Nim :210801045
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang strategis dan lokasi
potensial untuk pengembangan sektor pemukiman, perdagangan dan untuk pengembangan
industri (McKenna et al., 2008). Selain itu wilayah pesisir juga merupakan wilayah yang
memiliki agregasi terbesar sumber daya lingkungan dan sistem fisik, dibandingkan tipe
biogeografi lainnya dunia (Sorensen, 2002). Sekitar 50% dari populasi dunia hidup dalam
radius 150 km dari garis pantai (Ngoran & Xue, 2015). Undang-Undang No. 1 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 1 butir 19 menjelaskan bahwa konservasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan,
dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecildengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Untuk kepentingan konservasi,
sebagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulaupulaukecil adalah kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulaukecil secara berkelanjutan. Konservasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk beberapa tujuan antara lain; menjaga kelestarian
ekosistem pesisir dan pulau- pulau kecil, melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain,
melindungi habitat biota laut; dan untuk melindungi situs budaya tradisional. Kawasan
konservasi di wilayah pesisir tersebut dipilih karena mempunyai ciri khas sebagai satu
kesatuan ekosistem, dimaksudkan untuk melindungi sumber daya ikan, merupakan tempat
persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain; merupakan wilayah yang diatur oleh adat
tertentu, seperti sasi, mane’e, panglima laot, awig-awig, dan/atau istilah lainadat tertentu; dan
ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan. Dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2008 ditetapkan bahwa jenis kawasan konservasi
pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari Taman Pulau Kecil, Suaka Pulau Kecil, Taman
Pesisir dan Suaka Pesisir. Taman Pesisir merupakan wilayah pesisir yang mempunyai daya
tarik sumber daya alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian,
pendidikan dan peningkatan kesadaran konservasi sumber daya alam hayati, wisata bahari
dan rekreasi. Taman Pesisir Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu Kawasan Konservasi
Perairan Daerah (KKPD) di Provinsi Aceh yang dicadangkan melalui Surat Keputusan (SK)
Bupati Aceh Jaya nomor 03/Kpts/2010, terdiri dari Kawasan Ramah Lingkungan (KRL)
Lhok Rigaih, Kecamatan Setia Bakti seluas 60 hektar (ha) dan Kawasan Peudhiet Laot (KPL)
LhokKeuluang Daya, Kecamatan Jaya seluas 30 ha, dengan total luasan 90 ha. Pada tahun
2015 dilakukan revisi melalui SK Bupati Aceh Jaya No. 045 Tahun 2015 dan total luasannya
berubah menjadi 1.609,14 ha. Setelah melalui berbagai proses kajian dan diskusi intensif oleh
tim fasilitasi pengembangan KKPD Aceh Jaya, kawasan konservasi di Aceh Jaya mengalami
perluasan. Perluasan tersebut dilakukan untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap
sumber daya dengan mempertimbangkan aspek pendanaan, pengawasan dan sumber daya
manusia, kondisi ekologi, tingkat pemahaman dan dukungan masyarakat. Dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memandatkan
pengalihan kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dari pemerintah kabupaten/ kota
kepada pemerintah provinsi, maka Taman Pesisir (TP) Aceh Jaya dicadangkan ulang melalui
Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 523/1297/2018 pada tanggal 26 November 2018.
Rencana pengembangan Taman Pesisir di Kabupaten Aceh Jaya ini tidak lepas dari potensi
sumber daya laut dan keanekaragaman hayati yang cukup baik, seperti ekosistem terumbu
karang, ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun. berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2016,
Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi ekosistem terumbu karang seluas 619,40 ha dan
ekosistem mangrove di pesisirnya seluas 459,12 ha. Untuk mengelola potensi sumber daya
pesisir dan laut yang cukup besar ini dibutuhkan upaya-upaya sistematis untuk mencapai
efektivitas pengelolaan. Pengembangan kawasan konservasi perairan tidak hanya bertujuan
untuk melestarikan alam demi keberlanjutan sumber daya perikanan dan keanekaragaman
hayati, tetapi juga dalam jangka panjang memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber
daya Ikan, bahwa dalam rangka pengelolaan suatu kawasan konservasi perairan, perlu
disusun sebuah Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan. Dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi
Kawasan Konservasi Perairan, disebutkan bahwa “pengelolaan kawasan konservasi perairan
dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan (pasal 3 ayat 1) dan
Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memuat zonasi kawasan konservasi perairan (pasal 3 ayat 2). Dalam Peraturan
Menteri Kelautan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah provinsi melakukan pengelolaan terhadap
kawasankawasan konservasi yang terdapat diwilayahnya melalui penyusunan rencana
pengelolaan dan zonasi. Rencana pengelolaan zonasi disusun sebagai acuan bagi pemerintah
Provinsi Aceh dalam melakukan pengelolaan kawasan TP Aceh Jaya, sehingga wilayah ini
dapat menjalankan fungsinya sebagai kawasan konservasi. Penyusunan rencana pengelolaan
dan zonasi kawasan ini harus memperhitungkanaspek ekologi dansosial-ekonomimasyarakat
di sekitar kawasan, serta pola pemanfaatan sumber daya. Rencana pengelolaan dan zonasi TP
Aceh Jaya harus jelas, komprehensif, sistematis dan bersifat adaptif, sehingga dapat
mengakomodir kemungkinan pengembangannya dan menyesuaikan dengan perubahan sesuai
dengan kebutuhan pengelolaan Kawasan.
Tujuan penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi TP Aceh Jaya ini adalah untuk
menghasilkan dokumen rencana pengelolaan dan zonasi yang menjadi acuanbaku bagi
pengelola dan pihak terkait dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun untuk mewujudkan visi
dan misi yang ingin dicapai. Sasaran dari rencanapengelolaan dan zonasi kawasan ini adalah
pihak pengelola dan pemangku kepentingan TP Aceh Jaya yang meliputi pemerintah
kabupaten, pemerintah provinsi, masyarakat, akademisi, pihak swasta dan lembaga swadaya
masyarakat.