Anda di halaman 1dari 39

DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA

SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

SKRIPSI

FEDRI JAMIL
07C10432069

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2013
DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA
SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

SKRIPSI

FEDRI JAMIL
07C10432069

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan


Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2013
LEMBARAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Daya Tahan Vegetasi Yang Berbeda Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Rumpon.

Nama : Fedri Jamil

Nim : 07C10432069

Program Studi : Perikanan

Menyetujui,
Komisi Pembibing

Ketua Anggota

Ir. Said Mahjali, M.M Afrizal Hendri, S.Pi, M.Si


NIDN : 01-1011-6502

Mengetahui,

Ketua Prodi Perikanan Dekan Fakultas Perikanan


dan Ilmu Kelautan

Muhammad Rizal, S.Pi, M.Si Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si


NIDN : 01-1101-8301 NIDN : 01-2105-7802

Tanggal Sidang Sarjana: 25 September 2013


DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAI
BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

Oleh

Fedri Jamil¹ Said Mahjali² Afrizal Hendri²

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan vegetasi dan tingkat
ekonomis harga sebagai bahan baku pembuatan rumpon.Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, di Gampong Kuala Bubon,
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) 1 Faktor dan 5 perlakuan (masing-masing 3 kali ulangan).Tingkat
ketahanan bahan baku rumpon tertinggi terdapat pada daun kelapa memiliki
rentang waktu60 puluh hari lebih dan di ikuti dengan daun lain nya yang kurang
dari 60 hari seperti daun kelapa sawit rentang waktu nya 49 hari,daun pinang 42
hari,daun nipah 52 hari dan daun rumbia 56 hariapa bila dibandingkan dengan
jenis bahan baku rumpon lainnya yang digunakan selama penelitian
berlangsung.Dari hasil penelitian yang sudah di lakukan maka dapat kita ketahui
hasil yang mana bahan baku yang paling baik dan yang paling rendah hasil tingkat
ketahanan duannya sebagai bahan baku rumpon.setelah daun kelapa ketahanan
bahan baku rumpon terbaik kedua adalah daun rumbia kemudian disusul oleh
daun nipah,daun kelapa sawit dan daun pinang memiliki tingkat ketahanan
terendah di bandingkan dengan daun yang lain nya.

Kata kunci : Daya Tahan, Vergetasi, Rumpon.

¹Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar


² Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuala Bubon pada tanggal 22


Sebtember 1988 dari ayah M. Jamil Hamid dan ibu
Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama (anak tnggal).
Awal pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1995 di
Sekolah Dasar Negeri 1 Kuala Bubon, Kecamatan Sama
Tiga, Kebupaten Aceh Barat, Propinsi Aceh dan lulus pada
tahun 2001. Kemudian penulis menempuh pendidikan
Madrasah di MTsN 1 Sama Tiga, lulus pada tahun 2004.Penulis melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sama Tiga dan lulus pada tahun
2007. Pada tahun yang sama penulisterdaftar sebagai Mahasiswa program Sarjana
Progam Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Teuku
Umar (UTU).Penulis jugatelah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Ujung Batee, Propinsi Aceh pada bulan Juli-
Agustus 2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (UTU), penulis melakukan penelitian
berjudul ”Daya Tahan Vegetasi yang Berbeda Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Rumpon” dibawah bimbingan Ir. Said Mahjali, M.M. dan Afrizal
Hendri, S.Pi, M.Si.

Fedri Jamil
NIM: 07C10432069
PERNYATAAN SIKAP MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Daya Tahan
Vegetasi yang Berbeda Sebagai Bahan Baku Pembuatan Rumpon” adalah
benar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telahdisebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian
akhir skripsi ini. Meulaboh, September 2013Fedri JamilNim 07C10432069

Meulaboh, 25 September 2013

Fedri Jamil
Nim: 07C10432069
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi/tugas akhir dengan judul:


DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAI
BAHAN PEMBUATAN RUMPON

Yang disusun oleh :


Nama : Fedri Jamil
Nim : 07C10432069
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Program Studi : Perikanan
Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 25 September 2013 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI


1. Ir, Said Mahjali, M.M
(Dosen Penguji I) …………………
2. Afrzal Hendri, S.Pi, M.Si
(Dosen Penguji II) …………………
3. Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si
(Dosen Penguji III) …………………
4. Ahmad Astori, S.Pi
(Dosen Penguji IV) …………………

Alue Penyareng, 25 September 2013


Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si


NIDN : 0121057802
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa kegiatan dalam sektor perikanan tangkap meliputi kegiatan

penangkapan, pengolahan, dan pemasaran. Perikanan tangkap merupakan suatu

pemburuan ikan dilaut. Pemburuan ikan bukan hanya dilakukan disekitar pantai,

tapi juga dilakukan di tengah laut yang memerlukan biaya penggerakan kapal.

Salah satu faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya usaha

penangkapan ikan adalah daerah penangkapan. Usaha yang dapat dilakukan untuk

membuat suatu daerah penangkapan ialah dengan mengumpulkan kawanan ikan.

