Anda di halaman 1dari 10

Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan………….di Sungai Maro, Merauke-Papua (Kartamihardja, E.

S, et al)

PENDEKATAN EKOSISTEM UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA


IKAN ARWANA IRIAN, Scleropages jardinii DI SUNGAI MARO,
MERAUKE–PAPUA

ECOSYSTEM APPROACH TO MANAGEMENT OF SARATOGA,


Scleropages jardinii RESOURCES AT MARO RIVER, MERAUKE-PAPUA
1
Endi Setiadi Kartamihardja, 2Kunto Purnomo, 2Didik Wahju Hendro Tjahjo dan
3
Sonny Koeshendradjana
1 Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Jakarta
2
Balai Penelitian Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Jatiluhur
3
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan-Jakarta
Teregistrasi I tanggal: 10 Juni 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal: 04 Oktober 2013;
Disetujui terbit tanggal: 08 Oktober 2013
E-mail: endi_prpt@indo.net.id

ABSTRAK

Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem merupakan bagian dari berbagai prinsip
dasar pengelolaan perikanan sejak disetujuinya konvensi mengenai keanekaragaman hayati
(Convention on Biological Diversity), dan FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries. Ikan arwana
irian (Scleropages jardinii) merupakan satwa yang dilindungi sehingga pemanfaatannya didasarkan
pada jumlah kuota nasional. Sampai saat ini, jumlah kuota yang ditetapkan belum didasarkan secara
proporsional atas potensi sumberdaya riil (stok) ikan arwana di setiap perairan sungai yang berada
di empat kabupaten, yaitu: Kabupaten Merauke, Boven Digul, Mappi dan Asmat. Sungai Maro di
Kabupaten Merauke merupakan salah satu kawasan eksploitasi ikan arwana yang paling intensif.
Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan arwana dengan pendekatan
ekosistem di perairan Sungai Maro perlu dilakukan. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan
sumber daya ikan arwana di Sungai Maro terdiri dari nelayan, kepala dusun, kepala adat, plasma
(pengumpul yuwana ikan arwana), pengusaha ikan hias, penangkar, pemerintah daerah (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke), Balai
Konservasi Sumberdaya Alam dan Agen Perubahan (Peneliti Badan Litbang Kelautan dan Perikanan
dan Penyuluh). Langkah-langkah pengelolaan sumberdaya ikan arwana yang perlu diterapkan
meliputi: penetapan kuota yuwana ikan arwana di Sungai Maro sebanyak 112.000 ekor per musim;
penetapan kawasan konservasi habitat pemijahan dan pembesaran yuwana arwana di sebagian
kecil kawasan sentra penangkapan yang hanya ditutup pada musim penangkapan yuwana ikan
arwana; pencatatan hasil tangkapan yuwana ikan arwana yang dilakukan oleh nelayan dan pengumpul
sesuai dengan kuota; adopsi pengelolaan secara ko-manajemen dan berdasarkan pendekatan
ekosistem yang didasarkan pada indikator pengelolaan yaitu indikator lingkungan sumberdaya,
biologi, sosial dan ekonomi.

Kata kunci: Pendekatan ekosistem, ko-manajemen, konservasi, arwana irian, Scleropages


jardinii, Sungai Maro-Papua

ABSTRACT

Ecosystem approach to fisheries is a part of basic principles of fisheries management since


ratification of convention on biological diversity and FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries
are agreed. Saratoga (Scleropages jardinii), a protected fish fauna of Papua being exploited based
on national quota. Unfortunately, the Saratoga quota has not been estimated proportionally based on
their potential stock at every waters body of the Saratoga inhabits which were administratively included
in four regencies, namely Merauke, Boven Digul, Mappi and Asmat. Maro River at Merauke Regency
is one of the potential rivers which were exploited intensively for Saratoga. Therefore, policy
management package of ecosystem approach to Saratoga fisheries at Maro River should be
implemented. The main stakeholders of Saratoga management at Maro River compose of fishers,
head of village, head of local ethnic group, whole seller, raisers, exotic fish seller, local government
(Regency of Fisheries Extension Service, Regency of Environmental Agency), Institute of Natural
Resources Conservation, and Agent of Change (Researcher of the Agency for Fisheries and Marine
Research). Management measures which should be implemented are: quota of Saratoga juvenile of
Maro River was 112,000 individuals per spawning season; establishment of conservation area for
spawning and nursery of Saratoga by allocated a part of center exploited area and there closed for

87
J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.5 No. 2 Nopember 2013 : 87-96

fishing at Saratoga spawning season; collected and reported of the number of Saratoga fry by the
fishers and whole sellers; development of co-management and ecosystem approach to Saratoga
fisheries which should be based on environmental, biological, social and economic indicators.

Keywords: Ecosystem approach, co-management, conservation, saratoga, Scleropages jardinii,


