Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH TENTANG

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Oleh:
RIFALDA MAISAROH
NRP. 53174211994

PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI
AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI SUMBERDAYA
PERAIRAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA JAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan
izin dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul
“Makalah tentang Teknik Pembenihan Ikan Gurame (Osphronemus
gouramy) ”. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah seabagai tugas dari mata
kuliah Teknologi Pembeniihan Ikan Tak Bersirip.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan-bantuan yang di berikan
kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Muhammad HaryEdi,M.Si selaku Kepala Sekolah Tinggi
Perikanan.
2. Ibu Maria Gorety Eny Kristiany, S.St.Pi, M.M.Pi selaku ketua jurusan
Teknologi SumberdayaPerairan.
3. BapakSuharyadi. S.St.Pi., M. Si selakuketua program
studiTeknologiAkuakutur.
4. Bapak Dr. Drs. Djumboh Sukmono, M.P selaku Dosen
Pembimbingatasbimbingan,arahan,dansaranyang
membangunsehinggapenyusunan PAPER I inidapatterselesaikan.
5. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian PAPER I ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, sehingga bantuan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan penulis. Penulis hanya berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Serang, Agustus 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut sangat luas. Sekitar 2/3
wilayah negara ini berupa lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu luasnya maka
Indonesia diakui secara internasional sebagai negara Maritim yang di tetapkan dalam
UNCLOS 1982 yang memberikan kewenangan dan memperluas wilayah laut Indonesia
dengan segala ketetapan yang mengikutinya. Selain itu juga terjadi perluasan hak-hak
berdaulat atas kekayaan alam di ZEE serta landas kontingen serta Indonesia juga masih
memiliki hak atas pengelolaan natural reseources di laut bebas dan di dasar samudera.
(Mulyono, dkk., 2018)
Budidaya perikanan adalah suatu usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan
ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikana disebut sebagai perairan atau
akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja
tetapi juga organisme air lain seperti kerang., udang maupun tumbuhan air dalam bidang
perikanan pada umumnya ikan didefinisikan secara luas tidak hanya menunjuk pada
binatang air yang bersisik dan bernafas dengan insang. Akan tetapi juga menyangkut
segala organisme yang hidup di air seperti udang, kerang, hingga tanaman air. (Mulyono,
dkk, 2019)
Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang termasuk dalam 10
jenis yang menjadi target peningkatan produksi perikanan budidaya. Pada tahun 2009-
2014 yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Secara alami
pertumbuhan ikan gurame relative lambat. Performa pertumbuhan yang relatif lambat ini
merupakan salah satu masalah utama pengembangan budidaya ikan gurame, yang diduga
sebagai konsekuensi langsung dari laju pertumbuhan somatik yang rendah (Putra, 2011).
Ikan gurame juga merupakan ikan yang telah dibudidayakan secara komersil di
beberapa daerah seperti Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya, Ciamis dan Garut), Jawa
Tengah (Cilacap, Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga), Yogyakarta (Kulon Progo,
Bantul, dan Sleman), Jawa Timur (Tulung Agung, Blitar dan Lumajang), Sumatera Barat
dan Riau (BBPBAT Sukabumi 2013). Peningkatan dan perkembangan usaha budidaya
ikan gurame yang semakin luas menyebabkan kebutuhan induk dan pasokan benih dalam
jumlah cukup dan berkualitas baik. Oleh sebab itu disinilah pentingnya mahasiswa
mengetahui cara budidaya ikan gurami dengan baik dan benar untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) juga konon ditemukan pertama kali di
Kepulauan Sunda Besar (yang sekarang dikenal sebagai Jawa Barat) ini masih satu
kerabat dengan ikan tambakan dan ikan sepat. Sebenarnya, gurami bukan jenis ikan baru
karena ikan ini telah dikonsumsi oleh masyarakat sejak tahun 1800-an. (Rahmawati &
Fadjar , 2007) Ikan ini merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang cukup
penting apabila dilihat dari permintaannya yang cukup besar dan harganya yang relatif
tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas, nila, ataupun lele,
dan merupakan salah satu sumber protein yang cukup tinggi, oleh sebab itu, tidak
mengherankan apabila ikan gurami menjadi salah satu komoditi unggulan di sektor
perikanan air tawar. Dari segi bisnis juga baik untuk pembesaran ataupun pembenihan
ikan gurami sama-sama memiliki peluang yang sangat baik karena permintaan pasar
cukup tinggi meski harga benih maupun harga ikan ukuran konsumsi relatif lebih mahal
dibandingkan komoditas lain seperti ikan mas, nila ataupun lele. Mahalnya harga ikan
serta tingginya permintaan merupakan daya tarik utama bagi petani dalam
membudidayakan ikan gurami.
Ikan gurami (Osphronemus gouramy) juga adalah sejenis ikan air tawar yang
populer dan disukai sebagai ikan konsumsi di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Umumnya
dikenal dengan nama gurami, ikan ini juga memiliki beberapa sebutan lokal seperti
gurami di daerah Sunda, grameh di daerah Jawa dan kaloi di Myanmar. Ikan gurami
dikenal sebagai raja ikan konsumsi air tawar. Rasa dagingnya lezat dan teksturnya yang
kesat menjadikan hidangan gurami bukan sesuatu yang murah. Ikan gurami juga disukai
sebagai ikan hias akuarium. Harganya yang tinggi juga disebabkan oleh lamanya
pemeliharaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan ukuran konsumsi dan lamanya ikan
gurami untuk mencapai ukuran induk. Selain itu, belum ada teknologi yang bisa memacu
pertumbuhan bobotnya sehingga antara kebutuhan dan pasokan selalu tidak seimbang,
untuk mencapai ukuran konsumsi dengan berat badan minimal 500 gram dari benih yang
berukuran 1 gram memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sarwono dan
Sitanggang 2007).
Menurut Prihartono (2004), Ikan gurami(Osphronemus gouramy) merupakan
salah satu spesies ikan konsumsi asli Indonesia yang tersebar di kawasan Asia Tenggara.
Ikan ini mempunyai daging yang empuk dan lezat, sehingga ikan ini sangat digemari dan
menjadi salah satu ikan konsumsi yang banyak di minati masyarakat. Selain itu ikan
gurami merupakan ikan yang bernilai nilai ekonomis yang tinggi, selain dipasarkan di
dalam negeri, gurami juga berpotensi dipasarkan ke luar negeri. Namun hingga saat ini
untuk kebutuhan ikan gurami dalam negeri saja masih belum terpenuhi.
Menurut Saparinto (2008) juga gurami termasuk ikan pemakan segala
(omnivora). Larva gurami yang masih kecil memakan binatang renik yang hidup sebagai
perifiton. Namun benih gurami lebih menyenangi larva serangga, crustaceae,
zooplankton, dan cacing sutra. Setelah besar, gurami berkecenderungan menjadi pemakan
dedaunan dari tumbuhan air. Pakan dan kebiasaan makan gurami bisa berubah sesuai
dengan keadaan lingkungan hidupnya. Dalam lingkungan yang berbeda, ikan lebih
bergantung atau berkorelasi dengan ketersediaan makan,. Sifat- sifat ini pulalah yang
menjadi salah satu alasan para petani dalam membudidayakan gurami, sebagaimana
diketahui lebih dari 80% persen biaya produksi dihabiskan untuk kebutuhan pakan.
Kecenderungan gurami menjadi pemakan dedaunan akan sangat membantu karena pakan
yang diperlukan bisa didapat secara cuma-cuma.
Bidang pembenihan menjadi faktor paling berpengaruh dalam upaya memenuhi
kebutuhan ikan gurami. Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, gurami
masih dipasok dari sentra penghasil gurami diwilayah Jawa Barat. Sehingga prospek
pembenihan ikan gurami sangat menjanjikan, dikarenakan pembenihan ikan gurami
belum banyak dilakukan oleh petani ikan pada umumnya.
Dengan beberapa keunggulan tersebut penyusun mengharapkan dengan
dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan ini, didapat ilmu yang bermanfaat untuk
diterapkan di kemudian hari. Hal ini demi memenuhi kebutuhan konsumsi ikan gurami
dengan cara melakukan pembenihan ikan gurami dengan baik. Karena awal keberhasilan
dari proses budidaya adalah dalam bidang pembenihan.