Proses pengumpulan ikan dapat dilakukan dengan alat bantu penangkapan,

misalnya rumpon. Paranan rumpon untuk usaha penangkapan ikan di Indonesia

sangat penting ditinjau dari segi biologi dan ekonomi. ( Subani 1989).

Pemasangan rumpon yang menunjang penangkapan ikan dapat membantu

nelayan menangkap ikan tampa harus mencari daerah penangkapan. Hal ini

dimungkinkan karena sasaran daerah penangkapan ikan yang sudah jelas dan

pasti, yaitu disekitar rumpon.

Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut

yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul di wilayah penangkapan ikan

dimana rumpon tersebut dipasang. Tujuan pemasangan rumpon yaitu untuk

memikat ikan agar singgah dan berkumpul di sekitar rumpon sehingga dapat

mempermudah nelayan untuk menentukan wilayah atau daerah penangkapannya.

Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui bahan baku

rumpon yang murah tapi tahan lama


2

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka rumusan

masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Nelayan Kecamatan Samatiga Desa Kuala Bubon selama ini umumnya

menggunakan rumpon berbahan baku daun kelapa, yang mampu bertahan

selama 30 hari

2. Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk menentukan jenis vegetasi yang

lain sebagai bahan baku rumpon yaitu daun sawit, daun pinang, daun

nipah dan daun rumbia sebagai bahan ganti daun kelapa.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui daya tahan vegetasi yang berbeda sebagai bahan baku

pembuatan rumpon.

2. Untuk mengetahui tingkat ekonomis harga bahan baku pembuatan rumpon.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Penulis mengetahui daya tahan vegetasi yang berbeda sebagai bahan baku

rumpon.

2. Sebagai kekayaan intelektual penulis.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumpon
Penggunaan dan penelitian rumpon atau Fish Agregating Device untuk

memikat ikan sudah dimulai sejak tahun 1900-an. Monintja (1990)

mengemukakan bahwa rumpon telah digunakan di Indonesia sejak dahulu dan

diketahui telah digunakan lebih dari 30 tahun di banyak daerah sekitar Pulau

Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara.

Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan yang dipasang di dalam air

dengan tujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga

memudahkan penangkapan ikan di suatu tempat (Monintja 1995 dalam

Zulkarnain, 2002). Rumpon telah lama dikenal baik di Indonesia maupun di

negara-negara lain seperti Filipina dan Negara - negara Pasifik Barat. Rumpon

biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya dijadikan sebagai

alat tambahan yang digunakan sebagai pengumpul ikan pada suatu tempat atau

titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan bedasarkan alat tangkap

yang dikehendaki (Subani, 1986).

Definisi rumpon menurut SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat

bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

Selanjutnya dijelaskan dalam SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 tentang

pemasangan dan pemanfaatan rumpon, ada tiga jenis rumpon, yaitu :

1. Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

ditempatkan pada dasar perairan laut.

2. Rumpon perairan dangkal alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

ditempatkan pada perairan laut hingga kedalaman 200 meter.


4

3. Rumpon perairan dalam alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.

2.2. Fungsi Rumpon


Rumpon berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian agar ikan

berkumpur pada suatu tempat tertentu kemudian dilakukan operasi penangkapan

(Bubani dan Barus). Rumpon dapat berfungsi pula sebagai sumber makanan dan

tempat berlindung ikan kecil (paragis) dari predator.jenis ikan di sekitar rumpon

biasanya berenang dengan menggusahakan posisi tubuh selalu membelakangi

rummpon (Subani, 1986 dalam Sianipar, 2003).

Perkumpulan ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan bermigrasi yang

secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon, lalu tertarik untuk ikan

berkumpul di sekitar rumpon baik untuk sementara maupun permanen. Rumpon

pada hakekatnya dimamfaatkan untuk kegiatan penangkapan agar sekumpulan

ikan mudah ditangkap dengan alat tangkapan yang dikehendaki (Subani, 1986

diacu dalam Effendi, 2002).

Dalam hal mengumpulkan ikan, Gunarso (1985) mengungkapkan hal

tersebut dapat dilakukan dengan berbagai rangsangan (kimia, penglihata,

pendengaran, penciuman, aliran listrik dan menyediakan tempat berlindung).

Berbagai alasan dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) dalam Imawati

(2003) untuk menjelaskan ketertarikan ikan terhadap rumpon, antara lain sebagai

berikut;

1. Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan - ikan tertentu.

2. Rumpon sebagai tempat mencari makan bagi ikan tertentu.

3. Rumpon sebagai subtat untuk meletakkan telur bagi ikan tertentu.


5

4. Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu.

5. Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi bagi ikan - ikan tertentu.

Berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari

ikan pelagis kecil sampai ikan pelagis yang bisa didominasi oleh tuna dan

cakalang (Monintja dan Zulkarnain, 1995 diacu dalam ardianto, 2005).

