Anda di halaman 1dari 125

PENGENDALIAN MUTU IKAN LAUT SEGAR UNGGULAN

UTAMA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN


SAMUDERA NIZAM ZACHMAN, JAKARTA UTARA

MUKHLIS ADI PUTRA HASIBUAN

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengendalian Mutu Ikan Laut Segar
Unggulan Utama yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Jakarta Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Mukhlis Adi Putra Hasibuan


C44043295
ABSTRAK

MUKHLIS ADI PUTRA HASIBUAN, C44063295. Pengendalian Mutu Ikan


Laut Segar Unggulan Utama yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman, Jakarta Utara. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan
MUSTARUDDIN.

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta (PPSNZJ) merupakan


salah satu PPS terbesar di Indonesia dengan produksi ikan yang cukup besar.
Untuk mengetahui jenis komoditas ungulan utama di PPSNZJ, dilakukan analisis
penetapan komoditas unggulan utama dengan menggunakan metode skoring. Data
yang digunakan adalah data statistik 5 tahun terakhir PPSNZJ, yang meliputi data
produksi, nilai produksi, harga komoditas, dan kontinuitas produksi. Berdasarkan
hasil perhitungan, komoditas unggulan utama di PPSNZJ adalah tuna (Thunnus
spp.) dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Mutu tuna segar lebih baik
dibandingkan dengan ikan cakalang segar. Untuk mengetahui nilai mutu dari jenis
ikan unggulan di PPSNZJ, dapat dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik,
diagram pareto, diagram np dan p, serta diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui nilai rata-rata organoleptik tuna segar dan cakalang segar
yang didaratkan di PPSNZJ masing-masing adalah 8 dan 4. Perbedaan nilai
organoleptik tersebut disebabkan oleh penanganan kedua jenis ikan tersebut
sangat berbeda. Sedangkan kerusakan atau cacat yang paling dominan adalah
kerusakan daging dan beberapa organ tubuh lainnya, dengan nilai lebih dari 70%.
Berdasarkan analisis diagram p, pengendalian tuna masih berada dalam batas
pengendalian, sedangkan pengendalian cakalang segar sudah berada diluar batas
pengendalian. Hal ini disebabkan oleh penanganan cakalang segar yang masih
belum optimal, terutama dalam menjaga stabilitas suhu sewaktu ikan berada
dalam palka. Selain itu, penyebab lain adalah penanganan pada saat di kapal yang
mengakibatkan fisik cakalang saling bergesekan yang pada akhirnya mengalami
kerusakan fisik cakalang.

Kata kunci : ikan segar, pengendalian mutu, PPS Nizam Zachman, Jakarta Utara
© Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PENGENDALIAN MUTU IKAN LAUT SEGAR UNGGULAN
UTAMA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA NIZAM ZACHMAN, JAKARTA UTARA

MUKHLIS ADI PUTRA HASIBUAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Pengendalian Mutu Ikan Laut Segar Unggulan Utama yang
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Jakarta Utara

Nama Mahasiswa : Mukhlis Adi Putra Hasibuan


Nomor Pokok : C44063295
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Dr. Mustaruddin, S.TP


NIP: 19650624 198903 2 002 NIP: 19750205 200701 1 002

Diketahui :
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc


NIP: 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 24 Januari 2011


KATA PENGANTAR

Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana


pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2010 ini adalah Pengendalian Mutu
Ikan Segar, dengan judul Pengendalian Mutu Ikan Laut Segar Unggulan Utama
yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta
Utara.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. dan Bapak Dr. Mustaruddin, STP selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, masukan,
kritikan, serta kesabaran hati selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji tamu
atas segala masukan untuk perbaikan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah
memberikan masukan demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Azbas Taurusman selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa studinya.
5. Ibu Khusnul Khotimah, selaku kepala Humas di PPS Nizam Zachman yang
telah memberikan kemudahan dalam hal perizinan untuk melakukan
penelitian di PPS Nizam Zachman, Jakarta. Serta seluruh pihak PPSNZJ
yang telah memberikan bantuannya sehingga mempermudah penulis dalam
mengumpulkan data ( bang abas, kak prasetyo, kak rulli, kak icha, kak suni)
6. Kedua orang tua tercinta (Alm. Ali Bosar Hasibuan & Nelly Herlena
Nasution), Kakak (Lenni Hairati dan Masir Nasution), Abang (Asran Azhari
dan kak Vera, Sofwan Mashuri Hasibuan, Sumarlin Hasibuan, Romi
Sulaiman Hasibuan), dan adik-adik tercinta (Imam Marzuki Hasibuan dan
Chyntia Alina Fatimah Hasibuan), atas doa dan dukungan yang diberikan
selama ini kepada penulis.
7. Teman-teman PSP 43 (Intan, Ratih, Alvi, Mardia, Mia, Ncek, Caesar, Shinta,
Rizki, Ari W, Troy, Riyanti, Ina, Heru, Seli, Septa, Rusdi, Rezki, Siska M,
Bayu, Icha, Cumz, Ami, Enur, Maria, Yasa, Ghini, Ghea, Rachman, Anggi,
Uthy, Viona, Fatra, Alfian, Dedy, Firman, Adit, Lala, Pipih, Mertha, Septi,
Iniez, Neney, Esther, Hanif, Arif, Alin, Ike, Refi, Nanda, Qbee, Ciwied,
Rizki MS, Riema, Indah, dan Ryan) yang selama 4 tahun terakhir telah
mendukung dan menemani serta mendoakan penulis dalam studi dan
penelitian ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya
kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, walaupun masih
terdapat beberapa kekurangan.

Bogor, Januari 2011

Mukhlis Adi Putra Hasibuan


C44063295
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Hasahatan Jae, Kecamatan


Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara pada
tanggal 9 Juli 1988 dari Alm. Bapak Ali Bosar Hasibuan dan
Alm. Ibu Rosdiana Sihombing. Penulis merupakan anak
keenam dari delapan bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sibuhuan pada tahun 2006
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan
Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Metode Observasi Bawah Air (MOBA) pada tahun ajaran 2007/2008. Pada tahun
2009, penulis menjadi MC Speech Contest pada “Himafarin on the Stage”.
Selain itu, juga cukup aktif dalam kepanitiaan beberapa event di FPIK, seperti
Bina Desa, PORIKAN, dan lain-lain. Penulis juga aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (2007 – 2009). Dalam rangka
meyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi
dengan judul “Pengendalian Mutu Ikan Laut Segar Unggulan Utama yang
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta Utara”
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesegaran Ikan .............................................................................. 4
2.1.1 Definisi ikan segar ............................................................... 4
2.1.2 Parameter kesegaran ikan .................................................... 4
2.1.3 Penentuan kesegaran ikan ................................................... 6
2.2 Kerusakan Ikan Segar ................................................................... 7
2.2.1 Pengaruh kegiatan enzim (autolisa) .................................... 7
2.2.2 Pengaruh kegiatan bakteri ................................................... 8
2.3 Komoditas Unggulan Perikanan ................................................... 8
2.4 Sistem Mutu .................................................................................. 9
2.4.1 Definisi mutu ....................................................................... 10
2.4.2 Pengendalian mutu .............................................................. 10
2.4.3 Metode pengendalian mutu ................................................. 11
2.4.4 Standardisasi mutu ............................................................... 12
2.5 Penanganan Produk ....................................................................... 12
2.6 Penanganan Ikan di Pelabuhan ..................................................... 14
2.6.1 Pendaratan ikan ................................................................... 14
2.6.2 Penyortiran ikan .................................................................. 15
2.6.3 Pengangkutan ke tempat pelelangan ikan ........................... 15
2.6.4 Penanganan di tempat pelelangan ikan ............................... 16
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian ........................................................ 17
3.2 Metode penelitian .......................................................................... 17
3.2.1 Jenis dan sumber data ......................................................... 17
3.2.2 Metode pengumpulan data ................................................. 17
3.3 Metode analisa data ....................................................................... 19
3.3.1 Analisis penetapan jenis unggulan ...................................... 19
3.3.2 Lembar periksa untuk pengendalian mutu .......................... 20
3.3.3 Metode penentuan mutu ikan secara sensorik ..................... 21
3.3.4 Peta kendali mutu p dan np .................................................. 22
3.3.5 Diagram pareto untuk pengendalian mutu .......................... 24
3.3.6 Diagram sebab akibat untuk pengendalian mutu ................. 25

viii
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ... 27
4.2 Sejarah dan perkembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman Jakarta .............................................................................. 27
4.3 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Jakarta ............................................................................................... 29
4.3.1 Unit pelayanan terpadu ......................................................... 29
4.3.2 Perusahaan umum ................................................................. 31
4.4 Visi, Misi, dan Tujuan Pembangunan Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta ................................................. 33
4.5 Keadaan perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta ...................... 34
4.5.1 Unit penangkapan ikan .......................................................... 34
4.6 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Jakarta ............................................................................................ 36
4.7 Kegiatan pelayanan dan pengembangan usaha ............................... 38
4.7.1 Pelayanan jasa pelabuhan ...................................................... 38
4.7.2 Pengawasan mutu .................................................................. 39

5 HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran umum mengenai ikan laut segar yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman, Jakarta .......................................................... 40
5.2 Jenis ikan laut unggulan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman,
Jakarta ............................................................................................. 41
5.3 Tuna (Thunnus spp.) sebagai komoditas unggulan di PPS Nizam
Zachman, Jakarta ............................................................................. 50
5.4 Penanganan tuna (Thunnus spp.) di PPS Nizam Zachman,
Jakarta ............................................................................................... 51
5.4.1 Penanganan tuna saat di kapal ............................................... 51
5.4.2 Penanganan tuna saat di pelabuhan ........................................ 54
5.5 Kondisi mutu tuna (Thunnus spp.) yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman, Jakarta ............................................................................. 58
5.5.1 Analisis peta kendali np tuna segar ........................................ 58
5.5.2 Kondisi tuna yang yang didaratkan di PPS Nizam Zachman,
Jakarta .................................................................................... 59
5.5.3 Analisis diagram sebab akibat tuna segar ............................... 63
5.6 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai komoditas unggulan
di PPS Nizam Zachman, Jakarta ...................................................... 66
5.7 Penanganan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) di PPS Nizam
Zachman, Jakarta ............................................................................ 67
5.7.1 Penanganan cakalang segar saat di kapal ............................... 67
5.7.2 Penanganan cakalang segar saat di pelabuhan ....................... 68
5.8 Kondisi cakalang Segar (Katsuwonus pelamis) yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman, Jakarta .................................... 69
5.8.1 Analisis peta kendali p cakalang segar .................................. 69
5.8.2 Kondisi mutu cakalang segar yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Jakarta ........................................................ 70
5.8.3 Analisis diagram sebab akibat cakalang segar ........................ 73

ix
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 78
6.2 Saran ................................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 80


LAMPIRAN .................................................................................................. 83

x
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk ............................. 6
2 Ilustrasi lembar periksa sederhana ........................................................ 20
3 Lembar penilaian ikan segar ................................................................. 21
4 Jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (GT) ke PPS Nizam
Zachman, Jakarta .................................................................................. 35
5 Jumlah alat tangkap yang memanfaatkan jasa PPS Nizam Zachman,
Jakarta (2004-2008) .............................................................................. 35
6 Jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman (2002-2004) ......................... 36
7 Sarana atau fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman, Jakarta ... 37
8 Jumlah kapal yang sudah diinspeksi di PPS Nizam Zachman, Jakarta .. 39
9 Jumlah kapal yang sudah menerima catatan/record suhu palka ........... 39
10 Selang kekontinuan produksi ................................................................ 42
11 Nilai kontinuitas produksi per bulan per jenis ikan .............................. 42
12 Selang rata-rata jumlah produksi per jenis ikan ................................... 44
13 Penetapan nilai rata-rata jumlah produksi per jenis ikan ...................... 44
14 Selang nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan ........................... 45
15 Penetapan nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan ..................... 46
16 Selang nilai rata-rata nilai produksi per jenis ikan ............................... 47
17 Penetapan nilai rata-rata nilai produksi per jenis ikan .......................... 48
18 Selang nilai jenis komoditas unggulan .................................................. 49
19 Penetapan jenis komoditas unggulan perikanan laut di PPS Nizam
Zachman, Jakarta .................................................................................. 49
20 Bakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan histamine pada
Beberapa jenis ikan laut ........................................................................ 57
21 Ciri-ciri tuna dengan masing-masing grade ........................................... 57
22 Jumlah ikan tuna (Thunnus spp.) yang tidak layak ekspor dalam
proses pendaratannya ............................................................................ 58
23 Hasil uji organoleptik tuna (Thunnus spp.) pada mata, daging dan
perut, serta konsistensi .......................................................................... 60
24 Jumlah dan proporsi dari tipe cacat yang menyebabkan kemunduran
mutu tuna di PPS Nizam Zachman, Jakarta .......................................... 61

xi
25 Jumlah ikan cakalang yang mengalami cacat dalam kegiatan
pembongkaran purse seine .................................................................... 69
26 Hasil uji organoleptik mutu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) segar
di PPS Nizam Zachman, Jakarta ........................................................... 71
27 Jumlah dan proporsi dari tipe cacat yang menyebabkan kemunduran
mutu cakalang di PPS Nizam Zachman, Jakarta .................................. 72

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Ilustrasi diagram pareto ........................................................................ 25
2 Ilustrasi diagram sebab akibat .............................................................. 26
3 Struktur organisasi unit pelaksana teknis PPS Nizam Zachman,
Jakarta ................................................................................................... 31
4 Yellowfin tuna (Thunnus albacore) ...................................................... 51
5 Kegiatan pembongkaran tuna dari palka .............................................. 55
6 Pendistribusian tuna dari palka ke gedung TLC ................................... 56
7 Bagan pengendalian mutu cakalang segar ............................................ 59
8 Kondisi beberapa organ tubuh tuna saat didaratkan di PPS Nizam
Zachman, Jakarta .................................................................................. 61
9 Diagram pareto tuna segar (Thunnus spp) ............................................ 62
10 Proses penanganan tuna segar (Thunnus spp.) ..................................... 65
11 Ikan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) .......................................... 67
12 Ikan cakalang segar yang telah disortir berdasarkan mutu ................... 68
13 Bagan kendali mutu cakalang segar ..................................................... 70
14 Diagram pareto cakalang segar yang didaratkan di PPS Nizam Zachman,
Jakarta ................................................................................................... 72
15 Kondisi salah satu palka di kapal purse seiner ..................................... 74
16 Proses penanganan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) .................. 75
17 Kegiatan pembongkaran ikan cakalang segar ....................................... 76
18 Kegiatan penyortiran dan pembongkaran cakalang .............................. 77

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Lokasi PPS Nizam Zachman, Jakarta ................................................. 84
2 Layout Eksisting PPS Nizam Zachman, Jakarta ................................... 85
3 Kontinuitas produksi ikan segar di PPS Nizam Zachman,
Jakarta (2005 – 2009) ........................................................................... 86
4 Rata-rata jumlah produksi ikan segar di PPS Nizam Zachman,
Jakarta (2005 – 2009) ........................................................................... 91
5 Contoh perhitungan rata-rata produksi ikan segar ................................ 92
6 Rata-rata harga komoditas ikan segar di PPS Nizam Zachman,
Jakarta (2005 – 2009) ........................................................................... 93
7 Contoh perhitungan rata-rata harga ikan segar ..................................... 94
8 Rata-rata nilai produksi ikan segar di PPS Nizam Zachman,
Jakarta (2005 – 2009) ........................................................................... 95
9 Contoh perhitungan rata-rata nilai produksi ikan segar ........................ 96
10 Contoh alat tangkap long line serta metode pengoperasiannya ............ 97
11 Contoh alat tangkap purse seine cakalng serta metode
pengoperasiannya ................................................................................. 98
12 Hasil checksheet tuna segar (Thunnus spp) .......................................... 99
13 Contoh perhitungan diagram np tuna segar (Thunnus spp) .................. 101
14 Hasil checksheet cakalang segar (Katsuwonus pelamis) ...................... 102
15 Contoh perhitungan diagran p cakalang segar
(Katsuwonus pelamis) ........................................................................... 104
16 Contoh diagram sebab akibat tuna segar (Thunnus spp.) ..................... 105
17 Contoh diagram sebab akibat cakalang segar (Katsuwonus pelamis) .. 106
18 Dokumentasi hasil penelitian ................................................................ 107

xiv
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman merupakan salah
satu pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia yang terletak di Jakarta Utara.
Pelabuhan perikanan ini didirikan pada tahun 1986. Sebagai sebuah pelabuhan
berskala besar, setiap tahunnya pelabuhan perikanan ini mampu memprodusi
ikan-ikan beku dan segar, baik yang berasal dari laut maupun dari darat, dalam
jumlah yang besar. Ikan-ikan tersebut kemudian dipasarkan ke beberapa kawasan
di Indonesia dan juga ke luar negeri.
Produksi ikan di PPS Nizam Zachman berasal dari dua sumber, yaitu darat
dan laut. Ikan yang didaratkan dari laut merupakan ikan hasil tangkapan oleh
kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Samudera Hindia bagi
kapal-kapal besar dan sekitar perairan wilayah teritorial Indonesia bagi kapal-
kapal tradisional. Ikan yang berasal dari laut dibagi menjadi dua yaitu, ikan
kelompok tuna (ikan tuna, marlin, meka, cakalang, cucut, dan lain-lain) dan
kelompok ikan tradisional (ikan tenggiri, bawal, tongkol, cumi-cumi, kakap
merah, dan lain-lain). Produksi ikan di PPS Nizam Zachman didominasi oleh ikan
jenis tuna, yaitu sebesar 82%. Ikan tuna yang didaratkan terdiri dari dua produk,
yaitu produk segar (fresh product) dan produk beku (froozen product).
Ikan kelompok tuna segar adalah salah satu komoditas yang cukup penting,
karena sebagian besar diantaranya merupakan komoditas tujuan ekspor. Oleh
karena itu, penanganan mutu ikan segar (kelompok tuna) yang baik mutlak
diperlukan. Banyak kendala yang dihadapi oleh nelayan ataupun perusahaan
pengekspor tuna dalam menangani mutu dari produk ikan kelompok tuna yang
akan diekspor. Salah satunya adalah sulitnya menjamin higienitas sarana dan
prasarana yang digunakan dalam penanganan tuna tersebut.
Ikan segar merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting
dalam masyarakat Indonesia. Dalam pengembangan agribisnis perikanan perlu
adanya pemilihan produk perikanan yang menjadi komoditas unggulan di suatu
pelabuhan perikanan. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui jenis komoditas
yang akan menjadi prioritas produksi. Suatu komoditas perikanan tergolong
2

unggul jika produk yang dihasilkan memenuhi kriteria penting, yaitu banyak
diminati konsumen, rata-rata harga, kekontinuan produksi, dan jumlah
keseluruhan ikan ekonomis penting yang didaratkan di suatu wilayah pelabuhan
perikanan (Rahardjo, 1990).
Dilihat dari segi sifatnya, ikan segar merupakan komoditi yang bersifat
perishable atau mudah rusak, oleh karena itu dalam memproduksi ikan segar perlu
dilakukan proses pengendalian mutu ikan segar tersebut agar penurunan mutu
dapat diminimalkan. Hal ini tentu berkaitan langsung dengan proses penanganan
ikan, baik saat di kapal maupun pada saat di pelabuhan perikanan, mulai dari
proses pembongkaran ikan dari kapal, pendistribusian ikan dari kapal menuju
pangkalan pendaratan, serta pada saat ikan berada di pangkalan pendaratan.
Penanganan ikan segar pada saat pendaratan ikan tersebut mempengaruhi tingkat
mutu ikan segar yang dihasilkan. Semakin baik penanganan ikan baik pada saat di
kapal maupun saat di pelabuhan, maka mutu ikan akan semakin lama bertahan
dengan baik. Kemunduran mutu ikan segar sering terjadi, seperti bau tidak sedap,
adanya cacat fisik pada ikan serta performance ikan yang kurang menarik yang
merupakan dampak dari penanganan yang kurang optimal ataupun kesalahan-
kesalahan lain, baik pada saat kegiatan pendaratan ikan, maupun pada saat berada
di pangkalan pendaratan. Hal tersebut tentu akan mengurangi nilai jual ikan yang
akan dipasarkan, terutama untuk tujuan ekspor.
Berdasarkan masalah-masalah diatas, maka penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengendalian Mutu Ikan Segar Unggulan
Utama yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman,
Jakarta Utara” .

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan:
1) Menentukan jenis ikan laut segar unggulan utama yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman.
2) Menentukan apakah mutu ikan laut segar unggulan utama yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman masih berada dalam pengendalian atau tidak.
3

3) Menentukan tingkat mutu dan faktor penyebab paling dominan yang


mempengaruhi mutu ikan laut unggulan utama di PPS Nizam Zachman,
Jakarta.

1.3 Manfaat Penelitian


Setelah dilakukan penelitian ini, maka diharapkan akan diperoleh informasi
mengenai sistem pengendalian mutu ikan segar yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman serta dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait mengenai mutu
ikan segar tersebut.
4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesegaran Ikan


2.1.1 Definisi ikan segar
Menurut Adawyah (2007), ikan segar adalah ikan yang mempunyai sifat
sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata
lain, ikan segar adalah:
1) Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan
maupun pengolahan lebih lanjut;
2) Ikan yang belum mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih
mempunyai sifat sama ketika ditangkap.
Ikan segar dapat diperoleh melalui penanganan dan sanitasi yang baik,
semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik, maka
akan mempercepat penurunan kesegaran ikan. Menurut Adawyah (2007), faktor-
faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi antara lain, cara
penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, dan berbagai faktor lainnya, yaitu mulai
dari pelelangan, pengepakan, pengangkutan, dan pengolahan.

