Anda di halaman 1dari 93

DINAMIKA STOK IKAN PEPEREK (Leiognathus spp.

)
DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU,
KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

AFIFAH HAZRINA
C24061965

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Dinamika Stok Ikan Peperek (Leiognathus spp.) di Perairan Teluk


Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Afifah Hazrina
C24061965
RINGKASAN

Afifah Hazrina. C24061965. Dinamika Stok Ikan Peperek (Leiognathus spp.) di


Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Dibawah bimbingan Rahmat Kurnia dan Zairion.

Ikan peperek merupakan salah satu tangkapan dominan yang ditangkap di


perairan Teluk Palabuhanratu dan didaratkan di PPN Palabuhanratu. Meningkatnya
kebutuhan manusia akan pemenuhan gizi menyebabkan permintaan yang tinggi
terhadap sumberdaya ikan peperek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dinamika stok ikan peperek yang meliputi pertumbuhan dan mortalitas serta untuk
menduga kondisi sumberdaya melalui upaya atau effort optimum (fmey), upaya pada
kondisi MSY (fmsy), tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable
Yield), dan MEY (Maximum Economic Yield) dalam kegiatan penangkapan ikan
peperek.
Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang total dan bobot basah
ikan contoh berlangsung selama tiga bulan sejak tanggal 10 Maret sampai 19 Mei
2010 dengan interval waktu pengambilan dua minggu. Selain itu, dilakukan
pengumpulan data dan informasi lainnya dengan cara observasi serta wawancara
untuk informasi kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi
penangkapan, dan harga ikan peperek. Pengambilan data sekunder dilakukan juga di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu yang dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Mei 2010 meliputi data produksi hasil tangkapan ikan peperek yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu dan upaya penangkapan berupa unit alat tangkap
bagan selama enam tahun (2004-2009) serta keadaan umum dan kondisi perikanan
peperek di Teluk Palabuhanratu.
Aspek pertumbuhan dan mortalitas dianalisis berdasarkan data panjang total.
Kelompok ukuran dipisahkan dengan metode NORMSEP, koefisien pertumbuhan
(k) dan panjang asimtotik (L∞) diduga dengan metode plot Ford Walford, dan umur
teoritis pada saat panjang sama dengan nol (t0) serta laju mortalitas alami (M)
diduga dengan rumus empiris Pauly. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva
hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang, sedangkan laju
mortalitas penangkapan diduga dengan rumus F=Z-M serta laju eksploitasi diduga
dengan rumus E=F/Z. Untuk pendugaan analisis bioekonomi sumberdaya ikan
peperek dilakukan dengan menggunakan metode Gordon Schaefer.
Sebaran ukuran panjang ikan peperek berada pada selang 20-23 mm sampai
124-127 mm. Pola pertumbuhan ikan peperek di Teluk Palabuhanratu adalah
allometrik negatif. Koefisien pertumbuhan (k) ikan peperek sebesar 1,40 per tahun
dengan panjang asimtotik (L∞) sebesar 131,78 mm dan umur teoritis (t0) sebesar -
0,87 tahun sehingga diperoleh persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan
peperek adalah Lt = 131,78 (1-e[-1,40(t + 0,87)]). Laju mortalitas total (Z) ikan peperek
sebesar 3,02 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0,60 per tahun dan
laju mortalitas penangkapan sebesar 2,42 per tahun sehingga diperoleh laju
eksploitasi 0,80, dimana nilai laju eksploitasi ini telah melebihi laju eksploitasi
optimum 0,5 (overexploited).
Hasil analisis model stok ikan peperek mengikuti model bioekonomi Gordon
Schaefer dengan hasil tangkapan dan upaya tangkapan sebaiknya tidak melebihi

iii
nilai MEY dan fmey sebesar 233,9626 ton dan 122 unit per tahun sehingga
memperoleh rente maksimum sebesar Rp.1.129.840.908 per tahun. Nilai MSY
diperoleh 234,0333 ton dan 124 unit per tahun dengan rente Rp.1.129.487.373 per
tahun. Tingkat produksi pada kondisi Open Access adalah 15,9888 ton per tahun dan
effort sebesar 243 unit per tahun dengan nilai rente yang didapatkan Rp. 0 per tahun.
Pada kondisi aktual, produksi tangkapan sebesar 172,2324 ton per tahun dan effort
sebesar 158 unit per tahun dengan nilai rente sebesar Rp.809.260.510,6 per tahun.
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dapat diketahui bahwa stok ikan peperek
di Teluk Palabuhanratu telah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing) yaitu
growth overfishing dan economic overfishing. Rencana pengelolaan yang disarankan
berdasarkan pendekatan model bioekonomi Gordon Schaefer dengan hasil
tangkapan dan upaya tangkapan sebaiknya tidak melebihi nilai MEY dan fmey
sebesar 233,9626 ton dan 122 unit per tahun, pengaturan ukuran mata jaring, dan
pengaturan musim tangkapan.

iv
DINAMIKA STOK IKAN PEPEREK (Leiognathus spp.)
DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU,
KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

AFIFAH HAZRINA
C24061965

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Dinamika Stok Ikan Peperek (Leiognathus spp.) di Perairan


Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat
Nama : Afifah Hazrina
NIM : C24061965
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Rahmat Kurnia, M.Si Ir. Zairion, M.Sc


NIP. 19680928 199302 1 001 NIP. 19640703 199103 1 003

Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc


NIP. 19660728 199103 1 002

Tanggal Lulus : 3 Agustus 2010


PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Dinamika Stok Ikan Peperek
(Leiognathus spp.) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan penulis selama tiga bulan pada Maret hingga Mei 2010 dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan,
dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa
hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada :
1. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si dan Ir. Zairion, M.Sc selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus
M. Samosir, M.Phil selaku wakil komisi pendidikan program S1, atas saran,
nasehat, dan perbaikan yang diberikan.
3. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama penulis menempuh
pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB).
4. Ibu Imas dari PPN Palabuhanratu dan Pak Asep atas segala bantuan dan
kerjasamanya.
5. Keluarga tercinta; Papa, Mama, dan adik-adik ku tersayang (Abdurrobi Hanifa
dan Muhammad Fadhlurrohman) atas doa, pengorbanan, keikhlasan serta
dukungan semangatnya.
6. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar serta seluruh civitas
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan kepada penulis.
7. Luly Nurul Fadhilah dan Dinda Zakiyah Hanum selaku partner penelitian,
teman-teman seperjuangan MSP 43 (Icut, Kaka, Putri), Chika (roommate),
serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa, bantuan,
dukungan, kesabaran, kerjasama dan semangatnya kepada penulis selama masa
perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta
seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

viii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Oktober 1989


sebagai putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak S.
Budi Prayitno dan Ibu Adelerina. Pendidikan formal ditempuh di
TK Al Muhadjirin (1995), SDN 01 Bekasi (2000), SLTPN 2
Bekasi (2003), dan SMAN 1 Bekasi (2006). Pada tahun 2006
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
SPMB. Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis
diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Avertebrata (2008/2009) dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Biologi
Perikanan (2008/2009). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai
anggota divisi KP2K Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan periode 2007/2008.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Dinamika Stok Ikan
Peperek (Leiognathus spp.) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat”.

ix
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Peperek ..................................................................................... 5
2.1.1. Klasifikasi dan morfologi ...................................................... 5
2.1.2. Jenis–jenis ikan peperek ........................................................ 7
2.1.2.1. Leiognathus elongatus (Günther, 1874) .................. 7
2.1.2.2. Leiognathus equulus (Forsskål, 1775) ..................... 7
2.1.2.3. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829) .................... 8
2.1.3. Distribusi dan migrasi ............................................................ 8
2.1.4. Makanan dan kebiasaan makan .............................................. 10
2.1.5. Waktu dan musim pemijahan ................................................. 11
2.2. Pertumbuhan .................................................................................... 11
2.3. Alat Tangkap Ikan Peperek .............................................................. 13
2.4. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ....................................................... 14
2.5. Pengkajian Stok Ikan ....................................................................... 14
2.6. Maximum Economic Yield (MEY) ................................................... 15
2.7. Pengelolaan Perikanan ..................................................................... 17
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu ........................................................................... 18
3.2. Pengumpulan Data ........................................................................... 18
3.2.1. Pengumpulan data primer ...................................................... 18
3.2.2. Pengumpulan data sekunder .................................................. 20
3.3. Analisis Data .................................................................................... 20
3.3.1. Hubungan panjang dan bobot ................................................ 20
3.3.2. Distribusi Frekuensi Panjang ................................................. 21
3.3.3. Identifikasi Kelompok Ukuran .............................................. 22
3.3.4. Plot Ford Walford (L∞, K) dan t0 ........................................... 23
3.3.5. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ............................................. 24
3.3.6. Analisis Bioekonomi .............................................................. 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Palabuhanratu ................................ 33
4.2. Kondisi Perikanan Peperek di Palabuhanratu .................................. 34
4.3. Hubungan Panjang dan Bobot ......................................................... 35
4.4. Sebaran Ukuran Panjang .................................................................. 37
4.5. Parameter Pertumbuhan ................................................................... 38

x
4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ....................................................... 42
4.7. Model Bioekonomi Ikan Peperek .................................................... 43
4.8. Implikasi Untuk Pengelolaan ........................................................... 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 49
5.2. Saran ................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................... 53

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data upaya penangkapan (unit) dan produksi ikan peperek


(kg) di Teluk Palabuhanratu tahun 2004-2009 ........................................ 3
2. Formula perhitungan pengelolaan ikan peperek ...................................... 32
3. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek di Palabuhanratu .................. 35
4. Sebaran kelompok ukuran ikan peperek di Palabuhanratu ...................... 38
5. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy
(K, L∞, t0) ikan peperek di Palabuhanratu (Maret-Mei 2010) .................. 40
6. Parameter pertumbuhan ikan peperek (Leiognathus equulus)
dari beberapa hasil penelitian.................................................................... 41
7. Laju mortalitas dan eksploitasi ikan peperek ........................................... 42
8. Hasil analisis parameter bioekonomi dengan model
Gordon Schaefer ...................................................................................... 43

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Ikan Peperek (Leiognathus spp.) .............................................................. 5
2. Leiognathus elongatus (Günther, 1874) .................................................. 7
3. Leiognathus equulus (Forsskål, 1775) ..................................................... 8
4. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829) .................................................... 8
5. Peta distribusi ikan peperek di dunia ....................................................... 9
6. Alat tangkap bagan apung ......................................................................... 13
7. Grafik konsep MEY dalam model Gordon Schaefer ................................ 16
8. Peta lokasi penelitian ............................................................................... 18
9. Skema pengambilan contoh ..................................................................... 19
10. Komposisi hasil tangkapan bagan ............................................................ 34
11. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek ................................................ 36
12. Kelompok ukuran panjang ikan peperek .................................................... 39
13. Kurva pertumbuhan ikan peperek ............................................................... 42
14. Hubungan upaya penangkapan dan hasil tangkapan (produksi) ................. 44
15. Grafik bioekonomi ikan peperek di Teluk Palabuhanratu
dengan pendekatan model Gordon Schaefer .............................................. 45

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Alat yang digunakan ................................................................................ 54
2. Metode pengukuran panjang total dan bobot basah ikan contoh ............. 55
3. Kuesioner nelayan ikan peperek .............................................................. 56
4. Rata-rata biaya penangkapan ikan peperek per trip (Rupiah)
di Teluk Palabuhanratu ............................................................................ 57
5. Kuisioner harga ikan peperek .................................................................. 58
6. Data ikan peperek setiap pengambilan contoh di
PPN Palabuhanratu ................................................................................... 59
7. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek setiap
pengambilan contoh .................................................................................. 66
8. Sebaran ukuran panjang selama pengamatan ........................................... 68
9. Uji t nilai b hubungan panjang dan bobot ................................................ 70
10. Sebaran frekuensi panjang ikan peperek................................................... 72
11. Hasil analisis metode NORMSEP dengan Program FISAT II ................. 73
12. Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0) ............. 75
13. Analisis laju mortalitas total (Z) dengan metode Jones dan van Zalinge
dengan bantuan program Mortality Estimation, FISAT II........................ 75
14. Perhitungan bioekonomi sumberdaya ikan peperek dengan
menggunakan model Gordon Shaefer ....................................................... 76

xiv
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Wewengkang (2002), Teluk Palabuhanratu yang terletak di
Kabupaten Sukabumi mempunyai potensi penyediaan ikan. Perairan Teluk
Palabuhanratu terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 100°10’-106°30’
Bujur Timur (BT) dan 6°50’-7°30’ Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayahnya ±
27.210.310 Ha. Produksi ikan yang didaratkan mulai dari tahun 2004-2009 terbatas
pada cakalang (Katsuwonus pelamis), lisong (Auxis rochei), tuna abu-abu (Thunus
tonggol), banyar (Rastrelliger kanagurta), albakor (Thunnus alalunga), yellowfin
tuna (Thunnus albacores), eteman (Mene maculata), tembang (Sardinella sp.), layur
(Trichiurus sp.), layang (Decapterus sp.), peperek (Leiognathus spp.), dan teri
(Stolephorus commersonii) (Ditjen Tangkap-DKP 2009). Salah satu dari ikan
dominan yang ditangkap di Palabuhanratu adalah ikan peperek. Ikan demersal
ekonomis penting yang paling umum antara lain adalah kakap merah, bawal putih,
manyung, kuniran, gulamah, layur, dan peperek.
Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik yakni akses terbuka (open
access) yang memberikan sebuah pemikiran bahwa setiap orang atau individu
memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Oleh karena itu,
maka semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan laut akan merasa
memiliki hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut sesuai dengan kemampuan
masing-masing hingga nilai rente dari sumberdaya terbagi habis. Sebaliknya tidak
satupun pihak yang menjaga kelestariannya. Setiap pihak akan berusaha untuk
memaksimumkan hasil tangkapan (Fauzi 2006). Produksi perikanan sebagian besar
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan telah diolah menjadi
produk olahan, sementara penyediaan ikan untuk konsumsi meningkat rata-rata
7,78% per tahun. Sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang melimpah
merupakan potensi bagi peningkatan kesejahteraan anak bangsa. Untuk itu, segala
bentuk pemanfaatannya harus selalu mengedepankan prinsip keberlanjutan agar
ketersediaan sumberdaya tersebut dapat dijaga kelestariannya dan menjadi sumber
bagi penghidupan masyarakat Indonesia secara turun temurun. Dengan kata lain,
dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi
2
 

yang optimal dengan tetap memperhatikan faktor biologi sumberdaya ikan sehingga
dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan akan memberikan keuntungan
yang maksimal bagi kesejahteraan nelayan dan lestari secara biologi.
Sifat sumberdaya perairan yang terbatas dan dapat rusak maka diperlukan
adanya pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga ketersediaan stok
sumberdaya tersebut. Mengingat akan pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan
manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong
manusia untuk melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan, termasuk
ikan peperek. Ikan peperek di Teluk Palabuhanratu cukup potensial dalam kegiatan
penangkapan. Ikan ini dijadikan bahan konsumsi oleh masyarakat sekitar perairan
Selatan Jawa karena harganya yang relatif stabil. Kegiatan tersebut dapat
mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya ikan peperek terutama di
perairan Teluk Palabuhanratu. Hal inilah yang mendorong perlunya pengkajian
dinamika stok sebagai input pengelolaan sumberdaya ikan peperek di perairan Teluk
Palabuhanratu. Selain itu, perlu dilakukan juga kajian bioekonomi yakni kajian yang
memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap.

1.2. Perumusan Masalah


Kegiatan penangkapan ikan peperek (Leiognathus spp.) di daerah
Palabuhanratu mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Sejak tahun 2004 hingga saat
ini, ikan peperek (Leiognathus spp.) menjadi salah satu ikan dominan yang
tertangkap di daerah perairan Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan data statistik
perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2004-2009, diketahui bahwa
hasil tangkapan ikan peperek berfluktuasi. Produksi ikan peperek pada periode tahun
2008 mengalami penurunan sebesar 85,52% dan nilai produksinya menurun sebesar
76,23% dengan harga rata-rata senilai Rp 3.485,-/kg. Hal ini disebabkan karena
adanya tekanan penangkapan yang dilakukan yang tentunya berakibat pada hasil
tangkapan para nelayan. Ikan peperek banyak ditangkap oleh nelayan dengan
menggunakan alat tangkap angkutan bagan (raft lift net). Selain itu, juga digunakan
alat tangkap payang dan purse seine. Berdasarkan data statistik perikanan PPN
Palabuhanratu tahun 2004-2009, diketahui bahwa alat tangkap yang digunakan
dalam operasi penangkapan ikan peperek secara umum meningkat jumlahnya (Tabel
3
 

1). Data tersebut menunjukkan bahwa tekanan penangkapan terhadap ikan peperek
terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi hasil tangkapan
sumberdaya tersebut yang diperoleh nelayan dari perairan Teluk Palabuhanratu dan
tentunya akan berdampak pada keuntungan yang akan diperoleh.

Tabel 1. Data upaya penangkapan (unit) dan produksi ikan peperek (ton) di Teluk
Palabuhanratu tahun 2004-2009
Tahun Produksi (Ton) Effort (Unit)
2004 331,178 91
2005 265,263 243
2006 144,007 194
2007 307,164 102
2008 44,484 200
2009 29,917 164
Sumber : Ditjen Tangkap-DKP (2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010)

Adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan peperek disertai


dengan volume produksi yang meningkat dapat mengakibatkan terancamnya
kelestarian ikan peperek di perairan Teluk Palabuhanratu. Untuk mengetahui kondisi
aktual sumberdaya ini maka perlu dilakukan suatu studi dinamika stok dan
bioekonomi terhadap sumberdaya tersebut. Kajian bioekonomi akan memberikan
informasi yang dibutuhkan untuk mengontrol tingkat eksploitasi yang berlebih
dengan upaya pemanfaatan yang memberikan keuntungan yang optimal.

1.3. Tujuan dan Manfaat


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika stok ikan peperek melalui
pendugaan model dan pola pertumbuhan, mortalitas total serta laju eksploitasi.
Selain itu, untuk menentukan kondisi sumberdaya melalui upaya atau effort
optimum (fmey), upaya pada kondisi MSY (fmsy), tangkapan maksimum lestari atau
MSY (Maximum Sustainable Yield), dan MEY (Maximum Economic Yield) dalam
kegiatan penangkapan sumberdaya ikan peperek guna pengelolaan di perairan Teluk
Palabuhanratu.
4
 

Studi yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan gambaran


bagaimana pola pertumbuhan dan tingkat mortalitas ikan peperek di perairan Teluk
Palabuhanratu. Selain itu, studi ini diharapkan juga dapat menduga nilai potensi
lestari (MSY), nilai potensi maksimum secara ekonomi (MEY) serta upaya atau
effort optimum dalam kegiatan penangkapan yang dapat digunakan sebagai input
pengelolaan sumberdaya ikan peperek secara berkelanjutan di perairan Teluk
Palabuhanratu.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Peperek


2.1.1. Klasifikasi dan morfologi
Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan peperek (Gambar 1) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Famili : Leiognathidae
Genus : Leiognathus
Spesies : Leiognathus spp.
Nama Indonesia : Pepetek, petek, peperek, kopeh, maco, pettah, dodok, dan
gampar

Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.)


Sumber : www.pipp dkp.co.id

Ikan peperek memiliki morfologi tubuh yaitu sirip punggung memiliki delapan
jari-jari keras diikuti oleh 15-16 jari-jari lemah (D.VIII.15-16), sirip ekor memiliki
6
 

tiga jari-jari keras diikuti oleh 14-15 jari-jari lemah (A.III. 14-15). Panjang kepala
1/3 panjang total, panjang tubuh kurang dari tiga kali tinggi, tinggi badan 1/1,7
tinggi kepala, diameter mata 1/2,5 panjang kepala. Badan agak lebar, pipih, mulut
lurus, bila ditarik ke depan membentuk corong serong ke bawah. Mempunyai gigi
kecil pada rahang, sisik-sisik pada garis linea literalis adalah 55 - 60. Bentuk linea
literalis lebih cekung bila dibandingkan dengan punggung dan berakhir di pangkal
ekor, jari-jari keras sirip punggung kuat, jari yang kedua kurang dari setengah tinggi
badan (de Beaufort 1931 in Badrudin 1988). Warna badan putih keperakan, sisik
pada garis rusuk kuning cerah. Pada ikan-ikan yang masih muda terdapat garis-garis
menggelombang melintang pada bagian atas badan. Ukuran ikan ini dapat mencapai
panjang total 140 mm, umumnya adalah 60 - 120 mm (Djajadiredja 1979). Menurut
Pauly (1977) bahwa umumnya ukuran ikan peperek untuk penangkapan komersial
adalah 50-100 mm. Di pantai utara Jawa, panjang maksimal mencapai 150 mm dan
di Selat Malaka pada bulan Oktober 1985 ditemukan kisaran panjang mencapai 5,5 -
14 cm (Rusmadji dan Badrudin 1987 in Saadah 2000).
Pada kawasan Indo-Pasifik dapat dijumpai sekitar 30 jenis spesies peperek,
dan 20 diantaranya terdapat di perairan Indonesia. Ikan peperek ini umumnya
digolongkan ke dalam tiga genus yakni Leiognathus, Gazza, dan Secutor. Ketiga
genus ini dapat dibedakan dari bentuk mulut dan giginya. Gazza memiliki gigi
taring, sedangkan yang lainnya hanya gigi kecil dan mulut yang dapat dijulurkan ke
depan dengan mengarah ke atas (Secutor) ataupun ke bawah (Leiognathus). Bentuk
mulut dan gigi disesuaikan dengan kebiasaan mencari makan. Leiognathus dengan
mulut yang dapat dijulurkan menghadap ke bawah cocok untuk kebiasaannya
mencari makanan di dasar laut berupa detritus atau berbagai hewan dan tumbuhan
kecil (Nontji 2002). Menurut Pauly (1977), ikan peperek memiliki ciri utama yaitu
dapat memancarkan cahaya berwarna putih keperakan yang disebut dengan
bioluminescence. Cahaya dilepaskan pada siang hari ke arah bawah berupa cahaya
difuse yang cenderung memecah bayangan dirinya menjadi tak utuh. Akibatnya
pemangsa potensial tidak dapat melihat nyata ikan ini sehingga dapat terhindar dari
perhatian pemangsa tersebut.
7
 

2.1.2. Jenis-jenis ikan peperek


2.1.2.1. Leiognathus elongatus (Günther, 1874)
Leiognathus elongatus (Gambar 2) memiliki badan yang ramping dan sedikit
pipih, kepala panjang ke depan tetapi bagian pipi dan dada tertutup oleh sisik-sisik
kecil, terdapat nuchal spine. Mulut dapat disembulkan ke bawah. Warna badan
keperak-perakan, bagian belakang dengan warna hitam tidak tetap dan gelap. Sirip
punggung bagian depan memiliki warna kuning berbentuk pita mendatar dan ujung
bagian belakang berwarna orange. Sirip dubur antara tulang keras kedua dan ketiga
berwarna kuning seperti juga pada ujung bagian depan sirip dorsal. Ikan jantan
memiliki garis-garis biru membujur pada perut (FAO 1974).

Gambar 2. Leiognathus elongatus (Günther, 1874)


Sumber : www.fishbase.com

2.1.2.2. Leiognathus equulus (Forsskål, 1775)


Ikan ini berukuran lebar, badan tinggi pipih dengan bagian belakang
membentuk sudut (Gambar 3). Kepala runcing ke depan dan terdapat nuchal spine
pada punggung. Mulut dapat disembulkan ke bawah dan sirip dada memanjang
sampai atau mendekati sirip dubur. Badan berwarna keperak-perakan, agak redup,
tipis, dan memiliki garis-garis vertikal pada bagian belakang. Terdapat warna coklat
kecil berbentuk sadel/pelana pada ekor bagian atas. Sirip punggung tidak berwarna
(transparan), sirip dada agak gelap dan sirip dubur kekuning-kuningan (FAO 1974).
8
 

Gambar 3. Leiognathus equulus (Forsskål, 1775)


Sumber : www.fishbase.com

2.1.2.3. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829)


Jenis ikan ini memiliki badan yang pipih dan agak tinggi, kepala runcing ke
depan dan terdapat nuchal spine pada bagian punggung (Gambar 4). Mulut pendek,
lebih pendek dari diameter lingkaran mata dan mulutnya dapat disembulkan ke
bawah. Panjang sirip perut tidak sampai ke sirip dubur. Warna dari badan keperak-
perakan, terdapat linea lateralis berawal dari sirip dada hingga ujung sirip ekor. Sirip
dubur berwarna kuning cerah terkadang terdapat titik-titik hitam pada bagian jari
keras ke tiga dari sirip punggung (FAO 1974).

Gambar 4. Leiognathus splendens (Cuvier, 1829)


Sumber : www.fishbase.com

2.1.3 Distribusi dan migrasi


Penyebaran ikan peperek di dunia meliputi kawasan Indo Pasifik Barat, Timur
London, Laut Merah, Afrika Selatan, Teluk Benggala, sepanjang Pantai Laut Cina
Selatan, Philipina, Taiwan, Pantai Utara Australia, ke Barat sampai Pantai Afrika
9
 

Timur (Comors, Seychelles, Madagaskar, dan Mauritus), Teluk Persia, Fiji, Utara ke
Pulau Ryukyu, dan Selatan Australia (Gambar 5). Selain itu, ikan peperek banyak
terdapat di perairan Utara Jawa. Ikan ini juga tersebar di bagian timur Sumatera,
sepanjang pantai Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Tiworo, Arafuru, Teluk
Benggala, sepanjang pantai India, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina
sampai utara Australia (Ditjen Perikanan 1993 in Saadah 2000). Menurut Pauly
(1977), ikan peperek yang hidup di perairan Indonesia, Kalimantan, dan perairan
India berada pada kedalaman kurang lebih antara 20 - 40 m dan hidup berkelompok
pada kedalaman 40 - 60 m.

Gambar 5. Peta distribusi ikan peperek di dunia


Sumber : www.fishbase.com

Laevastu & Hayes (1981) mengatakan bahwa banyak ikan melakukan ruaya
menuju ke arah kutub selama musim panas dan menuju daerah ekuator di musim
dingin. Hal ini terjadi dikarenakan adanya pengaruh secara langsung dari suhu atau
pengaruh suhu secara tidak langsung terhadap keberadaan makanan. Ikan peperek
biasanya hidup di dasar perairan yang dangkal dan membentuk gerombolan yang
besar. Operasi penangkapan ikan dengan trawl, trammel net ataupun bagan dapat
memperoleh ikan peperek dalam jumlah yang sangat besar. Karena ukurannya yang
relatif kecil di beberapa negara Asia seperti Thailand ikan ini hanya dimanfaatkan
untuk tepung ikan, ikan asin, dan makanan bebek. Jenis ikan peperek yang banyak
dikonsumsi yakni spesies Leiognathus equulus karena ukurannya yang lebih besar
dari 15 cm bahkan mencapai 26 cm (Beck & Sudradjat 1978).
10
 

Menurut Beck & Sudradjat (1978), ikan peperek hidup bergerombol di dasar
perairan dangkal berada pada kedalaman antara 5 - 60 m. Nilai tangkapan tertinggi
diperoleh pada kedalaman 10 - 20 m, dengan rata-rata maksimum pada kedalaman
15 m di pantai Utara Jawa. Nilai tangkapan tertinggi ikan peperek terdapat di dasar
lumpur dan lumpur pasiran, akan tetapi ikan ini dapat hidup di substrat pasir, coral,
dan gravel (Widodo 1980 in Saadah 2000). Jenis ikan demersal memiliki daya tahan
yang rendah terhadap penangkapan terutama disebabkan ruaya yang tidak terlalu
jauh dan aktifitas gerak yang relatif rendah sehingga apabila intensitas penangkapan
meningkat maka mortalitas akibat penangkapan akan meningkat juga (Badrudin
1988).

2.1.4. Makanan dan kebiasaan makan


Makanan ikan peperek umumnya adalah organisme bentik yang terdiri atas
hewan invertebrata dan tumbuhan. Organisme tersebut meliputi foraminifera,
polychaeta, ostacoda, decapoda, diatom, zooplankton seperti copepoda dan telur-
telur ikan (Pauly 1977). Dalam rantai makanan, fitoplankton sebagai (primary
producer) akan dimakan oleh zooplankton sebagai primary consumer selanjutnya
ikan peperek akan memakan zooplankton. Ikan peperek sebagai pemakan kedua
(second consumer) akan dimangsa oleh pemakan selanjutnya seperti ikan layur.
Panjang pendeknya rantai makanan bergantung kepada macam, ukuran, umur ikan
(Effendie 1997).
Menurut Lagler (1970), jenis makanan yang dimakan oleh suatu jenis ikan
biasanya tergantung pada umur ikan, tempat, dan musim. Adapun organ tubuh yang
berperan dalam pengambilan makanan adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung,
dan usus. Ikan peperek memiliki bentuk mulut dan gigi yang disesuaikan dengan
kebiasaan mencari makan. Pada ikan peperek mulut dapat dijulurkan menghadap ke
bawah, cocok dengan kebiasaan mencari makan di dasar laut berupa detritus atau
berbagai hewan dan tumbuhan kecil (Nontji 2002). Lisnawati (2004) mengatakan
bahwa ikan peperek merupakan ikan omnivora yang memiliki variasi makanan yang
besar (Euryphagic). Dalam memanfaatkan makanan, ikan peperek jantan lebih
bersifat selektif apabila dibandingkan dengan ikan peperek betina. Ikan peperek
jantan dan betina memiliki peluang kompetisi yang cukup besar dalam
11
 

memanfaatkan sumberdaya makanan. Menurut Pauly (1977), ikan peperek memiliki


rasio panjang usus dengan panjang baku berkisar antara 2,64 - 3,12.

2.1.5. Waktu dan musim pemijahan


Menurut Chaerrudin (1977) in Saadah (2000), ikan peperek pada bulan Maret,
ovarinya masih dalam tahap perkembangan. Ovari dengan telur yang sudah masak
terdapat pada bulan April dan Mei serta pada bulan Juli, Agustus, dan September
sedangkan bulan Mei dan November ovari sudah mulai kosong. Dari keadaan
tersebut diduga masa pemijahan terjadi pada bulan Maret dan Juli. Pemijahan
pertama berlangsung sekitar 3 bulan sedangkan pemijahan kedua berlangsung 3
bulan juga. Ikan peperek termasuk ikan yang partial spawner. Pengaruh lingkungan
yang terjadi sangat memiliki pengaruh pada ikan ataupun stok terutama
mempengaruhi musim pemijahan yang sedang berlangsung dan perkembangan larva
atau telur dimana rekruitmen dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang
anomali. Perubahan suhu yang anomali sepanjang musim pemijahan dapat menunda
terjadinya pemijahan dan menyebabkan perubahan tempat untuk memijah (Laevastu
& Hayes 1981). Ikan pelagis dan demersal melakukan migrasi musiman secara
horizontal biasanya ke perairan yang dangkal atau mendekat ke arah permukaan
selama musim panas dan menuju ke permukaan yang dalam selama terjadinya
musim dingin. Menurut Saadah (2000), diduga ikan peperek memijah pada bulan
Mei. Ikan peperek mencapai ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 9 cm
(Pauly 1977).

2.2. Pertumbuhan
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang
atau berat dalam suatu waktu sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah sebagai
pertambahan jumlah. Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan akan hampir serupa
dengan bentuk induknya. Pada umumnya, perubahan tersebut hanya perubahan kecil
seperti panjang sirip dan kemontokan tubuh. Pertumbuhan merupakan proses
biologis yang kompleks dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor ini
dapat digolongkan menjadi dua macam yakni faktor dalam dan faktor luar. Faktor-
faktor tersebut ada yang dapat dikontrol dan bahkan ada yang tidak dapat dikontrol.
12
 

Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol diantaranya adalah
keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Di daerah tropis, makanan
merupakan faktor yang lebih penting daripada suhu perairan.
Persamaan hubungan panjang bobot ikan dimanfaatkan untuk bobot ikan
melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap
sebagai satu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan bobot hampir mengikuti
hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan
kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui panjang
(Effendie 1997). Hasil analisis hubungan panjang bobot akan menghasilkan suatu
nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan.
Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya
seimbang dengan pertambahan bobot. Sebaliknya apabila ikan dengan pola
pertumbuhan allometrik (b≠3) menunjukkan pertambahan panjang tidak seimbang
dengan pertambahan bobot. Pola pertumbuhan allometrik positif bila b>3, yang
menunjukkan bahwa pertambahan bobot lebih dominan dibandingkan dengan
pertambahan panjang sedangkan pola pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai
b<3, hal ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan
pertambahan bobot (Effendie 1997).
Menurut King (1995) dalam sudut pandang perikanan pertumbuhan
sebagaimana rekrutmen mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat
diambil dari suatu stok ikan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy merupakan
persamaan yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi.
Menurut Beverton & Holt (1957) mengatakan bahwa persamaan pertumbuhan von
Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang memuaskan.
Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep
fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti
variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Metode Ford Walford
merupakan metode sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K
dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang
sama (Sparre dan Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan panjang rata-
rata ikan dari beberapa kelompok ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan
13
 

menggunakan metode Battacharya (Sparre & Venema 1999). Parameter-parameter


yang digunakan dalam menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L∞)
yang merupakan panjang maksimum secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K), dan
t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre &
Venema 1999).

2.3. Alat Tangkap Ikan Peperek


Umumnya ikan peperek di Palabuhanratu tertangkap dengan menggunakan
alat tangkap bagan (raft lift net) dan payang. Ikan peperek di Palabuhanratu dominan
tertangkap dengan menggunakan alat tangkap bagan (Gambar 6). Jaring angkat
adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur
sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari
batang kayu atau bambu (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk
kantong. Alat tangkap ini memiliki cara pengoperasian yang dilakukan dengan
menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini memiliki jaring yang
terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil
yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak, dalam pengoperasiannya dapat
menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring ini dioperasikan
dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia. Alat tangkap ini
memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis
ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif.

Gambar 6. Alat tangkap bagan apung


Sumber. Dokumentasi pribadi
14
 

2.4. Mortalitas dan Laju Eksploitasi


Beberapa penyebab kematian terhadap suatu populasi ikan adalah melalui
penangkapan, pemangsaan, penyakit, dan sebagainya. Beberapa penyebab kematian
tersebut digolongkan menjadi dua macam yakni mortalitas penangkapan dan
mortalitas alami (Effendie 1997). Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi
karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres
pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Penyebab terbesar yang
menyebabkan banyak kematian pada ikan adalah adanya predasi. Mortalitas dapat
disebabkan oleh adanya perubahan suhu yang abnormal dan cepat walaupun dimana
suhu cenderung berada jauh di atas titik beku dan aklimatisasi suhu pada spesies
ikan relatif tinggi. Dinamika lapisan minimum oksigen di wilayah tropis dan
upwelling dapat menyebabkan mortalitas massa. Banyak faktor yang menyebabkan
kematian pada ikan seperti misalnya penyakit, stress saat pemijahan, dan sebagainya
(Laevastu & Hayes 1981). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai
parameter pertumbuhan von Bertalanffy K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat
(nilai K tinggi) mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai
L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Mortalitas penangkapan
adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre &
Venema 1999).
Laju eksploitasi (E) merupakan bagian suatu kelompok umur yang akan
ditangkap selama ikan tersebut hidup. Oleh karena itu, laju eksploitasi juga dapat
diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap lalu dibandingkan dengan jumlah total
ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor penangkapan
(Pauly 1984). Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu
diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok
ikan (King 1995). Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi
optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami
(M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5.

2.5. Pengkajian Stok Ikan


Stok merupakan kelompok spesies yang terpisah yang menunjukkan sedikit
percampuran dengan kelompok sekelilingnya. Sifat utamanya yakni bahwa
15
 

parameter pertumbuhan dan mortalitas tetap konstan untuk seluruh wilayah sebaran
stok tersebut sehingga kita dapat menggunakannya untuk kajian stok. Konsep stok
berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas. Parameter
pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan dimana dapat memprediksi
ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu. Parameter mortalitas
menggambarkan suatu laju kematian yakni jumlah kematian per unit waktu (Sparre
& Venema 1999). Menurut Gulland (1983), sifat utama suatu stok yakni parameter
pertumbuhan dan mortalitas tetap konstan di seluruh wilayah penyebarannya.
Perikanan didasarkan pada stok spesies liar yang hidup di lingkungan yang alami.
Stok ini tidak dapat dikontrol secara langsung dengan cara yang tepat oleh manusia
untuk mengontrol stok domestiknya. Namun demikian stok suatu spesies ikan sangat
dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan untuk meningkatkan suatu taraf dan
kesuksesan perikanan bergantung pada keadaan stok dari ikan itu sendiri. Perubahan
ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai perubahan dalam hal
lingkungan, proses rekrutmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan, populasi
organisme mangsa (prey), pemangsa (predator) atau pesaing (kompetitor). Menurut
Widodo & Suadi (2006), proses penipisan stok sering diikuti oleh lima kombinasi
yaitu penurunan produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya
penangkapan (CPUE), penurunan hasil tangkapan total yang didaratakan, penurunan
bobot rata-rata ikan, perubahan dalam struktur populasi ikan (ukuran, umur), dan
perubahan komposisi spesies ikan (ekologi perikanan). Dalam menganalisis
sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam
mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan
sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan dan perumusan
strategi pengelolaan (Widodo et al. 1998).

2.6. Maximum Economic Yield (MEY)


Gordon memasukkan kajian ekonomi terhadap model Schaefer untuk
menjelaskan hubungan antara sumberdaya ikan dengan usaha penangkapan ikan.
Interaksi biologi-ekonomi ini dikenal sebagai model Gordon-Schaefer. Konsep
MEY (maximum economic yield) yang mendeskripsikan tingkat effort yang
menghasilkan rente sumberdaya maksimum (yaitu selisih terbesar antara penerimaan
16
 

dengan biaya). Konsep MEY ini kemudian ditetapkan sebagai salah satu target
reference point pengelolaan sumberdaya seperti disajikan pada Gambar 7
(www.perizinan.dkp.go.id).

Gambar 7. Grafik konsep MEY dalam model Gordon Schaefer


Sumber : www.perizinan.dkp.go.id

Jumlah orang yang memiliki minat (interest) untuk memaksimumkan


keuntungan sangat jarang bila dibandingkan dengan mereka yang ingin
meningkatkan hasil tangkapan. Kenyataannya orang akan lebih mudah diajak untuk
menangkap lebih banyak ikan dibandingkan mengejar nilai-nilai ekonomi yang
abstrak. Beberapa keuntungan penggunaan model MEY yakni model ini sangat
fleksibel dan dapat diadaptasikan untuk analisis costs and benefits bagi nelayan
komersial, rekreasional, para pengolah (processors), konsumen, dan lainnya yang
kegiatan usahanya berkaitan dengan perikanan. Selain itu, konsep ini dapat
diaplikasikan terhadap setiap model biologi dan berbeda dengan konsep MSY,
dimana MEY tidak berdasarkan konsep ekuilibrium. Kelemahan yang paling
menonjol dari penggunaan net economic yield sebagai tujuan pengelolaan yaitu
model ini bergantung pada harga ikan yang tertangkap serta satuan biaya
penangkapan yang bervariasi dari tahun ke tahun, dari negara ke negara (Widodo &
Suadi 2006).
17
 

2.7. Pengelolaan Perikanan


Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan perlu diarahkan pada pengaturan
yang lebih teratur. Hal tersebut didasarkan oleh adanya fakta tekanan terhadap
penangkapan yang berlebihan. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk
mempertahankan atau memperbaiki sumberdaya perikanan (Effendie 1997).
Menurut King & Mc Ilgorn (1989) in Effendie (1997), tujuan utama pengelolaan
sumberdaya hayati perikanan ditinjau dari segi biologi adalah konservasi stok ikan
untuk menghidarkan kelebihan tangkap. Konsep MSY (Maximum Sustainable Yield)
yakni hasil tangkap maksimum yang lestari dianjurkan sebagai salah satu tujuan
pengelolaan. MSY dapat digunakan sebagai acuan besarnya stok pada tingkat usaha
yang didapat dari sumbernya yang sedang dieksploitasi. Menurut King (1995),
mempertahankan ukuran stok yang stabil atau minimum memiliki tujuan dalam
meningkatkan kestabilan hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Regulasi perikanan
harus dapat diterapkan dalam dunia perikanan untuk mendukung strategi yang
dibuat untuk mencapai standar secara objektif. Pengaturan yang dibuat berisikan
tentang bagaimana untuk mengurangi upaya penangkapan efektif (input controls)
dan membatasi hasil tangkapan (output controls) dalam standar batasan yang
ditetapkan.
3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu


Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.)
dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 8). Pengambilan data primer berupa
pengukuran panjang dan bobot ikan peperek yang ditangkap di Teluk Palabuhanratu
dan didaratkan di PPN Palabuhanratu dilakukan selama tiga bulan sejak tanggal 10
Maret sampai 19 Mei 2010 dengan interval waktu pengambilan dua minggu.
Pengambilan data sekunder dilakukan juga di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2010.

 
Gambar 8. Peta lokasi penelitian

3.2. Pengumpulan Data


3.2.1. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengambilan contoh secara
acak terhadap jenis ikan peperek yang hanya tertangkap di perairan Teluk
Palabuhanratu dan di daratkan di PPN Palabuhanratu. Pengambilan ikan contoh
dilakukan secara acak dari 3 kapal yang mendaratkan ikan peperek diambil masing-
masing satu keranjang untuk diambil ± 100 ikan contoh (Gambar 9). Pengambilan
ikan contoh dilakukan selama tiga bulan dengan interval waktu pengambilan dua
minggu. Metode yang digunakan adalah pengukuran panjang dan bobot untuk
  19
 

menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan peperek di


Palabuhanratu. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yakni panjang ikan
yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian
ekornya (Effendie 1979). Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan
penggaris panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan
peperek yang ditimbang adalah bobot basah total yakni bobot total jaringan tubuh
ikan dan air yang terdapat di dalamnya.

 
PPN Palabuhanratu
 

 
Alat tangkap bagan apung
 

 
Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3
 

  n keranjang n keranjang n keranjang

 
± 100 contoh ikan peperek

 
Pengukuran panjang dan bobot

Gambar 9. Skema pengambilan contoh

Selanjutnya pengumpulan data dan informasi lainnya dilakukan dengan cara


observasi serta wawancara dengan nelayan ikan peperek di Palabuhanratu. Informasi
yang diperoleh dari hasil wawancara berupa kegiatan operasi penangkapan, daerah
  20
 

penangkapan, dan biaya operasi penangkapan. Selain itu, dilakukan pengumpulan


data mengenai harga ikan peperek di lapak/pasar ikan Palabuhanratu untuk menduga
model bioekonomi perikanan peperek di Palabuhanratu.

3.2.2. Pengumpulan data sekunder


Pengumpulan data sekunder meliputi data produksi hasil tangkapan ikan
peperek yang di daratkan di PPN Palabuhanratu dan unit upaya penangkapan (effort)
selama enam tahun (2004-2009) serta kondisi umum perairan Teluk Palabuhanratu
untuk menduga model stok dan potensi sumberdaya ikan peperek di perairan
tersebut. Pada penelitian ini digunakan jumlah alat tangkap bagan sebagai effort atau
upaya penangkapan.

3.3. Analisis Data


3.3.1. Hubungan panjang dan bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang
dan bobot dapat mengikuti hukum kubik dimana bobot ikan sebagai pangkat tiga
dari panjangnya. Namun hubungannya sebenarnya pada ikan tidak demikian karena
bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Oleh karena itu, hubungan panjang bobot
ikan peperek menggunakan rumus yang umum yaitu (Effendie 1997) :

Keterangan :
W : Bobot (gram)
L : Panjang (cm)
a : Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-bobot dengan sumbu y)
b : Penduga pola pertumbuhan panjang-bobot

Untuk mendapatkan persamaan linear atau persamaan garis lurus yaitu dengan
cara mentransformasikan persamaan di atas ke dalam bentuk logaritma seperti
dibawah ini :

 
  21
 

  Untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b maka dilakukan analisis regresi


dengan menggunakan nilai Ln W sebagai y dan Ln L sebagai x maka akan
didapatkan persamaan sebagai berikut :

 
Uji-t dilakukan untuk menguji b = 3 atau b ≠ 3 dengan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : b = 3, isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan bobot)
H1 : b ≠ 3, allometrik (pertambahan panjang tidak sama dengan pertambahan bobot)
Apabila b>3 dikatakan allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan
daripada pertambahan panjang) dan dikatakan allometrik negatif jika b<3
(Pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot).

Keterangan :
b1 : Nilai b (dari analisis regresi hubungan panjang bobot)
b0 :3
Sb1 : Simpangan koefisien b

Setelah didapatkan nilai thit dari perhitungan diatas lalu bandingkan dengan
nilai ttab pada selang kepercayaan 95% kemudian untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan, kaidah keputusan yang diambil adalah :

thit > ttab : tolak H0 (Hipotesis nol)


thit < ttab : gagal tolak H0 (Hipotesis nol)

3.3.2. Distribusi Frekuensi Panjang


Data panjang total dari ikan peperek yang ditangkap di perairan Teluk
Palabuhanratu dan di daratkan di PPN Palabuhanratu merupakan data yang
digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang ini. Tahap untuk
menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu :
• Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan
• Menentukan lebar selang kelas; dan
  22
 

• Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas


dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada selang kelas
yang telah ditentukan
Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang
sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat
pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi frekuensi
panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi
pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

3.3.3. Identifikasi Kelompok Ukuran


Metode Bhattacharya merupakan metode yang berguna untuk pemisahan suatu
distribusi komposit ke dalam distribusi–distribusi normal yang terpisah. Metode ini
pada dasarnya terdiri dari pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing
mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari sebelah kiri
dari distribusi total. Begitu distribusi normal yang pertama telah ditentukan, ia
disingkirkan dari distribusi total dan prosedur yang sama diulangi selama hal ini
masih mungkin dilakukan untuk memisahkan distribusi-distribusi normal dari
distribusi total (Sparre & Venema 1999). Keseluruhan proses dapat dibagi ke dalam
tingkatan sebagai berikut :
Langkah 1 : Menentukan suatu kemiringan yang tidak terkontaminasi (bersih)
dari suatu distribusi normal pada sisi kiri dari distribusi total.
Langkah 2 : Menentukan distribusi normal dari kohort yang pertama dengan
menggunakan suatu transformasi ke dalam suatu garis lurus.
Langkah 3 : Menentukan jumlah ikan per grup panjang yang menjadi bagian dari
kohort pertama dan kemudian kurangkan mereka dari
distribusi total.
Langkah 4 : Mengulangi proses ini untuk normal distribusi berikutnya dari kiri,
sampai tidak lagi dapat diketemukan distribusi normal yang
bersih.
Langkah 5 : Menghubungkan nilai rata-rata panjang dari kohort - kohort yang
ditentukan dalam langkah 1 sampai 4 terhadap perbedaan umur
antara kohort-kohort tersebut.
  23
 

3.3.4. Plot Ford Walford (L∞, K) dan t0


Plot Ford Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam
menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan
interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut ini adalah
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy :

Keterangan :
Lt : Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)
L∞ : Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik)
K : Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)
t0 : umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol

Penurunan plot Ford Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von


Bertalanffy dengan t0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai
berikut:

              (1)

              (2)

Setelah Lt+1 disubtitusikan pada persamaan (1) maka didapatkan persamaan


baru seperti berikut :

           

                     (3)

Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3), sehingga diperoleh


persamaan sebagai berikut :

           
        (4)
  24
 

Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang
dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Persamaan (4)
merupakan persamaan linear dimana jika Lt merupakan sumbu x dan Lt+1 merupakan
sumbu y diplotkan satu sama lain, maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki
garis kemiringan (slope) (b) = e(-k) dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1-
e-Kt].
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara
terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) sebagai berikut :

Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)

3.3.5. Mortalitas dan Laju Eksploitasi


Laju mortalitas total (Z) diduga  dengan persamaan kurva hasil tangkapan
kumulatif berdasarkan data komposisi panjang (Metode Jones dan van Zalinge)
(Sparre & Venema 1999) :

Dimana Z adalah laju mortalitas alami; K adalah koefisien pertumbuhan.

Nilai Z di dapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Jones anda van
Zalinge yang diperoleh melalui bantuan program Mortality estimation yang
terintegrasi dalam program software FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment
Tool).
Untuk menduga mortalitas alami (M) digunakan rumus hubungan linear
empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut :

Keterangan :
M : Mortalitas alami
L∞ : Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
K : Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
T : Rata-rata suhu permukaan air (0C)
  25
 

Laju mortalitas penangkapan untuk periode waktu dapat ditentukan melalui


rumus sebagai berikut :

F=Z–M

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan


(F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) :

Keterangan :
F : Mortalitas penangkapan
Z : Mortalitas total
M : Mortalitas alami

3.3.6. Analisis Bioekonomi


Analisis bioekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan pertimbangan biologi dan
ekonomi. Dalam pendekatan bioekonomi, tujuan utama adalah aspek ekonomi
dengan kendala aspek biologi sumberdaya perikanan. Optimalisasi bioekonomi yang
dilakukan dalam penelitian ini mengikuti model Gordon-Schaefer (Fauzi 2006).
Analisis bioteknik digunakan untuk melihat hubungan parameter biologi dan
parameter teknik penangkapan ikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan peperek
yaitu r, q, dan K, yang digunakan untuk menduga stok atau potensi sumberdaya ikan
serta untuk mengetahui kondisi optimum dari tingkat upaya penangkapan. Untuk
memperoleh nilai r, q, dan K dilakukan dengan menggunakan model Algoritma Fox.

              

 
  26
 

 
Keterangan :
Ut : CPUE pada tahun ke t
q : Koefisien alat tangkap
r : Laju pertumbuhan instrinsik
E : Effort
x : Biomassa dari stok yang diukur
K : Daya dukung maksimum lingkungan

Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomi dalam perikanan


tangkap adalah biaya penangkapan (c) dan harga hasil tangkapan (p). Biaya
penangkapan dalam kajian bioekonomi model Gordon-Schaefer didasarkan pada
asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan. Biaya penangkapan
rata-rata diperoleh dari :

Keterangan :
c : Biaya penangkapan rata-rata (Rp) per hari per tahun
ci : Biaya penangkapan responden ke-i
n : Jumlah responden

Harga ikan rata-rata diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
p : Harga rata-rata ikan peperek
pi : Harga nominal ikan peperek responden ke-i
n : Jumlah responden

Salah satu fungsi pertumbuhan yang umum digunakan dalam literatur


ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (Fauzi 2006). Pada
kondisi dimana perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh
populasi pada awal periode (terjadi secara alami), model pertumbuhan logistik
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
  27
 

(1)

Keterangan :
: Perubahan stok ikan/ fungsi pertumbuhan stok ikan
x : Stok ikan
r : Laju pertumbuhan intrinsik ikan
K : Kapasitas daya dukung lingkungan

Untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan dibutuhkan upaya atau effort.


Aktivitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut :

                  (2)
Keterangan :
h : produksi
q : koefisien daya tangkap
x : stok ikan
E : Upaya (effort)

Dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi maka fungsi perubahan


stok ikan menjadi :

         

              

                                      (3)       

dalam kondisi keseimbangan dimana = 0 maka persamaan menjadi sebagai

berikut :

                 (4)

dari persamaan (4) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : 

 
  28
 

                             (5) 

Sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (5) ke dalam persamaan (2) diperoleh


fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut :

                  
(6)

Nilai EMSY diperoleh dengan menurunkan persamaan (6) terhadap E, atau 


, sehingga diperoleh nilai EMSY sebagai berikut :

                     (7)

Dengan mensubtitusikan persamaan , maka  diperoleh nilai tingkat

produksi yang dinotasikan sebagai berikut : 

 
  29
 

Sedangkan stok ikan pada tingkat MSY diperoleh dengan mensubtitusikan


persamaan ke dalam persamaan (5), yang dapat dinotasikan sebagai

berikut :

 
Agar dapat digunakan untuk menetapkan tingkat upaya pemanfaatan
maksimum lestari secara ekonomi perlu dilakukan pengkajian dari faktor ekonomi.
Gordon-Schaefer menambahkan faktor ekonomi dengan memaksimumkan
keuntungan. Keuntungan yang diperoleh merupakan selisih antara total penerimaan
(total revenue) dan total biaya (total cost). Secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut (Fauzi 2006) :

                                                                              
                    (8) 

Keterangan :  
π : rente sumberdaya perikanan
p  : harga ikan
h  : produksi /tangkapan lestari
c  : biaya per unit upaya
E : upaya/effort

Dengan mensubtitusikan persamaan (7) ke dalam persamaan (8), sehingga


diperoleh persamaan sebagai berikut :

           

                                                                 

 
dengan menurunkan persamaan diatas terhadap variabel input (E), dimana =  0

maka diperoleh nilai EMEY , yang secara matematis dinotasikan sebagai berikut :
  30
 

     

                                        (9)

 
Dengan asumsi bahwa sistem dalam kondisi keseimbangan (lestari) dimana
h = F(x), maka dengan mensubtitusikan persamaan (1) dan fungsi upaya h / qx dari
persamaan (2) ke dalam persamaan (8) kemudian membuat fungsi turunannya atau
= 0, maka diperoleh fungsi stok ikan (x) pada kondisi MEY : 

                         (10)

Kemudian mensubtitusikan EMEY dan xMEY ke dalam persamaan (2) maka


nilai hMEY dapat dinotasikan sebagai berikut :
  31
 

             

                       (11)

Tingkat upaya dalam kondisi open access (akses terbuka) dapat dilakukan
dengan menghitung rente ekonomi yang hilang, dimana π = 0 maka :

                             (12)

Nilai produksi optimal (hOA) pada kondisi open access dapat ditentukan
dengan cara mensubtitusikan persamaan (12) ke dalam persamaan (1) maka :

              (13)

Sedangkan tingkat upaya optimal (EOA) pada kondisi open access ditentukan
berdasarkan fungsi upaya dari persamaan (2) yaitu :

                           (14) 

 
  32
 

Dengan diperolehnya nilai parameter biologi (r, q, dan k) dan parameter


ekonomi (p dan c) maka dapat dilakukan pengelolaan sumberdaya ikan peperek
melalui pendekatan bioekonomi seperti pada Tabel 2 (Fauzi 2006).

Tabel 2. Formula perhitungan pengelolaan ikan peperek


Kondisi
Variabel
MEY MSY OA

Biomass
(x)
 
Catch (h)

Effort (E)

Rente
Ekonomi
(π)

 
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Palabuhanratu


Secara astronomis wilayah Sukabumi berada pada posisi 6°57’-7º25’ Lintang
Selatan (LS) dan 106º49’-107º00’ Bujur Timur (BT). Teluk Palabuhanratu
merupakan salah satu potensi wilayah pesisir dan laut yang dimiliki Kabupaten
Sukabumi (Wahyudin 2004). Perairan Teluk Palabuhanratu terletak di kawasan
Samudera Hindia pada posisi 6º50’-7º30’ Lintang Selatan (LS) dengan luas
wilayahnya ±27.210.310 Ha (Wewengkang 2000). Satuan morfologi penyusun
pantai Sukabumi terdiri dari perbukitan dan dataran. Perbukitan merupakan ciri
utama pantai selatan dengan pantai terjal dan perbukitan bergelombang dengan
kemiringan mencapai 40% dan disusun oleh sedimen tua (Wahyudin 2004).
Karakteristik oseanografi Pantai Selatan Jawa Barat adalah berombak besar,
batimetri laut dalam dan tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari 3 meter. Arus
Pantai Selatan Jawa Barat pada bulan Januari hingga Juni bergerak ke arah timur dan
bulan Juli hingga Januari bergerak ke arah barat. Salinitas di perairan Palabuhanratu
berkisar antara 32,33-35,96‰. Kisaran suhu di perairan Palabuhanratu antara 27-
30°C. Kondisi kualitas air perairan teluk Palabuhanratu tergolong cukup baik dilihat
dari kecerahan dimana cahaya matahari dapat menembus hingga kedalaman 6
hingga 7 meter (Wahyudin 2004). Kondisi perairan tersebut memungkinkan untuk
organisme akuatik seperti ikan peperek mampu hidup di perairan tersebut.
Kondisi iklim tropis di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi umumnya
dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Musim barat dimana angin bertiup
dari arah timur ke barat yang berlangsung dari bulan Desember hingga Maret.
Musim timur dimana angin bertiup dari arah barat ke timur yang berlangsung dari
bulan Juni hingga September. Kondisi iklim itu tentunya mempengaruhi aktivitas
penangkapan ikan. Pada musim timur umumnya kondisi perairan tenang, angin serta
gelombang tidak terlalu tinggi sehingga kegiatan penangkapan berlangsung cukup
tinggi. Namun pada musim barat terjadi sebaliknya, kondisi cuaca dimana angin dan
gelombang cukup tinggi mengakibatkan nelayan sulit untuk melakukan aktivitas
penangkapan ikan.
34

4.2. Kondisi Perikanan Peperek di Palabuhanratu


Nelayan tradisonal yang menggunakan alat tangkap bagan (Raft Lift Net)
sebagai alat tangkap utama serta menggunakan kapal motor, memiliki hasil
tangkapan utamanya yakni ikan peperek (Leiognathus spp.), rebon (Mysis sp.), ikan
layang (Decapterus sp.), ikan tembang (Sardinella sp.), ikan layur (Trichiurus sp.),
ikan eteman (Mene maculata), ikan tongkol lisong (Auxis rochei), dan ikan teri
(Stolephorus commersonii). Komposisi hasil tangkapan bagan berdasarkan data
statistik PPN Palabuhanratu (2008) dapat dilihat seperti pada Gambar 10.