1.2 Tujuan

1. Taruna dapat merangkum literatur untuk mengetahui cara pembenihan ikan


gurami
2. Taruna dapat mengetahui bagaimana cara membenihkan ikan gurame dengan
baik dam bagaimana penerapannya di lapangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Gurami atau biasa dikenal dengan sebutan ikan gurami merupakan


salah satu jenis ikan air tawar yang telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh
masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1802, ikan gurami (Osphronemus gouramy
Lac.) sudah ditulis orang sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. Ikan gurami
dipublikasikan secara besar-besaran pada tahun 1985. Tempat asal ikan gurami
yang asli belum diketahui, namun menurut The Complete Aquarist’s Guide to
Freshwater yang diedit oleh John Gilbert, disebutkan bahwa ikan gurami
berasal dari Kepulauan Sunda Besar. Ikan gurami tersebar ke seluruh
Kepulauan Indonesia seperti Sulawesi Utara, Madura, Sumatera Barat, dan
Sumatera Utara serta negara tetangga seperti Filipina (Sitanggang dan
Sarwono, 2007).

Menurut Saanin (1984), ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.)


diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Actinopterygii

Super Ordo : Perciformes

Ordo : Labyrinthici

Sub-ordo : Anabantoidea

Famili : Anabantidae

Genus : Osphronemus

Species : Osphronemus gouramy


2.2 Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Berdasarkan Sitanggang dan Sarwono (2007), gurami mempunyai bentuk


badan yang khas dengan bentuk tubuhnya agak panjang, pipih, dan lebar. Badan
tertutupi oleh sisik yang kuat dengan tepi yang kasar. Ikan ini memiliki ukuran
mulut yang kecil yang letaknya miring tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir
bawah terlihat sedikit lebih maju dibandingkan dengan bibir atas dan dapat
disembulkan. Menurut Respati dan Santoso (1993), warna badan umumnya biru
kehitam-hitaman, bagian perut berwarna putih, bagian punggung berwarna
kecoklatan. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian
punggung berwarna kecoklatan dan pada bagian perut berwarna keperakan atau
kekuningan. Pada ikan gurame muda terdapat garis tegak berwarna hitam berjumlah
± 7–8 buah dan akan tidak terlihat bila sudah menjadi ikan dewasa.