2.1.2 Parameter kesegaran ikan


Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor
fisikawi, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Menurut Adawiyah
(2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih
mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu
sebagai berikut:
1) Kenampakan luar
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram.
Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokomia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi
lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia.
5

2) Lenturan daging ikan


Daging ikan sangat cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan
kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan
belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk,
jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang
rusak sehingga daging ikan kelihatan kelenturan.
3) Keadaan mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan
matanya. Ikan segar memiliki mata yang tampak terang, jernih, menonjol, dan
cembung.
4) Keadaan daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging
kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera
kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan
pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan
ikan akan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa
jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan
dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai
tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur.
5) Keadaan insang dan sisik
Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar
atau tidak. Ikan yang segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang tidak
segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil
oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti,
bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah
gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika
sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan
tersebut masih segar.
6

2.1.3 Penentuan kesegaran ikan


Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Diantara metode yang ada, yang lebih mudah, cepat, dan murah
adalah dengan menggunakan metode fisik. Secara fisik, kesegaran ikan dapat
ditentukan dengan mengamati tanda-tanda visual. Perbedaan ikan segar dengan
ikan yang mulai busuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
Ikan segar Ikan mulai busuk
Kulit
- Warna kulit terang dan jernih - Kulit berwarna suram, pucat,
- Kulit masih kuat membungkus dan berlendir banyak.
tubuh, tidak mudah sobek, - Kulit mulai terlihat mengendur
terutama pada bagian perut. di beberapa tempat tertentu.
- Warna-warna khusus yang masih - Kulit mudah sobek dan warna-
ada terlihat jelas warna khusus sudah hilang.
Sisik
- Sisik menempel kuat pada tubuh - Sisik mudah terlepas dari tubuh.
sehingga sulit dilepas.
Insang
- Insang berwarna merah sampai - Insang berwana cokelat suram
merah tua, terang, dan lamella atau abu-abu, dan lamella
insang terpisah insang berdempetan.
- Insang tertutup oleh lendir - Lendir insang keruh dan berbau
berwarna terang dan berbau segar asam, menusuk hidung.
seperti bau ikan.
Mata
- Mata tampak terang, jernih - Tampak suram, tenggelam dan
menonjol, dan cembung. berkerut.
Daging
- Daging kenyal. - Daging lunak.
- Daging dan bagian tubuh lain - Daging dan bagian tubuh lain
berbau segar. mulai berbau busuk.
- Bila daging ditekan dengan jari, - Bila ditekan dengan jari tampak
tidak tampak bekas lekukan. bekas lekukan.
- Daging melekat pada tulang. - Daging mudah lepas dari
- Daging perut utuh dan kenyal. tulang.
- Warna daging putih. - Daging lembek dan isi perut
sering keluar.
- Daging berwarna kuning
kemerah-merahan terutama
disekitar tulang punggung.
Bila ditaruh di dalam air
- Ikan segar akan tenggelam - Ikan mengapung di permukaan
air
Sumber: Adawyah, 2007
7

2.2 Kerusakan Ikan Segar


2.2.1 Pengaruh kegiatan enzim (autolisa)
Sebenarnya enzim yang menjadi salah satu penyebab kemerosotan mutu
secara alami sudah terdapat pada tubuh ikan. Diantaranya yaitu enzim dari daging
ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin, chymotrypsin, dan pepsin), serta
enzim-enzim dari mikroorganisme itu sendiri. Karena ikan mengandung banyak
protein dan sedikit sekali karbohidrat, maka yang berperanan penting dalam
proses kemunduran mutu adalah enzim-enzim yang menguraikan protein, yaitu
enzim proteolitis (Moeljanto, 1992).
Selama ikan masih hidup, enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan
dan didalam daging dapat diatur oleh badan ikan, dan kegiatannya
menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Akan tetapi, setelah ikan mati,
enzim-enzim masih tetap aktif dan enzim proteolitis yang semula berfungsi
menguraikan bahan makanan yang masuk ke dalam perut ikan karena sudah tidak
ada lagi yang masuk lalu menguraikan jaringan disekitarnya. Proses inilah yang
disebut autolisa, yaitu proses penguraian jaringan yang berjalan dengan sendirinya
setelah makhluk itu mati (Moeljanto, 1992).
Kegiatan yang merusak ini akan dibantu oleh bakteri yang dibebaskan dari
rongga perut oleh serangan enzim. Sebab, hasil-hasil penguraian jaringan oleh
enzim juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Dalam proses
autolisa, kandungan karbihidrat dalam tubuh ikan akan diuraikan. Diantara hasil
penguraian tersebut terdapat asam laktat. Dengan adanya asam laktat ini, proses
kemunduran mutu ikan melewati fase rigor mortis (badan ikan menjadi kaku);
dan keadaan rigor atau kaku ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa ikan basah
masih dalam keadaan sangat segar (Moeljanto, 1992).
Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhunya meningkat dan
mencapai puncaknya pada suhu 37°C, sedangkan bila suhunya diturunkan
kecepatan penguraian akan menurun. Akan tetapi, penurunan suhu sampai -40°C
pun belum menghentikan kegiatan enzim seluruhnya. Pada akhir fase rigor, saat
hasil penguraian jaringan makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk dengan
enzimnya makin meningkat dan setelah melewati fase rigor (badan ikan mulai
lembek) kecepatan kemunduran mutu makin meningkat (Moeljanto, 1992).
8

2.2.2 Pengaruh kegiatan bakteri


Dalam keadaan hidup, ikan dianggap tidak mengandung bakteri yang
bersifat merusak, meskipun didalam lendir yang melapisi badan dan di dalam
insang maupun sistem pencernaan terdapat banyak mikroorganisme. Jumlah
mikroorganisme itu tergantung pada tingkat pengotoran perairan tempat ikan itu
hidup. Sedangkan jenis-jenis bakteri yang biasa terdapat pada ikan segar termasuk
dalam golongan Achromobacter, Flavobacterium, Pseudomonas dan Clostridium.
Banyak usaha untuk mengurangi bakteri yang terdapat dibagian luar badan ikan,
misalnya dengan pencucian sebaik-baiknya, pembuangan sisik lalu dicuci,
pencucian dengan air yang dicampuri chlor (chlorinasi), penggunaan es yang
mengandung zat-zat anti-bakteri, dan bermacam-macam pemakaian zat kimia.
Namun, cara-cara tersebut biasanya terlalu mahal dan memerlukan waktu lama
walaupun hasilnya kadang-kadang memuaskan (Moeljanto,1992).
Bakteri tidak mampu tumbuh dengan baik pada suhu rendah, oleh karena
itu salah satu usaha yang diterapkan dalam menghambat proses pertumbuhan
bakteri adalah peng-es-an ikan segar atau membekukannya. Untuk mengurangi
bakteri dalam insang dapat dilakukan dengan mencuci atau membuang insangnya,
lalu mencucinya dengan air yang cukup banyak. Sedangkan bakteri yang terdapat
dalam perut, dapat dikurangi dengan membuang semua isi perut dan mencucinya
hingga bersih (Moeljanto, 1992).

2.3 Komoditas Unggulan Perikanan


Menurut Rahardjo (1999), sumberdaya ikan pelagis dan demersal dapat
dikategorikan sebagai komoditas unggulan perikanan apabila memenuhi beberapa
kriteria penting, yaitu diminati banyak konsumen, rata-rata harga, kekontinuan
produksi, jumlah produksi, dan nilai produksi dari komoditas tersebut lebih tinggi
daripada keseluruhan ikan ekonomis penting yang didaratkan disuatu wilayah
pelabuhan perikanan. Komoditas unggulan perikanan dapat dibagi menjadi dua
bagian utama yaitu unggulan lokal dan unggulan ekspor.
9

1) Komoditas unggulan lokal


Komoditas unggulan lokal dapat diartikan sebagai komoditas ikan yang
memenuhi kriteria yang ada yaitu memiliki harga yang dapat bersaing,
banyak diminati konsumen, keberadaan ikan yang selalu terpenuhi setiap
tahunnya, dan rata-rata produksi serta nilai produksi yang dihasilkan lebih
unggul dari keseluruhan komoditas ikan yang ada. Dikategorikan sebagai
unggulan lokal jika ikan tersebut lebih unggul dengan memenuhi kriteria
yang ada namun masih dipasarkan secara lokal (dalam negeri), baik dalam
bentuk segar ataupun dalam bentuk olahan.
2) Komoditas unggulan ekspor
Pada dasarnya komoditas unggulan ekspor memiliki pengertian yang sama
dengan komoditas unggulan lokal, hanya dibedakan dari segi pemasaran
saja. Kategori komoditas ikan ungulan ekspor diberikan terhadap komoditas
unggulan dalam bentuk segar atau produk olahan yang dapat dipasarkan ke
luar negeri (ekspor).

2.4 Sistem Mutu


Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan
terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan
(Eriyatno, 1999). Elemen sistem adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan
dan realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai
bilangan, formula intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang,
mesin, organisasi, dan sebagainya. Unsur-unsur yang mewakili suatu sistem
secara umum adalah masukan (input), pengolahan (processing), dan keluaran
(output). Suatu sistem tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Organisasi
dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki semua unsur-unsur ini (Davis,
1988).
Menurut Davis (1988) sistem dapat dibedakan atas sistem deterministik,
probabilistik, sistem tertutup, dan sistem terbuka. Sebuah sistem deterministik
beroperasi dalam cara yang dapat diramalkan secara tepat dan interaksi antar
bagian-bagian diketahui dengan pasti. Sistem probabilistik dapat diuraikan dalam
istilah perilaku yang mungkin, tetapi ada sedikit kesalahan atas ramalan terhadap
jalannya sistem. Sistem tertutup adalah sistem mandiri yang tidak terjadi
10

pertukaran materi, informasi, atau energi dengan lingkungannya. Sistem terbuka


memerlukan pertukaran materi, informasi atau energi dengan lingkungannya.

2.4.1 Definisi mutu


Menurut Nasution (2004), mutu adalah sesuatu yang memenuhi atau sama
dengan persyaratan (conformance to recuirements). Komoditas ikan yang sedikit
saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak bermutu dan dapat ditolak oleh
perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah
sesuai dengan keinginan pelanggan, dan kebutuhan sebuah perusahaan. Mutu
merupakan totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Mutu sering
diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan
atau kebutuhan yang diberikan oleh pelanggan (Gaspersz,2005).

2.4.2 Pengendalian mutu


Pengendalian mutu merupakan salah satu bagian dari manajemen mutu.
Menurut Gasperz (2005), manajemen mutu merupakan semua aktifitas dari
fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu,
tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-
alat seperti perencanaan mutu (quality planning), pengendalian mutu (quality
control), jaminan mutu (quality assurance), dan peningkatan mutu (quality
improvement). Tanggung jawab untuk manajemen mutu pada semua level dari
manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top
manajement), dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi.
Perencanaan mutu (quality planning) adalah penetapan dan pengembangan
tujuan serta kebutuhan untuk kualitas serta sistem mutu. Pengendalian mutu
(quality control) adalah teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan
untuk memenuhi persyaratan mutu. Jaminan mutu (quality assurance) adalah
semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan guna
memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk yang dihasilkan akan
memenuhi persyaratan mutu tertentu, sedangkan peningkatan mutu (quality
improvement) adalah tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai
produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi dari proses
serta aktifitas melalui struktur organisasi (Gasperz,2005).
11

2.4.3 Metode pengendalian mutu


Menurut Herjanto (2007), berbagai alat dan teknik pengendalian mutu telah
dikembangkan oleh para ahli. Beberapa teknik secara umum telah banyak dipakai
dikalangan industri dalam rangka pengendalian mutu. Salah satunya adalah tujuh
alat pengendalian mutu. Tujuh alat pengendalian mutu (seven tools for quality
qontrol, 7T) dikenal juga dengan nama Ishikawa’s basic tools of quality karena
dipopulerkan oleh Kaoru Ishikawa, yang terdiri atas;
1. Checksheet, adalah lembar pengecekan yang menjamin bahwa data
dikumpulkan secara hati-hati dan akurat oleh personal operasi untuk
mengontrol proses dan untuk pengambilan keputusan (Herjanto, 2007).
2. Histogram, adalah gambaran grafis tentang nilai rata-rata dan penyebarannya
dari sekumpulan data suatu variabel. Dalam histogram, data cenderung
ditengah distribusi dan semakin sedikit semakin menjauhi titik tengah
(central tendency).
3. Diagram pareto, digunakan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relatif
antara berbagai faktor (Herjanto, 2007).
4. Diagram sebab akibat, adalah diagram yang digunakan untuk
mengembangkan variasi yang luas atau suatu topik dan hubungannya,
termasuk untuk pengujian suatu proses maupun perencanaan suatu kegiatan.
Diagram sebab akibat membuat analisis terhadap mutu dapat dilakukan secara
teliti untuk semua kemungkinan penyebab, dan memberikan suatu proses
untuk diikuti (Herjanto, 2007).
5. Bagan kendali, digunakan untuk membedakan atau memisahkan hasil dari
suatu proses yang berada dalam kendali dan yang tidak (Herjanto, 2007).
6. Diagram pencar, adalah diagram yang menunjukkan kemungkinan hubungan
antara pasangan dua macam variabel. Walaupun terdapat hubungan, namun
tidak berarti bahwa satu variabel menyebabkan timbulnya variabel yang lain.
Diagram pencar biasanya menjelaskan adanya hubungan antara dua variabel
dan menunjukkan keeratan hubungan tersebut yang diwujudkan sebagai
koefisien korelasi (Nasution, 2005).
12

7. Bagan alir, yaitu gambaran skematik yang menunjukkan seluruh langkah


dalam suatu proses dan menunjukkan bagaimana langkah tersebut saling
mengadakan interaksi satu sama lain (Nasution, 2005).

2.4.4 Standardisasi mutu


Setiap produk pasti memiliki standar mutu tertentu, sehingga dapat
dijadikan sebagai indikator apakah produk tersebut layak untuk dipasarkan atau
tidak. Menurut Komaruddin (1972), spesifikasi kualitas yang baik mengandung
unsur-unsur antara lain, jaminan rasionalisasi metode kerja sehingga dapat
mengejar daya guna yang setinggi-tingginya dan berusaha untuk memperoleh
cara yang rasional dalam pemakaian bahan-bahan dan barang-barang. Spesifikasi
teknis tentang kualitas suatu komoditas yang digunakan untuk umum dan dibuat
dengan kerjasama dari pihak-pihak yang berkepentingan, didasarkan dari hasil
konsultasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan pengalaman sehingga standarisasi
kualitas dapat dimanfaatkan oleh masyarakat seoptimal mungkin disebut
standarisasi kualitas.

2.5 Penanganan Produk


Menurut Herjanto (2007), penanganan produk merupakan suatu filosofi
yang mengintegrasikan beberapa fokus utama, yaitu fokus pada pelanggan, proses
kerja, keuntungan, dan proses belajar yang berkelanjutan. Beberapa manfaat yang
dapat diperoleh dari penerapan manajemen mutu terpadu ialah sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya operasi;
2) Meningkatkan kepuasan pelanggan;
3) Meningkatkan moral perusahaan;
4) Membangun sebuah proses peningkatan yang berkelanjutan;
5) Menciptakan rekayasa ulang proses usaha;
6) Memperoleh/membangun keuntungan kompetitif;
7) Membangun dasar untuk mendapatkan pengakuan.
Penanganan mutu dilakukan melalui proses yang membutuhkan keahlian
serta instrument pendukung yang meliputi pengumpulan dan pengukuran data,
analisis akar masalah, kerjasama kelompok, pencurahan ide, peningkatan proses
secara berkelanjutan, serta pemecahan konflik dan pembangunan sinergi dalam
organisasi. Penanganan mutu melibatkan setiap orang yang ada dalam organisasi
13

dalam upaya mencapai tujuan jangka panjang dan sistematis untuk


mengembangkan proses yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan. Mutu
mencakup semua aspek dari barang dan jasa dari sesuatu yang bernilai menjadi
sesuatu yang dibutuhkan pelanggan (Herjanto, 2007).
Dalam penanganan mutu yang baik, perlu diperhatikan pula proses
distribusi produk tersebut, mulai dari sumber produk hingga ke tangan produsen.
Suatu produk yang akan dipasarkan ke suatu tempat, tentu akan mengalami proses
distribusi. Berdasarkan keputusan Menteri kelautan dan perikanan Nomor KEP.
01/MEN/2007, distribusi adalah serangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan
dari satu tempat ke tempat lain sejak produksi sampai pemasaran. Dalam suatu
distribusi menurut Salim (2000), terdapat dua kategori, yaitu pemindahan bahan
dan hasil produksi dengan menggunakan sarana distribusi serta mengangkut
penumpang dari satu tempat ke tempat lain.
Salah satu cara untuk mengembangkan pelabuhan perikanan melalui
peningkatan usaha perikanan di pelabuhan yaitu, dengan distribusi hasil
perikanan, termasuk segala sarana dan prasarananya sehingga menunjang
timbulnya industrui perikanan. Menurut Moeljanto (1992), distribusi ikan dibagi
tiga kelompok yaitu:
1) Distribusi lewat jalan darat
Distribusi melalui jalan darat menggunakan sarana distribusi berupa
gerobak, kereta api, truk terbuka atau truk boks yang dilengkapi unit pendingin
mekanis. Pada proses distribusi, ikan segar harus didinginkan sampai mendekati
0°C agar kesegarannya dapat bertahan lebih dari 10 hari. Syarat untuk
mempertahankan kesegaran ini adalah ikan harus dikelilingi oleh hancuran es
yang cukup halus, dan kerendahan suhu ruangan tetap terjaga.
2) Distribusi lewat laut
Distribusi laut tidak jauh berbeda dengan distribusi di darat. Distribusi lewat
laut harus memiliki konstruksi palka pada kapal yang lebih baik karena
goncangan-goncangan di laut lebih banyak terjadi, apalagi ketika cuaca buruk
dan gelombang besar.
14

3) Distribusi lewat udara


Distribusi lewat udara dapat dilakukan dengan pesawat terbang. Pesawat
terbang memang merupakan sarana distribusi yang paling cepat, tetapi biayanya
paling mahal. Distribusi ini cocok untuk mengangkut hasil tangkapan yang
harganya mahal, dan memerlukan waktu yang singkat agar cepat sampai di
tempat tujuan.

2.6 Penanganan Ikan di Pelabuhan


2.6.1 Pendaratan ikan
Setelah kapal sampai dipelabuhan, kegiatan pembongkaran ikan harus
segera dilakukan tanpa menunda-nunda waktu. Pembongkaran ikan dilakukan
dengan cara hati-hati, cermat, teratur, higienik, dan tetap mempertahankan suhu
ikan serendah mungkin. Pada saat ikan dibongkar, sebelum dilelang atau dijual
ikan tetap diberi es sehingga tidak terjadi peningkatan suhu. Ikan tidak boleh
bersentuhan dengan air kotor atau bahan lainnya kecuali wadah pengangkutnya.
Pembongkaran ikan yang berukuran besarseperti tuna, marlin, cucut, dan pari
dilakukan dengan cara memikulnya dengan kaitan (ganco) dibawah insang ikan
tersebut atau dengan mengguanakan kendaraan pengangkut. Pada kegiatan
pendaratan atau pembongkaran, waktunya juga harus diperhatikan. Pembongkaran
seharusnya dilakukan pada pagi atau malam hari saat temperatur udara tidak
tinggi untuk mencegah ikan terkena sinar matahari langsung (Bahar dan
Bahar,1991 yang diacu dalam Nilawati, 1995).
Menurut Moeljanto (1992), hal yang harus diperhatikan dalam
pembongkaran adalah:
1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sedapat mungkin tidak menggunakan
sekop atau garpu untuk menghindari luka atau memar pada badan ikan;
2) Saat menimbang, es dipindahkan dari ikan untuk memudahkan
penimbangan. Setelah ditimbang, ikan diberi es kembali;
3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan seperti
aluminium, steinless steel, plastik keras tetapi tidak mudah pecah atau peti
kayu yang ringan, kuat dan mudah dibersihkan. Ikan harus dihindarkan
dari pancaran sinar matahari langsung.
15

2.6.2 Penyortiran ikan


Proses penyortiran dilakukan pada saat pembongkaran ketika ikan
dikeluarkan dari dalam palka dan langsung dipindahkan menurut jenis, ukuran
dan kualitas ikan. Selama berlangsung penyortiran, dilakukan pencucian ikan dan
pengesan ulang. Ikan kemudian diletakkan dalam wadah. Proses penyortiran harus
dilakukan secara cepat (Nilawati, 1995). Fasilitas yang umumnya digunakan
untuk penyortiran adalah keranjang, baik yang terbuat dari plastik maupun
anyaman rotan sebagai tempat ikan yang telah dikeluarkan dari dalam palka
(Hendrawan, 1997).
Ditjen Perikanan (1997) yang diacu dalam Nilawati (1995) menganjurkan
kegiatan penyortiran ikan dilakukan diatas meja sortir yang terbuat dari bahan
aluminium, stainless steel atau beton. Tujuan utama dari penyediaan meja
penanganan adalah mempercepat proses penyortiran hasil tangkapan berdasarkan
jenisnya serta menghilangkan darah dan kotoran dengan cara dicuci dengan air
bersih. Konstruksi meja harus terbuat dari bahan anti karat, kedap air dan
dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pencucian ikan, air
mudah mengalir dan dilengkapi dengan pipa pembuangan.

2.6.3 Pengangkutan ke tempat pelelangan ikan


Pengangkutan adalah proses pemindahan suatu produk dari suatu tempat
ke tempat lain. Penanganan pada saat proses pengangkutan merupakan hal yang
perlu diperhatikan terlebih apabila produk yang diangkut adalah ikan segar. Ditjen
(1997) yang diacu dalam Nilawati (1995) menyatakan cara penanganan ikan yang
baik saat pengangkutan adalah sebagai berikut:
1) Ikan secepat mungkin diangkut ke tempat penimbangan dengan
mengguanakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul;
2) Selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung, maka
sebaiknya ikan diangkut melalui tempat teduh atau ikan ditutupi;
3) Lori atau kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam
wadah;
4) Lori tidak boleh masuk ke ruang pelelangan untuk menghindari pencemaran.
16

2.6.4 Penanganan di tempat pelelangan ikan


Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai,
dilangkahi atau diinjak. Konstruksi bangunan pelelangan ikan harus memenuhi
persyaratan kebersihan, seperti meja harus dilapisi dengan lapisan penutup yang
keras, kedap air, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Lantai harus mempunyai
kemiringan yang cukup memungkinkan air pada permukaan segera mengalir ke
selokan dan selokan harus cukup kemiringannya sehingga air tidak tergenang
(Ilyas, 1983). Selama proses pelelangan, ikan ditempatkan dalam wadah bersih
dan tetap dipertahankan pada suhu dingin dengan menggunakan es bersih.
Memindahkan wadah berisi ikan sebaiknya diangkat, tidak diseret di atas lantai.
17

3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam
Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010.

3.2 Metode Penelitian


3.2.1 Jenis dan sumber data
Data yang diambil dibagi kedalam dua jenis, yaitu:
1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara mengamati langsung
proses pendaratan ikan segar di PPS Nizam Zachman kemudian mencatat
data-data yang diperoleh kedalam lembar kertas yang telah disediakan,
kemudian diolah lebih lanjut. Data primer yang diambil meliputi: jumlah
ikan laut segar unggulan utama yang mengalami cacat, data organoleptik
ikan laut segar unggulan utama, data tipe cacat serta jumlahnya, dan data
lain-lain.
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa pihak yang akan
mendukung data primer. Data tersebut berupa data produksi ikan laut yang
didaratkan selama 5 tahun terakhir, data nilai produksi, data harga
komoditas, dan data kekontinuan produksi serta data mengenai gambaran
umum tentang PPS Nizam Zachman Jakarta.

3.2.2 Metode pengumpulan data


Data primer yang diperoleh dikumpulkan dengan cara mengamati
langsung objek pengamatan (ikan laut segar unggulan utama) pada saat kegiatan
pendaratan atau pembongkaran dari dalam palka ke atas kapal hingga ke darat.
Data tersebut kemudian dicatat kedalam kertas yang telah disediakan.
1) Data ikan unggulan segar yang cacat dikumpulkan dengan cara mengamati
langsung proses penyortiran pada saat di pelabuhan. Proses penyortiran
dilakukan di gedung Tuna Landing Centre (TLC) 21 dan 18 serta kapal purse
seiner KM Sumber Jaya 7. Pemilihan tempat sampling ditentukan dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu TLC yang dianggap paling
mudah didekati. Metode penyortiran di kedua tempat tersebut berbeda satu
18

sama lain. Pada penyortiran di TLC, setiap individu ikan yang dianggap layak
ekspor diberi label plastik berwarna merah muda, sedangkan ikan yang tidak
layak ekspor diberi label berwarna hijau. Kriteria penyortiran didasarkan pada
tampilan daging yang telah di checker terlebih dahulu. Hasil penyortiran
tersebut dicatat dengan mengambil sampel 60 ekor ikan per proses
penyortiran. Penyortiran dilakukan sebanyak 20 kali. Pada proses penyortiran
di kapal purse seiner, metode penyortiran yang dilakukan adalah dengan
memisahkan ikan yang bermutu baik (tujuan pabrik) dan ikan yang bermutu
kurang baik (tujuan pasar tradisional), dimana ikan yang bermutu baik
ditempatkan ke dalam wadah berupa blong, sedangkan ikan bermutu kurang
baik ditempatkan kedalam keranjang. Kriteria yang digunakan adalah
tampilan fisik ikan pada saat dibongkar dari dalam palka. Hasil penyortiran
dicatat dengan mengambil sampel yang bervariasi pada setiap proses
penyortiran. Hal ini dikarenakan proses penyortiran tersebut berlangsung
cukup cepat sehingga tidak memungkinkan untuk menyamakan jumlah
sampel per prosesnya. Proses penyortiran sendiri dilakukan sebanyak 20 kali
dengan jumlah sampel minimal 60 ekor ikan per prosesnya. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan lembar check sheet. Data ikan segar
unggulan utama bertujuan untuk menetukan apakah proses pengendalian
mutu ikan tersebut masih berada dalam batas kendali atau tidak.
2) Data mengenai kondisi mutu ikan segar unggulan utama dilakukan dengan uji
organoleptik, yaitu menngamati beberapa organ tubuh ikan yang biasanya
dijadikan sebagai indikator kesegaran ikan segar. Adapun organ tubuh yang
diamati adalah mata, daging, insang, dan perut. Pengamatan dilakukan
dengan menyesuaikan keadaan organ tubuh ikan yang diamati dengan standar
ikan segar yang baik menurut SNI. Hasil pengamatan berupa nilai uji
organoleptik dengan skala 1 – 9. Jumlah sampel yang digunakan adalah
sebanyak 20 ekor ikan unggulan utama segar dan empat panelis, yang terdiri
dari staff pengawas mutu pelabuhan 2 orang, penyortir ikan satu orang dan
penulis sendiri satu orang. Masing-masing panelis mengamati lima ekor ikan
laut segar unggulan utama. Penentuan jumlah sampel mrnggunakam metode
purposive sampling.
19

3) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemunduran ikan segar, maka


dilakukan wawancara terhadap penyortir ikan. Berdasarkan hasil wawancara
ini diperoleh data berupa rata-rata tipe cacat yang sering terjadi serta jumlah
masing-masing tipe cacat. Selain itu, untuk mengetahui faktor penyebab
kemunduran mutu ikan segar p, juga dilakukan wawancara terhadap nelayan
yang bertugas menangani ikan pada saat di laut. Berdasarkan hasil wawancara
ini dapat dianalisis akar permasalahan yang menjadi penyebab kemunduran
ikan.
3.3 Metode Analisis Data
Pada dasarnya pengendalian mutu secara statistik merupakan penggunaan
metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisa data dalam menentukan
dan mengawasi kualitas hasil produksi. Model-model pemecahan masalah yang
ada dapat menghasilkan keputusan yang baik apabila keputusan didasari oleh
fakta atau data yang ada.

3.3.1 Analisis penetapan jenis unggulan


Penetapan komoditas ikan unggulan terhadap keseluruhan jenis hasil
tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode skoring. Selang nilai yang ada ditentukan dengan
menggunakan metode sebaran frekuensi. Beberapa kriteria yang akan menjadi
parameter utama dalam menghitung skor adalah kekontuinitasan produksi, rata-
rata jumlah produksi, rata-rata harga komoditas, dan rata-rata nilai produksi dari
komoditas yang ada.
Data yang digunakan dala penetapan komoditas ikan unggulan adalah data
statistik yang diperoleh dari pelabuhan perikanan per jenis ikan per bulannya
selama kurun waktu 5 tahun.
1) Kontinuitas Produksi (KP)
Kontinuitas produksi adalah keberadaan produksi dalam jangka waktu
tertentu di suatu pelabuhan perikanan, sehingga dapat memenuhi permintaan
pasar. Kontuinitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi per jenis ikan
per bulan di PPS Nizam Zachman.
20

2) Rata-rata Jumlah Produksi (RJP)


Jumlah produksi adalah jumlah keseluruhan hasil tangkapan yang
didaratkan di suatu pelabuhan perikanan. Rata-rata jumlah dalam hal ini adalah
rata-rata jumlah hasil tangkapan per jenis ikan setiap tahunnya yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman. Jumlah produksi akan menentukan nilai produksi dalam
suatu usaha perikanan. Penetapan selang rata-rata jumlah produksi dilakukan
dengan metode sebaran frekuensi. Penetapan skoring didasarkan pada rata-rata
produksi per jenis ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman selama 5 tahun
terakhir, yaitu tahun 2005 sampai dengan 2009.
3) Harga Komoditas (HK)
Harga komoditas ikan akan menentukan nilai produksi yang dihasilkan dari
hasil penjualan komoditas ikan tersebut. Harga komoditas ikan dalam hal ini
mencerminkan nilai yang diberikan oleh konsumen terhadap komoditas ikan di
PPS Nizam Zachman. Penetapan skoring didasarkan pada rata-rata harga per
jenis ikan di PPS Nizam Zachman setiap tahunnya yang dilihat dari data 5 tahun
terakhir. Penetapan selang rata-rata harga komoditas per jenis ikan dilakukan
dengan metode sebaran frekuensi.
4) Rata-rata Nilai Produksi (RNP)
Rata-rata nilai produksi didasarkan pada harga komoditas ikan, dan jumlah
produksi per jenis ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman setiap tahunnya
yang dilihat dari data 3 tahun terakhir. Penetapan selang rata-rata nilai produksi
dilakukan dengan metode sebaran frekuensi.
3.3.2 Lembar periksa untuk pengendalian mutu
Menurut Herjanto (2007), tujuan utama dari lembar periksa ialah untuk
menjamin bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat oleh personel
operasi untuk mengontrol proses dan untuk pengambilan keputusan. Lembar
periksa seringkali digunakan untuk mengetahui ketidaksesuaian, baik dari jumlah,
lokasi, ataupun penyebabnya.
Tabel 2 Ilustrasi lembar periksa sederhana
Tipe cacat Check Sub-total
………………………… IIII IIII 9
………………………… IIII 5
…………………………. IIII 4
Total 18
21

3.3.3 Metode penentuan mutu ikan secara sensorik


Penentuan mutu ikan secara sensorik lebih banyak kearah pengamatan
secara visual. Sebagai parameter dalam pengujian sensorik berupa penampakan
warna, cita rasa, dan tekstur. Para penilai akan member skor pada sampel yang
diamati. Biasanya semakin segar ikan yang dianalisis, maka skor akan semakin
tinggi.
Tabel 3 Lembar penilaian Ikan segar
Nilai Parameter Tanda-tanda
Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih.
Insang Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri.
Daging Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada
9 dan perut pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah
terang, dagingnya utuh, bau isi perut segar.
Konsistensi Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging
dari tulang belakang.
Mata Cerah, bola mata rata, kornea jernih.
Insang Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir.
Daging dan Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan
8 perut sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang,
dinding perut dagingnya masih utuh, bau netral.
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
Konsistensi daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai
dengan jenisnya.
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea
Mata agak keruh.

Insang Warna merah agak kusam, tanpa lendir


7 Daging Sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada pemerahan
dan perut pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai
pudar, bau netral.
Konsistensi Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
daging dari tulang belakang.
Mata Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea
agak keruh.
Insang Merah agak kusam, sedikit lendir.
Daging Sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak lembek,
6
dan perut agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek,
sedikit bau susu.
Konsistensi Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah
menyobek daging dari tulang belakang.
Mata Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh.
Insang Mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir.
5
Daging Sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak
dan perut pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu.
22

Tabel 3 Lanjutan
Konsistensi Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah
menyobek daging dari tulang belakang.
Mata Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu,
kornea keruh.
Insang Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir.
Daging Sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak, pemerahan
4
dan perut sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut
sedikit asam.
Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang,
mudah menyobek daging dari tulang belakang.
Mata Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh..
Insang Perubahan warna merah coklat, lendir tebal.
3 Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah
menyobek daging dari tulang belakang.
Insang Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal.
Daging Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada
dan perut sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau
2 asam amoniak.
Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali
menyobek daging dari tulang belakang.
Mata Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal.
Insang Warna putih kelabu, lendir tebal sekali.
Daging Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada
1 dan perut sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar, bau
busuk.
Konsistensi Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah
sekali menyobek daging dari tulang belakang.
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional, 1992
Kriteria penilaian:
Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7 – 9
Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 4 – 6
Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1 – 3 (SNI 01-2729-1992)

3.3.4 Peta kendali mutu p dan np


Bagan/peta kendali mutu adalah grafik yang dipergunakan untuk
membedakan/memisahkan hasil dari suatu proses yang berada dalam kendali dan
yang tidak. Peta kendali memiliki garis tengah yang menunjukkan rata-rata
proses, sebuah garis diatasnya, disebut sebagi peta kendali atas, dan sebuah garis
dibawah yang disebut sebagai peta kendali bawah. Tujuan peta kendali ialah
untuk memantau suatu proses dalam rangka mengekspose kehadiran penyebab
khusus yang mempengaruhi proses operasi (Herjanto, 2007).
23

Bagan kendali yang digunakan untuk memantau proporsi ketidaksesuaian


yang dihasilkan dari suatu proses ialah bagan p. Jika dikehendaki pengamatan
berdasarkan jumlah ketidaksesuaian atau jumlah bagian yang ditolak, maka
digunakan bagab np. Selain untuk pengukuran dalam bentuk proporsi, bagan p
juga dipergunakan bila ukuran subgroup tidak sama (Herjanto, 2007).
Prosedur umum dalam menyusun bagan kendali ketidaksesuaian sebagai
berikut:
1) Memilih karakteristik mutu. Jika dikehendaki pengukuran dalam proporsi
ketidaksesuaian, gunakan bagan p, namun jika dikehendaki pengukuran
dalam bentuk jumlah ketidaksesuaian, gunakan bagan np. Jika
menggunakan bagan p, ukuran subgroup dapat konstan atau bervariasi,
namun jika menggunakan bagan np, ukuran subgroup harus sama/konstan.
2) Kumpulkan data. Sampel diambil berdasarkan subgroup, dengan ukuran
subgroup (n) sebaiknya lebih dari 50.
3) Hitung persen ketidaksesuaian dari setiap subgroup (pi) dan masukkan
kedalam lembar data.

Pi = Jumlah ketidaksesuaian (npi) x 100 %


Jumlah unit dalam subgroup (ni)

4) Tentukan garis tengah (Central line,CL), batas kendali atas (Upper control
limit, UCL), dan batas kendali bawah (Lower control limit, LCL) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

 Bagan p
CL = р = ∑pi = ∑ np
m mn

UCL = p + z . бp
LCL = p - z . бp

 Bagan np
CL = np = ∑ np
m
24

UCL = n p + б

LCL = np - б
Dimana;
p = rata-rata persen ketidaksesuaian dalam sampel
m = jumlah sampel (subgrup)
n = ukuran subgroup
z = deviasi standar normal
бp = deviasi standar dari distribusi sampling

бp = p + 3

5) Buat bagan p atau bagan np dengan memasukkan data observasi


kedalamnya. Pada bagan p (Jika n bervariasi), UCL, dan LCL tidak
berbentuk garis lurus.

3.3.5 Diagram pareto untuk pengendalian mutu


Diagram ini digunakan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relatif
antara berbagai faktor. Dengan diagram ini dapat diketahui faktor dominan dan
yang tidak dalam suatu proses.. Faktor yang dominan ialah faktor-faktor yang
secara bersama-sama menguasai sekitar 70% sampai 80% dari nilai akumulasi
tetapi biasanya hanya terdiri dari sedikit faktor (critical). Faktor dominan ini juga
sering disebut sebagai variabel kelas A dalam konsep klasifikasi ABC. Variabel
kelas B ialah faktor-faktor yang secara bersama-sama menguasai sekitar 10%
sampai 20% dari nilai total. Sedangkan variabel kelas C ialah faktor-faktor yang
secara bersama-sama hanya menguasai sekitar 10% sampai 15% dari total nilai
tetapi terdiri dari banyak faktor non dominan (Herjanto, 2007)
Menurut Herjanto (2007), proses pembuatan diagram pareto dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Pilih beberapa faktor penyebab dari suatu masalah (bisa diketahui dari
analisis sebab akibat).
25

2) Kumpulkan data dari masing-masing faktor dan hitung persentase


kontribusi dari masing-masing faktor.
3) Susun faktor-faktor dalam urutan baru dimulai dari yang memiliki
persentase kontribusi terbesar dan hitung nilai akumulasinya.
4) Bentuk kerangka diagram dengan aksis vertikal sebelah kiri menunjukkan
frekuensi, sedangkan aksis vertikal sebelah kanan dalam bentuk kumulatif.
Tinggi aksis sebelah kiri dan kanan sama.
5) Berpedoman pada aksis vertikal sebelah kiri, buat kolom secara berurutan
pada aksis horizontal yang menggambarkan kontribusi masing-masing
faktor.
6) Berpedoman pada aksis vertikal sebelah kanan, buat garis yang
menggambarkan persen kumulatif, dimulai dari 0 % pada ujung bawah aksis
sebelah kiri sampai 100 % diujung atas aksis sebelah kanan.

Gambar 1 Ilustrasi Diagram Pareto.

3.3.6 Diagram sebab akibat untuk pengendalian mutu


Diagram sebab akibat merupakan diagram yang digunakan untuk
menemukan penyebab timbulnya persoalan serta apa akibatnya. Diagram ini
penting untuk mengidentifikasikan secara tepat hal-hal yang menyebabkan
persoalan kemudian mencoba menanggulinya. Diagram ini dapat diaplikasikan
kedalam beberapa bidang, salah satunya adalah perikanan. Dalam perikanan,
diagran ini digunakan untuk menentukan akar permasalahan suatu proses,
termasuk proses kemunduran mutu ikan. Garis besar langkah-langkah pembuatan
diagram sebab akibat (Ishikawa,1989), adalah sebagai berikut:
26

Langkah 1 : Tentukan karakteristik kualitas. Karakteristik inilah yang harus


diperbaiki dan dikendalikan serta menemukan penyebab
permasalahan yang ada (penyebab utama).
Langkah 2 : Tulislah karakteristik kualitas pada sisi kanan. Gambarlah panah
besar dari sisi kiri ke sisi kanan
Langkah 3 : Tulislah faktor utama yang mungkin menyebabkan karakteristik
kualitas. Mengarahkan panah cabang ke panah utama. Disarankan
untuk mengelompokkan faktor penyebab yang memungkinkan
besar terhadap dispersi kedalam item-item.

Manusia Peralatan

Kemunduran mutu ikan

Bahan

Langkah 4 : Pada setiap item cabang, tulislah kedalamnya faktor rinci yang
dianggab sebagai penyebab, menyerupai ranting. Pada setiap ranting
tulis faktor lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil.
Faktor yang lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil
dapat disebut sebagai faktor penyebab akar dari suatu karakteristik
mutu atau kualitas. Bila tidak ditulis maka, tidak dapat membantu
untuk menemukan penyebab permasalahan tersebut.

Manusia Peralatan
Keahlian Timbangan

Kemundura mutu ikan


Bahan baku

Bahan
Gambar 2 Ilustrasi diagram sebab akibat.
27

4 GAMBARAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA


NIZAM ZACHMAN, JAKARTA

4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta


Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak
di Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yaitu
berada di 06° 25’ LS dan 106° 5’ BT. Luas areal secara keseluruhan ± 98 ha. Luas
tersebut dibagi kedalam tiga areal yaitu kawasan industri 48 ha, areal fasilitas
Perum dan UPT PPSNZJ 10 ha dan kolam pelabuhan 40 ha. Letak pelabuhan ini
berbatasan langsung dengan Laut Jawa (Teluk Jakarta) di sebelah utara,
Pelabuhan Sunda Kelapa di sebelah timur, Penjaringan di sebelah selatan dan
Pantai Seruni kawasan Waduk Pluit di sebelah barat.

4.2 Sejarah dan Perkembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam


Zachman Jakarta
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ)
merupakan unit pelaksana teknis Departemen Kelautan dan Perikanan yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. Pelabuhan ini diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984. Pada tahun 1970,
pelabuhan perikanan yang ada tidak memiliki kapasitas yang mencukupi untuk
menampung produk-produk perikanan untuk kota Jakarta dan sistem pemasaran
perikanan di Jakarta masih sangat sederhana. Perencanaan pembangunan PPSNZJ
dimulai sejak tahun 1972 dengan meminta kepada pemerintah Jepang untuk
memimpin pembangunan pelabuhan perikanan di Jakarta termasuk fasilitas-
fasilitas didalamnya melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of
Japan, yang sekarang dikenal dengan Japaness International Cooperation Agency
(JICA). Setelah layak untuk dibangun, pada tahun 1977 pemerintah Indonesia dan
Jepang mencapai kesepakatan untuk membiayai pembangunan ini bersama-sama.
Biaya pembangunan pelabuhan bersumber pada biaya pemerintah (APBN) dan
dana bantuan pinjaman lunak dari Jepang melalui Overseas Economic
Cooperation Fund (OECF). Perencanaan teknis pelabuhan dilaksanakan oleh
Pasific Consultants International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT.
Inconeb dari Indonesia.
28

Semula PPSNZJ berbentuk Project Manajemen Unit (PMU) seiring dengan


berkembangnya kebutuhan pemakai jasa pelabuhan, maka pada tahun 1990
dibentuk Perum Prasarana Perikanan Samudera yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas umum pemerintah di pelabuhan.
Pembangunan awal PPSNZJ dilaksanakan dalam beberapa tahapan
pembangunan. Tahapan-tahapan pembangunan ini adalah:
1) Pembangunan Tahap I (5 Maret – 31 Desember 1982)
Pekerjaan pembangunan ini meliputi pembangunan fasilitas dasar yaitu
pengerukan kolam pelabuhan, dermaga, penahan gelombang (Breakwater),
lampu navigasi, turap reklamasi tanah.
2) Pembangunan Tahap II (22 Maret 1982 – 31 Maret 1984)
Pembangunan pada tahap ini meliputi pembangunan fasilitas fungsional
yaitu gedung pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, kantor pelabuhan,
dermaga tempat bongkar muat ikan, mesin-mesin pendingin, pembangkit
listrik, galangan kapal, dan sarana-sarana pelengkap lainnya.
3) Pembangunan Tahap III ( Pembangunan Sistem Rantai Dingin)
Pembangunan fasilitas penunjang yaitu pada tahun 1984 – 1988 dibangun
pos polisi, jalan kompleks PPS Nizam Zachman, perkantoran dan hotel,
mesjid, pertokoan dan tempat proses ikan. Pada tahun 1988 – 1992 dibangun
perpanjangan dermaga (150 m), perluasan cold storage, kantor cabang
Perum PPS Nizam Zachman Jakarta, gedung pemasaran ikan, tempat
penginapan, 2 transit sheds, MCK, dan industri pengolah ikan.
4) Pembangunan Tahap IV (1984 – 1997)
Pembangunan IV lebih ditujukan pada peningkatan kebersihan dan
hygienitas di kawasan pelabuhan guna meningkatkan mutu produk hasil
perikanan, pengantisipasian jumlah kapal yang semakin meningkat, dan
pemberian pelayanan jasa yang lebih baik pada konsumen. Pekerjaan pada
tahap ini meliputi:
1) Fasilitas pelabuhan, seperti pembersihan air kolam, perbaikan
reventment, reklamasi, pembuatan dermaga dengan kedalaman 7,5 m,
pengerukan kolam pelabuhan, perbaikna tanah kawasan pelabuhan, dan
pengadaan slipways.
29

2) Bangunan dan sarana lainnya, antara lain: rehabilitasi gedung TPI,


pembangunan kantor UPT, menara kontrol, kamar mandi dan WC,
perbaikan bangunan yang ada, jalan, tempat parkir, penghijauan,
drainase, penanganan limbah, instalasi air laut, penampungan sampah,
instalasi listrik dan penerangan jalan, suplai air dari penampungan
sampah, dan tempat perbaikan jaring dan penjemuran.

3) Perlengkapan sarana seperti box sampah, battery forklift, dissel forklift,


crane, truck, dump truck, dan komputer.

4.3 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta


Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) dikelola
oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT), Perusahaan Umum (Perum) Prasarana
Perikanan Samudera Jakarta dan Instansi terkait lainnya. Instansi tersebut saling
bekerjasama dalam menjalankan kegiatan operasional pelabuhan, memfungsikan,
mengembangkan dan memelihara/merawat, serta menjaga kebersihan segala
fasilitas pelabuhan yang ada baik fasilitas pokok, fasilitas penunjang serta
pendukungnya.

4.3.1 Unit pelayanan terpadu


Surat keputusan Menteri Pertanian No. 604/kpts/OT/21/9/95 tahun 1995
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan menyatakan bahwa
pelabuhan perikanan adalah Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap. Unit Pelayanan Teknis (UPT) mempunyai tugas:
1) Pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan sarana pelabuhan;
2) Penyusuanan rencana tata operasional pelabuhan, pelayanan kepada nelayan
dan kapal perikanan serta koordinasi pelayanan usaha perikanan di
lingkungan pelabuhan;
3) Koordinasi keamanan dan ketertiban di lingkungan pelabuhan perikanan;
4) Pelaksanaan urusan tata usaha.
Fungsi yang dijalankan Unit Pelaksana Teknis pelabuhan didalam
melakukan tugasnya adalah sebagai berikut (UPT PPS Nizam Zachma, 2004):
1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, serta pemanfaatan sarana
pelabuhan perikanan;
30

2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan perikanan;


3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikana;
4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan;
5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produk, distribusi dan pemasaran hasil perikanan;
6) Pelaksanan pengawasan, penangkapan, penanganan, pengelola, pemasaran
dan mutu hasil perikanan;
7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data statistik
perikanan;
8) Pengembangan data pengolahan sistem informasi dan publikasi hasil riset,
produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya;
9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitasi wisata bahari; dan
10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Struktur organisasi PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari:
1) Kepala Pelabuhan
2) Bagian Tata Usaha
(1) Sub Bagian Keuangan
(2) Sub Bagian Umum
3) Bidang Pengembangan
(1) Seksi Sarana
(2) Seksi Tata Pelayanan
4) Bidang Tata Operasional
(1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan
(2) Seksi Pemasaran dan Informasi
5) Kelompok Jabatan Fungsional
31

Kepala Pelabuhan

Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Umum

Bidang Bidang Tata


Pengembangan Operasional

Seksi Sarana Seksi Kesyahbandaran Perikanan

Seksi pemasaran dan Informasi


Seksi Tata
Pelayanan

Kelompok Jabatan Fungsional

Sumber: UPT PPS-NZJ, 2009


Gambar 3 Struktur organisasi Unit Pelaksana Peknis Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta.

4.3.2 Perusahaan umum


Perum Prasarana Perikanan Samudera mempunyai misi sebagai pelayanan
umum dalam bidang penyediaan jasa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.
Perum Prasarana Perikanan Samudera berpusat di Muara Baru Jakarta dengan
cabang-cabangnya di sembilan pelabuhan perikanan sesuai pasal 3 Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 1990 bahwa hanya (9) sembilan pelabuhan perikanan
yang fasilitas komersialnya untuk sementara akan diusahakan oleh Perum
Prasarana Perikanan Samudera yaitu: PPS Nizam Zachman Jakarta, Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan, Belawan, dan Berondong serta sisanya 5
pelabuhan Pelabuhan Perikanan Pantai yang masing-masing adalah Lampullo
32

(Aceh), Pemangkat, Banjarmasin, Tarakan, dan Prigi. Kegiatan pelayanan pada


PPS Nizam Zachman Jakarta yang bersifat komersil merupakan tanggung jawab
dan wewenang dari Perum Prasarana Samudera cabang Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2000, maksud dan tujuan
dibentuknya Perum adalah:
1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan
perbaikan sarana atau prasarana pelabuhan perikanan;
2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta merangsang dan atau
mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil tangkapan;
3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil
perikanan dan sistem rantai dingin dalam perdagangan dan industri bidang
perikanan;
4) Menumbuhkembangkan kegiatan perikanan sebagai komponen kegiatan
nelayan dan masyarakat perikanan.
Strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Pelabuhan Perikanan
adalah:
1) Meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana yang telah tersedia dan
mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan menangkap peluang usaha baru;
2) Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan sarana pendukung yang
memungkinkan diselenggarakannya secara baik dan lancar kegiatan
pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari pelabuhan tersebut;
3) Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha
terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru diluar usaha pokok
perusahaan;
4) Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan
mengusulkan untuk dikelola perusahaan;
5) Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi
kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan
memanfaatkan peluang usaha baru yang saling menguntungkan;
33

6) Memperkuat struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa


pinjaman jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan
dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan;
7) Mengupayakan terwujudnya tambahan Penyertaan Modal Pemerintah
(PMP) dalam mendukung pengembangan perusahaan.