Maro River-Papua

PENDAHULUAN terbatas dipelihara untuk manfaat bagi generasi


sekarang dan yang akan datang. Implikasi dari hal
Di Sungai Maro, Merauke, sumberdaya ikan tersebut adalah perlunya untuk melakukan konservasi
arwana (Sclerophages jardinii) telah dieksploitasi struktur ekosistem, proses dan interaksinya melalui
cukup intensif dan memberikan kontribusi yang cukup pemanfaatan berkelanjutan (FAO, 2003).
besar terhadap pendapatan nelayan dan masyarakat
serta pemerintah daerah setempat. Selain di Sungai Makalah ini membahas tetang kebijakan
Maro, ikan arwana terdapat pula di perairan sungai pengelolaan sumber daya ikan arwana secara ko-
lainnya yang termasuk dalam wilayah kabupaten manajemen dengan pendekatan ekosistem bagi
Merauke, Mappi, Boven Digul dan Asmat. optimasi pemanfaatan dan pelestariannya di perairan
Sungai Maro, Merauke.
Tata cara eksploitasi ikan arwana irian sebagai
jenis ikan yang dilindungi, ditetapkan menurut kuota PERATURAN PERUNDANGAN YANG TERKAIT
nasional. Namun demikian, jumlah kuota juwana ikan DENGAN PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN
arwana yang boleh dieksploitasi belum ditetapkan PENDEKATAN EKOSISTEM
secara proporsional berdasarkan potensi sumber daya
arwana di setiap kawasan perairan sungai yang berada Berbagai peraturan perundangan yang terkait
di wilayah empat kabupaten tersebut. Dewasa ini, dengan pengelolaan perikanan dengan pendekatan
eksploitasi ikan arwana yang intensif terjadi di Sungai ekosistem, khususnya pengelolaan perikanan arwana
Maro yang termasuk dalam wilayah Kabupaten adalah sebagai berikut:
Merauke. 1) Ratifikasi Konvensi dan Kesepakatan Internasional,
antara lain Convention on Biological Diversity
Berbagai masalah yang muncul dalam eksploitasi 2) Code of Conduct for Responsible Fisheries,
ikan arwana di Sungai Maro antara lain: penetapan khususnya mengenai Fisheries Management
kuota belum didasarkan potensi stok arwana yang suplement 2 The Ecosystem Approach to Fisheries
tersedia; jumlah kuota masih ditetapkan berdasarkan 3) UUD 1945 pasal 33, yang menyatakan bahwa
Surat Keputusan Menteri Kehutanan bukan Menteri kekayaan alam Indonesia digunakan untuk
Kelautan dan Perikanan sesuai Peraturan Pemerintah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya 4) UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang
ikan; regulasi penangkapan dan perdagangan yang telah direvisi menjadi UU Nomor 45 tahun 2009
belum tegap. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut 5) UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
dinyatakan bahwa otoritas pengelolaan sumberdaya Daerah, yang mengamanatkan bahwa
ikan dilakukan oleh Departemen Kelautan dan pengelolaan sumberdaya ikan di perairan umum
Perikanan dan otoritas ilmiahnya dilakukan oleh daratan menjadi wewenang Pemerintah Daerah.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, sehingga dari 6) UU No. 7 tahun 2004 Tentang Pengelolaan
segi peraturan, upaya konservasi ikan arwana tersebut Sumber Daya Alam
sudah cukup kuat, hanya implementasinya yang 7) PP Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi
belum tegap. sumberdaya Ikan
8) Sejarah perkembangan peraturan tentang
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam konservasi sumberdaya ikan arwana Irian, antara
pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem lain: Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/
adalah suatu perluasan dari prinsip-prinsip Menhut–II/2005 mengenai penetapan ikan arwana
konvensional tentang pengembangan perikanan irian sebagai satwa buru
berkelanjutan yang mencakup ekosistem secara 9) Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Merauke
keseluruhan. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk Nomor 13 tahun 2007 tentang Retribusi
memastikan bahwa kapasitas ekosistem akuatik IUCN Red List menganggap ikan ini tidak berada
dalam menghasilkan ikan, keuntungan dan manfaat, pada status bahaya ataupun terancam. Namun
kelangsungan tenaga kerja, dan yang lebih umum lagi demikian, selama ini di Indonesia pemanfaatan
jasa penting dan kehidupan masyarakat secara tak yuwana ikan arwana didasarkan pada kuota nasional

88
Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan………….di Sungai Maro, Merauke-Papua (Kartamihardja, E.S, et al)

yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan jumlah yuwana yang dierami dalam mulut seekor induk
berdasarkan rujukan dari hasil penelitian Pusat arwana sangat bervariasi, berkisar antara 60–100 ekor
Penelitian Biologi, LIPI. Di masa yang akan datang atau rata-rata 65 ekor (Satria & Kartamihardja, 2010).
berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2007, kuota yuwana
ikan arwana seharusnya ditetapkan oleh Direktorat Di Sungai Maro, penangkapan ikan paling intensif
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat yang ditunjukkan dengan produksi ikan yang tinggi
Jenderal Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, terjadi antara bulan Juli sampai Desember dimana
Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai tinggi muka air sungai (curah hujan) berada pada paras
Otoritas Pengelola. Pembagian kuota juga harus rendah, sedangkan produksi ikan terrendah dicapai
didasarkan pada potensi yuwana arwana di setiap pada paras muka air sungai tinggi (Gambar 1).
badan air.
35.000
STATUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN

Produksi ikan (kg)


30.000
ARWANA 25.000
20.000
Status Sumberdaya Ikan dan Perikanan Arwana
15.000
10.000
Distribusi ikan arwana terdapat di Papua bagian
5.000
selatan, Papua Nugini dan Australia (Hitchcock, 2006).
Ikan tersebut biasa hidup di sungai yang berarus -