1%
1% 1%
peperek
9%
rebon
13%
layang
tembang
layur
eteman
18%
tongkol lisong
teri

57%

Gambar 10. Komposisi hasil tangkapan bagan

Pada umumnya ikan peperek ditangkap dengan menggunakan alat tangkap


bagan dan payang. Menurut hasil wawancara yang dilakukan, ikan peperek banyak
tertangkap oleh alat tangkap bagan. Wilayah penangkapan dengan menggunakan
alat tangkap bagan umumnya hanya beroperasi di Teluk Palabuhanratu. Ukuran
mata jaring pada alat tangkap bagan berkisar antara 1-1,5 inchi. Ikan Peperek
(Leiognathus spp.) termasuk ke dalam ikan dominan yang tertangkap di
Palabuhanratu dengan produksi total tahun 2009 sebesar 29,917 ton (PPN
Palabuhanratu 2009). Ikan ini menjadi salah satu target penangkapan penting karena
bernilai ekonomis dan memiliki harga yang terjangkau untuk semua kalangan
masyarakat. Ikan peperek yang tertangkap di teluk Palabuhanratu dan didaratkan di
PPN Palabuhanratu kemudian hanya didistribusikan di wilayah Sukabumi. Ikan ini
didistribusikan baik dalam bentuk segar maupun asin. Ikan peperek dalam keadaan
segar diperjualbelikan dengan harga Rp3.000-5.000/kg sedangkan dalam bentuk
yang sudah diolah yakni asin diperjualbelikan Rp30.000/kg.
35

4.3. Hubungan Panjang dan Bobot


Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data ukuran panjang
total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan ikan peperek di
perairan Teluk Palabuhanratu. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek setiap
pengambilan contoh disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek di Palabuhanratu

Pengambilan contoh ke- a b R2 Pola Pertumbuhan

1 0,0003 2,2500 0,8089 allometrik negatif


-6
2 9x10 3,0904 0,7587 allometrik positif
3 1x10-4 2,4687 0,8929 allometrik negatif
-5
4 1x10 3,034 0,8320 allometrik positif
-6
5 6x10 3,1786 0,7561 allometrik positif
6 0,0014 2,0144 0,6293 allometrik negatif

Pada pengambilan contoh ke-1 (10 Maret 2010), persamaan hubungan panjang
dan bobot ikan peperek adalah W = 0,0003L2,25 dengan nilai b sebesar 2,25. Setelah
dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan
peperek adalah allometrik negatif. Pada pengambilan contoh ke-2 (24 Maret 2010),
persamaan hubungan panjang dan bobot ikan peperek adalah W = 9x10-6 L3,0904
dengan nilai b sebesar 3,0904. Setelah dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat
diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan peperek adalah allometrik positif. Pada
pengambilan contoh ke-3 (7 April 2010), persamaan hubungan panjang dan bobot
ikan peperek adalah W = 1x10-4 L2,4687 dengan nilai b sebesar 2,4687. Setelah
dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan
peperek adalah allometrik negatif. Pada pengambilan contoh ke-4 (21 April 2010),
persamaan hubungan panjang dan bobot ikan peperek adalah W = 1x10-5 L3,0340
dengan nilai b sebesar 3,0340. Setelah dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat
diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan peperek adalah allometrik positif. Pada
pengambilan contoh ke-5 (5 Mei 2010), persamaan hubungan panjang dan bobot
ikan peperek adalah W = 6x10-6 L3,1786 dengan nilai b sebesar 3,1786. Setelah
36

dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan
peperek adalah allometrik positif. Pada pengambilan contoh ke-6 (19 Mei 2010),
persamaan hubungan panjang dan bobot ikan peperek adalah W = 0,0014 L2,0144
dengan nilai b sebesar 2,0144. Setelah dilakukan uji-t terhadap nilai b, dapat
diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan peperek adalah allometrik negatif.
Berdasarkan Lampiran 7, dapat dilihat terjadinya fluktuasi pola pertumbuhan ikan
peperek di Teluk Palabuhanratu. Hal tersebut diduga dapat terjadi karena adanya
faktor lingkungan seperti suhu dan ketersediaan makanan (Effendie 1997).
Hubungan panjang dan bobot ikan peperek dari keseluruhan total ikan contoh
dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11, dapat diketahui bahwa
persamaan hubungan panjang dan bobot ikan peperek di Teluk Palabuhanratu adalah
W = 3x10-5 L2,8321 dengan nilai b sebesar 2,8321. Setelah dilakukan uji-t terhadap
nilai b, dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan peperek di Palabuhanratu
adalah allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan
dengan pertambahan bobot (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang berbeda
ditemukan pada ikan peperek yang hidup di perairan Teluk Labuan, Jawa Barat
dimana memiliki pola pertumbuhan isometrik (Saadah 2000) yakni pertumbuhan
panjang sebanding dengan pertambahan bobotnya. Perbedaan pola pertumbuhan
diduga dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan seperti halnya suhu, jumlah
dan ketersediaan makanan yang dapat dicerna. Selain itu, dapat disebabkan karena
adanya faktor dalam seperti keturunan (genetik), umur, jenis kelamin, hormon, dan
penyakit (Effendie 1997).

Hubungan Panjang Bobot

30
y = 3E-05x 2,8321
25 R2 = 0,9095
N = 850 ekor
Berat (gram)

20

15

10

0
0 20 40 60 80 100 120 140
Panjang Total (m m )

Gambar 11. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek


37

4.4. Sebaran Ukuran Panjang


Sebaran ukuran panjang dari 850 ekor ikan peperek contoh selama
pengamatan disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8, dapat dilihat
bahwa terjadinya pergeseran sebaran ukuran panjang. Pergeseran pertama dapat
dilihat di pengambilan contoh ke-1 hingga pengambilan contoh ke-6 dimana sebaran
frekuensi bergerak ke sebelah kanan. Pada pengambilan contoh ke-1 (10 Maret
2010), terlihat panjang ikan peperek terletak pada selang kelas 20-23 mm sampai 92-
95 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 40-43 mm. Pada pengambilan contoh
ke-2 (24 Maret 2010), panjang ikan peperek terletak pada selang kelas 36-39 mm
sampai 88-91 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 44-47 mm. Pada
pengambilan contoh ke-3 (7 April 2010), panjang ikan peperek terletak pada selang
kelas 36-39 mm sampai 116-119 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas
60-63 mm. Pada pengambilan contoh ke-4 (21 April 2010), panjang ikan peperek
terletak pada selang kelas 28-31 mm sampai 112-115 mm dengan frekuensi tertinggi
pada selang kelas 64-67 mm. Pada pengambilan contoh ke-5 (5 Mei 2010), panjang
ikan peperek terletak pada selang kelas 80-83 mm sampai 104-107 mm dengan
frekuensi tertinggi pada selang kelas 88-91 mm. Pada pengambilan contoh ke-6 (19
Mei 2010), panjang ikan peperek terletak pada selang kelas 80-83 mm sampai 124-
127 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 100-103 mm. Pergeseran
modus kelas panjang ke arah kanan pada pengambilan contoh ke-1 hingga
pengambilan contoh ke-6 menunjukkan adanya pertumbuhan. Laju pertumbuhan
ikan peperek selanjutnya akan dibahas di sub bab pertumbuhan.
Panjang total maksimum ikan peperek yang tertangkap selama penelitian
adalah 125 mm. Menurut Djajadiredja (1979), ikan peperek dapat mencapai panjang
total 140 mm, umumnya 60 - 120 mm. Perbedaan ukuran panjang total ikan dapat
disebabkan oleh beberapa kemungkinan yakni perbedaan lokasi pengambilan ikan
contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil, dan adanya tekanan penangkapan
terhadap ikan tersebut. Spesies ikan yang sama namun hidup di lingkungan yang
berbeda akan mempengaruhi pula pertumbuhannya. Perbedaan tersebut dapat
dipengaruhi oleh adanya faktor pertumbuhan seperti halnya faktor dalam yang
merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol diantaranya adalah keturunan, sex,
38

umur, parasit, dan penyakit serta faktor luar utama yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan (Effendie 1997).

4.5. Parameter Pertumbuhan


Hasil pemisahan kelompok ukuran dengan menggunakan metode Bhattacharya
dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil analisis pemisahan
kelompok ukuran ikan peperek yaitu nilai tengah, standar deviasi, jumlah populasi,
dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran. Dalam pemisahan kelompok
ukuran sangatlah penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh.
Menurut Hasselblad (1966), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in
Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas
yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang
berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari
dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan diantara dua kelompok ukuran
karena terjadi tumpang tindih diantara dua kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan
Tabel 4, dapat dilihat indeks separasi yang diperoleh tidak kurang dari dua (<2). Hal
ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan peperek dapat
diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.

Tabel 4. Sebaran kelompok ukuran ikan peperek di Palabuhanratu


Nilai Standar Jumlah
Tanggal Indeks Separasi
Tengah Deviasi Populasi
44,69 6,94 138 n.a.
10 Maret 2010
75,05 9,04 42 3,80
47,66 3,53 149 n.a.
24 Maret 2010
69,50 4,13 21 5,70
60,21 6,06 76 n.a.
7 April 2010
103,50 7,46 20 6,40
61,85 8,11 125 n.a.
21 April 2010 88,96 3,55 21 4,65
102,74 6,70 34 2,69
5 Mei 2010 94,24 5,91 110 n.a.
19 Mei 2010 100,39 7,93 98 n.a.
39

10 Maret 2010
n =178 ekor

24 Maret 2010
n =179 ekor

07 April 2010
n =105 ekor

21 April 2010
n =175 ekor

05 Mei 2010
n =108 ekor

19 Mei 2010
n =105 ekor

Gambar 12. Kelompok ukuran panjang ikan peperek


40

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan peperek yaitu koefisien


pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoretis ikan pada saat
panjang sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel 5. Panjang total maksimum ikan
peperek yang tertangkap di Palabuhanratu dan didaratkan di PPN Palabuhanratu
adalah 125 mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan peperek di Palabuhanratu adalah
1,40 per tahun. Persamaan pertumbuhan yang terbentuk berdasarkan von Bertalanffy
untuk ikan peperek adalah Lt = 131,78 (1-e[-1,40(t + 0,87)]).

Tabel 5. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L∞, t0)
ikan peperek di Palabuhanratu (Maret – Mei 2010)

Parameter Pertumbuhan
K (per tahun) 1,40
Linf 131,78
t0 -0,87

Hasil yang diperoleh beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan


ikan peperek (Leiognathus spp.) seperti disajikan dalam Tabel 6. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan di Blanakan dan Labuan menunjukkan adanya
perbedaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞. Ikan peperek di Blanakan dan
Labuan memiliki nilai K yang lebih kecil dan panjang infinitif yang lebih besar
dibandingkan dengan yang didapatkan di Palabuhanratu. Hal itu menunjukkan
bahwa semakin kecil nilai koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif dan sebaliknya
semakin besar nilai koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif. Dapat dilihat
panjang infinitif yang dapat dicapai oleh ikan peperek di Palabuhanratu lebih kecil
karena koefisien pertumbuhan yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan ikan
peperek di Labuan maupun Blanakan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan, dimana kondisi lingkungan perairan Teluk Palabuhanratu berbeda
dengan perairan Labuan dan Blanakan.
Penelitian yang sama pernah dilakukan di Palabuhanratu pada tahun 2009,
didapatkan nilai K yang sama yakni 1,40 namun memiliki panjang infinitif yang
41

berbeda. Pada penelitian ini didapatkan L∞ sebesar 13,178 cm, nilai tersebut lebih
kecil dibandingkan dengan nilai L∞ pada tahun sebelumnya yakni 19,058 cm. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh faktor keterwakilan data ikan contoh yang diambil
dan waktu penelitian. Pada penelitian ini, pengambilan data ikan contoh dilakukan
pada bulan Maret hingga Mei 2010 sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan
pada bulan Mei hingga Juli 2009. Oleh karena itu, diduga pada bulan Mei hingga
Juli ikan peperek telah mencapai ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan
bulan Maret hingga Mei yang didominansi oleh ikan peperek yang masih berukuran
kecil. Selain itu, pada bulan Mei hingga Juli merupakan musim pemijahan ikan
peperek sehingga ukuran yang ditemukan sudah berukuran lebih panjang (ukuran
matang gonad).

Tabel 6. Parameter pertumbuhan ikan peperek (Leiognathus equulus) dari beberapa


hasil penelitian
Koefisien
Pertumbuhan L∞ Periode Waktu
Sumber Tempat
(K) (cm) Pengamatan
per tahun
Simanjuntak
Blanakan 0,72 22,208 Mei - Juli 2009
(2009)
Simanjuntak
Labuan 0,59 21,158 Mei - Juli 2009
(2009)
Simanjuntak Teluk
1,40 19,058 Mei - Juli 2009
(2009) Palabuhanratu
Hazrina Teluk
1,40 13,178 Maret - Mei 2010
(2010) Palabuhanratu

Kurva pertumbuhan ikan peperek di perairan Teluk Palabuhanratu disajikan


pada Gambar 13 dengan memplotkan umur ikan (bulan) dan panjang teoritis ikan
(mm) sampai ikan berumur 18 bulan dengan mendekati panjang maksimum 131,78
mm. Panjang total maksimum ikan yang tertangkap selama penelitian di Teluk
Palabuhanratu adalah 125 mm. Dapat dilihat dari Gambar 13, ikan yang berumur
muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang
berumur tua (mendekati L∞). Dari Gambar 13 dapat dikatakan bahwa ukuran ikan
peperek yang baik untuk penangkapan sebaiknya berukuran lebih dari 110 mm
dimana ikan tersebut sudah tergolong ikan tua (mendekati L∞) yang memiliki
koefisien pertumbuhan semakin melambat.
42

140

120
Panjang (mm) 100

80 Lt = 131,78[1-e(-1,40(t+0,87)]
60

40

20

0
0

10

11

12

13

14

15

16

17

18
Um ur (bulan)

Gambar 13. Kurva pertumbuhan ikan peperek

4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi


Untuk melakukan pendugaan mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly
(Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata perairan di Teluk Palabuhanratu
sebesar 28,5ºC. Hasil analisis dugaan mortalitas dan laju eksploitasi dapat dilihat
pada Tabel 7.

