Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

EKONOMI PERIKANAN

KURVA SCHAEFER

Nama : ERWIN

NIM : G1E114042

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2017
Model Gordon-Schaefer dan Model Fox

Model Gordon-Schaefer boleh dikatakan sebagai salah satu model awal pengembangan
model bioekonomi. Meskipun tidak lepas dari kritikan, namun model ini banyak menjadi
landasan bagi pengembangan model bioekonomi lainnya.

Model Gordon-Schaefer dikembangkan oleh Schaefer yang menggunakan fungsi


pertumbuhan logistik yang dikembangkan oleh Gordon. Model fungsi pertumbuhan logistik
tersebut dikombinasikan dengan prinsip ekonomi, terutama konsep maksimisasi profit.
Dalam model Gordon-Schaefer pendekatan statik dipergunakan tiga kondisi keseimbangan,
yaitu: (1) maximum sustainable yield atau MSY, (2) maximum economic yield atau MEY dan
(3) open access equilibrium (OAE).

Selain model Gordon-Schaefer, juga terdapat model Fox yang banyak dipergunakan dalam
analisis bioekonomi. Dalam beberapa literatur memang model Schaefer dan model Fox
direkomendasikan dalam pengkajian MSY, dimana selanjutnya dapat ditindak-lanjuti dengan
analisis bioekonomi dengan memasukkan prinsip-prinsip ekonomi dalam pemodelan
lanjutan.

Pada model Fox, diperhitungkan adanya decreasing rate upaya penangkapan. Hal itu
berbeda pada model Gordon-Schaefer karena asumsi decreasing rate upaya diabaikan atau
menggunakan asumsi constant rate upaya penangkapan. Tingkat decreasing rate
penangkapan dapat dilihat pada besarnya betha. Apabila betha sama dengan 1, maka tidak
terjadi decreasing rate upaya penangkapan seperti pada model Gordon-Schaefer.
Sedangkan pada model Fox, betha tidak sama dengan 1.

Dalam model Fox pendekatan statik, juga dapat dilakukan dengan menggunakan tiga
kondisi seperti pada model Gordon-Schaefer, yaitu MSY, MEY dan open access. Namun,
melihat fungsi matematisnya maka boleh dikatakan model Fox lebih rumit karena hubungan
antara CPUE dan E tidak bersifat linier seperti pada model Gordon-Schaefer. Kurva C dan E
antara model Gordon-Schaefer dan Model Fox memiliki perbedaan. Kalau pada model
Gordon-Schaefer, kurva C-E berbentuk parabolik simetris, namun pada model Fox tidak
simetris.

Demikian pula kurva TR, TC, Keuntungan dan E antara model Gordon-Schaefer dan model
Fox juga memiliki perbedaan. Pada banyak kasus, level MSY antara model Fox dan model
Gordon-Schaefer relatif tidak jauh berbeda. Namun, level OAE antara model Fox dan
Gordon-Schaefer dapat jauh berbeda dipengaruhi tingkat decreasing rate upaya
penangkapan. Apabila decreasing rate upaya penangkapan mendekati nol (atau mendekati
konstan), maka antara model Fox dan model Gordon-Schaefer akan hampir sama atau
berhimpit kurvanya.

Model Copes

Bioekonomi yang dikembangkan oleh Parvival Copes menggunakan pendekatan output,


yaitu produksi atau yield. Bioekonomi model Copes mengadopsi konsep surplus ekonomi.
Dalam ilmu ekonomi, surplus ekonomi dapat ditelusuri setelah mengetahui kurva penawaran
dan permintaan. Terdapat dua jenis surplus ekonomi, yaitu surplus produsen (producer
surplus) dan surplus konsumen (consumer surplus).

Total dari surplus ekonomi adalah surplus konsumen ditambah surplus produsen. Surplus
konsumen adalah selisih antara jumlah yang konsumen bersedia bayar (willingness to pay)
dengan yang harus dibayar. Sedangkan surplus produsen adalah selisih jumlah yang
diterima (harga berlaku) dengan jumlah yang diharapkan.

Model Copes berbeda asumsi dengan model Gordon-Schaefer yang merupakan model awal
pengembangan bioekonomi perikanan. Dalam model Gordon-Schaefer, harga per unit
output diasumsikan konstan. Sedangkan dalam model Copes, harga per unit output dapat
mengalami fluktuasi.
Pada sisi konsumen, yaitu kurva permintaan, semakin tinggi harga ikan, maka permintaan
terhadap ikan semakin sedikit. Hal itu disebabkan adanya kendala anggaran, dimana
kenaikan harga akan diikuti penurunan daya beli konsumen. Sebaliknya, pada sisi produsen
(nelayan), yaitu kurva penawaran, kenaikan harga akan cenderung menaikkan upaya
penangkapan.

Namun, hubungan upaya penangkapan dan produksi dalam perikanan tangkap tidak
bersifat linier. Dalam kondisi underfishing, peningkatan upaya penangkapan akan
meningkatkan produksi (hubungan positif). Namun pada kondisi overfishing, peningkatan
upaya penangkapan justru menyebabkan penurunan hasil tangkapan (hubungan negatif).

Terdapat dua kondisi ekstrim sumberdaya, yaitu kondisi akses terbuka dan kondisi
kepemilikan tunggal. Dalam kondisi akses terbuka (open access), kepemilikan sumberdaya
tidak jelas, artinya tidak ada satu pihak yang mampu mengatur pengelolaan sumberdaya
dimana setiap pihak dapat memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan kepentingan dan
kemauan mereka. Kondisi ini akan menyebabkan pemanfaatan sumberdaya menjadi tidak
terkontrol.

Sedangkan kondisi kepemilikan tunggal (sole ownership), terdapat satu pihak yang memiliki
otoritas dalam pengaturan sumberdaya. Biasanya otoritas tersebut dimiliki oleh pemerintah,
atau dapat dilimpahkan kepada pihak swasta atau lembaga komunitas. Dengan demikian,
akses terhadap sumberdaya bersifat terbatas, yaitu hanya kepada pihak yang memiliki ijin
dan tingkat pemanfaatannya dapat dikendalikan untuk kepentingan jangka panjang.

Pada kondisi akses terbuka, peningkatan harga pada awalnya menyebabkan peningkatan
produksi sampai mencapai titik puncak, selanjutnya mengalami penurunan. Titik puncak
tersebut terjadi pada saat mencapai level maximum sustainable yield (MSY). Sedangkan
pada kondisi kepemilikan tunggal, pemanfaatan sumberdaya dikontrol tidak melebihi level
MSY, sehingga peningkatan harga ikan akan meningkatkan produksi yang tetap terkontrol
tidak melebihi level MSY.
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

Wilayah perairan Indonesia yang demikian luas menyebabkan perlu adanya pembagian
wilayah pengelolaan perikanan. Dengan pembagian wilayah ini, diharapkan proses
pengelolaan dan pengontrolan sumberdaya perikanan dapat berjalan secara lebih optimal.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) membagi wilayah perairan Indonesia menjadi
11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu:

1. Pantai Barat Sumatera, yaitu meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD),
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung.
2. Pantai Selatan Jawa, yaitu meliputi propinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
3. Pantai Selat Malaka, yaitu meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera
Utara, Riau dan Kepulauan Riau.
4. Pantai Timur Sumatera, yaitu meliputi propinsi Jambi, Sumatera Selatan, Kep
Bangka Belitung dan Lampung.
5. Pantai Utara Jawa, yaitu meliputi propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
6. Pantai Bali dan Nusa Tenggara, yaitu meliputi propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur.
7. Pantai Selatan dan Barat Kalimantan, yaitu meliputi propinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah.
8. Pantai Timur Kalimantan, yaitu meliputi propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur.
9. Pantai Selatan Sulawesi, yaitu meliputi propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tenggara.
10. Pantai Utara Sulawesi, yaitu meliputi propinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan
Sulawesi Tengah.
11. Pantai Maluku-Papua, yaitu meliputi propinsi Maluku, Maluku Utara dan Papua.