Jan

Jun
Mar
Apr

Okt
Feb

Mei

Jul
Agu
Sep

Nov
Des
lambat atau di bagian rawa di sekitarnya yang berair
tenang. Di Sungai Maro, kandungan oksigen terlarut
habitat ikan arwana tergolong rendah yaitu antara Tahun 2007
2,09-5,17 mg/l (rata-rata 3,24 mg/l) dan pH antara
4,0-6,5 (rata-rata 5,5 cm)(Astuti & Satria, 2009; Astuti Produksi ikan Curah hujan
et al., 2007). Data ini mengindikasikan bahwa
perairannya bersifat masam dan kandungan oksigen Gambar 1. Hubungan pola curah hujan dan produksi
yang relatif rendah. Tumbuhan air di Sungai Maro ikan di Sungai Maro
berperanan penting sebagai substrat tempat Figure 1. Relationship of rainfall pattern and fish
perlindungan dan mencari makan bagi ikan arwana. catches at Maro River
Tumbuhan air tersebut, umumnya ditemukan di tepian
sungai yang airnya relatif tidak mengalir. Dalam hal ini, musim penangkapan ikan arwana
Habitat ikan arwana di bagian hulu Sungai Maro, terjadi pada musim pemijahannya, yaitu mulai bulan
antara lain berada di Desa Bupul, Tanas, Kweel, Oktober sampai dengan Februari dengan puncaknya
Barkei, Toray, dan Wanggo. Rawa banjiran di Sungai terjadi pada bulan Desember-Januari (Satria &
Maro yang merupakan habitat ikan arwana dapat Kartamihardja, 2010). Yuwana ikan arwana ditangkap
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu: (a) dengan cara menangkap induk yang sedang
Tipe genangan banjir di tepi sungai, (b) Tipe semak mengerami. Induk arwana yang tertangkap,
belukar, (c) Tipe rerumputan, dan (d) Tipe cabang- yuwananya dikeluarkan dari mulut induknya
cabang kayu (Satria & Kartamihardja, 2010). sedangkan induknya dilepas kembali ke alam.
Pelepasan kembali induk ikan arwana tersebut sesuai
Ikan arwana adalah ikan karnivora dengan makanan dengan kesepakatan para tokoh pemuka adat
utamanya ikan-ikan kecil, serangga dan udang setempat dalam rangka menjaga kelestariannya.
sedangkan makanan tambahannya ialah cacing dan
larva serangga (Allen et al., 2002). Ikan ini bisa Pada tahun 2007, kelimpahan stok induk ikan
mencapai panjang total 90 cm dengan berat 17,2 kg arwana di Sungai Maro ditaksir berkisar antara 2.367-
dan panjang total untuk pertama matang kelamin (Lm) 4.206 ekor atau rata-rata antara 1,6-2,8 ekor per
pada ukuran 45 cm (Allen, 1991; Allen et al., 2002). hektar yang dapat menghasilkan yuwana ikan arwana
Menurut Haryono & Tjakrawidjaja (2005), fekunditas sebanyak 201.305-250.215 ekor dengan rata-rata
ikan arwana dengan panjang total antara 26,7–60 cm 225.760 ekor yuwana per musim pemijahan (Satria &
dan bobot antara 160–1100 gram berkisar antara 87– Kartamihardja, 2010). Untuk menjaga kelestarian
131 butir. Ikan arwana termasuk ikan yang mengerami produksi yuwana ikan arwana maka jumlah yuwana
telur di dalam mulutnya (mouth brooder) (Adite et al., maksimum yang dapat dieksloitasi sebesar 50% dari
2006). Di Australia, pemijahan arwana terjadi jika suhu rata-rata total yuwana yang dihasilkan atau sebesar
permukaan air mendekati 30°C dan telur akan menetas 112.800 ekor per musim pemijahan.
dalam 1-2 minggu (Allen, 1989). Di Sungai Maro,

89
J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.5 No. 2 Nopember 2013 : 87-96

Penangkapan ikan arwana di Sungai Maro sudah dibanding periode tahun 2007-2009. Perbedaan
dilakukan masyarakat sejak tahun 1988. Musim tersebut kemungkinan dikarenakan populasi induk
pemijahan ikan arwana pertama kali terjadi di bagian arwana di alam sudah mulai menurun. Pada tahun
hulu Sungai Maro, yaitu sekitar Oktober sedangkan 2010, jumlah yuwana arwana yang dikirim mulai
di Kampung Toray dan sekitarnya (di bagian hilir meningkat kembali, hal ini terjadi karena mulai ada
sungai Maro), musim penangkapan ikan arwana pengelolaan dan pengaturan eksploitasi sumberdaya
dimulai pada bulan November. Di Australia, ikan ikan arwana oleh pemerintah daerah setempat
arwana memijah antara bulan September-November bersama masyarakat dan ada penambahan yuwana
(Allen, 1989). Penangkapan ikan arwana dilakukan ikan arwana yang berasal dari sungai lain, seperti
nelayan secara berkelompok antara 3-5 orang atau Sungai Kumbe. Pada dasarnya, masyarakat di sekitar
5-12 orang dengan menggunakan jaring insang Sungai Maro menginginkan adanya pengelolaan dan
berukuran mata 3,5 inci, sedangkan pada beberapa sanksi yang jelas bagi para pelanggar yang dapat
tahun yang lalu kebanyakan menggunakan jaring mengancam kelestarian sumberdaya ikan arwana.
insang berukuran mata 4,5–5,0 inci. Penggunaan
ukuran mata jaring yang semakin mengecil Status dan Peran Pemangku Kepentingan
mengindikasikan bahwa ukuran induk ikan arwana di
alam sudah semakin mengecil. Pemangku kepentingan (stakeholders) dalam
pengelolaan populasi ikan arwana berperanan penting
Dalam setiap trip penangkapan (selama 5 hari) bagi optimasi pemanfaatan dan pelestarian
dapat menghasilkan sekitar 10–12 ekor induk arwana sumberdaya ikan arwana dan keberlanjutan
dengan total yuwana mencapai 1000 ekor. usahanya. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan
Penangkapan ikan arwana merupakan pekerjaan sumberdaya ikan arwana di Sungai Maro terdiri dari
andalan dan mata pencaharian masyarakat di sekitar nelayan, kepala dusun, kepala adat, plasma
Sungai Maro yang bisa menghasilkan pendapatan (pengumpul anak ikan arwana), pengusaha ikan hias,
yang tinggi. Pada tahun 2007, harga yuwana ikan penangkar, pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan
arwana di tingkat nelayan berkisar antara 3.000-6.000 Perikanan Kabupaten Merauke, Badan Lingkungan
rupiah per ekor, sedangkan pada tahun 2009, Hidup Kabupaten Merauke), Balai Konservasi
harganya berkisar antara 12.000-20.000 rupiah per Sumberdaya Alam/BKSDA (Kementerian Kehutanan),
ekor dan pada tahun 2010 telah mencapai 25.000- Balai Karantina Ikan, Balai Konservasi Kawasan
40.000 rupiah per ekornya. Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sorong, Agen
Perubahan (Peneliti Badan Litbang Kelautan dan
Dalam periode 2005-2010, jumlah yuwana ikan Perikanan dan Penyuluh), dan Dinas Pekerjaan
arwana yang dikirim ke luar Kabupaten Merauke Umum.
adalah sebanyak 779.184 ekor dengan rata-rata
155.837 ekor per tahun (Tabel 1). Kepala adat yang biasanya menguasai kawasan
penangkapan ikan arwana berperanan penting dalam
Tabel 1. Jumlah yuwana ikan arwana yang dikirim menentukan aturan pemanfaatan sumberdaya ikan
ke luar Kabupaten Merauke arwana. Jumlah yuwana ikan arwana yang dijual
Table 1. Number of saratoga juvenils transfered out sangat ditentukan oleh plasma. Oleh karena itu,
side Merauke Regency besarnya kuota yuwana ikan arwana yang boleh
dieksploitasi akan sangat ditentukan oleh kerjasama
antara nelayan (yang dipimpin kepala adat) dan
Tahun Jumlah yuwana arwana
plasma yang menampung hasil tangkapan.
(ekor)
2005 195.484
Persepsi Nelayan terhadap Pemanfaatan
2006 308.100
2007 125.100 Sumberdaya Ikan Arwana
2008 105.500
2009 145.000 Selama diskusi kelompok terfokus yang dilakukan
2010 427.602 dengan masyarakat nelayan dihasilkan berbagai
Sumber: Data BKSDA 2010, diolah persepsi mereka terhadap pemanfaatan sumber daya
ikan arwana sebagai berikut:
Jumlah yuwana ikan arwana tersebut sebagian 1) Masyarakat sepakat bahwa keberadaan ikan
besar berasal dari Sungai Maro, sehingga arwana harus terlindungi, baik untuk kepentingan
penangkapan yuwana dari sungai tersebut telah sekarang maupun di masa mendatang;
mencapai optimum. Pada periode 2005-2006, jumlah 2) Penangkapan yuwana arwana hanya dilakukan
pengiriman yuwana ikan arwana sangat besar sekali pada saat-saat tertentu yaitu mulai bulan Oktober