Menurut Nijiyati (1992), ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.)


memiliki lima jenis sirip yaitu sirip dada, punggung, perut, anal, dan ekor. Sirip
punggung (dorsal) bentuknya memanjang dan terletak di bagian permukaan tubuh,
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Terdapat jari-jari keras di
bagian belakang sirip punggung dan sirip anal dengan bagian akhir berbentuk
gerigi. Sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran cukup besar dengan tipe sisik
berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Gurat sisi (linea lateralis)
ikan gurame berada di pertengahan badan dengan posisi melintang dari tutup
insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Morfologi ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) memiliki alat pernafasan


tambahan berupa labirin. Labirin merupakan alat pernafasan tambahan pada
ikan yang berupa lipatan-lipatan epithelium pernafasan yang berfungsi untuk
mengambil oksigen secara langsung dari udara. Labirin mulai terbentuk pada
umur 18–24 hari sehingga gurami dapat bertahan hidup pada perairan yang
kurang oksigen karena mampu mengambil oksigen dari udara bebas. Labirin
memiliki struktur pembuluh darah kapiler yang memungkinkan ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) mengambil zat asam dari udara yang berada di
ruangan labirin. Labirin merupakan turunan dari lembar insang pertama
(Susanto, 2002). Akan tetapi, masih banyak ditemukan kendala dalam usaha
budidaya ikan gurami, salah satu kendala adalah pertumbuhannya yang relatif
lambat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Untuk mencapai ukuran
konsumsi dengan berat badan minimal 500 gram dari benih yang berukuran 1
g memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sarwono dan
Sitanggang, 2007).

Gambar 1. Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Keterangan : a. mulut
b. operkulum
c. sirip dada
d. sirip perut
e. sirip anal
f. sirip ekor
g. sirip punggung

Berdasarkan Jangkaru (1998), pada dasar sirip dada ikan gurami betina
terdapat tanda sebuah lingkaran hitam, sedangkan pada ikan gurami jantan tidak ada.
Induk betina ditandai dengan bentuk kepala atas datar, ada bintik hitam pada kelopak
sirip dada dan rahang bawah tipis, sedangkan pada induk jantan memiliki benjolan di
atas kepala, tidak ada bintik hitam di kelopak sirip dada dan rahang bawahnya tebal.
Menurut Risky, Julius dan Prasetya (2011), ikan gurami jantan memiliki tutup insang
berwarna kekuningan, dasar sirip dada berwarna lebih putih, warna badan kemerahan,
dan hitam terang, serta gerakannya lebih lincah. Pada ikan gurami betina, tutup insang
berwarna putih kecoklatan, dengan dasar sirip dada berwarna kehitaman, warna badan
yang relatif lebih terang, dan gerakannya cenderung lamban.

Badan gurami pada umumnya berwarna biru kehitaman dan bagian perut
berwarna putih. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian
punggung berwarna kecoklatan dan pada bagian perut berwarna keperakan atau
kekuningan. Jari-jari pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi
sebagai alat peraba. Ujung sirip punggung dan sirip dubur dapat mencapai pangkal
ekor. Sirip ekor berbentuk busur. Pada dasar sirip dada ikan gurami betina terdapat
tanda berupa sebuah lingkaran hitam. (Jangkaru, 1998). Induk jantan ditandai dengan
benjolan di kepala bagian atas, rahang bawah tebal dan tidak adanya bintik hitam di
kelopak sirip dada. Sedangkan induk betina ditandai dengan bentuk kepala atas datar,
rahang bawah tipis dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada. Untuk lebih
jelasnya, perbedaan ikan gurami jantan dan betina dapat dilihat pada gambar 2 dan 3
berikut.

Sumber. Lukito AM dalam Khairuman dan Amri (2003)

Gambar 2. Ikan Gurami Jantan

Sumber. Lukito AM dalam Khairuman dan Amri (2003)

Gambar 3. Ikan Gurami Betina


2.3 Strain Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)

Menurut Sitanggang dan Sarwono (2007), berdasarkan daya produksi telur,


kecepatan tumbuh, dan bobot maksimal gurami dewasa, pembudidaya ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) di Bogor membedakan ada 6 macam varietas atau
strain gurami, diantaranya gurami angsa, jepun, blausafir, paris, bastar, dan porselen.
Namun berdasarkan warna, terdapat ikan gurami hitam, belang dan albino (putih).
Menurut Susanto (2002), walaupun sekian banyak strain gurami, namun yang umum
dan banyak dikenal oleh masyarakat luas hanya berdasarkan bentuknya saja, yakni
ada dua macam, gurami jepang (jepun) dan gurami angsa (soang).

2.4 Habitat dan Penyebaran Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)

Habitat asli gurami (Osphronemus gouramy Lac.) adalah perairan tawar yang
tenang dan tergenang seperti rawa dan sungai dengan kadar oksigen yang cukup dan
mutu air yang baik. Apabila dibudidayakan di daerah dataran rendah dengan
ketinggian 50–600 m dari permukaan laut ikan gurami akan berkembang dengan baik.
Ikan gurami juga akan menunjukkan pertumbuhan optimal apabila dikembangkan di
o
dataran dengan ketinggian 50-400 m dari permukaan laut dengan suhu 24-28 C
(Agri, 2011).

Di Indonesia ikan gurami dijuluki sebagai Giant Gouramy karena ukurannya


yang besar. Mulanya ikan gurami banyak ditemukan di pulau Sumatera , Jawa, dan
masyarakat
Kalimantan. Namun karena banyak digemari oleh karena rasanya yang enak
dan gurih, ikan gurami sudah banyak diperkenalkan ke negara lain sejak abad 18,
seperti Madagaskar, Sychales, Australia, Srilanka, Mauritius, Suriname, Haiti,
Martinique, dan Guyane (Robert, 1992).

