Anda di halaman 1dari 114

OPTIMASI PERIKANAN LAYANG DI KABUPATEN SELAYAR

PROPINSI SULAWESI SELATAN

FINRIYANI ARIFIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Perikanan Layang di


Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2008

Finriyani Arifin
NRP C451060071
RINGKASAN

FINRIYANI ARIFIN. 2008. Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar


Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDY
WIRYAWAN.

Kabupaten Selayar memiliki potensi perikanan ikan pelagis kecil yang cukup
besar. Salah satu ikan pelagis kecil yang dominan berada di perairan Selayar adalah
ikan layang sebesar 31,5 ton/tahun. Usaha perikanan tangkap pelagis kecil di
Kabupaten Selayar umumnya menggunakan purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan prioritas
pengembangan teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar, (2)
mengalokasikan unit penangkapan ikan layang yang optimum dan berkelanjutan di
Kabupaten Selayar dan (3) menentukan strategi pengembangan alat tangkap ikan
layang di Kabupaten Selayar. Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai bahan
informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan
layang dan bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan
mengenai pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi
Selatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu dengan
wawancara dan observasi langsung di lapangan. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) metode skoring untuk menetapkan unit penangkapan ikan
layang berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkungan; (2) analisis linear goal programming untuk mengalokasikan unit
penangkapan ikan layang; dan (3) analisis SWOT bertujuan untuk menentukan
strategi pengembangan perikanan layang yang ada di Kabupaten Selayar.
Prioritas teknologi yang terpilih sesuai dengen kriteria biologi, teknis, sosial,
ekonomi adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut
pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga. Sedangkan dari segi
keramahan lingkungan alat tangkap jaring insang hanyut termasuk alat tangkap
yang ramah lingkungan sedangkan alat tangkap purse seine dan bagan perahu
adalah alat tangkap kurang ramah lingkungan. Gabungan keseluruhan aspek
menempatkan alat tangkap purse seine pada urutan pertama sebesar 16,6, jaring
insang hanyut sebesar 13,6 dan bagan perahu sebesar 9,3. Alokasi unit
penangkapan purse seine sebagai alat tangkap yang diprioritaskan berdasarkan
analisis program LINDO yang direkomendasikan sebanyak 61 unit sehingga terjadi
penambahan sebesar 31 unit dari jumlah alat tangkap yang ada saat ini beroperasi
di Perairan Selayar. Sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 300
unit dan bagan perahu sebesar 50 unit. Strategi pengembangan perikanan layang di
Kabupaten Selayar adalah (1) optimalisasi usaha perikanan layang, (2) penggunaan
unit penangkapan ikan yang hemat bahan bakar minyak, (3) penyediaan modal
usaha dengan bunga rendah, dan (4) peningkatan peranan stakeholders dan
masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap.

Kata kunci : purse seine, optimalisasi perikanan layang, Kabupaten Selayar.


ABSTRACT

FINRIYANI ARIFIN. Optimization of Scads Fishery in Selayar District South


Sulawesi Province. Under supervision of SUGENG HARI WISUDO, and BUDY
WIRYAWAN.

Scads is a potential fishing resources in Selayar regency. The production of


scads fishery landed in Selayar regency was 31.5 ton in 2006. The objectives of the
research are 1) to determine priority of catching technology development for scads
fish in Selayar district; 2) optimum allocation of scads fish catching unit in Selayar
district; and 3) to determine development strategy of scads fishery. Survey method
and direct observation was used in research methodology. Some analysis used in
this research were 1) Scoring method, to determine the best of scads fishing
technology pursuant to biological, tehnical, sosial, economical aspects and
environmentally friendly; 2) LINDO analysis was used to determine optimum
allocation in scads fish catching unit; and 3) SWOT analysis was used to determine
development strategy of scads fishery. The result of this research is that the scads
purse seine fishing technology become the most effective, efficient and suistainable.
Optimum number allocation of scads fish catching unit used in Selayar district waters
is 61 units of purse seine. The development strategy of scads fishery at Selayar
district are (1) Optimizing scads fishery; (2) Operating economical oil consumption
fishing unit; (3) Capital effort with low interest are available; and (4) Improvement of
stakeholders and public function in fishing gear operation controlling.

Keywords : purse seine, optimization of scads fishery, Selayar district.


© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
OPTIMASI PERIKANAN LAYANG DI KABUPATEN SELAYAR
PROPINSI SULAWESI SELATAN

FINRIYANI ARIFIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi


Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa : Finriyani Arifin
NRP : C451060071
Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana


Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 7 April 2008 Tanggal Lulus


PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Optimasi
Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Dr. Ir. Budy Wiryawan,
M.Sc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, saran, semangat dan dukungan dalam penyusunan
tesis ini. Dr. Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si selaku penguji luar komisi atas koreksi, saran
dan pertanyaan yang memberikan bobot tersendiri dalam penyempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih pula kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku
ketua Program Studi dan seluruh staf dosen dan staf administrasi Program Studi
Teknologi Kelautan atas bantuan kelancaran selama proses menyelesaikan studi.
Terima kasih kepada Bapak Bupati Selayar atas bantuan dana penelitian
Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP dan Dr. Ir. Metusalach, M.Sc yang telah memberikan
rekomendasi dan Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc atas dukungan dan bantuan literatur
yang telah diberikan.
Untuk keluarga Bapak Amiruddin, SE, MM, Ir. Nursyamsinah, dr. Nurlaela,
adik kecilku Irsyad atas segala limpahan kasih sayangnya selama penulis
menyelesaikan studi dan Nur Aminah, SE, Nurlinda, ST, Agus Salim, S.STp dan
Rahmat Hidayat yang sudah menyanyangi, merawat dan menjaga kedua orang
tuaku selama menyelesaikan studi serta seluruh keluarga yang ada di Kabupaten
Selayar, Jeneponto dan Makassar yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
doa dan motivasinya.
Rekan-rekan Pascasarjana PS TKL 2006: Muhd. Tahsim Hajatuddin, S.Pi,
Amirul Karman, S.Pi, Arif Febrianto, S.Pi, Moh. Riyanto, S.Pi, Benediktus Jeujanan,
S.Pi, Adnan, S.Pi, Hufiadi, S.Pi, Muklis, S.Pi, Rudiansyah Latif, S.Pi, Takril, S.Pi, Adi
Heriawan, S.Kom, Yeyen Kurniawan, S.Pi, Ririn Irnawati, S.Pi, Stany R.
Siahaenenia, S.Pi, Dina Mayasari, S.Pi, Isnaniah, S.Pi dan TKL S3 Bapak Irham,
S.Pi, atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaannya selama ini.
Terima kasih pula untuk sahabat-sahabatku PSP Angkatan 2002, Fadliah
Ahmad, S.Pi, Andi Yulianti, A.Ma, Indah Fitriana, S.Pi atas kesediannya
mendengarkan keluh kesahku, dan seseorang yang telah memberikan suport,
semangat dan menjadi inspirasiku sehingga ingin terus berkarya serta Marissa
Oktaviani, S.Pi atas bantuannya selama penelitian. Teman-teman sekosan di
Gemises, Anggrek dan Bougenville serta Dwi Rosalina, S.Si, Isnaini, S.Si, Nurmila
Anwar, S.Pi atas kebersamaanya dalam suka dan duka selama menempuh studi.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Ir. Arifin Daeng Marola dan Ibu dr. Saribulan
Arifin atas segala limpahan kasih sayangnya, pengorbanan, doa, keikhlasan dan
kesabaran yang diberikan secara tulus selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dari
segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan
dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini.

Bogor, April 2008


Finriyani Arifin
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 4 Januari 1984 dari


pasangan ayah Ir. Arifin Daeng Marola dan ibu dr. Saribulan Arifin. Penulis
merupakan putri tunggal.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan pada tahun
2002 di terima di Universitas Hasanuddin melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (UMPTN) pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Tahun 2006 penulis
dinyatakan lulus strata satu dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan
program magister pada Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Selama kuliah penulis aktif pada Forum Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (FORUM WACANA IPB) sebagai sekertaris bagian internal periode
2008/2009.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv


DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvii
1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan dan Manfaat.............................................................................. 3
2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 5
2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus spp).................... 5
2.2 Daerah Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp).................................. 8
2.3 Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil............................................................ 9
2.3.1 Purse seine (pukat cincin) ......................................................... 9
2.3.2 Jaring insang hanyut.................................................................. 11
2.3.3 Bagan perahu............................................................................ 12
2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap.......................................... 14
2.5 Konsep Dasar Sistem Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan............. 15
2.6 Teori Optimasi....................................................................................... 17
2.7 Teori Program Linear............................................................................ 18
3 METODOLOGI........................................................................................... 20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 20
3.3 Metode Penelitian................................................................................. 20
3.4 Analisis Data......................................................................................... 26
3.4.1 Metode skoring........................................................................... 27
3.4.2 Analisis optimasi......................................................................... 30
3.4.3 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities
and Threats)............................................................................... 33
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................................. 36
4.1 Letak dan Kondisi Geografis............................................................... 36
4.2 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar.............. 37
4.3 Nelayan di Kabupaten Selayar............................................................ 38
4.4 Armada Perikanan Tangkap................................................................ 39
5 HASIL......................................................................................................... 41
5.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Layang........................................... 41
5.1.1 Unit penangkapan purse seine................................................... 41
5.1.2 Teknik pengoperasian purse seine............................................. 42
5.1.3 Unit penangkapan jaring insang hanyut..................................... 44
5.1.4 Teknik pengoperasian jaring insang hanyut............................... 45
5.1.5 Unit penangkapan bagan perahu............................................... 46
5.1.6 Teknik pengoperasian bagan perahu......................................... 48
5.2 Teknologi yang Tepat Untuk Perikanan Layang di
Kabupaten Selayar.............................................................................. 49
5.2.1 Analisis aspek biologi................................................................. 50
5.2.2 Analisis aspek teknis.................................................................. 51
5.2.3 Analisis aspek sosial.................................................................. 52
5.2.4 Analisis aspek ekonomi.............................................................. 52
5.2.5 Analisis aspek keramahan lingkungan....................................... 53
5.2.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan
keramahan lingkungan............................................................... 54
5.3 Analisis Optimasi................................................................................. 55
5.4 Analisis SWOT.................................................................................... 60
6 PEMBAHASAN.......................................................................................... 63
6.1 Pemilihan Teknologi Untuk Ikan Layang di
Kabupaten Selayar.............................................................................. 63
6.1.1 Analisis aspek biologi................................................................. 63
6.1.2 Analisis aspek teknis.................................................................. 63
6.1.3 Analisis aspek sosial.................................................................. 64
6.1.4 Analisis aspek ekonomi.............................................................. 64
6.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan....................................... 66
6.1.6 Analisis gabungan beberapa aspek............................................ 67
6.2 Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Layang......................... 67
6.3 Strategi Pengembangan Perikanan Layang........................................ 68
7 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 71
7.1 Kesimpulan......................................................................................... 71
7.2 Saran.................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 72
LAMPIRAN....................................................................................................... 77
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Jenis dan daerah penyebaran ikan layang (Decapterus spp)
di perairan Indonesia.................................................................................. 9
2 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan layang.............. 21
3 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan
ikan layang.................................................................................................. 22
4 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan
unit penangkapan ikan layang.................................................................... 23
5 Pengukuran parameter ekonomi pada nelayan yang menggunakan
unit penangkapan ikan layang.................................................................... 23
6 Pembobotan tiap unsur SWOT................................................................... 34
7 Maktriks hasil analisis SWOT...................................................................... 34
8 Rangking alternatif strategi......................................................................... 35
9 Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten
Selayar tahun 2002-2006............................................................................ 37
10 Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten
Selayar....................................................................................................... 37
11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar.......................................... 39
12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar................. 39
13 Jumlah kapal penangkap ikan berdasarkan jenis kapal dirinci
perkecamatan............................................................................................. 40
14 Alat penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar tahun 2006.............. 40
15 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi
unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut
dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 50
16 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis
unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut
dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 51
17 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial
unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut
dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 52
18 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi
unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut
dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 53
19 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang
hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar....................................... 54

20 Pengelompokan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan


lingkungan.................................................................................................. 54

21 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan


lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang
hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar....................................... 55

22 Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan


ikan layang di Kabupaten Selayar............................................................... 56

23 Alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar....... 60

24 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan layang


di Kabupaten Selayar.................................................................................. 61

25 Analisis SWOT pengembangan perikanan layang di Kabupaten


Selayar....................................................................................................... 62
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pikir penelitian perikanan layang di Kabupaten
Selayar Propinsi Sulawesi Selatan............................................................. 4
2 Ikan layang (Decapterus russelli)................................................................ 6
3 Ikan layang (Decapterus macrosoma)........................................................ 7
4 Unit penangkapan purse seine................................................................... 10
5 Unit penangkapan jaring insang hanyut...................................................... 11
6 Unit penangkapan bagan perahu................................................................ 13
7 Tempat pendaratan ikan di Kabupaten Selayar (tampak samping)............. 39
8 Pabrik es dan cold storage di Kabupaten Selayar (tampak depan)............. 39
9 Kapal purse seine yang dioperasikan di Kabupaten Selayar...................... 42
10 Desain alat tangkap purse seine yang dioperasikan di perairan
Kabupaten Selayar..................................................................................... 42
11 Kapal jaring insang hanyut yang digunakan di perairan Kabupaten
Selayar....................................................................................................... 44
12 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di perairan
Kabupaten Selayar..................................................................................... 45
13 Konstruksi bagan perahu yang dioperasikan di perairan
Kabupaten Selayar..................................................................................... 47
14 Perkembangan produksi ikan layang di perairan Selayar periode
tahun 2002-2006......................................................................................... 56
15 Hubungan antara hasil lestari ikan layang dengan upaya
penangkapan model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi
penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar.......................... 58
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 78


2 Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip)...................................... 80
3 Hasil analisis program Maple VIII terhadap fungsi produksi
ikan layang.................................................................................................. 81
4 Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap.............................................. 86
5 Hasil analisis LINDO untuk alokasi unit penangkapan ikan
layang di perairan Kabupaten Selayar........................................................ 95
6 Dokumentasi hasil penelitian...................................................................... 97
DAFTAR ISTILAH

Berkelanjutan Pemanfaatan sumber daya secara lestari, yaitu di


mana laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama
dengan laju pemulihan sumber daya tersebut.

Biodervisity Keanekaragam hayati yang ada di dalam suatu habitat


yang menunjukkan produktivitas suatu perairan.

By-catch Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari


hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi
penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama
penangkapan (target spesies).

Nelayan Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalan


operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya
atau tanaman air.

Net Benefit Cost Perbandingan antara total penerimaan


(Net B/C) bersih dan total biaya produksi.

Net Present Value Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan


(NPV) dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat
bunga tertentu.

Pengembangan Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada


sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada
suatu kemajuan.

Perikanan Semua kegiatan yang berhubungan dengan


pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan lingkungannya
mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan.

Perikanan Tangkap Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak


dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara
apa pun, termasuk kegiatan yang mengunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya.

Unit Penangkapan Ikan Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi


penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan,
alat tangkap, dan nelayan.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perikanan tangkap merupakan salah satu sistem yang terdapat dalam sektor
perikanan dan kelautan yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang
saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya, antara lain sarana
produksi, usaha penangkapan, prasarana unit pengolahan, unit pemasaran dan unit
pembinaan. Dalam usaha perikanan tangkap, faktor biologi, lingkungan perairan,
dan sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap kegiatan produksi. Sistem ini mempunyai interaksi yang kompleks antara
stok dan faktor produksi seperti alat tangkap, armada, keterampilan nelayan dan
modal usaha yang digunakan dalam operasi penangkapan. Kegiatan perikanan
skala kecil pada umumnya memiliki jangkauan usaha penangkapan yang masih
terbatas di perairan pantai, dengan produktivitas yang dihasilkan masih rendah
(Barus et al. 1991).
Perairan Kabupaten Selayar memiliki potensi sumberdaya perikanan
khususnya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun diduga tingkat
pemanfaatannya masih belum optimal. Salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil,
yang menjadi andalan utama nelayan Selayar dan mempunyai prospek ke depan
yang baik serta merupakan hasil tangkapan dominan pada alat tangkap ikan pelagis
kecil adalah ikan layang. Produksi ikan layang sebagai ikan ekonomis penting
dengan potensi sumberdaya menempati urutan prioritas yang utama dan
memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produksi perikanan pelagis di
Kabupaten Selayar adalah sebesar 31,5 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan
Selayar 2007). Ikan layang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang
bervariasi menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu (DKP Selayar 2007).
Beberapa penelitian terdahulu mengkaji keadaan perikanan di Kabupaten
Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian tersebut diantaranya mengenai,
pengembangan perikanan tangkap di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate
(Sultan 2004), model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap: kasus
perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan (Barani 2005), studi pengembangan
perikanan tangkap di Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar (Arifin 2006) dan
2

teknologi penangkapan pilihan untuk ikan cakalang di perairan Selayar Provinsi


Sulawesi Selatan (Rukka 2006). Penelitian tersebut belum mencakup mengenai
optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan layang sebagai salah satu sumberdaya ikan
pelagis kecil yang dominan tertangkap di perairan Kabupaten Selayar Propinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu mengadakan
penelitian mengenai optimasi perikanan layang yang diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan serta keberlanjutan usaha kegiatan penangkapan akan
terjamin, sehingga sektor ini menjadi pilar pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan usaha perikanan secara umum dilakukan melalui


peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan yang ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, devisa negara, gizi masyarakat dan
penyerapan tenaga kerja, tanpa menganggu atau merusak kelestarian sumberdaya
perikanan yang ada. Usaha peningkatan produktivitas dan produksi perikanan
tangkap tersebut ternyata sulit dibandingkan dengan usaha peningkatan produksi
pada usaha pertanian lainnya yang memanfaatkan sumberdaya daratan, karena itu
diperlukan berbagai pertimbangan, baik dari segi biologi, teknis, sosial, ekonomis,
dan keramahan lingkungan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang
dilakukan.
Perairan Kabupaten Selayar memiliki potensi sumberdaya perikanan
khususnya ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap adalah ikan layang, namun
tingkat eksploitasinya masih rendah. Sebahagian besar usaha perikanan yang
berkembang di daerah ini masih tergolong perikanan pantai dimana kegiatan
penangkapan masih dilakukan oleh perikanan rakyat dengan menggunakan
teknologi penangkapan yang relatif sederhana. Alat tangkap yang umumnya
digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah purse
seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu.
Usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan ikan pelagis kecil khususnya
ikan layang yang memberikan kontribusi terbesar di daerah Kabupaten Selayar
Propinsi Sulawesi Selatan telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi yang
belum dimanfaatkan karena faktor sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap
yang masih kurang dan sederhana serta belum berfungsi secara optimal. Disamping
3

itu memiliki modal usaha yang terbatas, umumnya kualitas sumberdaya manusia
relatif masih rendah hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan
nelayan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi
yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dihadapi dalam
usaha perikanan khususnya pemanfaatan ikan layang dengan alat tangkap purse
seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu adalah belum diketahuinya alat
tangkap yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan ditinjau dari aspek biologi,
teknis, sosial ekonomi dan keramahan lingkungan. Serta alokasi dari unit
pengembangan perikanan layang dan strategi-strategi pengembangan perikanan
layang. Dengan demikian diperlukan pengkajian terhadap usaha perikanan layang
dengan menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu untuk mendapatkan alat tangkap mana yang lebih efektif, efisien dan
berkelanjutan sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa menganggu
keberlangsungan sumberdaya yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1).

