesisir sebagaimana fungsi wilayahnya, antara lain zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan intensif. 3. Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir Program ini bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah serta mengendalikan potensi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir dan laut. Perkembangan industri, perikanan, perdagangan dan pemukiman di pantai utara serta pertumbuhan wisata dan perikanan di selatan berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Abrasi yang terjadi di wilayah pesisir utara pada umumnya terjadi akibat perubahan peruntukan lahan di kawasan tersebut dimana hanya sedikit kawasan pesisir utara yang stabil yaitu 13 % di pulau Jawa dan 22 % di pulau Sumatera. Oleh sebab itu penanganan abrasi di pesisir utara lebih diarahkan kepada pengendalian perubahan fungsi lahan. Sedangkan akresi umumnya terjadi di sekitar muara sungai akibat pasokan sedimen dari darat dan diendapkan di sepanjang pantai. Untuk itu konsep pengelolaan melalui pendekatan DAS harus ditingkatkan. Sedangkan di wilayah pesisir selatan Jawa, permasalahan abrasi lebih disebabkan oleh aktivitas pertambangan sehingga sangat penting untuk diterapkan kegitan pertambangan berwawasan lingkungan. 4. Penataan dan pengendalian kegiatan pertambangan di wilayah pesisir; Kegiatan pertambangan yang marak di era otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah telah menyebabkan terjadinya potensi permasalahan lingkungan hidup yang semakin meningkat. 5. Penataan dan perlindungan daerah tangkapan ikan nelayan lokal; Program ini dimaksudkan agar tangkapan dari para nelayan berupa ikan atau biota laut dapat meningkat dan berkesinambungan sehingga taraf hidup dan kesejahteraan nelayan meningkat. 6. Pengembangan pendidikan lingkungan berbasis masyarakat dan penguatan peran kelembagaan lokal dalam meningkatkan kemampuan partisipasi masyarakat. 7. Penguatan instrumen penegakan hukum sebagai upaya legal pengelolaan pesisir dan laut.

DAFTAR PUSTAKA

Slamet Ryadi. 2003. Pelestarian Hutan Bakau di Indonesia, Suatu Studi Kasus. Surabaya : Airlangga University Press. www.id.wikipedia.org./wiki/berkas/hutan_bakau. Hutan Bakau, diakses Pebruari 2008. Purwadarminta, W. 1979. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai