Anda di halaman 1dari 80

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI UNIT PELAKSANA TEKNIS

(UPT) PELABUHAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN


PERIKANAN BULU KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh :

NUGROHO JAYANTO
NIM. 135080200111070

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI UNIT PELAKSANA TEKNIS
(UPT) PELABUHAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN
PERIKANAN BULU KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan


di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh :

NUGROHO JAYANTO
NIM. 135080200111070

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
SEPTEMBER 2017
JUDUL : KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI UNIT
PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELABUHAN DAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN
PERIKANAN BULU KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR

NAMA MAHASISWA : NUGROHO JAYANTO

NIM : 135080200111070

PROGRAM STUDI : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : IR. MARTINUS, MP

Pembimbing 2 : IR. SUKANDAR, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Dosen Penguji 1 : DR. IR. TRI DJOKO LELONO, M.Si

Dosen Penguji 2 : DR. ENG. ABU BAKAR SAMBAH, S.Pi., MT

Tanggal Ujian : 28 September 2017


PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain kecuali yang ditulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, September 2017

Mahasiswa

Nugroho Jayanto

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas karunia dan kesehatan yang diberikan selama ini sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Kedua Orang Tua saya, Bapak Suparjo dan Ibu Zulaika.

3. Bapak Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP selaku Ketua Jurusan PSPK.

4. Bapak Sunardi, ST., MT selaku Ketua Program Studi PSP.

5. Bapak Ir. Martinus, MP selaku Dosen Pembimbing 1.

6. Bapak Ir. Sukandar, MP selaku Dosen Pembimbing 2.

7. Bapak Dr. Ir. Tri Djoko Lelono, M.Si selaku Dosen Penguji 1.

8. Bapak Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi., MT selaku Dosen Penguji 2.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya Malang.

10. Pimpinan dan Staf Karyawan UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban.

11. Pemilik kapal, nelayan/ABK, dan agen/penjual hasil tangkapan cantrang di

Bulu, Kabupaten Tuban.

12. Seluruh keluarga besar PSP 2013 dan teman-teman yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu.

ii
RINGKASAN

NUGROHO JAYANTO. Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Unit Pelaksana


Teknis (UPT) Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Bulu Kabupaten Tuban Jawa Timur. (Dibawah bimbingan Ir. Martinus, MP dan
Ir. Sukandar, MP).

Salah satu pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Tuban adalah


pada kegiatan perikanan tangkap. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan dan
Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban
diharapkan dapat menunjang tercapainya pembangunan sektor perikanan di
Bulu, Kabupaten Tuban. Ada beberapa jenis alat tangkap di Bulu, Kabupaten
Tuban yang dioperasikan di pesisir pantai utara, salah satunya adalah cantrang.
Cantrang merupakan alat tangkap yang secara garis besar terdiri dari bagian
sayap, badan dan kantong yang digunakan untuk menangkap ikan demersal.
Salah satu sumberdaya perikanan unggulan yang ada di Bulu, Kabupaten Tuban
ialah Ikan-ikan demersal. Kekayaan jenis hasil tangkapan di Bulu, Kabupaten
Tuban belum diketahui dengan baik, dimana kurangnya data-data mengenai
komposisi spesies penyusun hasil tangkapan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai komposisi hasil tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten
Tuban.
Tujuan dari penelitian ialah mengetahui apa saja spesies hasil tangkapan
cantrang, mengetahui komposisi hasil tangkapan cantrang, mengetahui
keanekaragaman dan keseragaman spesies hasil tangkapan cantrang yang
didaratkan di UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan Bulu Kabupaten Tuban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
survey. Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung guna mendapatkan keterangan yang jelas terhadap suatu masalah
dalam penelitian di Bulu, Kabupaten Tuban. Data yang digunakan meliputi data
primer dan data sekunder. Metode analisis dilakukan dengan bantuan software
Microsoft Excel yang berfungsi untuk menghitung komposisi spesies, analisis
keanekaragaman (H’), analisis keseragaman (E) dan aplikasi SPSS (Statistical
Product and Service Solution) menggunakan analisis uji One-Way ANOVA
digunakan untuk menghitung perbedaan berat antar spesies.
Cantrang di Bulu Kabupaten Tuban merupakan alat tangkap yang terdiri
dari bagian utama yaitu sayap, badan serta kantong. Cantrang tidak dilengkapi
alat pembuka mulut jaring, berupa papan (otter board) dan untuk penarikan tali
selambar menggunakan gardan dari atas kapal. Cantrang dioperasikan pada
dasar perairan dengan ikan demersal sebagai target penangkapan.
Spesies penyusun terdiri dari 16 spesies ikan, diantaranya ialah ikan
barakuda (Sphyraena forsteri), ikan bawal hitam (Parastromateus niger), ikan
beloso (Harpadon transluscens), ikan biji nangka (Upeneus moluccensis), ikan
buntal (Lagocephalus spadiceus), ikan gulamah (Pennahia anea), ikanhiu bambu
(Chiloscyllium punctatum), ikan kerapu lumpur (Epinephelus coioides), ikan kurisi
(Nemipterus marginatus), ikan kuwe (Carangoides malabaricus), ikan lidah
(Cynoglossus macrolepidotus), ikan pari (Dasyatis zugei), ikan peperek
(Leiognathus splendens), ikan sebelah (Psettodes erumei), ikan selar kuning
(Selaroides leptolepis), dan ikan swanggi (Heteropriacanthus cruentatus).

iii
Nilai persentase spesies terbesar adalah ikan kurisi (Nemipterus
marginatus) sebesar 30,43 %, diikuti ikan swanggi (Heteropriacanthus
cruentatus) sebesar 16,51 %, dan ikan peperek (Leiognathus splendens) sebesar
12,88 %. Sedangkan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu ikan lidah
(Cynoglossus macrolepidotus) hanya sebesar 1,73 %.
Nilai tingkat keanekaragaman jenis spesies pada hasil tangkapan
cantrang sebesar 1,93 yang artinya termasuk kategori keanekaragaman sedang.
Sedangkan nilai tingkat keseragaman jenis spesies pada hasil tangkapan
cantrang sebesar 0,70 yang artinya juga termasuk kategori keseragaman tinggi.

iv
KATA PENGANTAR

Penulis menyajikan laporan penelitian yang berjudul “Komposisi Hasil

Tangkapan Cantrang di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan dan

Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban Jawa

Timur” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Di bawah

bimbingan:

1. Ir. Martinus, MP

2. Ir. Sukandar, MP

Komposisi hasil tangkapan cantrang di UPT. P2SKP Bulu Kabupaten

Tuban. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan infomasi bagi

mahasiswa, pemerintah dan instansi maupun nelayan terkait kondisi perikanan

tangkap di Bulu, Kabupaten Tuban.

Malang, September 2017

Penulis,

v
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................. i

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... ii

RINGKASAN .......................................................................................................iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Kegunaan .............................................................................................. 4
1.5 Jadwal Pelaksanaan .............................................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6


2.1 Definisi Alat Tangkap Cantrang ............................................................. 6
2.2 PERMEN KP No. 2 Tahun 2015 ............................................................ 7
2.3 Konstruksi Cantrang .............................................................................. 7
2.4 Cara Pengoperasian Cantrang .............................................................. 9
2.5 Daerah Penangkapan Cantrang .......................................................... 11
2.6 Kapal Alat Tangkap Cantrang .............................................................. 12
2.7 Hasil Tangkapan Cantrang .................................................................. 13
2.8 Komposisi Hasil Tangkapan ................................................................ 14
2.9 Identifikasi Jenis Ikan........................................................................... 15
2.10 Keanekaragaman ................................................................................ 16
2.11 Keseragaman ...................................................................................... 16

3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 18


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 18
3.2 Materi Penelitian .................................................................................. 18
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 18
3.4 Metode Penelitian ................................................................................ 19
3.5 Metode Pengambilan Data .................................................................. 19
3.5.1 Data Primer .................................................................................. 19
3.5.2 Data Sekunder ............................................................................. 22
3.6 Analisis Data ....................................................................................... 23
3.6.1 Analisis Komposisi Hasil Tangkapan ............................................ 23
3.6.2 Analisis Keanekaragaman ............................................................ 24

vi
3.6.3 Analisis Keseragaman .................................................................. 24
3.6.4 Analisis Variasi Berat Hasil Tangkapan ........................................ 25
3.7 Alur Penelitian ..................................................................................... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 27


4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 27
4.2 Alat Tangkap Cantrang ........................................................................ 28
4.2.1 Konstruksi Cantrang ..................................................................... 28
4.2.2 Kapal Alat Tangkap Cantrang ....................................................... 30
4.2.3 Cara Pengoperasian Cantrang ..................................................... 31
4.3 Identifikasi Jenis Ikan........................................................................... 32
4.4 Hasil Tangkapan Cantrang .................................................................. 55
4.5 Analisis Komposisi Hasil Tangkapan ................................................... 56
4.6 Analisis Variasi Berat Hasil Tangkapan ............................................... 58
4.7 Analisis Keanekaragaman (H’) ............................................................ 59
4.8 Analisis Keseragaman (E) ................................................................... 60

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 62


5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 62
5.2 Saran ................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 64

LAMPIRAN ........................................................................................................ 67

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal kegiatan penelitian ............................................................................... 5


2. Data ukuran alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ...................... 29
3. Data ukuran kapal cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ................................. 30
4. Spesies penyusun hasil tangkapan cantrang ................................................. 55
5. Komposisi (%) hasil tangkapan cantrang ....................................................... 57
6. Hasil uji ANOVA............................................................................................. 58
7. Hasil analisis variasi berat (Kg) antar spesies ................................................ 58
8. Hasil analisis indeks keanekaragaman .......................................................... 59
9. Hasil analisis indeks keseragaman ................................................................ 60

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengukuran mata jaring ................................................................................. 21


2. Kerangka penelitian ....................................................................................... 26
3. Peta lokasi penelitian ..................................................................................... 27
4. Sphyraena forsteri (Cuvier, 1829) .................................................................. 33
5. Parastromateus niger (Bloch, 1795)............................................................... 34
6. Harpadon transluscens (Saville-Kent, 1889) .................................................. 35
7. Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) ........................................................... 37
8. Lagocephalus spadiceus (Richardson, 1844) ................................................ 38
9. Pennahia anea (Bloch, 1793)......................................................................... 39
10. Chiloscyllium punctatum (Muller and Henle, 1838)....................................... 41
11. Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) ........................................................ 42
12. Nemipterus marginatus (Valenciennes, 1830).............................................. 44
13. Carangoides malabaricus (Bloch and Schneider, 1801)............................... 45
14. Cynoglossus macrolepidotus (Bleeker, 1851) .............................................. 46
15. Dasyatis zugei (Muller and Henle, 1841)...................................................... 48
16. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829) ......................................................... 49
17. Psettodes erumei (Bloch and Schneider, 1801) ........................................... 51
18. Selaroides leptolepis (Cuvier, 1833) ............................................................ 52
19. Heteropriacanthus cruentatus (Lacepede, 1801) ......................................... 54
21. Grafik komposisi hasil tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ........ 56

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang (SNI) ......................................... 67


2. Gambar dimensi alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ................ 68
3. Data spesies hasil tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ................ 71
4. Tabel uji lanjut post hoc hasil analisis uji One-Way ANOVA........................... 77
5. Data penciri morfologi per spesies ................................................................. 78
6. ID penciri morfologi ........................................................................................ 79
7. Perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman ................... 87
8. Data statistik produksi ikan kurisi (Nemipterus marginatus) ........................... 88
9. Dokumentasi kegiatan lain ............................................................................. 89

x
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang

mempunyai wilayah perairan laut sepanjang 65 km yang meliputi Kecamatan

Palang, Tuban, Jenu, Tambakboyo dan Bancar. Mata pencaharian masyarakat

pesisir pantai utara pada umumnya bergantung kepada sumberdaya perikanan.

Subsektor perikanan dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk memacu

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tuban. Pengembangan sektor perikanan

dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan

penduduk untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Selain pengembangan

kegiatan perikanan budidaya, salah satu pengembangan sektor perikanan di

Kabupaten Tuban adalah pada kegiatan perikanan tangkap (Ni’mah, 2012).

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban merupakan Unit Pelaksana

Teknis Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Unit Pelaksana

Teknis tersebut diharapkan menjadi pusat kegiatan produksi atau pengelolaan

hasil perikanan, pemasaran, serta mampu mengadakan pembinaan intensif

terutama usaha perikanan tangkap sehingga dapat menunjang tercapainya

pembangunan sektor perikanan di Bulu, Kabupaten Tuban. Ada beberapa jenis

alat tangkap di Bulu, Kabupaten Tuban yang dioperasikan di pesisir pantai utara,

antara lain alat tangkap cantrang, payang, purse seine, gill net, bubu dan

pancing. Cantrang merupakan alat tangkap yang cukup mendominasi setelah

alat tangkap payang dan purse seine (Listiana, 2013).

Alat tangkap cantrang termasuk ke dalam klasifikasi alat tangkap pukat

tarik (seine nets). Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk

1
menangkap ikan demersal yang secara garis besar terdiri dari bagian sayap,

badan dan kantong. Alat tangkap cantrang diindikasikan sebagai alat tangkap

ikan yang kurang ramah lingkungan karena hampir mirip dengan trawl yang

dilarang oleh pemerintah yang menangkap ikan ukuran kecil maupun sedang

matang gonad sehingga dikhawatirkan akan menghambat keberlanjutan

sumberdaya ikan demersal. Dimana salah satu sumberdaya perikanan unggulan

yang ada di Bulu, Kabupaten Tuban ialah Ikan-ikan demersal. Ikan demersal

mempunyai nilai ekonomis tinggi karena cita rasanya khas dan digemari

konsumen. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar perairan (Sudirman,

2008).