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah :


1) Menentukan prioritas utama teknologi penangkapan ikan layang di
Kabupaten Selayar
2) Menentukan jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum dan
berkelanjutan di Kabupaten Selayar
3) Menentukan strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam
mengembangkan usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan
mengenai pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.
4

Mulai

Kegiatan pemanfaatan sumberdaya


ikan layang di Kabupaten Selayar

Analisis keragaan alat tangkap

Teknologi penangkapan Alokasi unit penangkapan


ikan layang ikan layang

Rekomendasi pengembangan
perikanan layang

Analisis SWOT

Strategi pengembangan
perikanan layang

Selesai

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian perikanan layang di Kabupaten Selayar


Propinsi Sulawesi Selatan
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus spp)


Menurut Weber dan Beaufort (1931) dalam Najamuddin (2004) sistematika
ikan layang (Decapterus spp) adalah sebagai berikut :
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidae
Devisi : Carangi
Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli, (Ruppel)
D. macrosoma, (Bleeker)
D. lajang, (Bleeker)
D. Kurroides, (Bleeker)
D. maruadsi, (Temminck dan Schlegel)
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan
Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh sayap.
Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu bergerak
sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai karena
bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa genus
marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae, karena
mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung dan sirip
dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian belakang
garis sisi (lateral line) terdapat sisik-sisik berlengir (lateral scute) (Burhanuddin et al.
(1983) dalam Najamuddin (2004)).
Berikut ini deskripsi dari beberapa jenis ikan layang menurut Saanin (1984);
Nontji (1993) adalah sebagai berikut :
1. Decapterus russelli (Ruppell)
Decapterus russelli nama Indonesia disebut ikan layang dan nama daerah
khusus untuk Jawa disebut Benggol, Kerok, layang; Jabar/Jakarta : Layang; Madura:
6

Kaban padara, Kaban patek, Lajeng rencek bulus, Rencek kaban, Rencek padara,
Rencek patek ; Maluku (Ambon) : Momar merah ; Nusa Tenggara Timur : Layang.
Decapterus russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua sirip
punggung, sirip punggung pertama berjari-jari 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras
2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik dibelakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Termasuk
pemakan plankton (invertebrata).
Hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi, membentuk gerombolan
besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya 20 – 25 cm. Warna biru kehijauan,
hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu
kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup
insang (Gambar 2).

Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)


Gambar 2 Ikan layang (Decapterus russelli)

2. Decapterus macrosoma (Bleeker)


Decapterus macrosoma nama Indonesia disebut ikan layang dan nama
daerah khusus untuk Jawa disebut benggol deles, layang deles, layang lidi, luncu;
Jawa Barat/Jakarta : layang deles; Madura : bulus blanseng, Kaban bulus: bawean :
Bulus ; Muna-Buton : Lada Seram : Iya biya; Ambon : momar, momol, momare, kela
mahu; Saparua : momar papeda; Nusa Tenggara Timur : layang.
Decapterus macrosoma mempunyai badan memanjang,seperti cerutu.
Badan sepintas lalu seperti tongkol. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 8; sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 32 – 35 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras
2 (lepas), 1 jari-jari keras bergandeng dengan 26 – 30 jari-jari lemah. Di belakang
7

sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Terdapat
25 – 30 sisik duri pada garis sisinya.
Termasuk pemakan plankton kasar. Hidup bergerombol di perairan lepas
pantai, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi. Dapat mencapai
panjang 40 cm, umumnya 25 cm. Warna biru kehijauan bagian atas, putih perak
bagian bawah. Sirip-siripnya kuning pucat atau kuning kotor. Satu totol hitam pada
bagian atas penutup insang, dan pangkal sisip dada (Gambar 3).

Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)


Gambar 3 Ikan layang (Decapterus macrosoma)

3. Decapterus macarellus (Cuvier)


Decapterus macarellus nama Indonesia disebut ikan malalugis biru. Jari-jari
sirip terdiri dari D VIII; I, 31 – 37, A. II; I, 27 – 31, GR 9 – 31 + 31 – 39. Mempunyai
tubuh memanjang dan ramping; sirip punggung pendek, tidak sampai melebihi garis
vertical dari ujung posterior duri-duri perut; garis lateral terdiri dari 68 – 79. Sisik
berbentuk kurva, 19 – 33 sisik berbentuk lurus diikuti dengan 23 – 32 scute; tidak
mempunyai gigi pada rahang atas, membran sub spesifik rahang atas berwarna
putih; ujung rahang atas berbentuk lurus dan jaringan adipose mata berkembang
dengan baik. Berwarna biru metalik sampai kehitaman pada bagian atas, putih
keperakan pada bagian bawah, terdapat bintik/noda hitam kecil pada garis tepi
operkulum. Sirip ekor berwarna kuning kehitaman, sedang sirip lainnya berwarna
putih kehitaman. Panjang tubuh bisa mencapai 28 cm.
4. Decapterus kurroides (Bleeker)
Jari-jari sirip terdiri dari D VIII, I, 28 – 30, A. II; I 22 – 26, GR 9 – 12 + 26 –
32. Mempunyai tubuh memanjang dan sedikit gepeng. Jaringan adipose menutup
seluruh mata dan terdapat sebuah celah. Sisik berada diatas kepala dan menyebar
8

mendekati garis tepi anterior mata. Sirip dada memanjang mendekati sebuah garis
vertikal dari sirip dorsal lemah. Rahang atas dengan rangkaian gigi, rahang bawah
memiliki sederatan gigi yang tidak teratur. Lateral line melengkung kebawah didepan
terdapat 47 – 55 scute pada bagian yang lurus. Badan bagian atas berwarna biru
kehijauan dan bagian bawah berwarna putih keperak-perakan. Terdapat satu bintik
noda hitam pada garis tepi operkulum. Sirip ekor berwarna merah, spinous dorsal
dan sirip dorsal lemah kadang-kadang berwarna kehitaman, sedangkan sirip lainnya
berwarna putih. Panjang tubuh mencapai 17 cm.

2.2 Daerah Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp)

Penyebaran ikan layang sangat luas di dunia. Jenis-jenis ikan ini mendiami
perairan tropis dan sub tropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik. Walaupun jenis
ikan ini hidup di wilayah yang luas, namun setiap jenis mempunyai wilayah sebaran
tertentu . Ikan layang di Perairan Indonesia terdapat 5 jenis ikan layang yakni
Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus
macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies tersebut hanya
Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia mulai
dari Kepulauan Seribu hingga Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang
senang hidup di perairan dangkal seperti di Laut Jawa ( termasuk Selat Sunda,
Selat Madura, dan Selat Bali), Ambon dan Ternate.
Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali, Laut Banda, Selat
Makasar dan Sangihe. Ikan layang Deles (Decapterus macrosoma Ruppell)
termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil yang sudah dieksploitasi secara intensif
di perairan Selat Makassar. Decapterus kurroides terdapat di Selat Bali, Labuhan
dan Pelabuhan Ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar,
hidup di laut dalam seperti di Laut Banda. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 100
meter atau lebih (Gafa et al. (1993); Nontji (1993)).
Layang (Decapterus spp) terutama terkonsentrasi di perairan utara Jawa,
utara dan selatan Sulawesi. Daerah penyebarannya mulai dari barat Sumatera,
selatan Jawa, timur Kalimantan, Nusa Tenggara, selatan dan barat Kalimantan,
Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Jenis dan daerah
penyebaran ikan layang di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
9

Tabel 1 Jenis dan daerah penyebaran ikan layang (Decapterus spp) di perairan
Indonesia
No. Jenis Ikan Daerah Penyebaran
Decapterus russelli Kepulauan Seribu hingga Bawean
1.
dan Pulau Masalembo
Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan
2. Decapterus kurroides
Ratu
Laut Jawa (Selat Sunda, Selat
3. Decapterus lajang Madura dan Selat Bali), Selat
Makassar, Ambon dan Ternate
Selat Bali, Selat Makassar dan
4. Decapterus macrosoma
Sangihe
5. Decapterus maruadsi Laut Banda

2.3 Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil

2.3.1 Purse seine (pukat cincin)

Alat tangkap purse seine atau pukat cincin adalah jaring yang umumnya
berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan
melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga
dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan
berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut pukat cincin karena alat
tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting
terutama pada waktu pengoperasian jaring (Gambar 4 ). Adanya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang (seine net)
akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus 1989).
Menurut Brandt (1984) purse seine dibentuk dari dinding jaring yang sangat
panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali ris
atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi
jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah yang
merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga
memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat
cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan penjerat
seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981).
Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal
walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar,
pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai
10

utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan 1973/1974 di
Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus 1989).

Sumber : Brandt (1984)


Gambar 4 Unit penangkapan purse seine

Baskoro (2002) menyatakan bahwa purse seine dioperasikan dengan cara


melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit
kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan
hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah
melalui cincin.
Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan
permukaan (pelagic fish). Tingkah laku ikan layang membentuk gerombolan dekat
dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam hari di permukaan
perairan (Jaiswar et al. 2001). Hasil tangkapan yang mendominasi hasil tangkapan
pukat cincin biasanya adalah jenis ikan layang yaitu antara Decapterus russelli dan
Decapterus macrosoma (Atmajaya dan Nugroho 2005).
Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan purse seine di dunia
menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan tipe
Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge (anjungan)
dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal purse seine tipe Skandinavia
(Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang akomodasi di buritan. Kegiatan
penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal (starboart), sedangkan sisi kiri
kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi.
11

Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power block,
biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985). Menurut Fridman (1986) jenis
purse seine yang dioperasikan dengan satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang
terletak pada salah satu ujung jaring, sedangkan kantong (bunt) pada purse seine
yang manggunakan dua unit kapal terletak pada bagian tengah jaring

2.3.2 Jaring insang hanyut

Gill net sering diterjemahkan dengan istilah jaring insang atau jaring rahang
dan lain-lain. Istilah Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang
tertangkap gill net terjerat pada bagian operculumnya pada bagian jaring. Penamaan
gill net di Indonesia beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan
yang tertangkap (jaring koro, jaring udang dan sebagainya), ada pula disertai
dengan nama tempat dan sebagainya (Sudirman dan Mallawa 2003).
Salah satu jenis jaring insang adalah jaring insang hanyut (drift gill net).
Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pengoperasiannya dibiarkan hanyut
dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan, kolom
perairan atau dihanyutkan di dasar perairan (Martasuganda 2005). Secara lebih
jelasnya gambar jaring insang hanyut dapat dilihat pada Gambar 5

Sumber : Martasuganda (2005)

Gambar 5 Unit penangkapan jaring insang hanyut


12

Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net adalah dengan cara ikan tersebut
terjerat (gilled) pada mata jaring ataupun terbelit (entangled) pada tubuh jaring. Pada
umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan gill net adalah ikan-ikan yang
bermigrasi secara horizontal dan bermigrasi secara vertilal tidak seberapa aktif.
Dengan kata lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada suatu range layer-
depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar jaring dapat
ditentukan (Sudirman dan Mallawa 2003).
Jaring insang hanyut dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan
merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena
posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat dilakukan atau gerakan jaring bersamaan
dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat
diabaikan (Sudirman dan Mallawa 2003).

2.3.3 Bagan perahu

Bagan merupakan alat tangkap yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan
dan Tenggara, dan mulai diperkenalkan pertama kalinya oleh nelayan-nelayan
Makassar dan Bugis sekitar tahun 1950. Kemudian dalam tempo relatif singkat
sudah dikenal hampir di seluruh daerah perikanan laut di Indonesia dan dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan bentuk (Subani dan
Barus 1989).
Menurut Brandt (1984), bagan merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan
ke dalam kelompok jaring angkat (lift net). Dalam pengoperasiannya, jaring
diturunkan ke dalam perairan, kemudian diangkat secara vertikal. Penangkapan
dengan bagan hanya dilakukan pada waktu malam hari, terutama pada saat gelap
bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan
Barus 1989). Pengoperasian alat tangkap bagan menggunakan atraktor cahaya
(light fishing) sehingga tidak efisien apabila digunakan pada saat terang bulan
(purnama). Hal ini dikarenakan pada waktu terang bulan ikan-ikan cenderung
menyebar di dalam kolom perairan (Gunarso 1984), sehingga fungsi cahaya
sebagai atraktor tidak efisien bila dibandingkan saat gelap bulan. Oleh karena itu,
umumnya nelayan-nelayan bagan tidak melakukan operasi penangkapan pada saat
terang bulan.
13

Menurut Subani (1989), lampu yang umum digunakan sebagai atraktor


cahaya adalah lampu petromaks yang berkekuatan 250 – 400 lilin yang digantung di
atas permukaan perairan dengan jarak lebih kurang 1 meter. Bagan perahu (boat lift
net) menggunakan dua buah perahu yang pada bagian depan dan belakang
dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga berbentuk bujur sangkar sebagai
tempat untuk menggantungkan jaringnya. Seperti juga rakit, bagan perahu ini dapat
berpindah tempat penangkapannya.

Sumber : Sudirman dan Mallawa (2003)


Gambar 6 Unit penangkapan bagan perahu

Operasi penangkapan dimulai pada saat matahari mulai terbenam. Terlebih


dahulu jaring diturunkan sampai pada kedalaman yang diinginkan. Selanjutnya
lampu-lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan-ikan agar berkumpul di
bawah sinar lampu, maka jaring diangkat sampai berada di atas permukaan air dan
hasil tangkapan tersebut diambil dengan menggunakan serok. Hasil tangkapan
bagan selain cumi-cumi (Loligo spp) juga jenis-jenis ikan seperti teri, layang,
tembang, japuh, pepetek, selar, kerong-kerong, kapas-kapas, gulamah, biji nangka
dan sebagainya (Subani 1989).
14

2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha perubahan dari suatu


nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik ataupun dari suatu yang sudah baik
menjadi lebih baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang
menuju pada suatu kemajuan. Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang
bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan
dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah, dan
mengawetkan (Alhidayat 2002).
Menurut Bahari (1989) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan
merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan
nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Untuk menerapkan teknologi
yang lebih baik, dapat dilakukan seleksi teknologi yang meliputi aspek ”bio-tecnico-
sosio-economic”.
Menurut Haluan dan Nurani (1988), ada lima aspek yang harus dipenuhi suatu
teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu (1) Secara biologi tidak
merusak atau menganngu kelestarian sumberdaya; (2) Secara teknis efektif
digunakan; (3) Secara sosial dapat diterima oleh nelayan; dan (4) Secara ekonomi
bersifat menguntungkan. Satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu
adanya izin dari pemerintah (kebijakan atau peraturan pemerintah).
Menurut Gardenia (2006) pengembangan usaha perikanan harus
mempertimbangkan aspek-aspek bio-technico-socio-approach. Oleh karena itu ada
empat aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan suatu jenis alat
tangkap ikan yaitu :
1. Aspek biologi, alat tangkap tidak merusak atau menganggu kelestarian
sumberdaya.
2. Aspek teknis, alat tangkap yang digunakan efektif untuk menangkap ikan.
3. Aspek sosial, dapat diterima oleh masyarakat nelayan.
4. Aspek ekonomi, usaha tersebut bersifat menguntungkan.
Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada
perluasan kesempatan kerja, menurut Monintja (1987) teknologi perlu dikembangkan
adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga
15

kerja, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya dalam kaitannya


dengan penyedian protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit
penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta produktivitas nelayan
pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis
dan ekonomis.

2.5 Konsep Dasar Sistem Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang


dihadapi pada saat ini, telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa
pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang lebih dititik beratkan
pada kepentingan konservasi sumberdaya dan perlindungan lingkungan. Usaha-
usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan,
sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di
seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di laut Utara telah
melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkap sampingan
lebih dari 100 tahun yang lalu (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Kegiatan ini pada akhirnya telah mengarahkan kepada pengembangan
penelitian selektivitas mata jaring yang dilakukan oleh sebagian besar negara-
negara di benua Eropa. Hal tersebut kemudian diikuti oleh negara-negara di Asia.
Usaha-usaha tersebut di atas belum dapat dikatakan berhasil, setelah diketahui
bahwa hampir sebagian besar ikan-ikan yang lolos dari alat tangkap melalui
selektivitas dilaporkan mengalami kematian akibat luka atau stres yang diterima
selama proses penangkapan dan pelolosan (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Terlebih lagi dengan kerusakan lingkungan bumi dan sumberdaya alam yang
telah melampaui ambang batas dan menghawatirkan bagi kelangsungan hidup
generasi mendatang akhir-akhir ini, telah menggugah kepedulian masyarakat dunia
untuk segera bertindak. Akhir abad ke-20 kiranya dapat disebut sebagai abad sadar
lingkungan dengan telah dicanangkannya dua isu penting internasional yaitu
pemeliharaan lingkungan bumi dan jaminan penyediaan pangan (earth
environmental conservation and food security) (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Perhatian internasional tentang tingkat stres dan kematian dari ikan-ikan
setelah lolos dari alat tangkap dan diperlukannya standarisasi dari penelitian
selektivitas telah membawa kedua isu ini menjadi fokus perhatian para ahli
16

penangkapan ikan. Penelitian mengenai survival dan selektivitas telah menjadi


suatu topik utama dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini sejalan dengan
International Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dihasilkan dari
pertemuan konsultasi ahli-ahli perikanan dunia (FAO) tahun 1995. Untuk
mewujudkan pengembangan selektivitas alat tangkap secara sukses tanpa
mengakibatkan kematian ikan-ikan yang lolos melalui proses seleksi alat tangkap,
telah direkomendasikan bahwa kegiatan penelitian survival dan selektivitas harus
saling terkait (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Memasuki awal melenium III, trend pengembangan teknologi penangkapan
ikan di tekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
(environmental friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan,
yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic
disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap
polusi (Arimoto 1999).
Faktor lain bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan target resources
yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan
muda. Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang
dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa
pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dititik beratkan
pada kepentingan konservasi sumberdaya dan perlindungan lingkungan
(Purbayanto dan Baskoro 1999).
Proses seleksi alat tangkap ramah lingkungan dimulai dengan melihat
spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Apakah spesies tersebut termasuk
kategori dilindungi atau terancam punah, jika ya maka tidak dilakukan penangkapan.
Jika spesies termasuk kategori yang diperbolehkan, maka dapat dilanjutkan dengan
memilih teknologi penangkapan yang ada di perairan tersebut, dengan memenuhi
syarat ramah lingkungan dan berkelanjutan (Monintja 2000). Beberapa kriteria alat
tangkap ramah lingkungan dan berkelanjutan adalah:
1) Mempunyai selektivitas yang tinggi.
2) Tidak merusak habitat.
17

3) Tidak membahayakan operator.


4) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi.
5) Produk yang dihasilkan tidak membahayakan konsumen.
6) By-catch rendah.
7) Tidak berdampak buruk terhadap biodiversity.
8) Tidak menangkap ikan-ikan yang dilindungi.
9) Dapat diterima secara sosial.
10) Hasil tangkapan tidak melebihi TAC.
11) Tingkat keuntungan tinggi.
12) Nilai investasi rendah.
13) Penggunaan bahan bakar rendah.
14) Secara hukum legal.

2.6 Teori Optimasi

Optimasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari titik
optimum. Kata benda optimasasi merupakan suatu peristiwa atau kejadian proses
optimasi. Jadi teori optimasi adalah mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum
dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985). Ilmu dalam teori ini mempelajari
bagaimana mendapatkan dan menjelaskan sesuatu yang terbaik, setelah orang
dapat mengenali dan mengukur apa yang baik dan apa yang buruk.
Wiyono (2001) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, suatu usaha perikanan harus memiliki faktor produksi yang cukup dan
kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya
pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau
sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi
masalah keterbatasan sumberdaya tersebut.
Menurut Gaspersz (1996) menyatakan optimasi adalah suatu proses
pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap
alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil itu dipih alternatif yang
menghasilkan keadaan terbaik.
Persoalan optimasi dapat berbentuk maksimasi atau minimasi. Pada
umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya atau maksimum dan
18

keburukan sedikit-sedikitnya atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut


optimum. Dalam proses optimisasi, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran
kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai
sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu
keharusan. Menurut Supranto (1983), agar suatu persoalan dapat dipecahkan
dengan teknik linear programming harus memenuhi syarat berikut : (1)
harus dapat dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif
yang linear yang harus dibuat optimum; dan (3) pembatasan-pembatasan
harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear.
Kelebihan dari cara linear programming menurut Soekartawi (1995)
adalah :
1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer.
2) Dapat menggunakan banyak variabel. sehingga berbagai kemungkinan untuk
memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.
3) Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan
penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.
Sedangkan kelemahan penggunaan linear programming adalah bila
alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara linear programming yang
menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan
tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Kelemahan lainnya adalah
pada penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang
sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai.

2.7 Teori Program Liniear

Program linear adalah salah satu teknik analisis dari kelompok teknik riset
operasi yang memakai model matematika. Tujuannya adalah untuk mencari,
memilih, dan menentukan alternatif yang terbaik dari sekian alternatif layak yang
tersedia. Dikatakan linear karena peubah-peubah yang membentuk model program
liniear dianggap linear. Program linear pada hakekatnya merupakan suatu teknik
perencenaan yang bersifat analitis dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi
alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih mana yang terbaik diantaranya
dalam menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang alokasi
19

sumberdaya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran yang
diinginkan secara optimal (Agrawal dan Heady 1973).
Linear goal programming (LGP) merupakan pengembangan metode linear
programming (LP) yang diperkenalkan oleh Charnel dan Cooper pada awal tahun
enam puluhan. Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan
penggunaan fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya hanya mengandung satu
tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa
digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan
mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala (goal constraint),
memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu
untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan itu dicapai, dan menggabungkan
variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Pada LP tujuannya bisa maksimisasi
atau minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya adalah meminimumkan
penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua
masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono 1991).
Menurut Stevenson (1989) dalam Sultan (2004) mengatakan bahwa goal
programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat
digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran.
Selanjutnya Siswanto (1993), mengatakan bahwa dalam model goal programming
terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variasi tersebut berfungsi untuk
menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hendak
dicapai, dimana dalam proses pengolahan model tersebut jumlah variabel
deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan.
20

3 METODOLOGI

3.1 Waktu danTempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahapan berdasarkan


waktu kegiatan, yaitu :
1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 3 bulan (Juli – September 2007),
yaitu pengambilan data primer dan sekunder secara langsung di lapangan.
2) Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 4 bulan
(September 2007 - Februari 2008 ).
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi
Selatan (Lampiran 1).

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner sebagai


pedoman pengumpulan data, alat tulis menulis, seperangkat komputer untuk
rekapitulasi dan analisis data, alat ukur panjang (penggaris) serta alat perekam
berupa tape recorder, kamera digital untuk kepentingan dokumentasi penelitian.
Objek penelitian berupa unit penangkapan ikan layang yang menggunakan alat
tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah ikan layang.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini di laksanakan dengan metode penelitian survei terhadap


obyek nelayan sebagai pelaku. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi
langsung ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan
pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan layang serta wawancara
menggunakan kuisioner yang telah disusun sesuai dengan keperluan analisis
dan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat
penangkapan ikan layang, nelayan sebagai pekerja dan para stakeholders di
lokasi penelitian.
Responden dikumpulkan secara purposive sampling, yaitu dengan cara
memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan
diteliti (Mangkusbroto dan Trisnadi 1985). Jumlah responden sebesar 10 % dari
jumlah populasi yang ada yaitu sebanyak 45 orang dari 5 kecamatan
(Kecamatan Bontoharu, Kecamatan Bontomate’ne, Kecamatan Bontosikuyu dan
21

Kecamatan Bontomanai) tiap kecamatan 9 orang (3 orang nelayan purse seine,


3 orang nelayan jaring insang hanyut dan 3 orang nelayan bagan perahu).
Data sekunder berupa produksi dan nilai produksi ikan layang tahunan
(time series data) Kabupaten Selayar dari tahun 2002-2006, gambaran umum
perikanan di kabupaten Selayar yang diperoleh dari DKP Kabupaten Selayar
serta berbagai tulisan mengenai ikan layang yang ada hubungannya dengan
penelitian penulis melalui penelusuran pustaka (studi pustaka).
Data yang dikumpulkan untuk masing-masing aspek kajian (aspek biologi,
teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan) adalah sebagai berikut :
1. Aspek biologi
Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap
sumberdaya ikan layang sebagai hasil tangkapan utama dari alat tangkap purse
seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu . Parameter biologi yang menjadi
kajian terhadap sumberdaya layang seperti komposisi target spesies dari ketiga
alat tangkap yang diteliti, ukuran hasil tangkapan utama yaitu ikan layang dan
musim penangkapan ikan layang. Beberapa parameter biologi yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan layang


No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan
1. Komposisi target Komposisi hasil tangkapan utama yaitu ikan
spesies layang (dalam %)

2. Ukuran hasil tangkapan Rata-rata ukuran panjang total ikan layang


hasil tangkapan (dalam cm)

3. Musim penangkapan Lama waktu nelayan melakukan operasi


penangkapan ikan layang (dalam satuan
bulan)

2. Aspek teknis
Pengukuran parameter teknis dilakukan pada perahu dan alat
penangkapan ikan layang. Parameter teknis penting untuk diketahui karena
menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan layang yang dioperasikan.
Parameter teknis yang dikumpulkan antara lain : ukuran kapal/perahu, jenis
mesin, jenis bahan bakar, material yang digunakan, ukuran alat tangkap, bahan
alat tangkap, produksi hasil tangkapan per tahun, produksi per trip, dan produksi
per tenaga kerja. Beberapa parameter teknis yang akan dikumpulkan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
22

Tabel 3 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan
layang
No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan
1. Ukuran perahu Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui
panjang, lebar dan tinggi perahu yang
digunakan oleh nelayan,tentunya berkaitan
dengan GT, jangkauan daerah penangkapan
serta kapasitas produksi.

2. Jenis Bahan Bakar Perbedaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang


Minyak (BBM) yang digunakan sangat tergantung dari jenis mesin
digunakan yang dipakai oleh nelayan, namun diharapkan
BBM yang digunakan tersedia setiap waktu,
harganya terjangkau dan membuat mesin
menjadi tahan lama.

3. Ukuran alat Pengukuran alat penangkapan ikan layang


penangkapan ikan seperti dimensi (panjang dan lebar) dan
layang pengukuran mata jaring (mesh size) dari tiga
alat penangkapan ikan layang.

4. Material alat Tiga jenis alat penangkapan ikan layang


penangkapan ikan terbuat dari bermacam-macam material, yang
layang diharapkan dari bahan ini adalah tahan lama,
harganya terjangkau serta mudah didapatkan
oleh nelayan.

5. Produksi per tahun Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap


unit penangkapan selama satu tahun.

6. Produksi pertrip Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap


unit penangkapan ikan layang pertrip, satu kali
trip yaitu satu kali armada penangkapan ikan
layang terhitung sejak armada penangkapan
ikan layang meninggalkan fishing base menuju
daerah penangkapan dan kembali ke fishing
base semula atau fishing base lainnya untuk
mendaratkan hasil tangkapannya.

3. Aspek sosial
Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada
nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan layang.
Parameter sosial yang dianalisis menyangkut masalah sumberdaya manusia
yang mengoperasikan unit penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang
dikumpulkan antara lain jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan,
pendapatan nelayan per tahun dan tingkat penguasaan teknologi (Tabel 4).
23

Tabel 4 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit


penangkapan ikan layang
No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan
1. Jumlah nelayan yang Banyaknya nelayan yang bekerja atau
terserap setiap unit digunakan dalam setiap kegiatan operasi
penangkapan ikan layang penangkapan ikan layang dengan
pendapatan yang sesuai

2. Pendapatan nelayan Pendapatan nelayan dari bagi hasil


pertahun antara pemilik kapal dengan ABK tanpa
memperhitungkan kelebihan satu sama
lainnya

3. Tingkat penguasaan Bagaimana penguasaan nelayan


teknologi terhadap teknologi alat tangkap yang
digunakan, (1) mudah; (2) sedang; (3)
sedikit sukar; (4) sukar.

4. Aspek ekonomi
Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui manfaat ekonomi dari suatu penangkapan ikan layang untuk
diketahui kelayakan usaha dari alat tangkap tersebut. Parameter ekonomi yang
dikumpulkan dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya
perawatan, dan nilai produksi. Beberapa parameter ekonomi yang dikumpulkan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengukuran parameter ekonomi pada nelayan yang mengunakan unit


penangkapan ikan layang
No Parameter Rincian data yang dikumpulkan
1. Biaya investasi Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan
kapal/perahu, alat penangkapan ikan
layang, mesin dan perlengkapan lainnya

Biaya yang dikeluarkan saat kegiatan


2. Biaya operasional operasional penangkapan dilaksanakan
seperti BBM, perbekalan dan es

3. Biaya perawatan Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan


perahu, alat penangkapan ikan layang,
mesin dan perlangkapan lainnya

4. Nilai produksi Berat produksi dikalikan harga persatuan


berat pada tingkat harga produsen,
dinyatakan dalam rupiah.
24

5. Aspek Keramahan Lingkungan


Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada
pendapat Monintja (2000), bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan
apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah:
1) Mempunyai selektivitas yang tinggi
Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektitivitas yang tinggi apabila
alat tangkap tersebut di dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies
dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam
yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masing-
masing sub kriteria :
(1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
(2) Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
(3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif
seragam.
(4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
2) Tidak merusak habitat
Suatu alat tangkap dianggap tidak merusak habitat dimana pemberian
bobotnya didasarkan pada :
(1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.
(2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.
(3) Menyebabkan kerusakan sebahagian habitat pada wilayah yang
sempit.
(4) Aman bagi habitat.
3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi
Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap
yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan
level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi
hasil tangkap yang terlihat secara morfologis, yaitu :
(1) Ikan mati dan busuk.
(2) Ikan mati, segar, cacat fisik.
(3) Ikan mati dan segar.
(4) Ikan hidup.
25

4) Tidak membahayakan nelayan


Tingkat bahaya atau risiko yang diterima oleh nelayan dalam
mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan
keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Risiko tingkat bahaya yang dialami oleh
nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu :
(1) Bisa berakibat kematian pada nelayan.
(2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.
(3) Hanya bersifat ganguan kesehatan yang bersifat sementara.
(4) Aman bagi nelayan.
5) Produksi tidak membahayakan konsumen
Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang
dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan.
Apabila dalam proses penangkapan nelayan mengunakan bahan-bahan beracun
atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat
keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami
oleh konsumen, diantaranya adalah :
(1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen.
(2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen.
(3) Relatif aman bagi konsumen.
(4) Aman bagi konsumen.
6) By-cath rendah
Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies
tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil tangkapan yang
didapat ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut (discard).
Beberapa kemungkinan by-catch yang didapat adalah :
(1) By-catch ada berapa spesies dan tidak laku dijual di pasar.
(2) By-catch ada berapa spesies dan ada jenis yang laku di pasar
(3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku di pasar.
(4) By-catch kurang dari tiga spesies dan mempunyai harga yang tinggi.
7) Dampak ke biodiversity
Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula
terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini tergantung dari
26

bahan yang digunakan dan metode pengoperasiannya. Pengaruh pengoperasian


alat tangkap terhadap biodervisity yang ada adalah :
(1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.
(2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
(3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak
habitat.
(4) Aman bagi biodiversity.
8) Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi
apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk
tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap
spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah :
(1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap.
(2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap.
(3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap.
(4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.
9) Dapat diterima secara sosial
Penerimaan masyarakan terhadap suatu alat tangkap yang digunakan
tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila :
(1) Biaya investasi murah.
(2) Menguntungkan.
(3) Tidak bertentangan dengan budaya setempat.
(4) Tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan
alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu :
(1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas.
(2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada.
(3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria.
(4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada.

3.4. Analisis Data


27

Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah, (1) metode
skoring, bertujuan untuk menetapkan prioritas unit penangkapan ikan layang
yang tepat; (2) analisis optimasi untuk mengetahui alokasi dari setiap unit alat
tangkap; dan (3) analisis SWOT untuk membuat strategi pengembangan dari
perikanan layang di perairan Selayar.

3.4.1 Metode skoring


Untuk menyeleksi jenis teknologi penangkapan ikan yang berkelanjutan
dan layak dikembangkan, dilakukan dengan metode skoring (Mangkusubroto dan
Trisnadi 1985). Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang
mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai
yang tertinggi. Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga
semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang
mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya,
demikian pula sebaliknya. Selanjutnya disebutkan, standarisasi dengan fungsi
nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
X − X0
V (X) = .......................................................................(1)
X1 − X 0
n
V (A) = ∑ V (X )
i− 1
i i , i = 1,2,3 . . . . . . . n .................................... (2)

dimana :
V (X) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Nilai variabel X
X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X
X0 = Nilai terendah pada kriteria X
V (A) = Fungsi nilai alternatif A
Vi (Xi) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
Penentuan prioritas penangkapan ikan layang menggunakan
metode skoring, sebagai berikut :
Analisis aspek biologi meliputi komposisi target spesies (X1), ukuran
panjang tubuh ikan layang hasil tangkapan (X2), dan musim penangkapan ikan
layang (X3).
Analisis aspek teknis (perahu, alat penangkapan ikan layang dan hasil
tangkapan). Penilaian kriteria aspek teknis dari unit penangkapan ikan layang
28

yaitu mencakup produksi per tahun (X1), produksi per trip (X2), dan produksi per
tenaga kerja (X3).
Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap
setiap unit penangkapan ikan layang antara lain jumlah tenaga kerja
perunit penangkapan ikan layang (X1), pendapatan nelayan pertahun (X2), dan
tingkat penguasaan teknologi (X3).

Selanjutnya untuk analisis ekonomi setelah memperoleh rincian data


yang dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara maka dilakukan analisis
ekonomi untuk mengetahui kelayakan usaha dari alat tangkap dengan
mengunakan pendekatan net present value, net benefit-cost ratio, break event
point, dan rentabilitas (Kadariah 1978). Adapun rumus yang digunakan untuk
analisis aspek ini adalah :

1) Net present value (NPV)


Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu
berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan
dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0,
sedangkan apabila NPV< 0 , maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan
yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini
nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak
untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV
adalah :
n
Bt − C t
NPV = ∑t=1 (1 + i )
……………………………………..(3)

dimana : B = benefit; C = cost; i = discount rate dan t = periode.

2) Net benefit-cost ratio (Net B/C)


Net benefit-cost ratio merupakan perbandingan dimana sebagai
pembilang terdiri atas present value total yang bernilai positif, sedangkan
sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif, yaitu biaya
kotor lebih besar daripada manfaat(benefit) kotor.
12
Bt − C t
∑1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) > 0
Net B-C ratio = ………….(4)
12
Bt − C t

1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) < 0
29

dimana : B = benefit; C = cost; i = discount; t = periode


Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling
sedikit ada satu nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0 maka nilai
Net B/C = 1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan
demikian apabila Net B/C ≥ 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk
dilanjutkan, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layaknya suatu
proyek.