90
Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan………….di Sungai Maro, Merauke-Papua (Kartamihardja, E.S, et al)

sampai dengan Januari tahun berikutnya. andalan bagi masyarakat setempat dalam
Penangkapan dengan menggunakan jaring insang menggantungkan kehidupannya. Oleh karena setiap
(gillnet) hanya ditujukan untuk menangkap yuwana kawasan penangkapan dikuasai oleh setiap suku yang
arwana, sedangkan induknya dilepas kembali; bermukim di sekitar perairan sungai Maro, maka unit
3) Penurunan hasil tangkapan anak ikan arwana kawasan pengelolaan harus disesuaikan dengan
sudah terjadi dari tahun ke tahun; kawasan yang dikuasai oleh suku tersebut.
4) Sampai saat ini belum ada daerah atau kawasan
perlindungan dimana penangkapan ikan arwana Ekosistem perairan sangat sesuai bagi
dilarang dan hampir semua ‘marga’ di sekitar perkembangan berbagai jenis ikan asli termasuk ikan
sungai Maro melakukan kegiatan penangkapan arwana, meskipun akhir-akhir ini telah terjadi
ikan arwana secara bebas; penurunan kualitas perairan sebagai akibat dari limbah
5) Masyarakat sepakat agar ditetapkan kawasan hasil prabik kelapa sawit dan pabrik pengolahan kayu
konservasi ikan arwana dengan cara yang berada di sektor Muting, bagian hulu dari Sungai
mengalokasikan sebagian kecil perairan di sentra Maro seperti yang dilaporkan oleh seorang tokoh
penangkapan dan kawasan tersebut hanya tertutup masyarakat di desa Toray. Badan Pengendalian
bagi penangkapan pada musim yuwana ikan Lingkungan Hidup, Kabupaten Merauke akan sangat
arwana. berperan dalam pengendalian pencemaran di daerah
6) Kelompok nelayan belum terbentuk secara formal tersebut.
meskipun operasional penangkapan dilakukan
secara berkelompok. Di kawasan pengelolaan perikanan tersebut harus
dilakukan pembagian zonasi yang terdiri dari zona
Persepsi masyarakat tersebut menandakan bahwa usaha penangkapan ikan, zona konservasi, zona
mereka mempunyai komitmen yang sama akan usaha budidaya ikan (untuk antisipasi rencana
pentingnya pengelolaan dan konservasi sumber daya pengembangan budidaya ikan di sungai), zona bebas
ikan arwana di masa yang akan datang. untuk semua aktivitas yang dilakukan di kawasan
tersebut seperti untuk transportasi, air minum dan
OPSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN zona lainnya yang mungkin untuk dikembangkan
ARWANA dengan tidak mengganggu kelestarian sumberdaya
ikan dan ekosistem perairan.
Optimasi pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya ikan arwana di Sungai Maro perlu Pengelolaan Sumberdaya Ikan Arwana
dilakukan dengan mengembangkan dan menerapkan
berbagai opsi pengelolaan sebagai berikut. Pengelolaan sumberdaya ikan arwana harus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Pengembangan Kawasan Pengelolaan pengelolaan sumberdaya ikan secara keseluruhan
Perikanan yang berada di kawasan pengelolaan perikanan di
Sungai Maro. Hal ini dikarenakan sumberdaya ikan
Kawasan pengelolaan perikanan merupakan suatu arwana berada dalam ekosistem yang sama dan
kawasan dengan batas-batas tertentu, dikelola secara berinteraksi dengan sumberdaya ikan lainnya. Ikan
terpadu diantara pemanfaat perairan (pemangku arwana berada pada tingkat trofik (trophic level)
kepentingan) untuk tercapainya pemanfaatan tertentu yang mungkin sama dengan tingkat tropik
sumberdaya ikan secara optimal dan lestari bagi ikan lainnya, seperti ikan gastor (Channa striata),
generasi sekarang dan mendatang. Penentuan batas kakap (Lates spp), ikan duri (Arius spp) yang termasuk
kawasan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan ikan predator (Satria, 2009), sehingga kompetisi
potensi sumberdaya ikan, ekosistem, sosial ekonomi makanan di antara jenis-jenis ikan tersebut akan
dan administrasi kepemerintahan (kabupaten, distrik/ tinggi.
kecamatan atau desa). Pertimbangan lain dalam
menentukan batas-batas kawasan pengelolaan Berdasarkan peraturan yang ada, eksploitasi
perikanan tersebut adalah kemudahan dalam sumberdaya ikan arwana hanya boleh dilakukan
pengelolaannya. Berdasarkan hal tersebut, terhadap yuwananya yang masih berada dalam mulut
pengembangan kawasan pengelolaan perikanan di induknya. Induk ikan yang tertangkap dan
Sungai Maro sebaiknya ditetapkan mulai dari Berkei mengandung yuwana di dalam mulutnya, hanya boleh
di bagian hulu sungai sampai desa Odro di bagian ditangkap anaknya sedangkan induknya harus
hilirnya. Di kawasan ini, sumberdaya ikan sangat dilepaskan kembali dalam keadaan hidup. Praktek
beragam dan merupakan sentra produksi ikan arwana penangkapan yuwana ikan arwana seperti ini sudah
sejak tahun 1988. Kawasan ini juga merupakan lahan lama berlangsung. Oleh karena itu, hal terpenting yang

