Anda di halaman 1dari 109

PENGARUH PERBEDAAN JENIS UMPAN PADA ALAT TANGKAP KRENDET

(Trap Net) TERHADAP HASIL TANGKAPAN LOBSTER (Panulirus SP.) DI


DESA KALAK KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN

SKRIPSI

Oleh :

LILIK MUZAYANAH
NIM. 145080201111057

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
PENGARUH PERBEDAAN JENIS UMPAN PADA ALAT TANGKAP KRENDET
(Trap Net) TERHADAP HASIL TANGKAPAN LOBSTER (Panulirus SP.) DI
DESA KALAK KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan


di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh :

LILIK MUZAYANAH
NIM. 145080201111057

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ii
HALAMAN IDENTITAS

Judul : Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Pada Alat Tangkap Krendet (Trap

Net) Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) Di Desa Kalak

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan

Nama Mahasiswa : Lilik Muzayanah

NIM : 145080201111057

Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PENGUJI PEMBIMBING

Dosen Pembimbing 1 : Ir. Sukandar, MP

Dosen Pembimbing 2 : Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING

Dosen Penguji 1 : Sunardi, ST, MT

Dosen Penguji 2 : Dr. Ali Muntaha, A.Pi, S.Pi, MT

Tanggal Ujian : 04 Juli 2018

iii
UCAPAN TERIMAKASIH

Bersama dengan terselesaikannya Laporan Skripsi yang berjudul

Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Pada Alat Tangkap Krendet (Trap net)

Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp) Di Desa Kalak Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan, Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1) Allah SWT atas karunia dan kesehatan yang diberikan selama ini sehingga

laporan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2) Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya melalui

Bapak Dr. Eng. Abu Bakar Sambah S.Pi, MT selaku pimpinan jurusan

PSPK dan Bapak Sunardi, ST, MT selaku ketua program studi PSP yang

telah memberikan dukungannya.

3) Bapak Ir. Sukandar, MP selaku dosen pembimbing 1, dan Bapak Dr. Ir.

Daduk Setyohadi, MP selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing, memberi ilmu dan arahan sampai laporan

Skripsi selesai.

4) Bapak Sunardi, ST, MT selaku dosen penguji 1 dan Bapak Dr. Ali Muntaha,

A.Pi, S.Pi, MT selaku dosen penguji 2 yang telah meluangkan waktunya

untuk memberi arahan serta ilmunya.

5) Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya Malang.

6) Kedua orangtua Bapak Wito, Ibu Nansi dan adik Faiza serta Keluarga

besar yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya.

7) Bapak Ali Mustofa selaku nelayan yang telah memberikan bimbingan dan

ilmunya.

iv
8) Teman-teman seperjuangan (Daniar, Bayu, Tyan, Anindia, Febrina, Veny,

Evi, Mazi, Ponco, Dhana) tetap sabar sampai nanti, sukses terus.

9) Hola Amigos (Putri, Tegar, Irfan) dan Keluarga seatap (Marthalena,

Ayunda, Ayuk) atas kebersamaannya yang selalu memberi saran dan

dukungan.

10) Keluarga besar PSP 2014 atas kebersamaan, kekompakkan, kalian

sukses.

11) Pihak yang belum sempat disebutkan satu persatu dalam membantu

proses penyelesaian Loporan Skripsi.

Malang, Mei 2018

Penulis

v
RINGKASAN

Lilik Muzayanah. Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Pada Alat Tangkap Krendet
(Trap net) Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) Di Desa Kalak
Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan (Di Bawah Bimbingan Bapak Ir.
Sukandar, MP dan Bapak Dr.Ir. Daduk Setyohadi, MP).

Alat tangkap krendet (trap net) merupakan salah satu alat tangkap pasif
yang termasuk kedalam alat perangkap. Alat tangkap ini memiliki komponen yang
terdiri dari kerangka, jaring, tali umpan, tali penarik dan pemberat. Salah satu hasil
tangkapan krendet yaitu udang barong atau lobster. Lobster merupakan salah satu
komoditi yang mempunyai harga jual tinggi yaitu mencapai Rp.300.000/Kg. Faktor
yang perlu diperhatikan dalam usaha perikanan yaitu faktor efisiensi dan efektifitas
penangkapan, dimana dalam menggunakan waktu dan tenaga seminimal mungkin
untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimal.
Penggunaan umpan pada alat tangkap krendet akan meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pengoperasian alat tangkap. Pemilihan umpan umumnya
mendasarkan pada harga yang murah, melimpah dan mudah untuk didapatkan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan
dengan menggunakan alat tangkap krendet dan mengetahui pengaruh perbedaan
jenis umpan terhadap hasil tangkapan lobster pada alat tangkap krendet.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018 di Desa Kalak Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan. Metode yang digunakan yaitu percobaan
penangkapan (experiment fishing) dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 27 kali pengulangan/trip penangkapan. Analisis data
diolah menggunakan SPSS 16.0 dengan Uji sidik Ragam (ANOVA) dan uji lanjutan
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Berdasarkan hasil tangkapan krendet di perairan Karangbolong terdapat 3
famili yang terdiri dari 4 spesies diantaranya lobster pasir (Panulirus homarus)
lobster batu (Panulirus penicillatus), rajungan karang (Charybdis erythrodactyla),
dan kepiting tambal/plongkor (Carpilius maculatus). Dimana nilai presentase
tertinggi yaitu hasil tangkapan lobster batu dan lobster pasir dan berdasarkan jenis
umpan, umpan krungken dan umpan samaran memiliki rata-rata dan standart
deviasi yang tinggi.
Hasil analisis pengaruh umpan terhadap hasil tangkapan lobster dari uji
one-way anova bahwa Fhitung sebesar 19,96 dan Ftabel sebesar 3,40 dengan
nilai signifikansi 0,00 (Fhitung > Ftabel atau nilai signifikansi < 0,05) yang berarti
terima H1 dan Tolak H0, jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini
perbedaan jenis umpan berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster (Kg),
kemudian hasil uji lanjut (BNJ) bahwa umpan krungken memiliki nilai rata-rata dan
standart deviasi tertinggi yaitu sebesar 0,63 ± 0,22a, diikuti umpan samaran
dengan nilai 0,62 ± 0,16a. Berdasarkan dari hasil uji BNJ perbedaan dari ketiga
umpan disimpulkan bahwa umpan krungken dan umpan samaran lebih baik
daripada umpan keong sawah, untuk perairan Karangbolong Kabupaten Pacitan.

vi
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi yang

berjudul “Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Pada Alat Tangkap Krendet

(Trap Net) Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) Di Desa Kalak

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan”. Sebagai salah satu syarat untuk

meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya. Di bawah bimbingan Bapak Ir. Sukandar, MP selaku dosen

pembimbing skripsi pertama dan Bapak Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP selaku dosen

pembimbing skripsi kedua.

Laporan skripsi ini mengenai komposisi hasil tangkapan krendet dan

pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan lobster yang disajikan

dalam bentuk tabel, grafik, dan deskripsi. Laporan ini disusun mulai dari ringkasan,

pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, kesimpulan,

daftar pustaka dan lampiran. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan kata didalam Laporan Skripsi

ini. Sangat disadari bahwa keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun telah

dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak

kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun

agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Malang, Mei 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................... iv

RINGKASAN ...................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ...........................................................................................vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 3
1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................. 3
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 4
1.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5
2.1 Lobster ....................................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Lobster ................................................................................ 7
2.2 Definisi Alat Tangkap Perangkap (Traps) ................................................. 11
2.2.1 Alat Tangkap Krendet ........................................................................ 12
2.2.2 Konstruksi Krendet ............................................................................ 13
2.2.3 Metode Pengoperasian ...................................................................... 16
2.3 Umpan ..................................................................................................... 17
2.4 Daerah Penangkapan .............................................................................. 18
2.5 Hasil Tangkapan ...................................................................................... 18

3. METODE PENELITIAN .................................................................................. 20


3.1 Materi Penelitian ...................................................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 20
3.2.1 Alat Penelitian .................................................................................... 20
3.2.2 Bahan Penelitian................................................................................ 21
3.3 Metode Penelitian..................................................................................... 21
3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21
3.4.1 Data Primer ....................................................................................... 22
3.4.2 Data Sekunder ................................................................................... 24
3.5 Prosedur Penelitian Lapang ..................................................................... 24
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................... 26
3.6.1 Analisis Data Komposisi Hasil Tangkapan ......................................... 26
3.6.2 Analisis Data Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Terhadap Hasil
Tangkapan Lobster............................................................................ 27

viii
3.7 Hipotesis .................................................................................................. 34
3.8 Prosedur Penelitian .................................................................................. 34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 36


4.1 Letak Geografis Kabupaten Pacitan ......................................................... 36
4.2 Kondisi Umum Alat Tangkap Krendet ....................................................... 37
4.2.1 Alat Tangkap Krendet ........................................................................ 38
4.2.2 Konstruksi Krendet ............................................................................ 39
4.2.3 Umpan Krendet.................................................................................. 43
4.2.4 Teknik Pengoperasian Krendet .......................................................... 46
4.2.5 Daerah Penangkapan Krendet ........................................................... 48
4.2.6 Musim Penangkapan Krendet ............................................................ 49
4.3 Hasil Tangkapan Krendet ......................................................................... 50
4.3.1 Identifikasi Spesies Hasil Tangkapan ................................................. 50
4.4 Analisis Hasil ............................................................................................ 58
4.6.1 Komposisi Hasil Tangkapan Krendet ................................................. 58
4.6.2 Data Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg) ..................... 71

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 87


5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 87
5.2 Saran ....................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 89

LAMPIRAN ........................................................................................................ 94

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Skripsi ............................................................ 4

2. Pengacakan Pengambilan Sampel ................................................................ 29

3. Tabulasi Data Hasil Pengamatan ................................................................... 30

4. Uji Normalitas ................................................................................................ 31

5. Sidik Ragam .................................................................................................. 32

6. Konstruksi Kerangka ...................................................................................... 40

7. Konstruksi Webbing ....................................................................................... 41

8. Konstruksi Pemberat...................................................................................... 42

9. Konstruksi Tali ............................................................................................... 43

10. Spesies Hasil Tangkapan ............................................................................ 50

11. Total Hasil Tangkapan Krendet Berdasarkan Berat (Kg) dan Jumlah (Ekor)
Selama 27 Kali Pengulangan/Trip Penangkapan ........................................ 58

12. Perhitungan Presentase Hasil Tangkapan Krendet (Trap net) Selama


Penelitian Berdasarkan Jenis Umpan ........................................................ 61

13. Perhitungan Presentase Hasil Tangkapan Krendet (Trap net) Selama


Penelitian Berdasarkan nama spesiesnya.................................................. 63

14. Uji Normalitas Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama Penelitian66

15. Uji Normalitas Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor) Selama Penelitian
...................................................................................................................... 66

16. Uji Homogenitas Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama Penelitian
...................................................................................................................... 67

17. Uji Homogenitas Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor) Selama Penelitian
...................................................................................................................... 67

18. Uji One-Way ANOVA Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama
Penelitian .................................................................................................... 68

19. Uji One-Way ANOVA Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor) Selama
Penelitian .................................................................................................... 69

x
20. Hasil Variasi Perbedaan Umpan Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg)
Selama Penelitian ....................................................................................... 69

21. Hasil Variasi Perbedaan Umpan Jumlah Total Hasil Tangkapan (Ekor) Selama
Penelitian ..................................................................................................... 70

22. Hasil Tangkapan Utama Berdasarkan Berat (Kg) dan Jumlah (Ekor) Selama
Penelitian ..................................................................................................... 71

23. Uji Normalitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg) ................ 76

24. Uji Homogenitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg) ............ 77

25. Uji One-Way ANOVA Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg) ..... 77

26. Uji Variasi Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Kg) ........ 78

27. Modal Usaha Penangkapan Lobster di Desa Kalak, Pacitan........................ 82

28. Biaya tidak tetap usaha penangkapan lobster .............................................. 83

29. Biaya penyusutan per tahun usaha penangkapan lobster ............................ 83

30. Penjualan hasil tangkapan ........................................................................... 83

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bentuk Umum Lobster ..................................................................................... 6

2. Bagian-bagian Lobster ..................................................................................... 6

3. Cara mengukur panjang karapas lobster ......................................................... 7

4. Lobster Bambu (Panulirus versicolor) .............................................................. 8

5. Lobster Batik (Panulirus longipes).................................................................... 9

6. Lobster Mutiara (Panulirus ornatus) ................................................................. 9

7. Lobster Pasir (Panulirus homarus) ................................................................. 10

8. Lobster Batu (Panulirus penicillatus) .............................................................. 11

9. Alat tangkap krendet ...................................................................................... 15

10. Prosedur Penelitian...................................................................................... 35

11. Peta lokasi penelitian ................................................................................... 37

12. Alat Tangkap Krendet .................................................................................. 39

13. Desain Alat Tangkap Krendet ...................................................................... 39

14. Kerangka ..................................................................................................... 40

15. Jaring ........................................................................................................... 41

16. Pemberat ..................................................................................................... 42

17. Tali............................................................................................................... 43

18. Krungken (Chiton sp) ................................................................................... 44

19. Samaran ...................................................................................................... 45

20. Keong Sawah .............................................................................................. 46

21. Lokasi Penangkapan Lobster dengan Krendet (Tap net) di Perairan


Karangbolong, Pacitan ............................................................................... 49

22. Lobster Pasir (Panulirus homarus) ............................................................... 51

23. Lobster batu (Panulirus penicillatus) ............................................................ 53

xii
24. Rajungan Karang (Charybdis erythrodactyla)............................................... 55

25. Kepiting tambal (Carpilius maculatus) .......................................................... 56

26. Grafik Jumlah Total Volume Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Berdasarkan Jenis
Umpan Selama Penelitian ........................................................................... 59

27. Grafik Jumlah Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Berdasarkan Jenis
Umpan Selama Penelitian........................................................................... 59

28. Grafik Presentase Volume Hasil Tangkapan (Kg) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian............................................ 61

29. Grafik Presentase Jumlah Hasil Tangkapan (Ekor) Krendet (Trap Net)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian ............................................ 62

30. Grafik Presentase Volume Hasil Tangkapan (Kg) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Tangkapan Selama Penelitian ..................................... 63

31. Grafik Presentase Jumlah Hasil Tangkapan (Ekor) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Tangkapan Selama Penelitian ...................................... 64

32. Grafik Jumlah Volume Hasil Tangkapan Utama Krendet (Kg) Berdasarkan
Jenis Umpan Selama Penelitian ................................................................. 72

33. Grafik Jumlah Hasil Tangkapan Utama Krendet (Ekor) Berdasarkan Jenis
Umpan Selama Penelitian........................................................................... 72

34. Grafik Hasil Tangkapan Lobster (Kg) Selama Penelitian .............................. 74

35. Grafik Break Even Point (Titik Impas) Usaha Penangkapan Lobser. ............ 86

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Hasil Tangkapan Umpan Krungken ....................................................... 94

2. Data Hasil Tangkapan Umpan Samaran ........................................................ 94

3. Data Hasil Tangkapan Umpan Keong Sawah ................................................ 95

4. Uji Komposisi Total Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Selama Penelitian .......... 96

5. Uji Normalitas Total Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Selama Penelitian .......... 96

6. Uji Normalitas Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Selama Penelitian ....... 96

7. Uji Homogenitas Total Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Selama Penelitian ...... 97

8. Uji Homogenitas Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Selama Penelitian ... 97

9. Uji one-way ANOVA Total Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Selama Penelitian 98

10. Uji one-way ANOVA Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Selama Penelitian
.................................................................................................................... 98

11. Uji Tukey HSD (BNJ) Total Hasil Tangkapan Krendet (Kg) Selama Penelitian
.................................................................................................................... 98

12. Uji Tukey HSD (BNJ) Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Selama Penelitian
.................................................................................................................... 99

13. Uji Normalitas Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Kg) .. 99

14. Uji Homogenitas Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Kg)
.................................................................................................................. 100

15. Uji One-Way ANOVA Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster
(Kg) ........................................................................................................... 101

16. Uji Tukey HSD (BNJ) Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster
(Kg) ........................................................................................................... 101

17. Peta Lokasi Penangkapan ......................................................................... 102

18. Konstruksi Alat Tangkap Krendet ............................................................... 103

19. Kegiatan Penangkapan .............................................................................. 103

20. Hasil Tangkapan ........................................................................................ 105

xiv
21. Jenis Umpan .............................................................................................. 107

xv
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang barong atau lobster (Panulirus spp) disebut juga sebagai udang

karang karena habitatnya di daerah karang, diantara batu-batu karang, dan

didasar perairan berpasir halus (BPPI, 1996). Udang karang merupakan

komoditas perikanan dengan nilai ekonomis penting dalam perdagangan tingkat

lokal maupun internasional. Harga lobster sangat bervariasi yang ditentukan

berdasarkan jenis dan ukurannya. Selain nilai jual lobster yang tinggi juga

ditentukan oleh kualitasnya yaitu lobster dalam keadaan hidup dan bagian

tubuhnya lengkap, tidak ada yang rusak ataupun hilang. Penangkapan lobster

merupakan salah satu kegiatan usaha perikanan tangkap andalan bagi nelayan,

meskipun dengan hasil tangkapan sedikit namun kualitasnya bagus akan tetap

memberikan keuntungan sekaligus penghasilan bagi nelayan (Zulkarnain et al.,

2011). Oleh karena itu diperlukan alat tangkap untuk menangkap lobster, dimana

pengoperasiannya tidak melukai hasil tangkapan (Khikmawati et al., 2015).

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Pacitan jumlah produksi lobster di

Kabupaten Pacitan selama 5 tahun terakhir (2013-2017) rata-rata 11,09 ton.

Nelayan di kabupaten Pacitan khususnya di Desa Kalak banyak mengoperasikan

krendet untuk menangkap lobster. Krendet merupakan salah satu alat tangkap

pasif yang termasuk alat perangkap (trap net). Krendet juga termasuk alat tangkap

tradisional yang sudah banyak digunakan di daerah pantai selatan pulau Jawa

khususnya Kabupaten Pacitan. Selain bentuk alat tangkap yang sederhana dan

mudah pembuatannya, bahan dasar krendet juga mudah dijangkau. Cara

tertangkapnya hasil tangkapan krendet yaitu dengan cara terpuntal dan terjerat

kedalam perangkap (Bakhtiar et al., 2014). Daerah penyebaran alat tangkap


2

krendet di Jawa Timur dapat ditemui di kabupaten Blitar, Tulungagung, dan

Pacitan (Dinas perikanan daerah unit pembinaan penangkapan ikan, 1996).

Krendet adalah salah satu jenis alat tangkap dengan hasil target tangkapan

lobster. Bentuk krendet bervariasi yaitu bulat, empat persegi panjang, dan lain-lain.

Alat tangkap ini terbuat dari lembaran jaring (webbing) yang diberi kerangka bisa

dari besi, kayu, bambu, atau rotan dengan diameter yang bervariasi. Pada tengah-

tengah kerangka diberi tali yang berfungsi untuk memasang umpan (Fauzi et al.,

2006).

Umpan yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap berfungsi

sebagai pemikat supaya ikan karang yang sifatnya bersembunyi pada terumbu

karang dapat keluar dan tertarik masuk ke dalam perangkap. Umpan merupakan

salah satu faktor penting untuk menarik Lobster. Umpan yang mengandung unsur

lemak, protein, chitine dan adanya bau menyengat yang dipasang pada alat

tangkap akan mempengaruhi tingkah laku serta dapat menunjang keberhasilan

dalam upaya penangkapan Lobster (Riyanto et al., 2011).

Penggunaan umpan pada alat tangkap dapat meningkatkan efisiensi dan

efektifitas dalam pengoperasian. Umpan yang mengeluarkan bau akan menarik

perhatian ikan target. Jenis umpan ada dua macam yaitu umpan alami dan umpan

non-alami (buatan). Lobster menyukai makanan alami dari jenis binatang lunak

seperti keong dan kerang-kerangan (Aji et al., 2015). Sebagai hewan bersifat

omnivora lobster akan memangsa seperti ikan, moluska, krustasea kecil, cacing,

dan beberapa tumbuhan (Pratiwi, 2018). Biasanya nelayan krendet di Pacitan

menggunakan umpan seperti krungken (Chiton sp.), bulu babi (Diadema setosum),

kerang hitam (Mytilus chilensis), ikan rucah, dan lainnya untuk menangkap lobster.