Tabel 7. Laju mortalitas dan eksploitasi ikan peperek


Laju Mortalitas Nilai (per tahun)
Total (Z) 3,02
Alami (M) 0,60
Penangkapan (F) 2,42
Eksploitasi (E) 0,80

Laju mortalitas total (Z) ikan peperek adalah 3,02 per tahun dengan laju
mortalitas alami sebesar 0,60 per tahun. Mortalitas alami adalah mortalitas yang
terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit,
stress pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Penyebab
terbesar yang menyebabkan banyak kematian pada ikan adalah adanya predasi. Nilai
laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy
K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai M tinggi
dan sebaliknya (Sparre & Venema 1999).
Laju mortalitas penangkapan (F) ikan peperek adalah 2,42 per tahun. Laju
mortalitas penangkapan lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami. Hal
43

itu menunjukkan bahwa faktor kematian ikan peperek di Teluk Palabuhanratu


banyak disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Berdasarkan hasil analisis, dapat
diketahui juga laju eksploitasi sebesar 0,80 yang berarti 80% kematian ikan peperek
disebabkan oleh adanya faktor penangkapan. Pauly (1984) menduga bahwa dalam
stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan
laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Apabila
dibandingkan dengan nilai eksploitasi optimum yaitu 0,5 maka laju eskploitasi ikan
peperek di Teluk Palabuhanratu sudah melebihi nilai optimum tersebut. Nilai
mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat
eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Widodo
& Suadi 2006).

4.7. Model Bioekonomi Ikan Peperek


Pendugaan bioekonomi ikan peperek dengan menggunakan pendekatan
model Gordon Schaefer disajikan pada Tabel 8, meliputi nilai MEY, MSY, OA, dan
aktual perikanan peperek di Palabuhanratu. Dari hasil analisis bioekonomi
sumberdaya ikan peperek berdasarkan model Gordon Schaefer diperoleh nilai upaya
penangkapan (fmsy) sebesar 124 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum
lestari (MSY) sebesar 234,0333 ton per tahun. Berdasarkan nilai MSY yang
diperoleh dapat dilihat bahwa umumnya pemanfaatan sumberdaya ikan peperek di
perairan teluk Palabuhanratu berada di atas potensi lestarinya (MSY) (Gambar 14).
Keuntungan yang didapatkan pada kondisi MSY yakni Rp.1.129.487.373. Nilai
tersebut lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang akan didapatkan pada
kondisi MEY yang memperhatikan faktor ekonomi.

Tabel 8. Hasil Analisis parameter bioekonomi dengan model Gordon Schaefer


MEY MSY Aktual OA
h (ton) 233,9626 234,0333 172,2324 15,9888
Effort (unit) 122 124 158 243
TR (Rupiah) 1.169.812.829 1.170.166.364 861.162.142,9 79.943.842,4
TC (Rupiah) 39.971.921,2 40.678.991,76 51.901.632,3 79.943.842,4
rente (π) Rp 1.129.840.908 1.129.487.373 809.260.510,6 0
44

Merujuk pada Tabel 1, dapat dilihat pada tahun 2005, 2006, 2008, dan 2009
jumlah upaya penangkapan yang beroperasi di perairan Teluk Palabuhanratu yakni
masing-masing 243, 194, 200, dan 164 unit alat tangkap bagan apung. Jumlah upaya
tersebut telah melebihi upaya penangkapan optimum yakni 124 unit, sehingga dapat
mengakibatkan adanya kondisi upaya tangkap lebih (overfishing). Adanya kondisi
upaya tangkap lebih dapat menurunkan kondisi stok sumberdaya perikanan karena
telah melebihi batas maksimum penangkapan lestarinya. Dapat dilihat pada Gambar
14 bahwa dengan meningkatnya upaya (effort) melebihi upaya penangkapan (fMSY)
dan (fMEY) yang seharusnya tidak selalu memberikan produksi tangkapan yang besar
seperti yang ditunjukkan pada tahun 2006, 2008, dan 2009. Produksi tangkapan
yang diperoleh menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan produksi tangkapan yang
sesuai dengan konsep MSY dan MEY.

Gambar 14. Hubungan upaya penangkapan dan hasil tangkapan (produksi)

Upaya tangkap lebih (overfishing) dapat diartikan sebagai penerapan jumlah


upaya penangkapan yang berlebih terhadap suatu stok ikan. Kondisi tangkap lebih
yang terjadi pada stok ikan peperek di Teluk Palabuhanratu diduga termasuk ke
dalam growth overfishing. Dikatakan growth overfishing apabila terjadi
penangkapan terhadap ikan sebelum mereka mengalami pertumbuhan hingga ukuran
dimana mampu membuat seimbang terhadap penyusutan stok akibat mortalitas
alami (Sparre & Venema 1999). Growth overfishing dapat dilihat dari ukuran ikan
45

yang tertangkap yakni bukanlah ukuran konsumsi. Hal itu terlihat selama
dilakukannya pengambilan ikan contoh, banyak ditemukannya ikan peperek yang
berukuran kecil yakni 20 mm. Berdasarkan Pauly (1977), umumnya untuk
penangkapan sebaiknya ikan peperek berukuran 50-100 mm.
Berdasarkan hasil analisis secara bioekonomi, jumlah penangkapan optimum
fMEY yang dapat dioperasikan untuk pemanfaatan ikan peperek di Palabuhanratu
adalah sebanyak 122 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum ekonomi
sebesar 233,9626 ton per tahun (Gambar 15). Keuntungan yang diperoleh apabila
menggunakan konsep MEY (Maximum Economic Yield) yakni sebesar
Rp.1.129.840.908 per tahun. Hal tersebut menunjukkan pada kondisi MEY memiliki
effort terendah namun dengan keuntungan maksimum. Pada kondisi tersebut
produksi maksimum secara ekonomi akan dicapai dan merupakan tingkat upaya
yang optimal secara sosial (Fauzi 2006). Pada kondisi aktual, upaya penangkapan
sebanyak 158 unit telah melebihi upaya penangkapan yang optimum pada kondisi
MEY yang seharusnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya gejala overfishing
yaitu economic overfishing. Dilihat dari keuntungan yang didapatkan dalam kondisi
aktual yakni hanya sebesar Rp.726.975.252 per tahun dibandingkan dengan
keuntungan yang akan didapatkan dalam kondisi MEY yakni sebesar
Rp.1.129.840.908 per tahun.

Gambar 15. Grafik bioekonomi ikan peperek dengan pendekatan model Gordon Schaefer
di Teluk Palabuhanratu
46

Economic overfishing terjadi ketika tingkat upaya penangkapan telah


melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MEY. Meskipun hasil
tangkapan yang diperoleh pada kondisi MSY adalah maksimal, namun keuntungan
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi dan penerimaan saja tetapi juga
dipengaruhi oleh biaya. Prinsip efektifitas dan efisiensi perlu dipadukan untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal. Produksi dan penerimaan terkait dengan
prinsip efektifitas sedangkan biaya atau pengeluaran terkait dengan prinsip efisiensi.
Pada kondisi MEY, produksi berada pada tingkat yang optimal secara ekonomi,
walaupun produksinya tidak maksimal. Namun produksinya masih relatif tinggi dan
pengeluarannya efisien sehingga keuntungannya tertinggi. Tingkat upaya
pemanfaatan pada kondisi MEY menghasilkan keuntungan yang optimal. Tingkat
upaya penangkapan pada kondisi MEY lebih kecil dibandingkan dengan tingkat
upaya pada kondisi MSY. Tingkat produksi pada kondisi MEY juga lebih kecil
dibandingkan dengan tingkat produksi pada kondisi MSY. Namun tingkat
keuntungan pada kondisi MEY akan lebih besar dari keuntungan yang didapatkan
pada kondisi MSY. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi MEY, tingkat upaya
penangkapan berada pada level paling efisien.
Selain itu, diketahui bahwa tingkat stok ikan peperek pada kondisi open access
sebesar 15,9888 ton per tahun. Dengan upaya penangkapan sebesar 243 unit per
tahun dimana keuntungan yang didapatkan adalah Rp 0 per tahun. Dalam kondisi
pengelolaan yang bersifat open access keseimbangan pengelolaan akan dicapai pada
tingkat upaya EOA dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC).
Dalam hal ini pelaku perikanan tidak akan mendapatkan keuntungan, bahkan dapat
mengakibatkan keuntungan berada pada nilai negatif. Perikanan pada kondisi ini
bebas untuk siapa pun dan tidak ada pengelolaan yang baik. Keadaan perikanan
seperti ini, upaya penangkapan akan terus ditingkatkan selama masih ada produksi
sampai seluruh rente terkuras habis (driven to zero).

4.8. Implikasi Untuk Pengelolaan


Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan perlu diarahkan pada pengaturan
yang lebih baik. Hal tersebut didasarkan oleh adanya fakta tekanan terhadap
penangkapan yang berlebihan, dimana dari hasil analisis didapatkan laju eksploitasi
47

ikan peperek di Teluk Palabuhanratu sebesar 0,80 yang berarti 80% kematian ikan
peperek disebabkan oleh adanya faktor penangkapan. Selain itu, dari hasil analisis
yang diperoleh kondisi tangkap lebih stok ikan peperek di Teluk Palabuhanratu
termasuk dalam kondisi growth overfishing. Hal ini dapat dilihat dari ukuran ikan
yang tertangkap didominasi oleh ikan berukuran kecil (ikan muda), peningkatan laju
mortalitas penangkapan, tingginya laju eksploitasi, serta penurunan hasil tangkapan
per satuan upaya. Selain itu kondisi stok ikan peperek di Teluk Palabuhanratu telah
mengalami economic overfishing yang dapat dilihat dari upaya penangkapan aktual
telah melebihi upaya optimum pada tingkat Maximum Economic Yield (MEY) serta
nilai keuntungan kondisi aktual yang lebih kecil dari nilai keuntungan pada kondisi
MEY.
Dalam melakukan pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengubah suatu
keadaan yang telah ada. Oleh karena itu, upaya pencegahan terhadap growth dan
economic overfishing yang dapat dilakukan adalah dengan mengatasi economic
overfishing terlebih dahulu, dimana dalam penerapan pengelolaan berkonsep MEY
telah memperhatikan aspek biologi dan aspek ekonomi sehingga dalam pemanfaatan
sumberdaya akan mendapatkan manfaat ekonomi yang maksimum dengan tetap
memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya tersebut. Dengan kata lain dalam
mengatasi economic overfishing, secara tidak langsung sudah ikut mengatasi growth
overfishing yang terjadi.
Konsep MEY (Maximum Economic Yield) dapat diterapkan sebagai salah
satu tujuan pengelolaan yang baik karena akan memperhatikan faktor ekonomi.
Keuntungan optimal tidak akan terjadi pada saat kondisi MSY. Keuntungan optimal
akan terjadi pada saat kondisi MEY dimana marginal revenue (MR) sama dengan
marginal cost (MC). Hal itu sesuai dengan prinsip profit atau keuntungan. Dengan
mengacu pada konsep MEY, upaya penangkapan yang dioperasikan sebaiknya tidak
lebih dari 122 unit per tahun dengan jumlah maksimum tangkapan secara ekonomi
sebanyak 233,9626 ton per tahun sehingga akan didapatkan keuntungan secara
optimal sebesar Rp.1.129.840.908 per tahun. Dalam memberlakukan pengaturan
mengenai jumlah alat tangkap memiliki resistensi yang cukup tinggi. Karena dengan
membatasi jumlah alat tangkap akan menuntut ada yang harus dikorbankan.
Pengelolaan tersebut diperlukan adanya human development, dimana manusia
48

sebagai pelaku utama dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya ikan. Kebijakan ini
ditujukan bagi kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan
pengelolaan perikanan serta nelayan dalam bentuk memberikan penyuluhan
mengenai kondisi sumberdaya yang ada, batasan jumlah tangkapan dan jumlah alat
tangkap maksimal untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya
pembangunan perikanan yang berkelanjutan guna kehidupan di kemudian hari serta
pentingnya pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan agar memberikan
manfaat ekonomi yang maksimum. Selain itu, dalam memberlakukan pengelolaan
tersebut diperlukan pihak yang memiliki kekuatan hukum sehingga apabila terjadi
pelanggaran dalam kesepakatan yang ditetapkan dapat diselesaikan dengan hukum
dan peraturan yang ada.
Dalam mengatasi kondisi growth overfishing dimana ukuran ikan yang
tertangkap didominasi oleh ikan berukuran kecil (ikan muda). Hal yang dapat
dilakukan adalah yakni pengaturan ukuran mata jaring, dimana ukuran ikan peperek
dewasa adalah 9 cm (Pauly 1977). Panjang tubuh ikan peperek kurang dari tiga kali
tinggi tubuh sehingga dapat diasumsikan bahwa tinggi tubuh ikan peperek yaitu 3
cm. Apabila ukuran tersebut dikonversikan kedalam inchi menjadi 1,18 inchi.
Sebaiknya ukuran mata jaring alat tangkap bagan untuk penangkapan ikan peperek
tidak melebihi 1,18 inchi agar ikan yang tertangkap bukan ikan berukuran kecil
(ikan muda). Selain itu, diperlukan adanya pengaturan mengenai musim tangkapan
sehingga ikan yang tertangkap bukanlah ikan yang berumur muda. Dengan adanya
pengaturan tersebut maka ikan yang berumur muda akan memiliki waktu untuk
tumbuh mencapai panjang tertentu yang membuat seimbang dengan penyusutan stok
yang diakibatkan mortalitas alami maupun penangkapan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) di Teluk Palabuhanratu memiliki persamaan
pertumbuhan Lt = 131,78 (1-e[-1,40(t + 0,87)]). Pola pertumbuhan ikan peperek di
Teluk Palabuhanratu adalah allometrik negatif.
2. Laju mortalitas (Z) ikan peperek adalah 3,02 per tahun dengan laju mortalitas
alami (M) sebesar 0,60 per tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar
2,42 per tahun sehingga dapat diindikasikan bahwa kematian ikan peperek di
Teluk Palabuhanratu sebagian besar disebabkan oleh aktivitas penangkapan
dengan tingkat laju ekspoitasi (E) sebesar 0,80 dan sudah melebihi nilai
optimum.
3. Kondisi stok ikan peperek di Teluk Palabuhanratu berdasarkan model
bioekonomi Gordon Schaefer dimana hasil tangkapan dan upaya tangkapan tidak
melebihi nilai MEY dan fmey sebesar 233,9626 ton dan 122 unit per tahun
sehingga memperoleh rente maksimum sebesar Rp.1.129.840.908. Untuk nilai
MSY diperoleh 234,0333 ton dan 124 unit per tahun dengan rente
Rp.1.129.487.373.
4. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa ikan peperek di Teluk
Palabuhanratu telah mengalami kondisi tangkap lebih yaitu growth overfishing
dan economic overfishing.