3) Break even point (BEP)


Break even point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas dasar
produksi; dan 2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).
(1) Analisis break even point atas dasar produksi (banyaknya hasil tangkapan)
dapat dilakukan dengan rumus :
Biaya tetap x produksi
BEP (Kg) = ……...(5)
Hasil penjualan - Biaya variabel
(2) Analisis break even point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Biaya tetap
.........(6)
BEP (Rp) =
Biaya variabel
1-
Hasil penjualan

3) Return on investment (ROI)


Return on investment adalah kemampuan suatu usaha untuk
menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk
mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar
investasi yang ditanamkan (Rangkuti 2006).
Rumus yang digunakan adalah
Keuntungan
ROI = x100% ………………(7)
Investasi
Nilai rasio yang diperoleh akan tergolong ”Baik” jika bernilai >25%,
”Cukup Baik” jika bernilai >15 – 25%, ”Cukup Buruk” jika bernilai 5 – 15 % dan
”Buruk” iika bernilai <5%.
30

Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi kriteria


efisiensi usaha. Aspek ekonomi kelayakan usaha meliputi kriteria Net B/C (X1),
ROI (X2), dan BEP (X3).
Selanjutnya untuk analisis keramahan lingkungan untuk beberapa
subkriteria meliputi yaitu mempunyai selektivitas yang tinggi (X1), tidak merusak
habitat (X2), menghasilkan ikan berkualitas tinggi (X3), tidak membahayakan
nelayan (X4), produksi tidak membahayakan konsumen (X5), by-catch rendah
(X6), dampak ke biodiversity (X7), tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
(X8), dapat diterima secara sosial (X9).

3.4.2 Analisis optimasi

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa prinsip optimasi dalam


penggunaan faktor produksi pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan
faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Pengoptimalan alokasi beberapa unit
penangkapan ikan secara bersamaan akan dibatasi oleh berbagai kendala maka
dapat digunakan model linear goal programming.

Stevenson (1989) dalam Sultan (2004) mengatakan bahwa linear goal


programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat
digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran. Model
linear goal programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala.
Variabel tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian
terhadap sasaran yang hedak dicapai. Dalam proses pengolahan model
tersebut, jumlah variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan
(Siswanto 1993).
Model linear goal programming untuk optimasi jenis armada penangkapan
menggunakan model matematik:
Fungsi tujuan:
m
Z= ∑ ( DBi +
i= 1
DAi ) ……………………….. (8)

Fungsi kendala-kendala
31

a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n + DB1 − DA1 = b1


a 21 x1 + a 22 x 2 + ... + a 2 n x n + DB2 − DA2 = b2
.
.
.
a m11 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n + DBm − DAm = bm
dimana :
Z = Fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan
DB = Deviasi bawah kendala ke-i
DA = Deviasi atas kendala ke-i
Cj = Parameter fungsi tujuan ke-j
b = Kapasitas / ketersedian kendala ke-i
aij = Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala
Xj = Variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan)
Xj, DAi dan DBi > 0, untuk I = 1,2,….,m dan j =1,2….,n
Sebelum melakukan analisis optimasi terlebih dahulu perhitungan catch per
unit effort (CPUE) yang akan digunakan dalam analisis perhitungan fungsi
produksi lestari dan analisis maksimum ekonomi yield (MEY). Standarisasi upaya
penangkapan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan
CPUE, yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per upaya
penangkapan masing-masing unit penangkapan.
Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan
yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah dan
memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indeks) sama dengan satu.
Perhitungan fishing power indeks (FPI) adalah sebagai berikut :
HTs
CPUE s = .........................................(9)
FE s
HTi
CPUEi = ..........................................(10)
FEi
CPUE s
FPI S = ......................................(11)
CPUE s
CPUEi
FPI i = ......................................(12)
CPUE
32

Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut (Gulland 1991) yaitu :
SE = FPI I × FEi ................................(13)
Dimana :
CPUE s = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit
penangkapan standar pada tahun ke-i;
CPUE i = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya
jenis penangkapan yang akan distandarisasi;
HTs = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan
standar pada tahun ke-i;
HTi = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan
distandarisasi pada tahun ke-i;
FE s = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang
dijadikan standar pada tahun ke-i;
FEi = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang
aka distandarisasi pada tahun ke-i;
FPI S = Fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan
standar pada bulan ke-i;
FPI i = Fishing power indeks atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang
akan distandarisasi pada tahun ke-i;
SE = Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i
Model bio-ekonomi penangkapan dalam penelitian ini diduga dengan
menggunakan model Gordon Schaefer, dengan berdasarkan pada model biologi
Schaefer (1975) dan model ekonomi Gordon (1954). Model bio-ekonomi yang
digunakan adalah model bio-ekonomi statik dengan harga tetap. Model ini
disusun dari model parameter biologi, biaya penangkapan dan harga ikan.
Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per
unit upaya tangkap adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha
penangkapan (TR) adalah :
TR = p.C ......................................(14)
Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan :
TC = c.E ......................................(15)
π = TR − TC ………………………(16)
33

π = p.Y − c.E ………………….....(17)


π = p(aE − bE 2 ) − cE ……………(18)
dimana :
TR = Total revenue (penerimaan total)
P = Harga rata-rata ikan hasil survei per kg (Rp)
C = Jumlah produksi ikan (kg)
TC = Total cost (penangkapan total)
c = Total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)
E = Jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit)
π = Keuntungan bersih usaha penangkapan ikan
Perhitungan diatas dilakukan dengan menggunakan bantuan software MAPLE
VIII.
Pengunaan metode model Gordon Schaefer, mengunakan beberapa
konsep dan batasan yaitu :
1) Analisis bio-ekonomi merupakan suatu analisis terpadu dari aspek biologi
dan ekonomi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan layang.
2) Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan layang, yaitu upaya penangkapan ikan
layang yang dilakukan nelayan yang berbasis di Kabupaten Selayar dengan
daerah penangkapan di perairan Selayar.
3) Upaya penangkapan (effort) dihitung berdasarkan jumlah hari operasi.
4) Harga nominal ikan layang adalah harga pasar ikan layang di tempat
pendaratan ikan di Kabupaten Selayar, menurut responden.
5) Hasil tangkapan adalah volume ikan layang yang didaratkan di Kabupaten
Selayar oleh nelayan yang berbasis di Kabupaten Selayar.
Asumsi-asumsi yang digunakan karena keterbatasan dari model statik
Gordon-Schaefer adalah :
1) Populasi ikan layang di daerah penangkapan menyebar secara merata.
2) Pengaruh upaya penangkapan di luar daerah penangkapan (fishing ground)
terhadap kelimpahan populasi di daerah penangkapan, relatif kecil dan bisa
diabaikan.
3) Ukuran kapal dan teknologi penangkapan yang digunakan relatif sama dan
adanya standarisasi alat tangkap.
4) Harga ikan per satuan hasil tangkap bersifat konstan.
5) Seluruh unit upaya penangkapan aktif melakukan usaha penangkapan.
34

3.4.3 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats)

Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan yang layak untuk


suatu kasus, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya dalam kondisi yang ada saat ini adalah
analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2006).
Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif
adalah dengan memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Oppurtunities), serta meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats). Analisis didahului oleh proses identifikasi faktor eksternal dan internal.
Untuk menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pembobotan terhadap tiap
unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan.
Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-5. dimana nilai 1 berarti tidak
penting, 2 berarti sedikit penting, 3 berarti cukup penting, 4 berarti penting dan 5
berarti sangat penting (Tabel 6).

Tabel 6 Pembobotan tiap unsur SWOT

Kekuatan Bobot Peluang Bobot Kelemahan Bobot Ancaman Bobot


S1 O1 W1 T1
S2 O2 W2 T2
S3 O3 W3 T3
. . . .
. . . .
Sn On Wn Tn
Keterangan :
Nilai 5=Sangat Penting, Nilai 4= Penting, Nilai 3=Cukup Penting, Nilai 2=Kurang
Penting, Nilai 1=Tidak Penting
Setelah masing-masing unsur SWOT diberi bobot/nilai, unsur-unsur
tersebut dihubungkan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (SO, ST,
WO, WT) (Tabel 7). Pemilihan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk
dilakukan didasarkan pada rangking dari masing-masing strategi alternatif.
Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang menjadi
prioritas.

Tabel 7 Matriks hasil analisis SWOT


Peluang Ancaman
Kekuatan S01 ST1
S02 ST2
35

S03 SO3
. .
. .
Son STn
WO1 WT1
WO2 WT2
WO3 WT3
Kelemahan
. .
. .
WOn WTn

Alternatif strategi pada maktriks hasil analisis SWOT (Tabel 7) dihasilkan


dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada
(SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang datang
(ST), reduksi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang tersedia
(WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang
akan datang (WT).
Strategi yang dihasilkan terdiri atas beberapa alternatif strategi. Untuk
menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan
penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT
yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah bobot tadi kemudian akan
menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengembangan usaha perikanan
layang dengan alat tangkap yang terpilih (Tabel 8).

Tabel 8 Rangking alternatif strategi


Unsur Rangking
No Keterkaitan Jumlah Bobot
SWOT (Peringkat)
Strategi SO
1 SO1 S1,S2,…Sn,O1,02,..On
SO2 S1,S2,…Sn,O1,02,..On
……… ……………………….
n Son S1,S2,…Sn,O1,02,..On
Strategi ST
1 ST1 S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn
ST2 S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn
……… ……………………….
n STn S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn
Strategi WO
1 WO1 W1,W2,…Wn,O1,O2,..On
WO2 W1,W2,…Wn,O1,O2,..On
……… ……………………….
36

n Won W1,W2,…Wn,O1,O2,..On
Strategi WT
1 WT1 W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn
WT2 W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn
……………………….
n WTn W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Kondisi Geografis


Kabupaten Selayar salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan
yang terletak di laut Flores tepatnya di penghujung selatan pulau Sulawesi, yang
dipisahkan oleh Selat Bira. Secara Geografis, Kabupaten Selayar terletak pada
yang terletak pada posisi 5°42-7°35´ LS dan 120°15´-120°30´ BT. Merupakan
daerah kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil, dengan luas
wilayah 903,35 km² dengan panjang garis pantai mencapai 670 km. Melihat
posisinya yang membentang dari Utara ke Selatan, maka batas administratif
Kabupaten Selayar adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Selat Bira dan Teluk Bone
Sebelah Timur : Laut Flores
Sebelah Selatan : Laut Flores
Sebelah Barat : Laut Flores
Letak geografis Kabupaten Selayar dapat dijadikan petunjuk, bahwa
daerah ini beriklim tropis. Keadaan iklim dan letak lintangnya, menyebabkan
seluruh kawasan Selayar berlaku dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Desember sampai bulan April,
sedangkan antara bulan Mei sampai bulan November, daerah ini mengalami
musim kemarau (BPS 2006).
Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah curah hujan di Kabupaten
Selayar berkisar antara 1000-1500 mm pertahun, dengan musim kering 4-6
bulan dan musim basah 3-4 bulan. Rendahnya curah hujan di daerah ini
disebabkan oleh bentuk pulau Selayar yang relatif sempit, dengan ketinggian
maksimum 500 meter di atas permukaan laut. Selain itu topografi daerah ini
cenderung melandai ke arah Barat, sementara pada bagian timur dibatasi oleh
pantai curam, sehingga mengakibatkan proses presipitasi tidaklah berjalan
secara efektif (DKP Kabupaten Selayar 2007).
Kabupaten Selayar sebagaimana umumnya daerah tropis, mempunyai
perubahan suhu yang tidak terlalu besar dan bervariasi, dimana pada siang hari
temperatur udara mencapai 35° C dan pada malam hari mencapai 23° C (DKP
Kabupaten Selayar 2007).
37

4.2 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar


Panjang garis pantai Kabupaten selayar sekitar 670 km dengan jumlah
pulau-pulau besar dan kecil 123 buah, sehingga sangat potensial untuk kegiatan
penangkapan ikan dan budidaya (DKP Selayar 2007). Produksi perikanan
tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten Selayar tahun 2002-2006 dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten Selayar
tahun 2002-2006
Tahun Produksi (ton) Jumlah Alat Tangkap
2002 11.295,9 2.041
2003 11.969,6 2.052
2004 13.635,4 1.332
2005 12.967,7 3.965
2006 13.506,9 5.491
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)

Beberapa jenis alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan di


Kabupaten Selayar yaitu purse seine, jaring insang hanyut, payang, jaring klitik,
bagan perahu, pancing tonda, pancing, bubu, sero, muroami dan alat pengumpul
rumput laut. Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Selayar cukup
besar tetapi pemanfaatannya didominasi oleh nelayan-nelayan dari Kabupaten
Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar (Tabel 10).

Tabel 10 Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Selayar


Jenis Ikan
No. Potensi
Nama Indonesia Nama Latin Nama Lokal
1. Alu-alu Sphyraena sp Kaso Ada
2. Layang Decapterus sp Lajang Melimpah
3. Selar Caranx spp Katombong Banyak
4. Kuwe Carangoides spp Copa Banyak
5. Ikan Terbang Cypsellurus spp Tuin-tuin Banyak
6. Belanak Mugil cephalus Balanak Ada
7. Julung-julung Hemirhampus spp Orasa Ada
8. Teri Stolephorus spp Mairo Banyak
9. Tembang Sardinella fimbriata Tembang Banyak
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)

Sarana dan prasarana yan akan digunakan sebagai tempat pemasaran


hasil-hasil produksi seperti Tempat Pangkalan Pendaratan Ikan sudah ada tetapi
belum dimanfaatkan secara optimal sedangkan sarana penunjang seperti pabrik
es dan cold stroge juga sudah tersedia sehingga sampai saat ini nelayan di
Kabupaten Selayar menjual hasil tangkapannya dalam keadaan segar (Gambar
7 dan 8).
38

Gambar 7 Tempat pendaratan ikan di Kabupaten Selayar (tampak samping)

Gambar 8 Pabrik es dan cold storage di Kabupaten Selayar (tampak depan)

4.3 Nelayan di Kabupaten Selayar

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang


peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan
tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan
mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing
ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Selayar tersebar
secara merata di perairan Selayar. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan
Perikanan tahun 2007, di perairan Selayar terdapat 4872 orang nelayan.
Perkembangan jumlah nelayan dalam kurung waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 11.
39

Tabel 11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar tahun 2002-2006


Tahun Jumlah Nelayan Proporsi (%)
2002 3156 -
2003 3779 16,49
2004 4872 22,43
2005 4598 -5,96
2006 4872 5,62
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
Berdasarkan Tabel 11, kenaikan jumlah nelayan selama periode 2002-
2003 yaitu sebesar 7,72 %. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2003-2004
yaitu sebesar 22,43 %. Sedangkan pada tahun 2005 mengalami penurunan dan
peningkatan kembali pada tahun 2006 yaitu 5,62 %.

4.4 Armada Perikanan Tangkap

Sumberdaya perikanan laut baik ikan pelagis maupun ikan demersal


dimanfaatkan dengan berbagai teknologi penangkapan ikan (kapal perikanan
dan alat penangkap ikan) yang berbeda-beda. Kondisi kapal penangkap ikan
yang digunakan dapat memberikan gambaran kemampuan jangkauan daerah
penangkapan ikan dan kapasitas produksi ikan. Sedangkan jenis teknologi
penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar sangat bervariasi bedasarkan
kategori jenis alat tangkap. Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di
Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar


Jumlah
Ukuran Alat Tingkat
Jenis Alat Tangkap Tenaga
Kapal Bantu Teknologi
Kerja
A. Pelagis Kecil
Purse Seine 5-10 GT 5-10 Ada Tinggi
Bagan Perahu 5-10 GT 8-14 Ada Tinggi
Gillnet < 5 GT 1-4 Tidak ada Rendah
B. Pelagis Besar
Rawai Dasar < 1 GT 1-3 Tidak ada Sedang
Pancing Lain < 1 GT 1-2 Tidak ada Rendah
C. Ikan Demersal
Muroami 5-10 GT 6-12 Tidak ada Sedang
Samba 5-10 GT 5-10 Tidak ada Sedang
D. Ikan Hidup
Pancing < 1 GT 1-3 Tidak ada Rendah
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
Distribusi dari jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten
Selayar ditinjau dari struktur kapal penangkap ikan yang ada terbagi-bagi pada
tiap kecamatan. Armada penangkapan yang ada didominasi oleh perahu tanpa
39

Tabel 11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar tahun 2002-2006


Tahun Jumlah Nelayan Proporsi (%)
2002 3156 -
2003 3779 16,49
2004 4872 22,43
2005 4598 -5,96
2006 4872 5,62
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
Berdasarkan Tabel 11, kenaikan jumlah nelayan selama periode 2002-
2003 yaitu sebesar 7,72 %. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2003-2004
yaitu sebesar 22,43 %. Sedangkan pada tahun 2005 mengalami penurunan dan
peningkatan kembali pada tahun 2006 yaitu 5,62 %.

4.4 Armada Perikanan Tangkap

Sumberdaya perikanan laut baik ikan pelagis maupun ikan demersal


dimanfaatkan dengan berbagai teknologi penangkapan ikan (kapal perikanan
dan alat penangkap ikan) yang berbeda-beda. Kondisi kapal penangkap ikan
yang digunakan dapat memberikan gambaran kemampuan jangkauan daerah
penangkapan ikan dan kapasitas produksi ikan. Sedangkan jenis teknologi
penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar sangat bervariasi bedasarkan
kategori jenis alat tangkap. Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di
Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar


Jumlah
Ukuran Alat Tingkat
Jenis Alat Tangkap Tenaga
Kapal Bantu Teknologi
Kerja
A. Pelagis Kecil
Purse Seine 5-10 GT 5-10 Ada Tinggi
Bagan Perahu 5-10 GT 8-14 Ada Tinggi
Gillnet < 5 GT 1-4 Tidak ada Rendah
B. Pelagis Besar
Rawai Dasar < 1 GT 1-3 Tidak ada Sedang
Pancing Lain < 1 GT 1-2 Tidak ada Rendah
C. Ikan Demersal
Muroami 5-10 GT 6-12 Tidak ada Sedang
Samba 5-10 GT 5-10 Tidak ada Sedang
D. Ikan Hidup
Pancing < 1 GT 1-3 Tidak ada Rendah
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
Distribusi dari jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten
Selayar ditinjau dari struktur kapal penangkap ikan yang ada terbagi-bagi pada
tiap kecamatan. Armada penangkapan yang ada didominasi oleh perahu tanpa
40

motor dibandingkan dengan perahu motor . Hal ini merupakan indikator yang
menunjukkan bahwa terbatasnya jangkauan daerah penangkapan oleh nelayan
yang beroperasi di Kabupaten Selayar (Tabel 13).

Tabel 13 Jumlah kapal penangkap ikan berdasarkan jenis kapal dirinci


perkecamatan
Perahu Tanpa Motor Perahu Motor
No. Kecamatan
Jukung Kecil Sedang Besar Inboard Outboard
1. Pasimarannu 85 15 10 85 75 245
2. Pasilambena 70 10 15 85 70 248
3. Pasimasunggu 75 6 15 72 75 229
4. Taka Bonerate 100 5 14 80 79 232
Pasimasunggu
5. 90 5 15 72 75 229
Timur
6. Bontosikuyu 125 5 15 47 48 230
7. Bontoharu 127 10 5 49 60 233
8. Benteng 50 4 7 30 50 123
9. Bontomanai 80 10 9 15 35 179
10. Bontomatene 70 5 10 29 30 143
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
Jumlah armada penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan hasil
tangkapannya ikan layang terdiri atas purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu beroperasi di perairan Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi
Selata berbeda-beda. Alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap yang relatif
baru relatif lebih sedikit dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang hanyut
dan bagan perahu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Alat penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar tahun 2006


No. Jenis alat tangkap Jumlah (unit)
1. Purse seine 30
2. Jaring insang hanyut 692
3. Bagan perahu 100
Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
5 HASIL

5.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Layang


5.1.1 Unit penangkapan purse seine

Kapal purse seine sebagai obyek penelitian terbuat dari kayu dengan ukuran
panjang (L) = 17 meter, lebar (B) = 3,5 meter, dalam (H) = 1,75 meter, sarat (T) =
1,3 meter dengan kapasitas muatan 5-10 GT (Gambar 9).

Keterangan :
1. Tempat penyimpanan jangkar
2. Tempat penyimpanan jaring
3. Tempat penyimpanan hasil tangkapan (palka)
4. Kamar (ruang kemudi)
5. Ruang mesin
6. Baling-baling
7. Kemudi
8. Tempat penyimpanan kompressor

Gambar 9 Kapal purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar

Alat tangkap purse seine yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
ukuran panjang 450 meter dan lebar 36 meter. Ukuran mata jaring (mesh size) yang
digunakan 1 inci atau 2,5 cm untuk bagian sayap, badan dan kantong dari alat
tangkap tersebut. Jaring yang digunakan terdiri dari 12 piece PA mulltifilament 210
42

D/9 pada bagian sayap dan kantong dan 24 piece PA multifilamen 210 D/6 pada
bagian badan. Tali ras atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat, dan tali
kolor terbuat dari bahan polytethylene. Bahan jaring yang digunakan berwarna biru
dan hijau. Untuk memberi daya apung pada alat tangkap tersebut, maka digunakan
pelampung bola yang terbuat dari plastik berdiameter 10,5 cm sebanyak 1800 buah
dengan jarak antara pelampung 25 cm sedangkan untuk memberi daya tenggelam
digunakan pemberat berupa cincin yang terbuat dari timah hitam berdiameter 11 cm
sebanyak 360 buah dengan jarak antara pemberat 1,25 meter (Gambar 10).

Keterangan :
1. Pelampung tanda 6. Tali kolor
2. Tali pelampung 7. Tali pemberat
3. Tali ris atas 8. Pemberat cincin
4. Pelampung utama 9. Tali selambar
5. Tali ris bawah
Gambar 10 Desain alat tangkap purse seine yang dioperasikan di perairan
Kabupaten Selayar
5.1.2 Teknik pengoperasian purse seine

Alat tangkap purse seine yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan
pada malam hari. Alat bantu yang digunakan pada alat tangkap purse seine adalah
lampu petromaks. Petromaks digunakan sebagai sumber cahaya bertujuan untuk
menarik dan mengkonsentrasikan ikan pada catchable area.
43

Pemberangkatan ke lokasi penangkapan dilakukan pada sore hari sekitar


pukul 14.00 WITA. Setelah sampai pada daerah fishing ground maka perahu sekoci
menyalakan lampu petromaks sedangkan kapal penangkap segera meninggalkan
perahu sekoci untuk menunggu saat yang tepat untuk melakukan setting. Pada
perahu sekoci, pemasangan lampu petromaks dilakukan saat malam mulai gelap.
Lampu petromaks ditempatkan disisi kanan dan kiri perahu. Lama penyalaan lampu
berlangsung selama 4-5 jam.
Setelah ikan sudah terkonsentrasi pada suatu catchable area, orang yang
berada di atas perahu sekoci akan memberikan tanda kepada nahkoda untuk segera
melakukan pelingkaran jaring. Pada saat pelingkaran jaring, kapal melaju dengan
kecepatan tinggi agar kedua ujung jaring dapat dipertemukan secepat mungkin
cepat untuk menghindari gerombolan ikan meloloskan diri. Urutan kegiatan operasi
penangkapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mula-mula pelampung tanda dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan
oleh nahkoda dengan melihat arah angin dan arus untuk mengetahui arah
hanyutnya jaring pada saat pelingkaran.
2. Kemudian kapal penangkap ikan dengan kecepatan penuh melingkari
gerombolan ikan yang berada di sekitar perahu sekoci sambil menurunkan
jaring dan pemberat.
3. Setelah kapal bergerak melingkari perahu sekoci dan bertemu kembali
dengan ujung jaring yang pertama kali dibuang, mesin kapal dimatikan dan
pelampung tanda dinaikkan di atas kapal.
4. Tali kolor segera digulung dengan mengunakan mesin roller dan setelah tali
kolor tergulung seluruhnya, maka mesin roller dimatikan segera dan
pemberat dinaikkan di atas kapal.
5. Penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan oleh ABK, dimana bagian
jaring yang telah berada di atas kapal langsung disusun kembali dengan
teratur dan rapi.
6. Jika hasil tangkapan yang diperoleh dalam jumlah yang banyak, maka
digunakan serok untuk mengangkat ikan ke atas kapal, tetapi jika hasil
tangkapan sedikit maka pengambilan ikan dilakukan secara langsung
dengan mengangkat jaring ke atas kapal.
44

5.1.3 Unit penangkapan jaring insang hanyut

Gill net atau jaring insang yang digunakan pada penelitian ini adalah jaring
insang hanyut permukaan berdasarkan letaknya dalam perairan. Jaring insang
hanyut di Kabupaten Selayar dikenal dengan nama “Lanra”. Kapal yang digunakan
memiliki panjang 10 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 1,5 meter terbuat dari bahan
kayu damar dengan kontruksi yang sederhana. Adapun kapal jaring insang hanyut
yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan :
1. Keranjang ikan
2. Mesin
3. Palkah
4. Jaring
Gambar 11 Kapal jaring insang hanyut yang digunakan di perairan Kabupaten
Selayar

Alat tangkap yang digunakan terdiri dari jaring terbuat dari bahan
multifilament (PA 210 D/9) dengan mesh size 2 inci dan panjang 50-100 meter dan
tinggi 5-8 meter. Tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah dan tali pemberat terbuat
dari bahan polyetheline dengan ukuran tali nomor 6. Pada jaring ini digunakan 2
macam pelampung yaitu pelampung utama dan pelampung tambahan. Pelampung
utama berbentuk elips yang terbuat dari fiberglass dengan diameter 4,5 sebanyak 40
buah untuk setiap bagian, jarak tiap pelampung 25 mata jaring yang dipasang.
Pelampung berbentuk bola yang terbuat dari fibreglass dengan diameter 22 cm
sebanyak 6 buah untuk satu bagian jaring jarak tiap pelampung 175 mata jaring.
Sedangkan pemberat yang digunakan berbentuk tabung dengan diameter 2 cm
45

sebanyak 80 buah yang dipasang pada tali pemberat untuk satu bagian jaring.
Secara lebih jelas dapat Gambar 12.

Keterangan :
1. Pelampung 5. Pemberat
2. Tali pelampung 6. Tali Pemberat
3. Pelampung utama 7. Tali ris bawah
4. Tali ris atas 8. Tali selembar

Gambar 12 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di perairan


Kabupaten Selayar.

5.1.4 Teknik pengoperasian jaring insang hanyut


Operasi penangkapan ikan layang (Decapterus spp) dengan jaring insang
dilakukan pada malam hari. Pengoperasian alat tangkap ini rata-rata hanya
dilakukan satu trip dalam sehari dan nelayan melakukan operasi penangkapan rata-
rata 20-25 trip per bulan. Pemberangkatan dari fishing base sekitar rata-rata sekitar
pukul 16.00-17.00 WITA dan kembali dari fishing ground sekitar pukul 04.00-05.00
dini hari.
Setelah sampai pada fishing ground, maka tahap pertama yang dilakukan
adalah mematikan mesin kapal, menyatakan lampu tanda, selanjutnya dilakukan
penurunan jaring, yang pertama-tama diturunkan keperairan adalah pelampung
tanda/bola, kemudian lampu tanda dan selanjutnya jaring diturunkan secara
perlahan-lahan lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan setting berkisar
46

antara 1 jam. Setelah semua jaring turun dan terbentang dengan sempurna maka
dalam jangka waktu selama 4-6 jam maka dilakukan penarikan jaring (hauling).
Setelah penarikan jaring, setelah ikan-ikan hasil tangkapan dilepas, maka
jaring disusun kembali secara beraturan untuk memudahkan pengoperasian alat
tangkap jaring insang tergantung dari kondisi perairan. Kegiatan pengoperasian ini
dianggap selesai jika jaring telah disusun kembali diatas kapal dan telah dilakukan
penyortiran hasil tangkapan.

5.1.5 Unit penangkapan bagan perahu

Salah satu jenis alat tangkap yang mengalami perkembangan pesat dewasa
ini adalah bagan perahu. Bagan ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan bagan
tancap (statis), diantaranya adalah bagan ini dapat dipindah-pindahkan dari satu
fishing ground ke fishing ground yang dikehendaki. Berdasarkan klasifikasi alat
tangkap, bagan termasuk kedalam jaring angkat (lift net).
Bagan yang digunakan pada saat penelitian sebanyak 2 unit yang terdiri dari
perahu bagan dan rangka bagan. Perahu bagan terbuat dari kayu yang bermutu
tinggi yaitu dari kayu ulin dan jati, berukuran panjang 15 dan 17 meter, lebar 2,5 dan
3 meter dan dalam 1 meter. Sedangkan rangka bagan terbuat dari rangkaian kayu
dengan ukuran 15 dan 17 meter, lebar 15 dan 17 meter. Untuk membuat bangunan
bagan (kerangka bagan) digunakan kawat besi sebanyak 16 rol yang berdiameter
0,5 cm. Kawat ini bertumpu pada tiang utama kapal yang berjumlah 2 buah yang
panjangnya 10 meter dan diameter 50 cm (Gambar 13).
Bahan jaring terbuat dari waring yang dirangkaikan satu demi satu sehingga
membentuk segi empat yang besar yang berukuran panjang 15 dan 17 meter dan
lebar 15 dan 17 meter serta mesh size 0,5 cm. Pada bagian tepi jaring terdapat tali
ris yang berfungsi sebagai penguat. Agar mulut jaring terbuka sempurna maka tali
ris diikatkan pada kayu, dimana pada kayu ini terdapat pemberat dari batu sebanyak
8 buah dengan masing-masing batu beratnya 10 kg.
47

Keterangan :
1. Panjang perahu 8. Rumah bagan
2. Lebar perahu 9. Roller
3. Tinggi perahu 10. Jaring
4. Tinggi tiang perahu 11. Tali penarik jaring
5. Panjang rangka bagan 12. Tali tiang dari kawat baja
6. Lebar rangka bagan 13. Lampu pemikat ikan
7. Tinggi rangka bagan 14. Lampu pengkonsentrasi ikan

Gambar 13 Konstruksi bagan perahu yang dioperasikan di perairan Kabupaten


Selayar

Untuk mengangkat dan menurunkan jaring digunakan tali roller dengan


diameter 4 cm yang terbuat dari bahan polyethylene yang panjangnya 65 meter
untuk tiap bagian dan roller ini memiliki 2 buah handle untuk memudahkan penarikan
jaring. Pada bagian tengah terdapat sebuah rumah bagan yang berfungsi sebagai
tempat beristirahat, generator listrik, bahan makanan, serta perlengkapan lainnya.
Bagan Perahu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 8 dan 5 buah
lampu merkuri, 6 atau 5 buah lampu berwarna putih dimana satu buah lampu yang
memiliki daya 500 atau 400 watt dipasang ditengah-tengah diantara lampu yang
48

berwarna putih yang memiliki daya 400 atau 250 watt dan dipasang pada bagian
haluan kapal pada kerangka kayu yang dipasang pada ketinggian 1,5 meter.
Sedangkan 2 buah lampu merkuri berwarna merah yang memiliki daya 250 watt
dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal yang berfungsi sebagai lampu konsentrasi
pada saat proses penarikan
Pada tiang utama kapal terdapat satu buah lampu pijar berwarna biru atau
hijau yang digunakan untuk memberi kode bila hasil tangkapan setelah hauling akan
di jual ke kapal pole and line atau kapal-kapal penadah. Pembangkit listrik yang
dipakai adalah dinamo yang berkekuatan 12.500 watt dan voltage yang digerakkan
oleh sebuah generator bermerek Yanmar 22 PK dan Jiandong 16 PK dan mesin
penggerak kapal yang digunakan dua buah yaitu Jiangdong 24 dan 22 PK.
Agar bangunan bagan tidak hanyut oleh arus, badai atau gelombang maka
digunakan sebuah jangkar yang memiliki berat 50 dan 100 kg dengan tali terbuat
dari bahan polyethylene berdiameter 4 cm yang panjangnya 400 dan 500 meter.
Jangkar ini ditarik dan diturunkan dengan menggunakan alat pemutar tersendiri yang
terdapat pada bagian haluan bagan panjangnya 0,5 meter yang memiliki 2 handle
untuk memudahkan menarik jangkar, pada bagan ini juga terdapat sebuah
pelampung tanda yang dipasang untuk menandai letak jangkar. Selain roller untuk
jangkar dan untuk penarik jaring pada bagan perahu juga terdapat roller untuk
penggulung jaring yang terdapat pada haluan kapal yang ditempatkan pada sisi
kanan kapal yang panjangnya 1,5 meter yang juga memiliki 2 buah handle.

5.1.6 Teknik pengoperasian bagan perahu

1. Persiapan operasi
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan semua peralatan apakah ada
kerusakan atau tidak pada semua peralatan yang dibutuhkan pada saat
pengoperasian seperti lampu-lampu, baling-baling kapal, mesin kapal. Selain itu
juga memeriksa kelengkapan peralatan seperti ketersediaan bahan bakar dan bahan
makanan yang diperlukan dalam proses pengoperasian bagan perahu.
2. Penurunan jaring (setting)
Setelah sampai di fishing ground yang pertama dilakukan adalah
menurunkan jangkar yang dilakukan oleh ABK kapal yang letaknya di haluan kapal.
Operasi penangkapan dimulai pada pukul 18.00 WITA yang dimulai dengan
49

menurunkan jaring dan menyalakan lampu merkuri yang terdapat di haluan kapal
dengan tujuan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul.
3. Proses menunggu gerombolan ikan (soaking)
Selama proses soaking ini berlangsung juragan sekaligus fishing master
dalam operasi penangkapan mengawasi adanya gerombolan ikan dibawah
permukaan air. Antara setting dan hauling tidak dibatasi oleh waktu tetapi
ditentukan oleh ada tidaknya gerombolan ikan yang berkumpul. Hauling dilakukan
setelah terlihat adanya ikan yang cukup banyak bergerombol.
4. Pengangkatan jaring (hauling)
Pengangkatan jaring ditandai dengan pemadaman lampu yang dimulai
pada lampu merkuri bagian depan, setelah beberapa lama kemudian salah satu
lampu merkuri berwarna merah yang terdapat di sisi kapal di matikan sehingga yang
menyala hanya salah satu lampu merkuri yang terdapat disalah satu sisi bagan,
kemudian lampu merkuri yang masih menyala tersebut di tutup dengan
menggunakan tudung selama kurang lebih 10 menit. Jaring diangkat perlahan-lahan
dengan menggunakan roller oleh para ABK. Setelah mulut jaring berada
dipermukaan air, semua lampu dinyalakan kembali, sedangkan ikan-ikan yang
berada dalam jaring digiring menuju buritan kapal.
5. Pengambilan hasil tangkapan
Ikan yang telah digiring menuju ke daerah bunuhan dinaikkan ke atas kapal
dengan menggunakan sebuah serok dan dimasukkan ke dalam keranjang. Ikan-
ikan tersebut akan dijual langsung bila ada kapal penadah yang datang atau ikan
tersebut dijual langsung ke pasar yang ada di dusun Padang atau di Benteng
Selayar.

5.2 Teknologi yang Tepat untuk Perikanan Layang di Kabupaten Selayar

Berdasarkan tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu mengetahui urutan


prioritas teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar yang optimum
dan berkelanjutan, maka analisis dilakukan terhadap ketiga alat tangkap, yaitu purse
seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Ketiga alat tangkap tersebut
dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkungan untuk menentukan urutan yang prioritas alat tangkap terbaik yang layak
untuk dikembangkan dalam usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
50

5.2.1 Analisis aspek biologi

Analisis aspek biologi antara lain mengenai komposisi target spesies dalam
% ukuran hasil tangkapan utama (panjang layang) dalam cm dan lama waktu musim
penangkapan ikan layang dalam bulan. Semua data tersebut diperoleh dari hasil
wawancara dengan nelayan.
Adapun nilai terhadap unit penangkapan ikan layang tersebut dapat dilihat
pada Tabel 15. Setiap kriteria diberikan urutan prioritas dan urutan prioritas pada
masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda.

Tabel 15 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi unit
penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Kriteria Penelitian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)1 UP
Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3
60 20,4 9
Purse seine 3 1
1 1 1
Jaring Insang 40 12,5 8
0,6 2
Hanyut 0 0.11 0.5
50 11,5 7
Bagan Perahu 0,5 3
0.5 0 0
Keterangan :
X1 = Komposisi dari target spesies ikan layang (%)
X2 = Ukuran dari hasil tangkapan utama ikan layang (cm)
X3 = Lama waktu musim penangkapan ikan layang (bulan)
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
Berdasarkan hasil skoring dari penelitian dilihat dari segi aspek biologi
menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine berada pada urutan prioritas pertama
dari segi komposisi hasil tangkapan dan ukuran dari hasil tangkapan utama, jaring
insang hanyut berada pada urutan prioritas kedua dinilai dari lama waktu operasi
penangkapan. Setelah dilakukan standarisasi berdasarkan keseluruhan fungsi nilai
yang telah diperoleh menunjukkan bahwa purse seine pada urutan prioritas pertama,
jaring insang hanyut prioritas kedua dan bagan perahu pada prioritas ketiga.
51

5.2.2 Analisis aspek teknis

Analisis terhadap aspek teknis dalam penentuan teknologi penangkapan ikan


layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan pengoperasian ketiga alat tangkap
ini apakah bernilai efektif atau tidak. Adapun kriteria penilaian yang digunakan dalam
aspek ini adalah nilai produksi per tahun, produksi per trip dan produksi per tenaga
kerja per alat tangkap. Data yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara dengan
nelayan. Adapun nilai terhadap unit penangkapan ikan layang tersebut dapat dilihat
pada Tabel 16. Setiap kriteria diberikan urutan prioritas dan urutan prioritas pada
masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda.