Dari beberapa jenis umpan yang digunakan oleh nelayan tersebut maka

diperlukan uji coba untuk mengetahui umpan yang paling optimal untuk usaha

penangkapan lobster.
3

1.2 Rumusan Masalah

Penggunaan alat tangkap krendet dilakukan secara turun temurun dan

sudah dikenal sejak lama oleh nelayan Donorojo. Nelayan melakukan

penangkapan dengan alat bantu umpan untuk menarik perhatian lobster.

Penangkapan dengan menggunakan krendet sehari hanya satu kali penangkapan

yaitu penurunan (setting) dilakukan pada pukul 16.00 - 17.00 WIB dan pada pukul

05.00 WIB esok harinya dilakukan pengangkatan (hauling). Berdasarkan uraian

diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimana komposisi hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap

krendet ?

2) Bagaimana pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan

lobster pada alat tangkap krendet ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengetahui komposisi hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap

krendet.

2) Mengetahui pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan

lobster pada alat tangkap krendet.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mahasiswa : Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bidang

penangkapan dalam usaha mendapatkan hasil tangkapan yang optimal, serta

dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam penelitian selanjutnya.


4

2) Pemerintah : Dapat dijadikan bahan referensi dan masukan dalam

menentukan kebijakan alat tangkap krendet yang ramah lingkungan.

3) Nelayan : Dapat memberikan informasi tentang spesies ikan hasil tangkapan

alat tangkap krendet yang tertangkap dan untuk menyempurnakan metode

penangkapannya.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018 di perairan

Karangbolong Desa Kalak Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur

yang termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI 573).

1.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan survey tempat pada bulan

November 2017 serta pengurusan administrasi dilakukan hingga bulan Desember

2017. Selanjutnya pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2018,

sedangkan untuk penyusunan dan analisis data serta penyusunan laporan

dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai selesai. Berikut ini merupakan jadwal

pelaksanaan penelitian.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Skripsi


Januari Februari Maret April Mei
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
proposal
2 Pelaksanaan
penelitian
3 Penyusunan
data
4 Analisis data
5 Penyusunan
laporan

Keterangan :

Pelaksanaan
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobster

Keluarga (family) Palinuridae terdiri dari 8 genus dan 47 spesies di seluruh

dunia. Sebagian besar hidupnya di perairan dangkal jarang yang melampaui

kedalaman hingga 100 meter. Hidupnya secara individu ataupun berkelompok di

daerah terumbu karang, daerah berbatu, atau habitat lain untuk berlindung. Semua

spesies ditangkap dengan perangkap, namun sebagian bisa diambil

menggunakan tangan atau dengan cara ditusuk dengan tombak (Carpenter,

2002).

Menurut Rizki (2015), lobster laut merupakan hewan invertebrata yang

memiliki kulit keras dan tergolong kelompok arthropoda. Fase hidupnya mulai dari

proses produksi sperma atau telur, fase larva, post larva, juvenil, dan dewasa.

Secara umum lobster dewasa dapat ditemukan pada hamparan pasir yang

terdapat spot-spot karang dengan kedalaman antara 5-100 meter. Lobster bersifat

aktif pada malam hari (nokturnal) dan melakukan proses pergantian kulit

(moulting).

Udang barong memiliki tubuh yang diselimuti cangkang keras dan berduri.

Udang ini memiliki sepasang sungut panjang (antenna) dan sepasang sungut

pendek (antennula). Ciri lainnya yaitu memiliki empat pasang kaki renang

(pleopod) dan lima pasang kaki jalan (pereipod). Bagian ekornya terdiri dari duri

ekor (telson) dan sirip ekor (uropod). Warna tubuhnya juga bervariasi berdasarkan

jenisnya (Sudradjat, 2015). Berikut ini merupakan gambar dari bagian-bagian

lobster.
6

Gambar 1. Bentuk Umum Lobster (Carpenter, 2002).

Gambar 2. Bagian-bagian Lobster (Rizki, 2015).


7

Gambar 3. Cara mengukur panjang karapas lobster (Rizki, 2015).

2.1.1 Klasifikasi Lobster

Menurut Rizki (2015), klasifikasi Lobster yaitu :

Filum : Arthrophoda

Kelas : Crustacea

Bangsa : Decaphoda

Suku : Panulirudae

Genus : Panulirus

Spesies : Panulirus versicolor,

Panulirus longipes,

Panulirus ornatus,

Panulirus homarus

Panulirus penicillatus

2.1.1.1 Lobster Bambu (Panulirus versicolor)

Lobster bambu (Panulirus versicolor) atau Spiny Lobsters. Lobster bambu

memiliki kerangka kepala dan bagian perut yang berwarna hijau dan karapas

hitam. Spesies ini memiliki ukuran panjang maksimum 40 cm dan rata-rata tidak
8

lebih dari 30 cm. Ukuran layak tangkap dengan panjang karapas lebih dari 8 cm

dan berat lebih dari 500 gram (Rizki, 2015). Udang ini lebih suka berdiam ditempat

yang terlindung diantara batu-batu karang, kemudian dapat dtemukan pada

kedalaman hingga 16 meter. Udang jenis ini jarang terlihat berkelompok dalam

jumlah yang banyak (Kanna, 2006).

Gambar 4. Lobster Bambu (Panulirus versicolor) (Rizki, 2015).

2.1.1.2 Lobster Batik (Panulirus longipes)

Lobster batik (Panulirus longipes) atau Spiny Lobsters. Lobster batik

memiliki kerangka kepala dan bagian perut yang berwarna hijau serta karapas

kehijauan. Memiliki antena dua pasang sungut yang satu di belakang yang lain

tanpa duri tajam. Ukuran panjang tubuh maksimum 30 cm dan rata-rata 20-25 cm.

Ukuran layak tangkap dengan panjang karapas lebih dari 8 cm dan berat lebih dari

200 gram (Rizki, 2015). Udang jenis ini mampu berdaptasi di berbagai habitat,

namun lebih senang di perairan yang lebih dalam dan juga diantara lubang-lubang

batu karang. Udang ini kadang tertangkap di perairan dangkal sekitar 1 meter

dengan kondisi air yang jernih dan berarus kuat (Kanna, 2006).
9

Gambar 5. Lobster Batik (Panulirus longipes) (Rizki, 2015).

2.1.1.3 Lobster Mutiara (Panulirus ornatus)

Lobster Mutiara (Panulirus ornatus) atau Fine pale spotted, Zebra legs.

Lobster mutiara hampir seluruh tubuhnya dipenuhi kerangka kulit yang keras dan

berzat kapur. Bagian kerangka kepala sangat tebal dan ditutupi oleh duri-duri

besar dan kecil. Mempunyai antena/sungut dua pasang yang keras, kaku dan

panjang. Ukuran panjang lobster rata-rata 50 cm. Ukuran tangkap yang dibolehkan

panjang karapas lebih dari 8 cm dan berat lebih dari 500 gram (Rizki, 2015). Udang

jenis ini lebih senang di terumbu karang yang agak dangkal dan sering tertangkap

pada kondisi air yang agak keruh atau pada karang-karang yang tidak tumbuh

dengan baik dengan kedalaman 1-8 m (Kanna, 2006).

Gambar 6. Lobster Mutiara (Panulirus ornatus) (Rizki, 2015).


10

2.1.1.4 Lobster pasir (Panulirus homarus)

Lobster pasir (Panulirus homarus) atau Green scalloped rock lobster.

Lobster ini memiliki panjang badan maksimum 31 cm dengan rata-rata panjang

badan 20-25 cm dan panjang karapas sekitar 12 cm. Spesies ini mempunyai warna

dasar kehijauan atau kecoklatan dan terdapat bintik-bintik terang yang tersebar di

seluruh permukaan segmen abdomen, kemudian pada bagian kaki terdapat

bercak putih. Ukuran layak tangkap dengan panjang karapas lebih dari 8 cm dan

berat lebih dari 200 gram (Rizki, 2015). Udang jenis ini umunya ditemukan di

perairan karang dengan kedalaman belasan meter dalam lubang-lubang batu

granit atau vulkanis. Udang ini ditemukan berkelompok dalam jumlah yang banyak.

Udang ini lebih toleran di perairan yang keruh pada saat muda, namun setelah

dewasa lebih suka di perairan yang jernih dengan kedalaman 1-5 m (Kanna,

2006).

Gambar 7. Lobster Pasir (Panulirus homarus) (Poupin dan Juncker, 2010).

2.1.1.5 Lobster batu (Panulirus penicillatus)

Lobster batu biasanya mendiami perairan dangkal berkarang di bagian

luar. Udang ini dapat ditemukan pada kedalaman 1-4 meter, dengan kondisi air

yang jernih dan berarus kuat (Kanna, 2006). Menurut Poupin dan Juncker (2010),

lobster batu memiliki perut yang fleksibel dapat diluruskan maupun di tekuk,
11

memiliki kaki yang kuat untuk bergerak di lingkungan yang memiliki gelombang

besar. Lobster ini sering ditemukan di terumbu karang pada pantai hingga

kedalaman 20 m. Lobster batu bersifat nokturnal yaitu ketika malam hari lobster ini

keluar dari lubang dan sebaliknya ketika siang hari bersembunyi di antara lubang

batu karang.

Gambar 8. Lobster Batu (Panulirus penicillatus) (Poupin dan Juncker, 2010).

2.2 Definisi Alat Tangkap Perangkap (Traps)

Berjalannya perkembangan teknologi dalam usaha panangkapan ikan di

laut, keragaman alat tangkap juga semakin banyak. Jenis alat tangkap yang sering

digunakan dalam usaha penangkapan ikan di laut yaitu purse sein, jaring insang

(gillnet) jermal, pesambet (scoop net), tembak dan senapan ikan, bubu, pancing,

rawai, trawl, dan sebagainya. Namun tidak semua jenis alat tangkap tersebut

dapat digunakan untuk menangkap lobster. Salah satu alat tangkap yang

mempunyai resiko kerusakan hasil tangkapan kecil dan menjamin lobster dalam

keadaan tetap hidup yaitu bubu. Berdasarkan bahan dan bentuk bubu di bedakan

menjadi enam macam diantaranya bubu bone, bubu bali, bubu beehive, bubu

batter crayfish, bubu lipat dan krendet (Kanna, 2006).

Menurut Keputusan menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia

nomor 6/2010, kelompok jenis alat penangkapan ikan perangkap adalah kelompok
12

alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring, dan/atau besi, kayu, bambu,

berbentuk silinder, trapesium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada

dasar atau permukaan perairan, dilengkapi atau tanpa umpan. Di indonesia alat

tangkap perangkap dibagi atas Sero (guiding barrier), jermal (stow nets), bubu

(portable traps), perangkap lainnya (other trap).

Perangkap menurut Baskoro dan Taurusman (2011), merupakan salah

satu alat tangkap dasar dengan tujuan penangkapannya adalah biota demersal

seperti udang, cumi-cumi, rajungan dan ikan dasar lainnya. Alat penangkap trap

umumnya berupa kurungan dan jebakan dengan berbagai bentuk, ukuran, dimensi

dan desain. Cara penangkapannya dengan memikat ikan supaya masuk ke dalam

perangkap tanpa adanya paksaan dan sulit untuk keluar. Berikut ini jenis alat

tangkap perangkap yaitu :

1) Hiding place trap, yaitu alat perangkap ikan atau biota air lainnya dimana

sebagai tempat bersembunyi;

2) Barrier trap, yaitu penghalang dalam bentuk dinding atau pagar;

3) Mechanical trap, yaitu perangkap mekanik yang bekerja dengan berbagai

mekanisme;

4) Fish pots, yaitu merupakan perangkap dengan bentuk kurungan dan dengan

berbagai desain dan dimensi serata dengan bahan pembuatannya;

5) Trapping gear, yaitu perangkap penghadang yang berupa bendungan dan

terbuat dari kayu, bambu atau dari bahan jaring.

2.2.1 Alat Tangkap Krendet

Alat perangkap yaitu alat tangkap ikan yang berupa jebakan. Alat tangkap

ini bersifat pasif yang dibuat secara temporer, semi permanen, permanen, dan

dapat dioperasikan pada dasar laut, diapungkan, atau dihanyutkan. Macam-

macam alat perangkap yaitu Bubu; Krendet; Bagan (jaring angkat); Sotok;
13

Seser/sudu. Alat tangkap krendet merupakan bubu dasar yang dioperasikan pada

perairan karang atau bebatuan. Krendet yaitu jaring puntal yang memiliki rangka

yang terbuat dari besi dan dipasangi jaring PA monofilament. Nama krendet

adalah nama daerah yang digunakan untuk menangkap udang barong (BPPI,

1996).

Menurut dinas perikanan daerah unit pembinaan penangkapan ikan

(1996), alat tangkap krendet merupakan alat tangkap udang barong yang

berbentuk bulat dengan ukuran yang berbeda-beda berdasarkan daerahnya.

Krendet termasuk salah satu alat tangkap pasif yang tergolong sebagai alat

perangkap (trap net). Krendet sudah berkembang di daerah pantai selatan. Selain

bentuknya yang sederhana, pembuatan yang mudah, bahan dasar krendet juga

mudah didapat serta harganya yang terjangkau. Prinsip penangkapannya yaitu

memikat lobster yang masuk ke dalam jaring menggunakan alat bantu umpan,

sehingga jaring membelit tubuh lobster dan tidak bisa bergerak bebas.

Krendet sama seperti halnya bubu, alat tangkap ini tergolong perangkap

yang memiliki ruang. Hasil tangkapan tetap dalam keadaan hidup meskipun dalam

posisi terpuntal. Krendet terbuat dari besi cor yang berbentuk lingkaran, kemudian

bagian tengah dipasang jaring dan umpan. Pengoperasian krendet diletakkan di

sela-sela terumbu karang pada saat air laut pasang dan diambil pada saat surut

(Kanna, 2006).

2.2.2 Konstruksi Krendet

Alat tangkap krendet terdiri dari badan, rangka, tali pelampung, dan

pelampung. Bagian-bagian krendet menurut (Rizki, 2015) yaitu badan (body)

berbentuk jaring dan terbuat dari monofilament dengan ukuran mata jaring 5,5 inci,

berfungsi untuk menjerat lobster dan tempat pemasangan umpan. Rangka (frame)

terbuat dari besi berbentuk lingkaran dengan diameter 1 m yang berfungsi untuk
14

membentuk kerangka alat tangkap. Tali pelampung terbuat dari tali polyethilen

diameter 6 mm dengan panjang sekitar 15 meter atau disesuaikan dengan

kedalaman perairan, kemudian pelampung terbuat dari bahan yang mudah

mengapung dan berfungsi sebagai penanda lokasi kendet dioperasikan.

Menurut Fauzi et al., (2006), spesifikasi alat tangkap krendet yang

digunakan untuk menangkap udang barong adalah sebagai berikut :

1) Jaring (webbing)

Jaring terbuat dari bahan PA monofilament dengan nomor benang 40 dan

ukuran mata jaring (Mesh size) 4-5,5 inci, bahkan ada yang tidak beraturan.

Pada prinsipnya lobster dapat terjerat/terperangkap, untuk pemotongan

lembaran jaring disesuaikan dengan bentuk rangka yang telah dibuat.

Pemasangan jaring tidak terlalu kencang/tegang sehingga daya jeratnya lebih

baik. Pemasangan jaring pada rangka krendet sesuai dengan kebutuhan, ada

yang menggunakan satu lapis ada juga yang dua lapis bahkan sampai tiga

lapis.

2) Kerangka (frame)

Bahan yang digunakan untuk membuat kerangka alat tangkap bisa

menggunakan bahan dari besi, ezer, bambu, kayu, rotan, dan lain-lain. Pada

prinsipnya bahan mudah didapatkan, harganya murah, dan dapat dibentuk

sesuai dengan keinginan bentuk rangka. Ukuran dan bentuknya bervariasi bisa

dibuat lingkaran/bulat, empat persegi panjang, dan lain-lain. Krendet yang

sudah berkembang di daerah istimewa Yogyakarta bahan terbuat dari ezer

dengan diameter ezer 4-8 mm, sedangkan diameter lingkar rangka antara 80-

100 cm.

3) Tali (rope)

Tali yang digunakan untuk membuat satu unit alat tangkap krendet tidak

membutuhkan banyak tali. Tali yang diperlukan untuk melengkapi 1 unit


15

krendet sekitar 2 m tali PE dengan diameter 4-6 mm. Tali ini digunakan sebagai

tali penghubung/penyambung, kemudian selain dari tali penghubung

dibutuhkan tali PE dengan diameter 1-2 mm maupun jenis tali yang lain

sepanjang diameter rangka, tali tersebut direntangkan sebagai tempat

memasang umpan pada tengah-tengah rangka.

4) Pemberat

Penggunaan pemberat supaya krendet tidak terbawa arus, maka dibutuhkan

tambahan pemberat. Bahan pemberat bisa dari batu, koral, timah hitam (Pb),

dan lain-lain. Pemberat yang dipasang cukup 1 buah seberat ±0,5 kg.

Pemberat ini sangat dibutuhkan bila pemasangan atau pengoperasian krendet

tunggal (satu per satu).

Gambar 9. Alat tangkap krendet (Fauzi et al., 2006).

Keterangan :

a : kerangka

b : jaring 1 lapis, 2 lapis, 3 lapis


16

c : tali untuk memasang umpan

d : tali penarik/pengangkat/penyambung

2.2.3 Metode Pengoperasian

Cara pengoperasian alat tangkap krendet dengan cara memperhatikan

musim udang barong. Jika banyak lobster yang tertangkap pada saat operasi

maka alat tangkap dipasang sebanyak-banyaknya, dan jika musim berkurang atau

cuaca kurang memungkinkan maka yang dipasang hanya sebagian.

Pengoperasian krendet dilakukan pada daerah berkarang dan tali penarik

berfungsi juga sebagai tali tanda. Umpan yang digunakan yaitu bekicot dan cacing

yang sudah dijemur sebelumnya dan diikatkan pada bagian tengah krendet

(rangka). Krendet diturunkan (setting) pada sore hari dan diangkat (hauling) pada

pagi hari (BPPI, 1996).

Pengoperasian alat tangkap krendet ini menggunakan empat tahap yaitu

tahap persiapan, penentuan daerah penangkapan (fishing ground), penurunan

alat tangkap (setting), perendaman (immersing), dan penarikan (hauling) (Bakhtiar

et al., 2014) yaitu :

1) Tahap persiapan : nelayan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan

sebelum melaksanakan kegiatan penangkapan, baik mempersiapkan

perbekalan, alat tangkap krendet, umpan yang akan digunakan ketika sudah

tiba di daerah penangkapan.

2) Teknis pemasangan umpan : umpan yang digunakan yaitu krungken dan kulit

sapi. Teknis pemasangan umpan pada krendet yaitu dengan cara umpan

diikatkan dengan tali di bagian tali umpan pada badan krendet.

3) Tahap penentuan daerah (fishing ground) : sebelum mengoperasikan alat

tangkap nelayan harus menentukan daerah penangkapan yang akan

digunakan untuk menangkap lobster, nelayan menggunakan instingnya dan


17

kebiasaan dari pengalaman yang sebelumnya, juga dengan melihat tanda-

tanda alam seperti gelombang, arah angin dan lain-lain.

4) Tahap penurunan (setting) : nelayan setelah tiba di daerah penangkapan, alat

tangkap krendet diturunkan mulai dari pemberat, badan, dan tali penarik, lalu

ujung tali penarik diikatkan pada tempat pengikat tali yang telah disiapkan

sebelumnya.