91
J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.5 No. 2 Nopember 2013 : 87-96

harus dilakukan adalah menjaga agar induk yang komitmen bersama dalam upaya pengendalian
tertangkap tetap hidup sampai induk tersebut pencemaran tersebut. Dengan demikian, limbah yang
dilepaskan kembali ke perairan. Untuk itu, peran dibuang ke perairan Sungai Maro dapat dikendalikan
kelompok pengawas yang sebaiknya berada dalam dan tidak mengganggu kehidupan organisme akuatik
satu suku perlu dikembangkan. termasuk ikan arwana dan masyarakat sekitarnya
seperti yang dikeluhkan selama ini.
Pengelolaan Penangkapan
Pengembangan kawasan suaka ikan arwana perlu
Pengelolaan penangkapan ikan yang harus dilakukan dalam rangka menyediakan habitat
ditetapkan antara lain meliputi pengaturan ukuran pemijahan, asuhan dan pembesarannya. Berdasarkan
mata jaring yang digunakan, daerah dan musim karakteristik kesesuaian habitat dan kelimpahan induk
penangkapan serta jumlah yuwana ikan arwana yang arwana dari 20 lokasi yang dianalisis ternyata tiga
boleh dieksploitasi. Ukuran mata jaring insang yang lokasi yaitu Rawa Walayah, Mouver dan Odro
digunakan untuk menangkap ikan arwana harus lebih merupakan calon suaka ikan arwana yang paling
besar dari 3,5 inci, hal ini dilakukan untuk menghindari sesuai (Satria & Kartamihardja, 2010). Pengembangan
penangkapan ikan arwana yang belum pernah kawasan suaka ikan arwana di ke tiga lokasi tersebut
melakukan pemijahan atau ukurannya lebih kecil dari harus dikonfirmasikan dengan masyarakat nelayan
45 cm yang merupakan ukuran ikan arwana pertama sehingga dalam pengelolaannya akan lebih efektif.
kali matang kelamin (Lm). Kesepakatan yang telah
dilaksanakan dan dipatuhi tentang induk ikan arwana Masyarakat mengharapkan beberapa kawasan
yang tertangkap harus dikembalikan lagi dalam suaka ikan arwana di Sungai Maro dapat ditetapkan
keadaan hidup ke perairan perlu terus dilakukan. di Bupul, Kali Obat, Semo (Rawa Walayah), Kali
Wanggo dan Obaa. Ke lima lokasi ini termasuk dalam
Penangkapan selektif terhadap ikan gastor sebagai lokasi penelitian calon suaka yang telah dilakukan
ikan predator dari yuwana ikan arwana harus pada tahun 2007 (Satria & Kartamihardja, 2010),
diintensifkan. Pengendalian terhadap upaya introduksi sehingga dalam pelaksanaannya akan mudah untuk
ikan dari luar ke kawasan perairan Sungai Maro harus diterapkan. Berbagai alternatif yang dapat ditempuh
dilakukan dan sampai saat ini upaya introduksi ikan dalam rangka menetapkan suaka ikan arwana adalah
tersebut tidak perlu dilakukan karena dikhawatirkan menetapkan suaka alami dimana pengelolaannya
akan berdampak negatif terhadap populasi ikan asli, ditetapkan bersama dengan masyarakat; dan suaka
khususnya ikan arwana dan ikan ekonomis penting buatan berupa kolam pagar atau pen/hampang yang
lainnya. dibangun di suatu teluk di perairan Sungai Maro.

Pengelolaan Ekosistem Akuatik dan Kawasan Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan


Suaka Ikan Arwana
Untuk keperluan pengelolaan sumberdaya ikan
Pengelolaan ekosistem akuatik termasuk arwana diperlukan unit kelembagaan pengelolaan
pengelolaan habitat dan suaka ikan arwana. Habitat yang unsur-unsurnya terdiri dari perwakilan kelompok
ikan arwana yang meliputi empat tipe, yaitu habitat pemangku kepentingan yang berkaitan langsung
genangan banjiran di tepi sungai, habitat tipe dengan perikanan arwana di Sungai Maro.
rerumputan, habitat tipe tumbuhan semak belukar dan Kelembagaan pengelola tersebut sangat penting
habitat tipe cabang-cabang pohon harus dikelola karena akan berperanan sebagai pelaksana kegiatan
sehingga tidak terjadi perubahan yang mencolok dari pengelolaan.
ke empat habitat tersebut. Pemeliharaan vegetasi
riparian harus menjadi bagian penting dari Peraturan formal yang berkaitan dengan eksploitasi
pelaksanaan pengelolaan ekosistem akuatik Sungai dan konservasi sumberdaya ikan arwana telah tersedia
Maro. yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu
pencegahan pelanggaran dalam pengusahaan
Disamping itu, pengendalian pencemaran yang sumberdaya ikan arwana. Eksploitasi ikan arwana
disebabkan oleh pembuangan limbah dari kegiatan secara formal telah diatur dalam Peraturan Menteri
penambangan emas dan perkebunan sawit harus Kehutanan Nomor P.12/Menhut–II/2005 mengenai
dilakukan. Oleh karena aktivitas pencemaran tersebut penetapan ikan arwana sebagai satwa buru,
dilakukan oleh sektor di luar perikanan, maka sedangkan konservasi sumberdaya ikan arwana
masyarakat nelayan dengan advokasi dari pemerintah secara formal dilandasi dengan Peraturan Pemerintah
dan instansi terkait lainnya dapat melakukan Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya
koordinasi dan mengambil kesepakatan dan Ikan. Dengan terbitnya peraturan pemerintah ini maka

