Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN MASYARAKAT NELAYAN

TERHADAP SUAKA ALAM PERAIRAN SELAT PANTAR KABUPATEN


ALOR

USUSLAN PROPOSAL PENELITIAN

OLEH
RIO MINDO SALY
18380093

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar  Belakang

Kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia terkenal dengan kekayaan dan

keanekaragaman jenis sumber daya alamnya baik sumber alam yang dapat pulih

(Renewable) maupun yang tidak dapat pulih (Un-renewable). Sumber daya alam

pulau-pulau kecil bila dipadukan dengan sumber daya manusia yang handal serta

di dukung dengan iptek yang di tunjang dengan kebijakan pemanfaatan dan

pengelolaan yang tepat bisa menjadi modal yang besar bagi pembangunan

nasional (Anggoro, 2000). Peluang yang dimiliki adalah kekayaan sumber daya

alam dan sumber daya manusianya yang potensial untuk di tumbuhkembangkan

pendayagunaannya. Sumber daya alam pulau-pulau kecil mempunyai arti penting

bagi kegiatan perikanan, konservasi dan preservasi lingkungan, wisata bahari dan

kegiatan jasa lingkungan lain yang terkait.

Menurut Bengen (2002), agar supaya ekosistem dan sumberdaya dapat

berperan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan upaya–upaya

perlindungan dari berbagai ancaman degradasi yang ditimbulkan dari berbagai

aktivitas pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Upaya ini

dijelaskan dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya

Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 8 yaitu Pemerintah menetapkan: 1).

Wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2).

Pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, 3).

Pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan system penyangga kehidupan.

Kawasan Konservasi Perairan Daerah Alor terletak di Kabupaten Alor,

Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia terdiri dari 15 pulau yaitu 9 pulau yang

2
telah berpenduduk (Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Pulau

Buaya, Pulau Ternate, Pulau Kangge dan Pulau Kepa) dan 6 pulau lainnya belum

atau tidak berpenduduk (Pulau Sika, Pulau Kapas, Pulau Lapang, Pulau Batang,

Pulau Rusa, dan Pulau Kambing). Sebagai bentuk nyata untuk melindungi dan

menjaga keanekaragaman sumberdaya hayati laut, Pemerintah Kabupaten Alor

telah menetapkan Selat Pantar menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah melalui

Perturan Bupati Alor Nomor 12 Tahun 2006 tentang Penetapan Selat Pantar

Sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Selat Pantar dengan luas

wilayah 48.004,4 Ha. Pada tanggal 7 Maret 2009 dideklarasikan Perluasan

Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Kabupaten Alor ditandai dengan

dikeluarkannya Peraturan Bupati Alor Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Bupati Alor Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Penetapan Selat

Pantar Sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah. Dengan demikian KKPD

Kabupaten Alor menjadi seluas 400.008,3 Ha.

Suaka Alam Selat Pantar merupakan Kawasan Konservasi Perairan Daerah

(KKPD) di Kabupaten Alor yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

Penetapan kawasan konservasi tersebut berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu

yang memperhatikan aspek ekologi, sosial budaya, dan ekonomi. Berdasarkan

kriteria-kriteria tersebut diharapkan pemilihan lokasi konservasi sesuai dengan

tujuan konservasinya dengan memperhatikan kondisi ekologis dan kebutuhan

masyarakat di sekitarnya.

Akibat adanya ekploitasi yang berlebihan dan aktifitas manusia lainnya,

menyebabkan penurunan kuantitas maupun kualitas sumberdaya alam termasuk

berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu ditemukan konflik antar stakeholder

3
yang masih sering terjadi akibat tumpang tindih kepentingan dalam pemanfaatan

ruang pesisir. Hal ini disebabkan adanya banyak perbedaan persepsi diantara para

pelaku pembangunan (stakeholders) dalam hal pengelolaan kawasan yang

berhubungan dengan pengambilan kebijakan menyeluruh terhadap penataan ruang

dan pengelolaan kawasan yang berimbang. Konflik masalah penentuan batas antar

wilayah secara spasial maupun pengelolaan kawasan serta pemanfaatan

sumberdaya alam yang makin marak juga merupakan permasalahan tersendiri.