2.5 Kebiasaan Makan Ikan Gurame (Ospphronemus gouramy)

Menurut Bachtiar (2010), ikan gurami termasuk hewan omnivora, yakni pemakan
tumbuh-tumbuhan dan daging. Di habitat aslinya, jenis makanan gurami adalah
fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. Fitoplankton seperti
rotifera, insuforia, dan chlorella, dikonsumsi oleh gurami stadium larva. Sementara
zooplankton, seperti daphnia, cladocera, dan serangga, biasanya dikonsumsi gurami
stadium benih, dari yang berukuran biji oyong, gabah, hingga ukuran kuku jempol.

Setelah dewasa, gurami lebih menyukai tumbuhan air sebagai makanannya,


seperti mata lele (azolla), ekor kucing (hydrilla), ekor tupai (myriophyllum), apu-api
(pistis), kangkung air, genjer, ceratopgyllum, dan lemna. Selain tumbuhan air, gurami
juga memakan pakan alami berupa tumbuhan darat, seperti daun talas atau sante, daun
pepaya, daun ubi kayu (singkong), dan kangkung. Jika dibudidayakan, gurami bisa diberi
pakan tambahan berupa pellet.
BAB III
TEKNIK PEMBENIHAN

Menurut Nugroho (2012), kegiatan pembenihan ikan terdiri dari pemeliharaan


induk, pemilihan induk, persiapan kolam, pemijahan, teknikpemijahan ikan, penetasan
telur, pemeliharaan larva, sampai pendederan benih.Salah satu tujuan dari pembenihan
adalah untuk menghasilkan benih denganukuran tertentu. Satuan produksi pembenihan
ikan adalah jumlah (ekor),sedangkan ukuran benih dinyatakan dalam panjang (cm).
Usaha pembenihandapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara alami (tradisional),
semitradisional (induce spawning), dan buatan (artificial spawning).

3.1 Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk pemijahan induk ikan gurami meliputi :

a. Pengeringan kolam

Pengeringan kolam pemijahan dilakukan selama 2 – 3 hari. Tujuan dari


pengeringan kolam ini adalah untuk membunuh hama dan sumber penyakit serta
menghilangkan nitrit yang ada di dasar kolam. Hama pengganggu di kolam dapat
berupa ular air, keong mas, cacing , ikan-ikan liar dll, sedangkan sumber penyakit
dapat berupa bakteri yang dapat diberantas atau dikurangi dengan cara penjemuran
kolam. Tujuan pengeringan kolam yang lain adalah untuk memberikan suasana baru
bagi gurami, karena tanah yang kering akan memiliki bau yang khas saat terendam air
yang akan merangsang induk ikan untuk memijah. Setelah dikeringkan, kolam diisi air
dengan ketinggian air kolam 0,75 - 1 m. Air dibiarkan + 4 hari agar tumbuh kelekap
(plankton) di pinggir-pinggir kolam sebagai persediaan pakan bagi induk gurami, dan
induk siap dimasukkan ke kolam pemijahan.

b. Pembersihan Pematang dari Rumput-rumput Liar

Rumput-rumput yang tumbuh di pematang kolam dibersihkan agar tidak


dijadikan tempat penempelan sarang telur oleh induk gurami. Selain itu rumput yang
dibiarkan tumbuh liar di pinggir pematang juga dapat menjadi tempat persembunyian
hama pengganggu.

c. Pengisian Air Kolam

Kolam diisi air setinggi 70 – 100 cm karena gurami memang memiliki tubuh
yang lebar (tinggi). Gurami juga merupakan ikan yang hidup di perairan dasar (dalam)
dan suka bergerak secara vertikal (naik turun), kadang muncul ke permukaan dan
menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air bila perairan miskin oksigen,
sehingga gurami memerlukan perairan yang airnya relatif dalam bagi pergerakannya
tersebut.

d. Memasang kerangka sarang dan bahan pembentuk sarang.

Kerangka sarang (sosog) dipasang pada pematang yang sepi, tidak banyak
orang berlalu-lalang agar induk gurami tidak terganggu, sedang bahan pembentuk
sarang dipasang tidak jauh dari sosog untuk memudahkan induk gurami membuat
sarangnya. Kerangka sarang dan bahan pembentuk sarang yang digunakan dapat dilihat
pada gambar 3 :

a b

Gambar 4. Kerangka Sarang (sosog)

a. Sosog bahan bambu

b. Sosog bahan plastik

Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyebutkan bahwa induk gurami akan membuat
sarangnya sendiri untuk meletakkan telurnya, sehingga petani atau pembudidaya ikan
harus mempersiapkan bahan yang dapat dijadikan sarang oleh induk gurami pada
kolam pemijahan. Kerangka sarang (sosog) dibuat dari bambu yang dianyam berbentuk
kerucut. Sosog dipasang dengan cara menancapkan tangkainya pada pematang kolam.
Posisi sosog yang baik adalah terendam air sedalam 10 – 30 cm, untuk
memudahkan pengawasan dan pemanenannya. Selain itu juga untuk menjaga agar telur
yang berada dalam sarang tidak terlalu banyak terkena partikel lumpur. Satu ekor
induk betina, biasanya hanya membutuhkan satu sarang untuk meletakkan telur, namun
dalam kolam pemijahan sebaiknya dipasang 3 – 4 buah kerangka sarang (sosog) agar
induk gurami mudah menentukan pilihannya. Tidak jauh dari sosog, dibuat para- para
dari bambu untuk meletakkan ijuk, sabut kelapa atau bahan sejenis yang dapat
dijadikan sarang oleh induk gurami.