5) Tahap perendaman (immersing) : pada perendaman alat tangkap krendet,

nelayan melakukan penurunan pada sore hari sekitar pukul 16.00-17.00 WIB

dan akan diambil esok hari pada pukul 04.00-05.00 WIB.

6) Tahap penarikan (hauling) : pengangkatan alat tangkap krendet dilakukan

pada pagi hari pukul 04.00-05.00 WIB, dimulai dari penarikan tali pengangkat,

badan, dan pemberat. Hasil tangkapan yang didapat disimpan di dalam basket,

setelah sampai di darat lobster di sekam dengan menggunakan pasir kering

atau resutan kayu.

2.3 Umpan

Pada umumnya alat tangkap pasif seperti bubu diberi umpan sebagai

atraktor supaya ikan target masuk ke dalam perangkap. Penggunaan umpan pada

alat tangkap dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengoperasian.

Umpan yang mengeluarkan bau akan menarik perhatian ikan target. Jenis umpan

ada dua macam yaitu umpan alami dan umpan non-alami (buatan). Lobster

menyukai makanan alami dari jenis binatang lunak seperti keong dan kerang-

kerangan (Aji et al., 2015).

Penelitian lain yang berhubungan dengan makanan udang barong telah

dilakukan (Bakhtiar et al., 2014), bahwa umpan yang digunakan sebagai atraktor

adalah umpan krungken dan kulit sapi. Pemasangan umpan pada krendet yaitu

umpan dipasang dengan cara diikatkan dengan tali di bagian tali umpan pada
18

badan krendet. Hasil tangkapan dengan menggunakan kulit sapi lebih sedikit

dibandingkan dengan umpan krungken. Menurut penelitian (Kusuma et al., 2012),

bahwa umpan yang digunakan untuk menangkap lobster yaitu kulit sapi dan kulit

kambing dengan hasil tangkapan lebih banyak menggunakan kulit sapi

dibandingkan dengan kulit kambing.

2.4 Daerah Penangkapan

Menurut Fauzi et al., (2006), proses penangkapan lobster tergantung pada

musim yaitu pada bulan September sampai bulan Maret. Daerah pengoperasian

alat tangkap krendet dioperasikan pada perairan berkarang yang terdapat terumbu

karang dan batu-batuan karang ataupun daerah sekitar perairan berkarang. Cara

untuk mengetahui wilayah berkarang dapat melihat dari peta laut ataupun dari

pengalaman nelayan.

Penentuan daerah penangkapan dengan menggunakan naluri dan

pengalaman nelayan, sebab nelayan belum memiliki alat bantu modern. Jika pada

penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka

penangkapan selanjutnya akan sama dengan daerah yang sebelumnya. Pada

umumnya nelayan dapat melakukan setting jaring krendet di lokasi yang berbeda,

sebab nelayan memiliki krendet lebih dari satu (Mubin et al., 2013). Krendet

merupakan jenis alat tangkap pasif yang dipasang pada dasar perairan sekitar

terumbu karang. Pengoperasian yang baik dan benar untuk menangkap lobster,

krendet tidak akan merusak karang (Bakhtiar et al., 2014).

2.5 Hasil Tangkapan

Menurut (Fauzi et al., 2006) hasil tangkapan dari alat tangkap krendet yang

dioperasikan di pinggiran pantai baik dangkal maupun agak dalam adalah udang

karang (lobster) yaitu Panulirus homarus, Panulirus penicillatus, Panulirus


19

longipes, Panulirus polyphagus, Panulirus versicolor, dan Panulirus omatus. Hasil

tangkapan selain dari jenis udang karang tersebut adalah kepiting, sedangkan

menurut (Mubin et al., 2013), hasil tangkapan berdasarkan bentuk krendet dan

lama perendaman di perairan Cilacap yaitu jenis lobster hijau pasir dan lobster

batu serta tangkapan lainnya yaitu rajungan (Portunus sp.) dan kepiting

(Podopthalamus vigil). Selanjutnya menurut penelitian (Musbir et al., 2014), hasil

tangkapan dalam penggunaan atraktor buatan yaitu lobster mutiara, lobster pasir,

lobster bambu dan lobster batu.

Hasil tangkapan alat tangkap krendet yang dioperasikan pada posisi 80 13’

33.29” LS dan 1100 56’ 31.07” BT, di sekitar perairan Karang Bolong, Pantai Klayar

Kecamatan Donorojo diantaranya Lobster batu (Panulirus penicillatus), Lobster

batik (Panulirus longipes femoristriga), Lobster bambu (Panulirus versicolor) dan

Lobster bambu coklat (Panulirus polyphagus) (Bakhtiar et al., 2014). Nelayan di

Kecamatan Paranggupito banyak mengoperasikan alat tangkap krendet dengan

ikan targetnya lobster. Perairan Wonogiri umumnya memiliki kontur dasar karang

dengan cekungan sempit yang memanjang. Hasil tangkapan krendet yaitu

Panulirus penicillatus, Panulirus homarus dan Scylla sp. (Diniah dan Lesmana,

2004). Selanjutnya alat tangkap bubu dengan umpan krungken dan umpan kulit

sapi mendapatkan hasil tangkapan lobster dan tangkapan lain yaitu kepiting

(Portunus sp) dan keong macan (Babylonia spirata) (Rahman, et al., 2015).
3. METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tangkap krendet

yang digunakan oleh nelayan Desa Kalak untuk menangkap target hasil tangkapan

Lobster dan hasil tangkapan sampingan berupa ikan demersal/karang.

Pengukuran lobster meliputi panjang karapas, dan berat (kg), serta dalam

penelitian ini menggunakan 3 jenis umpan yang berbeda sehingga dapat diketahui

pengaruh jenis umpan yang menghasilkan tangkapan terbanyak (produktif) di

Desa Kalak Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

3.2.1 Alat Penelitian

Adapun alat yang digunakan yaitu sebagai berikut :

1) Kamera hp : sebagai media dokumentasi penelitian

2) Alat tulis : sebagai alat untuk mencatat data saat penelitian

3) Laptop : sebagai alat bantu pengolahan data

4) Buku indentifikasi : sebagai media identifikasi nama spesies ikan

5) Penggaris : sebagai alat untuk mengukur bagian alat tangkap

6) Jangka sorong : sebagai alat untuk mengukur bagian alat tangkap

7) Timbangan : sebagai alat ukur berat hasil tangkapan


21

3.2.2 Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan yaitu sebagai berikut :

1) Hasil tangkapan : sebagai obyek penelitian

2) Krendet : sebagai variabel penelitian

3) Jenis umpan : sebagai perlakuan yang ingin diketahui pengaruhnya

Umpan krungken/kerang mantel (Chiton sp.); Umpan samaran (Patella sp.);

dan Umpan Keong sawah (Pila ampullacea).

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan

penangkapan (eksperimental fishing). Metode eksperimen adalah metode

penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen

terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2015). Metode ini melakukan uji coba

pengoperasian 9 unit krendet untuk menangkap Lobster dengan 3 jenis umpan

yang berbeda. Umpan yang digunakan yaitu krungken (Chiton sp), Samaran

(Patella sp), dan keong sawah (Pila ampullacea). Penelitian ini menggunakan

rancang percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan jumlah

pengulangan atau trip penangkapan sebanyak 27 kali. Selain itu juga terdapat

persamaan yaitu berat umpan yang digunakan, tiga titik lokasi pengoperasian

krendet, bahan yang digunakan dan ukuran alat tangkap krendet.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan

sekunder.
22

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data alternatif dari data sekunder. Data ini

dapatkan secara langsung dari sumbernya. Data primer ini dikumpulkan oleh

peneliti untuk menjawab dari suatu masalah. Data ini sebelumnya belum ada,

karena belum pernah diteliti ataupun hasil dari risetnya sudah kadaluarsa, jadi

peneliti harus melakukan pengumpulan data sendiri (Istijanto, 2005). Data primer

merupakan data yang didapat dari sumber pertama. Data ini wujud dari hasil

observasi, partisipasi, wawancara dan dokumentasi selama penelitian. Data

primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data-data yang didapat secara

langsung dari kegiatan di lapang yang bertempat di Desa Kalak Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan.

3.4.1.1 Partisipasi

Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan yang

diadakan oleh pihak lain. Keikutsertaannya dapat diwujudkan dalam bentuk

pencurahan pikiran, materiil, dan tenaga, sesuai dengan kegiatan yang

berlangsung (Kadji, 2016). Partisipasi yaitu mengikuti dan melakukan apa yang

dilakukan oleh seorang nelayan. Tujuan dari partisipasi pada saat penelitian agar

mahasiswa dapat memahami kegiatan di lapang secara langsung kemudian

dibandingkan dengan teori yang telah didapat. Pengambilan data secara

partisipasi dilakukan selama penelitian dengan cara ikut serta langsung dalam

kegiatan penangkapan di Desa Kalak Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3.4.1.2 Observasi

Menurut Nasution (2014), observasi merupakan jenis pengamatan untuk

mengumpulkan data. Pengamatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi


23

tentang kelakuan obyek yang akan diteliti, dalam melakukan pengamatan peneliti

melihat, mendengarkan dan melakukan pengukuran dengan instrumen yang telah

disiapkan. Observasi adalah pengumpulan dan pengambilan data dengan cara

pengamatan secara langsung di lapang terhadap obyek yang akan di teliti. Obyek

diamati baik dari segi tempat, bentuk, ukuran, tingkah laku dan lainnya di catat

dengan menggunakan kata-kata secara tepat. Data tersebut nantinya akan diolah

menjadi suatu informasi.

3.4.1.3 Wawancara

Menurut Nasution (2014), wawancara atau interview adalah salah satu

bentuk komunikasi verbal seperti percakapan yang bertujuan untuk memperoleh

suatu informasi. Biasanya komunikasi ini dilakukan melalui tatap muka, namun

dapat juga dilaksanakan melalui telepon. Interview sering dilakukan antara dua

orang tetapi dapat juga sekaligus interview lebih dari dua orang. Wawancara

merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara komunikasi

secara langsung atau tanya jawab antara penanya dengan narasumber. Tujuan

dari wawancara yaitu untuk memperoleh suatu informasi serta sebagai pelengkap

metode pengumpulan data lainnya. Penelitian ini proses wawancara dilakukan

terhadap nelayan dan atau dengan pihak lain yang berkompeten dengan cara

tanya jawab langsung di Desa Kalak Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3.4.1.4 Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar,

kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi). Domuken merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Sumber data dokumen banyak dimanfaatkan oleh

para peneliti sebagai bukti. Pengambilan dokumentasi relatif murah dan tidak

susah untuk didapatkan, hanya membutuhkan waktu (Sugiyono, 2015).


24

Dokumentasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan bukti

dari suatu kegiatan, dapat berbentuk tekstual (buku, laporan, majalah) maupun

non-tekstual (gambar, audio, video). Pengumpulan data secara dokumentasi pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kamera Handphone yang bertujuan

untuk mengambil gambar atau merekam suatu peristiwa dari obyek atau aktivitas

yang penting pada saat kegiatan penelitian berlangsung di Desa Kalak Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang bukan secara langsung dari sumbernya.

Data ini dikumpulkan oleh pihak lain yang sudah menjadi suatu informasi. Jadi

peneliti adalah tangan kedua yang sekadar mencatat, mengakses, ataupun

meminta data tersebut. Peneliti hanya memanfaatkan data yang ada untuk

membantu penelitiannya. Data sekunder dapat dikelompokkan berdasarkan

sumbernya yaitu berasal dari dalam atau luar instansi (Istijanto, 2005). Data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan dan dokumen

yang terdapat di kantor Desa Kalak dan DKP Kabupaten Pacitan seperti letak

geografis, jumlah produksi, serta studi literatur dari berbagai sumber lainnya

seperti buku, logbook, surat kabar, jurnal dan lain-lain.

3.5 Prosedur Penelitian Lapang

Pengambilan data dimulai dengan menyiapkan alat tangkap krendet

dengan memastikan semua alat tangkap krendet memiliki bahan dan ukuran yang

sama seperti panjang, lebar, diameter, dan meshsize jaringnya. Selanjutnya

menetapkan lokasi penangkapan (fishing ground) sebanyak tiga titik yang

diperoleh dari informasi nelayan yang disajikan pada gambar lokasi penangkapan.

Selanjutnya peneliti menyiapkan umpan yang akan digunakan diantaranya umpan


25

krungken dan samaran yang didapatkan dari laut dengan memanfaatkan waktu

pada saat surut, sedangkan keong sawah didapatkan dari sekitar sungai dan

sawah terdekat dari rumah. Selanjutnya kurang lebih 60 menit sebelum penurunan

alat tangkap krendet umpan sudah dipasang pada alat tangkap krendet dengan

ukuran berat yang sama yaitu 50 gram atau setara dengan 5-15 biji. Pemasangan

umpan dengan cara di rangkai pada tali umpan (senar) dengan cara ditusuk

menggunakan jarum tanpa menghilangkan cangkangnya dan tali umpan (senar)

dimasukkan lalu diikatkan pada kerangka krendet. Setelah semua pemasangan

umpan selesai selanjutnya menuju lokasi penangkapan, dengan lokasi yang

terdekat dari rumah terlebih dahulu.

Pengoperasian alat tangkap krendet setiap lokasi menggunakan 3 unit alat

tangkap krendet dengan satu jenis umpan. Pada hari pertama lokasi satu

menggunakan umpan krungken, lokasi kedua menggunakan umpan Samaran,

dan lokasi ketiga menggunakan umpan keong sawah, kemudian hari berikutnya

pengoperasiannya dilakukan dengan cara digilir, untuk lebih jelasnya perlakuan

dari 3 jenis umpan dan 3 lokasi disajikan pada tabel 2. Penangkapan dengan

menggunakan krendet sehari hanya satu kali trip (one day fishing) dengan

penurunan (setting) dilakukan pada pukul 16.00-17.00 WIB dan esok harinya pada

pukul 05.00 WIB dilakukan penarikan (hauling), karena kondisi laut yang curam

penurunan krendet dengan cara di lempar dari atas tebing mulai dari pemberat,

badan dan tali penarik, lalu ujung tali diikat pada tempat pengikat tali yang

sebelumnya sudah disiapkan pada setiap lokasinya, lalu pengangkatan dimulai

dari tali pengikat, badan dan pemberat di lokasi pertama kali melakukan

penurunan krendet. Hasil tangkapan disimpan dalam basket yang disekam

menggunakan pasir kering atau resutan kayu. Selanjutnya hasil tangkapan yang

diperoleh diidentifikasi dan diukur berdasarkan jenis hasil tangkapan, jumlah,


26

berat, panjang karapas, dan harga seperti pada lampiran data hasil tangkapan.

Ulangan penangkapan ini dilakukan sebanyak 27 kali penangkapan/trip.

3.6 Metode Analisis Data

Menurut Moleong (1999), analisis data sangat diperlukan dalam penelitian,

karena dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Analisa data

merupakan proses urutan data mulai dari pengumpulan data yaitu mencatat

semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai hasil di lapangan. Selanjutnya

reduksi data yaitu memilih hal pokok yang sesuai dengan penelitian, kemudian

penyajian data yaitu dari sekumpulan informasi adanya penarikan kesimpulan

(verifikasi).

Rancangan percobaan penelitian ini mengunakan rancangan acak

kelompok sebab yang diteliti melebihi dari satu perlakuan dan kondisi lingkungan

yang tidak homogen (heterogen). Setelah pengambilan data primer dan data

sekunder diperoleh, dilakukan tabulasi data dan dilanjutkan dengan cara

menentukan uji analisis data.

3.6.1 Analisis Data Komposisi Hasil Tangkapan

Analisis data komposisi spesies hasil tangkapan pada alat tangkap krendet

menggunakan analisis identifikasi jenis ikan, komposisi jenis ikan.

3.6.1.1 Identifikasi Jenis Ikan Hasil tangkapan

Jenis ikan hasil tangkapan diidentifikasi menggunakan buku refensi

Carpenter volume 1 tahun 2002, Carpenter dan Niem volume 2 tahun 1998.

Identifikasi ikan dilakukan untuk mengetahui klasifikasi ikan seperti nama ordo,

famili, genus, dan spesies, serta morfologi jenis ikan.


27

3.6.1.2 Komposisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan

Komposisi jenis hasil tangkapan digunakan untuk mengetahui presentase

jenis ikan yang tertangkap. Data yang telah diperoleh dari partisipasi dan

wawancara kepada nelayan, ditabulasi kedalam Microsoft excel untuk dihitung

komposisi hasil tangkapannya berdasarkan jenis dan volume hasil ikan. Menurut

Susaniati et al., (2013), perhitungan komposisi hasil tangkapan dapat dihitung

menggunakan persamaan :
𝑛𝑖
𝑃𝑖 = 𝑁
𝑋 100% ..... (1)

Keterangan :

Pi = komposisi spesies (%)

Ni = jumlah hasil tangkapan setiap spesies (gram atau ekor)

N = total hasil tangkapan (gram atau ekor)

3.6.2 Analisis Data Pengaruh Perbedaan Jenis Umpan Terhadap Hasil

Tangkapan Lobster

Data yang telah diperoleh di lapang selanjutnya di tabulasi untuk di analisis.

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perbedaan 3 jenis

umpan terhadap hasil tangkapan lobster pada alat tangkap krendet yaitu

menggunakan One-Way ANOVA, sebelum dilakukan uji F sebaiknya dilakukan uji

normalitas dan homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

data telah berdistribusi normal. Apabila data telah berdistribusi normal maka dapat

dilakukan uji homogenitas yang digunakan untuk mengetahui apakah data telah

homogen. Jika data telah homogen selanjutnya di uji F atau sidik ragam (ANOVA)

yang digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh semua variabel bebas

terhadap variabel terikat, apakah terdapat signifikan atau perbedaan. Apabila

terdapat perbedaan maka dapat di uji lanjut dengan menggunakan uji beda nyata
28

Jujur (BNJ), uji BNJ digunakan untuk mengetahui perbedaan masing-masing

perlakuan dengan menggunakan 3 jenis umpan yang berbeda, jenis umpan mana

yang paling berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan lobster.

3.6.2.1 Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak

kelompok (RAK) yang merupakan bentuk rancangan yang telah digunakan dalam

berbagai penelitian. Rancangan ini digunakan pada kondisi tempat yang tidak

homogen (Sastrosupadi, 2000). Rancangan ini dimulai dengan menentukan

perlakuan terlebih dahulu, jika perlakuan sudah ditentukan maka dilanjutkan

dengan menentukan kelompok. Melalui pengelompokkan yang tepat, maka

rancangan ini dapat mengurangi galat percobaan. Model umum RAK

menggunakan persamaan :

𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝑎𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝜀𝑖𝑗 ..... (3)

Keterangan:

Yij = respon atau nilai pengamatan dari kelompok ke-j yang memperoleh

perlakuan ke-i

µ = nilai tengah populasi (umum)

αi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh perlakuan ke-j

εij = galat percobaan dari kelompok ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

Penelitian ini akan di bagi menjadi beberapa kelompok, yang setiap

masing-masing kelompok merupakan ulangan. Jumlah ulangan dalam penelitian

ini sebanyak 27 kali atau juga tergantung dari faktor biaya, tenaga kerja, dan

keseragaman bahan yang diselidiki. Hubungan antara perlakuan dengan ulangan

dapat dinyatakan dengan persamaan :

(𝑛 − 1)(𝑡 − 1) ≥ 15 ..... (4)


29

Keterangan :

n = ulangan

t = perlakuan

(𝑛 − 1)(𝑡 − 1) ≥ 15

(𝑛 − 1)(3 − 1) ≥ 15

(𝑛 − 1)(2) ≥ 15

(𝑛 − 1) ≥ 7,5

(𝑛) ≥ 8,5 = 9

Rumus (persamaan 4) ulangan telah ditemukan sebanyak 9 kali

pengulangan setiap umpan dengan jumlah total 27 kali pengulangan. Hal ini

ulangan yang dimaksud yaitu trip/hari penangkapan, kemudian untuk perlakuan

menggunakan 3 jenis umpan yang berbeda dan 3 titik lokasi penangkapan.