92
Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan………….di Sungai Maro, Merauke-Papua (Kartamihardja, E.S, et al)

sudah seharusnya peraturan Menteri Kehutanan pendayagunaan sumberdaya ikan arwana tersebut,
dicabut dan diperbaharui dengan Peraturan Menteri yaitu pembangunan kawasan sumberdaya ikan
Kelautan dan Perikanan. Disamping peraturan formal arwana di Sungai Maro. Pengelolaan perikanan,
tersebut, penggalian kearifan lokal ataupun seperti dimaksudkan dalam Code of Conduct for
pembangunan komitmen dalam rangka pengelolaan Responsible Fisheries (FAO, 1995) maupun UU No
sumberdaya ikan arwana di antara pemangku 45 tahun 2009 adalah suatu proses yang terpadu di
kepentingan biasanya akan lebih efektif dalam awali dengan pengumpulan data dan informasi,
penerapannya. melakukan analisis, membuat perencanaan,
melakukan konsultasi, pengambilan keputusan,
Penerapan Pengelolaan dengan Pendekatan menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan
Ekosistem dan Ko-manajemen dan implementasinya dan penegakan hukum dari
peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan
Pengelolaan perikanan dengan pendekatan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi
ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries) dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan
mengisyaratkan pentingnya upaya integrasi aspek lainnya. Pengalaman di masa lalu memberikan
biologi, ekologi, ekonomi dan sosial dalam pembelajaran bahwa model pengelolaan yang bersifat
memahami, memanfaatkan dan mendaya-gunakan sentralistik ternyata tidak mampu mewujudkan tujuan
sumberdaya sebagai suatu sistem alam (ekosistem) akhir dari pembangunan, yakni terwujudnya
yang mampu secara terus-menerus menghasilkan kesejahteraan masyarakat dan terpeliharanya sumber
jasa-jasa ekosistemnya. Di perairan umum daratan, daya ikan secara berkelanjutan. Selain dari pada itu,
sasaran pengelolaan perikanan dengan pendekatan pemerintah sebagai sentral pengelola suatu
ekosistem memerlukan agenda penelitian yang sumberdaya mempunyai keterbatasan menyangkut
difokuskan pada: kuantifikasi jasa ekosistem yang jumlah pegawai (sumberdaya manusia), dana dan
disediakan oleh perairan; kuantifikasi keuntungan waktu yang tersedia, padahal masyarakat lokal di
ekonomis, sosial dan nutrisi dari perikanan; perbaikan sekitar sumberdaya memiliki pemahaman dan
rancangan kajian untuk mengevaluasi potensi keterikatan yang kuat dengan sumberdaya tersebut
eksploitasi perikanan; dan kajian timbal balik antara seperti yang mereka sepakati dari hasil diskusi
perikanan, produktivitas ekosistem dan terfokus yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam
keanekaragaman akuatik (Beard et al., 2011). Dengan perencanaan pengelolaan dan konservasi sumber
demikian, kompleksitas yang tercermin sebagai daya ikan arwana, sudah selayaknya melibatkan
proses interaksi, interkoneksi dan jejaring antar peran serta masyarakat sebagai pemanfaat
manusia (masyarakat nelayan) sebagai pemanfaat sumberdaya secara lebih aktif. Pada sisi lain,
dan alam (ekosistem Sungai Maro) sebagai penyedia kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam
jasa ekosistem bersifat dinamik dan adaptif. Indikator mengelola sumber daya ikan arwana secara mandiri
kunci pengelolaan perikanan dengan pendekatan masih jauh dari memadai. Oleh karena itu, suatu
ekosistem adalah dalam kerangka keberlanjutan model pengelolaan yang secara bersama-sama
keseimbangan ekologis dan sosial-ekonomi dalam mampu melibatkan partisipasi masyarakat secara
pengertian bahwa pengelolaan atau pembangunan lebih aktif sangat relevan diterapkan pada masa
yang dilaksanakan harus mampu menyediakan sekarang, yaitu dalam bentuk pengelolaan bersama
manfaat ekonomi bagi masyarakat, sesuai dengan bersifat adaptif (Adaptive Co-management)
kebutuhan sosial masyarakat yang memanfaatkan (Koeshendrajana et al., 2007). Beberapa
dan sejalan dengan daya dukung (stok sumber daya pertimbangan akan perlunya pengelolaan perikanan
ikan arwana) dan daya tampung lingkungan secara bersama (ko-manajemen) adalah sebagai
sumberdayanya. Tantangan pengelolaan sumber berikut:
daya ikan arwana yang krusial adalah terkait dengan 1) Aktivitas penangkapan yuwana arwana
semakin besarnya perubahan ekologis dan sosial menunjukkan tren perkembangan penangkapan ke
masyarakat yang semakin tinggi seperti yang arah tidak terkontrol sehingga jika terus dibiarkan
dikemukakan oleh Holling (1986). Kedua aspek maka keberlanjutan usaha perikanan arwana di
tersebut memiliki kompleksitas dan terus menerus masa mendatang tidak akan terjamin;
mengalami perubahan bersifat non-linier dan 2) Pemanfaatan sumber daya perairan sungai Maro
menempati batas tertentu dalam dinamikanya (Folke bersifat multi guna yang melibatkan berbagai
et al., 2002). pengguna (stakeholders)
3) Pengelolaan usaha perikanan arwana belum
Dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup optimal, antara lain belum dikembangkannya zona-
masyarakat nelayan, pembangunan perikanan harus zona pemanfaatan dan perlindungan, fluktuasi
ditujukan terhadap upaya pemanfaatan dan harga dan disparitas harga yang tinggi dan masih