2.3. Berdasarkan Tingkat Teknologi

Berdasarkan tingkat teknologi penggunaan rumpon para nelayan yang

menggukan rumpon sebagai berikut:

1. Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan

mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan

sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah

Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon

banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang

sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua

Nugini dan Australia. Beberapa alasan ikan sering ditemukan disekitar rumpon.

2. Rumpon modern, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh perikanan

sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis - jenis ikan pelagis

besar.

Menurut Effendi 2002, pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki

kriteria sebagai berikut :

1). Merupakan daerah lintasan migrasi ikan yang menjadi penangkapan

2). Tidak menggangu alur pelayaran atau didaerah yang dilarang memasang

rumpon.
6

3). Mudah untuk mencari dan mencapainya

4). Relatif dekat dengan pangkalan kapal

5). Dasar perairan relatif datar

Bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan

seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.

Rumpon di Indonesia merupakan Fish Aggregating Divice (FAD) skala kecil dan

sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut

ditempatkan pada kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 – 10 mil (9 –

18 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10 – 20 mil laut (35 km) dari

pangkalan terdekat (Monintja, 1993).

Selanjutnya Subani (1989) menyatakan bahwa cara pengumpulan ikan

dengan ikatan berupa benda terapung merupakan salah satu bentuk dari FAD,

yaitu metode, benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk

penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut.

Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai

pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang

selanjutnya diadakan penangkapan.

Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping

berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada hakekatnya adalah agar

kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki.

Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan

bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari

dan menuju ke lokasi penangkapan. Direktorat Jenderal Perikanan (1995)


7

melaporkan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni: memudahkan

pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat

dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal

secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu :

(1) pelampung (float)

(2) tali (rope)

(3) pemikat (atractor)

(4) pemberat (sinker).

Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu

disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah

menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali

kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam (Subani, 1989). Tim pengkajian

rumpon Institut Pertanian Bogor memberikan persyaratan umum komponen-

komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :

(1) Pelampung

a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik ( bagian yang

mengapung diatas air 1/3 bagian ).

b. Konstruksi cukup kuat

c. Tahan terhadap gelombang dan air

d. Mudah dikenali dari jarak jauh

e.Bahan pembuatnya mudah didapat

(2) Pemikat
8

a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan

b. Tahan lama

c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke bawah

d. Melindungi ikan-ikan kecil

e. Terbuat dari bahan yang kuat, ahan lama dan murah

(3) Tali temali

a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk

b. Harganya relatif murah

c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap

benda-benda lainnya dan terhadap arus

d. Tidak bersimpul (less knot)

(4) Pemberat

a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh

b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram

2.4. Jenis-Jenis Bahan Rumpon


2.4.1. Daun Kelapa Sawit

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu

membentuk susunan daun mejemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu

pelapah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 – 9 m. jumlah

anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang

masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun cepat

membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat

berlangsung fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses
9

fotosintesa berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk

sehingga produksi tanaman kelapa sawit meningkat.

Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal, pelepah daunnya berjumlah

40 - 60 buah. Daun tua mulai terbentuk sekitar umur 6-7 tahun. Daun kelapa sawit

yang tumbuh sehat dan segar kelihatan berwarna hijau tua (Tim Penulis PS,

1998). Penggunaan daun kelapa sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi

padaging dan sapi perah. Pada sapi pedaging dan sapi perah, daun kelapa sawit

dapat diberikan 30 - 40% dari makanan (Ishida dan Hassan, 1992).

Salah satu limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan adalah daun

kelapa sawit yang berasal dari pemangkasan pelepah daun kelapa sawit. Dari satu

pelepah daun kelapa sawit dapat dihasilkan 3,333 kg daun kelapa sawit segar

dengan kandungan bahan kering mencapai 35% (Ishida dan Hassan, 1992), seperti

gambar dibawah ini:

Gambar: 1. Pohon Kelapa Sawit


10

2.4.2. Daun Pinang


Pinang merupakan tanaman famili palmae yang dapat mencapai tinggi

15 - 20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm. Buahnya

berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul daun-

daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun

dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah. Tanaman ini

berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa hidup 25-30

tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-

lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm

berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang

berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989). seperti gambar dibawah ini:

Gambar: 2. Pohon Pinang

2.4.3. Daun Nipah


Nipah atau Nypa fruticans adalah salah satu pohon anggota famili

Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di di daerah rawa yang berair payau

atau daerah pasang surut di dekat pantai. Pohon nipah tumbuh di lingkungan

hutan bakau.
11

Di Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti daon,

daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok

(Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei,

pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga (Maluku).

Ciri - ciri nipah. Batang nipah menjalar di tanah membentuk rimpang yang

terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah

nampak seolah-olah tak berbatang. Akarnya serabut yang panjangnya bisa

mencapai belasan meter.

Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada jenis palem lainnya)

hingga setinggi 9 meter dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m. Daun nipah yang

sudah muda berwarna kuning sedangkan yang tua berwarna hijau.

Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan bunga betina

terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai

serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Tandan bunga

inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya.

Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna coklat

kemerahan. Panjangnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm. Buah berkelompok

membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, dapat terdiri

antara 30-50 butir buah, seperti gambar dibawah ini:

Gambar: 3. Pohon Nipah


12

2.4.4. Daun Rumbia


Ciri rumbia sebagai berikut; Roset : roset batang, susunan / tata letak :

tersebar (Folia sparsa), susunan tulang daun : sejajar atau bertulang keras

(Vectinervis), Bentuk daun : memanjang (Oblongus), Ujung daun : meruncing

(Acuminatus), Tepi daun : rata (Integer), Daging daun : seperti perkamen

(Perkamentus), Warna daun : hijau, Permukaan daun : licin (Laevis), Pangkal

daun : runcing (Acutus), Daun lengkap : memiliki upih daun (Vagina), tangkai

daun (Petiolus), dan helaian daun (Lamina) dan daun majemuk, seperti gambar

dibawah ini:

Gambar: 4. Pohon Rumbia

2.4.5. Daun kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari

suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua

bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna,

terutama bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang

dihasilkan tumbuhan ini.


13

Tumbuhan ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera Hindia di sisi

Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika dunia.

Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal

dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai.

Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe

monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya

kurang baik digunakan untuk bangunan.

Daun merupakan daun tunggal dengan pertulangan menyirip, daun

bertoreh sangat dalam sehingga nampak seperti daun majemuk. Bunga tersusun

majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan

betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga

jantan di bagian yang jauh dari pangkal. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20

cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat, seperti gambar

dibawah ini:

Gambar: 5. Pohon Kelapa


14

Vegetasi 2

Vegetasi buatan

Vegetasi alami
III. METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, di

Gampong Kuala Bubon, Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian seperti dalam Tabel 1
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian.
No Alat Fungsi
1 Kamera Pengambilan gambar waktu penelitian
2 Golok Pemotongan Rupon Sebagai Bahan Penelitian
3 Stearofom Tempat Atau Wadah Penelitian
4 Aerator Untuk penyuplai oksigen dalam air.
Untuk Alat Tranportasi Pengangkutan Air
5 Sepada Motor
Laut Sebagai Bahan Penelitian Rumpon
6 Galon Air Untuk Tempat pengisian Air
7 Refraktometer Mengukur salinitas Air Dalam Aquarium
8 Ember Tempat Air
9 Gayung Tempat penggantian Air

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.


No Bahan Fungsi
Sebagai bahan media penelitian
1 Air Laut
Sebagai bahan Perlakuan Penelitian
2 Daun Kelapa Sawit
Rumpon

3 Daun Pinang Sebgai Bahan Perlakuan Penelitian


Rumpon
Sebgai Bahan Perlakuan Penelitian
4 Daun Nipah
Rumpon
Sebgai Bahan Perlakuan Penelitian
5 Daun Rumbia
Rumpon
Sebgai Bahan Perlakuan Penelitian
6 Daun Kelapa Rumpon
15

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksperimen

dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 Faktor dan 5 perlakuan (masing-

masing 3 kali ulangan). Perlakuan yang diberikan yaitu :

P0 = Daun Kelapa

P1 = Daun Kelapa Sawit

P2 = Daun Pinang

P3 = Daun Nipah

P4 = Daun Rumbia

Satuan percobaan yang akan digunakan adalah P1 Daun Kelapa Sawit, P2

Daun Pinang, P3 Daun Nipah, P4 Daun Rumbia, P5 Daun Kelapa Penelitian ini

dilakukan dalam wadah Stearofom dengan Ukuran 40 x 50 x 80 cm

Penempatan perlakuan dapat di lihat pada gambar 1.

P0.1 P1.3 P3.3 P0.2 P2.2

P1.1 P2.1 P1.2 P4.3 P3.1

P3.2 P0.3 P4.1 P2.3 P4.2

Gambar 6. Penempatan perlakuan dengan RAL


16

3.4. Prosedur Penelitian


3.4.1. Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan adalah wadah Stearofom dengan volume 20 liter,

wadah dibersihkan terlebih dahulu dan diisi air dengan volume 40 cm/wadah,

kemudian diberikan aerator untuk penyuplai oksigen dalam air.

3.4.2. Peletakan Bahan Rumpon


Bahan Baku rumpon yang akan diteliti adalah daun kelapa,daun kelapa

sawit, daun pinang, daun nipah dan daun rumbia sesuai dengan ukuran wadah

untuk melihat ketahanan daun tersebut sebagai bahan untuk Rumpon,

Peletakannya disusun bertingkat dan dipotong sesuai ukuran wada. Dalam wadah

diberi air laut sekitar 20 cm sampai dengan 30 cm sehingga semua bahan rumpon

terendam Air laut.

3.5. Parameter Uji


Penelitian ini untuk melihat ketahanan dilihat dengan Microskop tingkat

kerapuhan Daun Sawit, Daun Pinang, Daun Nipah, Daun Rumbia dan Daun

kelapa sebagai bahan pembuatan rumpon, pengamatan di lakukan seminggu sekali

yaitu: 7, 14, 21 sampai dengan 60 hari.