Pengacakan pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengacakan Pengambilan Sampel


Ulangan Lokasi Penangkapan
I II III
1 A B C
2 B C A
3 C A B
4 A B C
5 B C A
6 C A B
7 A B C
8 B C A
9 C A B

Keterangan :

A. Umpan krungken (Chiton sp.)

B. Umpan Samaran (Patella sp),

C. Umpan Keong sawah (Pila ampullacea)

Perhitungan :

FK = T2 / 30
30

JK Total = (A1)2 + … + (C9)2 – FK = X

JK perlakuan = (TA2 + TB2 + TC2)/9 – FK = Y

JK Kelompok = (T1+ T2 + T3 + T4 + T5 + T6 + T7 + T8 + T92)/3 - FK = T

JK Acak = X - Y - T = K

Tabel 3. Tabulasi Data Hasil Pengamatan


Kelompok Lokasi penangkapan Jumlah
/ulangan I II III
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Rata-rata

3.6.2.2 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan untuk menilai sebaran data

pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut

berdistribusi normal ataukah tidak. Uji normalitas berguna untuk menentukan data

yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Uji

statistik normalitas yang dapat digunakan yaitu kolmogorov smirnov. Metode

kolmogorov-smirnov biasa digunakan para peneliti atau mahasiswa yang sedang

penelitian untuk uji normalitas (Hidayat, 2013) .

Menurut Santoso (2010), data yang baik yaitu data yang memiliki pola

seperti distribusi normal. Tujuan dari uji normalitas adalah untuk mengetahui

distribusi data apakah mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji ini bisa

dilakukan pada seluruh variabel secara bersama-sama maupun dilakukan pada

setiap variabel.
31

Tabel 4. Uji Normalitas


No Xi Z=Xi-X/SD Ft Fs |Ft-Fs|
1
2
3
Dst

Keterangan :

Xi = angka pada data

Z = transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

Ft = pobabilitas komulatif normal

Fs = probabilitas komulatif empiris

Signifikansi (α=5% atau 0,05) untuk dasar pengambilan keputusan uji kolmogorov

smirnov antara lain :

a) Jika nilai |FT-FS| terbesar < nilai tabel kolmogorov smirnov, maka H0 diterima;

Ha ditolak.

b) Jika nilai |FT-FS| terbesar > nilai tabel kolmogorov smirnov, maka H0 ditolak;

Ha diterima .

3.6.2.3 Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah uji mengenai sama tidaknya variansi-variansi dua

distribusi atau lebih. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

dalam varibel X dan Y homogen atau tidak (Hidayat, 2013). Rumus uji

homogenitas yaitu sebagai berikut :

Mencari varians/standar deviasi dengan persamaan :

𝑛.∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2


𝑆𝑥 2 = √ ..... (5)
𝑛(𝑛−1)

𝑛.∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2


𝑆𝑦 2 = √ ..... (6)
𝑛(𝑛−1)

Mencari F hitung:
32

𝑆𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹= 𝑆𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
..... (7)

 Jika F hitung < F tabel berarti homogen

 Jika F hitung > F tabel berarti tidak homogen

3.6.2.4 Uji Sidik Ragam (ANOVA)

Uji F atau sering disebut uji sidik ragam (Anova) merupakan singkatan dari

analysis of varian yaitu salah satu uji komparatif yang digunakan untuk menguji

perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Hasil akhir dari analisis

anova adalah nilai F tes atau F hitung yang nantinya nilai F hitung dibandingkan

dengan nilai pada tabel F. Jika nilai f hitung > f tabel maka terima H1 dan tolak H0

yang berarti ada perbedaan pada kelompok ataupun sebaliknya jika nilai f hitung

< f tabel maka tolak H1 dan terima H0 yang berarti tidak ada perbedaan pada

kelompok. Ada dua jenis anova yaitu analisis varian satu faktor (one way anova)

dan analisis varian dua faktor (two ways anova) (Hidayat, 2012). Analisis sidik

ragam menggunakan program SPSS (statistical product and service solutions),

data yang dihasilkan disusun menggunakan (tabel 5) sidik ragam yaitu sebagai

berikut :

Tabel 5. Sidik Ragam


SK Db JK KT Fhit Ftab (5%)
Perlakuan i-1 JK-Perlakuan JKP/dbp KTP/KTG dbp,dbs
Kelompok j-1 JK-Kelompok JKK/dbk KTK/KTG dbk,dbs
Galat ij-(i+j)+1 JK-Galat JKG/dbg - -
Total ij-1 JK-Total - - -

Interpretasi :

a) F hitung < F tabel 5% : berpengaruh tidak nyata maka H0 diterima dan H1

ditolak, berarti semua variable tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas

b) F hitung > F tabel 5% : berpengaruh nyata maka H1 diterima dan H0 ditolak,

berarti variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas


33

c) F hitung > F tabel 1% : berpengaruh sangat nyata maka H1 diterima dan H0

ditolak, berarti variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.

3.6.2.5 Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

Uji lanjutan salah satunya yaitu uji beda nyata jujur. Metode ini lebih dikenal

dengan uji tukey yang sering disebut dengan Honestly Significant Differences

(HSD). Uji BNJ digunakan untuk menunjukkan kondisi rata-rata perlakuan yang

berbeda nyata, maka dengan jenis uji lain hasilnya juga akan berbeda nyata.

Prinsip uji ini yaitu membandingkan selisih masing-masing rata-rata dengan

sebuah nilai kritis (w). Jika selisih rata-rata yang dibandingkan lebih dari atau sama

dengan nilai kritisnya maka dapat dikatakan bahwa rata-rata tersebut berbeda

nyata (signifikan) (Nawari). Perhitungan nilai kritis uji tukey HSD adalah sebagai

berikut :

𝑊 = 𝑞𝑎 (𝑝, 𝑑𝑓𝑒)𝑆𝑒

𝑀𝑆𝑒
𝑆𝑒 = √ ....... (8)
𝑟

Keterangan :

W = nilai kritis uji tukey HSD

qα = nilai wilayah studentized range untuk tukey HSD pada α, p dan dfe

p = jumlah seluruh rata-rata yang dibandingkan

dfe = derajad bebas eror

Se = standart eror

Mse = Kuadrat tengah galat

r = banyaknya data untuk menghasilkan satu nilai rata-rata


34

3.7 Hipotesis

Pendugaan sementara atau hipotesis dari penelitian yang dilakukan yaitu

sebagai berikut :

1) H0 = Penggunaan perbedaan jenis umpan tidak berpengaruh nyata terhadap

hasil tangkapan Lobster.

2) H1 = Penggunaan perbedaan jenis umpan berpengaruh nyata terhadap hasil

tangkapan Lobster.

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan membuat judul penelitian, proposal penelitian

dan surat tugas di Universitas Brawijaya. Pengambilan data menggunakan data

primer dan data sekunder. Data primer di ambil ketika di lapang dengan

mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan.

Percobaan ini menggunakan alat tangkap krendet dengan tiga jenis umpan yang

berbeda dan ukuran berat yang sama. Penelitian ini menggunakan bahan dan

ukuran alat tangkap krendet yang sama untuk dioperasikan pada tiga titik lokasi

penangkapan dengan pengulangan total sebanyak 27 kali, setelah data terkumpul

data di analisis dengan uji normalitas dan homogenitas kemudian di analisa

menggunakan ANOVA. Apabila terdapat perbedaan maka di uji lanjut dengan

menggunakan uji Beda Nyata Jujur, setelah hasil diketahui maka dapat di tarik

kesimpulan. Adapun alur penelitian yaitu sebagai berikut :


35

Mulai

Data Penelitian

Data Sekunder :
Data Primer :
- Konstruksi krendet
- Data statistik perikanan
- Lokasi penangkapan
tangkap kabupaten Pacitan
- Waktu pengoperasian
- Komposisi Hasil tangkapan - Data geografis tempat
- Pengaruh beda umpan penelitian

Analisis Komposisi Hasil


Analisis Pengaruh Beda Jenis
Tangkapan
Umpan
- Identifikasi hasil
- RAK
tangkapan
- Uji Normalitas
- Komposisi hasil
- Uji Homogenitas
tangkapan
- Uji One-way ANOVA
- Uji One-way ANOVA
- Uji BNJ
- Uji BNJ

Hasil Analisa Komposisi spesies hasil tangkapan alat tangkap


krendet dan pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap hasil
tangkapan Lobster di Desa Kalak Kecamatan Donorojo
Kabupaten Pacitan

Kesimpulan

Gambar 10. Prosedur Penelitian


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Letak Geografis Kabupaten Pacitan

Menurut Pemerintah Kabupaten Pacitan (2018), Pacitan merupakan salah

satu dari 38 Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di bagian selatan

barat daya. Titik koordinat kabupaten Pacitan terletak diantara 1100 55’ sampai

1110 25’ bujur timur dan 70 55’ sampai 80 17’ lintang selatan dengan luas wilayah

1.389,8716 Km2 atau 138.987,16 Ha. Wilayah yang berbatasan dengan

Kabupaten Pacitan sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Trenggalek,

sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri (Jawa tengah), dan sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri. Wilayah

administrasi kabupaten Pacitan terdiri dari 12 Kecamatan, 5 kelurahan, dan 166

Desa.

Penelitian ini dilakukan di Desa Kalak. Desa kalak merupakan salah satu

dari 12 Desa di Kecamatan Donorojo yang terletak 18 Km ke arah utara dari kota

kecamatan yang memiliki luas wilayah sebesar 939,045 Ha. Desa Kalak terdiri dari

9 Dusun dengan jumlah penduduk 3.818 jiwa. Adapun wilayah perbatasan dengan

Desa Kalak yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Klepu, Sebelah selatan

dengan Samudra Indonesia, sebelah timur dengan Desa Sendang, sebelah barat

dengan Desa Widoro. Desa Kalak memiliki laut dengan kondisi bertebing (curam),

nelayan memanfaatkan kondisi laut tersebut untuk kegiatan penangkapan lobster

dengan menggunakan alat tangkap krkendet, salah satunya yaitu perairan

Karangbolong. Adapun peta lokasi penangkapan yaitu pada gambar 11.


37

Gambar 11. Peta lokasi penelitian yang digunakan untuk kegiatan penangkapan
Lobster menggunakan alat tangkap Krendet yang terletak di perairan
Karangbolong Dusun Ngobyokan Desa Kalak Kecamatan Donorojo
Kabupaten Pacitan.

4.2 Kondisi Umum Alat Tangkap Krendet

Penangkapan lobster dengan menggunakan alat tangkap krendet di

perairan Karangbolong Desa Kalak merupakan salah satu kegiatan nelayan

sebagai mata pencahariannya. Penangkapan lobster merupakan musim yang

ditunggu-tunggu nelayan karena tidak memerlukan modal yang begitu banyak,

namun tetap memberikan keuntungan bagi nelayan. Satu nelayan biasanya

memiliki 15-30 alat tangkap krendet untuk sekali operasi penangkapan. Hasil

tangkapan yang didapat merupakan udang karang yang memiliki nilai harga jual

tinggi. Selain dari hasil tangkapan utama juga terdapat hasil tangkapan sampingan

yaitu rajungan, kepiting dan ikan demersal lainnya. Desa Kalak khususnya di

Dusun Ngobyokan ada sekitar 30 nelayan krendet. Biasanya setiap nelayan

memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda, dalam penelitian ini menggunakan satu
38

nelayan yang bernama Bapak Ali Mustofa, karena untuk menyesuaikan ukuran

dan bahan alat tangkap yang digunakan sama.

4.2.1 Alat Tangkap Krendet

Krendet merupakan salah satu alat tangkap pasif yang tergolong sebagai

alat perangkap. Alat tangkap ini terdiri dari kerangka, jaring, tali penarik, pemberat

dan umpan, namun ada juga beberapa nelayan yang menggunakan pelampung

tanda, umumnya digunakan untuk nelayan yang menggunakan armada. Nelayan

yang menangkap lobster menggunakan krendet yaitu nelayan yang tidak memiliki

kapal. Nelayan di Desa Kalak memanfaatkan kondisi laut yang curam sehingga

krendet dapat dioperasikan dari tebing laut. Alat tangkap krendet ini merupakan

alat tangkap tradisional salah satu peninggalan dari orang dahulu yang sampai

saat ini masih digunakan untuk menangkap lobster di Desa Kalak. Selain dari

bentuknya yang sederhana pembuatan krendet juga mudah. Krendet terbuat dari

besi cor yang berbentuk lingkaran, kemudian bagian tengah dipasang jaring dan

umpan. Pengoperasian krendet diletakkan di sela-sela terumbu karang, batu

karang, atau di dasar perairan. Prinsip penangkapannya yaitu memikat lobster

yang masuk ke dalam jaring menggunakan alat bantu umpan, sehingga jaring

membelit tubuh lobster dan tidak bisa bergerak bebas. Adapun bentuk alat tangkap

krendet yang sudah dirangkai yaitu:


39

Gambar 12. Alat Tangkap Krendet (Dokumentasi Lapang, 2018).

4.2.2 Konstruksi Krendet

Alat tangkap krendet yang digunakan dalam penelitian ini di operasikan

oleh nelayan di perairan Karangbolong. Alat tangkap krendet memiliki konstruksi

yang terdiri dari kerangka, jaring, pemberat, tali penarik, dan tali umpan. Berikut ini

merupakan konstruksi dari alat tangkap krendet.

Gambar 13. Desain Alat Tangkap Krendet


40

Keterangan : 1. Tali penarik/pengangkat

2. Jaring monofilamen 1 lapis

3. Kerangka besi

4. Tali umpan

5. Pemberat

1) Kerangka (frame)

Kerangka alat tangkap krendet yang dibuat oleh nelayan di Desa Kalak

terbuat dari besi. Prinsip dari kerangka yaitu bahan mudah didapatkan, harganya

murah, dan mudah untuk dibentuk. Ukuran besi yang digunakan memiliki diameter

4 mm, dengan dibentuk kerangka lingkaran berdiameter ±90 cm. Penggunaan

kerangka krendet ini dapat dipakai antara 5 sampai 7 kali pengoperasian, karena

besi mudah korosi ketika di rendam dengan air laut, sehingga sudah tidak layak

pakai.

Gambar 14. Kerangka (Dokumentasi Lapang, 2018).

Tabel 6. Konstruksi Kerangka


Jenis Keterangan
Bahan Besi
Bentuk Bulat
Diameter besi (mm) 4
Panjang (cm) 200
Diameter kerangka (cm) ±90
Sumber : Data Primer
41

2) Jaring (webbing)

Jaring krendet terbuat dari bahan Polyamide (PA) monofilament dengan

nomor benang 40 dan ukuran mata jaring (mesh size) 4,5 inci. Prinsip dari jaring

yaitu lobster dapat terjerat/terperangkap. Pemasangan jaring pada kerangka terdiri

dari satu lapis dan tidak terlalu kencang, sehingga daya jeratnya lebih baik. Satu

lapis jaring dapat digunakan untuk menangkap lobster minimal satu kali

pengoperasian dan maksimal 3 kali pengoperasian harus diganti karena kondisi

dasar laut dan juga gelombang air laut. Pembaruan jaring dilihat dari kondisi jaring

setelah pengoperasian, jika sudah tidak layak pakai maka diganti dengan yang

baru. Konstruksi jaring (webbing) dapat dilihat pada gambar 15.

Gambar 15. Jaring (Dokumentasi Lapang, 2018).

Tabel 7. Konstruksi Webbing


Jenis Keterangan
Bahan Monofilamen
Tipe simpul English knot
Warna Transparan
Mesh size (inch) 4,5
Mesh stretched (inch) 4,4
Sumber : Data Primer

3) Pemberat

Pemberat yang digunakan pada krendet terbuat dari bahan batu yang

dilubangi sebagai tempat mengikat tali penarik. Pemasangan pemberat cukup satu
42

buah setiap satu krendet. Berat dari pemberat ini ±1,5 Kg. Biasanya nelayan

memperoleh batu di sekitar rumah dan juga disekitar sungai. Berikut ini merupakan

konstruksi batu sebagai pemberat.

Gambar 16. Pemberat (Dokumentasi Lapang, 2018).

Tabel 8. Konstruksi Pemberat


Jenis Keterangan
Bahan Batu
Bentuk Tidak berbentuk
Berat (kg) 1,5
Jumlah/alat tangkap 1
Sumber : Data Primer

4) Tali-temali

Tali yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu tali penarik dan tali umpan. Tali

penarik berbahan Polyetilene (PE) dengan ukuran tali 3-4 milimeter, panjang tali

tersebut 30-60 meter tergantung dari panjang tebing dan kedalaman laut dengan

arah pintalan ke kiri (Z). Tali ini selain sebagai tali penarik juga sebagai pengikat

pemberat dan tali penghubung/penyambung. Tali umpan berbahan PA dengan

diameter 1 mm sepanjang ±25 cm yang digunakan untuk memasang umpan di

bagian tengah kerangka. Tali ini memiliki ketahanan yang baik, baik dalam kondisi

hujan maupun panas. Berikut merupakan konstruksi dari tali.


43

Gambar 17. Tali (Dokumentasi Lapang, 2018).

Tabel 9. Konstruksi Tali


Jenis Keterangan
Bahan Polyethyline
Arah pintalan Z
Panjang (m) 30-60
ukuran (mm) 4
Warna Biru
Sumber : Data Primer

4.2.3 Umpan Krendet

1) krungken (Chiton sp)

Menurut Linnaeus (1758) dalam Bouchet (2013), klasifikasi Krungken yaitu

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Polyplacophora

Order : Chitonida
44

Family : Chitonidae

Genus : Chiton

Spesies : Chiton sp

Gambar 18. Krungken (Chiton sp) (Dokumentasi Lapang, 2018).

Chiton memiliki cangkang sebanyak 8 lembar yang tersusun seperti

genting, memiliki warna ungu kehijauan, memiliki bentuk tubuh elips. Spesies ini

menempel dan dapat ditemukan pada batu karang dan di batu maupun di kerang

yang lebih besar pada perairan dangkal. Selain digunakan sebagai umpan dari

alat tangkap krendet masyarakat pesisir biasanya memanfaatkan jenis ini untuk

dikonsumsi.

2) Samaran (Patella sp)

Menurut Quoy dan Gaimard (1834) dalam Carpenter dan Niem (1998b),

klasifikasi Samaran yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Patelloidea
45

Family : Patellidae

Genus : Patella

Spesies : Patella sp

Gambar 19. Samaran (Dokumentasi Lapang, 2018).

Samaran (Patella sp) memiliki tempurung yang buram dan bervariasi baik

ketebalan dan bentuknya. Bagian eksterior memiliki garis yang tidak teratur,

kerang ini memiliki bentuk tubuh bulat memanjang (oval). Bagian permukaan

berwarna putih kusam, terkadang terdapat bintik-bintik coklat. Bagian interiornya

halus berwarna putih, abu-abu, kuning atau oren kecoklatan. Spesies ini

menempel dan dapat ditemukan pada batu karang atau di batu dan kerang yang

lebih besar di perairan dangkal. Selain digunakan untuk umpan dari alat tangkap

krendet masyarakat pesisir biasanya memanfaatkan spesies ini untuk dikonsumsi.

3) keong sawah (Pila ampullacea)

Menurut Linnaeous (1758) dalam Bouchet (2013), klasifikasi Keong sawah

yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Archetinaeniglossa
46

Family : Ampullariidae

Genus : Pila

Spesies : Pila ampullacea

Gambar 20. Keong Sawah (Dokumentasi Lapang, 2018).

Keong sawah memiliki cangkang membulat dan mengerucut pada bagian

dorsal, keong ini memiliki warna hjau, kekuningan atau kecoklatan dan banyak

ditemukan di sawah-sawah. Biasanya masyarakat sekitar Desa Kalak hanya

menelantarkan keong sawah, tidak memanfaatkan keong ini untuk dikonsumsi

maupun yang lainnya.