Untuk menentukan kekayaan jenis ikan pada wilayah perairan dan tingkat

keanekaragaman sekaligus dominansi hasil tangkapan alat tangkap khususnya

cantrang dapat dilakukan perhitungan komposisi terhadap sumberdaya ikan di

suatu wilayah perairan. Kekayaan jenis hasil tangkapan di Bulu, Kabupaten

Tuban belum diketahui dengan baik, dimana kurangnya data-data mengenai

komposisi spesies penyusun hasil tangkapan. Hal ini dapat mempengaruhi

kondisi perairan dan perkembangan usaha di masyarakat khususnya oleh

nelayan setempat untuk mengetahui potensi sumberdaya perikanan di Bulu,

Kabupaten Tuban. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai

komposisi hasil tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa permasalahan utama yang dapat dirumuskan dalam

penelitian adalah sebagai berikut :

1) Apa saja spesies hasil tangkapan cantrang yang didaratkan di UPT.

Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu

Kabupaten Tuban?

2) Bagaimana komposisi (%) hasil tangkapan cantrang yang didaratkan di UPT.

Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu

Kabupaten Tuban?

3) Bagaimana keanekaragaman dan keseragaman spesies hasil tangkapan

cantrang yang didaratkan di UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1) Mengetahui spesies hasil tangkapan cantrang yang didaratkan di UPT.

Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu

Kabupaten Tuban.

2) Mengetahui komposisi (%) hasil tangkapan cantrang yang didaratkan di UPT.

Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu

Kabupaten Tuban.

3) Mengetahui keanekaragaman dan keseragaman spesies hasil tangkapan

cantrang yang didaratkan di UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban.

3
1.4 Kegunaan

Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai

berikut :

1) Bagi Mahasiswa

Untuk menambah referensi dan pengetahuan tentang spesies penyusun hasil

tangkapan di UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan Bulu Kabupaten Tuban.

2) Bagi Pemerintah dan Instansi Terkait

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan acuan untuk

meningkatkan manajemen pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia

terutama terhadap hasil tangkapan.

3) Bagi Nelayan

Untuk menambah informasi yang terkait dengan hasil tangkapan cantrang

guna mengetahui kondisi perikanan tangkap di Bulu, Kabupaten Tuban.

1.5 Jadwal Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian skripsi ini diawali dengan pengajuan judul dan

pembuatan proposal yang dilaksanakan pada bulan Januari 2017. Untuk

konsultasi proposal pada bulan Februari 2017. Kemudian pelaksanaan skripsi

dan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2017. Setelah pelaksanaan

skripsi dan pengambilan data dilakukan penyusunan laporan dan konsultasi

dimulai bulan April - Mei 2017. Untuk melihat jadwal kegiatan penelitian dapat

dilihat pada tabel 1.

4
Tabel 1. Jadwal kegiatan penelitian
Jenis
Januari Februari Maret April Mei
Kegiatan
Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
Judul
Pembuatan
Proposal
Konsultasi
Proposal
Pelaksanaan
Skripsi
Pengambilan
Data
Penyusunan
Laporan

Keterangan : Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

5
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Alat Tangkap Cantrang

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), alat tangkap cantrang

ialah alat penangkapan ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan

tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari

gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal.

Cantrang merupakan salah satu alat penangkapan ikan dasar dari jenis pukat

tarik yang banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil dan skala menengah,

dengan daerah penangkapan di wilayah seluruh perairan Indonesia. Alat tangkap

cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat tarik berperahu (boat seines) dengan

menggunakan simbol SV dan berkode ISSCFG 02.1.0, sesuai dengan

International Standard Statistical Classification of Fishing Gears - FAO (Food and

Agriculture Organization).

Cantrang merupakan salah satu jenis alat tangkap yang termasuk ke

dalam jenis pukat tarik (seine nets). Alat tangkap ini berfungsi untuk menangkap

sumberdaya ikan demersal yang dioperasikan dengan cara dilingkarkan pada

perairan dan kemudian ditarik ke atas kapal dengan menggunakan tenaga

manusia ataupun bantuan mesin. Berdasarkan bentuknya alat tangkap ini mirip

dengan payang, tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil. Secara konstruksi

cantrang terbuat dari jaring dengan dua panel (seam), memiliki bentuk dan

ukuran sayap yang sama pada dua buah sisinya tanpa dilengkapi alat pembuka

mulut jaring (otter board) (Riyanto, et.al, 2011).

Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan

demersal yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan

pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong,

6
badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dan

pemberat. Di Indonesia cantrang banyak digunakan oleh nelayan pantai utara

Jawa Timur dan Jawa Tengah. Alat tangkap ini juga merupakan alat tangkap

yang modern dan fleksibel, karena alat tangkap ini dapat dioperasikan oleh

semua kalangan nelayan (Subani dan Barus, 1989).

2.2 PERMEN KP No. 2 Tahun 2015

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2015 berisi tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat

hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia. Menimbang bahwa penggunaan alat penangkapan

ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) telah mengakibatkan

menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber

daya ikan, sehingga perlu dilakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan

ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets).

Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud adalah

pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela pertengahan (midwater trawls),

pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls) dan pukat dorong. Sedangkan

alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud terdiri dari

pukat tarik pantai (beach seines) dan pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).

Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagai contoh seperti alat tangkap

dogol (danish seines), scottish seines, pair seines, payang, cantrang, dan

lampara dasar.

2.3 Konstruksi Cantrang

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), menjelaskan bahwa

bagian-bagian dari alat tangkap cantrang terdiri dari sayap/kaki pukat, badan

7
pukat, kantong pukat, danleno, tali ris atas, tali ris bawah, dan tali selambar.

Konstruksi alat tangkap cantrang secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

1) Sayap/kaki pukat (wing) : bagian pukat yang terpanjang dan terletak di ujung

depan pukat tarik cantrang. Sayap pukat terdiri dari sayap panel atas (upper

wing) dan sayap panel bawah (lower wing)

2) Badan pukat (body) : bagian pukat yang terpendek dan terletak di antara

bagian kantong dan bagian sayap pukat

3) Kantong pukat (cod) : bagian pukat yang terletak di ujung belakang dari pukat

tarik cantrang

4) Danleno : kelengkapan pukat tarik cantrang yang berbentuk batang atau

balok kayu/pipa besi atau besi berbentuk segitiga yang dipergunakan sebagai

alat perentang sayap pukat (ke arah vertikal) dan dipasang tegak pada ujung

depan bagian sayap pukat

5) Tali ris atas (head rope) : tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan

menghubungkan kedua sayap pukat bagian panel atas, melalui mulut pukat

bagian atas

6) Tali ris bawah (ground rope) : tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan

menghubungkan kedua sayap pukat bagian panel bawah, melalui mulut

pukat bagian bawah

7) Tali selambar (warp rope) : tali yeng berfungsi sebagai penarik pukat

cantrang ke atas geladak kapal

Menurut Lestariono, et.al (2013), cantrang adalah alat tangkap jenis pukat

kantong yang memiliki sayap yang sama panjangnya, posisi yang sama antara

mulut bagian atas dan bagian bawah. Sedangkan dari bentuknya alat tangkap

tersebut menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Bagian-bagian

cantrang tersebut adalah sayap (wing) berfungsi untuk menghalau ikan agar

masuk ke dalam kantong (bahan dan mesh size : PE dan 6–8 inchi), badan

8
(body) berfungsi untuk mengkonsentrasikan ikan menuju ke kantong (bahan dan

mesh size : PE dan 6–8 inchi), kantong (code end) berfungsi untuk menampung

hasil tangkapan (bahan dan mesh size : PE dan 1 inchi).

Menurut Subani dan Barus (1989), cantrang sudah sejak lama dikenal

oleh nelayan Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Alat tangkap cantrang

tergolong klasifikasi alat tangkap pukat tarik (seine nets). Pada prinsipnya alat

tangkap ini terdiri atas beberapa bagian utama yaitu bagian kantong (cod end),

badan (body), kaki/sayap (wing). Kemudian dilengkapi dengan komponen bagian

penyusun lainnya seperti mulut (mouth), tali ris atas (head rope), tali ris bawah

(ground rope), tali selambar (warp rope), pelampung (float) dan pemberat

(sinker). Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang sangat beragam di berbagai

daerah di perairan pantai utara Jawa, tergantung dari ukuran kekuatan kapal dan

daya motor penggerak kapal. Untuk melihat bentuk baku konstruksi alat tangkap

cantrang dari Badan Standardisasi Nasional dapat dilihat pada lampiran 1.

2.4 Cara Pengoperasian Cantrang

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), adapun cara

pengoperasian cantrang adalah sebagai berikut :

1) Penurunan pukat (setting)

Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan

perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai

dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal

tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh

area sapuan yang luas.

2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)

9
Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal

dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam

kedudukan perahu/kapal bertahan.

Menurut Hapsari, et.al (2014), metode pengoperasian alat tangkap

cantrang secara umum terdiri atas beberapa tahapan yaitu :

1) Tahap persiapan

Sebelum melakukan operasi penangkapan nelayan mempersiapkan

perbekalan dan pengecekan alat-alat yang digunakan. Pada tahap awal nelayan

menentukan daerah penangkapan ikan sesuai dengan daerah yang telah

dilakukan operasi penangkapan sebelumnya (pengalaman) dan berdasarkan

informasi dari kapal lain.

2) Tahap setting

Pelampung tanda diturunkan kemudian tali selambar sisi kanan

diturunkan dengan arah gerakan kapal membentuk lingkaran, jaring diturunkan

diikuti dengan tali selambar sisi kiri mulai diturunkan. Posisi tali selambar sisi

kanan dan sisi kiri sudah berada di gardan yang akan mempermudah untuk

menarik jaring tersebut.

3) Tahap hauling

Setelah proses setting selesai maka tali selambar ditarik dan jaring mulai

diangkat. Setelah itu ikan di sortir sesuai jenis dan ukurannya.

Menurut Aidy (2003), cara pengoperasian alat tangkap cantrang sama

seperti alat tangkap yang menangkap ikan demersal lainnya. Jaring melingkari

area perairan tertentu dan kemudian ditarik. Prinsip pengoperasian cantrang

adalah melingkari area perairan tertentu kemudian jaring ditarik ke kapal. Dengan

demikian ikan yang berada di area perairan tersebut akan masuk ke dalam

jaring. Alat tangkap cantrang akan efektif jika digunakan diperairan dasar yang

10
rata, berlumpur atau berpasir, tidak terdapat karang maupun benda-benda yang

dapat menghalangi jalannya operasi alat penangkapan tersebut.

2.5 Daerah Penangkapan Cantrang

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu wilayah

yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan atau

daerah yang diduga terdapat kawanan ikan. Sulit meramalkan arah dan letak

perpindahan dari suatu daerah penangkapan ikan, karena ikan yang menjadi

tujuan penangkapan berada dalam air dan tidak terlihat dari permukaan air

sedangkan kemampuan mata manusia untuk melihat ke dalam air terbatas.

Salah satu syarat untuk daerah penangkapan yaitu keadaan daerahnya aman,

tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan

(Suheri, 2010).

Menurut Ayodhyoa (1981), syarat-syarat daerah penangkapan bagi alat

tangkap cantrang antara lain adalah perairan berpasir ataupun berlumpur, tidak

berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut

ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan

sebagainya. Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan kedalaman yang

sangat mencolok. Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta

sumber daya yang melimpah.

Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap cantrang hampir

sama dengan trawl. Cantrang dioperasikan pada daerah perairan yang dasarnya

datar dengan substrat berlumpur atau berpasir, tidak berbatu karang dan tidak

terdapat benda-benda yang mungkin dapat merusak alat tangkap cantrang di

dasar perairan. Suatu perairan dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan

yang baik apabila memenuhi beberapa syarat yaitu daerah tersebut terdapat ikan

yang melimpah sepanjang tahun, alat tangkap dapat dioperasikan dengan

11
mudah dan sempurna, lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah

dijangkau oleh perahu dan keadaan daerah pengoperasiannya aman dan tidak

membahayakan (Bambang, 2006).

2.6 Kapal Alat Tangkap Cantrang

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,

kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan

untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,

pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,

dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian

alat tangkap cantrang pada umumnya memiliki kapasitas antara 10-30 GT (Gross

Tonnage). Panjang kapal berkisar antara 12-15 meter dan lebar antara 6-8

meter. Bentuk badan kapal cantrang adalah U bottom. Hal ini karena pada saat

pengoperasian alat tangkap cantrang dibutuhkan kestabilan kapal yang cukup

baik.

Menurut Suheri (2010), kapal merupakan unit penangkapan ikan yang

paling penting dalam usaha perikanan, sehingga sebagian besar modal

diinvestasikan untuk kapal. Oleh sebab itu, perencanaan kapal ikan sangat

penting dalam memulai usaha perikanan yang menguntungkan dan demi

keberlangsungan usaha. Cantrang di perairan utara Jawa kebanyakan

dioperasikan dengan kapal yang berukuran >5 GT hingga 20 GT. Kapal yang

digunakan terbuat dari kayu dan menggunakan mesin dalam (inboard engine).

Kapal dilengkapi palka berinsulasi dengan kapasitas 3-4 ton sehingga

memungkinkan lama trip sampai seminggu atau lebih.

Menurut Atmaja (2012), pada tahun 1987, cantrang merupakan alat

tangkap yang telah lama beroperasi di Laut Jawa, dioperasikan dengan

menggunakan kapal berbobot di bawah 10 GT dengan jumlah ABK sebanyak 3

12
orang atau lebih dan jaring masih ditarik dengan tangan. Seiring berjalannya

waktu, cantrang telah dimodifikasi menjadi alat tangkap aktif dengan cara ditarik

menggunakan sebuah kapal yang dilengkapi dengan gardan sebagai alat bantu

untuk menarik jaring. Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2005 Dinas Perikanan

dan Kelautan Jawa Tengah dan Jawa Timur telah mengijinkan cantrang

beroperasi dengan kapal yang berbobot di bawah 30 GT. Kebijakan ini telah

memberi kontribusi terhadap pesatnya perkembangan alat tangkap cantrang

sebagai alat penangkapan ikan.

2.7 Hasil Tangkapan Cantrang

Menurut Hapsari, et.al (2014), hasil tangkapan alat tangkap cantrang

mengikuti metode pengoperasian alat tangkap tersebut. Cantrang dioperasikan

didasar perairan, otomatis akan diikuti dengan hasil tangkapan yang

mendominasi adalah ikan-ikan demersal. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan diperoleh hasil tangkapan ikan pelagis dikarenakan faktor pada

saat operasi penangkapan yang sedang dilakukan serta kedalaman alat tangkap

tersebut beroperasi. Hasil tangkapan alat tangkap cantrang kebanyakan adalah

ikan selar (Caranx sp), ekor kuning (Caesio erytrograster), peperek (Leiognathus

spp), manyung (Arius thalassinus), pari (Dasyatis uarnak), swanggi (Priacanthus

tayenus), kerapu (Epinephelus sp), kapasan (Gerres kapas), beloso (Saurida

tumbil), kurisi (Nemipterus nematoporus), dan badong (Acanthocybium solandri).

Ikan demersal merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap

cantrang. Sumberdaya perikanan tersebut meliputi semua jenis sumberdaya

demersal baik yang berupa ikan maupun satwa ikan laut lainnya. Jenis ikan

demersal diartikan sebagai jenis-jenis ikan dimana habitat utamanya berada di

lapisan dasar laut. Beberapa contoh ikan-ikan demersal yang tertangkap oleh

alat tangkap cantrang seperti udang (Penaeus monodon), ikan petek

13
(Leiognathus equulus), biji nangka (Upeneus mullocensin), gulamah

(Pseudocienna amoyensis), kerapu (Epinophilus sp), sebelah (Psettodes

erumeri), cucut (Eusphyra sp), beloso (Saurida tumbil) dan jenis-jenis krustasea

lainnya (Aidy, 2003).

Sesuai dengan deskripsi alat tangkap ikan yang digunakan yaitu

cantrang, maka jenis ikan yang tertangkap adalah didominasi ikan demersal.

Akan tetapi tidak seluruhnya hasil tangkapan ikan adalah berupa ikan demersal,

melainkan juga ikan pelagis, udang, dan non ikan (cumi-cumi dan sotong). Hal ini

disebabkan karena cantrang dioperasikan pada perairan yang dangkal, sehingga

secara umum alat ini menangkap hampir semua jenis ikan dasar dalam berbagai

ukuran, beberapa ikan pelagis, cumi, dan sotong. Demikian halnya apabila

dioperasikan di perairan yang dalam, maka pada saat jaring ditarik ke atas kapal

akan melewati air dimana ikan pelagis hidup, sehingga ikan pelagis juga dapat

tertangkap (Sukarniati, 2008).

2.8 Komposisi Hasil Tangkapan

Menurut Leo (2010), untuk menentukan tingkat kekayaan jenis hasil

tangkapan cantrang dapat dengan melakukan perhitungan komposisi

sumberdaya hasil tangkapan di suatu wiayah perairan. Selain itu, perhitungan

komposisi dapat juga digunakan untuk mengetahui nilai persentase hasil

tangkapan yang tertangkap dari hasil kegiatan operasi penangkapan ikan. Data-

data tersebut yang nantinya akan bermanfaat sebagai bahan informasi untuk

mengetahui kondisi pada suatu perairan dan juga sebagai informasi dan bahan

acuan untuk meningkatkan manajemen pengelolaan perikanan tangkap.

Menurut Pratiwi (2010), analisis ataupun perhitungan pada komposisi

hasil tangkapan berguna untuk mendapatkan informasi mengenai apa saja

spesies ikan yang tertangkap oleh alat tangkap tertentu ataupun dominasi

14
spesies hasil tangkapan terhadap alat tangkap tertentu. Komposisi berarti

susunan, sehingga komposisi hasil tangkapan ialah susunan jenis atau spesies

sumberdaya ikan yang tertangkap dari hasil kegiatan operasi penangkapan ikan.

Data hasil tersebut yang nantinya berguna untuk pihak-pihak yang memerlukan

seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, nelayan, dan para pelaku usaha

penangkapan.

2.9 Identifikasi Jenis Ikan

Menurut White, et.al (2013), identifikasi adalah proses penentuan

identitas individu atau spesies ke dalam suatu takson dengan melihat spesies

yang identitasnya sudah jelas berdasarkan sumber identifikasi yang sudah ada.

Identifikasi merupakan pengenalan dan deskripsi yang teliti dan tepat terhadap

suatu jenis spesies yang selanjutnya diberi nama ilmiahnya. Identifikasi jenis ikan

pada umumnya menggunakan sumber identifikasi dari Allen-Erdmann dan FAO

misalnya Carpenter & Volker untuk mengetahui nama-nama ilmiah dari ikan.

Nama ilmiah dari setiap jenis terdiri dari nama genus dan spesies, sedangkan

nama-nama umum dan lokal didasarkan pada informasi yang dikumpulkan oleh

para nelayan.

Menurut Sagala, et.al (2012), identifikasi adalah tugas untuk mencari dan

mengenal ciri-ciri taksonomi individu yang beraneka ragam dan memasukkannya

ke dalam suatu takson. Prosedur identifikasi berdasarkan pemikiran yang bersifat

deduktif. Identifikasi berhubungan dengan ciri taksonomi ataupun karakteristik

secara fisik spesies sehingga akan mempermudah dalam kegiatan proses

identifikasi. Data kekayaan jenis ikan di Indonesia masih belum akurat sehingga

adanya identifikasi jenis-jenis ikan untuk mengetahui tingkat kekayaan jenis ikan

di suatu perairan sangat penting sebagai upaya untuk menunjang kepentingan

pelestarian sumberdaya.

15
2.10 Keanekaragaman

Menurut Nurudin (2013), keanekaragaman adalah kekayaan jenis

diantara makhluk hidup dari semua sumberdaya termasuk di daratan maupun

lautan. Keanekaragaman adalah hubungan antara jumlah jenis dan jumlah

individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Suatu lingkungan yang

stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang

beranekaragam. Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman

akan semakin besar. Keanekaragaman dan keseragaman merupakan indeks

yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan

berdasarkan kondisi biologi.

Menurut Suprapto (2014), indeks keanekaragaman ikan merupakan nilai

tunggal yang mencerminkan karakterisasi dari hubungan kelimpahan atau

kekayaan jenis dalam komunitas sumberdaya ikan tertentu. Tingkat

keanekaragaman dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekanan eksploitasi,

degradasi lingkungan, dan pencemaran. Indeks keanekaragaman yang bernilai

tinggi dapat digunakan sebagai indikasi komunitas dalam lingkungan yang stabil,

kondisi sebaliknya sebagai petunjuk lingkungan yang labil dan berubah-ubah.

2.11 Keseragaman

Menurut Zulfiati (2014), indeks keseragamaan adalah komposisi setiap

individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks

keseragaman (E) merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan

dominansi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari

yang lainnya, maka indeks keseragaman akan rendah. Indeks keanekaragaman

dan keseragaman dapat menunjukkan tingkat penyebaran jumlah individu tiap

spesies dan kestabilan komunitas tertentu.

16
Menurut Yuspriadipura, et.al (2014), indeks keseragaman merupakan

gambaran secara sistematika tentang sebaran kepadatan sumberdaya ikan yang

menghuni suatu komunitas atau habitat tertentu. Nilai keseragaman dipengaruhi

oleh kelimpahan setiap spesies. Semakin kecil indeks keseragaman suatu

komunitas maka ada dominasi oleh salah satu spesies tertentu. Indeks

keanekaragaman dan indeks keseragaman sering digunakan untuk menunjukkan

tingkat penyebaran spesies dan kestabilan komunitas pada suatu wilayah

perairan tertentu.

17
3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian skripsi ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 di Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan Bulu Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Peneliti mengambil penelitian di

di Bulu, Kabupaten Tuban karena kekayaan jenis hasil tangkapan belum

dikerahui dengan baik, dimana kurangnya data-data mengenai komposisi

spesies penyusun hasil tangkapan.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini ialah data terkait tentang

komposisi spesies penyusun hasil tangkapan cantrang yang digunakan oleh

nelayan yang ada di Bulu, Kabupaten Tuban.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah :

No. Alat Fungsi


1 Timbangan Menimbang berat hasil tangkapan
2 Laptop Menganalisis dan mengolah data
3 Kamera Mendokumentasikan kegiatan penelitian
4 Alat tulis Mencatat data yang diperlukan
5 Meteran Mengukur dimensi alat tangkap
6 Jangka sorong Mengukur diameter dimensi alat tangkap
7 Buku identifikasi Mengidentifikasi spesies hasil tangkapan
8 Alat tangkap Pengambilan data dimensi alat tangkap

18
Sedangkan bahan yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah :

No. Bahan Fungsi


1 Hasil Tangkapan Objek utama dalam kegiatan penelitian

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

survey. Metode deskriptif survey yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui

unsur, sifat maupun ciri-ciri suatu keadaan. Metode ini dimulai dengan

mengumpulkan data, menganalisis data dan menginterprestasikannya (Suryana,

2010). Metode deskriptif ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

secara langsung guna mendapatkan keterangan yang jelas terhadap suatu

masalah dalam penelitian di Bulu, Kabupaten Tuban.

3.5 Metode Pengambilan Data

Langkah awal yang harus dilakukan dalam penelitian ini ialah melakukan

pengambilan data. Data yang didapatkan dalam penelitian digunakan untuk

memecahkan permasalahan, adapun data yang digunakan meliputi data primer

dan data sekunder.

3.5.1 Data Primer

Data primer sebagai data yang diperoleh secara langsung dari sumber

yang ada di lapang atau tempat kegiatan penelitian. Data primer yang digunakan

dalam penelitian ini ialah :

1) Identifikasi Alat Tangkap

Identifikasi alat tangkap cantrang dilakukan guna mengetahui dimensi

cantrang yang dioperasikan di Bulu, Kabupaten Tuban. Bagian-bagian alat

19
tangkap yang diidentifikasi meliputi penentuan panjang jaring, mesh size,

panjang, bahan dan diameter tali jaring. Adapun cara pengukuran pada

identifikasi alat tangkap cantrang adalah sebagai berikut :

A. Menentukan Panjang Jaring

Pengukuran panjang jaring diukur dari ujung depan salah satu sayap

sampai ujung belakang kantong, atau hasil penjumlahan dari panjang bagian

sayap, bagian badan dan bagian kantong jaring.

Cara mengukur :

1) Panjang sayap atas : diukur dari ujung depan sayap sampai

pertemuan/sambungan dengan badan jaring.

2) Panjang sayap bawah : diukur dari ujung depan sayap sampai mulut

jaring bagian bawah.

3) Panjang badan : diukur dari sambungan antara sayap dan badan jaring

sampai sambungan antara badan dan kantong jaring.

4) Panjang kantong : diukur dari sambungan antara sayap dan kantong

jaring sampai ujung belakang kantong jaring.

B. Menentukan Mata Jaring

Pengukuran mata jaring ditentukan berdasarkan bagian-bagian jaring dari

alat tangkap yaitu bagian sayap, bagian badan dan bagian kantong pada

umumnya berbeda.

Cara mengukur mata jaring (mesh) yakni diukur dari jarak antar

pertengahan simpul yang satu dengan lainnya yang berhadapan, dari mata jaring

dalam keadaan teregang sempurna. Satuan panjang mata jaring yang digunakan

biasanya milimeter (mm), sentimeter (cm) atau inchi. Untuk melihat pengukuran

mata jaring dapat dilihat pada gambar 1.

20
Keterangan :

a = Panjang mata jaring

OM = Panjang bukaan mata jaring (open mesh)

Gambar 1. Pengukuran mata jaring


(Sumber : BPPI Semarang, 2005).

C. Menentukan Tali Jaring

Tali jaring untuk alat tangkap cantrang terdiri dari tali yang melekat di

sayap dan tubuh jaring yang disebut tali ris atas dan tali ris bawah serta tali

selambar yang dipergunakan untuk menarik alat tangkap cantrang.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu meteran untuk

mengukur panjang tali dan alat jangka sorong untuk mengukur diameter tali.

Bagian-bagian yang diukur adalah tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar

dengan masing-masing informasi terdiri dari panjang tali (m), bahan tali dan

diameter tali (mm).

2) Identifikasi Jenis Ikan

Identifikasi jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap cantrang dilakukan

dengan mengamati ciri-ciri morfologi pada sampel ikan hasil tangkapan cantrang.

Ciri-ciri yang diamati meliputi bentuk tubuh, pola warna, bentuk kepala, posisi

mulut, bentuk sirip dan ekor. Selanjutnya identifikasi jenis ikan menggunakan

buku identifikasi Carpenter dan Volker (1998a, 1998b, 1999a, 1999b, 2001a,

21
2001b) untuk menentukan taksonomi ikan hasil tangkapan. Didalam identifikasi

terdapat beberapa tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Menanyakan nama umum dan nama lokal spesies hasil tangkapan

kepada nelayan cantrang

2) Mendokumentasikan sampel/spesimen setiap spesies hasil tangkapan

cantrang

3) Mencocokkan nama dari spesies yang ditemukan pada hasil tangkapan

cantrang

4) Identifikasi spesies hasil tangkapan cantrang dengan bantuan buku

identifikasi

3) Data Komposisi Hasil Tangkapan

Data spesies hasil tangkapan diperoleh dari hasil tangkapan yang

didaratkan oleh kapal cantrang. Pegambilan data dilakukan selama 20 hari,

dengan pengambilan data hasil tangkapan langsung dilapang, baik dari kapal

yang sama maupun berbeda. Pengambilan sampel dilakukan secara acak

dengan cara mengambil langsung ±1 Kg per spesies hasil tangkapan pada

keranjang yang digunakan nelayan sebagai wadah hasil tangkapan untuk

mempermudah proses identifikasi. Data primer diambil dari observasi langsung,

wawancara dan dokumentasi setiap kegiatan selama penelitian.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah diolah sebelumnya atau data

yang telah diolah lebih lanjut, digunakan untuk menambah pengetahuan peneliti

dan memperkuat data primer yang telah diambil. Dalam kegiatan penelitian ini

yang menjadi sumber data sekunder adalah dari instansi terkait, media, studi

22
literatur atau jurnal, situs di internet yang berhubungan dengan penelitian ini

maupun laporan dari penelitian terdahulu.

3.6 Analisis Data

Data berupa nama spesies, berat per spesies dan berat total ikan hasil

tangkapan per trip tiap kapal yang diperoleh dari hasil penelitian ditabulasi ke

dalam database. Selanjutnya data dianalisis untuk mendapatkan informasi

komposisi hasil tangkapan alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban.

3.6.1 Analisis Komposisi Hasil Tangkapan

Komposisi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kekayaan jenis

hasil tangkapan cantrang. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data

berat setiap spesies ikan dan berat seluruh hasil tangkapan (Kg). Setelah itu

hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

Menurut Susaniati, et.al (2013), komposisi jenis sumberdaya ikan di suatu

wilayah perairan dapat dihitung pada setiap alat tangkap dengan persamaan

sebagai berikut :

𝑛𝑖
P = 𝑥 100 %
𝑁

Keterangan :

P = Komposisi spesies (%)

ni = Berat setiap spesies ikan jenis ke-i (Kg)

N = Berat seluruh hasil tangkapan (Kg)

23
3.6.2 Analisis Keanekaragaman

Menurut Odum (1971), indeks keanekaragaman digunakan untuk

mendapatkan gambaran populasi organisme secara matematis. Hal ini dapat

mempermudah analisis informasi jumlah individu masing-masing spesies dalam

suatu komunitas sumberdaya ikan. Keanekaragaman dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

H ′ = −∑(Pi. Ln(Pi)

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman

Pi = Perbandingan antara jumlah individu dari spesies ke-i dengan jumlah total

individu (ni/N)

Kategori penilaian indeks keanekaragaman adalah sebagai berikut :

a. H’ ≤ 1 = Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan

komunitas rendah.

b. 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan

komunitas sedang.

c. H’ ≥ 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, kestabilan

komunitas tinggi.

3.6.3 Analisis Keseragaman

Menurut Odum (1971), indeks keseragaman menggambarkan

keseimbangan ekosistem, untuk mengetahui indeks keseragaman dapat

menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝐻′
𝐸 = ′
𝐻 𝑚𝑎𝑥

24
Keterangan :

E = Indeks keseragaman

H’ = Keseimbangan spesies (Keanekaragaman)

H’max = Indeks keanekaragaman maksimum = ln S

S = Jumlah total spesies

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai

berikut :

a. 0 ≤ E ≤ 0,4 = Keseragaman kecil, komunitas tertekan.

b. 0,4 ≤ E ≤ 0,6 = Keseragaman sedang, komunitas labil.

c. 0,6 ≤ E ≤ 1,0 = Keseragaman tinggi, komunitas stabil.

3.6.4 Analisis Variasi Berat Hasil Tangkapan

Analisis ragam One-Way ANOVA (Analysis of variance) digunakan untuk

mengetahui perbedaan berat hasil tangkapan antar spesies. Perbedaan berat

hasil tangkapan antar spesies diperoleh dengan menggunakan data berat per

spesies hasil tangkapan per trip tiap kapal yang melakukan pengulangan. Untuk

memudahkan mengetahui hasil analisis dapat menggunakan hipotesis, hipotesis

yang digunakan ialah :

H1 = Memiliki berat antar spesies hasil tangkapan bervariasi

H0 = Memiliki berat antar spesies hasil tangkapan tidak bervariasi

Apabila nilai signifikansi <0,05, maka H1 diterima H0 ditolak yang artinya

memiliki berat spesies hasil tangkapan bervariasi dan diperlukan uji lanjutan

menggunakan prosedur post hoc untuk mengetahui variabel mana yang memiliki

perbedaan yang signifikan atau nyata. Tetapi jika nilai signifikansi >0,05, maka

H0 diterima H1 ditolak yang artinya memiliki berat spesies hasil tangkapan tidak

bervariasi.

25
3.7 Alur Penelitian

Skema alur penelitian seperti pada gambar dibawah ini :

MULAI

Penentuan Lokasi Rumusan Masalah

Data Primer Pengumpulan Data Data Sekunder

1. Data dimensi alat tangkap 1. Data dari instansi terkait :


cantrang profil instansi, data armada
2. Data dimensi kapal alat tangkap penangkapan
cantrang 2. Literatur pembanding : jurnal,
3. Berat per spesies dan berat total buku dan internet
hasil tangkapan per trip tiap
kapal

Pengolahan Data

1. Analisis Deskriptif
2. Analisis Statistik
- One-Way ANOVA
- Indeks Shannon-Weaner

Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di UPT. Pelabuhan dan Pengelolaan


Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bulu Kabupaten Tuban Jawa Timur

SELESAI

Gambar 2. Kerangka penelitian

26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan Bulu Tuban berada di Jalan Raya Tuban - Semarang km

45 Desa Bulu Meduro, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban dengan letak

geografis 06°45’11” LS dan 111°32’52’’ BT sangat strategis sebagai tempat

pendaratan ikan serta berbagai kegiatan pelabuhan lainnya karena letaknya

dekat dengan jalan raya pantura sehingga dalam melaksanakan kegiatan

transportasi mudah terjangkau. Untuk melihat lebih jelas peta lokasi penelitian

dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

27
4.2 Alat Tangkap Cantrang

Cantrang di Bulu Kabupaten Tuban merupakan alat tangkap yang terbuat

dari bahan jaring, seperti kantong besar berbentuk seperti kerucut dan semakin

kebelakang ukuranya semakin mengerucut. Alat tangkap cantrang terdiri dari

bagian utama yaitu sayap, badan serta kantong. Sayap mempunyai fungsi

sebagai penggiring ikan masuk kedalam badan, dan selanjutnya ikan akan

masuk ke dalam kantong. Kantong merupakan tempat untuk menampung ikan

hasil tangkapan. Cantrang tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring, berupa

papan (otter board) dan untuk penarikan tali selambar menggunakan gardan dari

atas kapal. Cantrang dioperasikan pada dasar perairan dengan ikan demersal

sebagai target penangkapan.

Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan SNI (2006), alat tangkap

cantrang merupakan alat penangkapan ikan berkantong tanpa alat pembuka

mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan

dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat

(hauling) dari atas kapal. Dalam proses penarikan pukat dapat menggunakan

tenaga manusia ataupun bantuan mesin. Alat tangkap cantrang berfungsi untuk

menangkap target penangkapan berupa sumberdaya ikan demersal atau ikan-

ikan dasar di suatu wilayah perairan.

4.2.1 Konstruksi Cantrang

Data mengenai kontruksi alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban

diperoleh melalui pengukuran secara langsung oleh peneliti dan bertanya

langsung kepada nelayan/pemilik kapal. Konstruksi alat tangkap terdiri dari

sayap, badan dan kantong berbahan tali PE (polyethylene) dengan panjang dan

mesh size yang berbeda. Alat tangkap juga dilengkapi dengan tali ris

28
(atas/bawah) yang terbuat dari bahan PE (polyethylene) dan tali selambar terbuat

dari bahan campuran serat alami dan sintetis. Pelampung yang digunakan pada

alat tangkap cantrang terdiri dari dua yaitu pelampung tanda terbuat dari

stereofoam dilengkapi tiang bendera pada bagian atasnya dan pelampung utama

terbuat dari bahan PVC (polyvinyl chloride) berbentuk seperti bola. Sedangkan

bagian pemberat terbuat dari timah yang terangkai dengan tali ris bawah, Untuk

memberikan daya tenggelam tambahan, pemasangan batu sering dilakukan

pada bagian jaring bagian bawah. Untuk melihat ukuran alat tangkap dapat

dilihat pada tabel 2 dan dimensi alat tangkap pada lampiran 2.

Tabel 1. Data ukuran alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban


Kapal
No. Bagian
Bunga Nekat Sehat
1 Panjang total jaring (m) 65,0 63,0 66,0
2 Sayap jaring
• Panjang (m) 33,0 31,0 36,0
• Mesh size (cm) 18,8 17,5 20,2
3 Badan jaring
• Panjang (m) 27,0 27,0 25,0
• Mesh size (cm) 5,4 5,5 5,6
4 Kantong jaring
• Panjang (m) 5,0 5,0 5,0
• Mesh size (cm) 1,2 1,2 1,2
5 Tali ris atas
• Panjang (m) 33,0 31,0 36,0
• Diameter (cm) 1,35 1,35 1,35
6 Tali ris bawah
• Panjang (m) 33,0 31,0 36,0
• Diameter (cm) 2,96 2,96 2,96
7 Tali selambar
• Panjang (m) 600 650 600
• Diameter (cm) - - -
8 Pelampung
• Bahan PVC PVC PVC
• Bentuk Oval Oval Oval
• Jumlah 3 2 3

29
9 Pemberat
• Bahan Timah Timah Timah
• Bentuk Silinder Silinder Silinder
• Jumlah 90 85 100
10 Pelampung tanda
• Bahan Stereofoam Stereofoam Stereofoam
• Bentuk Kubus Kubus Kubus
• Jumlah 1 1 1

4.2.2 Kapal Alat Tangkap Cantrang

Kapal penangkap ikan merupakan kapal yang secara khusus

dipergunakan untuk menangkap ikan, termasuk menampung ataupun

menyimpan hasil tangkapan. Kapal yang digunakan alat tangkap cantrang oleh

nelayan di Bulu, Kabupaten Tuban dengan ukuran 10-20 GT (gross tonnage).

Data mengenai ukuran kapal alat tangkap cantrang diperoleh melalui pengukuran

secara langsung oleh peneliti, dan bertanya langsung kepada nelayan/pemilik

kapal. Untuk melihat data ukuran kapal cantrang yang ada di Bulu, Kabupaten

Tuban dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Data ukuran kapal cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban


No. Dimensi Kapal Kapal Bunga Kapal Nekat Kapal Sehat
1 Dimensi Utama
a. Panjang (L) 18,0 m 15,0 m 17,5 m
b. Lebar (B) 3,0 m 3,0 m 3,0 m
c. Dalam (D) 2,0 m 2,0 m 2,0 m
2 Bahan Kayu Kayu Kayu
3 Kekuatan Kapal 18 GT 16 GT 18 GT
4 Mesin Utama MITSHUBISI MITSHUBISI MITSHUBISI
/ 120 PK / 120 PK / 120 PK
5 Mesin Bantu DONGFENG DONGFENG DONGFENG
/ 24 PK / 24 PK / 24 PK
PK : Satuan daya / tenaga mesin

30
4.2.3 Cara Pengoperasian Cantrang

Metode pengoperasian alat tangkap cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban

terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap setting, dan tahap

hauling.

1) Persiapan

Kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan alat tangkap cantrang

pagi hari pada pukul 04.00 WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan di

darat maupun selama menuju daearah penangkapan (fishing ground) di laut.

Persiapan di darat meliputi bahan bakar solar dan satu balok es untuk

penanganan hasil tangkapan. Nelayan juga membawa perbekalan seperti

sebungkus nasi ataupun jajanan pasar dan satu galon air mineral. Sedangkan

persiapan selama menuju daearah penangkapan di laut dengan mempersiapkan

pelampung tanda serta penataan jaring untuk kesiapan melakukan operasi

penangkapan ikan. Daerah operasi penangkapan cantrang di wilayah Bulu

berada di laut Jawa sekitar perairan Tuban dengan operasi penangkapan one

day fishing. Wilayah penangkapan berkisar antara 15-20 mil antara fishing

ground dengan fishing base. Juragan/nahkoda dalam menentukan daerah

penangkapan lebih mengandalkan pengalaman dan feeling karena tidak

mempunyai alat bantu seperti GPS (Global Positioning System).

2) Setting

Proses setting dimulai dengan melemparkan pelampung tanda ke

perairan sebagai awal dimulai kegiatan penangkapan, pada pelampung tanda

telah dihubungkan dengan tali selambar di salah satu sisi. Pelemparan

pelampung tanda akan diikuti dengan gerakan kapal bergerak menurunkan salah

31
satu sisi tali selambar membentuk setengah lingkaran, kemudian jaring

diturunkan. Selanjutnya sisi tali selambar yang lain diturunkan dengan gerakan

kapal melingkar sampai kembali lagi pada titik awal pelemparan pelampung

tanda dan membentuk seperti lingkaran. Proses setting memerlukan waktu

sekitar 10-15 menit.

3) Hauling

Pada awalnya pelampung tanda diangkat ke dalam kapal, mesin utama

kapal dimatikan dan mesin bantu untuk gardan dinyalahkan. Kedua ujung sisi tali

selambar di lingkarkan pada gardan lalu mesin gardan dioperasikan. Lama

penarikan tergantung kekuatan mesin bantu serta panjang tali selambar yang

digunakan. Proses pengangkatan jaring dari permukaan ke dalam kapal dibantu

dengan katrol yang telah dipasang di bagian tengah atas kapal. Pengangkatan

mulai dilakukan ketika jaring sudah mulai terlihat dari permukaan dengan

kecepatan gardan mulai kencang. Proses hauling membutuhkan waktu sekitar

25-35 menit. Nelayan mulai kembali menuju fish base siang hari pada pukul

13.00 WIB.

4.3 Identifikasi Jenis Ikan

Spesies ikan hasil tangkapan diidentifikasi berdasarkan 20 penciri

morfologi dan menggunakan buku referensi Carpenter dan Volker (1998a, 1998b,

1999a, 1999b, 2001a, 2001b), maupun situs www.fishbase.org. Untuk melihat

penciri morfologi dapat dilihat pada lampiran 5. Identifikasi hasil tangkapan

cantrang yang didapat pada saat penelitian berdasarkan penciri morfologinya

adalah sebagai berikut :

32
1) Ikan Barakuda/Alu-Alu

Nama lokal : Ikan Kocolan

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Scombroidei

Famili : Sphyraenidae

Genus : Sphyraena

Spesies : Sphyraena forsteri (Cuvier, 1829) dalam Carpenter dan

Volker (2001b)

Gambar 2. Sphyraena forsteri (Cuvier, 1829), berdasarkan hasil dokumentasi


penelitian

Ikan barakuda (Sphyraena forsteri) termasuk spesies yang aktif pada

malam hari (nocturnal) berukuran medium. Bentuk tubuh panjang dan silinder

(torpedo) dengan ukuran umum rata-rata panjangnya adalah 50 cm sampai

dengan 65 cm. Untuk warna ikan ini sendiri memiliki warna badan perak dengan

pola warna kehitaman pada bagian punggung dan terdapat guratan sisi (lateral

line) (Gambar 4). Bentuk dan letak mulut termasuk superior atau mulut ikan

terletak diujung bagian atas. Terdapat 2 sirip punggung (dorsal), dorsal pertama

terdiri dari 5 duri keras dan dorsal kedua terdiri dari 2 duri keras, 7-10 duri lunak.

Sirip dubur (anal) terdiri dari 2 duri keras, 7-9 duri lunak. Sirip ekor (caudal)

mempunyai bentuk ekor forked atau bercagak dengan warna coklat kehitaman.

33
Sirip perut (ventral) terdiri dari 1 duri keras, 5 duri lunak dengan letak terhadap

sirip dada (pectoral) termasuk abdominal atau terletak jauh kebelakang. Terdapat

juga 2 sirip dada (pectoral) berukuran pendek yang terpisah di bagian sisi kanan

dan kiri tubuh ikan. Ikan barakuda mendiami daerah perairan dangkal, daerah

teluk, estuari, sekitar terumbu karang dan juga berada di daerah perairan

permukaan laut.

2) Ikan Bawal Hitam

Nama lokal : Ikan Dorang Hitam

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Carangidae

Genus : Parastromateus

Spesies : Parastromateus niger (Bloch, 1795) dalam Carpenter dan

Volker (1999b)

Gambar 3. Parastromateus niger (Bloch, 1795), berdasarkan hasil dokumentasi


penelitian

Ikan bawal hitam (Parastromateus niger) termasuk spesies ikan demersal

atau yang hidup didasar laut. Bentuk tubuhnya pipih dengan badan lebar

sehingga hampir menyerupai bentuk belah ketupat dengan ukuran rata-rata

34
panjangnya bisa mencapai 60 cm. Untuk warna ikan ini sendiri memiliki warna

badan coklat kehitaman dan terdapat guratan sisi (lateral line) (Gambar 5).

Bentuk dan letak mulut termasuk terminal atau mulut ikan terletak diujung depan

kepala. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 5 duri keras, 41-44 jari lunak. Sirip

dubur (anal) hampir sama, terdiri dari 3 duri keras, 35-39 jari lunak. Sirip ekor

(caudal) bentuk ekor forked atau bercagak. Ikan bawal hitam tidak mempunyai

sirip perut (ventral) akan tetapi terdapat 2 sirip dada (pectoral) berbentuk

melengkung dengan ujung-ujungnya yang tirus dan pangkalnya yang kuat dan

lebar. Ikan bawal hitam merupakan herbivora yang cenderung bersifat omnivora,

selain suka memakan tumbuhan juga suka memakan udang ataupun ikan-ikan

kecil lainnya.

3) Ikan Beloso

Nama lokal : Ikan Beloso

Ordo : Aulopiformes

Famili : Synodontidae

Genus : Harpadon

Spesies : Harpadon transluscens (Saville-Kent, 1889) dalam

Carpenter dan Volker (1999a)

Gambar 4. Harpadon transluscens (Saville-Kent, 1889), berdasarkan hasil


dokumentasi penelitian

35
Ikan beloso (Harpadon transluscens) adalah salah satu jenis ikan

demersal yang cukup banyak tertangkap di Laut Jawa. Bentuk tubuh

memanjang, ramping, dan silinder dengan panjang dapat mencapai 65 cm. Untuk

warna ikan ini sendiri memiliki warna putih keperakan pada bagian perutnya

dengan pola warna abu-abu kecoklatan pada bagian punggungnya dan terdapat

guratan sisi (linea lateralis) berada diatas sirip dada hingga pangkal ekor

(Gambar 6). Bentuk dan letak mulut terminal atau mulut ikan terletak diujung

depan kepala. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 2-4 duri keras, 14-15 duri lunak.

Sirip dubur (anal) terdiri dari 10-11 duri lunak. Sirip ekor (caudal) mempunyai

bentuk ekor forked atau bercagak dengan warna coklat kehitaman. Sirip perut

(ventral) terdiri dari 14-15 duri lunak dengan letak terhadap sirip dada (pectoral)

termasuk abdominal atau terletak jauh kebelakang. Terdapat juga 2 sirip dada

(pectoral) berukuran pendek yang terpisah dibagian sisi kanan dan kiri tubuh

ikan. Diantara sirip punggung dan sirip ekornya terdapat sembulan kulit yang

tidak berjari-jari yang biasa disebut adipose fin.

4) Ikan Biji Nangka

Nama lokal : Ikan Kuniran

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Mullidae

Genus : Upeneus

Spesies : Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) dalam Carpenter

dan Volker (2001a)

36
Gambar 5. Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan biji nangka (Upeneus moluccensis) termasuk dalam famili Mullidae

dan sering disebut ikan kuniran dan juga belanak merah. Bentuk tubuh pipih dan

agak panjang dengan ukuran umum rata-rata panjangnya adalah 14 cm sampai

dengan 20 cm. Untuk warna ikan ini sendiri memiliki warna badan putih dengan

warna merah muda pada bagian punggung, serta terdapat satu garis berwarna

kuning emas mencolok serta 2 garis kuning samar-samar dari belakang bagian

atas mata sampai dengan sirip ekor (Gambar 7). Bentuk dan letak mulut

termasuk terminal atau mulut ikan terletak diujung depan kepala, dibawah

dagunya terdapat dua sungut sebagai peraba untuk mencari makanan didasar

laut dan terdapat guratan sisi (lateral line). Terdapat 2 sirip punggung (dorsal)

terpisah, sirip dorsal pertama terdiri dari 8 duri lunak dan sirip dorsal kedua terdiri

dari 9 jari lunak. Pada sirip anal terdiri dari 1 duri keras, 7 jari lunak. Sirip ekor

(caudal) mempunyai bentuk ekor forked atau bercagak. Sirip perut (ventral) terdiri

dari 1 duri keras, 5 jari lunak dengan letak terhadap sirip dada (pectoral)

termasuk abdominal atau terletak jauh kebelakang. Terdapat juga 2 sirip dada

(pectoral) berukuran pendek yang terpisah dibagian sisi kanan dan kiri tubuh

ikan. Ikan biji nangka merupakan ikan demersal dengan habitat perairan yang

37
berlumpur dengan kedalaman 10-80 m dan juga sering mencari makan pada

wilayah terumbu karang.

5) Ikan Buntal

Nama lokal : Ikan Buntek

Ordo : Tetraodontiformes

Famili : Tetraodontidae

Genus : Lagocephalus

Spesies : Lagocephalus spadiceus (Richardson, 1844) dalam

Carpenter dan Volker (2001b)

Gambar 6. Lagocephalus spadiceus (Richardson, 1844), berdasarkan hasil


dokumentasi penelitian

Ikan buntal (Lagocephalus spadiceus) adalah ikan dengan karakteristik

mencari makan pada malam hari (nocturnal). Ikan laut yang memiliki bentuk yang

sangat unik, berbentuk bulat seperti bola bila sedang mengembangkan diri.

Mengembangkan diri merupakan salah satu caranya untuk menakuti atau

perlawanan diri dari musuh/predator. Ukuran dari ikan buntal bisa mencapai

panjang hingga 80 cm serta tersebar luas di negara tropis. Untuk warna ikan ini

sendiri memiliki warna badan putih dengan warna kuning keemasan pada hampir

seluruh bagian tubuhnya, sebagian besar spesies berbintik-bintik dan beraneka

ragam warnanya (Gambar 8). Bentuk dan letak mulut termasuk terminal atau

38
mulut ikan terletak diujung depan kepala. Terdapat guratan sisi (lateral line) akan

tetapi pada beberapa spesies banyak yang tidak terlihat jelas. Sirip punggung

(dorsal) dan dubur (anal) tidak terdapat duri akan tetapi terdapat 7-15 jari lunak.

Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk ekor sirip ekor truncate atau melebar

seperti kipas. Ikan buntal tidak mempunyai sirip perut (ventral), akan tetapi

terdapat juga 2 sirip dada (pectoral) berukuran pendek yang terpisah dibagian

sisi kanan dan kiri tubuh ikan. Ikan ini secara umumnya sangat dikenal sebagai

vertebrata yang sangat beracun kedua di dunia setelah katak emas beracun,

terutama pada bagian hati, dan kulitnya. Sedangkan bagian daging banyak untuk

dijadikan makanan atau dikonsumsi.

6) Ikan Gulamah

Nama lokal : Ikan Tetet

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Sciaenidae

Genus : Pennahia

Spesies : Pennahia anea (Bloch, 1793) dalam Carpenter dan

Volker (2001a)

Gambar 7. Pennahia anea (Bloch, 1793), berdasarkan hasil dokumentasi


penelitian

39
Ikan gulamah (Pennahia anea) mempunyai bentuk badan memanjang

dan terlihat pipih. Secara umum ukuran dari ikan gulamah bisa mencapai

panjang berkisar antara 20-30 cm. Untuk warna ikan ini sendiri memiliki warna

tubuh putih keperakan, warna keseluruhan sirip kecoklatan dengan bercak hitam

disekitar tutup insang (operculum) dan terdapat guratan sisi (lateral line) (Gambar

9). Bentuk dan letak mulut yang lebar termasuk terminal atau mulut ikan terletak

diujung depan kepala. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 10 jari keras,

bersambung dengan 22-24 jari lunak. Sirip dubur (anal) terdiri dari 2 jari keras, 7

jari lunak. Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk sirip ekor truncate atau melebar

seperti kipas. Letak sirip perut (ventral) terhadap sirip dada (pectoral) termasuk

thoracic atau sejajar. Terdapat juga 2 sirip dada (pectoral) berukuran pendek

yang terpisah dibagian sisi kanan dan kiri tubuh ikan. Ikan gulamah termasuk

jenis ikan omnivora namun lebih cenderung ke karnivora, pakan alaminya adalah

ikan-ikan kecil, udang, dan seresah.

7) Ikan Hiu Bambu

Nama lokal : Ikan Kalis/Unon

Famili : Hemiscylliidae

Genus : Chiloscyllium

Spesies : Chiloscyllium punctatum (Muller and Henle, 1838) dalam

Carpenter dan Volker (1998b)

40
Gambar 8. Chiloscyllium punctatum (Muller and Henle, 1838), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan hiu bambu (Chiloscyllium punctatum) merupakan jenis spesies ikan

hiu dengan ukuran yang relatif kecil diantara jenis spesies hiu lainnya. Memliki

bentuk tubuh torpedo yang cukup ramping. Spesies ini yang pernah

tertangkap dengan ukuran 70 cm, panjang maksimum sekitar 1,04 m.

Secara umum, warna kulit hiu bambu dewasa adalah putih abu-abu dan

kulit juga dihiasi oleh bintik-bintik poligonal bewarna gelap dan untuk yang

masih kecil (juvenile) berwarna coklat muda, biasanya tanpa pola warna

(Gambar 10). Bentuk dan letak mulut termasuk inferior atau mulut ikan terletak

dibawah kepala dan mempunyai gigi kecil tajam yang sama di kedua rahang.

Terdapat 2 sirip punggung (dorsal) terpisah dengan ukuran yang lebih besar di

bandingkan dengan sirip perut (ventral). Sirip ekor (caudal) sangat asimetris

dengan batang ekor yang silinder. Letak sirip perut (ventral) terhadap sirip dada

(pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga 2 sirip dada (pectoral)

berbentuk lebar menyerupai kipas, terpisah dibagian sisi kanan dan kiri tubuh

ikan. Hiu jenis ini mempunyai cara berenang seperti berjalan di dasar laut

menggunakan sirip dada dan sirip perutnya, tidak seperti kebanyak hiu

pada umumnya. Ikan hiu bambu dapat ditemukan di Indo-Pasifik Barat dari

Jepang ke Australia utara. Banyaknya penangkapan ikan hiu secara besar-

41
besaran, baik untuk perdagangan serta konsumsi mengakibatkan populasi

semakin menurun serta hilangnya habitat mereka.

8) Ikan Kerapu Lumpur

Nama lokal : Ikan Kerapu

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Serranidae

Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) dalam Carpenter

dan Volker (1999b)

Gambar 9. Epinephelus coioides (Hamilton, 1822), berdasarkan hasil


dokumentasi penelitian

Ikan kerapu lumpur (Epinephelus coioides) merupakan ikan dasar yang

sering ditemukan di kawasan terumbu karang di daerah intertidal. Ikan kerapu

lumpur menggunakan terumbu karang didaerah intertidal karena faktor kondisi

biofisiknya cocok sebagai tempat memijah dan tempat bagi perkembangan

larvanya. Bentuk tubuh memanjang dengan bagian kepala dan punggung

berwarna coklat kehitaman, sedangkan perut berwarna keputihan, seluruh

tubuhnya dipenuhi bintik-bintik kasar berwarna kecokelatan atau kemerahan

(Gambar 11). Panjang maksimum yang dapat dicapai sampai 95 cm. Bentuk dan

42
letak mulut lebar termasuk superior atau mulut ikan terletak diujung bagian atas.

Terdapat guratan sisi (lateral line) melengkung dari bagian tutup insang sampai

pangkal ekor, akan tetapi tidak begitu terlihat. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari

11 duri, 14-16 jari lunak. Sirip dubur (anal) terdiri dari 3 duri, 8 jari lunak. Sirip

ekor (caudal) mempunyai bentuk rounded atau bulat. Sirip perut (ventral) juga

berbentuk bulat dengan letak terhadap sirip dada (pectoral) termasuk thoracic

atau sejajar. Terdapat juga 2 sirip dada (pectoral) yang terpisah di bagian sisi

kanan dan kiri tubuh ikan. Kerapu lumpur dikenal sebagai ikan yang rakus,

spesies ini merupakan pemangsa ikan-ikan kecil dan hewan krustasea yang

didapat dari dasar laut. Ikan kerapu lumpur hidup di terumbu karang dan muara

laut yang berlumpur pada kedalaman 30 hingga 100 meter. Kerapu lumpur dapat

ditemukan di beberapa tempat seperti di teluk persia hingga ke Taiwan,

Indonesia dan pesisir utara Australia.

9) Ikan Kurisi

Nama lokal : Ikan Abangan

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Nemipteridae

Genus : Nemipterus

Spesies : Nemipterus marginatus (Valenciennes, 1830) dalam

Carpenter dan Volker (2001a)

43
Gambar 10. Nemipterus marginatus (Valenciennes, 1830), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan kurisi (Nemipterus marginatus) merupakan kelompok ikan demersal

atau ikan yang hidup didasar perairan. Bentuk tubuh relatif kecil dan berbadan

ramping dan agak gepeng. Ukuran umum rata-rata panjangnya adalah 16 cm,

panjang maksimum hanya mencapai sekitar 21,5 cm. Untuk warna ikan ini

sendiri memiliki warna badannya merah muda sedikit kemerahan dengan pola

garis berwarna kekuningan dibagian badan sampai pangkal ekor (Gambar 12).

Bentuk dan letak mulut berukuran kecil termasuk terminal atau mulut ikan terletak

diujung depan kepala. Terdapat guratan sisi (lateral line) melengkung dari bagian

tutup insang sampai pangkal ekor. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 10 duri

dengan 9 jari lunak, dimana jari lunak pertama dan kedua tumbuh memenjang

seperti serabut. Sirip dubur (anal) terdiri dari 3 duri, 7 jari lunak. Sirip ekor

(caudal) mempunyai bentuk forked atau bercagak. Sirip perut (ventral) dengan

letak terhadap sirip dada (pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga

2 sirip dada (pectoral) yang terpisah di bagian sisi kanan dan kiri tubuh ikan. Tipe

substrat sangat mempengaruhi kondisi kehidupan ikan kurisi untuk dapat

berkembang dengan baik, karena sedimen dasar laut mempengaruhi kehidupan

organisme yang hidup di dasar perairan. Kebanyakan ikan ini hidup di dasar laut

dengan jenis substrat berlumpur atau lumpur bercampur pasir. Ikan kurisi adalah

44
salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang cukup banyak tertangkap

dengan alat tangkap yang dioperasikan di dasar perairan seperti trawl dan

cantrang.

10) Ikan Kuwe

Nama lokal : Ikan Putihan

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Carangidae

Genus : Carangoides

Spesies : Carangoides malabaricus (Bloch and Schneider, 1801)

dalam Carpenter dan Volker (1999b)

Gambar 11. Carangoides malabaricus (Bloch and Schneider, 1801),


berdasarkan hasil dokumentasi penelitian

Ikan kuwe (Carangoides malabaricus) disebut juga ikan putihan oleh

masyarakat nelayan Bulu, Kabupaten Tuban. Ikan kuwe jenis Malabar trevally

banyak terdapat di perairan pantai. Badan pipih dengan bentuk oval berwarna

putih keperakan dengan warna masing-masing sirip sedikit kekuningan (Gambar

13). Panjang spesies maksimum yang kerap dijumpai mencapai 24 cm. Bentuk

dan letak mulut lebar termasuk terminal atau mulut ikan terletak diujung depan

kepala. Terdapat guratan sisi (lateral line) melengkung dari bagian tutup insang

45
sampai pangkal ekor. Terdapat 2 sirip punggung (dorsal) terpisah, sirip dorsal

pertama terdiri dari 8 duri dan sirip dorsal kedua terdiri dari 1 duri, 20-23 jari

lunak. Sirip dubur (anal) dengan 2 duri, 17-19 jari lunak. Sirip ekor (caudal)

mempunyai bentuk sirip forked atau bercagak. Sirip perut (ventral) kecil dengan

letak terhadap sirip dada (pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga

2 sirip dada (pectoral) panjang menjuntai dan ujungnya berbentuk lancip yang

terpisah di bagian sisi kanan dan kiri tubuh ikan. Habitat ikan kuwe meliputi

sekitar karang, di perairan tropis, muara sungai, lepas pantai dangkal, sampai

pinggiran perairan dan ikan ini umumnya menyukai perairan keruh dan berarus.

Ikan ini memakan krustasea, cumi-cumi kecil dan ikan-ikan kecil.

11) Ikan Lidah

Nama lokal : Ikan Ilat

Ordo : Pleuronectiformes

Famili : Cynoglossidae

Genus : Cynoglossus

Spesies : Cynoglossus macrolepidotus (Bleeker, 1851) dalam

Carpenter dan Volker (2001b)

Gambar 12. Cynoglossus macrolepidotus (Bleeker, 1851), berdasarkan hasil


dokumentasi penelitian

46
Ikan lidah (Cynoglossus macrolepidotus) mempunyai bentuk badan yang

pipih memanjang seperti lidah. Ukuran panjang maksimum adalah 38 cm,

umumnya sekitar 20-30 cm. Bagian badan berwarna kecoklatan pada sisi yang

bermata (Gambar 14). Bagian kepala, mata, dan mulutnya tidak simetris,

walaupun pada tahap larva tubuhnya simetris. Kedua matanya berada di sisi kiri

(sisi atas), berdekatan satu sama lain. Bentuk dan letak mulut menyerong,

moncongnya tumpul agak bulat termasuk inferior atau mulut ikan terletak

dibawah kepala. Sirip dorsal bersambung dengan sirip ekor (caudal) berbentuk

bulat lancip. Sirip dorsal terdiri dari 116-130 jari lunak, dan sirip ekor 10 jari lunak.

Ikan lidah tidak mempunyai sirip dada (pectoral) sedangkan sirip dubur

bersambung dengan sirip perut (ventral) keseluruhan terdiri dari 85-98 jari lunak.

Ikan lidah mempunyai 2 garis rusuk pada sisi atas maupun sisi bawah. Pada sisi

bawah, garis tidak terlihat. Ikan lidah tergolong ikan penghuni dasar, memakan

avertebrata terutama krustasea. Penangkapannya dilakukan dengan pukat

harimau, pukat tepi/pantai, cantrang dan dogol. Penyebarannya meliputi seluruh

perairan pantai Indonesia, terutama Laut Jawa, bagian timur Sumatera,

sepanjang Kalimantan, Sulawesi Selatan, Laut Arafuru, Teluk Thailand, Teluk

Benggala, dan di sepanjang pantai Laut Cina Selatan.

12) Ikan Pari

Nama lokal : Ikan Pe

Ordo : Myliobatiformes

Famili : Dasyatidae

Genus : Dasyatis

Spesies : Dasyatis zugei (Muller and Henle, 1841) dalam Carpenter

dan Volker (1999a)

47
Gambar 13. Dasyatis zugei (Muller and Henle, 1841), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan pari (Dasyatis zugei) sering dikenal dengan sebutan pari hidung

runcing. Memiliki bentuk tubuh melebar (depressed) dan gepeng dengan warna

kecoklatan, selain itu memiliki satu pasang sirip tubuh yang menyatu dan

melebar dengan bagian sisi kanan kepalanya. Sehingga akan tampak atas dan

bawah ikan ini lebih terlihat bulat maupun oval (Gambar 15). Pada umumnya

dapat ditemukan spesies jenis ini dengan ukuran mulai dari 18 cm sampai

dengan panjang maksimum sekitar 75 cm. Ikan pari memiliki bagian-bagian juga

seperti ikan lainnya seperti insang, mulut, dan anus yang ada pada tubuhnya.

Bagian ekor pada ikan pari ini dilengkapi dengan duri penyengat yang

mengandung racun (sting-rays) untuk perlindungan dari predator lain. Ikan ini

juga memiliki mata yang terletak menyamping, dan berbentuk hampir seperti

hewan darat. Posisi dan bentuk mulutnya adalah inferior atau mulut ikan terletak

dibawah kepala dan umumnya bersifat predator. Ikan ini bernapas melalui celah

insang (gill openings atau gill slits) yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah

insang adalah dekat mulut di bagian bawah. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang

alat kelamin yang disebut "clasper" letaknya di pangkal ekor. Ikan pari betina

umumnya berbiak secara melahirkan anak (vivipar) dengan jumlah anak antara

5-6 ekor. Ikan pari mempunyai variasi habitat yang sangat luas, daerah sebaran

48
ikan pari adalah perairan pantai dan terkadang masuk ke daerah pasang surut.

Spesies ini banyak ditemukan pada habitat dasar di perairan pesisir. Habitat ikan

pari ini berada di dasar perairan berlumpur, lumpur berpasir, tanah keras, bahkan

yang berbatu atau koral.

13) Ikan Peperek

Nama lokal : Ikan Peperek/Petek

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Leiognathidae

Genus : Leiognathus

Spesies : Leiognathus splendens (Cuvier, 1829) dalam Carpenter

dan Volker (2001a)

Gambar 14. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829), berdasarkan hasil


dokumentasi penelitian

Ikan peperek (Leiognathus splendens) disebut juga ikan petek oleh

masyarakat nelayan Bulu, Kabupaten Tuban. Ikan peperek tergolong famili

Leiognathidae yang masih berkerabat dengan famili Carangiadae. Spesies ini

merupakan jenis ikan dengan ukuran yang relatif kecil. Panjang tubuhnya tidak

lebih dari 15 cm, umum dijumpai hanya sekitar 10 cm. Bentuk badannya tinggi

49
dan terlihat pipih dengan warna putih perak serta kekuningan pada masing-

masing siripnya (Gambar 16). Bentuk dan letak mulut termasuk terminal atau

mulut ikan terletak diujung depan kepala. Terdapat guratan sisi (linea lateralis)

melengkung dari bagian tutup insang sampai pangkal ekor berwarna keemasan.

Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 8 jari keras, 16-17 jari lunak. Sirip dubur (anal)

dengan 3 jari keras, 14 jari lunak. Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk sirip

emarginate atau berpinggiran berlekuk. Sirip perut (ventral) pendek dengan letak

terhadap sirip dada (pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga 2

sirip dada (pectoral) seperti kipas yang terpisah di bagian sisi kanan dan kiri

tubuh ikan. Habitat ikan peperek hidup di laut tetapi beberapa spesies hidup di air

tawar. Ikan ini biasa hidup di perairan pesisir dangkal dan teluk pasang surut dan

ikan ini gemar memakan invertebrata bentik. Di Indonesia ikan peperek tersebar

hampir di semua wilayah perairan Indonesia meliputi Nias, Sumatera, Jawa, Bali,

Flores, Kalimantan, Sulawesi, Buton, Ambon, Ternate, Halmahera, selat Tiworo

dan Arafuru.

14) Ikan Sebelah

Nama lokal : Ikan Telumpah

Ordo : Pleuronectiformes

Famili : Psettodidae

Genus : Psettodes

Spesies : Psettodes erumei (Bloch and Schneider, 1801) dalam

Carpenter dan Volker (2001b)

50
Gambar 15. Psettodes erumei (Bloch and Schneider, 1801), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan sebelah (Psettodes erumei) disebut juga ikan telumpah oleh

masyarakat nelayan Bulu, Kabupaten Tuban. Ikan sebelah disebut juga flatfish

merupakan ikan demersal yang mempunyai distribusi yang luas. Ikan ini

mempunyai bentuk badan pipih, kedua mata berada pada salah satu sisi, sedang

sisi yang lain tidak ada mata. Ukuran panjang maksimum adalah 60 cm, akan

tetapi pada umumnya sekitar 20 sampai 40 cm. Untuk warna ikan ini sendiri

memiliki warna badan yang satu sisi coklat, sedangkan sisi yang lainnya yang tak

bermata berwarna putih (Gambar 17). Bentuk dan letak mulut lebar termasuk

inferior atau mulut ikan terletak dibawah kepala. Terdapat guratan sisi (lateral

line) melengkung dari bagian mata sampai pangkal ekor. Sirip punggung (dorsal)

terdiri dari 48-56 jari lunak. Sirip dubur (anal) terdiri dari 2 duri, 34-44 jari lunak.

Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk sirip truncate atau melebar seperti kipas.

Sirip perut (ventral) pendek dengan letak terhadap sirip dada (pectoral) termasuk

jugular atau terletak agak lebih ke depan. Terdapat juga 2 sirip dada (pectoral)

yang terpisah di bagian sisi bermata dan buta tubuh ikan dengan panjang hampir

sama. Ikan sebelah mempunyai kemampuan mampu untuk menyamarkan

tubuhnya dengan lingkungan sekitarnya sebagai penyamaran, sehingga

mangsanya dapat dikelabui dan dapat dengan mudah ditangkap. Ikan ini banyak

51
ditemukan di perairan estuari dan perairan dangkal, di dasar pasir atau lumpur

sampai kedalaman 10-200 m. Makanan utama ikan ini hewan-hewan bentik,

umumnya yang berkulit keras dan tidak bertulang belakang.

15) Ikan Selar Kuning

Nama lokal : Ikan Selar

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Carangidae

Genus : Selaroides

Spesies : Selaroides leptolepis (Cuvier, 1833) dalam Carpenter dan

Volker (1999b)

Gambar 16. Selaroides leptolepis (Cuvier, 1833), berdasarkan hasil dokumentasi


penelitian

Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) adalah jenis ikan air laut yang

termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil berasal dari famili Carangidae. Ikan

selar kuning memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan pipih tegak dengan

pangkal ekor kecil. Ukuran panjang maksimum sekitar 18,5 cm. Untuk warna ikan

ini sendiri pada bagian punggung berwarna kebiruan dan terdapat garis kuning di

bagian punggungnya, terdapat bintik hitam besar dibagian atas tutup insang

serta sisi tubuh dan perut berwarna putih keperakan (Gambar 18). Bentuk dan

52
letak mulut terminal atau mulut ikan terletak diujung depan kepala. Terdapat

guratan sisi (linea lateralis) melengkung dari bagian tutup insang sampai pangkal

ekor. Terdapat 2 sirip punggung (dorsal) terpisah, sirip dorsal pertama terdiri dari

8 duri dan sirip dorsal kedua terdiri dari 1 duri, 24-26 jari lunak. Sirip dubur (anal)

terdiri dari2 duri, 21-22 jari lunak. Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk sirip

forked atau bercagak. Sirip perut (ventral) pendek dengan letak terhadap sirip

dada (pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga 2 sirip dada

(pectoral) panjang menjuntai dan ujungnya berbentuk lancip yang terpisah di

bagian sisi kanan dan kiri tubuh ikan. Ikan selar kuning termasuk ikan laut

perenang cepat dan kuat. Penyebaran ikan ini adalah semua laut di daerah tropis

dan semua lautan Indo-Pasifik. Ikan ini banyak tertangkap di perairan pantai

serta hidup berkelompok. Di indonesia sendiri ikan ini menjadi komoditas yang

cukup penting karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

16) Ikan Swanggi

Nama lokal : Ikan Ningnong

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Percoidei

Famili : Priacanthidae

Genus : Heteropriacanthus

Spesies : Heteropriacanthus cruentatus (Lacepede, 1801) dalam

Carpenter dan Volker (1999b)

53
Gambar 17. Heteropriacanthus cruentatus (Lacepede, 1801), berdasarkan hasil
dokumentasi penelitian

Ikan swanggi (Heteropriacanthus cruentatus) atau yang dikenal dengan

nama bigeye bullsey merupakan ikan karang demersal dari famili Priacanthidae,

termasuk salah satu spesies yang umumnya mencari makan secara nokturnal

dan diurnal dengan sama baiknya. Ikan yang berbentuk bulat agak memanjang

dan pipih ini memiliki mata yang sangat besar, warna tubuh kemerahan dengan

bercak kekuningan di masing-masing siripnya (Gambar 19). Ukuran panjang

maksimum sekitar 35 cm. Bentuk dan letak mulut superior atau mulut ikan

terletak diujung bagian atas dan gigi kecil berjajar pada rahangnya. Terdapat

guratan sisi (lateral line) melengkung dari bagian tutup insang sampai pangkal

ekor. Sirip punggung (dorsal) terdiri dari 10 duri, 11-13 jari lunak. Sirip dubur

(anal) dengan 3 duri, 13-14 jari lunak. Sirip ekor (caudal) mempunyai bentuk sirip

truncate atau melebar seperti kipas. Sirip perut (ventral) dengan letak terhadap

sirip dada (pectoral) termasuk thoracic atau sejajar. Terdapat juga 2 sirip dada

(pectoral) yang terpisah di bagian sisi kanan dan kiri tubuh ikan, dengan 8-19 jari

lunak. Ikan swanggi umumnya hidup di perairan pantai di antara bebatuan

karang dan distribusi ikan ini meliputi wilayah pesisir utara Samudera Hindia dari

Teluk Persia bagian Timur dan wilayah Pasifik Barat dari Australia bagian Utara

dan Pulau Solomon bagian utara sampai Provinsi Taiwan di China.

54
4.4 Hasil Tangkapan Cantrang

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Bulu, Kabupaten Tuban,

dimana nelayan yang menggunakan cantrang menangkap ikan demersal sebagai

tujuan atau target utama penangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri

dari 16 macam spesies. Untuk melihat spesies penyusun hasil tangkapan

cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Spesies penyusun hasil tangkapan cantrang


No. Nama Umum Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Barakuda Kocolan Sphyraena forsteri
2 Bawal Hitam Dorang Hitam Parastromateus niger
3 Beloso Beloso Harpadon transluscens
4 Biji Nangka Kuniran Upeneus moluccensis
5 Buntal Buntek Lagocephalus spadiceus
6 Gulamah Tetet Pennahia anea
7 Hiu Bambu Kalis/Unon Chiloscyllium punctatum
8 Kerapu Lumpur Kerapu Epinephelus coioides
9 Kurisi Abangan Nemipterus marginatus
10 Kuwe Putihan Carangoides malabaricus
11 Lidah Ilat Cynoglossus macrolepidotus
12 Pari Pe/Blentik Dasyatis zugei
13 Peperek Petek Leiognathus splendens
14 Sebelah Telumpah Psettodes erumei
15 Selar Kuning Selar Selaroides leptolepis
16 Swanggi Ningnong Heteropriacanthus cruentatus

Dilihat dari hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan, spesies hasil

tangkapan didominasi oleh ikan demersal atau ikan-ikan dasar perairan. Alat

tangkap cantrang memiliki sifat menyapu seluruh perairan karena proses

penarikan jaring ditarik oleh alat bantu gardan yang ada pada kapal, hal tersebut

yang tidak menutup kemungkinan tertangkapnya ikan pelagis atau ikan

permukaan. Faktor-faktor lain yang memungkinkan tertangkapnya ikan pelagis

55
adalah kedalaman alat tangkap tersebut beroperasi dan sifat ikan pelagis yang

bergerombol (schooling) dan berpindah-pindah tempat untuk migrasi, memijah

dan mencari makan.

4.5 Analisis Komposisi Hasil Tangkapan

Pada saat penelitian total hasil tangkapan alat tangkap cantrang di Bulu,

Kabupaten Tuban memiliki berat sebesar 8.660 Kg. Hasil perhitungan persentase

hasil tangkapan berdasarkan penelitian yang tercatat didominasi oleh tiga

spesies yaitu spesies terbanyak adalah ikan kurisi (Nemipterus marginatus)

sebesar 30,43 % dengan total berat 2.635 Kg. Kedua adalah ikan swanggi

(Heteropriacanthus cruentatus) sebesar 16,51 % dengan total berat 1.430 Kg.

Kemudian ketiga adalah ikan peperek (Leiognathus splendens) sebesar 12,88 %

dengan total berat 1.115 Kg. Sedangkan hasil tangkapan yang paling sedikit

yaitu ikan lidah (Cynoglossus macrolepidotus) hanya sebesar 1,73 % dengan

total berat 150 Kg. Hasil grafik perhitungan hasil tangkapan menggunakan rumus

komposisi dapat dilihat pada gambar 21.

2.75 % Jenis ikan :


1.78 % 1.81 %
Barakuda
2.63 % Bawal Hitam
16.51 % 6.59 Beloso
% 1.87 % Biji nangka
3.44 %
1.95 % Buntal
2.60 % Gulamah
2.46 % Hiu bambu
Kerapu lumpur
12.88 % Kurisi
Kuwe
30.43 % Lidah
Pari
2.54 % 8.03 % Peperek
Sebelah
1.73 %
Selar Kuning
Swanggi

Gambar 18. Grafik komposisi hasil tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten


Tuban

56
Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan komposisi hasil tangkapan

berdasarkan data penelitian dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 4. Komposisi (%) hasil tangkapan cantrang


No. Spesies Berat (Kg) Komposisi (%)
1 Barakuda 238 2,75 %
2 Bawal Hitam 154 1,78 %
3 Beloso 157 1,81 %
4 Biji nangka 571 6,59 %
5 Buntal 228 2,63 %
6 Gulamah 162 1,87 %
7 Hiu bambu 169 1,95 %
8 Kerapu lumpur 213 2,46 %
9 Kurisi 2635 30,43 %
10 Kuwe 695 8,03 %
11 Lidah 150 1,73 %
12 Pari 220 2,54 %
13 Peperek 1115 12,88 %
14 Sebelah 225 2,60 %
15 Selar Kuning 298 3,44%
16 Swanggi 1430 16,51 %
Total 8660 100%

Nilai persentase spesies terbesar adalah ikan kurisi (Nemipterus

marginatus) sebesar 30,43 %. Hal tersebut dikarenakan ikan kurisi termasuk

kedalam kategori ikan demersal dan merupakan hasil tangkapan utama dari alat

tangkap cantrang, melihat dari alat tangkap cantrang sendiri dioperasikan didasar

perairan. Menurut Badrudin, et.al (2011), ikan kurisi merupakan salah satu ikan

demersal yang telah dieksploitasi secara intensif, dikarenakan ikan kurisi memiliki

nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kondisi perairan di Bulu, Kabupaten Tuban

sendiri mempunyai substrat lumpur bercampur pasir, hal tersebut sangat

mendukung habitat ikan kurisi yang kebanyakan hidup di dasar laut dengan jenis

substrat berlumpur atau lumpur bercampur pasir. Jumlah produksi ikan kurisi

(Nemipterus marginatus) pada data statistik perikanan di Bulu, Kabupaten Tuban

dapat dilihat pada lampiran 8.

57
4.6 Analisis Variasi Berat Hasil Tangkapan

Untuk mengetahui apakah terdapat variasi/perbedaaan berat antar

spesies hasil tangkapan secara statistik maka perlu melakukan uji variasi berat

menggunakan ANOVA (Analysis of variance). Hasil analisis uji variasi berat

disajikan pada tabel 6.

Tabel 5. Hasil uji ANOVA


Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 42.332 15 2.822 24.962 .000
Within Groups 34.369 304 .113
Total 76.700 319

Hasil analisis pada tabel diperoleh nilai signifikansi <0,05 maka H1

diterima dan H0 ditolak, hal tersebut menunjukkan bahwa berat antar spesies

hasil tangkapan memiliki perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk mengetahui

variabel yang memiliki perbedaan yang nyata dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 6. Hasil analisis variasi berat (Kg) antar spesies


No. N Spesies Notasi
1 20 Bawal Hitam 0,79±0,31ᵃ
2 20 Lidah 0,79±0,31ᵃ
3 20 Hiu bambu 0,80±0,34ᵃ
4 20 Beloso 0,82±0,28ᵃ
5 20 Gulamah 0,84±0,26ᵃ
6 20 Kerapu lumpur 0,93±0,30ᵃ
7 20 Pari 0,94±0,30ᵃ
8 20 Sebelah 0,95±0,31ᵃ
9 20 Barakuda 0,95±0,32ᵃ
10 20 Buntal 0,97±0,27ᵃ
11 20 Selar Kuning 0,97±0,46ᵃ
12 20 Biji nangka 1,35±0,32ᵇ
13 20 Kuwe 1,39±0,38ᵇ
14 20 Peperek 1,58±0,41ᵇ
15 20 Swanggi 1,72±0,35ᵇᶜ
16 20 Kurisi 1,99±0,39ᶜ
Keterangan : Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan perbedaan secara
statistik pada nilai signifikansi sebesar 0,05.

58
Berdasarkan hasil analisis perbedaan berat antar spesies dari data

penelitian, yang menunjukan beda nyata diperoleh dari 5 spesies dari notasi

yang terbesar adalah ikan kurisi (Nemipterus marginatus) sebesar 1,99±0,39ᶜ;

ikan swanggi (Heteropriacanthus cruentatus) sebesar 1,72±0,35ᵇᶜ; ikan peperek

(Leiognathus splendens) sebesar 1,58±0,41ᵇ; ikan kuwe (Carangoides

malabaricus) sebesar 1,39±0,38ᵇ; dan ikan biji nangka (Upeneus moluccensis)

sebesar 1,35±0,32ᵇ.

4.7 Analisis Keanekaragaman (H’)

Dari data hasil penelitian yang telah berlangsung, total jumlah jenis

spesies yang tertangkap oleh alat tangkap cantrang sebanyak 16 spesies dan

jumlah spesies telah dihitung menggunakan indeks keanekaragaman untuk

mengetahui seberapa besar tingkat keanekaragaman spesies hasil tangkapan.

Dari jumlah total hasil tangkapan sebesar 56780 individu menghasilkan indeks

keanekaragaman dengan nilai 1,93 (Tabel 8). Untuk melihat perhitungan analisis

keanekaragaman dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 7. Hasil analisis indeks keanekaragaman


No. Nilai Hipotesa
1 H’ ≤ 1 Keanekaragaman rendah
2 1 ≤ H’ ≤ 3 Keanekaragaman sedang
3 H’ ≥ 3 Keanekaragaman tinggi
Indeks keanekaragaman (H’) = 1,93

Dari nilai yang didapat menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman

memiliki kriteria 1 ≤ H’ ≤ 3 yang artinya termasuk kategori keanekaragaman

sedang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa penyebaran tidak tinggi ataupun

rendah, melainkan sedang dan kestabilan komunitas juga tergolong sedang.

Keanekaragaman dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jumlah jenis spesies dan

jumlah individu pada masing-masing spesies.

59
Menurut Alikondra (2002) dalam Harahap (2013), bahwa faktor yang

mempengaruhi nilai keanekaragaman (H’) adalah kondisi lingkungan, jumlah

jenis dan sebaran individu pada masing-masing jenis. Komunitas yang memiliki

nilai indeks keanekaragaman tinggi memiliki hubungan komponen dalam

komunitas yang kompleks. Namun bila keadaan sebaliknya keadaan jenis

komunitas sedang mengalami tekanan. Habitat yang kondisinya baik dan jauh

dari gangguan manusia seperti halnya kegiatan penangkapan serta di dalamnya

mengandung bermacam-macam sumber makanan, sangat mempengaruhi tinggi

rendahnya tingkat keanekaragaman.

4.8 Analisis Keseragaman (E)

Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui seberapa

besar tingkat keseragaman spesies hasil tangkapan melalui cara perhitungan

indeks keseragaman. Dari jumlah total hasil tangkapan sebesar 56780 individu

menghasilkan indeks keseragaman dengan nilai 0,70 (Tabel 9). Untuk melihat

perhitungan analisis keanekaragaman dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 8. Hasil analisis indeks keseragaman


No. Nilai Hipotesa
1 0 ≤ E ≤ 0,4 Keseragaman rendah
2 0,4 ≤ E ≤ 0,6 Keseragaman sedang
3 0,6 ≤ E ≤ 1,0 Keseragaman tinggi
Indeks keseragaman (E) = 0,70

Dari nilai yang didapat menunjukkan bahwa tingkat keseragaman memiliki

kriteria 0,6 ≤ E ≤ 1,0 yang artinya termasuk kategori keseragaman tinggi. Hal

tersebut dapat diartikan bahwa penyebaran tinggi dan kestabilan komunitas juga

tergolong stabil. Nilai indeks keseragaman juga dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, semakin merata penyebaran individu antar spesies, maka

keseimbangan fungsi ekosistem semakin baik.

60
Menurut Insafitri (2010), indeks keseragaman merupakan pendugaan

yang baik untuk menentukan dominasi dalam suatu area. Apabila penyebaran

individu antar spesies merata, maka indeks keseragaman akan tinggi, begitu juga

sebalikya. Jika nilai indeks keseragaman >0,7 mengindikasikan derajat

keseragaman komunitasnya tinggi dan sebaliknya <0,7 mengindikasikan derajat

keseragaman komunitas yang rendah. Status tinggi rendahnya keragaman jenis

di suatu perairan berkaitan dengan kegiatan penangkapan yang berlangsung di

perairan tersebut.

61
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian tentang komposisi spesies ikan hasil

tangkapan cantrang di Bulu, Kabupaten Tuban ialah :

1) Spesies penyusun terdiri dari 16 spesies ikan, diantaranya ialah ikan

barakuda (Sphyraena forsteri), ikan bawal hitam (Parastromateus niger), ikan

beloso (Harpadon transluscens), ikan biji nangka (Upeneus moluccensis),

ikan buntal (Lagocephalus spadiceus), ikan gulamah (Pennahia anea), ikan

hiu bambu (Chiloscyllium punctatum), ikan kerapu lumpur (Epinephelus

coioides), ikan kurisi (Nemipterus marginatus), ikan kuwe (Carangoides

malabaricus), ikan lidah (Cynoglossus macrolepidotus), ikan pari (Dasyatis

zugei), ikan peperek (Leiognathus splendens), ikan sebelah (Psettodes

erumei), ikan selar kuning (Selaroides leptolepis), dan ikan swanggi

(Heteropriacanthus cruentatus).

2) Nilai persentase spesies terbesar adalah ikan kurisi (Nemipterus marginatus)

sebesar 30,43 %, diikuti ikan swanggi (Heteropriacanthus cruentatus)

sebesar 16,51 %, dan ikan peperek (Leiognathus splendens) sebesar 12,88

%. Sedangkan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu ikan lidah

(Cynoglossus macrolepidotus) hanya sebesar 1,73 %.

3) Nilai tingkat keanekaragaman jenis spesies pada hasil tangkapan cantrang

sebesar 1,93 yang artinya termasuk kategori keanekaragaman sedang.

Sedangkan nilai tingkat keseragaman jenis spesies pada hasil tangkapan

cantrang sebesar 0,70 yang artinya termasuk kategori keseragaman tinggi.

62
5.2 Saran

1) Lembaga Akademis (Perguruan Tinggi dan Mahasiswa)

Penelitian lebih lanjut mengenai komposisi hasil tangkapan berbagai alat

tangkap yang berada di Bulu, Kabupaten Tuban sehingga informasi yang

didapatkan lebih lengkap dan digunakan sebagai informasi pengelolaan

perikanan di daerah setempat dan masyarakat sekitar dapat mengetahui

potensi perikanan yang ada di Bulu, Kabupaten Tuban dengan lebih baik.

2) Instansi

Melalui hasil penelitian ini, dapat disarankan kepada dinas terkait untuk

memperbaiki sistem pencatatan data hasil tangkapan dengan diadakannya

sistem pelelangan ikan.

63
DAFTAR PUSTAKA

Aidy, Y. 2003. Analisis Sebaran Ikan Demersal yang Tertangkap dengan


Cantrang di Perairan Kabupaten Demak. Tesis. Magister Manajemen
Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Atmaja, S.B., dan D. Nugroho. 2012. Distribusi Spasial Upaya Penangkapan


Kapal Cantrang dan Permasalahannya di Laut Jawa. Balai Penelitan
Perikanan Laut-Jakarta. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan
Konservasi Sumberdaya Ikan. Jakarta.

Ayodyoa. 1981. Fishing Methods. Proyek Peningkatan/Pengembangan


Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Tarik


Cantrang. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7236-2006. Bogor.

Badrudin., T.E., dan Aisyah. 2011. Kelimpahan Stok Sumberdaya Ikan Demersal
di Perairan Sub Area Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
1 (17).

Bambang. 2006. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai


Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Balai Besar Pengembangan
Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Semarang.

Carpenter, K.E., and Niem, V.H. 1998a. The Living Marine Resources of the
Western Central Pacific. FAO. Vol.01.

______________________. 1998b. The Living Marine Resources of the Western


Central Pacific. FAO. Vol.02.

______________________. 1999a. The Living Marine Resources of the Western


Central Pacific. FAO. Vol.03.

______________________. 1999b. The Living Marine Resources of the Western


Central Pacific. FAO. Vol.04.

______________________. 2001a. The Living Marine Resources of the Western


Central Pacific. FAO. Vol.05.

______________________. 2001b. The Living Marine Resources of the Western


Central Pacific. FAO. Vol.06.

Hapsari, T.D., A.A. Bayyinah., dan Ismail. 2014. Analisis Finansial Usaha
Perikanan Tangkap Cantrang 30 GT di Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Tasik Agung Rembang. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management And Technology. 3 (3): 218-227.

64
Harahap, D.Y., P. Patana, dan Rahmawaty. 2013. Keanekaragaman Burung
Migran di Pesisir Pantai Timur Kabupaten Deli Serdang Sumatera
Utara. (Migratory Shorebirds Diversity at East Coastal of Deli Serdang
District, Province of North Sumatra). Skripsi. Program Studi Kehutanan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Bivalia di Area


Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan. 1 (3):
1-6.

Leo, A.A. 2010. Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong,


Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Skripsi. Mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Lestariono, T., A. Rosyid, dan Wijayanto. 2013. Perbedaan Tingkat Pendapatan


Nelayan dan Tingkat Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Tangkap
Payang dan Cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang
Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology. 3 (2): 20-29.

Listiana, S.E.D., A.K Muhammad., dan Pramonowibowo. 2013. Analisis


Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Tangkap Cantrang di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Bulu Tuban Jawa Timur. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology. 3 (2): 90-99.

Ni’mah, J. 2012. Analisis Sektor Perikanan Terhadap Perkembangan


Perekonomian Kabupaten Tuban Tahun 2007 -2011. Fakultas Ekonomi
dan Bisnis. Universitas Brawijaya. Malang.

Nurudin, F.A. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Sekonyer Taman


Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Skripsi. Jurusan Biologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

Odum, E.P., 1971. Fundamental of ecology.,W.E.Sounders, Philadelphia. 567 pp.

Pratiwi, M. 2010. Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis pada Jaring Insang
Hanyut dengan Ukuran Mata Jaring 3,5 Dan 4 Inci di Perairan Belitung
Provinsi Bangka Belitung. Skripsi. Mayor Teknologi dan Manajemen
Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riyanto, M., A. Purbayanto., W. Mawardi., dan N. Suheri. 2011. Kajian Teknis


Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan,
Jawa Timur. Buletin PSP. 1 (19): 97-104.

Sagala, E., M.R. Ridho., Nurliana., R. Yasinta., dan R. Haryani. 2012. Penuntun
Praktikum Iktiologi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya.

65
Subani, W., dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia.
Balai penelitian Perikanan laut. Departemen Pertanian. Jakarta.

Sudirman., M., I. Nurdian., dan R. Sihbudi. 2008. Deskripsi Alat Tangkap


Cantrang, Analisis by catch, discard dan Komposisi Ukuran Ikan yang
Tertangkap di Perairan Takalar. Jurnal Torani. 2 (18): 160-170.

Suheri, N. 2010. Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong,


Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Skripsi. Mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Sukarniati. 2008. Ukuran Panjang dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipteridae) Hasil
Tangkapan Jaring Cantrang di Brondong Jawa Timur. Teknisi Litkayasa
pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru. Jakarta.

Suprapto. 2014. Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan Demersal di Perairan


Tarakan. Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta. Jurnal BAWAL. 6 (1):
47-53.

Susaniati, W., A.E.P Nelwan., dan M. Kurnia. 2013. Produktivitas Daerah


Penangkapan Ikan Bagan Tancap yang Berbeda Jarak Dari Pantai di
Perairan Kabupaten Jeneponto. Program Studi Ilmu Perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makasar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

White William. T., P.R. Last., Dharmadi., R. Faizah., U. Chodrijah., B. I.


Prisantosos., J.J. Pogonoski., M. Puckridge., and S.J.M. Blaber. 2013.
Market fishes of Indonesia (Jenis-jenis ikan di Indonesia). ACIAR
Monograph No. 155. Australian Centre for International Agricultural
Research: Canberra. 438 pp.

Yuspriadipura, A., D. Suprapto., dan Suryanti. 2014. Jenis dan Kelimpahan Ikan
pada Karang Branching di Perairan Pulau Lengkuas Kabupaten
Belitung. Journal of Maquares 3 (3): 52-57.

Zulfiati. 2014. Distribusi dan Keanekaragaman Jenis Ikan Karang (Famili


Pomacentridae) Untuk Rencana Referensi Daerah Perlindungan Laut
(DPL) Di Pulau Bonetambung. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas
Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

66

Anda mungkin juga menyukai