93
J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.5 No. 2 Nopember 2013 : 87-96

rendahnya pemahaman dari berbagai pemangku sehingga manfaat keberadaan sumberdaya dapat
kepentingan tentang tujuan pemanfaatan sumber dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi
daya ikan arwana; di masa mendatang. Dalam kaitannya dengan hal
4) Masyarakat lokal lebih memahami kharakteristik terebut, Smith et al. (2005) menyatakan bahwa
sumber daya secara lokal dan ada pengetahuan strategi pengembangan mata pencaharian masyarakat
lokal yang mungkin saja kurang atau tidak harus mampu mendorong terciptanya pengelolaan
dipahami oleh pusat (pemerintah); disamping itu, perikanan yang berkelanjutan.
mungkin saja di lokasi tersebut terdapat
ketentuan-ketentuan yang bersifat adat tapi belum Monitoring dan Evaluasi
terakomodasi baik di tingkat nasional, propinsi
maupun daerah kabupaten; Monitoring sumberdaya ikan arwana meliputi
5) Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator monitoring hasil tangkapan yuwana ikan arwana dan
mempunyai sumber daya (tenaga, dana dan monitoring aktivitas yang dilakukan di suaka ikan
waktu) yang sangat terbatas. arwana. Data dan informasi yang dihasilkan dari
monitoring untuk kemudian dianalisis dan dievaluasi
Beberapa faktor sebagai prasyarat agar ko- dalam rangka perbaikan pengelolaan di masa yang
manajemen dapat diimplementasikan dan akan datang. Melalui evaluasi akan dapat diketahui
menghasilkan kinerja yang diharapkan adalah: adanya apakah pengelolaan yang dilakukan telah sesuai
(1) batasan area pengelolaan kawasan sumber daya dengan tujuan dan sasaran pengelolaan yang telah
yang disepakati; (2) keanggotaan dinyatakan dengan ditetapkan sebelumnya. Dalam pelaksanaan
jelas; (3) permasalahan yang dirasakan secara monitoring dan evaluasi perlu didasarkan pada
bersama-sama; (4) kesamaan ikatan dalam kelompok berbagai indikator keberhasilan pengelolaan sebagai
(kelompok relatif homogen berkaitan dengan latar berikut:
belakang statusnya atau tujuannya); (5) kelompok- a) Lingkungan Sumberdaya yang meliputi: produksi
kelompok yang secara tradisi telah terbentuk; (6) yuwana arwana; ukuran ikan hasil tangkapan,
jaminan bahwa manfaat lebih besar dari biaya; (7) terpeliharanya daerah pemijahan dan asuhan;
partisipasi antar kelompok pemanfaat; (8) aturan yang perairan bebas dari cemaran, terpeliharanya
telah ada dijalankan; (9) legalitas kelompok-kelompok vegetasi rivarian.
yang telah ada/terbentuk; (10) kerjasama dan b) Ekonomi yang meliputi: harga yuwana ikan
kepemimpinan lokal; (11) pendelegasian wewenang; arwana; pendapatan nelayan; system pemasaran
dan (12) koordinasi antara pemerintah dan pemanfaat. c) Sosial yang meliputi: jumlah nelayan,
kelembagaan, tingkat kepatuhan dalam
Kaidah utama keberhasilan penerapan model pengelolaan, tingkat pemahaman masyarakat
pengelolaan secara bersama adalah partisipasi dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya
kelompok pengguna sumber daya yang berperan ikan.
sebagai pilar utama penerapan ko-manajemen
perikanan, sedangkan puncak dari partisipasi adalah KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
terwujudnya secara bahu membahu antara masyarakat
sebagai pemanfaat utama sumberdaya dengan KESIMPULAN
pemerintah sebagai regulator dalam menyusun
rencana ko-manajemen perikanan. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan
populasi ikan arwana di Sungai Maro terdiri dari
Lima langkah utama yang harus dilakukan dalam nelayan, kepala dusun, kepala adat, plasma
penerapan ko-manajemen perikanan meliputi: (1) (pengumpul yuwana ikan arwana), pengusaha ikan
identifikasi kawasan pengelolaan perikanan secara hias, penangkar, pemerintah daerah (Dinas Kelautan
partisipatif; (2) identifikasi masalah dan kondisi yang dan Perikanan Kabupaten Merauke, Badan
ada sekarang; (3) identifikasi perubahan yang Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke), Balai
diharapkan (perumusan tujuan ko-manajemen Konservasi Sumberdaya Alam, dan Agen Perubahan
perikanan); (4) penetapan cara untuk mencapai tujuan; (Peneliti Badan Litbang KP dan Penyuluh).
dan (5) penetapan cara menilai apakah rencana ko- Kesepakatan di antara pemangku kepentingan
manajemen perikanan mencapai sasaran tentang kuota eksploitasi anak ikan arwana di Sungai
(Koeshendrajana et al., 2007). Maro sebesar 112.000 ekor per musim perlu
diterapkan untuk menjaga keberlanjutan sumber
Pada hakekatnya, tujuan pembangunan perikanan dayanya. Kawasan konservasi sebagai habitat
adalah secara simultan mensejahterakan masyarakat pemijahan dan pembesaran yuwana arwana disepakati
dan mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan untuk ditetapkan dan hanya ditutup pada musim

94
Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan………….di Sungai Maro, Merauke-Papua (Kartamihardja, E.S, et al)

pemijahan ikan arwana. Pencatatan hasil tangkapan


yuwana ikan arwana dilakukan oleh nelayan dan Beard, T. D., S.J. Cooke, R. Arlinghaus, P. B. McIntyre,
pengumpul sesuai dengan kuota yang telah S.S. De Silva, D. Bartley and I. G. Cowx. 2011.
ditetapkan. Pengelolaan sumberdaya ikan arwana Ecosystem approach to inland fisheries: research
secara ko-nanajemen dan berdasarkan pendekatan needs and implementation strategies. Meeting
ekosistem merupakan rejim pengelolaan sumber daya report. Inland ûsheries research needs Biol. Lett.
ikan arwana yang sesuai untuk dikembangkan. 3p.