Kesadaran masyarakat masalah penangkapan ikan dan pengambilan

ekosistem laut yang berlebih di zona terlarang masih terlalu rendah. Tantangannya

adalah meningkatkan penerimaan masyarakat atas zonasi (kawasan-kawasan

larang tangkap yang ada), sekaligus menguatkan pengawasan formal dan

pengawasan berbasiskan masyarakat atas kawasan-kawasan tersebut untuk

menegakan peraturan yang ada. Maka dari itu diperlukan adanya penanaman

pemahaman kepada masyarakat di sekitar suaka alam perairan selat pantar pada

khususnya untuk ikut berperan aktif dalam menjaga zona-zona terlarang yang

sudah ditetapkan oleh pemerintah. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik

untuk meneliti ”Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Nelayan Terhadap

Suaka Alam Perairan Selat Pantar Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten

Alor”

4
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang penulis paparkan diatas,

maka masalah yang penulis rumuskan adalah bagaimana tingkat pemahaman

masyarakat nelayan terhadap Suaka Alam Perairan Selat Pantar kabupaten Alor.

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka penelitian ini mempunyai

tujuan untuk menganalisis tingkat pemahaman masyarakat nelayan terhadap

Suaka Alam Perairan Selat Pantar Kabupaten Alor”.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi untuk

penelitian lebih lanjut mengenai analisis pemahaman masyarakat nelayan

Terhadap Suaka Alam Perairan Selat Pantar Kabupaten Alor.

2. Manfaat bagi masyarakat nelayan

Diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat nelayan

bahwa suaka alam perairan sangatlah penting.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Konservasi

2.1.1 Definisi Kawasan Konservasi

Konservasi menurut IUCN dalam (Supriharyono 2009), adalah suatu

kawasan laut atau paparan subtidal, termasuk perairan yang menutupinya, flora,

fauna, sisi sejarah dan budaya, yang terkait didalamnya dan telah dilindungi oleh

hokum atau peraturan lainnya untuk melindungi sebagian atau seluruhnya

lingkungan tersebut. Sedangkan menururt pemerintah No. 60 tahun 2007 dalam

(Anjani, 2014 ) dijelaskan bahwa Kawasan Konservasi Perairan KKP adalah

kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk

mewujudkan pengelolaan sum berdaya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan.

KKP terdiri atas taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam

Perairan, dan Suaka Perikanan.

Menurut Bengen (2002) agar supaya ekosistem dan sumberdaya dapat

berperan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan upaya –upaya

perlindungan dari berbagai ancaman degradasi yang dapat ditimbulkan dari

berbagai aktivitas pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam konsep perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, menurut

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 34 tahun 2002 bahwa

wilayah pesisir yang sangat dinamik tapi rentan terhadap perubahan yang terjadi,

harus dibagi ke dalam beberapa zonasi pengelolaan yakni :

1. Zona Preservasi/Zona Inti

6
Merupakan area yang memiliki nilai konservasi tinggi yang sangat rentan

terhadap gangguan dari luar sehingga diupayakan intervensi manusia di

dalamnya seminimal mungkin. Dalam pengelolaannya, zona ini harus

mendapat perlindungan yang maksimum.

2. Zona Konservasi

Merupakan zona perlindungan yang di dalamnya terdapat satu atau lebih

zona inti. Zona ini dapat dimanfaatkan secara sangat terbatas, yang

didasarkan atas pengaturan yang ketat.

3. Zona Penyangga

Merupakan zona transisi antara zona konservasi dengan zona pemanfaatan.

Pada zona ini dapat diberlakukan pengaturan disinsetif bagi pemanfaatan

ruang

4. Zona Pemanfaatan (Kawasan Budidaya)

Pemanfaatan zona ini secara intensif dapat dilakukan, namun

pertimbangan daya dukung lingkungan tetap merupakan persyaratan

utama. Pada zona ini terdapat juga area-area yang merupakan zona

perlindungan setempat

5. Zona Tertentu Pada Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Merupakan kawasan khusus yang diperuntukkan terutama bagi kegiatan

pertahanan dan militer

Menurut UU No. 27 Tahun 2007 pasal 28 konservasi wilayah pesisir dan

pulau – pulau kecil diselenggarakan untuk :

a. Menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau – pulau kecil

b. Melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain

7
c. Melindungi habitat biota laut

d. Melindungi situs budaya tradisional

Menurut UU No.26 Tahun 2007 pasal 1 ayat 21 tentang Penataan Ruang,

pengertian Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam

dan sumberdaya buatan. Kawasan yang termasuk dalam kawasan lindung adalah

kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan

pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,

kawasan suaka alam, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman

wisata alam dan kawasan rawan bencana alam.

Menurut Pasal 1 UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya

Alam Hayati dan Ekosistemnya, definisi yang sering dipakai adalah:

1) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah pengelolaan sumberdaya

alam hayati yang pemanfaatannya dengan tetap memelihara dan

meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya.