Tabel 16 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis unit
penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Kriteria Penelitian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)3 UP
Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3
48000 300 30
Purse seine 2,3 1
1 1 0,28
Jaring Insang 25920 112 56
1,0 3
Hanyut 0 0 1
37800 236 20
Bagan Perahu 1,2 2
0,54 0,66 0,00
Keterangan :
X1 = Produksi per tahun (kg)
X2 = Produksi per trip (kg)
X3 = Produksi per tenaga kerja (kg)
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas

Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi di atas berdasarkan aspek teknis


maka purse seine menempati urutan pertama, bagan perahu pada urutan kedua dan
jaring insang hanyut pada urutan ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap
purse seine dari segi teknis merupakan alat tangkap yang produktif untuk
menangkap ikan layang di perairan Kabupaten Selayar.
52

5.2.3 Analisis aspek sosial

Analisis terhadap aspek sosial dalam penentuan teknologi penangkapan ikan


layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja tiap alat
tangkap, penerimaan nelayan per unit penangkapan, dan bagaimana tingkat
penguasaan teknologi alat tangkap. Semua data yang diperoleh berdasarkan hasil
wawancara langsung dengan nelayan (Tabel 17).

Tabel 17 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit
penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Kriteria Penelitian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)4 UP
Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3
10 63.250.000 2
Purse seine 2,3 1
0,8 1 0,5
2 35.000.000 1
Jaring Insang Hanyut 0,0 3
0 0 0,0
12 40.000.000 2
Bagan Perahu 1,7 2
1 0,18 0,5
Keterangan :
X1 = Jumlah tenaga kerja
X2 = Pendapatan nelayan per tahun
X3 = Tingkat penguasaan teknologi (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit sukar;
dan (4) sukar
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek sosial alat tangkap purse seine
menempati urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua
dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga.

5.2.4 Analisis aspek ekonomi

Analisis aspek ekonomi meliputi kelayakan usaha dari alat tangkap sehingga
semua data yang dikumpulkan diolah untuk mengetahui analisis kelayakan usaha
alat tersebut. Parameter penilaian kelayakan usaha didasarkan pada 3 kriteria yaitu
Net B/C ratio, BEP (kg) dan ROI. Hasil analisis perhitungan kelayakan usaha dari
ketiga alat tangkap berbeda, secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18
53

Tabel 18 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit
penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Kriteria Penelitian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)4 UP
Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3
3,67 8.945 78,79
Purse seine 2,0 1
1,00 0,13 1,00
Jaring Insang 3.27 14.045 26,57
1,0 3
Hanyut 0,00 1.00 0.00
3,33 8.202 74,29
Bagan Perahu 1,1 2
0,15 0.00 0,35
Keterangan :
X1 = Net B/C
X2 = BEP (kg)
X3 = ROI
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek ekonomi untuk kriteria kelayakan
usaha alat tangkap purse seine menempati urutan prioritas pertama sedangkan
bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan
prioritas ketiga.
5.2.5 Analisis aspek keramahan lingkungan
Analisis terhadap aspek keramahan lingkungan dalam penentuan teknologi
penangkapan ikan layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan 9 kriteria alat
tangkap yang tergolong kedalam alat tangkap yang ramah lingkungan. Semua data
yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan nelayan (Tabel 19).

Tabel 19 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang
hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Kriteria Penelitian
U
Penangkapan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 VA5
P
Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3 V4X4 V5X5 V6X6 V7X7 V8X8 V9X9
2 4 3 4 3 3 3 4 3
Purse seine 7 2
1 1 0 1 0 2 0 1 0
Jaring Insang 2 4 4 4 4 4 4 4 4
11 1
Hanyut 1 1 1 1 1 3 1 1 1
Bagan 1 4 3 4 3 1 3 4 3
4 3
Perahu 0 1 0 1 0 0 0 1 0
54

Keterangan :
X1 = Selektivitas yang tinggi
X2 = Tidak merusak habitat
X3 = Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
X4 = Tidak membahayakan nelayan
X5 = Produksi tidak membahayakan konsumen
X6 = By-catch rendah
X7 = Dampak ke biodiversity
X8 = Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
X9 = Dapat diterima secara sosial
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas.

Berdasarkan hasil analisis diatas dari ketiga alat tangkap di atas berdasarkan
hasil skoring maka alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori alat tangkap
ramah lingkungan, purse seine dan bagan perahu termasuk alat tangkap yang
kurang ramah lingkungan (Tabel 20).

Tabel 20 Pengelompokan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan


lingkungan
No. Kategori Jenis Alat Tangkap
1. Tidak ramah lingkungan (Total <3)
Kurang ramah lingkungan Purse seine
2.
(3 ≤ Total ≤ 6) Bagan perahu
3. Ramah lingkungan (Total > 6) Jaring insang hanyut

5.2.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan
Tujuan pemilihan unit penangkapan ikan layang adalah untuk mendapatkan
jenis alat tangkap ikan layang yang mempunyai nilai yang baik ditinjau dari aspek
biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan sehingga alat tangkap
yang terpilih sebagai alat tangkap yang prioritas digunakan merupakan alat tangkap
yang pantas untuk dikembangkan. Hasil skoring yang dilakukan terhadap ketiga
jenis alat tangkap yaitu purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu yang
digunakan dalam perikanan tangkap ikan layang di Kabupaten Selayar dari kelima
aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.
55

Tabel 21 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang
hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Penangkapan Kriteria Penilaian V(A)
UP
Ikan Layang V(A)1 V(A)2 V(A)3 V(A)4 V(A)5 Total
Purse seine 3,0 2,3 2,3 2,0 7 16,6 1
Jaring Insang
0,6 1,0 0,0 1,0 11 13,6 2
Hanyut
Bagan Perahu 0,5 1,2 1,7 1,9 4 9,3 3
Keterangan :
V(A)1 = Aspek biologi
V(A)2 = Aspek teknis
V(A)3 = Aspek sosial
V(A)4 = Aspek ekonomi
V(A)5 = Aspek keramahan lingkungan

Berdasarkan hasil dari total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial,


ekonomi dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine,
jaring insang hanyut, bagan perahu) di Kabupaten Selayar maka yang menjadi
prioritas pengembangan adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama,
jaring insang hanyut pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga.

5.3 Analisis Optimasi


Analisis optimasi dengan mengunakan program linear goal programming
tetapi terlebih dahulu dilakukan analisis produksi upaya penangkapan (effort) dan
CPUE untuk mengetahui produksi ikan layang yang maksimum economic yield.
Data tersebut akan digunakan sebagai faktor tujuan dalam melakukan analisis
optimasi perikanan layang di Kabupaten Selayar.
Produksi tangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar dalam lima
tahun terakhir (2002-2006) menunjukkan berfluktuasi sebagaimana terlihat pada
Tabel 22. Berfluktuasinya produksi ikan layang dapat diakibatkan oleh berbagai
faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan perikanan tangkap. Faktor yang saling
berinteraksi tersebut adalah upaya penangkapan dan ketersedian stok ikan layang di
perairan Kabupaten Selayar.
Produksi ikan layang dalam kurun waktu lima tahun terakhir dianalisis
terhadap keadaan stok dengan menggunakan pendekatan terhadap indeks CPUE
dengan melakukan standarisasi alat tangkap yang menangkap ikan layang karena
56

terdapatnya kemampuan menangkap setiap jenis alat tangkap yang berbeda. Hasil
standarisisai menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap
standar, karena alat tangkap ini mempunyai nilai CPUE pertahun lebih besar
dibandingkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu (Lampiran 2).

Tabel 22 Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan ikan
layang di Kabupaten Selayar
Total Hasil Total
Tahun CPUE
Tangkapan (kg) Effort (trip)
2002 2629000 10369 254
2003 2442000 11449 213
2004 2940000 10721 274
2005 3110000 12192 255
2006 3120000 14147 221
Sumber : Diolah dari DKP Kabupaten Selayar 2007

Produksi ikan layang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada


tahun 2002 total hasil tangkapan 2.629.000 kg mengalami penurunan pada tahun
2003 yaitu 2.442.000 kg kemudian mengalami peningkatan 2004 yaitu sebesar
2.940.000 kg, sedangkan tahun 2005 yaitu sebesar 3.110.000 kg dan pada tahun
2006 mengalami peningkatan 3.120.000 kg. Hal ini secara lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 14.

3500000
3000000
Produksi (kg/tahun)

2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

Gambar 14 Perkembangan produksi ikan layang di perairan Selayar periode tahun


2002-2006

Berdasarkan perhitungan hubungan antara catch per unit effort dan effort
standar yang digunakan adalah alat tangkap purse seine dalam pemanfaatan
sumberdaya ikan layang mempunyai nilai intersep (a) sebesar 356.3362017
dankoefisien independent (b) sebesar -0,009595886 (Lampiran 3), sehingga secara
57

matematis hubungan antara CPUE dengan effort usaha penangkapan ikan layang
dapat dinyatakan sebagai berikut CPUE = 356.3362017-0,009595886 E2.
Hubungan antara hasil dengan effort yang lebih dikenal sebagai fungsi
produksi lestari dapat dinyatakan sebagai berikut h = 356,3362017E - 0,009595886
E2. Selanjutnya dengan menggunakan program MAPLE VIII, maka dapat diketahui
effort pada tingkat produksi lestari maksimum (Emsy) pemanfaatan sumberdaya alat
ikan layang dengan menggunakan alat tangkap purse seine sebagai standar adalah
sebesar 18.567 trip per tahun sedangkan tingkat produksi pada kondisi maximum
economic yield (Emey) ialah 15.701 trip per tahun (Lampiran 3).
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY di peroleh
sebesar 3.308.709,96 kg/tahun sedangkan pada kondisi MEY sebesar 3.140.264, 50
kg/tahun. Nilai hmsy menunjukkan tingkat produksi maksimum lestari yaitu hasil
tangkapan ikan layang yang dapat ditangkap tanpa mengancam kelestarian
sumberdaya perikanan yang terdapat di perairan Kabupaten Selayar. Hubungan
kuadratik antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan ikan layang di
perairan Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Gambar 15.
Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa hubungan antara upaya
penangkapan dan hasil tangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar
berbentuk parabola (fungsi kuadratik), artinya setiap penambahan tingkat upaya
penangkapan (E) maka akan meningkatkan hasil tangkapan (h) sampai mencapai
titik maksimum, kemudian akan terjadi penurunan hasil tangkapan untuk tiap
peningkatan intensitas pengusahaan sumberdaya.
58

Produksi (kg/tahun)
hmey = 3.140.264,50 kg/thn hmsy = 3.308.709, 96 kg/thn

2006

2004
2005

2002
2003
MSY TR=TC

MEY

Gambar 14 Hubungan antara hasil lestari ikan layang dengan upaya penangkapan
model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi penangkapan ikan
layang di perairan Kabupaten Selayar

Berdasarkan data-data yang diperoleh maka dilakukan alokasi jumlah unit


penangkapan ikan tetapi dalam melakukan analisis optimasi tidak dimasukkan faktor
tujuan yaitu meminumumkan bahan bakar minyak hal ini disebabkan oleh tidak
adanya kelangkaan dalam memperoleh bahan bakar minyak di Kabupaten Selayar.
Sehingga tujuan-tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan hasil tangkapan sumberdaya ikan layang dengan
pertimbangan MEY
Berdasarkan hasil perhitungan analisis MEY ikan layang di perairan Selayar
adalah 3.140.264,502 kg/trip/tahun. Hasil observasi dan wawancara di lapangan
menunjukkan bahwa produktivitas setiap unit penangkapan ikan layang yaitu dapat
menangkap ikan 47.753 kg/trip/tahun untuk alat tangkap purse seine (X1), 356,38
kg/trip/tahun untuk alat tangkap jaring insang hanyut (X2) dan 2225,5 kg/trip/tahun
59

untuk alat tangkap bagan perahu (X3). Berdasarkan informasi ini maka dapat dibuat
persamaan matematikanya yaitu sebagai berikut :
47753X1 + 356.38X2 + 2225.5X3 +DB1-DA1 = 3140264,502
2. Mengoptimalkan jumlah hari operasi sesuai dengan upaya penangkapan pada
tingkat fMEY
Berdasarkan hasil perhitungan analisis foptimum (fMEY) perikanan layang
yang ada di perairan Selayar adalah 15.701 trip. Hasil observasi dan wawancara di
lapangan menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan ikan ikan layang dapat
melakukan trip penangkapan ikan sebesar 180 untuk alat tangkap purse seine, 140
untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan 160 untuk alat tangkap bagan perahu.
Berdasarkan informasi ini maka dapat dibuat persamaan matematikanya yaitu
sebagai berikut :
180X1 + 140X2 + 160X3 + DB2 – DA2 <=15701
3. Mengoptimalkan tingkat penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja (nelayan) yang dapat terserap di perairan
Kabupaten Selayar adalah 4872 orang. Hasil observasi dan wawancara dilapangan
menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan ikan layang layang dapat menyerap
rata-rata sebanyak 10 orang/unit untuk alat tangkap purse seine, 2 orang/unit untuk
alat tangkap jaring insang hanyut dan 12 orang/unit untuk alat tangkap bagan
perahu. Berdasarkan informasi ini maka model persamaan matematik dari sasaran
penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut :
10X1 + 2X2 + 12X3 + DB3 >= 4872
Hasil analisis komputer dengan menggunakan perangkat lunak LINDO dalam
optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar sebagaimana
terlihat pada Lampiran 5. Hasil tersebut dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu
bagian pertama memuat informasi mengenai penyelesaian optimal, yaitu : nilai
fungsi tujuan, nilai variabel deviasional, nilai optimal variabel keputusan, nilai slack
and surplus variabel, nilai reduced cost dan nilai dual price.
Bagian kedua memuat informasi mengenai analisis sensitivitas parameter
fungsi tujuan dan parameter nilai ruas kanan kendala. Nilai dari fungsi tujuan dalam
goal programming adalah merupakan gabungan dari hasil peminuman variabel-
variabel deviasional dari kendala-kendala tujuan (goal constraints). Hasil olahan
60

LINDO dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar


memperlihatkan nilai fungsi tujuan dalam goal programming adalah merupakan
gabungan dari hasil peminuman variabel-variabel deviasinal dari kendala-kendala
tujuan dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar
memperlihatkan nilai fungsi tujuan sebesar 66.158,84 memberikan informasi
mengenai beberapa variabel keputusan (Tabel 23).

Tabel 23 Alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar


Unit Penangkapan Alokasi Alat Tangkap
No. Alat Tangkap
yang ada Optimum
1. Purse Seine 30 61
2. Jaring Insang Hanyut 600 300
3. Bagan Perahu 100 50

5.5 Analisis SWOT


Adapun penentuan strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten
Selayar menggunakan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2006), analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats) yang dilakukan dalam bentuk matrik. Hasil
identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dilakukan terhadap
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Selayar.
Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dilakukan
terhadap pengembangan perikanan layang maka dilakukan pengujian dengan
menggunakan metode SWOT (Tabel 24) sehingga menghasilkan arahan yang jelas
untuk pengembangan usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
61

Tabel 24 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan layang


di Kabupaten Selayar
Kemungkinan
Kode Identifikasi SWOT Skor
Pengembangannya
Kekuatan (Strenghts)
Potensi sumberdaya perikanan Pemanfaatan sumberdaya
S1 3
yang cukup tinggi ikan layang secara rasional

S2 Sumberdaya nelayan 3 Peningkatan kualitas


Yang cukup tinggi nelayan yang ada
Mendukung usaha
Visi Pemda untuk mewujudkan
S3 2 pemerintah daerah
Selayar sebagai kabupaten Maritim
Kabupaten Selayar
Kelemahan (Weaknesses)
Peningkatan pemanfaatan
W1 Masih beroperasi di dekat pantai 5 armada penangkapan
di jalur 2
Terbatasnya modal usaha perikanan Penyedian modal usaha
W2 4
tangkap dengan bunga rendah
Peningkatan sarana dan
W3 Kurangnya sarana dan prasarana 3
prasarana
Peluang (Opportunities)
Letak geografis Kabupaten Peningkatan produksi
O1 3
Selayar yang strategis perikanan tangkap yang ada
Peningkatan produksi ikan
O2 Harga ikan layang yang meningkat
4 layang

Permintaan yang meningkat sejalan Identifikasi permintaan


O3 3
dengan pertumbuhan penduduk pasar

Ancaman (Threats)
Peningkatan peranan
stakeholders dan
Penggunaan alat tangkap yang
T1 4 masyarakat untuk
Tidak ramah lingkungan
pengawasan pengoperasian
alat tangkap
Harga bahan bakar minyak yang Pengunaan bahan bakar
T2 4
cenderung meningkat minyak sehemat mungkin
Dengan :
Nilai 1 = Tidak Penting, Nilai 2 = Sedikit Penting, Nilai 3 = Cukup penting, Nilai 4 =
Penting dan Nilai 5 = Sangat Penting
Strategi pengembangan perikanan ikan layang yang ada di perairan Selayar
disesuaikan dengan potensi yang dimiliki Kabupaten Selayar (Strategi SO) dimana
diarahkan kepada optimalisasi usaha perikanan ikan layang. Strategi ST diarahkan
kepada pengunaan teknologi yang hemat Bahan Bakar Minyak. Strategi WO adalah
62

dengan jalan peningkatan modal usaha perikanan tangkap sedangkan strategi WT


adalah peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan
pengoperasian alat tangkap (Tabel 25).

Tabel 25 Analisis SWOT pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar


No. Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah
Strategi SO
Optimalisasi usaha perikanan layang
1. S01 dengan purse seine
18
S1, S2, S3, 01, 03
Strategi ST
Pengunaan teknologi penangkapan ikan
2. ST1 layang yang hemat bahan bakar minyak 14
S1, S2, T1, T2
Strategi WO
Penyediaan modal usaha dengan bunga
3. W02 rendah 11
W2, 02, 03
Strategi WT
Peningkatan peranan stakeholders dan
masyarakat untuk pengawasan
4. WT1 9
pengoperasian alat tangkap
W1, T1
6 PEMBAHASAN

6.1 Pemilihan Teknologi Untuk Ikan Layang di Kabupaten Selayar

Teknologi penangkapan ikan layang yang digunakan oleh nelayan


Kabupaten Selayar saat ini adalah purse seine, jaring insang hanyut dan bagan
perahu. Ketiga alat tangkap ini dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial,
ekonomi, dan keramahan lingkungan untuk mengetahui urutan prioritas
pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.