3.6.Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat kerapuhan bahan (vegetasi) yang didapat, akan disajikan dalam


bentuk grafik.
2. Selanjutnya di uraikan secara deskriptif.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tingkat Ketahanan Bahan Baku Rumpon

Perubahan daya ketahanan bahan baku rumpon selama penelitian berlanjut

dapat di lihat dengan kasat mata, diraba dengan tangan dan diamati dibawah

microskop kemudian dicatat untuk mendapat data mengenai daya ketahan bahan

baku rumpo dari beberapa jenis daun-daunan seperti pada tabel di bawah ini:

Dari tabel 1 sangat terlihat jelas bahwa tingkat ketahanan bahan baku

rumpon tertinggi terdapat pada daun kelapa memiliki rentang waktu 60 puluh hari

lebih dan di ikuti dengan daun lain nya yang kurang dari 60 hari seperti daun

kelapa sawit rentang waktu nya 49 hari,daun pinang 42 hari,daun nipah 52 hari

dan daun rumbia 56 hari apa bila dibandingkan dengan jenis bahan baku rumpon

lainnya yang digunakan selama penelitian berlangsung.

Dari hasil penelitian yang sudah di lakukan maka dapat kita ketahui hasil

yang mana bahan baku yang paling baik dan yang paling rendah hasil tingkat

ketahanan duannya sebagai bahan baku rumpon.setelah daun kelapa ketahanan

bahan baku rumpon terbaik kedua adalah daun rumbia kemudian disusul oleh

daun nipah,daun kelapa sawit dan daun pinang memiliki tingkat ketahanan

terendah di bandingkan dengan daun yang lain nya.


18

Dari penjelasan diatas maka untuk melihat daya tahan bahan baku rumpon

yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

60

50
Waktu (hari)

40 daun kelapa

30 daun kelapa sawit

daun pinang
20
daun nipah
10
daun rumbia
0
P0 P1 P2 P3 P4

Perlakuan

Gambar 7. Tingkat ketahanan bahan baku rumpon

Dari gambar 7 diatas dapat diketahui bahwa jenis bahan baku rumpon

yang paling tahan adalah daun kelapa dan diikuti oleh daun rumbia serta daun

nipah, sedangkan daun pinang dan daun kelapa sawit adalah daun yang kurang

baik sebagai bahan baku rumpon.

4.1.2 Kualitas Air

Kondisi perairan juga sangat berpengaruh terhadap daya ketahanan bahan

baku yang digunakan untuk pembuatan rumpon, adapun parameter kualitas air

antara lain:

1. Suhu

Suhu air media selama penelitian berlansung berada pada kisaran suhu

normal antara 29-300C.


19

2. pH

pH air media selama peneltian berlanjut berkisar 6-7 maka nilai pH air

media termasuk pada pH normal.

3. DO (Desolved Oxigen)

Dari hasil pengukuran selama penelitian berlanjut maka nilai oksigen yang

terkandung dalam media perairan berkisar antara 6,0-6,5 mg/l

4. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas selama penelitian dari awal hingga akhir

berkisar antara 17,5 - 20 ppt.

Dari hasil penelitian maka parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 3 Kualitas air media


Parameter Ulangan
1 2 3
Suhu 29,5 0C 29,5 0C 29,5 0C
pH 6,5 6,5 6,5
DO 6,2 mg/l 6,2 mg/l 6,2 mg/l
Salinitas 17,5 ppt 17,5 ppt 17,5 ppt

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa parameter kualitas air selama

penelitian berlanjut pada kisaran normal dengan nilai suhu perairan 29-30 0C, pH

6-7, DO 6,0-6,5 mg/l dan salinitas 17,5-20 ppt merupakan kualitas air yang

obtimum. Kualitas perairan juga berpengaruh terhadap tingkat daya tahan bahan

baku rumpon yang digunakan sebagai bahan percobaan dalam penelitian.


20

4.1.3 Warna Perairan

Perubahan warna air media diakibatkan karena pengaruh pelapukan bahan

baku rumpon dari beberapa jenis bahan baku yang digunakan dalam penelitan ini

seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4 Warna air media penelitian


Kode : Perlakuan/Ulangan Warna air wadah penelitian
P0.1 Warna air media penelitian coklat
P0.2 Daun kelapa muda
P0.3
P1.1 Warna air media penelitian coklat
P1.2 Daun kelapa sawit agak tua
P1.3
P2.1 Warna air media penelitian bening
P2.2 Daun pinang
P2.3
P3.1 Warna air media penelitian merah
P3.2 Daun nipah
P3.3
P4.1 Warna air media penelitian bening
P4.2 Daun rumbia
P4.3
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa perubahan kualitas pada media

penelitian disebabkan akibat proses pelapukan daun-daun yang digunakan sebagai

bahan baku rumpon sehinnga daun-daun yang digunakan akan mengeluarkan

getah-getah yang terdapat pada daun dan pelepah sehingga warna air akan

berubah sesuai daun yang digunakan sebagai bahan baku rumpon, seperti yang

tercantum pada tabel diatas dapat dilihat perubahan warna peraiaran pada media

penelitian selama berlangsung, maka dari itu tampak sangat jelas bahwa daun-

daun yang digunakan dapat mengubah warna air media.