4.4 Visi, Misi, dan Tujuan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam


Zachman Jakarta
Visi PPS Nizam Zachman Jakarta merupakan bagian internal dari visi
Departemen Kelautan dan Perikanan. Visi ini merupakan kesepakatan bersama
antara seluruh staff, instansi terkait dan swasta yang beroperasional di kawasan
pelabuhan. Adapun visi PPS Nizam Zachman Jakarta adalah:
“ Terwujudnya Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi terpadu “
Misi PPS Nizam Zachman Jakarta:
1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif;
2) Pemberdayaan masyarakat perikanan;
3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan, dan nilai tambah produk perikanan;
4) Menyediakan sumber data dan informasi perikanan;
5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan.
Pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kemampuan armada perikanan samudera;
2) Meningkatkan ekspor hasil-hasil perikanan untuk menambah devisa negara
dari sektor non migas;
3) Menyediakan lahan untuk kegiatan industri perikanan dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produksi perikanan;
4) Menciptakan lapangan kerja;
5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar PPSNZJ melalui
pertumbuhan usaha perekonomian seperti pertokoan, perbekalan, dan
lainnya;
6) Melaksanakan pengumpulan, pengolahan data statistik perikanan dalam
rangka pengembangan dan pengolahan sistem informasi dan publikasi
perikanan; dan
34

7) Meningkatkan pengawasan, keamanan dan ketertiban di kawasan pelabuhan.

4.5 Keadaan Perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam


Zachman Jakarta
4.5.1 Unit penangkapan ikan
Unit penangkapan ikan merupakan suatu kesatuan teknis yang mendukung
dalam operasi penangkapan ikan. Unit tersebut terdiri dari kapal/perahu, alat
tangkap, dan nelayan.
1) Kapal
Jenis armada penangkapan ikan yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta
terdiri dari kapal yang berukuran <10 GT sampai dengan >200 GT, dengan alat
tangkap dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu kelompok tuna dan non tuna.
Kelompok tuna yaitu kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap
long line dengan tujuan utama penangkapan adalah ikan tuna seperti yellow fin,
bigeye, albacore, dan cakalang. Selain itu, juga jenis black marlin, meka, layaran,
dan cucut. Kelompok alat tangkap non tuna terdiri dari gill net, payang, purse
seine, jaring tangsi (jaring rampus), muroami, dan fishnet dengan tujuan
penangkapan adalah ikan tongkol, tenggiri dan cumi.
Bahan kapal terbagi menjadi tiga jenis yaitu kayu, fiber, dan besi. Kapal
kayu umumnya terdiri dari kapal-kapal tradisional sedangkan kapal fiber dan besi
digunakan oleh kapal tuna (longline) meskipun ada juga yang menggunakan kapal
dengan bahan kayu.
Armada penangkapan dengan ukuran <30 GT merupakan kapal-kapal
tradisional dengan daerah penangkapan berada di Laut Jawa meliputi Perairan
Utara Jawa sampai Perairan Selatan Kalimantan, dan hasil tangkapannya
dipasarkan untuk tujuan lokal. Sedangkan armada penangkapan dengan ukuran
>30 GT merupakan kapal-kapal industri penangkapan ikan yang memiliki daerah
penangkapan ikan hingga mencapai Perairan Samudera Hindia meliputi Perairan
Barat Sumatera dan Perairan Selatan Jawa dan hasil tangkapan yang diperoleh
dipasarkan untuk tujuan ekspor. Perkembangan jumlah kapal masuk berdasarkan
ukuran kapal (GT) ke PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.
35

Tabel 4 Jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (GT) ke PPS Nizam
Zachman, Jakarta
GT
Pertum
Tahun < 10 – 21 – 31 - 51-100 101 - > Total
-buhan
10 20 30 50 200 200
2005 270 169 1.388 229 1.043 1.407 92 4.598
2006 110 138 1.104 268 933 1.141 99 3.793 - 0,8
2007 97 146 1.199 221 757 1.048 60 3.528 - 17,51
2008 36 100 1.066 236 755 1.019 64 3.276 - 6,9
2009 19 59 1.164 192 790 1.115 61 3.400 - 7,14
Total 532 612 5.921 1.146 4.278 5.730 376 18.595
Sumber: UPT PPS Nizam Zachman, 2010
2) Alat Tangkap
Alat tangkap yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu gillnet,
bubu, purse seine, longline, lift nets, pengangkut, dan lain-lain. Jenis alat tangkap
yang tebanyak jumlahnya adalah longline dengan hasil tangkapan utamanya
adalah ikan tuna.
Tabel 5 Jumlah alat tangkap yang memanfaatkan jasa PPS Nizam Zachman,Jakarta
(2004 – 2008)
Alat Tahun
tangkap 2004 2005 2006 2007 2008
Gillnet 1.654 1.330 1.022 986 653
Bubu 65 22 12 13 9
Purse seine 22 401 828 672 727
Longline 2.073 1.925 1.086 938 792
Liftnets 250 351 348 496 507
Pengangkut 556 551 463 387 566
Lain-lain 16 18 34 36 22
Total 4.636 4.598 3.793 3.528 3.276
Sumber: UPT PPSNZJ Jakarta

3) Nelayan
Masyarakat nelayan dalam sistem perikanan tangkap merupakan elemen
penting dalam sebuah unit penangkapan ikan disamping kapal penangkap ikan
dan alat tangkap. Jumlah nelayan pada setiap jenis alat tangkap jumlahnya sesuai
dengan alat tangkap dan ukuran kapal. Alat tangkap longline >30 GT
membutuhkan sekitar 15 orang nelayan dalam pengoperasiannya, alat tangkap
gillnet >30 GT membutuhkan nelayan sebanyak 10 orang, sedangkan alat tangkap
purse seine membutuhkan 30 nelayan dalam pengoperasiannya.
36

Tabel 6 Jumlah Nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta 2002 – 2004


Jenis alat Tahun
Total
tangkap 2002 2003 2004
Gillnet 631 661 10.764 12.056
Bubu 277 142 342 761
Purse seine 301 116 523 940
Longline 838 804 19.621 21.263
Muroami 142 79 193 414
Jaring tangsi 184 167 561 912
Fish net 201 418 1.641 2.260
Lain-lain 20 108 284 412
Pengangkut 542 705 3.406 4.653
Total 3.136 3.200 37.335 43.671
Sumber: data tahunan PPSNZJ

4.6 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman


Sarana atau fasilitas yang disediakan PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri
dari fasilitas pokok, dimana fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan
kelancaran kapal, fasilitas fungsional untuk menunjang aktifitas di pelabuhan dan
fasilitas penunjang yang berfungsi memberikan kenyamanan dalam melakukan
aktifitas di pelabuhan.
37

Tabel 7 Sarana atau fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman , Jakarta
Nama fasilitas Volume Keterangan

SARANA POKOK
Dermaga + Jetty 27.584.70 m2 Dilakukan peninggian setinggi ± 1,2 m dari
eksisking seluas 17084,7 m2
Kolam pelabuhan (40ha) 400.000 m2
-
Pemecah gelombang 1.041 m2 Dilakukan peninggian setinggi ± 30 cm dari
eksisting.

Turap sisi barat, timur, dan 3.259 m2 Dilakukan peninggian setinggi ± 90 cm.
selatan

Jalan kawasan pelabuhan 83.100 m 2 Dilakukan peninggian ± 80 cm dari


eksisting oleh Hutama Karya 22.833 m2 +
penyewa lahan 6.519 m2.

Saluran pembuangan air 16.029 m 2 Dilakukan peninggian sepanjang ± 900 m,


lebar 1m di Jln Tuna Raya menuju kolam
penampung banjir

SARANA FUNGSIONAL

Gedung administrasi perikanan 1. 106, 25 m 2 Penggantian pagar keliling (panjang 181


m, tinggi 2 m), pembuatan taman kantor
(298m), perawatan kantor (1176M2).
Tempat pelelangan ikan (TPI) 3.182 m 2 Kondisi sebagian struktur lantai atap dan
pagar TPI mengalami kerusakan.
Pusat Pemasaran ikan (PPI) 9.856 M2 Kondisi sebagian struktur lantai, atap, dan
drainase mengalami kerusakan.
Lampu navigasi 2 unit 1 unit rusak/mati.
Unit pengolahan limbah (UPL) 995,40 m 2 Perawatan gedung, perawatan mesin, dan
cair (1000 M3) kondisi baik.
Tempat pembakaran sampah 880 m 2 Perawatan gedung, perawatan mesin, dan
dan peralatannya (Incinerator) kondisi baik.

Penerangan jalan diluar 158 titik Lampu jalan mati karena kerusakan jaringan
kawasan industri bawah tanah.
Jaringan air limbah 6.575 m 2 Sedang dalam proses pekerjaan sepanjang
5.325 M.
Work Shop 60 m 2 Penggantian pintu, kondisi baik.
Kantor pelayanan terpadu 690 m 2 Dalam proses pekerjaan paket I.

SARANA PENUNJANG
Balai penyuluhan nelayan 234 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Pos keamanan 118,50 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Pos kamla 69,50 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Mess operator 1 150 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Mess operator 2 124,5 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Musholla (2 unit) 150,53 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Mesjid 440,90 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Kantor polisi KP3 400 m 2 Kondisi baik
Mess loligo 249 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik
Bangunan MCK 439 m 2 Perawatan 6 unit MCK dan kondisi baik
38

Tabel 7 Lanjutan
Tempat penampungan 1.500 m 2 Kondisi pagar rusak
sampah sementara (TPS)
Jaringan air laut (Seawater 42,64 m 2 Terjadi kerusakan karena penurunan tanah.
Intake)

Kolam pengelontoran air laut 10,740 m 2 Tidak berfungsi dan perlu rehabilitasi
(Foul Sea Water Disposal)

Garasi kenderaan alat berat 210 m 2 Perawatan gedung dan kondisi baik

Rumah genzet 40 m 2 Perawatan gedung, mesin genzet, dan kondisi


baik.
Bangunan pos masuk 51 m 2 Direhabilitasi oleh paket II
Bangunan kantin (107 lapak) 1.161,25 m 2 Kondisi baik
Bangunan gudang peralatan 1 200 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik.

Bangunan gudang peralatan 2 128 m 2 Perawatan rutin dan kondisi baik

Halte bus 27 m 2 Kondisi baik


Kantor pengurus kapal 94 unit Kondisi baik
Muara baru Centre 6.730 unit Kondisi baik
Kantor koperasi 53,5 m 2 Kondisi baik

Sumber: Data tahunan PPS Nizam Zachman 2009

4.7 Kegiatan Pelayanan dan Pengembangan Usaha


4.7.1 Pelayanan jasa pelabuhan
Pelayanan jasa pelabuhan yang dilaksanakan oleh PPS Nizam Zachman
Jakarta adalah mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 19 Tahun 2006
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang tarif
atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen
Kelautan dan Perikanan. Adapun jenis kegiatan yang menyumbang pendapatan
negara bukan pajak (PNBP) kepada PPSNZJ adalah: jasa pas masuk, jasa sewa
kantin, jasa pengolahan limbah cair, jasa sewa alat berat, sewa ruangan/gedung,
sewa tug boat, jasa kebersihan dan kerjasama operasi (KSO) pengelolaan Gedung
Penunjang Kegiatan Nelayan (GPKN). Perolehan PNBP PPSNZJ pada tahun 2009
sebesar Rp1. 523. 964.333 sedangkan tahun 2008 adalah Rp1.143.182.252,34
sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp380.782.080,66 atau 33,30% (UPT PPS
Nizam Zachman, Jakarta 2009).
39

4.7.2 Pengawasan mutu


Kegiatan pengawasan mutu yang dilakukan di PPSNZJ didasarkan pada
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER. 01/MEN/2007 tentang
pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, Keputusan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 264/DPT.0/PI.540.54/1/9 tentang
petunjuk pelaksanaan sertifikasi kelaikan penanganan dan penyimpanan ikan di
kapal penangkap/pengangkut ikan dan inspeksi pembongkaran ikan di pelabuhan
dan surat perintah tugas kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman,
Jakarta Nomor: 1480/PPSNZJ.A/KP.513/IX/09 tanggal 24 September 2009 yang
mulai dilaksanakan terhitung mulai diterbitkannya surat perintah tugas ini sampai
dengan tanggal 31 Desember 2009.
Tabel 8 Jumlah kapal yang sudah diinspeksi
No Jenis kapal Jumlah
1 Long line 11
2 Purse seine 33
3 Gill net 2
4 Bouke ami 1
5 Pengangkut 12
6 Pancing cumi 1
Total 60
Sumber: Data tahunan PPS Nizam Zachman Jakarta 2009

Hasil inspeksi pengawas mutu dapat dikatakan belum optimal, hal ini
disebabkan oleh jumlah petugas pengawas mutu yang ada masih terbatas (3
orang) sehingga kegiatan bongkar ikan yang ada di pelabuhan belum termonitor
seluruhnya. Selain itu, adanya kendala cuaca seperti banjir yang menyebabkan
inspeksi tidak dapat dilaksanakan. Selain melaksanakan inspeksi, petugas
pengawas mutu juga melakukan pendistribusian buku catatan/record suhu palka
kepada kapal-kapal perikanan.
Tabel 9 Jumlah kapal yang sudah menerima buku catatan/record suhu palka
No Jenis kapal Jumlah
1 Long line 20
2 Purse seine 40
3 Gill net 1
4 Bouke ami 5
5 Pengangkut 11
6 Pancing cumi 1
Total 78
Sumber: Data tahunan PPS Nizam Zachman Jakarta 2009
40

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Mengenai Ikan Laut Segar yang Didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Jakarta
Jenis ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Jakarta (PPSNZJ) sangat bervariasi baik dilihat dari jenis maupun asal
daerah. Perlu diketahui bahwa produksi ikan laut yang tercatat di PPSNZJ
bersumber dari dua tempat yaitu darat dan laut. Ikan yang bersumber dari laut
merupakan ikan yang tercatat secara harian melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
dan dari Tuna Landing Centre (TLC). Adapun ikan laut yang berasal dari darat
adalah jenis ikan laut yang masuk ke wilayah PPSNZJ melalui jalur darat dengan
alat transportasi mobil dan truk. Data ikan laut yang masuk ke wilayah PPSNZJ
melalui darat juga tercatat setiap hari di pos masuk.
Pada tahun 2009, produksi ikan yang tercatat di wilayah PPSNZJ adalah
sebesar 133.402,6 ton atau 370,56 ton per hari. Uraiannya adalah sebagai berikut:
1) Produksi laut
Pada tahun 2009, produksi laut berjumlah 44.300,61 ton. Jumlah produksi
ini meningkat 16% dari tahun 2008. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan
jumlah kapal yang melakukan kegiatan bongkar sebesar 82% dari tahun 2008.
Produksi laut 82% didominasi oleh jenis ikan tuna dan 18% adalah jenis ikan non
tuna. Selain itu, jika dilihat dari fluktuasi hasil tangkapan, jenis ikan laut yang
didaratkan di PPSNZJ secara umum cenderung meningkat hingga pertengahan
tahun 2009 dan mengalami penurunan pada quartal akhir tahun 2009 menjelang
pergantian musim barat.
2) Ikan yang berasal dari luar Jakarta
Volume ikan laut yang berasal dari luar Jakarta ke wilayah PPSNZJ melalui
jalur darat pada tahun 2009 adalah sebesar 89.102 ton. Terjadi peningkatan
sebesar 32% dari tahun 2008. Perbaikan fasilitas jalan menjadi salah satu faktor
yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah produksi ikan yang berasal dari
darat. Jenis ikan laut yang berasal dari luar PPSNZJ didominasi oleh ikan-ikan
laut dari daerah Muara Angke, Cilincing, dan daerah lainnya yaitu sebesar
46.409,27 ton atau sebesar 52%. Sedangkan sisanya adalah berasal dari Cilacap
8.922,67 ton (10%), Surabaya 6.163, 9 ton (7%), Sumatera 5.083,1 ton (5%).
41

5.2 Jenis Ikan Laut Segar Unggulan di PPS Nizam Zachman, Jakarta
Penetapan jenis ikan unggulan di PPS Nizam Zachman, Jakarta merupakan
hal yang sangat penting. Adapun indikator yang digunakan dalam menentukan
ikan jenis unggulan adalah Kekontinuan Produksi (KP), Rata-rata Jumlah
Produksi (RJP), Rata-rata Harga Komoditas (RHK), dan Rata-rata Nilai Produksi
(RNP) ikan selama periode 2005 hingga 2009.
1) Kekontinuan Produksi (KP)
Kekontinuan produksi ikan merupakan suatu kondisi produksi ikan yang
mengindikasikan tentang keberadaan produksi ikan tersebut dalam selang waktu
tertentu. Keberadaan ikan sangat dipengaruhi oleh produksi perikanan dalam
memenuhi kebutuhan pasar atau perusahaan. Kekontinuan produksi ikan di PPS
Nizam Zachman dapat ditentukan dengan melihat data produksi ikan yang ada di
PPS Nizam Zachman itu sendiri selama 5 tahun terakhir dengan memberikan skor
seperti yang telah ditetapkan dari selang nilai yang ada. Penetapan nilai
berdasarkan kekontinuan produksi pada periode 2005 – 2009 dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Pada tahun 2005, jenis ikan dengan tingkat kontinuitas yang tinggi adalah
ikan manyung (Arius thalassinus), ikan bawal (Formio niger), cakalang
(Katsuwonus pelamis), cucut (Squalus spp.), Cumi (Loligo sp.), layaran
(Trichiurus sp.), Marlin (Makaira sp.), meka, tenggiri (Scomberomorus sp.),
tongkol (Auxis thazard), tuna (Thunnus sp.), dimana maing-masing ikan selalu
ada sepanjang tahun (12 bulan). Sedangkan sisanya tidak kontinu sepanjang tahun.
Pada tahun 2006, kebanyakan jenis ikan selalu ada sepanjang tahun (12
bulan). Jenis ikan yang tidak ada sepanjang tahun adalah ikan lemuru (Sardinella
lemuru), ikan tembang (Sardinella brachysoma), ikan gabus laut (Rachycentron
canadus), ikan japuh (Dussumieiria acula), dan ikan sebelah (Psettodes erumei).
Masing-masing jenis ikan tersebut hanya ada selama 3 bulan.
42

Tabel 10 Selang kekontinuan produksi per jenis ikan


Selang Waktu Nilai Kategori
1 – 2 bulan 1 Tidak kontinu
3 – 4 bulan 2 Kurang kontinu
5 – 6 bulan 3 Cukup kontinu
7 – 8 bulan 4 Sedang
9 – 10 bulam 5 Kontinu
11 – 12 bulan 6 Sangat kontinu
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

Rata rata kontinuituas ikan laut segar yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman, Jakarta dapat dilihat pada Tabel 11. Data diperoleh dari data statistik
PPS Nizam Zachman selama 5 tahun terakhir.
Tabel 11 Nilai kontinuitas produksi per bulan per jenis ikan
Bulan Ke
No Jenis Ikan Σ Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
2 Alu-alu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
3 Lemuru 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
7 Cumi 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 6
8 Cendro 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8 4
9 Golok- 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
golok
10 Kakap 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5
11 Kembung 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
13 Kwee 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 6
14 Lemadang 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 6
15 Marlin 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5
16 Meka 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 9 5
17 Tembang 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 4
18 Tetengkek 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 10 5
19 Gabus laut 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 8 4
20 Selar 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 5 3
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
24 Talang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 6
25 Japuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 1
26 Sebelah 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 6 3
27 Pari 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 6
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)
43

Pada tahun 2007, kondisi kontinuitas hampir sama dengan tahun 2006,
yaitu hapir semua jenis ikan selalu ada sepanjang tahun (12 bulan). Jenis ikan
yang kurang kontinu adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru), ikan cendro
(Tylosurus spp.), ikan kakap (Lates calcarifer), ikan kwee (Caranxtile), ikan
tembang (Sardinella brachysoma), ikan selar (Uraspis uraspis), ikan japuh
(Dussumieiria acula), ikan sebelah (Psettodes erumei), dan ikan pari (Myliobatus
spp). Pada tahun 2008, kondisinya hampir sama dengan tahun 2006 dan tahun
2007. Namun, pada tahun ini terdapat jenis ikan yang tidak ada sama sekali
selama sepanjang tahun, yaitu ikan marlin, ikan meka, ikan japuh, dan ikan selar.
Pada tahun 2009, kebanyakan jenis ikan selalu ada sepanjang tahun (12
bulan). Ada beberapa ikan yang tidak ada sepanjang tahun, yaitu ikan lemuru,
cumi, ikan meka, ikan tembang, ikan gabus laut, ikan selar, ikan japuh, dan ikan
sebelah. Nilai kontinuitas produksi per jenis ikan dalam periode 2005 hingga 2009
dapat dilihat pada Tabel 11.
Berdasarkan Tabel 11, jenis ikan yang termasuk kedalam kategori sangat
kontinu adalah ikan manyung (Arius thalassinus), ikan alu-alu (Sphyraena
barracuda), ikan bawal (Formio niger), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis),
ikan cucut (Squalus spp), cumi (Loligo spp), ikan golok-golok (Chirocentrus
dorab), ikan layaran (Trichiurus spp.), ikan kwee (Caranxtile), ikan lemadang
(Coryphaena hippurus) , ikan tenggiri (Scomberomerus commerson), ikan tongkol
(Auxis thazard), ikan tuna (Thunnus spp.) dan jenis ikan lainnya. Hal ini
disebabkan oleh jenis ikan tersebut memiliki nilai kekontinuan yang tinggi,yaitu 6
(11 – 12 bulan). Sedangkan jenis ikan sisanya termasuk kedalam kategori kurang
kontinu atau nilai kekontinuannya kurang dari 6.
2) Rata-rata Jumlah Produksi (RJP)
Rata-rata jumlah produksi ikan yang dihasilkan di PPS Nizam Zachman
Jakarta selama 5 tahun terakhir (2005 – 2009) merupakan salah satu indikator
yang digunakan untuk menentukan jenis ikan unggulan di PPS Nizam Zachman
Jakarta. Hal ini dikarenakan jumlah produksi ikan mencerminkan banyaknya
jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta.
Penetapan nilai berdasarkan jumlah per jenis ikan dalam periode 2005 sampai
dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 13.
44

Tabel 12 Selang rata-rata jumlah produksi per jenis ikan


Selang rata-rata jumlah produksi (Kg) Nilai Kategori
≤ 1.243.105,5 1 Sangat sedikit
1.243.105,5 – 2.483.029,5 2 Sedikit
2.483.029,5 - 3.722.953,5 3 Sedang
3.722.953,5 – 4.962.877,5 4 Cukup Banyak
4.962.877,5 - 6.202.801,5 5 Banyak
≥ 6.202.801,5 6 Sangat banyak
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