5.2. Saran
Dalam penelitian studi dinamika stok ikan peperek di Teluk Palabuhanratu
selanjutnya disarankan untuk dilakukan analisis aspek pola rekruitmen dan tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian kembali mengenai stok ikan
peperek namun di musim yang berbeda. Dalam pengelolaan sumberdaya ikan
peperek di Teluk Palabuhanratu sebaiknya dilakukan pembatasan jumlah alat
tangkap dan produksi tangkapan berdasarkan konsep MEY, pengaturan mata jaring,
dan pengaturan musim penangkapan.
DAFTAR PUSTAKA

Badrudin M. 1988. Parameter stok dan potensi penangkapan ikan petek di perairan
pantai Utara Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 47 : 87-95.

Beck U & Sudarajat A. 1978. Variationing and Size and Composition of Demersal
Trawl Catches from The North Coast of Java with Estimated Growth
Parameters for Three Importance Food-Fish Species. Special Report No.4
Contrib.of The demersal Fish. Proj. MFRI-GRZ. Jakarta. 157 p.

Beverton RJH & Holt SJ. 1957. On the dynamics of exploited fish population. Her
Majesty’s Statinery Office. London, USA. 533 p.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2005. Statistik perikanan tahun 2004 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xiv + 78 hlm.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2006. Statistik perikanan tahun 2005 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xv + 78 hlm.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2007. Statistik perikanan tahun 2006 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xvi + 77 hlm.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2008. Statistik perikanan tahun 2007 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xvi + 77 hlm.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2009. Statistik perikanan tahun 2008 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xvi + 77 hlm.

[Ditjen Tangkap-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan


Perikanan. 2010. Statistik perikanan tahun 2009 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu. Sukabumi. xvi + 77 hlm.

Djadjadiredja RR. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut


Bagian I. Ditjen Perikanan. Jakarta. 96 hlm.

Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163
hlm.

Fauzi A. 2006. Ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan : Teori dan aplikasi. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.259 hal.
51
 

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1974. Species identification sheets for
fishery purpose, eastern indian ocean and western central pacific. Rome, Italy.
41 p.

Gulland JA. 1983. Fish stock assessment: a manual of basic methods, volume 1.
John Wiley & Sons, inc. New York, USA. xii + 223 p.

King M. 1995. Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News


Books. London, USA. 341 p.

Lagler KF. 1970. Freshwater fishery biology, 2nd ed. WM. C. Company Publisher.
Dubuque, Iowa, USA. 421 p.

Laevastu T & Hayes LM. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Northwest
and Alaska Fisheries Center National Marine Fisheries Service, NOAA.
Seattle, Washington, USA. 199 p.

Lisnawati S. 2004. Kebiasaan makanan ikan petek (Leiognathus equulus, Forsskal


1775) di perairan Pantai Mayangan, Subang, Jawa Barat [skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 hlm.

Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367
hlm.

Pauly D. 1977. The Leiognathidae (Teleostei) : Their Species, Stocks, and fIsheries
in Indonesia, With Notes on The Biology of Leiognathus splendens (Cuv.)
Mar. Res. Indonesian 19 : 73-93.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with
programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p.

Saadah. 2000. Beberapa aspek biologi ikan petek (Leiognathus splendens Cuv.) di
perairan Teluk Labuan, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 64 hlm.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bina Cipta.
Bandung. 508 hlm.

Simanjuntak RJ. 2009. Keterkaitan laju eksploitasi dengan keragaan pertumbuhan


dan reproduksi ikan petek Leiognathus equulus (Forskskal, 1775) famili
Leiognathidae [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70
hlm.

Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-i manual
(Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-
52
 

Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan


Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.

Wahyudin Y. 2004. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk


PalabuhanRatu Kabupaten Sukabumi [makalah]. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hlm.

Wewengkang I. 2002. Analisis sistem usaha penangkapan ikan layur (Trichiurus


savala) di Palabuhanratu dan kemungkinan pengembangannya [tesis].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 92 hlm.

Widodo J, Aziz KA & Naamin N. 1998. Metode pengkajian stok (stock assessment),
p. 4-10. Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon GH, Naamin N,
Djamali A (editor). Potensi dan Penyebaran sumberdaya komisi nasional
pengkajian stok sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia. Komisi Nasional
Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta.

Widodo J & Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta. 252 hlm.

www.dkp.go.id. Peperek. [terhubung berkala]. http://www.pipp.dkp.go.id/


pipp2/species.html?idkat=2&idsp=274 [1 Desember 2009].

www.dkp.go.id. MSY dan MEY. [terhubung berkala].


http://www.perizinan.dkp.go.id/berita_frame.php?id=236&search= [18
Februari 2010]

www.fishbase.com. Peperek. [terhubung berkala].


http://fishbase.com/Summary/speciesSummary.php?ID=4454&genusname=
Eubleekeria&speciesname=splendens [20 Januari 2010].

 
54

Lampiran 1. Alat yang digunakan

Timbangan dapur digital

Penggaris panjang 30 cm
55

Lampiran 2. Metode pengukuran panjang total dan bobot basah ikan contoh

(a.) Pengukuran panjang total ikan contoh

(b.) Pengukuran berat basah ikan contoh


56

Lampiran 3. Kuesioner nelayan ikan peperek

Hari/Tanggal wawancara :

Kode Nelayan :
Nama Nelayan : (pemilik kapal/pekerja)*
Usia :
Alamat :
Pewawancara :

Jumlah tanggungan (keluarga) :


Jenis nelayan : musiman/tetap*, penuh/bukan*
Jenis Alat Tangkap :
Spesifikasi Panjang :
Lebar :
Tinggi:
Jumlah mata pancing :
Ukuran Mata Jaring :
Jenis Perahu :
Bobot Perahu :
Jumlah ABK :
Daerah Penangkapan :
Biaya Penangkapan :
Jenis ikan yg paling banyak ditangkap :

Keterangan : * coret yang tidak perlu

Info Lain :
57

Lampiran 4. Rata-rata biaya penangkapan ikan peperek per trip (Rupiah) di Teluk
Palabuhanratu

Solar Konsumsi Fasilitas


Nelayan harga Biaya Oli Total
(L/trip) dan genset pemasaran
Sugeng 35 227.500 50.000 50.000 9.000 336.500
Ujang 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
Abah 30 195.000 50.000 50.000 7.377 302.377
Djadjat 35 227.500 50.000 50.000 9.000 336.500
Aber 30 195.000 50.000 50.000 9.000 304.000
Bima 35 227.500 50.000 50.000 10.000 337.500
Endang 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
Asep 30 195.000 50.000 50.000 8.035,7 303.035,7
Udin 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
Soleh 35 227.500 50.000 50.000 9.000 336.500
cecep 30 195.000 50.000 50.000 9.000 304.000
ilman 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
Ojat 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
teguh 35 227.500 50.000 50.000 10.000 337.500
salim 35 227.500 50.000 50.000 15.000 342.500
dede 35 227.500 50.000 50.000 10.000 337.500
ahmad 35 227.500 50.000 50.000 9.000 336.500
hasan 35 227.500 50.000 50.000 9.000 336.500
surya 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
yanto 35 227.500 50.000 50.000 8.035,7 335.535,7
58

Lampiran 5. Kuisioner harga ikan peperek

Hari/Tanggal wawancara :
Kode koresponden :
Nama :
Pekerjaan :
Usia :
Alamat :
Pewawancara :

Harga ikan (Rp/kg) :


Lokasi Pembelian :

Info Lain :
59

Lampiran 6. Data ikan peperek setiap pengambilan contoh di PPN Palabuhanratu

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
1 5,4 2 6,7 4 7,5 4 8,5 11 9,4 12 12,5 22
2 7,4 5 7,7 5 7,9 5 10,8 20 9 11 11,5 20
3 7,6 7 7 5 6,7 3 10 16 8,9 10 11,5 23
4 7,4 6 5,2 2 7,1 3 10,8 18 9,6 13 12,3 24
5 5,1 2 6,3 4 7,2 4 11,3 21 9 12 8 8
6 9 10 6 3 6,2 3 9,6 15 10,5 17 10,8 18
7 4,6 1 7,9 7 5,5 3 9,7 15 9 10 11,3 17
8 5,3 2 7 4 6,5 3 10,3 19 9,2 19 10,8 15
9 4,5 1 5,2 2 5,4 2 10,5 21 9,6 12 11,5 20
10 7,1 5 6,5 5 6,1 2 9 12 9,2 10 9,5 16
11 9,1 11 4,8 1 6,1 3 7,4 6 9,9 12 8,3 9
12 8,5 8 4,6 1 6,6 4 6,4 4 9,7 12 10,2 12
13 7,5 4 4,6 1 6,5 3 11 20 9 10 11,4 17
14 7 5 5,1 2 7,5 4 3 4 9 10 10,3 16
15 8,2 8 4,3 1 7,7 4 6,5 5 8,7 8 8,2 8
16 5,3 1 5,3 2 7,6 4 10 18 9,4 10 10 16
17 6,5 4 6,1 2 6,7 4 10,6 19 9,7 12 8,9 8
18 8,7 9 7,5 5 7,6 2 10,4 20 9,9 14 11 16
19 6,3 4 8,1 7 6,5 2 7,4 7 9,7 12 12,2 21
20 7,7 7 7,2 7 5,6 2 10 18 9,2 11 11,4 17
21 8 8 4,9 1 5,2 2 10,3 17 10 14 10,3 17
22 5,1 1 4,8 1 5,6 2 9,8 16 9,4 10 10,7 18
23 6,6 4 5 1 5,8 3 10 15 9,6 13 11,5 20
24 7 5 4,8 1 5,8 2 10,8 14 10 13 10,3 14
25 8 8 5,5 2 6 2 8,3 8 10 15 10,6 13
26 5,6 2 4,8 2 5,9 3 5,7 2 8,7 9 8,5 8
60

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
27 4,6 1 5,6 2 6,3 3 7,4 6 9,2 10 10,5 17
28 6,8 3 5,2 2 6 2 9,3 12 8,5 8 9,6 17
29 4,3 1 5 1 5,8 2 8,5 11 9 11 9,2 12
30 7,7 7 4,8 1 6,1 2 10 17 9 11 10,5 15
31 4,1 1 9 10 6 2 10,6 17 9,8 12 12 24
32 5,2 1 4,7 1 6,1 2 10,3 16 8,1 8 11,7 18
33 8,5 9 4,5 1 4,9 1 7,2 5 8,9 10 10,4 16
34 8,6 9 4,9 1 4,7 2 9 13 9,6 12 9,8 16
35 5 2 7,8 8 6,6 3 11,2 23 9,7 12 10,7 16
36 6,5 4 4,7 1 5,6 2 10 18 9,1 10 10,2 14
37 5,6 2 4,8 1 6,2 3 9,8 16 8,7 8 10,1 16
38 5,5 2 4,3 1 6 3 10 16 8,8 8 9,9 14
39 6,6 4 4,5 1 6,4 3 10 19 9 10 10,2 16
40 9,3 11 5,7 2 6,8 3 6,4 5 10 13 10 13
41 5 2 5,6 2 7,5 4 8,8 12 9,4 12 10,3 18
42 7,4 6 5,2 2 5,9 2 7,7 8 8,7 8 11 25
43 5 2 4,5 1 6 4 9,2 14 8,7 8 9,8 17
44 7,3 6 7,2 6 5,6 2 8,8 11 8,8 9 11,2 21
45 4,9 1 4,4 1 5,6 2 8,3 8 9,1 10 9,5 11
46 3,9 1 5 1 5,5 2 8,3 8 10 14 11 17
47 7,3 6 4,8 1 5,6 2 9,8 16 9,1 10 9,8 11
48 7,9 7 4,5 1 6 2 9 11 9,7 12 10,7 17
49 3,4 1 5,5 2 6,8 2 7,9 7 8,5 9 9,7 15
50 5,2 1 4,5 1 6 3 10,2 17 8,5 9 10,3 18
51 8,2 7 5 1 6,1 3 6,2 3 8,7 8 10 15
52 8 7 5,2 2 7,1 5 8,5 10 9,4 9 10,5 15
61

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
53 6 2 4,6 1 5,5 2 9,9 14 8,6 8 11 18
54 6,8 3 4,8 2 6,8 3 10,3 16 8,5 8 9,3 13
55 7,5 7 5 3 5,3 2 7,7 11 9,7 12 10,8 22
56 7,7 8 4,5 2 6 2 8,9 12 10 14 9,5 16
57 7,4 5 4,7 1 6,6 3 6,4 4 8,6 8 9,3 14
58 7,5 6 4,7 2 6,3 3 4,2 10 8,9 12 11,1 16
59 5,5 2 4,9 1 5,6 2 6,2 3 8,3 8 11,6 17
60 5,5 2 4,6 1 4,9 1 9,2 11 10,5 17 10 14
61 5 1 4,6 1 6,1 2 8,4 10 9,8 14 11,4 15
62 5,2 1 6,7 4 6 2 8,4 9 10,5 17 10,4 16
63 4,5 1 6,8 4 6,6 2 7 8 10,5 17 9 11
64 5,7 2 5 2 6 2 6,4 5 9,4 10 9,5 17
65 5,4 2 4,8 1 6 2 7,5 5 8,7 9 9,1 12
66 5,5 2 5 2 6 3 7,5 7 9,8 14 8,3 9
67 7,5 5 4,6 1 5,1 2 9 11 10 14 10,7 15
68 4,6 1 4,5 1 5,9 2 8,7 10 9,3 10 10,6 17
69 4,4 1 4,2 1 5,9 2 5,5 2 9,9 14 9,3 12
70 6,4 3 5,2 1 5,5 2 8,9 10 8,9 10 10,4 23
71 5,1 2 7,5 5 5,1 2 8,2 9 10 14 10,2 17
72 6,5 4 5,2 2 4,4 1 8,2 8 9,1 10 10,3 14
73 5,1 2 6,8 4 6,9 2 5,8 2 9,6 12 9,9 13
74 5,4 3 5,1 2 7,2 3 7 7 8,5 8 10,6 14
75 4,2 1 5,1 2 4,6 1 9 12 8,6 9 10,1 16
76 4,7 2 4,6 1 6 3 6,4 4 8,8 8 11 20
77 5,2 1 4,8 1 5,6 2 5,9 4 9 10 9,6 14
78 4,4 1 4,7 1 6,6 3 6,4 5 8,5 8 10,9 16
62