REKOMENDASI EPAP (Ecosystem Principles Advisory Panel). 1998.


Ecosystem-Based Fishery Management. A Report
Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan arwana to Congres. As mandated by the Sustainable
dengan pendekatan ekosistem ini dapat Fisheries Act amendments to the Magnuson-
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Stevens Fishery Conservation and Management
Merauke. Bahan paket kebijakan pengelolaan Act 1996. 62p.
sumberdaya ikan arwana ini merupakan bahan bagi
pengambil kebijakan di daerah untuk pengelolaan FAO (Food and Agriculture Organization). 2003.
sumberdaya ikan arwana di Sungai Maro dan sebagai Fisheries Management. Ecosystem Approach to
rujukkan untuk pengelolaan sumberdaya ikan arwana Fisheries. FAO Technical Guidelines for
di sungai-sungai lainnya di Papua. Responsible Fisheries. Supplement 2. FAO-UN.
121p.
DAFTAR PUSTAKA
Folke, C., S.R. Carpenter, B.H. Walker, M. Sxheffer,
Adite, A., K.O. Winemiller & E.D. Fiogbe, 2006. T. Elmqvist, L.H. Gunderson and C.S. Holling.
Ontogenetic, seasonal, and spatial variation in the 2002. Regime shift, resilienceband biodiversity in
diet of Heterotis niloticus (Osteoglossiformes: ecosystem management. Annual Review in
Osteoglossidae) in the Sô River and Lake Hlan, Ecology, Evolution and Systematics. 35: 557-81.
Benin, West Africa. Env. Biol. Fish. 73:367-378.
Haryono & A.H. Tjakrawidjaja. 2005. Metode survei
Allen, G.R., 1989. Freshwater fishes of Australia. dan pemantauan populasi satwa. Seri II. Ikan Siluk.
T.F.H. Publications, Inc., Neptune City, New Jersey. Bidang Zoologi (Museum Zoologicum,
Bogoriense). Pusat Penelitian Biologi-LIPI. 32 hal.
Allen, G.R., 1991. Field guide to the freshwater fishes
of New Guinea. Publication, no. 9. 268 p. Hitchcock, G., 2006. Cross-border trade in Saratoga
Christensen Research Institute, Madang, Papua fingerlings from the Bensbach River, south-west
New Guinea. Papua New Guinea. Pacific Conservation Biology
12:218-228.
Allen, G.R., S.H. Midgley & M. Allen, 2002. Field
guide to the freshwater fishes of Australia. Western Holling, C.S. 1986. The resilience of terrestrial
Australian Museum, Perth, Western Australia. 394 p. ecosystem: local surprise and global change. In
Clark and Munn (eds), Sustainable development
Anomim, 2009. Laporan Pelaksanaan Survey of the biosphere. Cambridge University Press.
Populasi ikan Arwana Jardini (Scleropages jardinii) Cambridge.
di Kabupaten Merauke. Balai Konservasi
Sumberdaya Alam I (BKSDA I), Jayapura. Koeshendrajana, S., D.I. Hartoto, Sulastri & S.
Larashati. 2007. Model Pengelolaan Bersama (Co-
Astuti, L.P. & H. Satria. 2009. Kondisi perairan pada Management) Kawasan Konservasi Perikanan
musim pemijahan ikan arwana di Sungai Maro Perairan Muara. Pros. Seminar Nasional Hasil
Bagian tengah, Kabupaten Merauke. Bawal. Vol. Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun IV, 28
2, No. 4: 155-161. Juli 2007. UGM, Yogyakarta.

Astuti, L.P., A. Warsa, & H. Satria. 2007. Sifat Fisika Satria, H. & E.S. Kartamihardja. 2010. Kelimpahan
Kimiawi Air Dan Jenis-Jenis Ikan Sungai Maro Stok dan Pengembangan Suaka Ikan Arwana Irian
Bagian Tengah, Merauke Dalam Rangka Upaya (Scleropages jardinii Saville-Kent 1892) Di Sungai
Pelestariannya. Pros. Forum Nasional Pemacuan Maro, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. J. Lit.
Sumberdaya Ikan I, Badan Litbang Kelautan dan Perikan. Ind. 16(1): 49-62
Perikanan. Hal. 105-113.

95
J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.5 No. 2 Nopember 2013 : 87-96

Satria, H. 2009. Produksi Dan Keragaan Jenis Ikan Tjakrawidjaja, A.H. 2006. Pertumbuhan Ikan Arwana
Di Perairan Sungai Maro Bagian Hulu, Kabupaten Irian (Scleropages jardinii, Saville-Kent) di
Merauke, Papua. Pros. Forum Pemacuan Sumber Akuarium. J. Iktiologi Ind. 6(1). Juni 2006.
Daya Ikan II, Balai Penelitian Pemulihan
Sumberdaya Ikan, Badan Litbang Kelautan dan
Perikanan. Hal CS-05.

Smith, L.E.D, S.N. Khoa & K. Lorenzen. 2005.


Livelihood functions of inland fisheries: policy
implications in developing countries. Water Policy
7 (2005): 359-83.

96

Anda mungkin juga menyukai