4.2.4 Teknik Pengoperasian Krendet

Pengoperasian krendet di perairan Karangbolong dimulai pada pukul

16.00-18.00 WIB yang di mulai dengan tahap persiapan, penurunan, perendaman,

dan penarikan esok hari pada pukul 05.00-06.00 WIB. Tahap pengoperasian yang

dilakukan nelayan di perairan Karangbolong yaitu sebagai berikut :

1) Persiapan

Proses penangkapan lobster menggunakan krendet terdapat tahap

persiapan, dalam hal ini yaitu menyiapkan alat tangkap yang akan dioperasikan,

dan menyiapkan umpan yang akan digunakan. Umpan yang digunakan yaitu
47

umpan krungken, samaran dan keong sawah. Umpan krungken dan umpan

samaran diperoleh dari pantai yang terdapat batu karangnya. Cara mengambilnya

dengan memanfaatkan waktu pada saat air laut surut. Selanjutnya umpan keong

diperoleh dari sawah yang tidak jauh dari tempat penelitian. Umpan yang dipasang

pada alat tangkap krendet seberat 50 gram yang diikatkan pada bagian tengah

kerangka krendet. Selanjutnya menentukan tempat penangkapan (fishing ground).

Nelayan biasanya menentukan lokasi berdasarkan pengalaman dan informasi dari

nelayan lainnya, sedangkan untuk mengetahui titik koordinatnya peneliti dapat

menggunakan GPS atau aplikasi Maps yang ada di telepon pintar (Handphone).

2) Penurunan (Setting)

Nelayan setelah tiba di lokasi penangkapan, kemudian penurunan krendet.

Proses penurunan alat tangkap krendet dengan urutan pemberat, badan, lalu tali

dengan cara dilempar dari atas tebing. Penurunan krendet dilakukan dengan cara

satu per satu yang setiap lokasi terdapat 3 alat tangkap, untuk mengantisipasi

krendet putus ataupun hilang. Usahakan antar krendet bersebelahan untuk setiap

lokasinya atau tidak terjadi tumpang tindih. Setelah krendet sampai di dasar

perairan, tali penarik diikatkan di pepohononan / rerumputan yang ada disekitar

lokasi penangkapan. Proses penurunan dapat dilakukan langsung dilempar

menggunakan tangan ataupun menggunakan bantuan dari bambu maupun kayu

untuk membantu pelemparan supaya mendapat lemparan jarak yang jauh.

Umumnya nelayan melakukan penurunan pada sore hari sekitar pukul 16.00-17.30

WIB. Posisi krendet didasar perairan bebas bisa horizontal maupun vertikal.

3) Perendaman (Immersing)

Perendaman krendet dilakukan selama kurang lebih 13 jam, mulai dari jam

16.00-05.00 WIB. Sore hari pada pukul 16.00 dilakukan penurunan alat tangkap

krendet dan esok hari pada pukul 05.00 dilakukan pengangkatan/penarikan.


48

4) Pengangkatan (Hauling)

Pengangkatan krendet dimulai dari menarik tali penarik sampai badan

jaring dan pemberat. Hasil tangkapan yang terjerat jaring kemudian dilepaskan.

Hasil tangkapan yang sudah dilepaskan disimpan dalam basket ataupun tempat

lainnya yang dapat melindungi lobster dari panas cahaya matahari. Sebelum

dimasukkan dalam wadah lobster disekam menggunakan pasir kering atau

resutan kayu supaya tidak cepat mati. Setelah selesai pengangkatan semua alat

tangkap krendet, kemudian hasil tangkapan ditimbang berdasarkan beratnya dan

diukur panjang karapasnya lalu dicatat, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi

hasil tangkapan.

4.2.5 Daerah Penangkapan Krendet

Perairan Karangbolong memiliki kondisi laut yang dibatasi langsung

dengan tebing yang tinggi. Krendet dioperasikan di dasar perairan yang terdapat

batu karang untuk menjebak lobster yang melewatinya. Biasanya nelayan

memasang alat tangkap krendet di dekat goa-goa untuk menghadang jalannya

lobster. Pengoperasian didasar perairan yang terdapat terumbu karang, batu

karang, dan pasir, nelayan harus memasang dengan cara yang baik dan benar

supaya tidak merusak terumbu karang. Nelayan mengetahui daerah penangkapan

berdasarkan kebiasaan dan pengalamannya sendiri ataupun informasi dari

nelayan lainnya, sedangkan menurut (Khikmawati et al., 2017), pemilihan daerah

penangkapan berbeda-beda sesuai kebiasaan nelayan dalam mencari lokasi yang

potensial untuk menangkap lobster. Berbeda daerah memungkinkan terjadinya

perbedaan ukuran lobster karena adanya perbedaan kondisi lingkungan dan

tekanan penangkapan pada setiap lokasi. Hal ini disebabkan oleh faktor

oseanografi. Gambar 21 menunjukkan kondisi perairan Karangbolong tampak dari

samping.
49

Gambar 21. Lokasi Penangkapan Lobster dengan Krendet (Tap net) di Perairan
Karangbolong, Pacitan (Dokumentasi Lapang, 2018).

4.2.6 Musim Penangkapan Krendet

Musim penangkapan udang barong yaitu pada musim penghujan tiba.

Nelayan biasanya menangkap menggunakan alat tangkap krendet pada bulan

September-Maret. Bulan tersebut merupakan musim yang ditunggu-tunggu oleh

nelayan untuk menangkap lobster, karena dengan alat tangkap krendet yang

mudah dibuat dan mudah didapatkan serta terjangkau sudah dapat menghasilkan

tangkapan yang dapat dikonsumsi bahkan menghasilkan tambahan pendapatan

nelayan, sedangkan menurut (Sobari et al., 2008), musim penangkapan lobster

terjadi pada musim penghujan yaitu bulan September sampai bulan Februari.
50

4.3 Hasil Tangkapan Krendet

Spesies hasil tangkapan yang tertangkap oleh Krendet selama 27 kali

pengulangan/trip penangkapan di Perairan Karangbolong Desa Kalak Kecamatan

Donorojo, Pacitan adalah sebagai berikut :

Tabel 10. Spesies Hasil Tangkapan


Famili Nama Lokal Nama Umum Nama Ilmiah
Palinuridae Lobster pasir Lobster pasir Panulirus homarus
Palinuridae Lobster batu Lobster batu Panulirus penicillatus
Portunidae Rajungan karang Rajungan Charybdis erythrodactyla
Carpiliidae Kepiting tambal Kepiting plongkor Carpilius maculatus
Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil tangkapan krendet yang dioperasikan dari tebing laut di

Perairan Karangbolong, Pacitan selama penelitian yaitu jenis lobster pasir

(Panulirus homarus), lobster batu (Panulirus penicillatus), rajungan karang

(Charybdis erythrodactyla), dan kepiting tambal (Carpilius maculatus).

4.3.1 Identifikasi Spesies Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan yang telah didaratkan oleh nelayan langsung dibawa ke

tempat pengepul dan dipisahkan berdasarkan jenis kemudian ditimbang beratnya.

Identifikasi spesies hasil tangkapan krendet di Desa Kalak berdasarkan morfologi

seperti bentuk tubuh, warna tubuh, dan ciri-ciri lainnya pada jenis hasil tangkapan.

1) Lobster Pasir

Menurut Linnaeus (1758) dalam Carpenter dan Niem (1998b), klasifikasi

Lobster pasir (Panulirus homarus) yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Order : Decapoda
51

Family : Palinuridae

Genus : Panulirus

Spesies : Panulirus homarus

Nama FAO : Scalloped Spiny Lobster

Gambar 22. Lobster Pasir (Panulirus homarus) (Dokumentasi lapang, 2018).

Lobster pasir memiliki warna dasar hijau kecoklatan, memiliki karapas yang

dipenuhi dengan duri besar maupun kecil, memiliki sepasang antenulla dengan

bercak berwarna putih, memiliki sepasang antena yang dipenuhi duri, memiliki kaki

jalan dengan bercak putih dan ujungnya terdapat duri yang runcing dibalut dengan

bulu tipis, memiliki ekor yang dapat digerakkan secara fleksibel seperti kipas,

memiliki beberapa ruas cangkang pada bagian perut dan terdapat titik-titik

berwarna putih di setiap pembatas ruas, juga terdapat titik-titik lebih besar dibagian

pinggir sisi kanan dan kiri juga terdapat bulu tipis yang berwarna oren. Ciri-ciri

tersebut mengindikasikan bahwa lobster pasir termasuk kedalam spesies

Panulirus homarus, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyatakan

bahwa lobster tersebut termasuk spesies Panulirus homarus.

Lobster pasir (Panulirus homarus) memiliki bentuk karapas membulat

(rounded) dan berduri, terdapat 4 duri besar pada bagian anterior dan sepasang

tanduk duri yang panjangnya kurang lebih 2 kali panjang mata. Bagian posterior

memiliki ekor yang berbetuk kipas dan fleksibel. Lobster ini memiliki warna dasar
52

kehijauan hingga kecoklatan. Warna mata coklat tua. Bagian anterior karapas dan

daerah sekitar mata berwarna oren cerah. Kaki jalan terdapat bercak berwarna

putih yang tidak teratur. Daerah sebaran Indo-Pasifik bagian Barat, Afrika Timur

sampai ke Jepang, Australia dan Kepulauan Maquesas (Carpenter dan Niem

1998b). Menurut Poupin dan Juncker (2010), lobster pasir bersifat nokturnal dan

suka berkelompok. Sebagian besar lobster ini tertangkap di kedalaman 1-5 m,

tetapi ada juga hingga kedalaman 90 m.

2) Lobster Batu (Panulirus penicillatus)

Menurut Olivier (1791) dalam Carpenter dan Niem (1998b), klasifikasi

Lobster batu (Panulirus penicillatus) yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Order : Decapoda

Family : Palinuridae

Genus : Panulirus

Spesies : Panulirus penicillatus

Nama FAO : Pronghorn Spiny Lobster


53

Gambar 23. Lobster batu (Panulirus penicillatus) (Dokumentasi Lapang, 2018).

Lobster batu memiliki warna dasar merah sampai biru tua, memiliki karapas

yang dipenuhi dengan duri besar maupun kecil, memiliki sepasang antenulla,

memiliki sepasang antena yang dipenuhi duri dengan ujung duri berwarna oren,

memiliki kaki jalan yang terdapat garis putih dan ujungnya terdapat duri yang

runcing dibalut dengan bulu tipis berwarna oren, memiliki ekor yang dapat

digerakkan secara fleksibel seperti kipas, memiliki beberapa ruas cangkang pada

bagian perut dengan warna merah sampai birutua yang berselang-seling dan juga

terdapat bercak berwarna putih. Ciri-ciri tersebut mengindikasikan bahwa lobster

batu termasuk kedalam spesies Panulirus penicillatus, sehingga diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk menyatakan bahwa lobster tersebut termasuk spesies

Panulirus penicillatus.

Lobster batu (Panulirus penicillatus) memiliki bentuk Karapas membulat

(rounded) dan berduri, kemudian bagian anterior terdapat 4 duri besar dan

sepasang tanduk duri. Bagian posterior memiliki ekor yang berbentuk kipas yang

fleksibel. Panulirus penicillatus memiliki warna dasar biru tua hingga coklat, untuk

jantan biasanya lebih gelap daripada betina. Mata berwarna hitam, kaki jalan

terdapat garis putih dan bagian perut memiliki bercak putih. Daerah sebaran paling
54

banyak ditemukan yaitu di Indo-Pasifik, dari Afrika timur sampai Laut Merah,

Jepang, Australia, Polinesia Prancis, Hawaii, dan pulau lepas Galapagos

(Carpenter dan Niem 1998b).

Menurut Poupin dan Juncker (2010), lobster batu memiliki perut yang

fleksibel dapat diluruskan maupun di tekuk, memiliki kaki yang kuat untuk bergerak

di lingkungan yang memiliki gelombang besar. Lobster ini sering ditemukan di

terumbu karang pada pantai hingga kedalaman 20 m. Lobster batu bersifat

nokturnal yaitu ketika malam hari lobster ini keluar dari lubang dan sebaliknya

ketika siang hari bersembunyi di lubang di antara batu karang.

3) Rajungan karang

Menurut Lamark (1818) dalam Poupin dan Juncker (2010), klasifikasi

rajungan karang (Charybdis erythrodactyla) yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Order : Decapoda

Family : Portunidae

Genus : Charybdis

Spesies : Charybdis erythrodactyla

: Rainbow Swimming Crab


55

Gambar 24. Rajungan Karang (Charybdis erythrodactyla) (Dokumentasi Lapang,


2018).

Rajungan memiliki bentuk karapas yang relatif cembung dengan warna

dasar hijau keorenan, dan terdapat corak bintik-bintik berwarna biru, memiliki mata

relatif kecil sedikit menonjol dan terdapat duri yang terletak di pinggir karapas dekat

dengan mata, memiliki lengan berduri dengan warna merah muda keungunan,

memiliki kaki jalan berwarna merah muda dengan ujung kaki berwarna biru, dari

ciri-ciri tersebut mengindikasikan bahwa rajungan tersebut termasuk kedalam

spesies (Charybdis erythrodactyla). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

menyatakan bahwa rajungan tersebut benar termasuk spesies (Charybdis

erythrodactyla).

Charybdis erythrodactyla memiliki karapas agak cembung dengan

beberapa tonjolan bagian anterior, warna yang mencolok dengan tanda warna biru

langit dengan warna dasar hijau sampai oren. Rajungan ini memiliki mata kecil

yang sedikit keluar, berjalan dengan lincah dan bersifat nokturnal. Rajungan ini

umumnya berenang di dasar terumbu karang, dapat ditemukan di perairan dangkal

dan intertidal (Poupin dan Juncker, 2010).


56

4) Kepiting Tambal / Plongkor

Menurut Linnaeus (1758) dalam Carpenter dan Niem (1998b), klasifikasi

kepiting tambal / kepiting plongkor (Carpilius maculatus) yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Order : Decapoda

Suborder : Brachyura

Family : Carpiliidae

Genus : Carpilius

Spesies : Carpilius maculatus

Nama FAO : Spotted reef crab

Gambar 25. Kepiting tambal (Carpilius maculatus) (Dokumentasi Lapang, 2018).

Kepiting ini memiliki karapas berbentuk oval dan halus yang berwarna

dasar coklat, merahmuda sampai krem, dan juga terdapat 9 totol-totol warna

merah marun, memiliki sepasang capit dengan ukuran yang berbeda, memiliki kaki

jalan berwarna krem kecoklatan dengan ujungnya terdapat duri yang runcing.

Berdasarkan dengan ciri-ciri tersebut mengindikasikan bahwa kepiting tersebut

termasuk kedalam spesies Carpilius maculatus, maka perlu dilakukan penelitian


57

lebih lanjut untuk menyatakan bahwa kepiting tersebut benar termasuk kedalam

spesies Carpilius maculatus.

Carpilius maculatus memiliki bentuk karapas oval dengan permukaan yang

halus. Memiliki warna dasar krem sampai merah muda dan memiliki 9 titik yang

berwarna ungu sampai merah marun. 3 titik terdapat di daerah median (tengah), 2

titik daerah posterior (belakang), 2 titik di daerah anterolateral dan 2 titik di sekitar

orbit (sebelah kanan dan kiri). Kepiting ini memiliki ukuran kaki dactylus atau capit

yang berbeda. Kepiting ini sering terlihat di pasar Asia timur dan sebagian di

Indonesia, namun hanya dalam jumlah kecil. Kepiting karang ini dapat ditangkap

menggunakan tangan atau dengan perangkap berumpan. Satu-satunya spesies

lain dari Carpilius yaitu Carpilius convexus yang mudah dibedakan karena

warnanya (Carpenter dan Niem, 1998b). Spesies ini dapat ditemukan pada pantai

berbatu atau terumbu karang, dengan kedalaman 3-30 meter, namun banyak

ditemukan pada kedalaman 3-6 meter. Wilayah pesebarannya di Indo-Pasifik,

pantai timur Afrika dan Laut Merah bahkan mencapai Hawaii dan Polinesia Prancis

(National Institude of Oceanography).

Carpilius maculatus memiliki ciri yang hampir sama dengan carpilius

covexus, hanya warna yang berbeda. Carpilius mempunyai warna dasar krem

sampai merah muda dengan memiliki 9-11 titik ungu kecoklatan di bagian karapas

diantaranya, 2 titik dibelakang orbit, 2 di daerah anterolateral, 3 di daerah

tengah/median, dan 2-4 di daerah posterior. Kepiting ini umumnya ditemukan di

daerah terumbu karang bagian luar atau dasar terumbu di laguna dan juga pada

daerah intertidal dengan kedalaman hingga 35 meter. Kepiting ini ditangkap

terkadang untuk dimakan, namun ada juga yang melaporkan sebagai kepiting

beracun, mungkin dikaitkan dengan memakan moluska yang beracun (Poupin dan

Juncker, 2010).
58

4.4 Analisis Hasil

Analisis yang digunakan yaitu One-way Anova terhadap hasil tangkapan

yang sebelumnya data di uji asumsi dengan uji normalitas dan homogenitas.

Apabila uji asumsi sudah terpenuhi maka uji One-way Anova dapat di laksanakan.

Apabila terdapat data yang tidak normal, maka data dapat dilakukan dengan

transformasi square root (akar) dengan rumus √𝑥 + 0,05 di Ms.excel =sqrt(data

asli+0,05). Jika hasil dari uji One-Way Anova terdapat perbedaan maka di uji lanjut

dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

4.6.1 Komposisi Hasil Tangkapan Krendet

Adapun data jumlah total hasil tangkapan (utama dan sampingan)

berdasarkan jumlah dan berat (Kg) yang diperoleh selama penelitian (27 kali

pengulangan) dengan 3 perlakuan (tiga jenis umpan berbeda) di perairan

Karangbolong yang ditunjukkan pada tabel 11.

Tabel 11. Total Hasil Tangkapan Krendet Berdasarkan Berat (Kg) dan Jumlah
(Ekor) Selama 27 Kali Pengulangan/Trip Penangkapan
U. Krungken U. Samaran U. Keong Sawah
Ulangan
Kg Ekor Kg Ekor Kg Ekor
1 0,85 3 0,80 3 0,30 2
2 0,85 4 0,80 3 0,20 1
3 0,60 3 0,80 4 0,25 1
4 0,85 4 0,70 3 0,25 1
5 0,70 3 0,80 3 0,20 1
6 0,50 2 0,80 3 0,45 2
7 1,30 4 0,85 3 0,20 2
8 0,50 2 0,70 3 0,25 1
9 0,70 3 0,35 2 0,25 2
Total 6,85 28 6,60 27 2,35 13
Rata-rata 0,76 3,11 0,73 3 0,26 1,44
Sumber : Data Primer

Berdasarkan data diatas menunjukkan total hasil tangkapan krendet (Trap

net) selama penelitian dengan menggunakan tiga jenis umpan yang berbeda. Hasil
59

tangkapan terbesar baik dalam satuan ekor maupun Kg yaitu menggunakan

umpan krungken sebesar 28 ekor dengan berat total 6,85 Kg, lalu diikuti umpan

samaran sebesar 27 ekor (6,60 Kg) dan umpan keong sawah sebanyak 13 ekor

(3,45 Kg). Selanjutnya gambar 26 dan gambar 27 menunjukkan grafik total hasil

tangkapan krendet berdasarkan berat (kg) dan jumlah (ekor) selama penelitian.

1.40
1.30
1.20
1.10
1.00
0.90
Berat (Kg)

0.80
0.70 U.Krungken
0.60
U. Samaran
0.50
0.40 U. Keong Sawah
0.30
0.20
0.10
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengulangan

Gambar 26. Grafik Jumlah Total Volume Hasil Tangkapan Krendet (Kg)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian

3
Ekor

U. Krungken
2 U. Samaran
U. Keong Sawah
1

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengulangan

Gambar 27. Grafik Jumlah Total Hasil Tangkapan Krendet (Ekor) Berdasarkan
Jenis Umpan Selama Penelitian
60

Berdasarkan jumlah total hasil tangkapan krendet dalam satuan berat (Kg)

untuk umpan krungken, hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada pengulangan ke

7 dengan jumlah berat sebesar 1,30 Kg, sedangkan untuk hasil tangkapan

terendah diperoleh pada pengulangan ke 6 dan ke 8 dengan jumlah berat sebesar

0,50 kg. Selanjutnya untuk umpan samaran hasil tangkapan tertinggi diperoleh

pada pengulangan ke 7 dengan jumlah berat sebesar 0,85 Kg, sedangkan hasil

tangkapan terkecil pada pengulangan ke 9 dengan jumlah berat sebesar 0,35 Kg.

Setelah itu umpan keong sawah hasil tangkapan terbesar diperoleh pada

pengulangan ke 6 dengan jumlah berat sebesar 0,45 Kg dan hasil tangkapan

terkecil pada pengulangan yang ke 2,5, dan 7 dengan masing-masing jumlah berat

0,20 Kg.

Total hasil tangkapan krendet berdasarkan jumlah (ekor) untuk umpan

krungken hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada pengulangan yang ke 2,4,dan

7 masing-masing sebanyak 4 ekor, kemudian untuk hasil tangkapan terkecil pada

pengulangan yang ke 8 sebanyak 2 ekor. Selanjutnya untuk umpan samaran hasil

tangkapan tertinggi diperoleh pada pengulangan yang ke 3 sebanyak 4 ekor dan

hasil tangkapan terkecil diperoleh pada pengulangan ke 9 sebanyak 2 ekor.

Selanjutnya umpan keong sawah hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada

pengulangan yang ke 1,6,7, dan 9 masing-masing sebanyak 2 ekor dan hasil

tangkapan terkecil diperoleh pada pengulangan yang ke 2,3,4,5, dan 8 masing-

masing sebesar 1 ekor. Hasil tangkapan yang telah didaratkan oleh nelayan

dipisahkan berdasarkan jenis tangkapannya, untuk hasil tangkapan rajungan dan

kepiting tidak dijual melainkan dikonsumsi oleh nelayan sendiri. Hasil tangkapan

lobster baru dijual ke tempat pengepul.

Hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan yang diperoleh selama

penelitian kemudian di hitung nilai presentasenya. Perhitungan presetase hasil

tangkapan dapat dilihat pada tabel 12.


61

Tabel 12. Perhitungan Presentase Hasil Tangkapan Krendet (Trap net) Selama
Penelitian Berdasarkan Jenis Umpan
Ni Presentase Berat Presentase Rata-rata
Umpan (Ekor) (%) (Kg) (%) berat (Kg)
Krungken 28 41% 6,85 43% 0,24
Samaran 27 40% 6,60 42% 0,24
Keong sawah 13 19% 2,45 15% 0,19
Jumlah 68 100% 15,90 100% 0,68
Sumber : Data primer

Adapun grafik presentase hasil tangkapan keseluruhan dari alat tangkap

krendet dengan 3 jenis umpan yang berbeda selama penelitian berdasarkan

jumlah dan berat (kg).

15%

43% Krungken
Samaran
Keong sawah

42%

Gambar 28. Grafik Presentase Volume Hasil Tangkapan (Kg) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian
62

19%

41% Krungken
Samaran
Keong sawah

40%

Gambar 29. Grafik Presentase Jumlah Hasil Tangkapan (Ekor) Krendet (Trap Net)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian

Berdasarkan perbedaan jenis umpan yang digunakan, hasil tangkapan

dengan menggunakan alat tangkap krendet selama penelitian (27 pengulangan)

jumlah total sebesar 68 ekor dengan total berat sebesar 15,90 Kg. Komposisi hasil

tangkapan krendet (Trap net) berdasarkan jumlah (ekor) hasil tangkapan terbesar

diperoleh dengan umpan krungken sebanyak 28 ekor dengan presentase sebesar

41%, lalu diikuti oleh umpan samaran sebesar 27 ekor dengan presentase sebesar

40%, kemudian hasil tangkapan terkecil diperoleh dengan menggunakan umpan

keong sawah sebanyak 13 ekor dengan presentase sebesar 19%. Selanjutnya

hasil tangkapan berdasarkan berat (Kg) selama penelitian umpan krungken

mendapatkan presentase terbesar yaitu sebesar 43% dan jumlah berat sebesar

6,85 kg dengan nilai rata-rata berat sebesar 0,24 kg, lalu diikuti dengan umpan

samaran sebesar 42% dan jumlah berat sebesar 6,60 kg dengan nilai rata-rata

berat sebesar 0,24 kg, kemudian diikuti umpan keong sawah dengan presentase

sebesar 15% dan jumlah berat sebesar 2,45 kg dengan nilai rata-rata berat

sebesar 0,19 kg.


63

Berdasarkan nama spesies hasil tangkapan yang diperoleh selama

penelitian kemudian di hitung nilai presentasenya. Perhitungan presetase hasil

tangkapan dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Perhitungan Presentase Hasil Tangkapan Krendet (Trap net) Selama
Penelitian Berdasarkan nama spesiesnya
Ni Presentase Berat Presentase Rata-rata
Spesies
(Ekor) (%) (Kg) (%) berat (Kg)
L. batu 30 44% 8,10 51% 0,27
L. pasir 22 32% 5,20 33% 0,24
R. karang 11 16% 1,50 9% 0,14
K. tambal 5 7% 1,10 7% 0,22
Jumlah 68 100% 15,90 100% 0,86
Sumber : Data primer

Adapun grafik presentase total spesies hasil tangkapan dari alat tangkap

krendet dengan 3 jenis umpan yang berbeda selama penelitian berdasarkan

jumlah dan berat (kg).

7%
9%

Lobster Batu
Lobster Pasir
51% Rajungan Karang
Kepiting Tambal
33%

Gambar 30. Grafik Presentase Volume Hasil Tangkapan (Kg) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Tangkapan Selama Penelitian
64

7%

16%
Lobster Batu
44%
Lobster Pasir
Rajungan Karang
Kepiting Tambal

32%

Gambar 31. Grafik Presentase Jumlah Hasil Tangkapan (Ekor) Krendet (Trap net)
Berdasarkan Jenis Tangkapan Selama Penelitian

Hasil tangkapan krendet di perairan Karangbolong, Desa Kalak yang

dilakukan selama 27 kali pengulangan dengan ketiga umpan memperoleh hasil

tangkapan. Berdasarkan tiga jenis umpan yang digunakan, hasil tangkapan

dengan alat tangkap krendet selama penelitian memperoleh 4 spesies hasil

tangkapan. Komposisi hasil tangkapan krendet (Trap net) berdasarkan jumlah

(ekor) hasil tangkapan terbesar yaitu lobster batu sebanyak 30 ekor dengan

presentase sebesar 44%, lalu diikuti oleh lobster pasir sebanyak 22 ekor dengan

presentase sebesar 32%, setelah itu rajungan karang sebanyak 11 ekor dengan

presentase sebesar 16%, kemudian hasil tangkapan terkecil yaitu kepiting tambal

sebanyak 5 ekor dengan presentase sebesar 7%. Hasil tangkapan berdasarkan

berat (Kg) selama penelitian lobster batu mendapatkan presentase terbesar yaitu

sebesar 51% dan jumlah berat sebesar 8,10 kg dengan nilai rata-rata berat

sebesar 0,27 kg, lalu diikuti oleh lobster pasir sebesar 33% dan jumlah berat

sebesar 5,20 kg dengan nilai rata-rata berat sebesar 0,24 kg, setelah itu rajungan

karang dengan presentase sebesar 9% dan jumlah berat sebesar 1,50 kg dengan

nilai rata-rata sebesar 0,14 kg, kemudian diikuti kepiting tambal dengan
65

presentase sebesar 7% dan jumlah berat sebesar 1,10 kg dengan nilai rata-rata

berat sebesar 0,22 kg.

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan nilai presentase bahwa lobster

batu (Panulirus penicillatus) dan Lobster pasir (Panulirus homarus) merupakan

hasil tangkapan utama, sedangkan rajungan karang (Charybdis erythrodactyla)

dan kepiting tambal/plongkor (Carpilius maculatus) merupakan hasil tangkapan

sampingan. Hal ini sesuai dengan (Zulkarnain, 2012), bahwa lobster merupakan

target utama hasil penangkapan krendet, karena memiliki nilai ekonomis yang

tinggi dalam perdagangan produk perikanan. Selanjutnya menurut (Fauzi et al.,

2006) hasil tangkapan dari alat tangkap krendet yang dioperasikan di pinggiran

pantai baik dangkal maupun agak dalam adalah udang karang (lobster) yaitu

Panulirus homarus, Panulirus penicillatus, Panulirus longipes, Panulirus

polyphagus, Panulirus versicolor, Panulirus omatus, kemudian hasil tangkapan

lainnya yaitu kepiting. Setelah itu menurut (Rahman et al., 2015), hasil tangkapan

dari bubu yang menggunakan umpan krungken dan kulit sapi yaitu lobster, kepiting

dan keong macan, sedangkan menurut penelitian (Musbir et al., 2014), hasil

tangkapan dalam penggunaan atraktor buatan yaitu lobster mutiara, lobster pasir,

lobster bambu, dan lobster batu.

4.6.1.1 Uji Normalitas Berdasarkan Total Volume (Kg) Hasil Tangkapan


Krendet

Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas yaitu jika nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal, dan

sebaliknya jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut tidak

berdistribusi normal (Hamdi dan Bahruddin, 2014). Uji normalitas pada data

penelitian menggunakan SPSS 16.0 dengan uji kolmogorov smirnov. Adapun hasil

uji normalitas berdasarkan jumlah berat hasil tangkapan (Kg) dengan perbedaan

jenis umpan telah berdistribusi normal yaitu pada tabel 14.


66

Tabel 14. Uji Normalitas Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama
Penelitian
Krungken Samaran Keong Sawah
N 9 9 9
Normal Parametersa Mean 0,76 0,73 0,27
Std.
0,24 0,15 0,08
Deviation
Most Extreme Differences Absolute 0,24 0,33 0,27
Positive 0,24 0,22 0,27
Negative -0,14 -0,33 -0,19
Kolmogorov-Smirnov Z 0,74 1,00 0,81
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,63 0,26 0,51
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil tabel uji normalitas menggunakan SPSS 16.0 total hasil

tangkapan krendet (Kg) selama 27 kali pengulangan dengan umpan krungken

diperoleh nilai signifikansi 0,63, umpan samaran 0,26 dan umpan keong sawah

0,15. Data tersebut telah terdistribusi normal dengan melihat nilai signifikansi lebih

besar dari 0,05 (5%). Adapun hasil uji normalitas berdasarkan jumlah (ekor) hasil

tangkapan dengan perbedaan jenis umpan telah berdistribusi normal yaitu pada

tabel 15.

Tabel 15. Uji Normalitas Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor) Selama
Penelitian
Krungken Samaran Keong Sawah
N 9 9 9
Normal Parametersa Mean 3,11 3,00 1,44
Std.
0,78 0,50 0,52
Deviation
Most Extreme Differences Absolute 0,22 0,38 0,35
Positive 0,22 0,38 0,35
Negative -0,22 -0,38 -0,29
Kolmogorov-Smirnov Z 0,67 1,16 0,81
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,76 0,13 0,20
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil tabel uji normalitas menggunakan SPSS 16.0 jumlah

total hasil tangkapan krendet (Ekor) selama 27 kali pengulangan dengan umpan

krungken diperoleh nilai signifikansi 0,76, umpan samaran 0,13 dan umpan keong
67

sawah 0,20. Data tersebut telah terdistribusi normal dengan melihat nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 (5%).

4.6.1.2 Uji Homogenitas Berdasarkan Total Volume (Kg) Hasil Tangkapan


Krendet

Uji homogenitas biasanya dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis

independent sampel T test dan Anova. Asumsi yang mendasari dalam Analisis of

varians (ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa populasi adalah sama.

Dasar pengambilan keputusan sama seperti pada uji statistik lainnya. Jika nilai

signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka populasi data tidak sama (tidak homogen),

begitupun sebaliknya jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dikatakan

populasi data adalah sama (homogen). Adapun hasil dari uji homogenitas

berdasarkan berat (Kg) total hasil tangkapan pada tabel 17.

Tabel 16. Uji Homogenitas Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama
Penelitian
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,40 2 24 0,10
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16.0 total hasil

tangkapan (Kg) menurut jenis umpan pada alat tangkap krendet selama 27 kali

pengulangan mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,108. Hal ini sesuai dengan

dasar pengambilan keputusan, bahwa data dapat dikatakan homogen apabila nilai

siginifikansi lebih besar dari 0,05 atau selang kepercayaan 95%.

Tabel 17. Uji Homogenitas Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor) Selama
Penelitian
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,39 2 24 0,11
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16.0 total hasil

tangkapan (Kg) menurut jenis umpan pada alat tangkap krendet selama 27 kali

pengulangan mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,112. Hal ini sesuai dengan
68

dasar pengambilan keputusan, bahwa data dapat dikatakan homogen apabila nilai

siginifikansi lebih besar dari 0,05 atau selang kepercayaan 95%.

4.6.1.3 Uji One-Way ANOVA Berdasarkan Total Volume (Kg) Hasil Tangkapan
Krendet

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji One-Way ANOVA (Tabel 18) berdasarkan

data berat hasil tangkapan keseluruhan dari alat tangkap krendet selama 27

pengulangan.

Tabel 18. Uji One-Way ANOVA Total Volume Jenis Hasil Tangkapan (Kg) Selama
Penelitian
Sum of Mean
Df Fhit Ftab Sig.
Squares Square
Between Groups 1,35 2 0,67 22,48 3,40 0,00
Within Groups 0,72 24 0,03
Total 2,08 26
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Hasil analisis One-way Anova didapatkan nilai Fhitung sebesar 22,48 dan

nilai Ftabel dari rumus excel FINV(0.05,2,24) didapatkan nilai sebesar 3,40 dengan

nilai signifikansi 0,00 sehingga nilai Fhitung > Ftabel maka hipotesisnya terima H1

tolak H0 artinya jenis umpan berpengaruh terhadap jumlah spesies hasil

tangkapan secara nyata. Hal tersebut sesuai dengan dasar pengambilan

keputusan (Priyatno, 2016), bahwa metode pengambilan keputusan uji One-Way

ANOVA yaitu jika Fhitung < Ftabel maka ditolak H1 menerima H0 dan jika Fhitung

> Ftabel maka diterima H1 menolak H0. Apabila hasil anova hipotesisnya terima

H1 tolak H0 maka terdapat perbedaan variasi sehingga perlu dilakukan uji lanjut.

Pengujian menggunakan uji beda nyata jujur berfungsi untuk mengetahui

perbedaan setiap variasi.

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji One-Way ANOVA (Tabel 19) berdasarkan

data jumlah (ekor) hasil tangkapan keseluruhan dari alat tangkap krendet selama

27 pengulangan
69

Tabel 19. Uji One-Way ANOVA Jumlah Total Jenis Hasil Tangkapan (Ekor)
Selama Penelitian
Sum of Mean
Df Fhit Ftab Sig.
Squares Square
Between Groups 15,63 2 7,81 20,58 3,40 0,00
Within Groups 9,11 24 0,38
Total 24,74 26
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Hasil analisis One-way Anova didapatkan nilai Fhitung sebesar 20,58 dan

nilai Ftabel dari rumus excel FINV(0.05,2,24) diperoleh nilai sebesar 3,40 sehingga

nilai Fhitung > Ftabel maka hipotesisnya terima H1 tolak H0 artinya artinya jenis

umpan berpengaruh terhadap jumlah spesies hasil tangkapan secara nyata. Hal

ini didukung dengan nilai signifikansi (sig.) yaitu 0,00 yang kurang dari taraf selang

kepercayaan 0,05. Hal ini sesuai dengan dasar pengambilan keputusan (Priyatno,

2016), bahwa metode pengambilan keputusan uji One-Way ANOVA yaitu jika

Fhitung < Ftabel maka ditolak H1 menerima H0 dan jika Fhitung > Ftabel maka

diterima H1 menolak H0. Apabila hasil anova hipotesisnya terima H1 tolak H0 atau

terdapat perbedaan variasi maka diperlukan uji lanjutan dengan pengujian beda

nyata jujur yang digunakan untuk mengetahui perbedaan setiap variasi.

4.6.1.4 Variasi Perbedaan Umpan Berdasarkan Total Volume Hasil


Tangkapan Krendet (Kg)

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji lanjut tukey HSD yang sering disebut uji

beda nyata jujur (BNJ) (Tabel 20) menunjukkan variasi berdasarkan data berat

hasil tangkapan dengan tiga jenis umpan yang berbeda dari alat tangkap krendet

selama penelitian.

Tabel 20. Hasil Variasi Perbedaan Umpan Total Volume Jenis Hasil Tangkapan
(Kg) Selama Penelitian
Umpan N Rata-rata ± Standart deviasi
Krungken 9 0,76 ± 0,24a
Samaran 9 0,73 ± 0,15a
Keong Sawah 9 0,27 ± 0,08b
Keterangan : Huruf dibelakang angka menunjukkan perbedaan secara statistik
pada notasi dengan nilai siginifikansi 0,05. Sumber : Data Primer di
Uji dengan SPSS 16.0
70

Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur diperoleh nilai rata-rata dan

standart deviasi serta notasi terbesar yaitu pada umpan Krungken sebesar 0,76 ±

0,24a; umpan Samaran sebesar 0,73 ± 0,15a; dan umpan Keong sawah sebesar

0,27 ± 0,08b. Umpan krungken dan umpan samaran tidak memiliki perbedaan yang

signifikan, dengan kata lain nilai rata-rata spesies tersebut memiliki notasi yang

sama, kemudian umpan krungken dan umpan samaran memiliki perbedaan yang

signifikan dengan umpan keong sawah, dengan kata lain nilai rata-rata spesies

tersebut memiliki notasi yang berbeda.

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji lanjut tukey HSD yang sering disebut uji

beda nyata jujur (BNJ) (Tabel 21) menunjukkan variasi berdasarkan data jumlah

(ekor) hasil tangkapan dengan tiga jenis umpan yang berbeda dari alat tangkap

krendet selama penelitian.

Tabel 21. Hasil Variasi Perbedaan Umpan Jumlah Total Hasil Tangkapan (Ekor)
Selama Penelitian
Umpan N Rata-rata ± Standart deviasi
Krungken 9 0,78 ± 3,11a
Samaran 9 0,50 ± 3,00a
Keong Sawah 9 0,52 ± 1,44b
Keterangan : Huruf dibelakang angka menunjukkan perbedaan secara statistik
pada notasi dengan nilai siginifikansi 0,05. Sumber : Data Primer di
Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur diperoleh nilai rata-rata terbesar

yaitu umpan krungken sebesar 0,78, lalu diikuti umpan keong sawah sebesar 0,52

dan terkecil yaitu umpan samaran sebesar 0,50. Selanjutnya nilai standart deviasi

serta notasi terbesar yaitu pada umpan Krungken sebesar 3,11a; kemudian diikuti

umpan Samaran sebesar 3,00a; lalu umpan keong sawah sebesar 1,44b. Umpan

krungken dan umpan samaran tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dengan

kata lain nilai rata-rata spesies tersebut memiliki notasi yang sama, lalu umpan

krungken dan umpan samaran memiliki perbedaan yang signifikan dengan umpan

keong sawah, dengan kata lain nilai rata-rata spesies tersebut memiliki notasi yang

berbeda.
71

Hewan nokturnal lebih mengandalkan organ penciuman dibandingkan

organ penglihatannya karena dapat mendeteksi keberadaan umpan. Kandungan

kimia dari umpan terbawa arus hingga ke tempat lobster, sehingga penggunaan

jenis umpan yang berbeda dipengaruhi oleh kebiasaan makan lobster. Umumnya

nelayan menggunakan umpan dari laut, sehingga lobster mungkin tidak biasa

dengan bau umpan keong sawah. Umpan krungken dan umpan samaran

habitatnya di laut yang memiliki bau lebih tajam dari keong sawah yang habitatnya

di air tawar. Ada kemungkinan bahwa umpan dari laut lebih baik digunakan untuk

menangkap lobster daripada umpan dari air tawar. Hal ini sesuai dengan penelitian

(Febrianti, 2000 dan Rahman et al., 2015), bahwa terdapat perbedaan hasil

tangkapan dalam penangkapan dengan menggunakan perbedaan jenis umpan.