Perikanan

Perikanan adalah ilmu yang mempelajari sifat, karakeritik dan pengelolaan sumberdaya
ikan. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Perikanan, pengertian dari
perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra-produksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
perikanan. Yang dimaksud sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan yaitu segala
jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam
lingkungan perairan. Dalam statistik perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah
kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pembudidayaan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air, serta pasca panen ikan.

Terdapat tiga elemen penting dalam perikanan, yaitu: (1) sumberdaya ikan itu sendiri, (2)
lingkungan perairan, serta (3) manusia. Sesuai dengan paparan di atas, sumberdaya ikan
adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di
dalam lingkungan perairan, diantaranya adalah ikan, kepiting, udang, rajungan, rumput laut,
kerang, dsb. Sedangkan lingkungan perairan sangat menentukan kelangsungan hidup,
regenerasi dan pertumbuhan sumberdaya ikan, baik faktor fisika, biologi maupun kimia.
Faktor fisika yang mempengaruhi antara lain suhu, tekanan (pressure), kepadatan air
(density), suara (sound), cahaya, dsb. Faktor kimia antara lain kandungan yang terlarut
dalam air, misalnya oksigen, nitrogen, karbondioksida, salinitas, serta nutrien perairan (Ca,
Mg, Zn, Fe, Mn, dsb). Sedangkan faktor biologi antara lain adanya predator, kompetitor
maupun makanan alami.

Manusia dalam perikanan memegang peranan sentral. Tanpa campur tangan manusia,
maka sumberdaya alam berada dalam posisi keseimbangan, namun minim dalam
memberikan benefit ekonomi bagi manusia. Dengan campur tangan manusia yang
bijaksana, maka sumberdaya alam akan memberikan benefit yang lebih optimal yang
bersifat jangka panjang karena kelestariannya terjaga. Penurun stok sumberdaya ikan
diantaranya disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan sehingga pemulihan stok dapat
dilakukan manakala tekanan terhadap sumberdaya (fishing pressure) dikurangi.

Overfishing

Masalah overfishing menjadi momok bagi perikanan tangkap dunia. Sebagian perairan di
dunia telah mengalami overfishing. Demikian pula sebagian perairan di Indonesia yang juga
telah mengalami overfishing.

Selama ini, produksi perikanan dunia masih didominasi oleh perikanan laut. Tercatat pada
tahun 2003, produksi perikanan darat dunia sebesar 34,2 juta ton, sedangkan produksi
perikanan laut dunia mencapai 98 juta ton. Pada tahun yang sama, produksi terbesar
perikanan laut dunia berasal dari perikanan tangkap, yaitu 81,3 juta ton, sedangkan
perikanan budidaya sekitar 16,7 juta ton.

Overfishing atau penangkapan berlebih merupakan kondisi dimana tingkat pemanfaatan


sumberdaya ikan melebihi batasan yang ditetapkan sehingga dapat menyebabkan
penurunan stok (deplesi) sumberdaya ikan. Beberapa penelitian dan publikasi memaparkan
adanya ancaman fenomena overfishing. Jurnal Science edisi November 2006 menjelaskan
bahwa sekitar sepertiga (1/3) stok sumberdaya perikanan tangkap dunia berada dalam
kondisi memprihatinkan. FAO dalam FAO State of World Fisheries and Aquaculture 2004
melaporkan bahwa ada tahun 2003 sekitar seperempat (1/4) stok sumberdaya ikan dunia
berada dalam kondisi overexploited, deplesi atau sedang mengalami recovery dari kondisi
deplesi dan perlu dibangun kembali.
Beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi ini di
antaranya adalah: waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan
menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang
kemudian diikuti produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip atau CPUE) yang
menurun, ukuran ikan sasaran yang semakin kecil, dan biaya penangkapan (operasional)
yang semakin meningkat.Berbicara terminologi overfishing, Terdapat empat jenis
overfishing, yaitu:

1. Growth overfishing

Growth overfishing atau jenis overfishing pertumbuhan terjadi apabila sumberdaya ikan
ditangkap sebelum sempat tumbuh mencapai ukuran tertentu di mana peningkatan lebih
lanjut dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang
diakibatkan oleh mortalitas alami (misalnya pemangsaan). Growth overfishing dapat dilihat
apabila ikan yang tertangkap adalah ikan bukan pada ukuran konsumsi. Pencegahan growth
overfishing dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya pembatasan upaya
penangkapan, pengaturan ukuran mata jaring dan penutupan musim atau daerah
penangkapan.

2. Recruitment overfishing

Recruitment overfishing atau jenis overfishing rekrutmen terjadi ketika kegiatan


penangkapan telah menyebabkan stok sumberdaya kekurangan induk. Oleh karena itu,
perlu proteksi terhadap induk agar proses rekrutmen atau regenerasi sumberdaya ikan tidak
terganggu.

3. Biological overfishing

Biological overfishing atau jenis overfishing biologi merupakan kombinasi antara growth
overfishing dan recruitment overfishing. Biological overfishing terjadi ketika tingkat upaya
penangkapan dalam suatu perikanan telah melampaui tingkat yang diperlukan untuk
menghasilkan MSY.

4. Economic overfishing

Eonomic overfishing atau jenis overfishing ekonomi terjadi ketika tingkat upaya
penangkapan telah melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MEY. Tingkat
upaya pemanfaatan pada level MEY menghasilkan keuntungan yang optimal. Tingkat upaya
penangkapan pada level MEY lebih kecil daripada tingkat upaya MSY. Tingkat produksi
pada level MEY juga lebih kecil daripada tingkat produksi pada level MSY, namun tingkat
keuntungan pada level MEY justru lebih besar dari keuntungan pada level MSY. Hal ini
menunjukkan bahwa pada level MEY, tingkat upaya penangkapan berada pada level paling
efisien.

5. Ecosystem overfishing
Ecosystem overfishing atau jenis overfishing ekosistem terjadi ketika kegiatan
penangkapan telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem, dimana terdapat jenis
stok sumberdaya ikan tertentu menghilang atau menjadi langka. Biasanya ecosystem
overfishing mengakibatkan adanya transisi dari ikan bernilai ekonomi tinggi berukuran besar
kepada ikan kurang bernilai ekonomi berukuran kecil, dan akhirnya kepada ikan rucah (trash
fish) dan/atau invertebrata non komersial seperti ubur-ubur.

6. Malthusian overfishing

Malthusian overfishing merupakan overfishing yang terkait dengan masalah


pertumbuhan penduduk. Malthusian overfishing atau jenis overfishing malthusian
merupakan istilah yang dipergunakan untuk mengungkapkan masuknya tenaga kerja yang
tergusur dari berbagai aktivitas berbasis darat (land-based activities) ke dalam perikanan
pantai dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya terjadi peningkatan kompetisi dengan
nelayan tradisional yang telah ada. Seringkali cara-cara penangkapan yang dipergunakan
menggunakan cara-cara penangkapan yang bersifat merusak, seperti penggunaan dinamit
untuk ikan-ikan pelagis, sianida untuk ikan-ikan di terumbu karang, dsb.

Bagaimana dengan kondisi sumberdaya ikan di Indonesia? Kondisi sumberdaya ikan


nasional pada saat ini cenderung memprihatinkan. Banyak stok sumberdaya ikan di
beberapa daerah yang telah melebihi kapasitas daya tangkap. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan sumberdaya ikan di tanah air belum optimal dalam menjaga kelestarian
sumberdaya ikan.