21

4.2 Pembahasan

4.2.1 Definisi Operasional

Rumpon atau fish Anggregating device (FAD) adalah salah satu jenis alat

bantu penangkapan ikan yang di pasang dilaut,baik laut dangkal maupun laut

dalam.penggunaan rumpon,dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan

biaya operasi penangkapan ikan sehingga untuk meningkatkan jumlah

pengumpulan ikan disekitar rumpon perlu adanya suatu atraktor yang memiliki

daya pemikat yang lebih tinggi Optimasi merupakan aktivitas untuk memperoleh

hasil yang terbaik dari pilihan yang tersedia.Optimasi penggunaan kombinasi

rumpon dengan material daun kelapa dan tali raffia.

Definisi rumpon menurut SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat

bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

Selanjutnya pemasangan dan pemamfaatan rumpon menjelaskan bahwa terdapat 3

jenis rumpon,yaitu :

1. Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

ditempatkan pada dasar perairan laut.

2. Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang

dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200

meter.

3. Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang

dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.
22

4.2.2 Konstruksi dan Teknis Pemasangan Rumpon

Secara garis besar rumpon menurut Preston (1982) adalah tersusun dan

tiga bagian utama yang terdiri dan attractor,mooring line dan pemberat.Konstruksi

rumpon,terdiri dari komponen-komponen yang sama bila dilihat berdasarkan

fungsinya seperti pelampung,alat pengumpul ikan,tali-temali dan pemberat tetapi

untuk rumpon-rumpon yang dipergunakan oleh nelayan diberbagai lokasi di

Indonesia mempunyai perbedaan bila dilihat dan material masing-masing

komponen konstruksi rumpon tersebut.Tim pengaji rumpon IPB (1987)

mengumukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dan konstruksi

rumpon adalah sebagai berikut :

1. Pelampung,mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang

mengapung diatas air 1/3 bagian) konstruksi cukup kuat,tahan terhadap

gelombang dan air,mudah dikenali dari jarak jauh,bahan pembuatnya mudah

didapat.

2. Aktraktor atau pemikat,mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan,tahan

lama mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah

melindungi ikancn -iakn kecil.terbuat dan bahan yang kuat,tahan lama dan

murah.

3. Tali temali,terbuat dan bahan yang kuat dan tidak mudah busuk harga nya

relatif murah mempunyai daya ampung yang cukup untuk mencegah gesekan

terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus,tidak bersimpul (less kont).

4. Pemberat ,bahannya murah,kuat dan mudah diperoleh massa jenisnya

besar,permukaannya tidak licin dan dapat mencengkram.


23

4.2.3 Tingkat Ketahanan Bahan Baku Rumpon

Dari gambar 7 menunjukkan bahwa tingkat ketahanan bahan baku rumpon

tertinggi terdapat pada daun kelapa dengan daya tahan 60 hari yaitu, kemudian

diikuti oleh daun Rumbia, Nipah, Kelapa sawit dan daun Pinang.

Maka Dari hasil penilitan ini menujukan bahwa daun kelapa sangat cocok

digunakan untuk bahan baku rumpon sebagai alat bantu pengumpulan ikan-ikan

pelagis. dikarenakan daun kelapa mempunyai ketahanan tertinggi dalam perairan

yang mempunyai salinilitas normal bila di bandingkan dengan daun-daun yang

lainnya sebab dari segi bentuk fisik daun kelapa dapat kita lihat baik dari bentuk

sruktur maupun di lihat dari jaringannya melalui Microskop daun kelapa lebih

padat dan mempunyai jaringan yang kuat dalam mengikat bentuk struktur daun

kelapa dibandingkan dengan daun lain hingga daun kelapa mempunyai rentang

waktu yang lama dalam penelitian selama dilakukan dalam 60 hari.

Maka dari sisi itulah banyak masyarakat nelayan yang menggunakan daun

kelapa sebagai bahan baku rumpon untuk di jadikan sebagai alat bantu

penangkapan ikan, di karenakan sangat tahan terhadap perairan yang bersalinitas

tinggi bila di bandingkan dengan daun lainnya

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek

penggunaan rumpon menurut Monintja 1990 diacu dalam Sianipar 2003 antara

lain :

1) Ketersediaan bahan baku rumpon

2) Daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi periran

3) Kemudahan operasi penangkapan

Monintja (1990) dalam Sianipar (2003), menyatakan bahwa manfaat yang


didapat dari penggunaan rumpon adalah sebagai berikut :
24

1. Efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian

2. Meningkatkan hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan

3. Meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran ikan.

Menurut Agus 2005. Rumpon dalam penangkapan ikan berfungsi sebagai

alat untuk menarik perhatian agar ikan berkumpul pada suatu wilayah sebagai

tempat berlindung dan merupakan sumber makanan tambahan bagi ikan-ikan.