Jenis ikan laut yang didaratkan beserta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel
13. Data tersebut diperoleh dari data stasitik PPS Nizam Zachman selama 5 tahun
terakhir. Penentuan jumlah produksi didasarkan pada metode skoring. Setiap
jenis ikan akan memperoleh skor 1 – 6 yang menunjukkan tinggi rendahnya
produksi masing-masing jenis ikan.
Tabel 13 Penetapan nilai rata-rata jumlah produksi per jenis ikan
No Jenis Ikan Rata-rata Jumlah produksi (Kg) Nilai Kategori
1 Manyung 123.376 1 Sangat sedikit
2 Alu-alu 6.994 1 Sangat sedikit
3 Lemuru 22.394 1 Sangat sedikit
4 Bawal 77.682 1 Sangat sedikit
5 Cakalang 7.442.720 6 Sangat banyak
6 Cucut 635.664 1 Sangat sedikit
7 Cumi 397.246 1 Sangat sedikit
8 Cendro 6.090 1 Sangat sedikit
9 Golok-golok 159.566 1 Sangat sedikit
10 Kakap 8.424 1 Sangat sedikit
11 Kembung 23.310 1 Sangat sedikit
12 Layaran 662.478 1 Sangat sedikit
13 Kwee 24.714 1 Sangat sedikit
14 Lemadang 63.300 1 Sangat sedikit
15 Marlin 382.982 1 Sangat sedikit
16 Meka 426.702 1 Sangat sedikit
17 Tembang 12.270 1 Sangat sedikit
18 Tetengkek 23.426 1 Sangat sedikit
19 Gabus laut 17.146 1 Sangat sedikit
20 Selar 11.347 1 Sangat sedikit
21 Tenggiri 1.571.816 2 Sedikit
22 Tongkol 4.582.814 4 Cukup banyak
23 Tuna 5.517.046 5 Banyak
24 Talang 17.850 1 Sangat sedikit
25 Japuh 3.288 1 Sangat sedikit
26 Sebelah 3.752 1 Sangat sedikit
27 Pari 33.230 1 Sangat sedikit
28 Lainnya 980.570 1 Sangat sedikit
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)
45

Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa jenis ikan cakalang (Katsuwonus


pelamis) memiliki nilai rata-rata produksi yang sangat banyak dengan skor 6,
yaitu sebanyak 7.442.720 kg. Sedangkan jenis ikan tuna (Thunnus sp) termasuk
kedalam kategori banyak dengan skor 5, yaitu sebanyak 5.517.046 kg. Jenis ikan
tongkol (Auxis thazard) dikategorikan cukup banyak dengan rata-rata jumlah
produksi 4.582.814 kg per tahun. Ikan tenggiri termasuk kedalam kategori sedikit
dengan nilai skor 2, dan rata-rata jumlah produksinya adalah sebesar 1.571.816 kg
per tahun. Sebagian besar jenis ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman
Jakarta termasuk kedalam kategori sangat sedikit, dengan nilai skor 1. Contoh
perhitungan selang rata-rata jumlah produksi dapat dilihat pada Lampiran 4.
3) Rata-rata Harga Komoditas
Harga komoditas ikan merupakan hal yang sangat penting dalam
mementukan jenis ikan unggulan di PPS Nizam Zachman, Jakarta. Tinggi
rendahnya harga ikan dipengaruhi oleh kualitas ikan tersebut. Harga ikan juga
mencerminkan nilai produksi dari komoditas ikan tersebut pada saat dipasarkan.
Penetapan nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan dalam periode 2005
sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14 Selang rata-rata harga per jenis ikan
Batas kelas (Rp/kg) Nilai Kategori
≤ 10. 817,5 1 Sangat rendah
10.817,5 – 19.935,5 2 Rendah
19.935,5 – 29.053,5 3 Sedang
29.053,5 – 38.171,5 4 Cukup tinggi
38.171,5 – 47.289,5 5 Tinggi
≥ 47.289,5 6 Sangat tinggi
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

Harga masing-masing jenis ikan akan dicatat oleh pihak PPS Nizam
Zachman untuk mengetahui nilai produksi yang diperoleh dari setiap jenis ikan.
Harga yang diperoleh cukup bervariatif atau malah beberapa jenis ikan memiliki
harga yang sangat tinggi, sementara ikan lainnya hanya memiliki harga yang
cukup rendah. Perbedaan ini disebabkan oleh tujuan pasar ikan tersebut. Biasanya
ikan dengan tujuan pasar ekspor akan memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan ikan tujuan pasar lokal. Rata-rata harga ikan laut yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman dapat dilihat pada Tabel 15.
46

Tabel 15 Penetapan nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan


No Jenis Ikan Rata-rata (Rp/kg) per tahun Nilai Kategori
1 Manyung 8.300 1 Sangat rendah
2 Alu-alu 5.520 1 Sangat rendah
3 Lemuru 3.500 1 Sangat rendah
4 Bawal 16.460 2 Rendah
5 Cakalang 9.200 1 Sangat rendah
6 Cucut 7.200 1 Sangat rendah
7 Cumi 22.400 3 Sedang
8 Cendro 7.620 1 Sangat rendah
9 Golok-golok 7.100 1 Sangat rendah
10 Kakap 23.320 3 Sedang
11 Kembung 7.800 1 Sangat rendah
12 Layaran 7.680 1 Sangat rendah
13 Kwee 6.700 1 Sangat rendah
14 Lemadang 7.260 1 Sangat rendah
15 Marlin 18.200 2 Rendah
16 Meka 15.000 2 Rendah
17 Tembang 2.320 1 Sangat rendah
18 Tetengkek 5.400 1 Sangat rendah
19 Gabus laut 8.840 1 Sangat rendah
20 Selar 14.000 2 Rendah
21 Tenggiri 25.800 3 Sedang
22 Tongkol 11.040 2 Rendah
23 Tuna 56.400 6 Sangat tinggi
24 Talang 3.000 1 Sangat rendah
25 Japuh 2.700 1 Sangat rendah
26 Ikan sebelah 7.920 1 Sangat rendah
27 Pari 7.180 1 Sangat rendah
28 Lainnya 1.700 1 Sangat rendah
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

Harga komoditas ikan merupakan hal yang sangat penting dalam


mementukan jenis ikan unggulan di PPS Nizam Zachman, Jakarta. Tinggi
rendahnya harga ikan dipengaruhi oleh kualitas ikan tersebut. Harga ikan juga
mencerminkan nilai produksi dari komoditas ikan tersebut pada saat dipasarkan.
Penetapan nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan dalam periode 2005
sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 15.
Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa ikan tuna (Thunnus sp) memiliki rata-
rata harga paling tinggi, yaitu sebesar Rp56.400,00 per kg. Ikan tenggiri dan Cumi
dikategorikan harga sedang dengan nilai skor 3, yaitu masing-masing Rp25.
800,00 dan Rp22.400,00 per kg per tahun. Sebagian besar jenis ikan segar yang
didaratkan memiliki harga sangat rendah dengan nilai skor 1, yaitu kurang dari
47

Rp10.800,00 per kg per tahun. Contoh perhitungan selang harga rata-rata ikan
dapat dilihat pada Lampiran 5.
4) Rata-rata Nilai Produksi (RNP)
Penetapan selang rata-rata nilai produksi per jenis ikan dalam periode
2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan nilai rata nilai
produksi per jenis ikan dalam periode 2005 – 2009 dapat dilihat seperti yang
tersaji pada Tabel 17.
Tabel 16 Selang rata-rata nilai produksi per jenis ikan
Batas kelas (Rp/kg) Nilai Kategori
≤ 12.849.120.333,5 1 Sangat rendah
12.849.120.333,5 - 25.686.088.668,5 2 Rendah
25.686.088.668,5 - 38.523.057.002,5 3 Sedang
38.523.057.002,5 - 51.360.025.336,5 4 Cukup tinggi
51.360.025.336,5 - 64.196.993.671,5 5 Tinggi
≥64.196.993.671,5 6 Sangat tinggi
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

Tabel 17 menunjukkan bahwa ikan cakalang memiliki rata-rata nilai


produksi paling tinggi, dengan nilai skor 6, yaitu sebesar Rp77.033.962.000,00.
Sedangkan jenis ikan tongkol dan tuna termasuk kedalam kategori cukup tinggi,
masing-masing sebesar Rp42.696.188.000,00 dan Rp40.709.246.800,00 per tahun.
Ikan tenggiri termasuk kedalam kategori sedang dengan rata-rata nilai produksi
sebesar Rp30.523.620.000,00 per tahun. Sebagian besar ikan segar yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman memiliki rata-rata nilai produksi kurang dari
Rp12.849.120.333,00 per tahun. Contoh perhitungan rata-rata nilai produksi tahun
2005 – 2009 dapat dilihat pada Lampiran 6.
48

Tabel 17 Penetapan nilai rata-rata nilai produksi per jenis ikan


Rata-rata produksi (Rp) per
No Jenis Ikan Nilai Kategori
tahun
1 Manyung 779.318.000 1 Sangat rendah
2 Alu-alu 44.198.000 1 Sangat rendah
3 Lemuru 103.976.000 1 Sangat rendah
4 Bawal 1.439.186.000 1 Sangat rendah
5 Cakalang 77.033.962.000 6 Sangat tinggi
6 Cucut 2.767.072.000 1 Sangat rendah
7 Cumi 8.276.340.000 1 Sangat rendah
8 Cendro 219.822.000 1 Sangat rendah
9 Golok-golok 912.104.000 1 Sangat rendah
10 Kakap 223.108.000 1 Sangat rendah
11 Kembung 331.856.000 1 Sangat rendah
12 Layaran 5.629.960.000 1 Sangat rendah
13 Kwee 396.836.000 1 Sangat rendah
14 Lemadang 664.390.000 1 Sangat rendah
15 Marlin 4.660.382.000 1 Sangat rendah
16 Meka 7.048.970.000 1 Sangat rendah
17 Tembang 81.874.000 1 Sangat rendah
18 Tetengkek 138.762.000 1 Sangat rendah
19 Gabus laut 144.874.000 1 Sangat rendah
20 Selar 92.454.000 1 Sangat rendah
21 Tenggiri 30.523.620.000 3 Sedang
22 Tongkol 42.696.188.000 4 Cukup tinggi
23 Tuna 40.709.246.800 4 Cukup tinggi
24 Talang 131.230.000 1 Sangat rendah
25 Japuh 12.152.000 1 Sangat rendah
26 Ikan sebelah 18.198.000 1 Sangat rendah
27 Pari 320.326.000 1 Sangat rendah
28 Lainnya 5.406.608.000 1 Sangat rendah
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)

5) Penetapan Jenis Komoditas Unggulan


Penetapan jenis komoditas unggulan dilakukan dengan cara menjumlahkan
nilai skoring dari keempat kriteria yang ada (kontinuitas produksi, jumlah
produksi, harga komoditas, dan nilai produksi). Kategori yang diberikan yaitu
sebagai ikan Non Unggulan (NU), Unggulan Sekunder (US), dan Unggulan
Utama (UU) yang ditentukan dari selang pencapaian sebelumnya. Penetapan jenis
komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 19.
49

Tabel 18 Selang nilai penetapan komoditas unggulan


No Kriteria Selang nilai Prioritas
1 Komodtas ikan non unggulan (NU) 4 – 10 3
2 Komoditas ikan unggulan sekunder (US) 11 – 17 2
3 Komoditas ikan unggulan utama (UU) 18 – 24 1
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)
Berdasarkan selang nilai pada Tabel 18, maka ikan laut yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman dapat ditetapkan berdasarkan metode skoring. Hasil
penentuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Penetapan jenis komoditas unggulan perikanan laut di PPS Nizam
Zachman, Jakarta
Kriteria
No Jenis ikan NT Kategori
KP HK RJP RNP
1 Manyung 6 1 1 1 9 NU
2 Alu-alu 6 1 1 1 9 NU
3 Lemuru 4 1 1 1 7 NU
4 Bawal 6 2 1 1 10 NU
5 Cakalang 6 1 6 6 19 UU
6 Cucut 6 1 1 1 9 NU
7 Cumi 6 3 1 1 11 US
8 Cendro 4 1 1 1 7 NU
9 Golok-golok 6 1 1 1 9 NU
10 Kakap 5 3 1 1 10 NU
11 Kembung 5 1 1 1 8 NU
12 Layaran 6 1 1 1 9 NU
13 Kwee 6 1 1 1 9 NU
14 Lemadang 6 1 1 1 9 NU
15 Marlin 5 2 1 1 9 NU
16 Meka 5 2 1 1 9 NU
17 Tembang 4 1 1 1 7 NU
18 Tetengkek 5 1 1 1 8 NU
19 Gabus laut 4 1 1 1 7 NU
20 Selar 3 2 1 1 7 NU
21 Tenggiri 6 3 2 3 14 US
22 Tongkol 6 2 4 4 16 US
23 Tuna 6 6 5 4 21 UU
24 Talang-talang 6 1 1 1 9 NU
25 Japuh 1 1 1 1 4 NU
26 Ikan sebelah 3 1 1 1 6 NU
27 Pari 5 1 1 1 8 NU
28 Lainnya 6 1 1 1 9 NU

Keterangan :
RKP = Rata-rata Kontinuitas Produksi NT = Nilai Total
RHK = Rata-rata Harga Komoditas NU = Non Unggulan
RJP = Rata-rata Jumlah Produksi US = Unggulan Sekunder
RNP = Rata-rata Nilai Produksi UU = Unggulan Utama
50

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, dihasilkan bahwa jenis


ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan nilai total 19 dan tuna (Thunnus sp.)
dengan nilai total 21, merupakan jenis komoditas unggulan utama yang didaratkan
di PPS Nizam zachman, Jakarta. Komoditas yang termasuk kedalam kategori
unggulan sekunder adalah ikan tenggiri (Scomberomerus commerson) dengan
nilai total 14 dan ikan tongkol (Auxis thazard) dengan nilai total 16. Sedangkan
komoditas lain dikategorikan kedalam kategori komoditas non unggulan.
Komoditas tersebut adalah ikan manyung (Arius thalassinus), ikan alu-alu
(Sphyraena barracuda), ikan lemuru (Sardinella lemuru), ikan bawal (Formio
niger), ikan cucut (Squallus spp), cumi (Loligo sp.), ikan cendro (Tylosurus spp.),
ikan golok-golok (Chirocentrus dorab), ikan kakap (Lates calcarifer), ikan
kembung (Rastrelliger sp.), ikan layaran (Triciurus spp.), ikan kwee (Caranxtile),
ikan lemadang (Coryphaena hippurus), ikan marlin, ikan meka, ikan tembang
(Sardinella brachysoma), ikan tetengkek (Megalaspis cordyla), ikan gabus laut
(Rachycentron canadus), ikan selar (Uraspis uraspis), ikan talang (Scomberoides
tol), ikan japuh (Dussumieiria acula), ikan pari (Myliobatus spp.), dan jenis ikan
lainnya.

5.3 Tuna (Thunnus spp.) Sebagai Komoditas Unggulan di PPS Nizam


Zachman, Jakarta
Tuna (Thunnus spp.) merupakan salah satu komoditi andalan di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta (PPSNZJ). Hal ini dapat terlihat
dari tingginya produksi tuna setiap tahunnya serta harga dan pasaran tuna yang
sudah mencapai skala ekspor. Harga tuna segar untuk tujuan ekspor adalah senilai
Rp96.000,00, sedangkan harga tuna untuk tujuan lokal adalah senilai Rp48.000,00
(Data statistik PPSNZJ, 2009). Perbedaan harga yang cukup signifikan tersebut
menjadikan tuna yang diproduksi di PPS Nizam Zachman, Jakarta lebih
diprioritskan untuk tujuan ekspor. Menurut Suharno (2008), Indonesia merupakan
salah satu negara produsen utama tuna di dunia yang termasuk kedalam enam
negara penangkap tuna terbesar di dunia bersama Korea Selatan, Jepang, Taiwan,
Spanyol, dan Filipina. Tujuan ekspor produk tuna Indonesia sebagian besar adalah
negara Jepang yaitu sekitar 60% (2006).
51

Sumber : http://sbjfishing.wordpress.com
Gambar 4 Yellowfin tuna (Thunnus albacares).

Ada dua jenis tuna yang diproduksi di PPSNZJ, yaitu tuna sirip kuning
(Yellowfin Tuna) dan tuna mata besar (Bigeye Tuna). Jenis tuna yang paling
banyak diproduksi adalah yellowfin tuna.Tuna biasanya ditangkap menggunakan
alat tangkap tuna longline, pancing handline, serta pukat cincin (purse seine).
Keberadaan tuna sebagai salah satu komoditi primadona di PPSNJ sangat
diperhatikan dengan baik oleh banyak pihak, seperti nelayan, pihak pelabuhan,
maupun pihak-pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, penanganan mutu ikan tuna
merupakan hal yang perlu diperhatikan secara lebih serius, terlebih karena tuna
adalah komoditas ekspor.

5.4 Penanganan Tuna di PPS Nizam Zachman, Jakarta


5.4.1 Penanganan tuna saat di kapal
Tuna (Thunnus spp.) merupakan salah satu ikan jenis pelagis besar yang
hidup di perairan laut dalam, seperti Samudera Hindia. Alat tangkap yang
digunakan dalam menangkap tuna adalah pancing tuna longline (Lampiran 7).
Dalam sekali pengoperasian, tuna longline biasanya mengoperasikan 1000 – 1500
mata pancing, dengan menggunakan umpan hidup dan mati.
Setelah ikan tertangkap, tuna langsung dicuci dengan air laut bersih. Tuna
yang tertangkap sebagian besar masih dalam keadaan hidup, oleh karena itu tuna
tersebut harus dimatikan terlebih dahulu. setelah ikan mati, kemudian tuna
tersebut dicuci dan diambil bagian insang serta isi perutnya. Proses pengambilan
insang dan isi perut tersebut dilakukan oleh ABK pancing longline. Tujuan utama
penanganan primer di laut adalah proses kemunduran mutu dapat diperlambat
52

(Bahar, 1991). Adapun prinsip-prinsip dan tahap-tahap penanganan yang harus


dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Persiapan peralatan penanganan untuk menyiangi ikan, seperti alat
pembunuh (killing tool), pisau, gunting sirip semuanya harus dalam
kondisi siap pakai, bersih, dan tajam. Geladak harus basah dan
didinginkan dengan cara mengaliri dek dengan air dari selang secara terus
menerus. Di pintu geladak tempat menaikkan ikan diberi alas karung agar
tidak licin dan agar ikan ketika diganco ke dek tidak terbentur pada papan
dek yang keras, kemudian pada waktu penyiangan, disiapkan pula
bantalan busa yang bersih dan basah. Persiapan ini bertujuan untuk
menjaga higinis dan sanitasi, agar ikan tidak terkontaminasi dari peralatan
penanganan dan naiknya suhu tubuh karena temperatur lingkungan.
2) Cara pengangkatan ikan ke atas geladak dilakukan dengan menggunakan
ganco bambu. Cara ganco tidak boleh sembrono, untuk menjaga agar tidak
merobek kulit ikan atau menyebabkan luka besar ditubuhnya, karena
melalui luka tersebut dapat terjadi kontaminasi bakteri dan penampilan
ikan sudah jelek.
3) Bila ikan yang tertangkap masih hidup, maka perlu dilumpuhkan
(dimatikan) secepatnya. Hal ini merupakan tahapan yang sangat penting
dalam proses penanganan tahap awal, agar ikan tidak meronta-ronta
dengan hebat yang berakibat tubuh ikan lebam dan memar, pendarahan
dalam otot daging ikan (internal bleeding), naiknya temperatur tubuh ikan
melebihi temperatur udara, sehingga daging ikan saat disayat memantul
warna pelangi. Cara mematikan ikan yaitu dengan melumpuhkan pusat
susunan syaraf otak (spinal coulumn) yang dapat dilakukan dengan
menusukkan jarum pembunuh melalui lekukan diantara kedua mata ikan
kearah pusat syaraf sehingga ikan akan mati dengan tenang. Pelumpuhan
dilakukan dalam waktu 5 – 10 detik saja. Cara lain untuk mematikan ikan
dapat pula dilakukan dengan memukul kepala ikan dengan martil kayu
yang dilapisi karet. Cara ini sudah jarang dilakukan sebab dapat merobek
kepala ikan dan bila ikan belum mati sempurna maka setelah disiangi ikan
53

menggelepar lagi sehingga berakibat suhu tubuh naik atau pendarahan


dalam daging.
Setelah dilakukan penanganan primer, kemudian penanganan selanjutnya
adalah menyimpan ikan kedalam palka.Menurut DKP (2008), langkah-langkah
yang perlu dilakukan sebelum penyimpanan ikan segar dalam pendinginan adalah
sebagai berikut:
1) Penyortiran
Dalam proses penyortiran, ikan yang lebih kecil harus dipisahkan dengan
ikan yang berukuran besar.

2) Pengeluaran isi perut


Praktik pengeluaran isi perut, yang juga dikenal sebagai evisceration, adalah
pembuangan usus dan rongga perut. Tujuan pengeluaran isi perut adalah
untuk menyingkirkan bagian utama perantara yang menyebabkan
pembusukan, misalnya bakteri dan enzim. Ketika mengeluarkan isi perut,
gunakan sebuah pisau yang bersih dan tajam untuk menghasilkan potongan
yang bersih. Semua isi dari rongga usus harus dibuang tanpa
membiarkannya menyentuh ikan yang belum dikeluarkan isi perutnya.
3) Pengeluaran darah
Setelah dikeluarkannya isi perut, darah ikan harus dibersihkan. Ikan harus
didinginkan segera setelah penangkapan karena darah ikan akan tetap cair
sekitar 30 menit pada suhu yang tepat diatas beku dan cenderung
menggumpal dengan cepat setelah waktu tersebut dan sebelum berada pada
suhu yang lebih tinggi.
4) Pencucian
Ikan harus dicuci secara seksama setelah mengeluarkan isi perut dengan
menggunakan air tawar atau air laut. Pencucian menyingkirkan sisa-sisa
darah dan isi perut dan beberapa bakteri dari kulit. Selain itu, pencucian
menyingkirkan beberapa lapisan lendir dari ikan, yang menjadi media
perkembangbiakan yang baik bagi bakteri selama penyimpanan.
Setelah tuna dibersihkan, lalu dimasukkan kedalam palka secara hati-hati.
Palka yang digunakan sudah dalam kedaan higienis dan dilengkapi pengatur suhu
(termometer). Penanganan di palka tidak menggunakan es, melainkan air laut
54

yang didinginkan di dalam palka yang dilengkapi alat pendingin refrigator. Suhu
di palka tidak lebih dari 5ºC, agar mutu ikan dapat dipertahankan.
Menurut DKP (2006), penanganan ikan basah laut dapat dilakukan dengan
cara berikut:
1) Ikan hasil tangkapan harus segera disemprot dengan air laut sesaat tiba di
geladak, kemudian dipisahkan dan dikelompokkan menurut jenis serta
ukuran.
2) Perlakuan yang dikenakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan fisik
(ikan tidak boleh diinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).
3) Ikan harus dilindungi terhadap terik matahari. Untuk itu sebaiknya dipasang
tenda atau atap yang melindungi tempat kerja dan wadah/palka
pengumpulan.
4) Jika dilakukan penyiangan, maka harus dilakukan dengan hati-hati dan
harus dihindarkan sayatan yang kasar, salah atau melukai daging.
5) Setelah penyiangan, ikan segera dicuci sampai benar-benar bersih, ditiriskan,
baru kemudian siap didinginkan. Pencucian ikan dilakukan air yang
mengalir dan bersuhu rendah.
6) Pendinginan dilakukan dengan menyelubungi ikan dengan es hancuran, dan
suhu ikan dipertahankan sampai sekitar 0ºC selama penyimpanan.
7) Tinggi timbunan ikan dalam wadah penyimpanan maksimal 50 cm
(tergantung jenis ikan) agar ikan tidak rusak.
8) Jika pendinginan dilakukan menggunakan air laut yang didinginkan, maka
harus dilakukan sirkulasi air, baik secara mekanik maupun manual, agar
terjadi perataan suhu dan terhindar dari penimbunan kotoran.
9) Hasil tangkapan diberi tanda dalam pengumpulan dan pewadahan
berdasarkan perbedaan angkatan jaring atau penangkapan.