4.6.2 Data Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)

Adapun data hasil tangkapan lobster berdasarkan berat (Kg) yang

diperoleh selama penelitian (27 kali pengulangan) dengan 3 perlakuan (tiga jenis

umpan berbeda) terdapat pada tabel 22. Data ini berdasarkan berat hasil

tangkapan lobster (Kg).

Tabel 22. Hasil Tangkapan Utama Berdasarkan Berat (Kg) dan Jumlah (Ekor)
Selama Penelitian
Ulangan U. Krungken U. Samaran U. Keong Sawah
Kg Ekor Kg Ekor Kg Ekor
1 0,85 3 0,60 2 0,15 1
2 0,50 2 0,80 3 0,20 1
3 0,60 3 0,70 3 0,25 1
4 0,65 3 0,55 2 0,25 1
5 0,45 2 0,80 3 0,20 1
6 0,50 2 0,65 2 0,25 1
7 1,15 3 0,60 2 0,20 1
8 0,50 2 0,70 3 0,25 1
9 0,55 2 0,25 1 0,15 1
Total 5,75 22 5,65 21 1,90 9
Rata-rata 0,64 2,44 0,63 2,33 0,21 1
Sumber : Data Primer
72

Adapun grafik total hasil tangkapan dari alat tangkap krendet dengan 3

jenis umpan yang berbeda selama penelitian berdasarkan jumlah (ekor) dan berat

(kg).

1.40

1.20

1.00
Berat (Kg)

0.80
U. Krungken
0.60
U. Samaran
0.40 U. Keong Sawah

0.20

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengulangan

Gambar 32. Grafik Jumlah Volume Hasil Tangkapan Utama Krendet (Kg)
Berdasarkan Jenis Umpan Selama Penelitian

3.5

2.5
Jumlah (Ekor)

2
Krungken
1.5
Samaran
1 Keong sawah

0.5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengulangan

Gambar 33. Grafik Jumlah Hasil Tangkapan Utama Krendet (Ekor) Berdasarkan
Jenis Umpan Selama Penelitian

Berdasarkan hasil tangkapan lobster berdasarkan berat (kg) dengan

menggunakan umpan krungken diperoleh penangkapan tertinggi pada

pengulangan yang ke tujuh sebesar 1,15 kg, sedangkan untuk penangkapan


73

terendah pada pengulangan ke 5, kemudian untuk umpan samaran penangkapan

tertinggi pada pengulangan ke 11 dan ke 14, sedangkan untuk penangkapan

terendah pada penangkapan ke 18. Selanjutnya untuk umpan keong sawah

penangkapan tertinggi pada pengulangan ke 22, 24, dan 26, sedangkan untuk

penangkapan terendah pada pengulangan ke 19 dan 27.

Berikutnya hasil tangkapan lobster berdasarkan jumlah (ekor) dengan

menggunakan umpan krungken diperoleh penangkapan tertinggi diperoleh pada

pengulangan yang ke 1,3,4, dan 7 masing-masing sebanyak 3 ekor, kemudian

untuk hasil tangkapan terkecil pada pengulangan ke 2,5,6,8, dan 9 masing-masing

sebanyak 2 ekor. Selanjutnya untuk umpan samaran hasil tangkapan tertinggi

diperoleh pada pengulangan yang ke 2,3,5, dan 8 masing-masing sebanyak 3 ekor

dan hasil tangkapan terkecil diperoleh pada pengulangan ke 9 sebanyak 1 ekor.

Selanjutnya umpan keong sawah hasil tangkapan mulai dari pengulangan ke 1-9

masing-masing sebanyak 1 ekor.

Hasil tangkapan yang telah diperoleh/didaratkan oleh nelayan langsung

dibawa ke tempat pengepul. Hasil tangkapan lobster dipisahkan berdasarkan jenis

lobster, kondisi lobster dan juga berat lobster. Harga lobster pasir mencapai

Rp.300.000,- per kilogramnya, sedangkan harga lobster batu Rp. 250.000,- per

kilogramnya. Harga jenis lobster pasir lebih mahal dari jenis lobster batu, untuk

hasil tangkapan lobster yang beratnya lebih dari 0,2 Kg (200 gram) dipisahkan

karena semakin tinggi berat lobster maka semakin tinggi pula harganya. Apabila

ada ukuran lobster yang kurang dari 0,2 Kg pengepul tidak mau membeli, jadi hasil

tangkapan lobster tersebut dikonsumsi sendiri oleh nelayan. Selanjutnya dilihat

dari segi kualitasnya, bila kondisi lobster dalam keadaan hidup dan bagian

tubuhnya masih lengkap itu juga termasuk kedalam kriteria harga penjualan

lobster. Apabila terdapat bagian tubuh lobster yang hilang ataupun rusak maka

harga lobster akan turun bahkan tidak laku untuk dijual, dan juga lobster dalam
74

kondisi bertelur pengepul juga tidak mau menerima/membeli sehingga penjualan

atau pembelian lobster di Desa Kalak sudah mengikuti aturan permen-kp no

56/2016 yang berbunyi bahwa penangkapan dan / atau pengeluaran lobster

(Panulirus spp) dengan hormonized system code 0306.21.10.00 atau

030621.20.00, dari wilayah negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan

dengan ketentuan tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas diatas

8 cm atau berat diatas 200 gram per ekor.

Adapun grafik volume hasil tangkapan lobster (Kg) berdasarkan perbedaan

jenis umpan dapat dilihat pada gambar 34.

1.40

1.20
Berat Tangkapan (Kg)

1.00

0.80
Krungken
0.60 Samaran

0.40 Keong

0.20

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengulangan

Gambar 34. Grafik Hasil Tangkapan Lobster (Kg) Selama Penelitian

Hasil tangkapan yang didapatkan selama 27 kali pengulangan adalah

sebagai berikut :

1) Perlakuan 1 : krendet dengan umpan Krungken dengan didapatkan hasil

tangkapan sebanyak 22 ekor dengan berat 5,75 Kg dan rata-

rata 0,64 Kg
75

2) Perlakuan 2 : krendet dengan umpan Samaran didapatkan total hasil

tangkapan sebanyak 21 ekor dengan berat 5,65 Kg dan rata-

rata 0,63 Kg

3) Perlakuan 3 : krendet dengan umpan Keong sawah didapatkan total hasil

tangkapan sebanyak 9 ekor dengan berat 1,90 Kg dan rata-rata

0,21 Kg

Berdasarkan jumlah hasil tangkapan krendet dengan tiga jenis umpan yang

berbeda selama 27 kali pengulangan diperoleh hasil tangkapan lobster paling

banyak dengan umpan krungken yaitu 22 ekor dengan berat 5,75 Kg, sedangkan

jumlah hasil tangkapan terendah diperoleh pada umpan keong sawah yaitu 9 ekor

dengan berat 1,90 Kg. Menurut (Fauzi et al., 2006) hasil tangkapan dari alat

tangkap krendet yang dioperasikan di pinggiran pantai baik dangkal maupun agak

dalam adalah udang karang (lobster) dan kepiting. Selanjutnya menurut (Jayanto

et al., 2015), perbedaan hasil tangkapan di daerah yang berbeda di sebabkan

karena pada saat setting alat tangkap langsung diletakkan di lokasi yang tepat

untuk lokasi landai seperti di bibir pantai, sedangkan untuk pengoperasian yang

dari tebing alat tangkapnya langsung dilempar dari atas tebing ke arah daerah

yang menurut nelayan terdapat lobster.

4.6.2.1 Uji Normalitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)

Uji normalitas pada data penelitian menggunakan uji kolmogorov smirnov.

Hasil uji normalitas berdasarkan berat hasil tangkapan (Kg) telah berdistribusi

normal yaitu terdapat pada tabel 23.


76

Tabel 23. Uji Normalitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)
Krungken Samaran Keong
N 9 9 9
Normal Parametersa Mean 0,63 2,62 0,21
Std.
0,22 0,16 0,04
Deviation
Most Extreme Differences Absolute 0,25 0,21 0,26
Positive 0,25 0,15 0,17
Negative -0,20 -0,21 -0,26
Kolmogorov-Smirnov Z 0,77 0,63 0,80
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,58 0,81 0,53
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil tabel uji normalitas data berat hasil tangkapan lobster

(Kg) diperoleh nilai signifikansi umpan krungken sebesar 0,58; umpan samaran

sebesar 0,81; dan umpan keong sebesar 0,53. Data berat hasil tangkapan lobster

telah terdistribusi normal dengan melihat nilai signifikansi yang lebih besar dari

0,05 (5%) atau selang kepercayaan 95%. Sesuai dengan dasar pengambilan

keputusan dalam uji normalitas yaitu jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05

maka data tersebut berdistribusi normal, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05

maka data tersebut tidak berdistribusi normal (Hamdi dan Bahruddin, 2014).

4.6.2.2 Uji Homogenitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah mempuyai varian

yang sama atau tidak. Uji ini biasanya dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis

independent sampel T test dan Anova. Asumsi yang mendasari dalam Analisis of

varians (ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa populasi adalah sama.

Dasar pengambilan keputusa jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka

populasi data tidak sama, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka

dikatakan populasi data adalah sama. Hasil uji homogenitas berdasarkan data

jumlah berat hasil tangkapan (kg) lobster yaitu terdapat pada tabel 24.
77

Tabel 24. Uji Homogenitas Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,26 2 24 0,05
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16.0 hasil

tangkapan lobster selama 27 kali penangkapan/trip nilai signifikansi sebesar 0,05.

Hal ini berarti memiliki populasi yang sama, sesuai dengan dasar pengambilan

keputusan, bahwa data dapat dikatakan homogen apabila nilai siginifikansi lebih

besar dari 0,05.

4.6.2.3 One-Way Anova Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji One-Way ANOVA (Tabel 25) berdasarkan

data berat hasil tangkapan Lobster dari alat tangkap krendet selama 27 kali

pengulangan/penangkapan.

Tabel 25. Uji One-Way ANOVA Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)
Sum of Mean
Df Fhit Ftab Sig.
Squares Square
Between
1,07 2 0,53 19,96 3,40 0,00
Groups
Within Groups 0,64 24 0,02
Total 1,71 26
Sumber : Data Primer di Uji dengan SPSS 16.0

Hasil analisis One-way Anova hasil tangkapan lobster (Kg) didapatkan nilai

sebesar Fhitung 19,96 dan nilai Ftabel dari rumus excel FINV(0.05,2,24)

didapatkan nilai sebesar 3,40 sehingga nilai Fhitung > Ftabel maka hipotesisnya

terima H1 artinya jumlah spesies hasil tangkapan dengan perbedaan umpan

bervariasi atau memiliki beda nyata. Hal ini didukung dengan nilai signifikansi (sig.)

yaitu 0,00 dan kurang dari taraf selang kepercayaan yaitu 0,05 sehingga jumlah

spesies Lobster hasil tangkapan krendet berbeda nyata. Hal tersebut sesuai

dengan dasar pengambilan keputusan (Priyatno,2016), bahwa metode


78

pengambilan keputusan uji One-Way ANOVA yaitu jika Fhitung < Ftabel maka

ditolak H1 menerima H0 dan jika Fhitung > Ftabel maka diterima H1menolak H0.

Apabila hasil anova hipotesisnya terima H1 tolak H0 atau terdapat perbedaan

variasi maka diperlukan uji lanjutan dengan pengujian beda nyata jujur untuk

mengetahui perbedaan setiap variasi, sedangkan menurut (Mubin et al., 2013),

hasil tangkapan lobster berpengaruh pada perbedaan bentuk krendet.

4.6.2.4 Variasi Hasil Tangkapan Lobster Berdasarkan Berat (Kg)

Adapun hasil SPSS 16.0 dari uji lanjut tukey HSD yang sering disebut uji

beda nyata jujur (BNJ) (Tabel 26) berdasarkan data berat hasil tangkapan Lobster

dari alat tangkap krendet.

Tabel 26. Uji Variasi Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Kg)
Umpan N Rata-rata ± Standart deviasi
Krungken 9 0,63 ± 0,22a
Samaran 9 0,62 ± 0,16a
Keong sawah 9 0,21 ± 0,04b
Keterangan : Huruf dibelakang angka menunjukkan perbedaan secara statistik
pada notasi dengan nilai siginifikansi 0,05. Sumber : Data Primer di
Uji dengan SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur hasil tangkapan lobster (Kg)

terdapat perbedaan hasil antar spesies lobster hasil tangkapan krendet (Trap net)

di Desa Kalak, Donorojo dengan masing-masing umpan memiliki rata-rata dan

standart deviasi serta notasi terbesar pada umpan Krungken dengan nilai 0,63 ±

0,22a, diikuti umpan samaran dengan nilai 0,62 ± 0,16a, dan umpan yang memiliki

nilai rata-rata dan notasi terkecil yaitu umpan keong dengan nilai 0,21 ± 0,04b.

Umpan krungken dan umpan samaran tidak memiliki perbedaan yang

signifikan, dengan kata lain nilai rata-rata umpan krungken dan samaran memiliki

notasi yang sama, kemudian umpan krungken dan umpan samaran dengan

umpan keong sawah memiliki perbedaan yang signifikan, dengan kata lain nilai

rata-rata memiliki notasi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis perbedaan


79

umpan disimpulkan bahwa umpan krungken dan umpan samaran lebih baik

daripada umpan keong sawah untuk perairan Karangbolong Kabupaten Pacitan,

kemungkinan besar karena krungken dan samaran memberikan bau yang lebih

pekat dari pada keong sawah. hal tersebut juga didukung dengan penelitian

(Febrianti, 2000 dan Rahman et al., 2015), bahwa terdapat perbedaan hasil

tangkapan dalam penangkapan dengan menggunakan perbedaan jenis umpan.

Selanjutnya menurut (Bahtiar et al., 2014) yang menyatakan bahwa hasil

tangkapan yang lebih baik yaitu menggunakan umpan krungken.

Tertangkapnya dua jenis lobster di perairan Karangbolong yang

dioperasikan dari tebing yaitu lobster batu dan lobster pasir. Menurut (Irfannur et

al., 2017), lobster hidup dan menyebar hampir di seluruh perairan Indonesia.

Dimana perairan Krangbolong termasuk wilayah yang berbatasan langsung

dengan Samudera Hindia. Hasil tangkapan yang diperoleh di perairan Cilacap

diantaranya lobster pasir, lobster mutiara, dan lobster bambu yang tertangkap

menggunakan alat tangkap gill net (Madiana dan Laurensia, 2013). Di perairan

selatan Gunung Kidul dan Pacitan jenis lobster yang tertangkap didominasi oleh

lobster batu (Fauzi et al., 2013). Hasil tangkapan di krendet di Pacitan yaitu lobster

batu, lobster batik, lobster bambu dan lobster bambu coklat (Bakhtiar, et al., 2014).

Musim penangkapan lobster terjadi pada saat musim penghujan tiba, dimana

salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan yaitu faktor

oseanografi dan kebiasaan makan lobster. Menurut (Febrianti, 2000), bahwa

umpan merupakan salah satu faktor keberhasilan usaha penangkapan baik

masalah jenis umpan, masalah sifat umpan, dan masalah cara pemasangan

umpan. Udang karang bersifat nokturnal yang sering ditemukan di goa-goa batu

karang dengan daerah arus yang kuat.

Alat tangkap krendet untuk menangkap lobster termasuk kedalam alat

tangkap yang ramah terhadap lingkungan. Berikut merupakan indikator alat


80

penangkapan ikan ramah lingkungan berdasarkan departemen kelautan dan

perikanan (2006) yaitu:

1) Selektivitas tinggi;

2) Tidak merusak habitat;

3) Tidak membahayakan nelayan;

4) Menghasilkan ikan yang bermutu baik;

5) Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen;

6) Hasil tangkapan yang terbuang minimum;

7) Memberikan dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya

hayati (biodiversity);

8) Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah;

9) Diterima secara sosial.

Menurut Keputusan menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia

nomor 6/2010, kelompok jenis alat penangkapan ikan perangkap adalah kelompok

alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring, dan/atau besi, kayu, bambu,

berbentuk silinder, trapesium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada

dasar atau permukaan perairan, dilengkapi atau tanpa umpan. Salah satu alat

tangkap yang mempunyai resiko kerusakan hasil tangkapan kecil dan menjamin

lobster dalam keadaan tetap hidup yaitu bubu. Berdasarkan bahan dan bentuk

bubu di bedakan menjadi enam macam diantaranya bubu bone, bubu bali, bubu

beehive, bubu batter crayfish, bubu lipat dan krendet (Kanna, 2006).

Indonesia menggunakan Peraturan menteri kelautan dan perikanan

Republik Indonesia nomor 1/2015 tentang penangkapan lobster (Panulirus spp)

dimana dalam Pasal 2 berbunyi setiap orang dilarang melakukan penangkapan

lobster dalam kondisi bertelur dan pasal 3 berbunyi bahwa penangkapan dapat

dilakukan dengan ukuran lobster panjang karapas lebih dari 8 cm. Dimana

permen-kp no 1 tahun 2015 sudah tidak berlaku karena sudah ada pembaruan
81

permen-kp no 56 tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan / atau

pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah negara Republik

Indonesia dalam pasal 2 tentang penangkapan dan / atau pengeluaran lobster

(Panulirus spp) dengan hormonized system code 0306.21.10.00 atau

030621.20.00, dari wilayah negara republik indonesia hanya dapat dilakukan

dengan ketentuan tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas diatas

8 cm atau berat diatas 200 gram per ekor. Ketentuan penangkapan dan / atau

pengeluaran sebagaimana di maksud dalam pasal 2 dikecualikan bagi

penangkapan dan / atau pengeluaran lobster untuk kepentingan pendidikan,

penelitian dan pengembangan. Selanjutnya pasal 7 ayat 2 berbunyi setiap orang

yang menangkap lobster wajib melepaskan yang tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, jika masih dalam keadaan hidup; dan

melakukan pencatatan lobster yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 yang tertangkap dalam keadaan mati dan melaporkan

kepada Direktur Jenderal melalui kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana

tercantum dalam surat izin penangkapan ikan, kemudian dalam pasal 7 ayat 3

berbunyi setiap orang yang mengeluarkan lobster dalam kondisi yang tidak sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 2 dikenakan sanksi sesuai

peraturan perundang-undangan.

4.6.2.5 Analisa Finansial

Aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu studi kelayakan. Analisis

usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu

usaha. Tujuan dari analisis usaha yaiu untuk mengetahui tingkat keuntungan dan

pengembalian investasi. Usaha perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh musim

penangkapan, dimana analisis usaha perikanan diperlukan untuk mengingat

ketidakpastian usaha (Boesono et al., 2011).


82

1) Investasi

Investasi atau penanaman modal merupakan faktor penting dalam usaha

penangkapan lobster, karena untuk kelancaran proses produksi dengan tujuan

supaya mendapatkan keuntungan maksimum dengan biaya pengeluaran

seminimal mungkin (Boesono. et al., 2011). Modal yang digunakan untuk

menangkap lobster di Desa Kalak, Pacitan mengunakan alat tangkap krendet

sebesar Rp. 1.818.000. Berikut ini merupakan rincian biaya modal usaha

penangkapan lobster.