6.1.1 Analisis aspek biologi

Berdasarkan kriteria aspek biologi (Tabel 15) untuk spesies komposisi target
spesies (%), ukuran hasil tangkapan utama (cm), dan lama waktu musim
penangkapan ikan layang (bulan) alat tangkap purse seine berada pada urutan
prioritas pertama, jaring insang hanyut berada pada urutan prioritas kedua dan
bagan perahu pada urutan prioritas ketiga.
Untuk komposisi hasil tangkapan 60 % dan ukuran hasil tangkapan pada alat
tangkap purse seine yaitu 20,4 cm menunjukkan ikan-ikan yang telah ditangkap
adalah ikan-ikan yang sudah pernah memijah sehingga secara biologis sudah
mendukung keberlanjutan dari sumberdaya ikan layang. Hasil penelitian Tiews et al.
(1970); Jaiswar et al (1993); dan Atmajaya dan Nugroho (1995) menyatakan bahwa
ikan layang mencapai matang gonad pada panjang cagak (FL) lebih besar 18 cm.
Menurut Najamuddin (2006) menyatakan Ikan layang betina pertama kali
memijah pada panjang cagak antara 19,8 cm – 20,3 cm, sedangkan ikan layang
jantan pada panjang cagak antara 19,6 cm – 20,1 cm. Hal ini berbeda dengan hasil
tangkapan pada alat tangkap bagan perahu yang dimana hasil tangkapannya belum
mengalami matang gonad dengan ukuran panjang rata-rata 18,5 cm.

6.1.2 Analisis aspek teknis

Berdasarkan analisis aspek teknis (Tabel 16), yang dikaji erat kaitannya
dengan efektivitas suatu unit penangkapan ikan, dimana alat tangkap tersebut
dikatakan efektif jika alat tangkap tersebut memiliki produktivas yang tinggi.
Berdasarkan kriteria-kriteria penilaian yang digunakan dalam aspek ini adalah nilai
produksi per tahun, produksi per trip dan produksi per tenaga kerja menempatkan
64

alat tangkap purse seine menempati urutan pertama dalam usaha perikanan layang
yang ada di Kabupaten Selayar.
Hal ini dapat disebabkan oleh prinsip pengoperasian alat tangkap purse
seine yang bersifat aktif dengan cara melingkari tujuan penangkapan,
mengkerucutkan bagian bawah jaring sehingga membentuk kantong menyebabkan
ikan-ikan layang yang telah berada dalam catchable area akan sulit untuk
meloloskan diri. Sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan
perahu yang bersifat pasif dengan prinsip pengoperasian menghadang gerakan
renang ikan sehingga peluang untuk mendapatkan hasil tangkapan relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan alat tangkap purse seine.

6.1.3 Analisis aspek sosial

Dalam suatu usaha perikanan FAO dalam Asian Produktivity Organisation


Development menyatakan bahwa dalam bidang perikanan berkelanjutan faktor
sosial harus menjadi perhatian penting. Berdasarkan hasil skoring untuk aspek
sosial alat tangkap purse seine pada urutan pertama, bagan perahu pada urutan
kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga (Tabel 17).
Hal ini disebabkan oleh alat tangkap purse seine mampu memberikan
pendapatan nelayan yang lebih tinggi dibandingkan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu. Sedangkan dari segi tenaga kerja bagan perahu mampu
menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Tingkat penguasaan teknologi ketiga alat tangkap tersebut tidak mengalami
kesulitan disebabkan nelayan sudah beberapa tahun menggunakan alat tangkap
tersebut.

6.1.4 Analisis aspek ekonomi

Sesuai dengan hasil skoring untuk aspek ekonomi dilihat dari segi kelayakan
usaha (Tabel 18) menempatkan alat tangkap purse seine menempati urutan prioritas
pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut
menempati urutan prioritas ketiga.
Berdasarkan hasil analisis kriteria kelayakan usaha pada aspek ekonomi
dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha penangkapan dari setiap alat tangkap
untuk mengetahui keuntungan usaha yang di terima nelayan. Hasil analisis
65

perhitungan nilai Net B/C mengambarkan skala penerimaan atas biaya dan modal
adalah untuk alat tangkap purse seine sebesar 3,67. Hal ini mempunyai arti bahwa
pendapatan yang diperoleh sebesar 3,67 kali dari atas besarnya biaya yang
dikeluarkan sehingga usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Nilai Net B/C alat
tangkap purse seine dan nilai Net B/C dari alat tangkap bagan perahu lebih tinggi
daripada nilai B/C alat tangkap jaring insang hanyut. Sedangkan untuk nilai NPV
sebesar Rp. 440.756.518 dimana nilai NPV > 0 menunjukkan nilai rata-rata
keuntungan bersih yang diperoleh selama 10 tahun ke depan.
ROI sebesar 78,79 % nilai ini menunjukkan bahwa investasi usaha perikanan
purse seine di Kabupaten Selayar dalam artian setiap satu rupiah yang akan
diinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 78,79 berbeda dengan
alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 26,56 % dan bagan perahu sebesar 74,29
%.
Hasil penjualan minimum atau hasil tangkapan minimal (BEP) dari sebuah
unit penangkapan purse seine selama satu tahun usaha. BEP merupakan jumlah
dan nilai minimal yang harus diperoleh agar dapat menutupi total biaya nilai produksi
per tahun sehingga usaha ini akan memberikan keuntungan apabila berada pada
titik sama atau lebih besar dari Rp. 64.577.109 dengan volume produksi per tahun
sebesar 8.945,75 kg (Lampiran 4).
Alat tangkap purse seine prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Selayar
harus tetap memperhatikan berapa jumlah alat tangkap ini yang optimal untuk
dioperasikan di perairan Selayar sehingga tidak akan akan terjadi kelebihan
penggunaan alat tangkap ini. Dalam beberapa penelitian juga dikatakan bahwa alat
tangkap purse seine mampu memberikan keuntungan yang maksimal tetapi selain
dengan melakukan analisis finansial juga untuk ke depan terlebih perlu faktor-faktor
produksi terhadap usaha purse seine.
Hal ini sesuai dengan pendapat Masyahoro (2001) yang menyatakan bahwa
faktor lama operasi/trip dan ukuran panjang jaring purse seine akan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap besarnya hasil tangkapan dalam operasi
penangkapan ikan layang mengunakan alat tangkap purse seine.
Keunggulan alat tangkap tangkap purse seine disebabkan antara lain karena
tingginya produktivitas menyebabkan pendapatan kotor yang cukup besar
dibandingkan kedua alat tangkap tersebut sehingga dari segi ekonomi alat tangkap
66

purse seine menempati urutan pertama, bagan perahu pada urutan kedua dan jaring
insang hanyut pada urutan ketiga.

6.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan

Berdasarkan hasil analisis keramahan lingkungan dari ketiga alat tangkap di


atas berdasarkan hasil skoring dari kriteria keramahan lingkungan maka alat
tangkap jaring insang hanyut dan purse seine termasuk kategori alat tangkap ramah
lingkungan sedangkan bagan perahu termasuk alat tangkap yang dianggap kurang
ramah lingkungan (Tabel 19).
Bagan perahu dikategorikan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan
disebabkan karena selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by catch) memiliki
nilai yang rendah mampu menangkap semua jenis ikan yang ada dalam areal
penangkapan dari berbagai jenis dan ukuran ini dibandingkan dengan alat tangkap
lainnya dan jika dihubungkan dengan nilai aspek biologi menunjukkan bahwa hasil-
hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh relatif belum mengalami matang gonad.
Hal ini sesuai dengan pendapat Najamuddin (2004) yang menyatakan alat tangkap
bagan perahu termasuk alat tangkap yang tidak selektif dimana menangkap banyak
jenis ikan dengan ukuran mulai dari kecil sampai besar.
Menurut Shepherd (1992) menyatakan bahwa penangkapan ikan-ikan kecil
lebih berbahaya dari pada penangkapan ikan memijah, karena lebih banyak jumlah
ikan yang diambil dengan berat yang sama, dan juga ikan-ikan lebih kecil lebih
mudah ditangkap bertahun-tahun sampai memijah. Jika ditangkap pada fase-fase
sebelum memijah, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk memijah, sementara
tidak semua ikan yang memijah dapat ditangkap dan mereka mempunyai
kesempatan memijah sekurang-kurangnya sekali.
Hal ini sesuai dengan pendapat Monintja (2000) bahwa alat tangkap ikan
disebut ramah lingkungan bila memenuhi 9 kriteria tersebut selanjutnya menurut
Arimoto (1999); Samuel (2003), teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan
adalah suatu alat tangkap yag tidak memberikan dampak lingkungan, tidak merusak
dasar perairan (benthik disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap kecil,
serta kontribusinya terhadap polusi rendah.
Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada
saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi
67

penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitik beratkan pada kepentingan


konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro 1999).

6.1.6 Analisis gabungan beberapa aspek


Analisis aspek gabungan dari aspek biologi, teknik, sosial, ekonomi dan
keramahan lingkungan dimaksudkan untuk menilai penampilan alat tangkap secara
menyeluruh. Hasil dari analisis ini merupakan salah satu indikator menyeluruh
tentang bagaimana keberlanjutan dari suatu usaha penangkapan ikan layang yang
ada di perairan Kabupaten Selayar dan urutan prioritas dari alat tangkap yang ada
(Tabel 21).
Berdasarkan hasil dari total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial,
ekonomi, dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine,
jaring insang hanyut, bagan perahu) di Kabupaten Selayar maka yang menjadi
prioritas pengembangan adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama,
jaring insang hanyut pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam usaha perikanan layang yang diprioritaskan untuk
dikembangkan adalah alat tangkap purse seine sesuai dengan pendapat Haluan dan
Nurani (1988), dan Yuliansyah (2002) yang menyatakan bahwa alat tangkap purse
seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk dikembangkan.
6.2 Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Layang
Model linear goal programming yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
tiga variabel keputusan dan tiga kendala tujuan. Variabel keputusan yang dimaksud
adalah jumlah unit penangkapan purse seine (X1), jumlah unit penangkapan jaring
insang hanyut (X2) dan jumlah unit penangkapan bagan perahu (X3). Adapun ketiga
kendala tujuan yang dimaksud adalah mengoptimalkan hasil tangkapan,
mengendalikan jumlah hari operasi dan mengoptimalkan jumlah anak buah kapal.
Hasil olahan LINDO dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di
Kabupaten Selayar memperlihatkan nilai fungsi tujuan sebesar 66.158,84
memberikan informasi mengenai beberapa variabel keputusan yaitu :
1. Jumlah unit penangkapan purse seine yang optimal adalah 61 unit.
Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X1 sebesar 61
2. Jumlah unit penangkapan jaring insang hanyut yang optimal adalah 300 unit.
Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X2 sebesar 300
68

3. Jumlah unit penangkapan bagan perahu yang optimal adalah sebanyak 50 unit.
Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X3 sebesar 50
Berdasarkan hasil analisis perhitungan ini menunjukkan bahwa alat tangkap
purse seine yang layak dioptimalkan dengan jumlah 61 unit, ini berarti harus ada
penambahan jumlah armada penangkapan sebanyak 31 unit karena berdasarkan
data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar saat ini purse seine
sebanyak 30 unit tetapi penambahan jumlah unit peningkatan ini tetap harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak memberikan dampak yang buruk terhadap
pengelolaan sumberdaya ikan layang di perairan Selayar.
Hal ini juga menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan jumlah unit
penangkapan ikan layang yang telah direkomendasikan oleh Sultan (2004) yaitu
sebesar 15 unit. Sedangkan untuk jumlah alat tangkap jaring insang hanyut dewasa
ini yang ada di Kabupaten Selayar adalah 600 unit maka dilakukan pembatasan
sebesar 300 unit dan alat tangkap bagan perahu yang ada dewasa ini sebesar 100
unit dialokasikan menjadi 50 unit hal ini dilakukan untuk melakukan transfer
teknologi secara bertahap alat penangkapan ikan dari alat yang ada ke alat
penangkapan ikan yang baru selain itu juga untuk pengalokasian ke usaha budidaya
perikanan yang ada seperti usaha tambak dan rumput laut yang juga mulai
berkembang.

6.3 Strategi Pengembangan Perikanan Layang

Hasil analisis SWOT pada (Tabel 22 dan Tabel 23) digunakan sebagai
arahan dan kebijakan dalam program pengembangan perikanan layang di
Kabupaten Selayar . Urutan kebijakan berdasarkan hasil SWOT adalah sebagai
berikut :
1. Optimalisasi usaha perikanan layang
Potensi sumberdaya perikanan yang cukup tinggi didukung dengan
sumberdaya nelayan yang tinggi serta visi Pemda untuk mewujudkan Selayar
sebagai kabupaten maritim dimana didukung oleh letak geografis kepulauan Selayar
yang strategis sehingga penerapan teknologi yang tepat guna dalam usaha
optimilasasi usaha perikanan layang. Optimalisasi sumberdaya perikanan layang
dalam hal ini digunakan sebagai solusi terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan di perairan Selayar sehingga diperoleh berbagai manfaat secara optimal.
69

Menurut Gaspersz (1996), optimasi adalah suatu proses pencarian hasil


yang terbaik. Karena optimisasi mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik
dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik dalam memecahkan persoalan,
maka aplikasinya dapat meluas ke berbagai haluan (Haluan 1985). Optimasi dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Selayar harus mendapat dukungan
melalui kebijakan pemerintah daerah, agar semua pelaku dalam bidang perikanan
memiliki persepsi yang sama.
2. Pengunaan unit penangkapan ikan layang yang hemat bahan bakar minyak
Bahan bakar minyak (BBM) merupakan jenis sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui yang cadangannya di alam terbatas. Dengan semakin
menipisnya cadangan minyak dunia sedangkan kebutuhan bahan bakar semakin
meningkat, maka aktivitas penangkapan ikan diharapkan dapat menggunakan
bahan bakar seminim mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan
usaha penangkapan ikan yang ada pada kondisi sekarang ini sangat tergantung
pada pasokan minyak bumi sebagai bahan bakar dalam operasi penangkapan ikan.
Usaha pengembangan perikanan dengan potensi sumberdaya ikan layang
yang cukup tinggi tetapi dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak yang
dapat menyebabkan biaya operasional dalam usaha penangkapan meningkat maka
solusi utama adalah meminimumkan penggunaan bahan bakar minyak tetapi tetap
memberikan hasil yang optimal dengan cara dilakukan penentuan daerah
penangkapan ikan layang yang tepat sehingga meminimumkan biaya operasional
nelayan dalam penentuan daerah fishing ground sehingga nelayan ke laut bukan
mencari ikan melainkan langsung menangkap ikan.
3. Penyediaan modal usaha dengan bunga rendah
Peningkatan kesejahteraan melalui dukungan permodalan adalah syarat
mutlak bagi para pelaku-pelaku bisinis perikanan baik bagi usaha skala kecil,
menegah dan besar termasuk koperasi. Modal yang diperlukan sangat diharapkan
berasal dari kredit perbankan yang diberikan kepada perusahaan swasta, BUMN,
koperasi ataupun individu pengusaha, dimana selama ini terdapat keenganan dari
pihak perbankan karena masalah kelayakan usaha/teknis melainkan kesalahan
manajemen (Abubakar 1999).
Salah satu perbankan yang sangat dekat dengan masyarakat Selayar
sampai-sampai di desa-desa terpencil adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI)
70

sehingga diharapkan dapat memberikan bantuan modal usaha kepada masyarakat


nelayan. BRI sampai saat ini menurut Rudjito (2002) sampai saat ini masih
memegang peranan penting sebagai bagian dari lokomotif penggerakan
perekonomian di daerah dengan menjalankan tiga peran tradisional bank sebagai
intermediasi, optimalisasi pendapatan pemilik dana berlebih dan optimalisasi
pembiayaan usaha.
Agar semua peran BRI dapat tercapai maka secara bertahap melakukan
beberapa langkah-langkah yaitu : membangun jaringan informasi on line, penetapan
fokus bisnis pada usaha ritel dan agribisnis, dan pengembangan program kemitraan
serta regionalisasi kebijakan bisnis.
4. Peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat dalam pengawasan
pengoperasian alat tangkap
Pengembangan suatu perikanan tangkap sangat diperlukan peranan
pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan. Nelayan ada yang menggunakan racun untuk melakukan
penangkapan ikan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap sumberdaya yang
ada sehingga untuk mencegah hal tersebut pemerintah setempat bekerjasama
dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan pengawasan di perairan Selayar.
Salah satu program Dinas Perikanan dan Kelautan Selayar adalah dengan
membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) melalui
pemberdayaan masyarakat untuk mengawasi dan memantau seluruh aktivitas
masyarakat pesisir.
Melalui pendekatan dan kegiatan ini, masyarakat diharapkan memahami dan
mengetahui potensi sumber daya hayati laut yang harus dilestarikan sehingga usaha
pemanfaatan sumberdaya yang ada tetapi berkelanjutan. Selain itu di Kabupaten
Selayar untuk menanggulangi illegal fishing, pemerintah setempat melakukan
koordinasi antar instansi yaitu adanya kerjasama antara Dinas Kelautan dan
Perikanan Selayar dan pihak Kepolisian serta Kejaksaan yang mendukung
pengawasan yang dilaksanakan. Salah satu upaya yang dilaksanakan adalah
mendirikan pos-pos penjagaan yang melibatkan unsur pemerintah daerah dan
aparat kepolisian serta masyarakat.
7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Prioritas urutan teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar


berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan
adalah purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan
kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga.
2. Alokasi dari jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum digunakan di
perairan Kabupten Selayar adalah purse seine sebanyak 61 unit, jaring insang
hanyut sebanyak 300 unit dan alat tangkap bagan perahu sebanyak 100 unit.
3. Strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar adalah (1)
optimalisasi usaha perikanan layang, (2) penggunaan unit penangkapan ikan
yang hemat bahan bakar minyak, (3) penyediaan modal usaha dengan bunga
rendah dan (4) peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk
pengawasan pengoperasian alat tangkap.