Menurut Khairuman dan Amri (2003), sarang untuk meletakkan telur sebaiknya
berupa sarang buatan, yaitu sosog yang telah dibuat kemudian ke dalamnya
dimasukkan bahan sarang yang disusun menyerupai sarang burung sehingga induk
jantan tinggal memperbaiki sarang tersebut. Hal ini dimaksudkan agar induk jantan
lebih cepat dalam membuat sarangnya sehingga waktu yang ada dapat digunakan oleh
induk jantan untuk memikat induk betina dan diharapkan dapat mempercepat proses
pemijahan.

3.2 Seleksi Induk

Gurami yang akan dijadikan induk berumur kurang lebih 4 tahun dengan berat
2 – 3 kg untuk jantan, dan umur minimal 3 tahun dengan berat 2– 2,5 kg untuk betina
(Sendjaya dan Rizki , 2002). Sedang menurut Khairuman dan Amri (2003), bobot
gurami yang pantas untuk dijadikan induk adalah 1,5 – 2 kg/ekor. Masa produksi
optimal induk betina berlangsung selama 5 – 7 tahun. Semakin tua umur induk gurami,
jumlah telur yang dihasilkan semakin menurun, tetapi kualitas telurnya semakin baik.
Ciri-ciri fisik induk jantan dan betina pada ikan gurami menurut Sendjaya dan Rizki
(2002) dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri secara fisik induk ikan gurami

Induk gurami jantan Induk gurami betina

Dahi menonjol ( nonong ) Dahi lebih rata (tidak ada tonjolan)


Dagu tebal ( lebih menonjol ) Dagu tidak menebal
Perut meruncing Perut membundar
Susunan sisik normal (rebah) Susunan sisik agak membuka
Gerakan lincah Gerakan agak lamban
Sumber : Sendjaya dan Rizki ( 2002 )
Adapun persyaratan induk ikan gurami sesuai Standar Nasional Indonesia harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria kualitatif

 Warna : badan berwarna kecoklatan dan bagian perut berwarna putih


keperakan atau kekuning-kuningan.
 Bentuk tubuh : pipih vertikal.

 Asal : hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk
dasar.
 Kesehatan : anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada
kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh bebas dari jasad
patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup
insang normal dan tubuh berlendir.

b. Kriteria kuantitatif
Kriteria kuantitatif sifat reproduksi dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kriteria kuantitatif induk siap dipijahkan
Jenis Kelamin
Jantan Betina
Kriteria Satuan
1. Umur Bulan 24 – 30 30 – 36

2. Panjang standar Cm 30 – 35 30 – 35

3. Bobot badan Kg/ekor 1,5 – 2,0 2,0 – 2,5

4. Fekunditas Butir/kg - 1.500 – 2.500

5. Diameter telur Mm - 1,4 – 1,9

Sumber : Badan Standarisasi Nasional 2000

Namun demikian, dalam pemijahan sebaiknya menggunakan induk yang sudah


mencapai berat sekitar 3 kg (betina) dan 4-5 kg (jantan). Induk betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 1.500-2.500 butir/kg induk.
c. Pengukuran Ikan Gurami

a. Cara Mengukur Panjang Standar, Panjang Kepala dan Tinggi Badan

Gambar 5. Pengukuran Ikan Gurami

Berikut ini adalah penjelasan gambar 3 di atas:


1. Cara mengukur panjang standar dilakukan dengan mengukur jarak antara
ujung mulut sampai dengan pangkal ekor yang dinyatakan dalam
satuan centimeter.
2. Cara mengukur panjang kepala dilakukan dengan mengukur jarak antara
ujung mulut samapai dengan ujung tengkorak bagian belakang
yang dinyatakan dalam satuan centimeter.
3. Cara mengukur tinggi badan dilakukan dengan mengukur garis tegak lurus
dari dasar perut sampai ke punggung dengan menggunakan
mistar atau jangka sorong yang dinyatakan dalam satuan
centimeter.
d. Cara Mengukur Bobot Badan
Cara mengukur bobot badan dilakukan dengan menimbang ikan per ekor
yang dinyatakan dalam kilogram (kg).

e. Cara Memeriksa Kesehatan


1. Pengambilan contoh untuk pengujian kesehatan ikan dilakukan secara acak
sebanyak 1% dari populasi dengan jumlah maksimal 10 ekor baik untuk
pengamatan visual maupun mikroskopik.

2. Pemeriksaan visual dilakukan untuk pemeriksaan adanya gejala penyakit


dan kesempurnaan morfologi ikan.
3. Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk pemeriksaan jasad patogen
(parasit, jamur, virus dan bakteri) di laboratorium uji.
f. Cara Memeriksa Kemurnian Ikan
Cara memeriksa kemurnian ikan dilakukan dengan pengabilan contoh
darah/jaringan ikan untuk pengujian di laboratorium uji.

g. Syarat Hidup Ikan Gurami


Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,
tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah tersebut dapat menahan
massa air yang besar dan tidak bocor hingga dapat diubah pematang/ dinding kolam.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Ikan gurami dapat tumbuh normal jika
lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian 50-400 m dpl. Kolam dengan kedalaman
70-100 cm dan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan
dan perkembangan fisik ikan gurami. Untuk pemeliharaan secara tradisional pada
kolam khusus, debit air yang diperkenankan adalah 3 liter/ detik, sedangkan untuk
pemeliharaan secara polikultur debit air yang ideal antara 6-12 liter/ detik. Keasaman
air (pH) yang baik adalah antara 6,5-8.

Habitat asli ikan gurami adalah rawa di dataran rendah yang berair dalam.
Salah satu faktor yang membedakan antara dataran rendah dan tinggi adalah suhu
airnya. Berkaitan dengan suhu, ikan gurami akan tumbuh dengan baik pada suhu 25 –
28 º C. Ikan gurami sangat peka terhadap suhu rendah sehingga jika dipelihara dalam
air dengan suhu kurang dari 15 º C, ikan ini tidak berkembang dengan baik ( Jangkaru,
1998 ).

3.3 Pemijahan

Induk dapat dipelihara pada kolam tembok/ tanah, baik secara massal maupun
berpasangan dengan sistem sekat. Kolam pemeliharaan induk sekaligus berfungsi
untuk kolam pemijahan dengan kepadatan penebaran 1 ekor/m2. Untuk kegiatan
pemijahan dapat menggunakan perbandingan induk jantan : betina = 1 : 3-4. Pakan
yang diberikan berupa pelet terapung (kadar protein ± 28% sebanyak 2% biomass/hari
dan daun sente/talas sebanyak 5% bobot biomass/hari.

Untuk memudahkan induk jantan membangun sarang, kolam induk diberi


tempat dan bahan sarang. Tempat sarang berupa keranjang plastik bulat diameter 20-25
cm atau tempat lain yang serupa yang ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah
permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau bahan lain yang dapat
dibuat sarang yang ditempatkan dipermukaan air sekitar tempat sarang (Gambar 4).
Ikan jantan yang sudah memijah akan membangun sarang untuk menampung telur dari
induk betina. Biasanya, induk jantan memerlukan waktu 1-2 minggu untuk
membangun sarang. Pada pemijahan secara massal, dapat disediakan sarang
sejumlah induk jantan yang ada dengan jarak antarsarang sekitar 1-2 m. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari adanya persaingan dalam membangun sarang.
Adapun kolam pemijahan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 6. Kolam Pemijahan

Induk gurami akan melakukan pemijahan jika kedua induk siap dan kondisi
memungkinkan. Induk jantan akan mencari tempat yang aman dan tenang untuk membuat
sarang sebagai tempat menyimpan telur, dengan memungut bahan sarang (ijuk, sabut
kelapa dll) yang telah dipersiapkan di atas permukaan kolam.
Selanjutnya Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyatakan, bila sarang sudah siap,
induk yang akan memijah saling berkejar-kejaran dan induk betina akan mengeluarkan
telur dalam sarang, kemudian akan dibuahi oleh induk jantan. Sarang yang telah berisi
telur dapat ditandai bila pada permukaan air di atas sarang terdapat lapisan minyak,
atau dengan cara menusuk sarang dengan lidi. Jika lidi yang ditusukkan mengandung
minyak, atau muncul minyak dari dalam sarang ke permukaan air, maka bisa
dipastikan sarang tersebut telah berisi telur. Lapisan minyak tersebut berasal dari telur-
telur yang pecah. Selain itu sarang yang telah berisi telur biasanya tertutup bahan
sarang ( ijuk ) yang dibuat oleh induk jantan, dan induk jantan akan menjaga sarang
tersebut. Sarang yang telah berisi telur dipindahkan ke dalam baskom atau ember
untuk diambil telurnya dan selanjutnya memindahkan telur ke tempat penetasan.
3.4 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Bila sudah dipastikan bahwa sarang sudah berisi telur, maka sarang dapat
dipanen untuk dipindahkan ke tempat penetasan telur. Panen dilakukan dengan
mengangkat sarang secara hati-hati ke dalam ember yang berisi air kolam. Penggunaan
air kolam dimaksudkan agar kondisi air tidak berubah (sama) untuk mengurangi
kematian telur. Penggunaan air yang diambil dari luar kolam dikhawatirkan akan
memiliki suhu dan pH yang berbeda dengan tempat sarangnya sehingga faktor
lingkungan yang fluktuatif dapat mengakibatkan kematian telur ikan (dapat dilihat
pada Gambar 6A).

Untuk membedakan telur yang hidup dan mati dapat dilihat dari warnanya.
Telur yang hidup berwarna kuning cerah bening atau transparan, telur yag mati/rusak
berwarna kusam, kuning muda agak keputih-putihan. Telur mengalami kematian
karena tidak dibuahi. Telur tersebut dengan cepat diserang cendawan berwarna putih
yang disebut Saprolegnia. Setelah terserang, telur mati akan membusuk dan akan
mengganggu perkembangan telur yang hidup ( dapat dilihat pada Gambar 6B).