2) Ekosistem Sumber Daya Alam Hayati adalah sistem hubungan timbal

balik antara berbagai komponen dalam alam, baik hayati maupun non

hayati yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.

3) Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk

tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata dan rekreasi.

Menurut Mackinnon (1990), bahwa cagar alam merupakan kawasan untuk

melindungi alam dan menjaga proses alami dalam kondisi yang tidak terganggu

8
dengan maksud untuk memperoleh contoh-contoh ekologis yang mewakili

lingkungan alami sehingga dapat dimanfaatkan bagi keperluan studi ilmiah,

pemantauan lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya plasma nuftah dalam

keadaan dinamis dan berevolusi. Pengertian diatas akan menjamin pengelolaan

sumberdaya alam yang dilakukan dalam kawasan yang dilindungi tidak akan

menyimpang dari asas konservasi seperti:

1. Terpeliharanya kondisi secara terus menerus, contoh: wilayah alami yang

mempunyai nilai penting yang dapat dianggap mewakili.

2. Terjaganya keanekaragaman biologi dan fisik.

3. Tetap lestarinya plasma nutfah.

4. Keseimbangan ekosistem baik didalam maupun diluar lingkungan

kawasan.

2.1.2. Kawasan Konservasi

Berdasarkan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1990 tujuan dari kawasan konservasi

adalah untuk mendapatkan bentuk penataan ruang dan arah pengelolaan kawasan

konservasi yang optimal sehingga dapat meningkatkan fungsi dari kawasan

lindung itu sendiri serta untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan.

Menurut Anggoro (2006), tentang tujuan kawasan konservasi antara lain :

a. Mewujudkan pengelolaan kawasan secara berkelanjutan.

b. Mengurangi ancaman kerusakan kawasan serta seluruh penghuninya dari

bencana alam.

c. Memelihara proses dan fungsi ekologis penting dengan sistem pendukung

kehidupan.

9
d. Menjaga dan mengendalikan keanekaragaman hayati yang ada agar tetap

seimbang, harmonis dan tidak hancur/punah.

Sasaran dan manfaat yang diharapkan dari kawasan lindung adalah :

1. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air iklim, tumbuhan dan

satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa

2. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan

keunikan alam

3. Mempunyai manfaat dan fungsi dalam perencanaan wilayah.

4. Dapat diambil sebagai suatu peluang untuk Pengelolaan pembangunan

ekonomi.

5. Dapat membantu untuk penyelesaikan konflik berbagai pihak terutama

pengaturan hak pengelolaan lahan, perairan dan sumberdaya alam yang

ada.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 pasal 6 ayat 1, konservasi

ekosistem dilakukan melalui kegiatan :

- Perlindungan habitat dan populasi ikan

- Rehabilitasi habitat dan populasi ikan

- Penelitian dan pengembangan

- Pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan

- Pengembangan sosial ekonomi masyarakat

- Pengawasan dan pengendalian

- Monitoring dan evaluasi

Berdasarkan Pedoman Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (2003),

Daerah Perlindungan Laut mempunyai tujuan :

10
- Menyediakan sumber daya perikanan laut bagi masyarakat adat/lokal

untuk kegiatan pemanfaatan yang didasarkan pada praktek-praktek

pemanfaatan secara tradisional yang sesuai dengan prinsip-prinsip

kelestarian.

- Melindungi produktivitas, keragaman genetik dan species ikan melalui

perlindungan habitat dan praktek penangkapan secara lestari oleh

masyarakat.

- Mendorong praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam secara arif

dan bijaksana Menurut Supriharyono (2007), peningkatan kesadaran

masyarakat ditujukan untuk meyakinkan kepada masyarakat pantai

khususnya nelayan akan manfaat jangka panjang dari perlindungan

kawasan yaitu manfaat berkelanjutan yang dihasilkan oleh usaha

perlindungan kawasan. Oleh karena itu peran serta masyarakat harus

dilibatkan pada identifikasi, perancangan dan pelaksanaan berbagai

kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari usaha perlindungan

kawasan konservasi.

2.1.3. Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan

Kawasan konservasi perairan, seperti sudah sering diungkapkan, ialah

wilayah di laut (dengan batas-batas yang jelas), dilindungi untuk mencapai tujuan

tertentu – perlindungan keanekaragaman hayati, perikanan tangkap atau

perlindungan lokasi penting untuk pariwisata. Karakteristik paling mendasar dari

suatu Kawasan Konservasi Perairan ialah adanya suatu wilayah dengan status

sebagai Wilayah Larang-Ambil (WLA) atau sering disebut No-Take Zone (NTZ).