Nelayan

1. Nelayan adalah pelaku perikanan tangkap. Nelayan adalah orang atau komunitas yang
secara keseluruhan atau sebagian hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap ikan.
Terdapat empat jenis nelayan, yaitu:
2. Nelayan subsisten atau subsistence fishers, yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya
untuk memenuhi kebutuhan sendiri (konsumsi), bukan untuk dijual.
3. Nelayan asli atau native/indigenous/aboriginal fishers, yaitu nelayan yang memiliki
karakteristik seperti nelayan subsisten, namun juga melakukan penangkapan ikan untuk
kepentingan komersial walaupun dalam skala sangat kecil.
4. Nelayan rekreasi atau recreational/sport fishers, yaitu orang yang menangkap ikan
untuk penyaluran hobi dan olahraga.
5. Nelayan komersial atau commercial fishers, yaitu nelayan yang menangkap ikan untuk
tujuan komersial. Nelayan komersial ini dibagi menjadi dua, yaitu nelayan skala besar
dan skala kecil.

MSY, MEY dan OAE


MSY atau maximum sustainable yield adalah hasil tangkapan terbesar yang dapat
dihasilkan suatu stok sumberdaya perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model
populasi ikan yang dianggap sebagai suatu unit tunggal. Pada prinsipnya, sumberdaya ikan
memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus),
sehingga apabila surplus tersebut dipanen, maka ikan akan mampu bertahan secara
berkesinambungan. Apabila level produksi surplus yang dipanen, maka tidak akan
mengganggu kelestarian stok sumberdaya ikan. Namun, konsep MSY tidak lepas dari
kritikan para ilmuwan. Kritik terhadap MSY antara lain adalah:

1. Tidak bersifat stabil.


2. Didasarkan hanya pada konsep steady state, yaitu pada kondisi keseimbangan.
3. Tidak memperhitungkan nilai ekonomi.
4. Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya.
5. Sulit diterapkan pada kondisi perikanan yang memiliki ragam jenis (multispecies).

Keuntungan optimal tidak terjadi pada saat MSY. Keuntungan optimal terjadi pada saat
maximum economic yield (MEY), dimana marginal revenue (MR) adalah sama dengan
marginal cost (MC). Hal itu sesuai dengan prinsip maksimisasi profit atau keuntungan.

Meskipun hasil tangkapan pada level MSY adalah maksimal, namun keuntungan tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor produksi dan penerimaan, tetapi juga dipengaruhi oleh biaya.
Prinsip efektifitas dan efisiensi perlu dipadukan. Produksi dan penerimaan terkait dengan
prinsip efektifitas, sedangkan biaya atau pengeluaran terkait dengan prinsip efisiensi. Pada
level MEY, produksi berada pada level optimal secara ekonomi, dimana walaupun
produksinya tidak maksimal, namun masih relatif tinggi dan pengeluarannya efisien
sehingga keuntungannya tertinggi.

Kondisi open access equilibrium (OAE) atau keseimbangan akses terbuka terjadi pada saat
sumberdaya perikanan bersifat open acces. Pada saat kondisi tidak ada hambatan masuk
(entry) dan hambatan upaya (effort), maka akan dapat mengakibatkan pemanfaatan
sumberdaya ikan menuju break even point (BEP), dimana total revenue (TR) sama dengan
total cost (TC).
Selama kegiatan penangkapan menguntungkan, maka akan mendorong orang untuk
melakukan peningkatan kegiatan penangkapan. Namun, sumberdaya ikan memiliki
keterbatasan dalam daya regenerasi. Oleh karena itu, apabila tingkat penangkapan melebihi
level MSY, maka peningkatan upaya penangkapan justru menyebabkan penurunan
produksi. Apabila menggunakan asumsi harga dan biaya konstan, maka terjadi transisi
kegiatan penangkapan yang semula menguntungkan, berubah menjadi BEP (break even
point), dimana kalau terus dipaksakan maka justru menyebabkan kegiatan penangkapan
berada pada kondisi merugikan, dimana penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran.

Anda mungkin juga menyukai