Telur-telur yang rusak dan mati dibuang, kemudian telur yang hidup
diletakkan pada wadah penetasan yang sebelumnya telur telah dihitung jumlahnya
(dapat dilihat pada Gambar 6C). Wadah penetasan yang digunakan bisa berupa bak-
bak atau ember plastik bervolume 20 liter, paso berdiameter 50 cm yang terbuat dari
tanah liat, atau akuarium dengan ukuran 100 x 50 x 40 cm. Kepadatan telur 150-175
butir per liter. Wadah penetasan ini telah dipersiapkan 1-2 hari sebelumnya dengan
diisi air kolam dan air bersih. Ketinggian air disarankan sekitar 20 cm, kemudian
diberi larutan methylene blue sebanyak 1 cc/ liter untuk mensucihamakan air di wadah
penetasan. Sehari sebelum telur dimasukkan, air dalam bak penetasan diaerasi terlebih
dahulu agar cukup mengandung oksigen. Telur akan menetas dalam waktu 30 – 36
jam.
B

Gambar 7. Proses Pemindahan Telur

Setelah telur menetas, terbentuk larva yang masih mempunyai kantong kuning
telur. Kuning telur akan habis 10 - 12 hari kemudian dan pada saat itulah larva mulai
membutuhkan pakan yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Untuk pertama kali,
pakan alami sangat baik diberikan pada larva. Fitoplankton dan zooplankton
merupakan pakan alami yang dapat diperoleh dengan cara memupuk kolam dengan
pupuk kandang, misalnya kotoran ayam pedaging. Pakan selanjutnya yang diberikan
pada larva adalah cacing sutera, dapat pula diberikan pelet yang dihaluskan, agar
ukurannya sesuai dengan bukaan mulut ikan. Menurut Khairuman dan Amri (2003)
tingkat penetasan telur dalam wadah terkontrol ( akuarium ) bisa mencapai 90 %
(dapat dilihat pada Gambar 6D).

3.5 Parameter Kualitas Air

Dalam SNI : 01-6485.3-2000 tentang Produksi Benih Ikan Gurami Kelas Benih Sebar
disebutkan bahwa kualitas air media untuk :
a. Media pemijahan

1. Suhu : 25ºC - 30ºC

2. Nilai pH : 6,5 – 8,0

3. Laju pergantian air : 10 % - 15 % per hari

b. Media penetasan telur


1. Suhu : 29ºC - 30ºC

2. Nilai pH : 6,7 – 8,6

3. Waktu penetasan telur : 36 – 48 jam

4. Ketinggian air : 15 cm – 20 cm

c. Media pemeliharaan larva

1. Suhu : 29ºC - 30ºC

2. Nilai pH : 6,5 – 8,0

3. Ketinggian air : 15 cm – 20 cm

d. Media Pendederan Benih

1. Suhu : 25ºC - 30ºC

2. Nilai pH : 6,5 – 8,5

3. Ketinggian air : 40 cm – 60 cm

4. Kecerahan : > 30 cm

3.6 Pakan
3.6.1 Pakan larva
Ikanguramedipeliharaselama29haridandiberikan kan berupa cacing sutera
(Tubifex sp.) dengan feeding quency sebanyak 2 kali yaitu pagi hari (08.00WIB) dan sore
hari (15.00 WIB). Pemeliharaan larva ikan gurame harus dilakukan secara baik. Hal ini
dikarenakan fase larva merupakan masa kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat
kematian atau mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Kematian larva gurame hingga
umur 7 hari mencapai 50%.Kematian larva gurame dapat disebabkan oleh penyakit
infeksi dan non-infeksi. Penyak itinfeksi disebabkan oleh parasit,bakteri,jamur dan virus.
Sementara penyakit noninfeksi disebabkan oleh nutrisi,genetic(turunan) dan
lingkungan.Permasalahan yang sering terjadi selama pemeliharaan yaitu munculnya
serangan penyakit yang salah satunya disebabkan oleh cendawan yang mudah sekali
menyerang telur, benih maupun ikan dewasa (Sari, 2003dalam Efrianti, 2013).
Pakan untuk larva ini harus dalam ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
bukaan mulut larva. Lebar bukaan mulut untuk larva gurame berkisar 0,25 mm. Untuk
memperoleh bentuk dan ukuran pakan sesuai dengan lebar bukaan mulut larva, pakan
hidup diberikan sebelum larva mencapai dewasa sedangkan pakan buatan diberikan
dengan jalan menghaluskan pakan pellet terlebih dahulu. Jenis pakan alami yang umum
diberikan yaitu Moina, daphnia, chironomus, dan tubifex (Sani, 2014).

3.6.2 Pakan Benih


Benih ikan gurame (Osphronemus gouramy) yang berumur 2 hari setelah habis
kuning telur dipuasakan selama 1 hari. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan
yaitu naupli Artemia selama 1 minggu dan cacing sutera selama 4 minggu.Pakan
diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari. Bobot ikan ditimbang per 10 ekor setiap
seminggu sekali (Putra, 2011).
Pemberian nauplii Artemia dilakukan selama 1 minggu pertama dilanjutkan
dengan pemberian cacing sutera selama 2 minggu berikutnya. Setelah itu,benih ikan
gurame diberipakan berupa cacing sutera dan pellet komersil. Pemberian pakan dilakukan
secaraad-libithum. Bobot ikan ditimbang setiap seminggu sekali. Selama pemeliharaan
dilakukan gantiair setiap hari sebanyak 50% dari volume air akuarium (Rahmawaty,
2011).