Pada wilayah WLA berlaku aturan untuk melarang seluruh aktifitas yang bersifat

11
ekstraktif, seperti pengambilan atau penangkapan ikan. Dengan demikian, KKP

bisa saja terdiri dari beberapa wilayah untuk peruntukan yang berbeda, namun ciri

yang paling penting ialah keberadaan wilayah larang-ambil.

2.2 Pengertian Masyrakat

Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang

saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Menurut Soerdjono

Soekanto, masyarakat atau komunitas adalah merujuk pada bagian masyarakat

yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi) dengan batas-batas

tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari

anggota-anggotanya, di bandingkan dengan penduduk diluar batas wilayahnya.

Sedangkan menurut Mac Iaver, masyarakat adalah sekelompok manusia yang

mendiami territorial tertentu dan adanya sifat-sifat yang saling tergantung, adanya

pembagian kerja dan kebudayaan bersama. Dari berbagai pengertian diatas maka

dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Interaksi diantara sesama anggota masyarakat.

- Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu.

- Saling tergantung satu dengan yang lainnya.

- Memiliki adat istiadat tetentu/kebudayaan.- Memiliki identitas bersama.

2.3 Pengertian Nelayan

Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian dilaut. Para nelayan

di Indonesia biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut.

Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut

12
dan tinggal di desa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri komunitas

nelayan dapat dilihat dari segi sebagai berikut :

a. Dari segi mata pencaharian.

Nelayan adalah mereka yang segala aktifitasnya berkaitan dengan

lingkungan laut dan pesisir. Mereka yang menjadikan perikanan sebagai

mata pencaharian mereka.

b. Dari segi cara hidup.

Komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong

menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang

menuntut pengeluaran biaya besar dan pengarahan tenaga banyak, seperti

pada saat berlayar.

c. Dari segi keterampilan.

Meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada

umumnya mereka hanya memiliki keterampilan yang sederhana.

Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang

diturunkan oleh orang tua bukan yang dipelajari secara profesional. Dari

bangunan struktur sosial dimana terdapat komunitas yang heterogen

dan homogen maka masyarakat heterogen adalah mereka yang bermukim

di desa desa yang mudah dijangkau secara trasportasi darat. Sedangkan

pada masyarakat homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil

biasanya menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana sehingga

produktivitas kecil. Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil

pasar juga akan menjadi penyebab rendahny harga hasil laut di daerah

mereka (Sastrawidjaya.2002).

13
2.4 Karakteristik Nelayan Tradisional

Masyarakat pesisir adalah sekelompok orang yang tinggal di daerah pesisir

dan bekerja sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, dan pengolah

ikan. Kelompok ini yang mengusahakan dan memanfaatkan sumber daya ikan

secara langsung melalui kegiatan penangkapan, pengolahan, dan perdagangan

Nelayan adalah sekelompok masyarakat pesisir yang pekerjaannya menangkap

ikan di laut. Pakpahan (2006) mendeskripsikan nelayan adalah masyarakat yang

pendidikannya rendah dan hidupnya miskin. Mereka bekerja pada juragan yang

mempunyai kapal dan alat tangkap yang memadai untuk melakukan penangkapan

ikan di laut. Kemampuan mereka dalam meningkatkan pendapatan, menghidupi

keluarga serta membangun hari depan yang lebih baik sangat rendah. Nelayan

cukup mudah dalam mengakses informasi, dengan urutan sebagai berikut: 1)

Informasi terbanyak adalah dari nelayan satu kepada nelayan lainnya (dari mulut

ke mulut). Nelayan menerima informasi melalui komunikasi langsung tanpa

adanya medium khusus; 2) Nelayan mendapatkan informasi berasal dari penyuluh,

nelayan merasa materi yang disampaikan penyuluh mudah dimengerti tetapi

nelayan hanya sebagai penerima informasi pasif, artinya hanya menerima

informasi yang masuk ke dalam sistem sosialnya, dan kurang mencari informasi

yang merekea butuhkan untuk meningkatkan usahanya.

Interaksi masyarakat (termasuk nelayan) dengan sumber daya alam selalu

didasarkan pada nilai-nilai, norma-norma, dan adat-istiadat (kearifan lokal).