Pengumpulan ikan-ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan-ikan bermigrasi

yang secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon dan tertarik untuk diam

atau beruaya di sekitar rumpon untuk mencari makan, berlindung atau tujuan

lainnya baik untuk sementara maupun permanen.

4.2.4 Ketahanan Daun

4.2.4.1 Daun Rumbia

Pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan

bercabang-cabang; tinggi tajuk 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60

cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang

anak daun lk. 1.5 m; bertangkai panjang dan berpelepah. Ketahanan daun rumbia

selama dalam penelitian adalah 56 hari.

4.2.4.2 Daun Kelapa

Pertumbuhan dan pembentukan mahkota daun, dimulai sejak biji

berkecambah dan pada tingkat pertama dibentuk 4 – 6 helai daun. Daun tersusun

saling membalut satu sama lain, merupakan selubung dan mudahkan susunan

lembaga serta akar menembus sabut pada waktu tumbuh. Ketahanan daun kelapa

selama dalam penelitian adalah 60 hari.


25

4.2.4.3 Daun Nipah

Daun pokok Nipah yang panjang dan lembut banyak digunakan masyarakat

tempatan untuk membuat atap nipah. Selain itu, daunnya juga digunakan dalam

seni anyam-menganyam bakul dan jerami. Sebagaimana rumbia (Metroxylon

spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam

oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah

nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13

m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil

maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.

Ketahanan daun nipah selama dalam penelitian adalah 52 hari.

4.2.4.4 Daun Pinang

Pengamatan morfologi tanaman pinang antara lain tinggi batang (cm)

diukur mulai dari permukaan tanah sampai pada pangkal pelepah daun terbawah,

lingkar batang pada tinggi 1,5 m dari tanah (cm), jumlah bekas daun, jumlah daun

(helai), panjang daun (cm) diukur mulai dari ujung pangkal pelepah sampai

dengan ujung pinak daun paling atas, panjang tangkai daun (cm), jumlah pinak

daun (helai) dengan menghitung seluruh pinak daunyang terdapat pada sisi kiri

dan kanan dari helaian daun, panjang pinak daun (cm) diukur dari pangkal sampai

ujung. Ketahanan daun pinang selama dalam penelitian adalah 42 hari.

4.2.4.5 Daun Sawit

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu

membentuk susunan daun mejemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu

pelapah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 - 9 m. jumlah

anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250 - 400 helai. Daun muda yang
26

masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun cepat

membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat

berlangsung fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses

fotosintesa berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk

sehingga produksi tanaman kelapa sawit meningkat. Ketahanan daun sawit dalam

penelitian adalah 49 hari.

4.2.5 Kualitas Air

4.2.5.1 Suhu

Suhu media pemeliharaan selama penelitian dilaksanakan berkisar antara

29 - 30°C, maka suhu rata-rata dalam media penelitian 29,5oC dan masuk dalam

kisaran optimum. Suhu dalam air sangat penting sehingga semua aktivitas akan

terganggu jika suhu rendah.

Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi

di dalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup

suatu organisme (Palmer, 2001. diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).

Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan

naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan

konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu ini juga akan

dapat menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974.

Diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).


27

4.2.5.2 pH

Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan

antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam

larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu

penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah.

Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH

6,5 - 8,5.

Nilai pH dalam media pemeliharaan dari awal hingga akhir penelitian

adalah 6-7 maka nilai pH rata-rata adalah 6,5. Menurut (Effendi,2003) nilai pH

dalam media perairan relatif stabil pada tingkat 7,5 dan merupakan nilai yang

disukai oleh sebagian besar biota akuatik.

Nilai oksigen terlarut dalam media pemeliharaan dari awal hingga akhir

penelitian rata-rata 6,2 mg/l. Nilai oksigen terlarut merupakan salah satu faktor

pendukung untuk menetralisir air media dari bakteri. Dengan nilai oksigen terlarut

yang optimum, maka bakteri tidak mudah tumbuh. Menurut (Effendi, 2004).

Kadar oksigen yang dianjurkan untuk kepentingan perikanan adalah tidak kurang

dari 5 mg/liter dan batas nilai oksigen terlarut yang dapat ditolerir ikan untuk

bertahan hidup adalah 1,1 mg/liter.

Nilai salinitas yang terdapat dalam media penelitian dari awal hingga akhir

15ppt sampai 20ppt, maka nilai salinitas rata-rata 17,5ppt, salinitas merupakan

faktor penting pada perairan untuk melihat tingkat kerpuhan bahan baku rumpon.

Menurut Sucipto, Adi 2008. Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan

yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi

tingkat ketahanan pada rumpon sebagai nilai konversi makanan ikan.