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
79 4,2 1 4,8 2 6,4 3 7,1 5 8,5 8 11,2 17
80 4,4 1 4,6 1 6,5 3 5,8 3 9 10 10,3 15
81 4,7 1 3,6 1 5,5 2 7,3 5 9,5 10 9 11
82 5,6 3 5,3 2 5,7 2 7 5 9,4 10 10 16
83 5,3 2 6,2 7 3,6 1 7,1 4 9,1 9 8,1 11
84 7 5 4 1 5,4 2 4,6 1 8,9 10 10 17
85 5,8 2 4,5 1 10,9 11 5,6 3 8,9 10 9 11
86 5,2 3 5,7 3 9,9 10 6,7 4 8,5 8 11 16
87 5,4 2 4,7 2 9,2 7 5,3 2 9,5 13 9,7 13
88 4,4 1 7 5 10,7 9 6,8 5 9,2 10 10 16
89 4,6 1 4,6 1 11 9 5,4 3 8,9 10 12,5 22
90 3,9 1 4,6 2 9,6 9 6,5 3 8,5 8 10 13
91 4,2 1 4,6 1 11,4 13 6,4 3 8,7 9 8,6 13
92 4,1 1 4,7 1 10,5 11 6 3 9,2 9 10,8 27
93 4,4 1 5,2 2 9,6 8 6,3 3 9,6 12 9 18
94 5,2 2 5 2 10,7 10 5,7 3 9,2 10 9,3 16
95 3,9 1 4,7 1 10 6 6,4 2 8,7 8 9,6 12
96 5,3 1 6,2 4 10,2 10 6,7 4 10 14 8,6 11
97 5,3 1 5,3 2 10,7 10 6,6 4 8,6 8 9,3 12
98 5,3 2 4,8 2 9,4 7 6 3 10 15 10 17
99 5,6 2 5 2 9,5 8 5,7 3 8,5 8 9,5 14
100 4 1 4,6 1 10,9 12 5,5 2 9,6 12 10,3 18
101 4,3 1 4,3 1 9,2 8 5,2 2 9,7 13 9,9 18
102 3,5 1 5 2 10,3 10 6,8 4 9,5 14 9,5 18
103 4 1 5,2 2 11,6 18 5,9 2 8 11 9,2 13
104 4 1 4,8 1 11 12 5,9 3 9,9 15 9 13
63

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
105 4,1 1 4,3 1 10,2 8 6,4 4 9,2 14 9,1 13
106 4,4 1 5,2 2 7,1 5 9,3 13
107 4 1 4,8 2 6,2 3 10,1 16
108 2 1 4,6 1 5,7 2 10,7 19
109 3,5 1 4,6 2 7 4
110 4 1 4,7 1 6,6 3
111 4 1 4,7 1 5,3 1
112 2,9 1 4,7 2 6,3 3
113 3,9 1 4,7 2 5,4 2
114 3,4 1 4,8 2 6,4 3
115 3,7 1 5,1 2 5,9 2
116 4 1 4,5 1 5,9 2
117 4,5 1 4,4 1 6 1
118 3,2 1 4,8 1 7,4 6
119 3,6 1 4,2 1 7,2 5
120 3,6 1 4,2 1 6 2
121 3,9 1 4,8 2 9,4 11
122 3,9 1 4,9 2 6,7 4
123 4 1 4,8 1 5,9 3
124 4,4 1 4,7 2 5,8 3
125 3,7 1 5 2 5,1 2
126 4,4 1 4,6 2 5,6 2
127 4 1 4,7 2 6,7 4
128 4 1 5,1 2 5,9 2
129 5,2 1 4,8 2 6,4 3
130 3,5 1 4,7 2 6 3
64

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
131 3,6 1 4,6 2 6,6 4
132 3,8 1 5 2 4,5 1
133 4,2 1 5 2 5,8 3
134 4 1 4,5 2 6 3
135 3,6 1 4,7 1 7 4
136 3,3 1 4,5 1 7 4
137 3,2 1 4,5 1 6,9 4
138 4 1 4,6 1 6 3
139 3,5 1 4,4 1 6,7 4
140 4,5 1 4,8 2 6 3
141 3 1 4,3 1 6,2 3
142 3,2 1 4 1 6,1 3
143 3,2 1 5,1 1 6,4 3
144 3,7 1 4,2 2 6,1 3
145 3,8 1 7,6 7 5,5 3
146 4 1 4,6 2 7 4
147 4,2 1 5 2 5,7 2
148 3,2 1 4,6 1 6,1 3
149 3,7 1 4,9 2 6 3
150 5,4 2 4,4 2 5,4 2
151 4,4 1 4,7 2 6 3
152 3,7 1 4,6 1 5,4 2
153 3,4 1 4,4 1 6 3
154 4 1 5,2 2 5 2
155 3,4 1 4,4 1 6 3
156 3,6 1 4,8 2 6,5 4
65

Lampiran 6. (lanjutan)

Sampling 1 : Sampling 2 : Sampling 3 : Sampling 4 : Sampling 5 : Sampling 6 :


No. 10 Maret 2010 24 Maret 2010 7 April 2010 21 April 2010 5 Mei 2010 19 Mei 2010
PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram) PT (cm) B (gram)
157 4,8 1 4,6 2 6,1 2
158 3,5 1 4,5 1 4,9 1
159 3,8 1 5 2 5,5 2
160 3,5 1 7 6 6 3
161 2,5 1 8 7 5,1 2
162 3,5 1 7,5 6 5,9 3
163 3,5 1 6,6 4 5,6 2
164 3,6 1 5,8 2 6 3
165 3,8 1 6,7 4 6,6 4
166 4,4 1 5,1 2 5 2
167 3,8 1 5 2 6,7 4
168 4,2 1 6,8 4 6,9 4
169 3,8 1 4,5 2 6,2 3
170 4 1 4,7 2 6,2 3
171 3,2 1 4,8 2 6,4 4
172 4 1 6,8 4 4,7 2
173 3,5 1 4,5 1 4,7 1
174 4,2 1 4,6 1 7 5
175 3,3 1 4,9 2 6,5 4
176 3 1 4,1 1
177 3,6 1 5 1
178 3,8 1 5 2
179 5 2
66

Lampiran 7. Hubungan panjang dan bobot ikan peperek setiap pengambilan contoh

12
W = 0,0003L2,25
10
Sampling 1 R2 = 0,8089
Berat (gram)

8 10 Maret 2010 n = 178 ekor

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Panjang Total (mm)

12
W = 9E-06L3,0904
10 Sampling 2 R2 = 0,7587
24 Maret 2010 n = 179 ekor
8
Berat (gram)

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Panjang Total (mm)

20
18
16 Sampling 3 W = 1E-04L2,4687
14 7 April 2010 R2 = 0,8929
Berat (gram)

12 n = 105 ekor
10
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Panjang Total (mm)
67

Lampiran 7. (lanjutan)

25

W = 1E-05L3,034
20 Sampling 4 R2 = 0,832
21 April 2010 n = 175 ekor
Berat (gram)

15 2

10

0
0 20 40 60 80 100 120
Panjang Total (mm)

20
18
16 Sampling 5 W = 6E-06L3,1786
14 5 Mei 2010 R2 = 0,7561
Berat (gram)

n =108 ekor
12
10
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Panjang Total (mm)

30

Sampling 6 W = 0,0014L2,0144
25
R2 = 0,6293
19 Mei 2010
n = 105 ekor
20
Berat (gram)

15

10

0
0 20 40 60 80 100 120 140
Panjang total (mm)
68

Lampiran 8. Sebaran ukuran panjang selama pengamatan


69

Lampiran 8. (lanjutan)
70

Lampiran 9. Uji t nilai b hubungan panjang dan bobot

H0 : b = 3
H1 : b ≠ 3

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,953687
R Square 0,909519
Adjusted R
Square 0,909412
Standard Error 0,13388
Observations 850

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 152,7854 152,7854 8524,118 0
Residual 848 15,19947 0,017924
Total 849 167,9849

Standard Upper Lower Upper


Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95,0% 95,0%
Intercept -4,55785 0,055843 -81,6187 0 -4,66745 -4,44824 -4,66745 -4,44824
X Variable 1 2,83213 0,030675 92,32615 0 2,771921 2,892338 2,771921 2,892338

Thit = |2,8312-3|
0,0307
71

Lampiran 9. (lanjutan)

= 5,4725
t(0,025;848) = 2,2454

thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0), nilai b ≠ 3 maka hubungan panjang
dengan bobot adalah allometrik.
72

Lampiran 10. Sebaran frekuensi panjang ikan peperek

SKB SKA BB BA Xi SK f1 f2 f3 f4 f5 f6
20 23 19,5 23,5 21,5 20-23 1 0 0 0 0 0
24 27 23,5 27,5 25,5 24-27 1 0 0 0 0 0
28 31 27,5 31,5 29,5 28-31 3 0 0 1 0 0
32 35 31,5 35,5 33,5 32-35 21 0 0 0 0 0
36 39 35,5 39,5 37,5 36-39 25 1 1 0 0 0
40 43 39,5 43,5 41,5 40-43 28 12 0 1 0 0
44 47 43,5 47,5 45,5 44-47 20 61 3 4 0 0
48 51 47,5 51,5 49,5 48-51 10 54 4 5 0 0
52 55 51,5 55,5 53,5 52-55 22 16 9 11 0 0
56 59 55,5 59,5 57,5 56-59 6 5 16 20 0 0
60 63 59,5 63,5 61,5 60-63 2 5 23 26 0 0
64 67 63,5 67,5 65,5 64-67 6 5 13 27 0 0
68 71 67,5 71,5 69,5 68-71 6 8 6 15 0 0
72 75 71,5 75,5 73,5 72-75 10 5 5 9 0 0
76 79 75,5 79,5 77,5 76-79 5 4 4 3 0 0
80 83 79,5 83,5 81,5 80-83 5 2 0 5 3 5
84 87 83,5 87,5 85,5 84-87 4 0 0 6 23 3
88 91 87,5 91,5 89,5 88-91 2 1 0 9 25 8
92 95 91,5 95,5 93,5 92-95 1 0 4 4 20 13
96 99 95,5 99,5 97,5 96-99 0 0 3 6 21 11
100 103 99,5 103,5 101,5 100-103 0 0 4 13 11 23
104 107 103,5 107,5 105,5 104-107 0 0 4 4 5 13
108 111 107,5 111,5 109,5 108-111 0 0 4 4 0 12
112 115 111,5 115,5 113,5 112-115 0 0 1 2 0 10
116 119 115,5 119,5 117,5 116-119 0 0 1 0 0 2
120 123 119,5 123,5 121,5 120-123 0 0 0 0 0 3
124 127 123,5 127,5 125,5 124-127 0 0 0 0 0 2
73

Lampiran 11. Hasil analisis metode NORMSEP dengan Program FISAT II


74

Lampiran 11. (lanjutan)


75

Lampiran 12. Perhitungan pendugaan parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0)

Koefisien pertumbuhan (K) = 0,350 per 3 bulan


K = (0,350/3)*12 = 1,40 per tahun

Lampiran 13. Analisis laju mortalitas total (Z) dengan metode Jones dan van Zalinge
dengan bantuan program Mortality Estimation, FISAT II
76

Lampiran 14. Perhitungan Bioekonomi sumberdaya ikan peperek dengan menggunakan model Gordon Shaefer

Effort Produksi
Tahun (trip) (ton) CPUe cpue+1 Et+1 Et* z z/ut z/ut+1 1/b
2003 107 83,614 0,781439 3,639319 91 99 -353,552 -452,437 -97,1478 64,9350649
2004 91 331,178 3,639319 1,091617 243 167 -337,552 -92,7514 -309,222 64,9350649
2005 243 265,263 1,091617 0,742304 194 218,5 -489,552 -448,465 -659,503 64,9350649
2006 194 144,007 0,742304 3,011412 102 148 -440,552 -593,493 -146,294 64,9350649
2007 102 307,164 3,011412 0,22242 200 151 -348,552 -115,744 -1567,09 64,9350649
2008 200 44,484 0,22242 0,182421 164 182 -446,552 -2007,7 -2447,92 64,9350649
2009 164 29,917 0,182421 82 -410,552 -2250,58 64,9350649

X y x/y ln(x/y) q abs


-387,5018289 -32,21277481 12,02944581 2,487357461 -0,0070353 0,007035
-27,81634752 -244,2868144 0,113867576 -2,172719116 0,0064367 0,006437
-383,5297544 -594,5681392 0,645056015 -0,438418121 0,00089555 0,000896
-528,5574592 -81,35909291 6,496599707 1,871278918 -0,0042476 0,004248
-50,80863778 -1502,153992 0,033823854 -3,386588977 0,00971617 0,009716
-1942,761851 -2382,988172 0,815262901 -0,204244639 0,00045738 0,000457
-2185,642181 64,93506494 -33,65888959
77

Lampiran 14. (lanjutan)

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,652222313
R Square 0,425393946
Adjusted R Square 0,310472735
Standard Error 1,144008841
Observations 7

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 4,84451 4,84451 3,701614 0,112357
Residual 5 6,543781 1,308756
Total 6 11,38829

Upper Lower Upper


Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95,0% 95,0%
Intercept 3,796898792 1,327778 2,859588 0,035424 0,383736 7,210061 0,383736 7,210061
X Variable 1 -0,015356367 0,007982 -1,92396 0,112357 -0,03587 0,005161 -0,03587 0,005161

nilai parameter biologi


q a=q*k b q^2 b=q^2k/r a
k r
0,0048 791,0208333 0,0154 0,00002304 1,18344935 3,7969
78

Lampiran 14. (lanjutan)

ƒ Faktor Pengali pada perhitungan bioekonomi

r/2q 123,276
c/pqK 0,0174
1-c/pqK 0,9826
1+c/pqK 1,0174
rK/4 234,0333
r/q 246,5519
rc/pq 16,2716

1. Perhitungan Maximum Economic Yield (MEY)

= (234,0333) x (1,0174) x (0,9826)

= 233,9626 ton/tahun

  = 123,276 x 0,9826

= 121,1332264 = 122 unit per tahun 


79

Lampiran 14. (lanjutan)

2. Perhitungan Maximum Sustainable Yield (MSY)

= 123,276 = 124 unit per tahun

MSY =
= 234,0333 ton per tahun

3. Perhitungan Open Access (OA)

= 16,2716 x 0,9826
= 15,9888 ton per tahun

= 246,5519 x 0,9826
= 242,2664 = 243 unit per tahun

Anda mungkin juga menyukai