5.4.2 Penanganan tuna saat di pelabuhan


Ikan tuna yang telah ditangkap akan didaratkan di Tuna Landing Centre
(TLC), yang terletak di dermaga timur PPSNZJ. Kegiatan pendaratan meliputi
pembongkaran tuna dari palka, pendistribusian tuna dari kapal ke gedung TLC,
dan penyortiran tuna di dalam gedung TLC. Kegiatan pembongkaran tuna dari
55

palka dilakukan dengan menggunakan alat sejenis winch yang dilengkapi pengait
yang akan dikaitkan pada bagian mulut tuna, sehingga tuna terangkat keatas kapal.

Gambar 5 Kegiatan pembongkaran tuna dari palka.

Menurut DKP (2006), cara pembongkaran hasil tangkapan adalah sebagai


berikut:
1) Sewaktu membongkar muatan, hendaknya dipisahkan hasil tangkapan yang
berbeda hasil atau wadah penangkapannya.
2) Harus dihindarkan pemakaian alat-alat yang menimbulkan kerusakan fisik,
seperti sekop, garpu pisau, dan lain-lain.
3) Pembongkaran muatan harus dilakukan secara cepat dengan menghindarkan
terjadinya kenaikan suhu.
Setelah tuna diambil dari palka, maka kegiatan selanjutnya adalah
mendistribusikan tuna kedalam gedung TLC dengan menggunakan conveyer.
Tuna didistribusikan dengan cara meluncurkan tuna ke gedung TLC melalui
conveyer yang telah dilengkapi atap berupa tenda yang bertujuan agar mengurangi
efek sinar matahari yang nantinya dapat meningkatkan histamine pada tuna.
56

Gambar 6 Pendistribusian tuna dari kapal ke gedung Tuna Landing Centre (TLC).

Histamine adalah sejenis racun yang terdapat pada seafood dan dapat
menyebabkan Histamine Fish Poisoning (HFP). Pada kadar tertentu, histamine
pada ikan dapat menimbulkan rasa gatal pada lidah konsumen, bahkan untuk
sebagian orang yang rentan, histamine dalam ikan dapat menimbulkan penyakit
karena alergi (Heruwati et al, 2009). Walaupun tidak secara menyeluruh, tetapi
histamine ini ditemukan pada keluarga Scombridae dan Scombresocidae yang
meliputi tuna dan mackerel. Hal ini disebabkan karena kedua jenis ikan ini
memiliki tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara
alami mengalami perubahan dari histidin menjadi histamine (Mahendra, 2005).
Histamine dalam daging ikan diproduksi oleh enzim yang menyebabkan dan
meningkatkan pemecahan histidin melalui proses dekarboksilasi (pemotongan
gugus karbon) (Mahendra, 2005). Ikan tuna segar pada dasarnya tidak
mengandung histamine dalam dagingnya, tetapi setelah pembusukan atau
dekomposisi, daging ikan ini mengandung histamine. Pembentukan histamine
pada setiap spesies berbeda tergantung pada kadar histidinnya, tipe dan
banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu pasca panen yang
menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba (Pan dalam Mahendra, 2005).
Pertumbuhan bakteri pembentuk histamine dapat dapat dihambat pada suhu 5°C
atau lebih rendah (Heruwati et al, 2009). Namun perlakuan lain yang dapat
menghambat pembentukan histamine adalah pengeringan, sterilisasi, dan
penguapan (Mahendradatta, 2005).
57

Tabel 20 Bakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan histamine pada


beberapajenis ikan laut
Bakteri penghasil histamine Terdapat pada
Citrobacter freudi Skipjack
Clostridium perfringers Skipjack
Edwardssiella sp Mahi-mahi
Enterobacter aerogenese Skipjack, tuna, mahi-mahi
Enterobacter cloacae Tuna
Escherichia coli Tuna
Hafnia alvei Tuna, skipjack, makerel
Klebsiella pneumonia Mahi-mahi, skipjack, mackerel
Klebsiella sp Skipjack, mackerel
Proteus mirabilis Tuna, skipjack
Proteus morganii Tuna, skipjack, mackerel, mahi-mahi
Proteus sp Tuna, skipjack, mackerel
Proteus vulgaris Toxic bigeye tuna
Vibrio alginolyticus Skipjack tuna
Vibrio sp Mackerel
Sumber: Infofish (1987) diacu dalam Mahendra (2005)
Setelah tuna tiba di gedung TLC, maka selanjutnya akan disortir
berdasarkan mutu dagingnya dengan menggunakan alat checker, yaitu sejenis besi
agak panjang yang mampu mengambil irisan daging tuna untuk disortir. Bagian
tubuh yang di uji adalah belakang sirip pectoral dan pangkal ekor. Hal ini
disebabkan oleh bagian tubuh tersebut merupakan bagian yang tidak
dimanfaatkan oleh konsumen. Daging tuna yang telah dichecker, selanjutnya akan
dipisah berdasarkan mutunya (grading). Secara umum, daging tuna dibedakan
atas tiga grade, yaitu grade A dan B (untuk tujuan ekspor), dan grade C (untuk
tujuan pasar lokal). Adapun kriteria dari ketiga grade dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Ciri-ciri tuna dengan masing-masing grade


Kriteria Grade- A Grade -B Grade –C
Tidak lembek saat Agak lembek saat Lembek saat
Tekstur daging
dipegang dipegang dipegang
Warna daging Merah cerah Merah Merah kusam
Mata Bening Agak bening Tidak bening
Selain itu, juga dilakukan proses penimbangan, pemotongan sirip,
pembersihan dan pengesan, serta pengemasan tuna kedalam box yang tersedia
untuk siap diekspor.
58

5.5 Kondisi Mutu Tuna yang Didaratkan di PPS Nizam Zachman, Jakarta
5.5.1 Analisis peta kendali np tuna segar (Thunnus spp.)
Dalam memproduksi tuna segar (Thunnus spp.), diperlukan penanganan
mutu tuna yang tepat, baik saat berada di kapal maupun setelah tiba di pelabuhan.
Hal ini bertujuan agar harga tuna tersebut tidak turun pada saat di pasar, terutama
pasar ekspor. Namun, dalam memproduksi tuna segar, sering terdapat tuna segar
yang mengalami cacat, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor.
Banyak faktor yang menyebabkan kemunduran tuna, sebagian besar disebabkan
oleh penanganan yang masih kurang baik. Hal ini tentu dapat merugikan nelayan.
Untuk menganalisis apakah produksi tuna tersebut masih dalam proses
pengendalian atau tidak, maka dilakukan analisis peta kendali np. Untuk
menganilisisnya, dilakukan pengamatan langsung pada proses pendaratan tuna,
kemudian mencatat jumlah tuna yang tidak layak ekspor. Dari pengamatan
tersebut, diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Jumlah ikan tuna (Thunnus spp.) yang tidak layak ekspor (cacat) dalam
proses pendaratannya
No Jumlah Jumlah Proporsi
proses sampel cacat produk CL UCL LCL
(ekor) (ekor) cacat
1 60 15 0,2500 12,9000 22,4466 3,3534
2 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
3 60 10 0,1667 12,9000 22,4466 3,3534
4 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
5 60 11 0,1833 12,9000 22,4466 3,3534
6 60 13 0,2167 12,9000 22,4466 3,3534
7 60 13 0,2167 12,9000 22,4466 3,3534
8 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
9 60 17 0,2833 12,9000 22,4466 3,3534
10 60 15 0,2500 12,9000 22,4466 3,3534
11 60 13 0,2167 12,9000 22,4466 3,3534
12 60 11 0,1833 12,9000 22,4466 3,3534
13 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
14 60 15 0,2500 12,9000 22,4466 3,3534
15 60 16 0,2667 12,9000 22,4466 3,3534
16 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
17 60 11 0,1833 12,9000 22,4466 3,3534
18 60 10 0,1667 12,9000 22,4466 3,3534
19 60 16 0,2667 12,9000 22,4466 3,3534
20 60 12 0,2000 12,9000 22,4466 3,3534
Total 1.200 258 4,3000
p 0,2200
59

25.0000

20.0000
Jumlah cacat (ekor)

15.0000 UCL
CL
10.0000 LCL
Peta kendali np
5.0000

0.0000
No proses
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Gambar 7 Bagan Pengendalian mutu tuna segar (Thunnus spp.).


Keterangan :
CL = Centre Limit ( batas tengah)
UCL = Upper Centre Limit (batas atas)
LCL = Lower Centre Limit (batas bawah)
Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa produksi tuna masih berada
dalam proses pengendalian, karena titik-titik pada setiap proses belum melewati
batas atas dan batas bawah. Contoh perhitungan peta kendali np tuna segar, dapat
dilihat pada halaman Lampiran 10.

5.5.2 Kondisi tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman


Tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman memiliki mutu yang bagus.
Secara visual mutu ikan tuna di PPSNZJ dapat diamati dengan menggunakan uji
organoleptik, yaitu proses pengamatan beberapa organ ikan, seperti mata, perut,
daging, insang, yang dilakukan secara kasat mata. Hasil dari pengamatan ini
kemudian dinilai dengan memberi skor (skala 1 – 9) yang sesuai dengan kriteria
masing-masing berdasarkan SNI.
Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat bahwa nilai mutu tuna di PPSNZJ
tergolong baik dengan nilai rata-rata untuk tiap organ tubuh adalah 8, yaitu mata
(8,35), perut dan daging (8,40), dan konsistensi (8,30). Hal ini disebabkan oleh
penanganan tuna, baik pada saat di kapal maupun setelah tiba di TLC dilakukan
60

dengan baik dan juga memperhatikan higienitas sarana yang ada. Namun ada juga
tuna yang memiliki nilai organoleptik yang rendah (7). Hal ini disebabkan oleh
masih adanya penanganan yang kurang baik pada saat pembongkaran, yaitu tuna
tidak sepenuhnya terhindar dari sinar matahari sehingga berdampak terhadap
daging tuna, serta proses pendistribusian tuna dari kapal ke gedung TLC dengan
cara menyeret tuna di lantai kapal sehingga tubuh tuna mengalami kerusakan,
terutama pada bagian perut, sisik dan daging. Hal ini tentu akan sangat
mempengaruhi mutu tuna yang diproduksi.
Tabel 23 Hasil uji organoleptik tuna (Thunnus spp.) pada mata, daging dan perut,
serta bau
Pengamatan organoleptik
Jenis ikan Panelis ke- Sampel ke- Mata Daging dan Konsistensi
perut
1 9 9 8
2 9 8 9
1 3 9 8 8
4 9 8 9
5 8 8 8
1 8 7 8
2 7 9 9
2 3 9 8 7
4 8 9 8
5 8 9 7
Tuna 1 8 8 9
Thunnus 2 8 9 8
spp. 3 3 7 8 8
4 8 8 8
5 8 9 8
1 9 9 9
2 9 8 8
4 3 8 9 9
4 9 9 9
5 9 8 9
Rata-rata 8,35 8,40 8,30
Simpangan 0,6708 0,5982 0,6569
Kisaran 7-9 7–9 7–9
61

a) Mata (agak cerah, pupil b) Daging (warna masih merah, c) Perut (agak lembek, dan bau
berwarna keabu-abuan, namun kurang kenyal). normal).
kornea keruh)
Gambar 8 Kondisi beberapa organ tuna saat didaratkan di PPS Nizam Zachman,
(a) Mata, (b) Daging, (c) Perut.

Adanya kemunduran mutu tentu mempengaruhi daya jual tuna yang


dihasilkan. Ada banyak tipe kerusakan yang dapat terjadi pada ika, diantaranya
adalah warna daging yang kurang cerah, kekenyalan daging yang kurang baik, dan
lain-lain. Untuk mengetahui tipe cacat yang paling dominan dalam menurunkan
mutu ikan, dilakukan analisis diagram pareto. Berdasarkan pengamatan,
diperoleh data pada Tabel 24.

Tabel 24 Jumlah dan proporsi dari tipe cacat yang menyebabkan kemunduran
mutu tuna di PPS Nizam Zachman, Jakarta
Jumlah Jumlah Persentase Persentase
Tipe cacat (ekor) kumulatif cacat (%) kumulatif
(ekor) (%)
Warna daging pudar 60 60 40,27 40,27
Daging kurang kenyal 50 110 33,56 73,83
Bobot kurang dari 20
kg 20 130 13,42 87,25
Fisik ikan lembek 10 140 66,71 93,96
Sisik terlepas 6 146 44,03 97,99
Mata merah 3 149 22,01 100
Total 149
Sumber: Hasil wawancara yang telah diolah kembali.
62

120.00 70

Jumlah Tuna cacat (Ekor)


60
100.00 97.99 100 60
50 93.96
87.25 50
Jumlah proporsi cacat
80.00
73.83
40
60.00
30
40.00 40.27 20
20
10
20.00 6 10
3
0.00 0
Warna Daging Bobot Fisik ikan Sisik Mata
daging kurang kurang dari lembek terlepas merah
pudar kenyal 20 kg
Tipe cacat

Gambar 9 Diagram pareto Tuna segar (Thunnus spp.).

Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa tipe cacat yang paling dominan
dalam menyebabkan kemunduran mutu adalah warna daging yang pudar, yaitu
sebanyak 60 ekor dengan proporsi cacat senilai 40,27% dan daging kurang kenyal,
yaitu sebanyak 50 ekor dengan proporsi cacat sebesar 73,83%. Hal ini
dikarenakan pada saat pembongkaran dan pendistribusian tuna dari kapal ke
gedung TLC, tuna tidak sepenuhnya terlindung dari sinar matahari, sehingga suhu
ikan meningkat dan daging ikan juga mengalami perubahan warna. Kerusakan
daging ikan secara fisikasi disebabkan oleh karena komponen-komponen
penyusun jaringan pengikat dan benang-benang dagingnya telah rusak sebagai
akibat dari perubahan biokimiawi dan kerja mikroba terutama bakteri, sehingga
tidak ada kekuatan lagi untuk menopang struktur daging dengan kompak.
Kerusakan komponen-komponen daging, terutama protein dapat menyebabkan
terlepasnya ikatan-ikatan airnya sehingga daging akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan air. Kerusakan struktur jaringan daging ikan akan menyebabkan
daging ikan kehilangan sifat kelenturannya dan keliatannya sehingga menjadi
sangat lunak (Hadiwiyoto, 1993).

Perubahan kimia besar yang terjadi selama penyimpanan dingin adalah


hilangnya protein miofibrilar. Ketika hal tersebut terjadi, ikan secara bertahap
menjadi keras, kering, dan berserat. Pigmen warna yang utama pada daging ikan
adalah hemoglobin dalam darah dan mioglobin dalam jaringan sel, bagian
63

berwarna gelap pada daging mengandung lebih banyak pigmen dari bagian yang
berwarna terang.Warna merah dari hemoglobin berubah menjadi merah kecoklat-
coklatan dan kemudian menjadi coklat. Baik hemoglobin dan mioglobin
mengalami hal yang sama (DKP, 2008).

5.5.3 Analisis diagram sebab akibat tuna segar (Thunnus spp.)


Ikan tuna (Thunnus spp.) yang yang didaratkan di PPS Nizam Zachman
memiliki mutu yang tergolong baik. Hal ini disebabkan oleh penanganan baik
pada saat di kapal maupun setelah tiba di pelabuhan dilakukan dengan baik.
Namun, dalam proses penyortirannya, masih terdapat beberapa ikan tuna yang
tidak layak ekspor. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang dipengaruhi oleh
empat faktor yang secara langsung berkaitan dengan tuna itu sendiri. Untuk
menganalisis hal ini, perlu dilakukan analisis sebab akibat terhadap kemunduran
mutu tuna yang didaratkan tersebut. Ikan tuna ditangkap dengan meggunakan alat
tangkap longline, purse seine, dan hand line. Namun demikian, masih terdapat
beberapa ekor ikan tuna yang mengalami kerusakan atau kemunduran mutu. Hal
tersebut dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu nelayan, metode penanganan,
sarana penanganan, dan material.
1) Nelayan
Ikan tuna (Thunnus spp.) ditangkap dengan menggunakan alat tangkap
longline. Jumlah nelayan yang mengoperasikan longline adalah sebanyak 16
orang. Rata-rata nelayan yang mengoperasikan longline memiliki pendidikan
terakhir SD dan SMP. Dalam penanganan tuna saat di kapal, keterampilan dan
pengetahuan nelayan akan mutu tuna sangatlah penting agar mutu tuna yang
diproduksi tetap bagus, terlebih tuna merupakan komoditas ekspor. Dalam
penanganan tuna saat dikapal, nelayan dituntut agar profesional dalam menangani
mutu tuna, seperti menjaga higienitas sarana penanganan mutu, menjaga fisik tuna
agar tetap bagus ketika pembersihan isi perut dan pengambilan organ insang, dan
memperhatikan suhu palka. Sebagian besar nelayan yang ada sudah
berpengalaman lebih dari 2 tahun, sehingga pengetahuan nelayan akan
penanganan mutu sudah mencukupi. Para nelayan juga sudah cukup memahami
bagaimana penanganan tuna agar tetap segar hingga tiba di pelabuhan.
64

2) Metode Penanganan
Ikan tuna (Thunnus spp.) biasanya dtangkap di perairan Samudera Hindia,
kira-kira memerlukan waktu lima hari untuk menuju ke tempat tersebut. Setelah
tertangkap, tuna langsung diangkat ke kapal dengan menggunakan ganco.
Sebagian besar tuna tersebut masih dalam keadaan hidup, namun ada juga yang
sudah mati saat proses hauling. Ikan yang sudah mati kemudian dibersihkan
insang dan bagian isi perutnya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir
pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan kemunduran mutu tuna. Menurut
DKP (2008), ikan dapat membusuk baik dari permukaan dalam maupun
permukaan luarnya. Permukaan dalam paling sering menjadi tempat masuknya
bakteri. Insang bersifat lunak dan lembab, sehingga menjadi tempat yang ideal
bagi bakteri untuk tumbuh. Disini bakteri tumbuh dengan cepat yang
menyebabkan perubahan bau dan perubahan warna. Kondisi insang sering
digunakan sebagai indikator dari tahap pembusukan ikan. Insang yang berubah
warna dan berlendir merupakan indikasi buruknya kualitas ikan. Dari insang,
bakteri melewati sistem pembuluh darah, melewati ginjal, dan masuk kedalam
daging. Setelah insang dibersihkan kemudian tuna dicuci dengan air laut lalu
dimasukkan ke dalam palka yang dilengkapi pendingin yaitu refrigerator
(Refrigerated Sea Water, RSW) sehingga nelayan tidak membutuhkan es dalam
penanganan tuna saat di kapal. Suhu palka tidak boleh lebih dari 5ºC. Ikan tuna
berada didalam palka maksimal seminggu, jika lebih dari itu maka mutu ikan akan
berkurang.
Sesampai di pelabuhan, ikan tuna langsung didaratkan dengan cara
mengambil ikan tuna dari dalam palka dengan menggunakan derek yang
dilengkapi pengait. Pengait tersebut dikaitkan pada bagian mulut tuna sehingga
tuna terangkat ke atas. Beberapa nelayan masuk kedalam palka untuk mengaitkan
pengait ke mulut tuna. Sedangkan nelayan lainnya bertugas menarik tuna yang
telah dikaitkan. Sebelum dilakukan pembongkaran, kondisi lantai kapal sudah
dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air laut bersih, pada bagian atas
palka juga sudah dipasang tenda berupa terpal untuk menghindari cahaya matahari.
Setelah ikan terambil dari dalam palka, tuna tersebut kemudian
didistribusikan ke gedung Tuna Landing Centre (TLC) melalui conveyer yang
65

dilengkapi tenda berupa terpal. Proses pendistribusian ini dapat dikatakan kurang
baik karena tuna tersebut digeser dari lantai kapal hingga ke pintu conveyer,
sehingga fisik tuna kemungkinan mengalami gesekan yang mengakibatkan
sisiknya terlepas. Selain itu keadaan kapal yang tidak sepenuhnya terlindung dari
cahaya matahari, dapat menimbulkan terjadinya kenaikan kadar histamine dalam
tubuh ikan. Secara umum, penanganan tuna segar dapat dilihat pada Gambar 10.

Penangkapan Hauling dan Pencucian tuna


tuna dengan tuna membunuh tuna dengan air laut
longline yang masih hidup

Pemasukan tuna Kegiatan


Menetapkan
ke dalam palka membersihkan insang
suhu palka
yang telah diisi dan isi perut
dengan air laut

Pembongkaran Pendistribusian Penyortiran tuna


tuna di tuna ke gedung segar di gedung
pelabuhan TLC TLC

Pendistribusian ke Packaging Pencucian tuna


bandara untuk (Pengemasan) dan pemotongan
diekspor kedalam box sirip dan pelabelan

Gambar 10 Proses penanganan tuna segar (Thunnus spp.) di PPS Nizam


Zachman,Jakarta.

3) Sarana Penanganan
Sarana penangan tuna saat berada di kapal adalah palka yang dilengkapi
dengan refgirator, artinya nelayan hanya memasukkan air laut kedalam palka,
kemudian alat tersebut akan menurunkan suhu air hingga pada suhu yang
diinginkan. Dengan kata lain, nelayan tidak membutuhkan es untuk penanganan
66

mutu tuna saat di kapal. Palka tersebut dilengkapi dengan termometer yang
berfungsi dengan baik. Pada saat ikan berada dalam palka, suhu palka harus
dibawah 5 ºC.
4) Material

Material yang digunakan dalam penanganan mutu ikan tuna segar adalah air
laut yang akan dimasukkan kedalam palka untuk didinginkan. Keadaan air laut
yang digunakan dalam keadaan bersih dan segar karena air laut tersebut langsung
diambil dari perairan sekitar fishing ground. Keuntungan dari metode air yang
didinginkan adalah daya awet ikan lebih panjang, ikan kurang mengalami tekanan,
laju pendinginan berlangsung lebih cepat, dan penanganan sejumlah besar ikan
dapat berlangsung cepat dan mudah (Ilyas, 1983). Diagram sebab akibat tuna
segar dapat dilihat pada Lampiran 13.

5.6 Ikan Cakalang Sebagai Komoditas Unggulan di PPS Nizam Zachman,


Jakarta
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu ikan komoditas
unggulan di PPSNZJ setelah tuna. Hampir setiap hari, ikan cakalang didaratkan di
PPSNZJ oleh kapal purse seine. Berdasarkan data tahunan dari PPSNZJ, pada
tahun 2009 kapal purse seine merupakan kapal ikan terbanyak yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPS ini, yaitu sebanyak 827 kapal. Alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan cakalang adalah pukat cincin atau
purse seine (Lampiran 8). Jumlah produksi ikan cakalang pada tahun 2009
mencapai 22.431,68 ton. Sebagian besar ikan cakalang yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman adalah ikan cakalang beku (frozen skipjack tuna), hanya 10%
ikan cakalang yang didaratkan dalam keadaan segar. Hal ini disebabkan oleh
dalam sekali melaut, biasanya kapal purse seine memerlukan waktu berbulan-
bulan. Oleh karena itu untuk menjaga agar mutu cakalang tetap baik, maka
nelayan menggunakan palka pembeku (Freezer) sehingga harga cakalang juga
tidak anjlok.
67

Sumber: http://sbjfishing.wordpress.com
Gambar 11 Cakalang segar (Katsuwonus pelamis).