Kearifan lokal memegang peranan penting dalam pengelolaan sumber daya alam,

manusia, dan sosial (Mulyadi et al., 2009). Diharapkan kearifan lokal nelayan

dapat mendukung kegiatan konservasi, karena terkadang aktivitas perikanan

14
tangkap berbenturan dengan fungsi konservasi sumber daya laut (Radarwati et al.,

2010). Tingkat partisipasi social merupakan salah satu ciri karakteristik

komunikasi yang berada dalam kategori cukup baik. Gambaran tingkat partisipasi

sosial ini ditunjukkan dengan keterlibatan petani/nelayan dalam kehidupan

bermasyarakat (Pertiwi dan Saleh, 2010).

Menurut Siregar dan Pasaribu (2000), ada tiga macam pendekatan yang

biasa digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik, yaitu pendekatan geografis,

sosiografis dan psikografis. Pendekatan geografis adalah cara mengenali khalayak

dengan mempertimbangkan faktor tempat tinggal. Contohnya orang yang tinggal

di daerah pesisir berbeda dengan orang yang tinggal di pedalaman, demikian juga

orang yang hidup di komunitas tertentu dengan komunitas lainnya yang terpisah

secara geografis akan berbeda dalam merespon suatu peristiwa. Pendekatan

sosiografis adalah cara mengenali khalayak dengan mempertimbangkan latar

belakang seseorang, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan posisi

seseorang dalam kehidupan sosial. Pendekatan psikografis adalah cara mengenali

karakteristik khalayak dengan mempertimbangkan kecenderungan psikologis

seseorang yang meliputi factor motivasi, kebutuhan rasa aman, kesenangan, dan

hal lain yang berhubungan dengan cita rasa.

2.5 Definisi Persepsi

Menurut Saptorini (1989), persepsi adalah suatu proses mental yang rumit

dan melibatkan berbagai kegiatan untuk menggolongkan stimulus yang masuk

sehingga menghasilkan tanggapan untuk memahami stimulus tersebut. persepsi

dapat terbentuk setelah melalui berbagai kegiatan, yakni proses fisik

(penginderaan), fisiologis (pengiriman hasil penginderaan ke otak melalui saraf

15
sensoris) dan psikologis (ingatan, perhatian, pemrosesan informasi di otak).

Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi : 1. pelaku persepsi, bila seorang

individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang

dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristikkarakteristik

pribadi dari pelaku persepsi, antara lain sikap, motif/kebutuhan individu, suasana

hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan; 2.

target yang akan diamati, karakteristiknya dapat mempengaruhi apa yang

dipersepsikan; 3. Situasi, yaitu unsur-unsur dalam lingkungan sekitar dapat

mempengaruhi persepsi (Robins, 1996)

2.6 Persepsi dan Sikap Nelayan

Persepsi dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi memberikan makna pada rangsangan inderawi. Menafsirkan

makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi

(perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi, dan memori. Persepsi, seperti juga

sensasi, ditentukan oleh factor personal dan situasional (Rakhmat, 2000).

Selanjutnya Thoha (1999) menyatakan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi

tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,

perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada

pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap

situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Pada proses

adopsi teknologi, nelayan seperti halnya petani melalui beberapa tahapan sebelum

16
petani menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan itu adalah:

1) awarenes/kesadaran; 2) interest/tumbuhnya minat; 3) evolution/penilaian;

4) trial/mencoba; 5) arsoption/menerima (Rogers dan Shoemaker, 1995). Struktur

sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif,

komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif

merupakan perasaan yang menyangkut emosional dan komponen konatif

merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki

seseoorang (Azwar, 2002).Karaktiristik sosial ekonomi yang berbeda di antara

petani/nelayan akan membedakan respon petani/nelayan terhadap ragam metode

penyuluhan, baik berupa respon positif maupun negatif (Winarni, 2001). Umur

petani/nelayan berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode

kunjungan, diskusi, ceramah, dan demonstrasi. Pendidikan formal berhubungan

nyata dengan metode diskusi dan demonnstrasi serta berhubungan tidak nyata

dengan metode ceramah dan kunjungan. Pendidikan nonformal petani

berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode ceramah dan

kunjungan sedangkan untuk metode diskusi dan demonstrasi berhubungan nyata.

Tingakat kekosmopolitan berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap

metode ceramah, demonstrasi, dan kunjungan. Pendapatan keluarga petani

berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap metode diskusi dan demonstrasi

serta berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode ceramah dan

kunjungan ( Winarni, 2001). Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi

membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologi yang dihadapi

di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah

17
pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau

lembaga pendidikan, agama serta factor emosi dalam diri individu (Azwar, 2002).