28

4.2.5.3 DO (oksigen terlarut)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang

sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi

kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air

dan meningkatnya salinitas. Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas

air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat

sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan

memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001 diacu dalam Krismono

Priambodho, 2005). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai

yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen

akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar

oksigen akan meningkat (Odum, 1971 diacu dalam Henni Wijayanti M 2007).

Dari hasil pengukuran selama penelitian berlanjut maka nilai oksigen yang

terkandung dalam media perairan berkisar antara 6,0-6,5 mg/l

4.2.5.4 Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang

membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota

yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran

yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang

mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono,

2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara

vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) diacu dalam Henni Wijayanti

M (2007) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya

perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) diacu dalam
29

Henni Wijayanti M (2007) menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat

mentoleransi salinitas berkisar antara 25 - 40 ‰.

Menurut Budiman dan Dwiono (1986) bahwa gastropoda yang bersifat

mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang

terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika

pengaruh air tawar berlangsung lama. Selain itu reproduksi dari jenis-jenis

gastropoda seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

4.2.6 Warna Perairan

Warna air merupakan suatu perubahan yang disebabkan oleh bahan

rumpon yang teremdam dalam perairan, akibat proses pelapukan rumpon sehingga

berpengaruh pada air media yang wanrna dasar perairan putih, seperti pada tabel 3

diatas ada beberapa jenis bahan rumpon yang bisa menyebabkan berubahnya

warna air, antara lain: Daun kelapa. Kelapa sawit dan daun pinang.

Menurut Ekasari 2008. Perubahan warna air disebabkan karena rumpon

akan mengeluarkan zat-zat kimia pada saat daun mulai melapuk sehingga perairan

akan berubah warna sesuai dengan zat pewarna yang terdapat dalam daun

tersebut.
DAFTAR PUSAKA

Agus, S.B. 2005 Analisis perencanaan dan pengembangan rumpon ( fish shelter)
sebagai upaya meningkatkan sumberdaya ikan. Laporan penelitian.
Lembaga penelitian dan pemberdayaan masyarakat, institut pertanian
bogor. Bogor. Hal 6.

Budiman, A, dan Dwiono.1986. Ekologi Mollusca Hutan Mangrove di Jailolo,


Halmahera. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove di Denpasar.
Bali.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kebupaten Pandeglang. 2005. Laporan Tahunan


Statistik Produksi Perikanan, Pandeglang

Effendi, I. 2002. Pengaruh Penggunaan Rumpon Pada Bagan Apung Terhadap


Hasil Tangkapan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi
Pemafaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institit Pertanian Bogor. Bogor Hal 8.

Effendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, I. 2004. Pengamatan Akua Kultur, Pengamatan Suadaya. Jakarta

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat


Tangkap, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat [Tidak
Dipublikasikan]. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan. Bogor : Institut Bogor. 149 hal.

Ishida, M.and A.O.Hassan. 1992. Chemical Composition and in vitro digestibility


of leaf and petiole from various location in oil palm fronds. In
th
proceedings of 15 Malaysian Society of Animal Production, May 26-
27, 1992, Kuala Trengganu, Malaysia, 115-118.

Imawati, N. 2003. Studi Tentang Kepadatan Ikan Pelagis Disekitar Rumpon


dipelairan Pasauran Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program
Studi Pemafaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-8.

Priambodho, K. 2005. Kualitas Air Lindi Pada Tempat Pembuangan Akhir


Sampah Galuga Kabupaten Bogor. Skripsi (tidak dipublikasi).
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
32

Monintja, D.R. 1993. Study on the Development Prospect of Fish Agregating


Device for Tuna Fisheries in Pelabuhan Ratu. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian. Fakultas Perikanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sianipar, M.H. 2003 Komposisi Hasil Tangkapan Payang Menurut Waktu dan
Periode Bulan Disekitar Rumpon di Pelairan Pasauran, Provinsi
Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemafaatan
Sumberdaya Perikanan, Pakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-10.

Subani. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Perikanan Laut no. 50 tahun 1988. Balai Penelitian
Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 8-14

Sutamiharjda, 1978. Kualitas Pencemaran Lingkungan. Sekolah Pascaprasarjana


Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alamdan Lingkungan. Bahan Kuliah:
Instutit Pertanian Bogor. Bogor.

Sucipto, A. 2008.Budidaya ikan kerapu. Makalah disampaikan pada Workshop


Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa
Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2008. Balai
Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal

Supriharyono. 2000. Kondisi Kualitas Air di Saluran-saluran di daerah-daerah


persawahan, persawahan-pemukiman dan pemukiman, Delta Upang
Sumatera Selatan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor

Zulkarnain, 2002. Penggunaan Model Schaefer dan Model Fox untuk Pendugaan
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang
(Decapterus spp) di Perairan Eretan, Indramayu. Buletin PSP Volume
VI No. 3 Desember 1997. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal 31 – 40.

Wijayanti, H. M. 2007. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Badar Lampung


Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis (tidak dipublikasi).
Program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Univesitas Diponegoro
Semarang. Semarang

Anda mungkin juga menyukai