7.2 Saran

1. Penambahan jumlah unit penangkapan purse seine sebanyak 30 unit dilakukan


secara hati-hati dan diharapkan adanya peningkatan peran pemerintah dalam
pengoperasian alat tangkap agar tidak memberikan dampak yang buruk
terhadap pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Selayar.
2. Perlunya mengadakan penelitian lanjutan tentang bagaimana pengaruh faktor-
faktor produksi yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan daerah-
daerah yang potensial untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan layang.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M. 1999. Pemberdayaan Perikanan Rakyat (Nelayan) Melalui Dukungan


Kelembagaan dan Permodalan. Makalah Seminar dalam Kongres V
Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia. Bogor. 11 hal.

Agrawal RC, Earl O Heady. 1973. Operations Research Methods for Agricultural
Decisions. The Law State University Pres, Ames. Pg 303 .

Alhidayat, SA. 2002. Kajian Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kotabaru


Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor: IPB. 77 hal.

Arifin, F. 2006. Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kecamatan Bontoharu


Kabupaten Selayar. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar. 77 hal.

Arimoto, T. 1999. Research and Education System of Fishing Technology in Japan.


The 3 rd JSPS International Seminar. Suistainable Fishing Technology in
Asia Toward the 21 st Century. Pg 32-37.

Arimoto, T., Choi, S.J., and Choi, Y.G. 1999. Trend and Perspectives for fishing
Technology Research Towards the Susitainable Development. In Proceeding
of 5th Internasional Symposium on Efficient Aplication and Preservation of
Marine Biological Resources OSU National University. Japan. Pg 135-144 .

Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 1995. Aspek Reproduksi Ikan Layang Deles
(Decapterus macrosoma) dan Siro (Amblygaster sirm) sebagai Pertimbangan
dalam Pengelolaannya di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan 1(3):1-10.

Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 2005. Aplikasi Model Beverton dan Holt bagi Ikan
Layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal Penelitian
Perikanan 11(6):1-6.

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 81 hal.

Bahari, R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan


Tangkap. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat : Jakarta 18-19
Desember 1991. Pusat Penelitian Perikanan dan Pengembangan Perikanan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta. Hal. 165-180.

Balai Penelitian Perikanan Laut. 1992. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta. 170 hal.
73

Barani, M.H. 2005. Model Pengelolaan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap:Kasus


Perairan Laut Sulawesi Selatan Bagian Selatan. [Disertasi]. Bogor: IPB. 159
hal.

Barus, H.R. Badrudin. dan N. Naamin. 1991. Potensi Sumberdaya Perikanan Laut
dan Strategi Pemanfaatannya bagi Pengembangan Perikanan yang
Berkelanjutan. Prosiding Forum II Perikanan Sukabumi, 18-21 Juni 1991.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta. Hal 165-180.

Baskoro, M.S. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 54 hal.

Brandt, A. von. 1984. Fish Catching Methods of The World. 3rd Edition.
Warwickshire: Avon Litho Ltd., Stratford-upon-Avon. Pg 418.

Burhanuddin, Djamali, A, Maryosewojo S, Muljanto. 1983. Evalusi tentang Potensi


dan Usaha Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp).
Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta. 61 hal.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Maritim Selayar dalam Angka.
Kantor Statistik Kabupaten Selayar. 360 hal.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Laporan Tahunan Dinas Perikanan
Kabupaten Selayar. Kabupaten Selayar. Sulawesi Selatan. 217 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya


Perikanan Laut. Bagian I. Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting. Departemen
Pertanian. Jakarta. 64 hal.

Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design (ed. By Carrothers, P.J.G.
FAO Fishing Manuals, Fishing News Books. Ltd. Pg 183-203.

Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. London : FAO Fishing. News Books. Ltd.
Pg 183 – 203.

Haluan, J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman


Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (Bagian Pertama). Sistem Pendidikan
Jarak Jauh Melalui Satelit Sisdiksat Intim. Bogor. 55 hal.

Haluan, J. dan T. W. Nurani. 1988. Penerapan Metode Skoring dalam Penelitian


Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai Untuk dikembangkan di Suatu
Wilayah Perairan. Bulletin PSP (2):3-16.

Gafa, B., Bahar, S. dan Karyana. 1993. Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan
Laut Flores dan Selat Makassar. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 72:43-53.
74

Gardenia, Y.T. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan untuk Perikanan Rajungan di


Perairan Gerbang Mekar Kabupaten Cirebon. [Tesis]. Bogor: IPB.114 hal.

Gaspersz, V. 1996. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik


Industri. Tarsito. Bandung. 669 hal.

Gordon, H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: the
Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142.

Gunarso, W. 1984. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metode dan
Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan. Bogor : IPB.281 hal.

Gulland, J. A. 1991. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Methods. A Wiley-


Interscience Publication. Pg 223.

Jaiswar, A.K., George, J.P., Gulati, D.L., Swamy, R.P. 1993. A Study of Length-
Weight Relationship, Food and Feeding Habits of Indian Scad, Decapterus
ruselli (Ruppell, 1830) along The Northwest Coast of India. Journal Indian
Fish 23:1-6.

Jaiswar, A. K., S. K.Chakraborty and R.P. Swamy. 2001. Studies on the Age, Growth
and Mortality Rates of Indian Scad Decapterus russelli (Ruppell) from Mubai
Waters. Fisheries Research 53:303-308.

Kadariah. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. 104 hal.

Mangkusbroto dan Trisnadi. 1985. Analisa Keputusan Pendekatan System dalam


Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. 271 hal.

Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 68 hal.

Masyahoro, A. 2001. Analisis Berbagai Faktor Produksi pada Perikanan Purse Seine
di Perairan Teluk Tomini. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako. 8(2):216-233.

Mulyono, S. 1991. Operations Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia. Jakarta. 247 hal.

Monintja, D.R. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Sumberdaya


Hayati Laut di Indonesia. Buletin PSP 1(2):4-25.

Monintja, D.R. 2000. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 156 hal.
75

Najamuddin. 2004. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp)


Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar. [Disertasi]. Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar. 263 hal.

Najamuddin. 2006. Analisis Ukuran Mata Jaring Minimum Alat Penangkap Ikan
Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker) di Perairan Selat Makassar
Sulawesi Selatan. Jurnal Kopertis. 1(1):1-13.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. PT. Djambatan. Jakarta. 386 hal.

Purbayanto, A., dan Baskoro M. 1999. Tinjauan Singkat Tentang Pengembangan


Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the
Development of Environmental Friendly Fishing Technology. Graduate
Student at Tokyo University of Fisheries. Departemen of Marine Science and
Technology. Tokyo. 5 hal.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. 188 hal.

Rudjito. 2002. Peran Sektor Perbankan dalam Menunjang Sektor Kelautan dan
Perikanan di Kawasan Timur Indonesia. Bahan Seminar Optimalisasi dan
Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dalam Mendorong
Percepatan Pembangunan di KTI 20-21 Maret 2002. Bogor. 16 hal.

Rukka, A.H. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan untuk Ikan Cakalang di Perairan
Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor: IPB. 65 hal.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2. Bina Cipta.
Bogor. 508 hal.

Samuel. 2003. Composition of Spesies Caught by Some Fishing Gears in The


Middle Part of Musi River Basins. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya
Perairan. 1(1):89-100.

Schaefer, M.B. 1954. Some Aspects of Dynamic of Population Important to the


Management of Commercial Marine Fisheries. Bulletin of the Inter-American
Tropical Tuna Commission: 25-26.

Setyawan, L.B. 1992. Studi Tentang Aspek Target Strenght Ikan Tongkol (Euthunus
affinis). [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan. Bogor: IPB. 74 hal.

Shepherd, J.G. 1992. Aide Memoire on Scientific Advice on Fisheries Management


Directorate of Fisheries Research. Lowesroft. UK. Pg 17.

Siswanto. 1993. Goal Programming dengan Menggunakan LINDO. PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 242 hal.
76

Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 234 hal.

Stevenson, W. J. 1989. Introduction to Management Science. Homewood. Boston.

Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan dan Laut di Indonesia
(Fishing Gears for Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian
Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 50(1):248.

Sudirman dan Mallawa, A. 2003. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta. 168 hal.

Sultan, M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional


Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: IPB. 174 hal.

Supranto. 1983. Linear Programming. Edisi Kedua. Lembaga Penelitian Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 87 hal.

Tiews, K., I. A. and L. M. Santos. 1970. On the Biology of Anchovies (Stolephorus


lacepede) in Philippines waters. Proc. Indo. Pasific Fish. Counc. 12(2):1-25.

Yuliansyah, H. 2002. Pengembangan Perikanan Tangkap untuk Pemberdayaan


Nelayan di Kepulauan Riau dalam Perpestif Otonomi Daerah. [Tesis]. Bogor:
IPB. 231 hal.

Wiyono, E.S. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk


Pelabuhanratu, Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: IPB. 101 hal.

Weber, M. and De Beaufort, L.F. 1931. The Fishes of the Indo-Australian


Archiopelago. Vol. VI. E.J. Brill Leiden Ltd:192-201.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

120° 122° 124°

2° 2°

Lampiran
0 1. Lanjutan
06 00’ 4° 4°

120° 122° 124°

1: 400.000

Keterangan :

: lokasi penelitian

060 20’ : fishing base bagan perahu


: fishing base jaring Insang
hanyut
: fishing base purse seine
: fishing ground alat tangkap
1200 20' 1200 20'
Lampiran 1 Lanjutan
Lampiran 2 Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip)

A. Data produksi dan upaya penangkapan sebelum standarisasi

Purse Seine Bagan Perahu Jaring Insang Hanyut


Tahun
kg trip kg trip kg trip
2002 1265000 4850 799000 34950 565000 68600
2003 1222000 4900 732000 40070 488000 87480
2004 1470000 5760 882000 24480 588000 91640
2005 1555000 6400 933000 28800 622000 106040
2006 1645000 7680 885000 32800 590000 115640
Total 7157000 29590 4231000 161100 2853000 469400

B. Produktivitas dan FPI (Fishing Power Indeks)

Alat Produktivitas FPI


Purse seine 241.8722541 1
Bagan Perahu 26.26319056 0.1085829
Jaring Insang Hanyut 6.077971879 0.02512885

C. Total hasil dan upaya penangkapan baku setelah standarisasi

Upaya Penangkapan Baku


Total Hasil (trip) Total
Tahun CPUE
Tangkapan Purse Bagan Jaring Insang effort
(kg) Seine Perahu Hanyut (trip)
2002 2629000 4850 3795 1724 10369 253.54883
2003 2442000 4900 4351 2198 11449 213.29022
2004 2940000 5760 2658 2303 10721 274.23027
2005 3110000 6400 3127 2665 12192 255.08842
2006 3120000 7680 3562 2906 14147 220.53492
Lampiran 3 Hasil analisis program MAPLE VIII terhadap fungsi produksi ikan layang

> a:=356.3362017;
a:=356.2017
> b:=-0.009595886;
b:=-0.9586
> c:=550000;
c := 5 0
> p:=10000;
p := 10000
> Emsy:=-a/(2*b);
Emsy:=18567.39
> h:=a*E+b*E^2;
h := 356.3362017 E − 0.009595886 E 2
> TR:=p*h;
TR := 0.3563362017 10 7 E − 95.95886000 E 2
> plot(TR,E=0..37134);

> hmsy:=a*Emsy+b*Emsy^2;
hmsy := 0.3308070996 10 7

> TRmsy:=p*hmsy;
TRmsy := 0.3308070996 10 11
> TCmsy:=c*Emsy;
TCmsy := 0.1021192368 10 11
> phimsy:=TRmsy-TCmsy;
phimsy := 0.2286878628 10 11
> h:=a*E+b*E^2;
h := 356.3362017 E − 0.009595886 E 2
> plot(h,E=0..37134);

> TR:=p*h;
TR := 0.3563362017 10 7 E − 95.95886000 E 2
> plot(TR,E=0..37134,color=black);
> TC:=c*E;
TC:=50 E
> plot(TC,E=0..37134,color=black);

> plot({TR,(E),TC(E)},E=0..37134,color=black);
> fsolve(TR=TC,E);
0.3,14265
> phi:=p*h-c*E;
φ := 0.3013362017 10 7 E − 95.95886000 E 2

> fsolve(phi,E);
0.3,14265
> diff(phi,E);
0.3013362017 10 7 − 191.9177200 E

> y:=diff(phi, E);


y := 0.3013362017 10 7 − 191.9177200 E

> fsolve(y=0, E);


1570.32
> Emey:=15701.32251;
Emey:=1570.32
> hmey:=a*Emey+b*Emey^2;
hmey := 0.3229261181 10 7

> TRmey:=p*hmey;
TRmey := 0.3229261181 10 11

> TCmey:=c*Emey;
TCmey := 0.8635727380 10 10
> phimey:=TRmey-TCmey;
phimey := 0.2365688443 10 11

> Eoa:=31402.64502;
Eoa:=31402.65
> hoa:=a*Eoa+b*Eoa^2;
hoa := 0.1727145476 10 7
> TRoa:=p*hoa;
TRoa := 0.1727145476 10 11
> TCoa:=c*Eoa;
TCoa := 0.1727145476 10 11
> phioa:=TRoa-TCoa;
phioa := 0.
Lampiran 4 Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap

1. Perikanan purse seine

No. Uraian Biaya


(1) Investasi
1 Kapal (untuk 10 tahun) 125.000.000
2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 20.000.000
3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) 22.000.000
4 Alat bantu penangkapan 18.000.000
Total investasi 185.000.000
(2) Biaya
1) Biaya tetap
1 Penyusutan kapal 12.500.000
2 Penyusutan mesin 4.000.000
3 Penyusutan alat tangkap 4.400.000
4 Penyusutan alat Bantu 3.600.000
5 Perawatan kapal (5 kali dalam setahun) 4.000.000
6 Perawatan mesin (4 kali dalam setahun) 3.800.000
7 Perawatan alat tangkap (3 kali dalam setahun) 1.090.000
Total biaya tetap 33.390.000
2) Biaya tidak tetap
1 Solar 115.500.000
2 Minyak tanah 540.000
3 Oli 2.700.000
4 Es 3.600.000
5 Konsumsi (10 orang x 180 trip x Rp. 5000) 9.000.000
6 Upah ABK (10 orang x 180 trip x Rp. 30.000 36.000.000
Total biaya tidak tetap 167.340.000
Total biaya 200.730.000
Lampiran 4 Lanjutan

2. Perikanan jaring insang hanyut

No. Uraian Biaya


(1) Investasi
1 Kapal (untuk 10 tahun) 20.000.000
2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 5.000.000
3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) 10.000.000
Total investasi 35.000.000
Biaya
I. Biaya tetap
1 Penyusutan kapal 4.000.000
2 Penyusutan mesin 1.000.000
3 Penyusutan alat tangkap 2.000.000
4 Perawatan kapal 1.500.000
5 Perawatan mesin 1.000.000
6 Perawatan alat tangkap 1.500.000
Total biaya tetap 11.000.000
II. Biaya tidak tetap
1 Solar 10.000.000
2 Minyak tanah 2.700.000
3 Oli 1.400.000
4 Konsumsi (10 orang x 180 trip x Rp. 5000) 5.600.000
Total biaya tidak tetap 19.700.000
Total biaya 30.700.000
Lampiran 4 Lanjutan

C. Analisis kelayakan usaha alat tangkap Bagan Perahu

No. Uraian Biaya


A. Investasi
1 Kapal (untuk 10 tahun) 100.000.000
2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 30.000.000
3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) 25.000.000
4 Alat bantu penangkapan 25.000.000
Total investasi 170.000.000
B. Biaya
I. Biaya tetap
1 Penyusutan kapal 10.000.000
2 Penyusutan mesin 4.000.000
3 Penyusutan alat tangkap 5.000.000
4 Penyusutan alat Bantu 5.000.000
5 Perawatan kapal (5 kali dalam setahun) 3.000.000
6 Perawatan mesin (4 kali dalam setahun) 4.000.000
7 Perawatan alat tangkap (3 kali dalam setahun) 35.000.000
Total biaya tetap
II. Biaya tidak tetap
1 Solar 55.000.000
2 Minyak tanah 500.000
3 Oli 1.000.000
4 Es 2.800.000
5 Konsumsi 9.600.000
6 Upah ABK 19.200.000
Total biaya tidak tetap 88.700.000
Total biaya 123.200.000
Lampiran 5 Hasil analisis LINDO untuk alokasi unit penangkapan ikan layang di
perairan Kabupaten Selayar

MIN DA1 + DB1 + DA2 + DB2 + DB3

SUBJECT TO

47753 X1 + 356.38 X2 + 2225.5 X3 + DB1 - DA1 = 3140264.502 (MEY)

180 X1 + 147 X2 + 160 X3 + DB2 - DA2 <= 15.701 (fMEY)

10 X1 + 2 X2 + 12 X3 + DB3 >=4872 (Jumlah Nelayan)

X2 >= 300

X3 >= 50

END

Keterangan :
X1 = Purse seine
X2 = Jaring insang hanyut
X3 = Bagan perahu

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 9


s
OBJECTIVE FUNCTION VALUE

1) 66158.84

VARIABLE VALUE REDUCED COST


DA1 0.000000 1.003560
DB1 0.000000 0.996440
DA2 63098.761719 0.000000
DB2 0.000000 2.000000
DB3 3060.085449 0.000000
X1 61.191456 0.000000
X2 300.000000 0.000000
X3 50.000000 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES


2) 0.000000 -0.003560
3) 0.000000 1.000000
4) 0.000000 -1.000000
5) 0.000000 -143.731293
6) 0.000000 -140.077255

NO. ITERATIONS= 9
Lampiran 5. Lanjutan

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:

OBJ COEFFICIENT RANGES


VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
COEF INCREASE DECREASE
DA1 1.000000 INFINITY 1.003560
DB1 1.000000 INFINITY 0.996440
DA2 1.000000 264.350006 0.923924
DB2 1.000000 INFINITY 2.000000
DB3 1.000000 12.144772 1.000000
X1 0.000000 3005.665771 47923.000000
X2 0.000000 INFINITY 143.731293
X3 0.000000 INFINITY 140.077255

RIGHTHAND SIDE RANGES


ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE
RHS INCREASE DECREASE
2 3140264.500000 14612826.000000 2922075.750000
3 15.701000 63098.761719 INFINITY
4 4872.000000 INFINITY 3060.085449
5 300.000000 1589.349243 300.000000
6 50.000000 265.311005 50.000000
Lampiran 6 Dokumentasi hasil penelitian

Gambar 1 Kapal purse seine yang beroperasi di Kabupaten Selayar

Gambar 2 Alat tangkap jaring insang hanyut di Kabupaten Selayar


Gambar 3 Bagan perahu yang beroperasi di Kabupaten Selayar

Gambar 4 Wawancara dengan nelayan di Kabupaten Selayar

Anda mungkin juga menyukai