Ikan cakalang segar biasanya diproduksi apabila keadaan freezer sedang


tidak berfungsi dengan baik. Harga ikan cakalang segar untuk tujuan lokal (pabrik
pengolahan) biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan harga cakalang segar
untuk tujuan pasar tradisional, yaitu senilai Rp14.000,00 (Data statistik PPSNZJ,
2009). Ikan cakalang segar biasanya tidak diekspor karena kondisi mutunya yang
kurang mendukung.

5.7 Penanganan Cakalang Segar di PPS Nizam Zachman, Jakarta


5.7.1 Penanganan cakalang segar saat di kapal
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ditangkap menggunakan alat tangkap
pukat cincin (purse seine). Biasanya perairan samudera Hindia adalah fishing
ground yang sering didatangi oleh nelayan. Jaring pukat cincin cakalang
dioperasikan dengan mencari gerombolan ikan terlebih dahulu menggunakan echo
sounder, kemudian jaring dilingkarkan dimulai dari ujung jaring yang bermata
kecil sampai akhirnya pada bagian jaring yang ukuran mata terbesar (Subani dan
Barus, 1978).

Setelah ikan tertangkap, selanjutnya adalah memindahkan hasil tangkapan


berupa cakalang, baby tuna, lemadang, dll ke dalam palka. Proses pemindahan
ikan kedalam palka dilakukan secara tidak beraturan, sehingga ada kemungkinan
kondisi fisik ikan menjadi kurang baik. Setelah ikan dimasukkan kedalam palka,
maka proses selanjutnya adalah memasukkan air laut kedalam palka yang
dilengkapi freezer, yang bertujuan agar kesegaran ikan tetap terjaga. Sebelumnya
palka yang akan digunakan telah dibersihkan terlebih dahulu. Menurut Yafi dan
Novita (2008), kapasitas muat palka terbesar adalah saat ikan disimpan dengan
68

sistem RSW ((Refrigerated Sea Water) dan kapasitas muat palka terkecil adalah
saat ikan disimpan dalam palka dengan es.

5.7.2 Penanganan cakalang segar saat di pelabuhan


Setelah kapal purse seine tiba di pelabuhan, maka segera dilakukan
pembongkaran hasil tangkapan. Kegiatan pembongkaran ikan cakalang segar
biasanya dilakukan pada pagi hari. Pembongkaran dilakukan secara manual atau
tidak menggunakan alat bantuan berupa mesin. Ikan segar dibongkar dengan cara
mengambil ikan langsung dari dalam palka dengan menggunakan keranjang
plastik. Setelah ikan dikeluarkan dari dalam palka, ikan tersebut kemudian
ditumpahkan ke lantai kapal untuk dilakukan proses penyortiran berdasarkan
mutu ikan. Ikan dengan mutu bagus ditempatkan kedalam wadah berupa blong
dan kemudian diangkut tanpa ada label, sedangkan ikan dengan mutu kurang
bagus ditempatkan kedalam wadah berupa keranjang kemudian diberi label “2”
dan “AC”.

a) Cakalang mutu A b) Cakalang mutu B c) Cakalang mutu C

Gambar 12 Cakalang segar yang telah disortir berdasarkan mutu.

Penyortiran dilakukan untuk membedakan cakalang segar dengan tujuan


pabrik pengolahan dengan cakalang segar tujuan pasar tradisional. Setelah ikan
dimasukkan kedalam wadah, kemudian ikan tersebut ditimbang lalu diangkut
menggunakan mobil pick up menuju pabrik pengolahan untuk ikan dengan mutu
baik, sedangkan ikan yang memiliki mutu kurang baik akan dipasarkan ke pasar
ikan tradisional.
69

5.8 Kondisi Cakalang Segar yang Didaratkan di PPS Nizam Zachman,


Jakarta
5.8.1 Analisis peta kendali p cakalang segar (Katsuwonus pelamis)
Analisis peta kendali p pada produksi ikan cakalang segar (Katsuwonus
pelamis) di PPS Nizam Zachman dilakukan dengan cara mengamati proses
pembogkaran dan penyortiran sebanyak 20 kali. Dari pengamatan ini, diperoleh
data jumlah cakalang (ekor) yang cacat dalam setiap pembongkaran. Sampel yang
diambil adalah minimal 60 ekor ikan cakalang segar. Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh data seperti yang disajikan pada pada Tabel 25.

Tabel 25 Jumlah ikan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) yang mengalami


cacat dalam pembongkaran kapal purse seiner
No Jumlah
Jumlah cacat p UCL LCL
proses sampel
1 60 20 0,3333 0,5104 0,1466
2 60 15 0,2500 0,5104 0,1466
3 65 35 0,5385 0,5033 0,1538
4 60 15 0,2500 0,5104 0,1466
5 70 21 0,3000 0,4970 0,1601
6 75 15 0,2000 0,4912 0,1658
7 80 19 0,2375 0,4861 0,1710
8 70 20 0,2857 0,4970 0,1601
9 75 38 0,5067 0,4912 0,1658
10 76 25 0,3289 0,4902 0,1669
11 70 25 0,3571 0,4970 0,1601
12 65 22 0,3385 0,5033 0,1538
13 70 24 0,3429 0,4970 0,1601
14 60 33 0,5500 0,5104 0,1466
15 75 17 0,2267 0,4912 0,1658
16 80 18 0,2250 0,4861 0,1710
17 60 14 0,2333 0,5104 0,1466
18 70 23 0,3286 0,4970 0,1601
19 70 36 0,5143 0,4970 0,1601
20 80 22 0,2750 0,4861 0,1710
Total 1.391 457
0,3285
Keterangan :
CL = Centre Limit ( batas tengah)
UCL = Upper Centre Limit (Batas atas)
LCL = Lower Centre Limit (batas bawah)
70

0.6000

0.5000

Proporsi cacat 0.4000


UCL
0.3000 ṕ
LCL
0.2000
Peta Kendali p

0.1000

0.0000 No proses
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Gambar 13 Bagan pengendalian mutu cakalang segar yang didaratkan di PPSNZJ.

Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa ikan cakalang segar yang
dihasilkan sudah berada diluar pengendalian. Hal ini terlihat pada proses ke 3, 9,
14 dan 19, yang masing-masing proses tersebut sudah melewati garis batas
kendali atas. Contoh perhitungan peta kendali cakalang segar, dapat dilihat pada
halaman Lampiran 12.

5.8.2 Kondisi mutu cakalang yang didaratkan di PPS Nizam Zachman

Hampir 90% ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang didaratkan di PPS


Nizam Zachman, Jakarta adalah cakalang beku (frozen skipjack tuna). Hal ini
berkaitan dengan mutu ikan cakalang itu sendiri. Ikan segar biasanya lebih sulit
penanganan mutunya. Ikan cakalang segar yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman memiliki kriteria mutu yang beragam, namun sebagian besar
diantaranya memiliki mutu yang kurang baik. Secara fisik, tampilan ikan cakalang
segar yang didaratkan sebagian besar kurang baik. Banyak diantara ikan cakalang
yang mengalami cacat, seperti kepala putus, perut pecah, ekor terputus, dan lain-
lain. Kondisi tersebut tentu akan merugikan pihak nelayan karena turunnya harga
cakalang. Secara organoleptik, mutu ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 26.
71

Tabel 26 Hasil uji organoleptik mutu cakalang (Katsuwonus pelamis) segar di


PPS Nizam Zachman, Jakarta
Pengamatan organoleptik
Jenis ikan Panelis Sampel ke-
Mata Daging dan perut Insang
1 4 5 4
2 4 5 4
1 3 5 4 5
4 5 6 6
5 6 6 6
1 5 5 5
2 5 5 5
2 3 5 6 6
4 6 4 6
5 4 4 5
Cakalang
1 4 5 4
Katsuwonus
2 4 4 5
pelamis
3 3 5 4 5
4 5 5 4
5 4 5 4
1 4 4 6
2 5 5 5
4 3 5 4 4
4 5 6 4
5 6 4 4
Rata-rata 4,80 4,80 4,85
Simpangan 0,69 0,77 0,81
Kisaran 4–6 4–6 4–6

Berdasarkan Tabel 26, dapat dilihat bahwa rata-rata mutu ikan cakalang
yang didaratkan di PPS Nizam Zachman, Jakarta bernilai 4. Hal ini menunjukkan
bahwa, mutu ikan cakalang tersebut masih kurang baik. Penyebabnya antara lain
adalah penanganan cakalang yang kurang baik, mulai dari saat di kapal hingga
penanganan di pelabuhan. Penanganan saat di kapal ketika memasukkan ikan
kedalam palka yang tidak beraturan menyebabkan fisik ikan mengalami kerusakan.
Terlalu lama ikan berada di dalam palka juga merupakan salah satu penyebab
kemunduran mutu ikan terutama pada organ mata. Ikan yang terlalu lama didalam
palka, organ matanya akan memerah sehingga merusak tampilan ikan saat di
bongkar.
Selain itu, menurut DKP (2008), faktor ukuran ikan juga menentukan
mudah tidaknya ikan rusak. Ikan yang berukuran besar lebih tahan lama dalam
penyimpanan daripada ikan kecil. Ikan yang lebih besar memiliki rasio lebih kecil
antara permukaan terhadap volume sehingga pada periode waktu yang sama, akan
72

lebih sedikit ikan yang berukuran besar yang terkena dampaknya. Ikan-ikan yang
berukuran besar seperti tuna juga biasanya diambil isi perutnya ketika berada
diatas kapal, sehingga mutunya tetap terjaga. Sedangkan ikan yang berukuran
kecil seperti cakalang terlalu sulit untuk melakukan hal tersebut yang disebabkan
oleh jumlah ikan yang terlalu banyak.
Tabel 27 Tipe cacat dengan jumlah dan proporsinya
Jumlah Jumlah Persentase Persentase
Tipe cacat (ekor) kumulatif cacat (%) kumulatif (%)
(ekor)
Perut pecah 350 350 25,180 25,18
Organ tak lengkap 340 690 24,584 49,64
Fisik lembek 300 990 21,692 71,22
Warna pudar 280 1270 20,246 91,37
Mata merah 120 1390 8,677 100
Sumber: Hasil wawancara yang telah diolah kembali
Dalam sekali pembongkaran, terdapat beberapa ikan cakalang yang
mengalami kecacatan secara fisik dalam jumlah yang banyak. Adapun jumlah
ikan cakalang yang mengalami cacat secara fisik dalam sekali pembongkaran
dapat dilihat pada Tabel 27.

400 120.00
350 340
350
300
280 91.37
100 100.00 Kumulatif cacat (%)
Jumlah Cacat (ekor)

300
80.00
250 71.22
200 60.00
150 49.64 120
40.00
100
25.18
20.00
50
0 0.00
Perut Organ tak Fisik warna Mata
pecah lengkap lembek pudar merah
Tipe Cacat
Gambar 14 Diagram Pareto tipe cacat ikan cakalang segar.

Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa jenis cacat yang paling
mempengaruhi kemunduran mutu ikan adalah perut pecah (25,18%), organ tak
lengkap (49,64%), dan fisik lembek (71,22%) . Hal ini sangat dipengaruhi oleh
penanganan cakalang, baik pada saat di kapal maupun saat di pelabuhan.
73

Tingginya jumlah ikan cakalang segar yang mengalami kerusakan fisik dapat
dipengaruhi oleh jarak fishing ground ke pelabuhan. Menurut DKP (2008),
persoalan jarak dari tempat penangkapan ikan ke pelabuhan lebih nyata pada
wilayah-wilayah tropis dan subtropis dibanding pada iklim yang lebih dingin.
Suhu udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan mutu, khususnya
apabila hasil tangkapan ditumpuk diatas geladak kapal dengan sedikit atau tanpa
es untuk menjaganya tetap dingin. Sengatan sinar matahari dengan cepat
menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat perubahan pasca kematian.
Tingkat dimana perubahan terjadi bergantung rentang waktu penyimpanan dengan
cara ini, suhu, dan spesies tersebut.

5.8.2 Analisis diagram sebab akibat cakalang segar (Katsuwonus pelamis)


Ikan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) adalah salah satu komoditas
unggulan di PPS Nizam Zachman yang ditangkap dengan menggunakan alat
tangkap purse seine cakalang (Lampiran 8) dan dengan kapal purse seiner. Jumlah
ABK yang mengoperasikan purse seine cakalang kira-kira 13 nelayan. Hasil
tangkapan yang diperoleh terdiri dari cakalang, baby tuna, lemadang, dan lain-lain.
Pengoperasian purse seine dilakukan menjelang pagi (kira-kira pukul 5 pagi) dan
selesai pada pukul 11 pagi. Daerah penangkapan yang menjadi fishing ground
adalah perairan Samudera Hindia.
Ikan cakalang yang ditangkap sebagian besar dibekukan dengan
menggunakan alat berupa freezer. Hal ini bertujuan agar mutu cakalang tetap
dapat dipertahankan dalam keadaan baik. Namun, adakalanya cakalang juga
diproduksi dalam keadaan fresh, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.
Sulitnya penanganan ikan cakalang segar merupakan alasan utama tidak
diproduksinya ikan cakalang segar dalam jumlah besar serta dengan frekuensi
yang lebih banyak. Banyak faktor yang menyebabkan mundurnya mutu ikan
cakalang segar setelah tiba di pelabuhan untuk dibongkar. Untuk mengetahui
penyebabnya, dapat dilakukan analisis diagram sebab akibat dengan melihat
empat tingkatan, yaitu tingkat nelayan, sarana penanganan, metode penanganan,
dan material.
74

1) Nelayan
Penanganan ikan cakalang segar pada saat di kapal merupakan faktor yang
sangat penting dalam menghasilkan ikan cakalang dengan mutu baik. Keahlian,
keterampilan, pendidikan, dan pengetahuan nelayan tentang penanganan mutu
ikan cakalang yang baik sangat diperlukan agar ikan cakalang yang dihasilkan
bermutu tinggi. Tingkat pendidikan nelayan purse seine di PPS Nizam Zachman
dapat dikatakan masih rendah. Rata-rata nelayan purse seine hanya berpendidikan
SMP. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran nelayan dalam hal penanganan mutu
merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu ikan. Misalnya, kurangnya
kesadaran akan menjaga kebersihan lantai kapal, membuang sampah sembarangan,
serta masih terdapat tumpahan oli di lantai kapal.
2) Sarana Penanganan
Sarana penanganan yang digunakan untuk mempertahankan mutu cakalang
segar saat berada di kapal adalah palka yang dilengkapi dengan mesin pendingin
air sehingga nelayan tidak perlu membawa perbekalan es. Jumlah palka dalam
satu kapal purse seiner sangat bervariatif, tergantung ukuran kapal. Kondisi palka
yang terdapat di kapal purse seiner dapat dikatakan kurang baik karena beberapa
diantaranya tidak memiliki termometer yang berfungsi dengan baik sehingga sulit
bagi nelayan untuk menentukan suhu palka pada saat memasukkan ikan kedalam
palka. Higienitas palka dapat dikatakan cukup baik, karena selalu dibersihkan
sebelum dan setelah dilakukan pembongkaran.

Gambar 15 Kondisi salah satu palka di kapal purse seiner.

Selain palka, sarana lain yang digunakan adalah keranjang dan blong untuk
mengambil cakalang dari dalam palka yang diambil secara manual. Keadaan
75

keranjang yang rusak (keadaan bolong dan bergerigi) dapat meyebabkan tubuh
ikan mengalami cacat, seperti kepala putus atau perut sobek.
3) Metode Penanganan
Penanganan ikan cakalang dibagi atas dua tahap, yaitu penanganan saat di
kapal dan penanganan pada saat pendaratan. Pada saat di kapal, ikan cakalang
mengalami penanganan yang kurang baik. Ikan cakalang yang tertangkap segera
dimasukkan kedalam palka tanpa ada penyortiran terlebih dahulu, baik dari segi
jenis maupun ukuran ikan. Hal ini berdampak terhadap fisik ikan yang akan
mengalami kerusakan mengingat ukuran ikan hasil tangkapan sangat bervariasi.
Selain itu, penentuan suhu palka juga tidak menentu karena terkendala oleh tidak
berfungsinya termometer yang tersedia dengan baik, sehingga suhu didalam palka
tidak stabil yang menyebabkan mata ikan memerah.

Menangkap Pemasukan
cakalang ke Menetapkan
cakalang dengan suhu palka
purse seine dalam palka
yang telah diisi
dengan air laut

Penyortiran Pembongkaran
Pendistribusian cakalang di
cakalang ke darat cakalang di atas
kapal pelabuhan
secara manual

Pendistribusian cakalang ke
tempat pengolahan dengan
mobil pick up

Gambar 16 Proses penanganan cakalang segar (Katsuwonus pelamis).

Sedangkan penanganan saat pendaratan yaitu penangan yang dilakukan


pada saat kapal sesudah tiba di pelabuhan dan siap untuk dibongkar. Penanganan
di pelabuhan meliputi pembongkaran ikan dari dalam palka, penyortiran ikan
76

berdasarkan jenis dan tingkat mutu, serta pengangkutan ikan menuju pabrik
pengolahan. Kegiatan pembongkaran dilakukan secara manual, yaitu beberapa
nelayan masuk ke dalam palka untuk mengumpulkan ikan kedalam keranjang
yang telah diturunkan melalui pintu palka. ABK lainnya bertugas menarik
keranjang yang telah terisi penuh ke atas kapal dan menumpahnnya ke lantai
kapal untuk selanjutnya disortir. Kegiatan pengisian ikan kedalam keranjang pada
saat didalam palka dilakukan secara tidak beraturan sehingga banyak ikan yang
mengalami kerusakan fisik. Keberadaan ABK didalam palka juga berdampak
terhadap ikan karena adanya kemungkinan ikan yang terinjak-injak oleh kaki
ABK sehingga fisik ikan menjadi rusak.

Gambar 17 Kegiatan Pembongkaran ikan cakalang segar.

Setelah ikan ditarik dari dalam palka dengan menggunakan keranjang, lalu
ikan tersebut dikeluarkan dari dalam keranjang ke lantai kapal untuk segera
disortir. Proses pengeluaran ikan dari keranjang tersebut kurang baik karena tubuh
ikan menjadi terbentur ke lantai kapal yang menyebabkan fisik ikan rusak. Setelah
dikeluarkan dari dalam keranjang dan diletakkan di lantai kapal, lalu disortir
berdasarkan mutu dan jenis ikan. Ikan dengan mutu baik ditempatkan kedalam
wadah berupa blong tanpa diberi label, sedangkan ikan dengan mutu kurang baik
ditempatkan kedalam wadah berupa blong dan diberi label “2”, serta ikan dengan
mutu buruk ditempatkan kedalam wadah berupa keranjang dan diberi label “AC”.
Setelah ikan disortir, kemudian ikan tersebut ditimbang lalu diangkut kedalam
mobil pick up menuju pabrik pengolahan.
77

Penyortiran cakalang segar Penimbangan cakalang segar


Gambar 18 Kegiatan selama pembongkaran cakalang segar (katsuwonus
pelamis).

4) Material
Material yang digunakan dalam penanganan mutu ikan cakalang segar
adalah air laut yang didinginkan. Air laut yang digunakan adalah air laut yang
berada dibawah kapal dan keadaannya masih bersih. Kendala yang dihadapi
adalah sulitnya menentukan jumlah air yang diperlukan dalam satu palka.
Kelebihan dan keunggulan air yang didinginkan adalah kemampuannya dalam
menyerap dari ikan. Karena sekujur tubuh ikan berkontak langsung dengan air
dingin, maka pergantian panas antara air dingin dan ikan berlangsung cepat, ikan
cepat menurun suhunya. Kalau suhu ikan cepat turun mencapai -1°C, yakni suhu
dimana laju pertumbuhan minimum, maka daya awet ikan menjadi lebih lama,
sementara rupa dan teksturnya akan lebih baik (Ilyas, 1983).
Keempat hal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab
akibat (Lampiran 14). Berdasarkan analisis diatas dapat dilihat bahwa penyebab
utama kemunduran mutu ikan cakalang segar adalah terletak pada penanganan
ikan cakalang itu sendiri.
78

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu:
1) Ikan laut segar unggulan utama yang didaratkan di PPS Nizam Zachman
adalah tuna (Thunnus spp.) dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
2) Secara sensorik, mutu ikan tuna segar (Thunnus spp.) yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman, Jakarta tergolong baik, berdasarkan uji organoleptik,
dengan skor nilai rata-rata 8. Penanganan tuna di PPS Nizam Zachman
sendiri masih dalam proses pengendalian karena proporsi antara jumlah ikan
tuna yang cacat lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ikan tuna yang
bermutu baik.

3) Mutu ikan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) yang didaratkan di PPS


Nizam Zachman, Jakarta tergolong kurang baik, berdasarkan uji
organoleptik dengan skor nilai rata-rata 5. Penanganan cakalang segar di
PPS Nizam Zachman sudah berada diluar pengendalian, karena jumlah
cakalang segar yang rusak lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
cakalang segar yang baik.

4) Faktor penyebab paling dominan yang mempengaruhi mutu tuna segar di


PPS Nizam Zachman, Jakarta adalah terletak pada keadaan fisik ikan yang
kurang baik, seperti daging, yang disebabkan oleh penanganan yang masih
kurang baik.
5) Faktor penyebab paling dominan yang mempengaruhi mutu cakalang segar
di PPS Nizam Zachman, Jakarta adalah karena penanganan saat di kapal,
yaitu pada saat memasukkan cakalang ke dalam palka yang menyebabkan
fisik cakalang rusak akibat saling bergesekan.
79

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan agar pendataan antara ikan
laut segar dan ikan laut beku harus dipisahkan, sehingga dalam analisis komoditas
unggulan, dapat diketahui lebih pasti mengenai komoditas unggulan di PPS
NizamZachman, Jakarta. Selain itu, penanganan ikan segar yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman, Jakarta lebih dimaksimalkan dengan cara memperhatikan
kestabilan suhu, serta memperhatikan higienitas sarana yang digunakan dalam
memperlakukan ikan segar agar jumlah ikan yang kurang baik dapat diminimalisir.
80

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anonim. 2010. Ikan cakalang (tongkol). http://sbjfishing.wordpress.com.


[Diakses tanggal 4 Desember 2010]

Bahar, S. 1991. Proses Penanganan dan Pengamatan Mutu Tuna Segar di


Pelabuhan Muara Baru Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No 60
[terhubung berkala].

Davis, G.B. 1988. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Jakarta:


Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Desniati. 1989. Studi Tentang Penanganan Ikan Segar Sejak Ditangkap Sampai
Ke Tempat Pelelangan Ikan di TPI Bungus, Sumatera Barat. Laporan
Praktek Lapangan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Bantuan Teknis Untuk Industri
Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta. DKP.

[DKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2006. Pengolahan Ikan dan Hasil
Laut. Jakarta. DKP.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.


Bogor: IPB Press.

Gasperz, V. 2005. Total Quality Manajement. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Jilid 1.


Yogyakarta: penerbit Liberty.

Hendrawan. 1997. Proses Pendaratan dan Pemasaran Ikan Segar Serta


Pendataannya di Pangkalan Pendaratan Ikan Manggar, Kabupaten
Belitung. Laporan Praktek Lapangan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia


(Grasindo).

Heruwati ES, Ariyani F, Triwibowo R, Rachmawati N, Hermana I. 2009.


Penggunaan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis) Sebagai Penghambat
Pembentukan Histamine Pada Ikan Sebelu Diolah. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Perikanan 4 : 2 [terhubung berkala].
81

Irna. 2001. Sistem Pengendalian Mutu Bahan Baku di Perusahaan Udang Beku
(Studi kasus) di PT wirontono cold storage Jakarta [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi hasil Perikanan Jilid 1, Teknik Pendinginan


Ikan. Jakarta: CV Paripurna.