Tabel 27. Modal Usaha Penangkapan Lobster di Desa Kalak, Pacitan


Harga Satuan
No Alat dan Sarana Jumlah Unit Jumlah Harga (Rp)
(Rp)
Alat Tangkap
1.
Krendet, 84 Buah 84 21.500 1.806.000
Perlengkapan
2.
Perkakas 4 3.000 12.000
Total Investasi Rp. 1.818.000
Sumber : Data Primer

2) Biaya (Cost)

Biaya – biaya yang digunakan dalam usaha penangkapan lobster

dibedakan menjadi 2 yaitu biaya tidak tetap (Variable cost) dan biaya tetap (Fixed

cost).

a) Biaya tidak tetap (Variable cost) atau Biaya eksploitasi

Biaya tidak tetap terdiri dari biaya operasional. Usaha penangkapan biaya

operasioanal yang dikeluarkan tiap tahun supaya mencapai umur ekonomi barang

investasi yang diharapkan untuk menunjang proses kegiatan penangkapan lobster

(Rini et al., 2017). Biaya tidak tetap yang digunakan untuk menangkap lobster di
83

Desa Kalak, Pacitan yaitu Rp. 1.050.000. Berikut ini merupakan rincian biaya tidak

tetap usaha penangkapan lobster.

Tabel 28. Biaya tidak tetap usaha penangkapan lobster


Jenis Musim (Rp)
No Jumlah (Rp)
Pengeluaran Puncak Sedang Paceklik
1. Umpan Krendet 980.000 840.000 210.000 2.030.000
2. Bekal 1.120.000 9600.000 240.000 2.320.000
Jumlah (VC) 2.100.000 1.800.000 450.000 4.350.000
Total Biaya Tidak Tetap (VC) 4.350.000
Sumber : Data Primer

b) Biaya tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak tergantung dengan aktivitas

produksi, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya tetap (Rini et al., 2017).

Biaya tetap yang digunakan untuk menangkap lobster di Desa Kalak, Pacitan yaitu

Rp. 904.500 per tahun. Berikut ini merupakan rincian biaya tetap usaha

penangkapan lobster.

Tabel 29. Biaya penyusutan per tahun usaha penangkapan lobster


Sarana Umur Ekonomis Penyusutan Per
No Harga (Rp)
Penangkapan (Th) Tahun (Rp)
Alat Tangkap
1. 2 Rp. 1.806.000 Rp. 903.000
Krendet
2. Perkakas 2 Rp. 12.000 Rp. 6.000
Jumlah Rp. 1.818.000 Rp. 909.000
Sumber : Data Primer

3) Pendapatan

Pendapatan adalah penghasilan bersih yang diterima oleh nelayan dari

usaha penangkapan yang dijalani (Saprani et al., 2016). Berikut ini merupakan

perhitungan pendapatan dari usaha penangkapan lobster di Desa Kalak, Pacitan.

Tabel 30. Penjualan hasil tangkapan


Musim Musim Musim
Hasil Tangkapan Jumlah (Rp/Th)
Puncak Sedang Paceklik
Krendet
Lobster Rp.18.480.000 Rp.11.880.000 Rp.660.000 Rp.31.020.000
84

Hasil Jual Kotor Rp.31.020.000


Retribusi 5% Rp. 1.551.000
Hasil Jual Kotor –
Rp.29.469.000
Retribusi
Tabungan 2% Rp. 589.380
Hasil jual Rp.28.879.620
Harga jual - eksploitasi = Rp. 28.879.620 – Rp. 4.350.000 Rp.24.529.620
Pemilik Rp.12.264.810
Bagi hasil
Nelayan Rp.12.264.810
Sumber : Data Primer

a) Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara nilai hasil produksi dengan total

biaya produksi yang dikeluarkan. Perhitungannya yaitu pendapatan dikurangi

dengan jumlah total biaya (Hasnidar et al., 2017). Berikut merupakan perhitungan

keuntungan pemilik modal.

= Bagi hasil pemilik – biaya tetap


Keuntungan pemilik = Rp. 12.264.810 – Rp. 909.000
= Rp. 11.355.810

4) Analisa kelayakan usaha

a) Arus kas (cash flow)

Arus kas yaitu sebagai laporan keuangan yang menyajikan tentang

informasi biaya pendapatan dan pengeluaran kas suatu perusahaan selama

periode tertentu. Adapun perhitungannya sebagai berikut:

= pendapatan + penyusutan
Arus kas = Rp. 11.355.810 + Rp. 909.000
= Rp. 12.264.810

b) Benefit Cost (B / C) Ratio

Benefit cost (B/C) ratio adalah perbandingan antara jumlah keuntungan

dengan total biaya yang telah dikeluarkan. Suatu usaha dapat dikatakan layak
85

apabila nilai B/C lebih besar dari 0 (B/C > 0). Semakin besar nilai B/C maka

semakin layak suatu usaha (Hasnidar et al., 2017).

= Pendapatan / FC + VC
B/C Ratio = Rp. 11.355.810/ Rp. 909.000 + Rp. 4.350.000
= 2,16

c) Payback Period (PP)

Payback period (PP) merupakan periode waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan biaya yang telah diinvestasikan. Perhitungan periode

menggunakan perbandingan antara modal dengan keuntungan yang diperoleh

selama 1 tahun (Boesono et al., 2011). Tingkat pengembalian modal usaha

dikategorikan cepat jika nilai PP kurang dari 3 tahun. Usaha penangkapn lobster

menggunakan alat tangkap krendet di Desa Kalak, Pacitan diperoleh nilai PP 0,15

tahun atau kurang dari satu tahun. Hal ini berarti nelayan dapat mengembalikan

modal usaha dalam waktu kurang dari satu tahun. Adapun rincian perhitungannya

sebagai berikut :

= Investasi / Arus Kas


= Rp. 1.818.000 / Rp. 12.264.810
PP
= 0,15 Tahun
= 2 Bulan

d) Break Event Point (BEP)

Break event point merupakan titik impas yang diartikan sebagai suatu

keadaan yang menggambarkan keuntungan usaha yang diperoleh tidak

mengalami kerugian dan juga keuntungan. Pada keadaan tersebut keuntungan

dan kerugian adalah 0 (Hasnidar et al., 2017). Nilai titik impas akan diperoleh pada

hasil tangkapan 53,5 kilogram dengan harga Rp. 275.000 per kilogramnya atau

setara Rp. 1.473.410. Berikut ini merupakan rincian perhitungannya.


86

𝐹𝐶
BEP = 𝑉𝐶
1− 𝑆

𝑅𝑝. 909.000
= 𝑅𝑝. 430.000
1−
𝑅𝑝. 11.355.810

= Rp. 1.473.410
Atau 53,5 Kg

Adapun gambar yang menunjukkan grafik titik impas usaha penangkapan

lobster yaitu sebagai berikut :

25000000
Hasil Penangkapan

20000000

15000000

10000000
BEP
5000000

0
0 5 10 15
Bulan penangkapan

B. Operasional H. Tangkapan
Gambar 35. Grafik Break Even Point (Titik Impas) Usaha Penangkapan Lobser.

Titik impas usaha penangkapan lobster akan bertemu jika biaya

operasional dan hasil tangkapan setara dengan jumlah pendapatan memperoleh

Rp. 1.473.410 atau setara dengan jumlah hasil tangkapan 53,5 Kg dengan harga

275.000/kg, untuk hasil tangkapan selebihnya merupakan hasil keuntungan dari

usaha penangkapan lobster. Selanjutnya dari hasil perhitungan periode waktu

yang diperlukan untuk mengembalikan biaya yang telah diinvestasikan sekitar 2

bulan atau kurang dari satu tahun.


BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang berjudul pengaruh

perbedaan jenis umpan pada alat tangkap krendet (Trap Net) terhadap hasil

tangkapan lobster (Panulirus sp) di Desa Kalak Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan yaitu sebagai berikut :

1) Terdapat empat spesies selama 27 kali pengulangan dengan 3 jenis umpan

yang berbeda yaitu lobser batu (Panulirus homarus), lobster pasir (Panulirus

penicillatus), rajungan karang (Charybdis erythrodactyla), dan kepiting

plongkor/tambal (Carpilius maculatus). Dimana nilai komposisi hasil tangkapan

lobster batu dan lobster pasir memiliki presentase tertinggi dan berdasarkan

jenis umpan, umpan krungken dan umpan samaran memiliki rata-rata dan

standart deviasi yang tinggi.

2) Berdasarkan uji One-way anova diperoleh nilai Fhitung > Ftabel atau nilai

signifikansi < 0,05 berarti terima H1 tolak H0, sehingga perbedaan umpan

berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, kemudian diuji lanjut dengan uji

BNJ bahwa umpan krungken dan umpan samaran lebih baik daripada umpan

keong sawah untuk menangkap lobster di perairan Karangbolong Kabupaten

Pacitan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian, saran yang didapat

adalah sebagai berikut :


88

1) Penggunaan umpan krungken dan samaran pada penangkapan lobster

sangat dianjurkan karena mendapatkan hasil tangkapan yang lebih

banyak.

2) Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis umpan yang

efektif dan efisien untuk hasil tangkapan lobster, dengan tempat yang

berbeda dan penambahan faktor seperti meshsize, perbedaan waktu

penangkapan, perbedaan lama perendaman yang menyebabkan

terjadinya perbedaan hasil tangkapan serta perbandingan pengoperasian

tanpa dan dengan menggunakan armada.


DAFTAR PUSTAKA

Aji. S.B., Pramonowibowo., dan H. Boesono. 2015. Pengaruh Penggunaan Umpan


dan Lama Perendaman Jaring Keplek (set gill net) Terhadap Hasil
Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) di Pantai Waru Wonogiri. Journal of
Fisheries Resources Utilization Management and technology. Semarang.
4 (2) : 1-8.

Bakhtiar. A., H. Boesono dan Sardiatmo. 2014. Pengaruh Perbedaan Waktu dan
Umpan Penangkapan Lobster (Panulirus sp) dengan Alat Tangkap Krendet
(Trap Net) di Perairan Watukarung Kabupaten Pacitan. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology. Semarang. 3 (3) :
168-175.

Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 1996. Penangkapan Udang Barong


dengan Menggunakan Krendet dan Gill net (Jarig Insang) Lobster. Paket
Teknologi Penangkapan. Semarang.

Baskoro. M. S dan A. A.Taurusman. 2011. Tingkah Laku Ikan Hubungannya


dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Edisi 1. CV Lubuk Agung.
Bandung.

Boesono. H., S. Anggoro dan A. N. Bambang. 2011. Laju Tangkap dan Analisis
Usaha Penangkapan Loster (Panulirus sp) dengan Jaring Lobster (Gillnet
monofilament) di Perairan Kabupaten Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan.
Semarang. 7 (1) : 77-87.

Bouchet. P. 2013. Worms Taxon Details.


http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=737456.
Diakses pada tanggal 10 Maret 2018 pada pukul 9.00 WIB.

Carpenter K. E dan V. H. Niem. 1998b. The Living Marine Resources Of The


Western Central Pacific Volume 2 Cephalopods, Crustaceans,
Holothurians and Shark. FAO Spesies Identification Guide For Fieshery
Purposes. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.

____________. 2002. The Living Marine Resources Of The Western Central


Atlantic Volume 1 Introduction, Molluscs, Crustaceans, Hagfishes, Sharks,
Batoid Fishes and Chimaeras. Food And Agriculture Organization Of The
United Nations. Rome.

Dinas Perikanan dan Kelautan. 2017. Laporan Statistik Perikanan Tangkap


Kabupaten Pacitan. Pacitan.

Dinas Perikanan Daerah Unit Pembinaan Penangkapan Ikan. 1996. Jenis-Jenis


dan Desain Alat Penangkap Ikan Di Jawa Timur. Pemerintah Provinsi
Daerah Tingkat I Jawa Timur. Probolinggo.

Diniah dan A. Lesmana. 2004. Dua Konstruksi Krendet yang Berbeda dalam
Pemanfaatan Sumberdaya Spiny Lobster. Bogor : 104-109.
90

Fauzi. M., A. P. Prasetyo., I. T. Hargiyatno., F. Satria dan A. A. Utama. 2013.


Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Lobster Batu (Panulirus
penicillatus) Di Perairan Selatan Gunung Kidul dan Pacitan. Bawal. 5 (2) :
97-102.

Fauzi. S., Partosuwiryo., Sugiono dan M. Basuki. 2006. Petunjuk Pembuatan dan
Pengoperasian Krendet. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan Dan
Perikanan. Semarang.

Febrianti. L. 2000. Pengaruh Umpan Pikatan Kulit Hewan (Kulit Sapi dan Kulit
Kambing Terhadap Hasil Tangkapan Menggunakan Krendet dan Tingkah
Laku Mencari Makan Udang Karang (Lobster) Di Perairan Baron
Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. FPIK IPB.
Bogor.

Handi. A. S dan E. Bahruddin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam


Pendidikan. Deepublish. Yogyakarta.

Hasnidar., T. M. Nur dan Elfiana. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Hias Di
Gampong Paya Cut Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Jurnal S.
Pertanian. Aceh. 1 (2) : 97-105.

Hidayat. A. 2012. Penjelasan Lengkap Anova Sebagai Analisis Statistik.


https://www.statistikian.com/2017/06/anova-sebagai-analisis-statistik.html.
Di akses pada tanggal 16 Desember 2017 pada pukul 21.46 WIB.

___________. 2013. Penjelasan Tentang Uji Normalitas dan Metode Perhitungan.


https://www.statistikian.com/2013/01/uji-normalitas.html. Diakses pada
tanggal 16 Desember 2017 pada pukul 21.25 WIB.

Irfannur., R. I. Wahju dan M. Riyanto. 2017. Komposisi Hasil Tangkapan dan


Ukuran Lobster dengan Jaring Insang Di Perairan Kabupaten Aceh Jaya.
Albacor.1 (2) : 211-223.

Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-
Dimensi Kerja Karyawan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Jayanto. B. B., A. Rosyid., H. Boesono dan F. Kurohman. 2015. Pengaruh


Pemberian Warna Pada Bingkai dan Badan Jaring Krendet Terhadap Hasil
Tangkapan Lobster Di Perairan Wonogiri. Journal of Fsiheries Science and
Technology. Semarang. 10 (2) : 68-73.

Kadji. Y. 2016. Metode Penelitian Ilmu Administrasi. CV Budi Utama. Yogyakarta.

Kanna. I. 2006. Lobster (Penangkapan, Pembenihan, Pembesaran). Kanisius.


Yogyakarta.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik indonesia. 2010. Tentang


Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia Nomor Kep.6/Men/2010.
91

Khikmawati. L. T., S. Martasuganda dan F. A. Sondita. 2017. Hang-in Ratio Dasar


dan Pengaruhnya Terhadap Karakteristik Hasil Tangkapan Lobster
(Panulirus SPP.) Di Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Marine Fisheries. IPB.
Bogor. 8 (2) : 175-186.

_____________., H. Boesono dan Sardiyatmo. 2015. Pengaruh Perbedaan Lama


Pengoperasian dan Kemiringan Dinding Bubu Terhadap Hasil Tangkapan
Lobster (Panulirus sp) Di Perairan Argopeni Kabupaten Kebumen. Journal
of Fsiheries Science and Technology. Semarang. 4 (2) : 83-92.

Kusuma. R. D., Asriyanto dan Sardiyanto. 2012. Pengaruh Kedalaman dan Umpan
Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) dengan Jaring
Lobster (Bottom gill net monofilament) Di Perairan Agropeni Kabupaten
Kebumen. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology. Semarang. 1 (1) : 11-21.

Moleong. L. J. 1999. Metode Penelitian. PT Remaja Rosda Karya. Bandung.

Mubin. A. F., H. Boesono dan Sardiyatno. 2013. Perbedaan Bentuk Krendet dan
Lama Perendaman Terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus sp.) Di
Perairan Cilacap. Journal of Fisheries Resources Utilization Management
and Technology. Semarang. 2 (2) : 27-34.

Musbir., Sudirman dan M. Palo. 2014. Penggunaan Atraktor Buatan Yang Ramah
Lingkungan dalam Pemanenan Anakan udang Lobster Laut (Panulirus
spp). Jurnal IPTEKS PSP. FIKP UNHAS. Makasar. 1 (2) : 95-102.

Nasution. M. A. 2014. Metode Research (Penelitian Ilmiah). PT Bumi Aksara.


Jakarta.

Nawari. Analisis Statistik dengan Ms. Excel 2007 dan SPSS 17. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.

National Institude Of Oceanography.


http://www.nio.org/userfiles/file/brachyuran/carpilius_maculatus.html.
Diakses pada tanggal 19 mei 2018 pukul 13.21 WIB.

Pemerintah Kabupaten Pacitan. 2018. Kondisi Fisik Wilayah Pacitan.


http://pacitankab.go.id/geografis/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018
pukul 20.00 WIB.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2016. Tentang


Larangan Penangkapan dan / atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.),
Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) Dari Wilayah Negara
Republik Indonesia. Nomor 56 / PERMEN-KP 2016.

Poupin. J dan M. Juncker. 2010. A Guide to the Decapod Crustaceans of the South
Pacific. Secretariat of the Pacific Community, Noumea, New Caledonia.

Pratiwi, R. 2018. Keakaragaman dan Potensi Lobster (Malacostraca : Palinuridae)


Di Pantai Pameungpeuk, Garut Selatan, Jawa Barat. Biosfera. Jakarta. 35
(1) : 10-22.
92

Priyatno, D. 2016. Belajar Alat Analisis Data dan Cara Pengolahannya dengan
SPSS. Yogyakarta. Gava Media.

Rahman. F., Asriyanto dan Pramonowibowo. 2015. Pengaruh Perbedaan Jenis


Umpan dan Lama Perendaman Bubu Terhadap Hasil Tangkapan Lobster
(Panulirus sp.) Di Perairan Argopeni Kabupaten Kebumen. Journal of
Fisheries Resources Utilization Management and Technology. Semarang.
4 (3) : 47-56.

Rini. N. P., T. D. Hapsari an Sardiyatno. 2017. Kelayakan Finansial Unit Usaha


Penangkapan Multigear (Jaring Rampus dan Jaring Udang) di Pelabuhan
Perikanan Pantai Tawang Kabupaten Kendal. Jurnal Saintek Perikanan.
Semarang. 12 (2) : 124-133.

Riyanto. M., A. Purbayanto dan B. Wiryawan. 2011. Efektivitas Penangkapan Ikan


Kerapu Macan (Epinephelus fuzcoguttatus) dengan Bubu Menggunakan
Umpan Buatan. Bogor : 21-32.

Rizki, W. 2015. Perikanan Lobster Laut. Panduan Penangkapan dan Penanganan.


Edisi 1. Jakarta Selatan. 38 hlm.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi SPSS. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.

Saprani., I. Mahyudin dan E. Agusliani. 2016. Kajian Program Kegiatan


Penyediaan dan Rehalibitasi Sarana dan Prasarana Produksi Perikanan
Tangkap Terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan Di Kabupaten
Tanah Laut Kalimantan Selatan. Enviro Scienteae. Kalimantan Selatan. 12
(2) : 104-112.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius.


Yogyakarta.

Sobari. M. P., Diniah dan D. I. Widiarso. 2008. Analisis “Maximum Sustainable


Yield” dan Maximum Ekonomic Yield” Menggunakan Bio-Ekonomik Model
Statis Gordon-Schaefer Dari Penangkapan Spiny Lobster Di Wonogiri.
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15 (1) : 35-40.

Sudjradjat, A. 2015. Budidaya 26 Komoditas Laut Unggul Edisi Revisi. Jakarta.


Penebar Swadaya. 188 hlm.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Tindakan Komprehensif (Untuk Perbaikan


Kinerja dan Pengembangan Ilmu Tindakan). PT Alfabeta. Bandung.

Susaniati. W., A. F. P. Nelwan dan M. Kurnia. 2013. Produktivitas Penangkapan


Ikan Bagan Tancap yang Berbeda Jarak dari Pantai di Perairan Kabupaten
Jeneponto. Jurnal Akuatika. Makasar. 4 (1) : 68-79.

Zulkarnain. 2012. Rancang Bangun Bubu Lipat Modifikasi dan Penggunaan


Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Umpan Alternatif Untuk
Penangkapan Lobster. Disertasi IPB. Bogor.
93

________., M. S. Baskoro., S. Martasuganda dan D. Monintja. 2011.


Pengembangan Desain Bubu Yang Efektif. Buletin PSP. IPB. Bogor. 19 (2)
: 45-57.

Anda mungkin juga menyukai