18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini rencananya  akan dilaksanakan di Pulau Pura, Pulau Ternate

dan Pulau Buaya Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten Alor propinsi Nusa

Tenggara Timur. Sedangkan waktu pelaksanaan dari bulan Juli-Agustus 2018.

Gambar 1.Peta Lokasi Penelitian


Sumber : ArcGis 2018

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan dalam rencana penelitian ini dapat di lihat

pada tabel berikut.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang di gunakan dalam penelitian

N
ALAT/BAHAN KEGUNAAN
O
1 Kamera digital Dokumentasi
2 Alat tulis menulis Menulis data-data
3 HP Merekam

19
4 Kuisioner Untuk mewawancara
3.3.  Metode Penelitian

Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara langsung

dibantu oleh alat kuisoner berupa daftar pertanyaan yang diajukan kepada

responden. Objek penelitian adalah masyarakat di Pulau Ternate, Pulau Buaya dan

Pulau Pura Kecamatan Alor Barat Laut. Pengambilan responen berjumlah 60

orang.Wawancara adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang

atau lebih yang duduk berhadapan secarafisik dan diarahkan pada masalah

tertentu (Nazir 1999).

3.3.1. Sampel Penelitian

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah

menggunakan rumus Slovin (Sevilla et. al., 1960:182), sebagai berikut:

Dimana:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

3.3.1. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Observasi

dalam penelitian ini adalah melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk

mengetahui tingkat pemahaman masayarakat nelayan terhadap Suaka alam

perairan selat pantar.

3.3.2. Survey

20
Survai dengan instrument penelitian berupa kuesioner. Kuesioner ini

memuat pertanyaan terbuka dan tertutup. Data yang diambil dari penelitian

ini mencakup respon nelayan terhadap penetapan Daerah Perlindungan Laut

(DPL), keterlibatan nelayan dalam perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi

program konservasi.

3.3.3. Wawancara

Wawancara merupakan tekhnik pengumpulan data untuk mendapatkan

keterangan lisan melalui tanya jawab dan berhadapan langsung dengan orang

yang memberikan keterangan terkait objek masalah yang diangkat oleh peneliti.

Wawancara dalam penelitian ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan untuk mengetahui hal-hal dari informan

yang lebih mendalam.

3.3.4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara

mengambil atau membuat dokumen atau catatan-catatan yang dianggap perlu.

Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan harian, dan sebagainya.

Hasil penelitian dari observasi dan wawancara, akan lebih kridibel/dapat

dipercaya bila didukung dengan dokumentasi.

3.4. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk analisis

pendapatan adalah analisis data kuantitatif, yang diperoleh dari analisis table

dalam bentuk presentase. Data tersebut diinterprestasikan untuk menanalisis data

21
dengan begitu dapat melihat bagaimana tingkat pemahaman masyarakat nelayan

terhadap suaka alam perairan selat pantar. Data yang telah dipersentasikan

kemudian dianalisis sebagai laporan hasil penelitian, dan ditarik kesimpulan

sebagai laporan akhir penelitian, rumus yang digunakan dalam persentase yaitu

dengan rumus sebagai berikut:

n
X 100%
N

Keterangan :
% = persentase yang diperoleh.
n = jumlah jawaban yang diperoleh.
N = jumlah seluruh responden.
100 = konstanta

(Moh Nazir, 2003)

22
DAFTAR PUSTAKA

Estradivari et al. 2017. Kawasan Konservasi Perairan: Investasi Cerdas untuk


Perlindungan Keanekaragaman Hayati Laut dan Membangun Perikanan
Indonesia. WWF, Jakarta, Indonesia
Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir & Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha, Jakarta.
Dahuri, R., 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan
Rakyat. Penerbit LISPI, Jakarta.
Mardijono dkk, 2008. Persepsi dan partisipasi nelayan Terhadap kawasan
konservasi laut Batam. Semarang.
Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sastrawidjaya. 2002. Ciri Komunitas Nelayan. Yogyakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatf, Kualitatif dan R & D. Penerbit.
CV. Alfabeta, Bandung.
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
Dan Pulau – Pulau Kecil.
Yulianda, F. 2004. Pedoman analisis penentuan status kawasan konservasi laut.
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK. IPB. Bogor.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. Disampaikan pada Seminar Sains 21 Februari
2007 pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK. IPB.

23

Anda mungkin juga menyukai