Ishikawa. K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu Terpadu. Edisi Bahasa


Indonesia. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa.

Komaruddin. 1972. Ekonomi Perusahaan dan Manajemen. Bandung: Penerbit


Alumni.

Mahendra. Timor. 2005. Evaluasi Risiko Bahaya Keamanan Pangan (HACCP)


Tuna Kaleng dengan Metode Statistical Process Control. [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Mahendradatta, M. 2005. Change of Histamine Contents in Short-Bodied


Mackerel Rastrelliger negletus After Application of Heat, Antimicrobial
Food Additives, Traditional Spices, And Their Combinations. Torani 15:3
[terhubung berkala].

Moeljanto. R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Nasution. M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).


Bogor: Ghalia Indonesia.

Nilawati. 1995. Proses Pendaratan dan Pemasaran Ikan di Pelabuhan Perikanan


Pantai Banjarmasin. Laporan Praktek Lapangan. Fakultas Perikanan. IPB.
Bogor.

[PPSNZJ]. 2005. Laporan tahunan 2005. Jakarta. PPS Nizam Zachman, Jakarta

. 2006. Laporan tahunan 2006. Jakarta. PPS Nizam Zachman, Jakarta

2007. Laporan tahunan 2007. Jakarta. PPS Nizam Zachman, Jakarta

2008. Laporan tahunan 2008. Jakarta. PPS Nizam Zachman, Jakarta

2009. Laporan tahunan 2009. Jakarta. PPS Nizam Zachman, Jakarta

Rahardjo. 1999. Studi Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan


Perikanan Laut di Jawa Barat. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
82

Rahayu SR. 2000. Studi Aspek Penangnan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Samudera Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Salim. H.A. A. 2000. Manajemen Transportasi. Edisi I, Cetakan 5. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

[SNI] Standardisasi Nasional Indonesia 01-2729. 1992. Ikan segar. Jakarta:


Dewan Standardisasi Nasional.

Subani dan Barus. 1978. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia.
Jakarta: Departemen Pertanian.

Suharno. 2008. Model Permintaan Yellowfin Segar di Indonesia di Pasar Jepang.


Buletin Ekonomi Perikanan VIII:2 [terhubung berkala].

Yafi, L dan Y, Novita 2008. Volume dan Kapasitas Muat Palka Kapal Tuna
Longline Tipe Taiwan dan Bagan Siapi-api di PPS Nizam Zachman Jakarta.
Bulletin PSP. [terhubung berkala]
83

LAMPIRAN
84

Lampiran 1 Peta PPS Nizam Zachman, Jakarta

Sumber: PPS Nizam Zachman, Jakarta 2010

Keterangan: Lokasi penelitian di Muara baru (Teluk Jakarta), Kecamatan


Penjaringan , Jakarta Utara. (106° - 48’ – 15” T, 106° - 47’ – 54” T, 106° - 48’
– 14”T, 106° - 47’ – 44” T)
85

Lampiran 2 Lay out Eksisting PPS Nizam Zachman, Jakarta.

Sumber: PPS Nizam Zachman, 2010


Keterangan:
1. Kolam pelabuhan 10. Pengolahan limbah
2. Dermaga 11. Pasar ikan & TPI
3. Break water 12. Mess & rumah dinas
4. Tuna Landing Centre (TLC) 13. Pergudangan
5. Tuna Processing Facility 14. Cold storage
6. Docking 15. Syahbandar
7. Mesjid 16. Balai pertemuan nelayan
8. Kantor Perum 17. Pintu gerbang PPSNZJ
9. Kantor UPT PPSNZJ 18. Fish processing building
86

Lampiran 3 Kontinuitas produksi ikan di PPS Nizam Zachman, Jakarta Utara


Kontinuitas produksi ikan tahun 2005
Bulan Ke-
No Jenis ikan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 Alu-alu 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 10
3 Lemuru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
7 Cumi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
8 Cendro 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Golok- 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11
golok
10 Kakap 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4
11 Kembung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
13 Kwee 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 8
14 Lemadang 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7
15 Marlin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
16 Meka 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
17 Tembang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Tetengkek 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Gabus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
laut
20 Selar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
24 Talang 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
25 Japuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Sebelah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Pari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005)

Keterangan:

1 – 12 = Bulan Januari – Desember


0 = Ikan tidak ada pada bulan tersebut
1 = Ikan ada pada bulan tersebut
87

Lampiran 3 Lanjutan
Kontinuitas produksi ikan tahun 2006
Bulan Ke-
No Jenis ikan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 Alu-alu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
3 Lemuru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
7 Cumi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
8 Cendro 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
9 Golok- 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
golok
10 Kakap 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
11 Kembung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
13 Kwee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
14 Lemadang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
15 Marlin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
16 Meka 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
17 Tembang 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 7
18 Tetengkek 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
19 Gabus 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4
laut
20 Selar 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 8
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
24 Talang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
25 Japuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3
26 Sebelah 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 3
27 Pari 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2006)

Keterangan:

1 – 12 = Bulan Januari – Desember


0 = Ikan tidak ada pada bulan tersebut
1 = Ikan ada pada bulan tersebut
88

Lampiran 3 Lanjutan
Kontinuitas produksi ikan tahun 2007
Bulan Ke-
No Jenis ikan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 Alu-alu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
3 Lemuru 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 4
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
7 Cumi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
8 Cendro 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 6
9 Golok- 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
golok
10 Kakap 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 8
11 Kembung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
13 Kwee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11
14 Lemadang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
15 Marlin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
16 Meka 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
17 Tembang 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6
18 Tetengkek 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
19 Gabus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
laut
20 Selar 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 5
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
24 Talang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
25 Japuh 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2
26 Sebelah 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 4
27 Pari 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 10
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2007)

Keterangan:

1 – 12 = Bulan Januari – Desember


0 = Ikan tidak ada pada bulan tersebut
1 = Ikan ada pada bulan tersebut
89

Lampiran 3 Lanjutan
Kontinuitas produksi ikan tahun 2008
Bulan Ke-
No Jenis ikan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 Alu-alu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
3 Lemuru 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 8
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
7 Cumi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
8 Cendro 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
9 Golok- 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
golok
10 Kakap 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
11 Kembung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
13 Kwee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
14 Lemadang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
15 Marlin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Meka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Tembang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
18 Tetengkek 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
19 Gabus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
laut
20 Selar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
24 Talang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
25 Japuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Sebelah 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 10
27 Pari 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2008)

Keterangan:

1 – 12 = Bulan Januari – Desember


0 = Ikan tidak ada pada bulan tersebut
1 = Ikan ada pada bulan tersebut
90

Lampiran 3 Lanjutan
Kontinuitas produksi ikan tahun 2009
Bulan Ke-
No Jenis ikan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Manyung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 Alu-alu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
3 Lemuru 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
4 Bawal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
5 Cakalang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
6 Cucut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
7 Cumi 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8
8 Cendro 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
9 Golok- 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
golok
10 Kakap 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
11 Kembung 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
12 Layaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
13 Kwee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
14 Lemadang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
15 Marlin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
16 Meka 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 10
17 Tembang 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
18 Tetengkek 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
19 Gabus 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 11
laut
20 Selar 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11
21 Tenggiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
22 Tongkol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
23 Tuna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
24 Talang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
25 Japuh 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7
26 Sebelah 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11
27 Pari 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
28 Lainnya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Sumber: Data diolah dari data statistik PPS Nizam Zachman, Jakarta (2009)

Keterangan:

1 – 12 = Bulan Januari – Desember


0 = Ikan tidak ada pada bulan tersebut
1 = Ikan ada pada bulan tersebut
92

Lampiran 4 Lanjutan
Contoh Perhitungan produksi :
Tentukan banyaknya kelas, dengan persamaan:

1 + 3,32 Log N = 1 + 3,32 Log (28)

= 5,804565 ≈ 6
Tentukan wilayah = nilai maksimum – nilai minimum
= 7.442.720 – 3.288,4
= 7.439.432

Tentukan interval = (wilayah/ banyak kelas)


= 7439432/ 6
= 1.239.905

Tentukan Batas Kelas:


Batas bawah = limit bawah – ½ nilai satuan terkecil
Batas atas = limit atas + ½ nilai satuan terkecil
Sehingga diperoleh:
Selang Kelas Batas Kelas Nilai Kategori
3.182 – 1.243.105 ≤ 1.243.105,5 1 Sangat sedikit
1243106 – 2.483.029 1.243.105,5 – 2.483.029,5 2 Sedikit
2.483.030 – 3.722.953 2.483.029,5 - 3.722.953,5 3 Sedang
3.722.954 – 4.962.877 3.722.953,5 – 4.962.877,5 4 Cukup Banyak
4.962.878 – 6.202.801 4.962.877,5 - 6.202.801,5 5 Banyak
6.202.802 – 7.442.725 ≥ 6.202.801,5 6 Sangat banyak
Lampiran 4 Produksi (kg) ikan laut segar di PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)
No Jenis ikan 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Manyung 135.770 111.200 112.260 88.340 169.310 123.376
2 Alu-alu 9.300 3.470 6.480 6.110 9.610 6.994
3 Lemuru 0 4.670 1.580 14.960 90.760 22.394
4 Bawal 65.440 71.290 94.680 89.890 67.110 77.682
5 Cakalang 88.540 765.340 7.785.380 6.142.660 22.431.680 7.442.720
6 Cucut 340.430 288.490 934.370 552.780 1.062.250 635.664
7 Cumi 359.410 311.720 199.350 181.950 933.800 397.246
8 Cendro 0 5.910 3.430 10.110 11.000 6.090
9 Golok-golok 99.640 208.390 206.060 147.380 136.360 159.566
10 Kakap 2.150 9.570 3.240 17.680 9.480 8.424
11 Kembung 538 10.370 29.550 33.560 42.530 23.309,6
12 Layaran 347.330 357.060 900.660 607.530 1.099.810 662.478
13 Kwee 10.160 22.990 20.590 29.250 40.580 24.714
14 Lemadang 57.140 33.430 54.290 38.110 133.530 63.300
15 Marlin 211.210 213.680 725.340 0 764.680 382.982
16 Meka 173.340 217.340 599.350 0 1.143.480 426.702
17 Tembang 0 6.310 16.080 6.270 32.690 12.270
18 Tetengkek 0 21.360 18.830 37.910 39.030 23.426
19 Gabus laut 0 1.040 28.830 34.770 21.090 17.146
20 Selar 547 1.550 3.080 0 51.560 11.347,4
21 Tenggiri 1.815.320 2.088.220 1.574.530 1.220.970 1.160.040 1.571.816
22 Tongkol 4.494.590 4.544.790 4.110.260 3.624.400 6.140.030 4.582.814
23 Tuna 13.815.050 5.518.140 1.538.380 1.051.730 5.661.930 5.517.046
24 Talang 20.990 23.810 21.540 0 22.910 17.850
25 Japuh 0 6.980 0 0 8.930 3.182
26 Ikan sebelah 0 5.030 5.800 5.560 2.370 3.752
27 Pari 0 14.250 10.250 0 141.650 33.230
28 Campuran 648.440 664.520 1.211.620 767.640 1.610.630 980.570
Lampiran 5 Perhitungan selang rata-rata harga (Rp) komoditas ikan laut segar
No Jenis ikan 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Manyung 11.000 6.500 6.500 6.500 11.000 8.300
2 Alu-alu 5.400 5.800 5.800 5.200 5.400 5.520
3 Lemuru 3.300 3.200 3.200 4.500 3.300 3.500
4 Bawal 10.300 18.000 18.000 18.000 18.000 16.460
5 Cakalang 11.000 7.000 7.000 10.000 11.000 9.200
6 Cucut 10.000 4.000 4.000 8.000 10.000 7.200
7 Cumi 20.000 24.000 24.000 24.000 20.000 22.400
8 Cendro 14.000 3.300 3.300 3.500 14.000 7.620
9 Golok-golok 11.000 4.500 4.500 4.500 11.000 7.100
10 Kakap 28.000 16.300 16.300 28.000 28.000 23.320
11 Kembung 5.500 8.500 8.500 11.000 5.500 7.800
12 Layaran 11.500 3.700 3.700 8.000 11.500 7.680
13 Kwee 4.000 8.500 8.500 8.500 4.000 6.700
14 Lemadang 8.000 5.400 5.400 9.500 8.000 7.260
15 Marlin 14.000 21.000 21.000 21.000 14.000 18.200
16 Meka 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
17 Tembang 2.500 2.200 2.200 2.200 2.500 2.320
18 Tetengkek 8.000 3.000 3.000 5.000 8.000 5.400
19 Gabus laut 11.500 5.600 5.600 10.000 11.500 8.840
20 Selar 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000
21 Tenggiri 30.000 21.000 21.000 27.000 30.000 25.800
22 Tongkol 12.500 9.600 9.600 11.000 12.500 11.040
23 Tuna 97.000 30.000 30.000 28.000 97.000 56.400
24 Talang 2.500 3.500 3.500 3.000 2.500 3.000
25 Japuh 2.700 2.700 2.700 2.700 2.700 2.700
26 Ikan sebelah 10.300 7.000 7.000 5.000 10.300 7.920
27 Pari 8.100 8.100 8.100 3.500 8.100 7.180
28 Campuran 1.700 1.700 1.700 1.700 1.700 1.700
Lampiran 6 Nilai produksi (Rp) ikan laut segar di PPS Nizam Zachman, Jakarta (2005 – 2009)
No Jenis ikan 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Manyung 85.540.000 585.900.000 746.820.000 1.017.040.000 1.461.290.000 779.318.000
2 Alu-alu 4.650.000 18.750.000 32.230.000 69.120.000 96.240.000 44.198.000
3 Lemuru 0 53.880.000 15.050.000 119.470.000 331.480.000 103.976.000
4 Bawal 77.870.000 1.299.460.000 1.893.110.000 2.580.400.000 1.345.090.000 1.439.186.000
5 Cakalang 77.030.000 5.493.600.000 66.493.100.000 70.250.190.000 242.855.890.000 77.033.962.000
6 Cucut 170.210.000 1.441.110.000 5.267.160.000 5.894.360.000 1.062.520.000 2.767.072.000
7 Cumi 668.500.000 7.361.330.000 6.185.160.000 5.072.000.000 22.094.710.000 8.276.340.000
8 Cendro 0 21.190.000 20.570.000 70.230.000 987.120.000 219.822.000
9 Golok-golok 76.720.000 855.550.000 928.550.000 1.458.600.000 1.241.100.000 912.104.000
10 Kakap 1.720.000 234.520.000 78.410.000 552.450.000 248.440.000 223.108.000
11 Kembung 30.000 119.940.000 273.360.000 466.520.000 799.430.000 331.856.000
12 Layaran 184.950.000 2.695.020.000 4.201.060.000 8.066.130.000 13.002.640.000 5.629.960.000
13 Kwee 12.040.000 404.950.000 175.060.000 952.580.000 439.550.000 396.836.000
14 Lemadang 24.570.000 183.190.000 193.220.000 422.380.000 2.498.590.000 664.390.000
15 Marlin 240.780.000 1.923.120.000 10.372.310.000 0 10.765.700.000 4.660.382.000
16 Meka 197.610.000 1.956.040.000 14.420.670.000 0 18.670.530.000 7.048.970.000
17 Tembang 0 50.180.000 195.810.000 22.170.000 141.210.000 81.874.000
18 Tetengkek 0 106.800.000 61.570.000 275.970.000 249.470.000 138.762.000
19 Gabus laut 0 4.880.000 128.140.000 413.370.000 177.980.000 144.874.000
20 Selar 0 10.840.000 49.920.000 98.010.000 303.500.000 92.454.000
21 Tenggiri 3.158.660.000 41.736.940.000 33.164.100.000 40.259.000.000 34.299.400.000 30.523.620.000
22 Tongkol 4.449.640.000 44.151.100.000 39.902.110.000 48.227.710.000 76.750.380.000 42.696.188.000
23 Tuna 24.590.780.000 82.772.050.000 33.292.340.000 23.024.620.000 39.866.444.000 40.709.246.800
24 Talang 9.860.000 124.860.000 78.480.000 254.310.000 188.640.000 131.230.000
25 Japuh 0 33.960.000 0 0 26.800.000 12.152.000
26 Ikan sebelah 0 5.150.000 4.380.000 52.740.000 28.720.000 18.198.000
27 Pari 0 66.740.000 40.260.000 432.370.000 1.062.260.000 320.326.000
28 Lainnya 389.070.000 3.659.180.000 3.224.080.000 6.971.870.000 12.788.840.000 5.406.608.000
94

Lampiran 5 Lanjutan
Contoh perhitungan harga:

Tentukan banyaknya kelas, dengan persamaan:


1 + 3,32 Log N = 1 + 3,32 Log (28)
= 5,80 ≈ 6

Tentukan wilayah = nilai maksimum – nilai minimum


= 56.400 – 1.700
= 54.700
Tentukan interval = (wilayah/banyak kelas)
= 54.700/ 6
= 9.117

Tentukan batas kelas:

Batas bawah = limit bawah – ½ nilai satuan terkecil


Batas atas = limit atas – ½ nilai satuan terkecil
Sehingga diperoleh:
Selang kelas (Rp/kg) Batas kelas (Rp/kg) Nilai Kategori
1.700 – 10. 817 ≤ 10. 817,5 1 Sangat rendah
10. 818 – 19.935 10.817,5 – 19.935,5 2 Rendah
19.936 - 29.053 19.935,5 – 29.053,5 3 Sedang
29. 054 - 38. 171 29.053,5 – 38.171,5 4 Cukup tinggi
38.172 - 47.289 38.171,5 – 47.289,5 5 Tinggi
47.290 - 56.407 ≥ 47.289,5 6 Sangat tinggi
96

Lampiran 6 Lanjutan
Contoh perhitungan nilai produksi:

Tentukan banyaknya kelas, dengan persamaan:


1 + 3,32 Log N = 1 + 3,32 Log (28)
= 5,80 ≈ 6

Tentukan wilayah = nilai maksimum – nilai minimum


= 77.033.962.000 – 12.152.000
= 77.021.810.000

Tentukan interval = (wilayah/banyak kelas)


= 77.021.810.000/ 6
= 12.836.968.333

Tentukan batas kelas:

Batas bawah = limit bawah – ½ nilai satuan terkecil


Batas atas = limit atas – ½ nilai satuan terkecil
Sehingga diperoleh:
Selang kelas (Rp/kg) Batas kelas (Rp/kg) Nilai Kategori
12.152.000 – 12.849.120.333 ≤ 12.849.120.333,5 1 Sangat rendah
12.849.120.334 – 25.686.088.668 12.849.120.333,5 25.686.088.668,5 2 Rendah
25.686.088.669 – 38.523.057.002 25.686.088.668,5 - 38.523.057.002,5 3 Sedang
38.523.057.003 – 51.360.025.336 38.523.057.002,5 - 51.360.025.336,5 4 Cukup tinggi
51.360.025.337 – 64.196.993.671 51.360.025.336,5 - 64.196.993.671,5 5 Tinggi
64.196.993.672 – 77.033.962.005 ≥64.196.993.671,5 6 Sangat tinggi
97

Lampiran 7 Contoh alat tangkap long line serta metode pengoperasiannya

Sumber: Subani dan Barus, 1978


98

Lampiran 8 Contoh alat tangkap purse seine serta metode pengoperasiannya

Sumber: Subani dan Barus, 1978


99

Lampiran 9 Hasil checksheet tuna segar (Thunnus spp.) yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Jakarta selama proses penyortirannya.
100

Lampiran 9 Lanjutan
101

Lampiran 10 Contoh Perhitungan Peta Kendali np Tuna Segar (Thunnus spp.)


Diketahui:
Jumlah total produk tuna yang cacat = 258 ekor
Jumlah rata-rata proporsi produk tuna yang cacat = 0,2200
Jumlah proses = 20 proses
Jumlah Sampel = 60 ekor tuna

 CL = np = Jumlah proporsi produk yang cacat


Banyaknya proses
= 258
20
= 12,9000

 UCL = np + 3

= 12,9000 + 3
= 22,4466

 LCL =n p– 3

= 12,9000 – 3
= 3,3534

Keterangan :
= Rata-rata proporsi produk cacat
n = Banyaknya sampel
CL = Centre Limit (Batas tengah)
UCL = Upper Control Limit (Batas atas)
LCL = Lower Control Limit (Batas bawah)
102

Lampiran 11 Hasil checksheet cakalang segar (Katsuwonus pelamis) pada saat


proses penyortirannya di PPS Nizam Zachman, Jakarta.
103

Lampiran 11 Lanjutan
104

Lampiran 12 Contoh Perhitungan Peta Kendali P Cakalang segar (Katsuwonus


pelamis) di PPS Nizam Zachman, Jakarta

Diketahui:
Jumlah total produk cakalang yang cacat = 457 ekor
Jumlah total sampel = 1.391 ekor
Jumlah proses = 20 proses

 CL = p =

= 0,3285

 UCL 1 = +3

= 0,3285 + 3

= 0,5104

 Untuk UCL pada proses selanjutnya, dilakukakan perhitungan dengan


rumus yang sama.

 LCL 1 = p–3

= 0,3285 – 3

= 0,1466

 Untuk LCL pada proses selanjutnya, dilakukakan perhitungan dengan


rumus yang sama
Lampiran 13 Diagram Sebab Akibat Mutu Ikan Tuna (Thunnus spp.)

Refrigator
Material Sarana

Kuantitas Kondisi kurang baik Palka

Air laut Termometer


Conveyer

Kondisi baik
Higienitas Higienitas
Kemunduran
mutu tuna
segar
Pendidikan Pembongkaran
Pengambilan insang
Pengetahuan dan isi perut
Distribusi tuna
ke TLC
Motivasi Pencucian

Keterampilan Terkena sinar Penentuan suhu palka


matahari dan
Koordinasi gesekan fisik tuna
Stabilitas suhu kurang baik
Nelayan
Lampiran
Metode
Lampiran 14 Diagram Sebab Akibat Mutu Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Refrigator

Material Sarana

Palka
Kuantitas Kondisi kurang baik

Termometer
Air laut Wadah
(keranjang dan
blong) Tidak berfungsi
dengan baik
Higienitas Higienitas
Kemunduran mutu
cakalang Segar

Pendistribusian Pemasukan ikan ke


Pendidikan
Pengetahuan ikan ke dalam palka
dermaga
SD
Koordinasi Tidak beraturan
Secara manual
Keterampilan Pembongkaran

Penyortiran
Penimbangan dan pengangkutan
Nelayan Jenis dan mutu
Metode
107

Lampiran 15 Proses penanganan tuna segar (Thunnus spp.) saat di pelabuhan

Kegiatan pembongkaran Tuna dari palka Kegiatan pengukuran suhu ikan di kapal

Pendistribusian tuna ke gedung TLC Tuna setelah tiba di TLC

Pengukuran suhu palka saat di pelabuhan Checker


108

Lanjutan Kondisi daging tuna segar (Thunnus spp.) setelah dichecker

Tuna mutu 1 Tuna mutu 2

Tuna mutu 3 Pembersihan lantai kapal


109

Lanjutan Proses penanganan cakalang segar (Katsuwonus pelamis) saat di pelabuhan

Kegiatan penyortiran cakalang segar. Kegiatan pembongkaran cakalang dari dalam


palka.

Cakalang dengan mutu kurang baik. Cakalang dengan mutu baik.

Pendistribusian cakalang dari kapal ke darat. Pengangkutan cakalang menuju pabrik


pengolahan.

Anda mungkin juga menyukai