3.7 Penyakit pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)

Berdasarkan Sitanggang dan Sarwono (2007), penyakit pada ikan dapat


dibedakan menjadi dua macam, yakni penyakit parasit dan non parasit. Penyebab
penyakit parasit diantaranya adalah jamur, virus, dan berbagai mikroorganisme
penyebab penyakit. Penyakit non parasit disebabkan oleh kerusakan akibat
penangkapan, kelainan tubuh karena keturunan, dan pencemaran air, seperti
adanya gas beracun berupa amoniak atau belerang. Bila ada gas beracun di dalam
air, biasanya ikan lebih suka berenang pada permukaan air untuk mencari udara
segar.
Berdasarkan letak penyerangannya, Sitanggang dan Sarwono (2007)
membagi parasit menjadi dua kelompok yaitu ektoparasit yang menempel pada
bagian luar tubuh ikan dan endoparasit yang berada dalam tubuh ikan. Ciri-ciri ikan
yang terkena penyakit parasiter adalah sebagai berikut :

a. Penyakit pada kulit


Tubuh ikan biasanya berlendir dan warnanya pucat. Pada bagian dada, perut, dan
pangkal sirip berwarna merah.
b.Penyakit pada insang
Biasanya tutup insang mengembang, lembaran insang pucat, dan tampak semburat
merah dan kelabu.

c. Penyakit pada organ dalam


Ikan yang terserang parasit pada organ dalam biasanya di bagian perut menjadi
bengkak, sisiknya berdiri. Terkadang perut menjadi kurus, ikan lemah, dan mudah
ditangkap.

Penyakit yang sering menyerang ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) adalah
cacar ikan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas sp., Aeromonas sp.,
dan Bacillus (Rahman, 2008). Selain itu penyakit White Spot juga sering menyerang
ikan gurami. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Ichthyophthyrius sp. yang dicirikan
dengan timbulnya bercak-bercak putih pada kulit ikan, mulut ikan kembang kempis
seperti kekurangan oksigen. Macam-macam penyakit ikan gurami (Osphronemus
gouramy Lac.) menurut Sitanggang dan Sarwono (2007) antara lain :

a. Kutu ikan, disebabkan oleh Argulus indicus yang biasanya disebabkan


karena kualitas air kolam yang buruk. Argulus indicus menyerang ikan
gurami dengan menempel dan menggigit tubuh ikan yang menyebabkan
ikan mengalami pendarahan.

b. Cacing ikan, disebabkan Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. yang


muncul akibat kualitas air yang buruk, kepadatan ikan tinggi di satu
kolam. Jenis Dactylogyrus sp. menyerang pada insang ikan gurami
ditandai dengan ikan sering muncul kepermukaan air dan nafsu makan
ikan menurun. Jenis Gyrodactylus sp. menyerang pada bagian sirip.

c. Mata Belo, ditandai dengan nafsu makan berkurang, pergerakan ikan


kurang aktif, dan ikan sering muncul ke permukaan air. Apabila tidak
segera dilakukan perawatan ikan akan menjadi buta dan mati.

d. Jamur, biasanya jenis Saprolegnia yang sering menyerang ikan gurami.


Dicirikan dengan adanya benang-benang seperti kapas berwarna krem pada
tubuh yang terinfeksi.
e. Carp Erytrodermatits, disebabkan oleh bakteri Aeromonas sp. Dan
Pseudomonas sp. ditandai dengan adanya luka yang mengeluarkan darah di
tubuh ikan gurami, lendir mencair, sisik mengelupas, timbul borok di tubuh ikan
gurami yang terinfeksi, dan perut membesar.

3.8 Biosecurity

Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko


munculnya penyakit tidak terjadi. Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan
mengurangi potensi transmisi perkembangan organisme seperti virus AI dalam
menyerang hewan dan manusia. Biosekuriti terdiri dari dua elemen penting yaitu
bioexclusion dan biocontainment. Bioexclusion adalah pencegahan terhadap datangnya
virus infektif dan biocontainment adalah menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau
menyebar (WHO 2008).

2.8.1 Tujuan Biosecurity


Mencegah masuknya setiap organisme menular ke lokasi budidaya, karena hal ini
tidak selalu mungkin, maka tujuan harus dimodifikasi u/ menghilangkan/mengontrol
penyakit menular dalam fasilitas/lingkungan budidaya.
Ø Pemantauan Penyakit
Ø Pembersihan/desinfeksi antara siklus produksi
Ø Pencegahan Keamanan Umum
Penerapan Biosecurity
Pada Pra Produksi, berbagai tindakan untuk mencegah masuknya organisme yang
Merugikan ke suatu wilayah tertentu meliputi :
Ø Kegiatan penelitian organisme yang tidak diinginkan dan penentuan
organisme mana yang mungkin masuk dan terjadi di suatu wilayah,
Ø Penentuan organisme mana yang mungkin masuk dan terjadi di suatu wilayah
Ø Dampak yang terjadi
Ø sarana atau fasilitas apa yang tersedia untuk mengurangi kemungkinan
masuknya organisme tersebut kesuatu wilayah
Pengembangan dan pelaksanaan program
Pada Proses Produksi,
Ø Mencegah masuknya setiap organisme menular ke lokasi budidaya, karena hal
ini tidak selalu mungkin, maka tujuan harus dimodifikasi u/ menghilangkan/mengontrol
penyakit menular dalam fasilitas/lingkungan budidaya.
Ø Pemantauan Penyakit
Ø Pembersihan/desinfeksi antara siklus produksi
Ø Pencegahan Keamanan Umum
Pada Pasca produksi:
Ø Berbagai tindakan untuk mendeteksi adanya organisme yang tidak diinginkan
pada pasca produksi dan upaya pengendaliannya untuk mengurangi dampak yang
merugikan.
Ø Biosecurity Post-border dilakukan melalui Surveilans untuk memeriksa
apakah organisme yang tidak diinginkan tersebut telah masuk (Deteksi penyakit),
meskipun biosecurity pre-border dan biosecurity border telah dilaksanakan.
Ø Reaksi/tindakan terhadap kejadian kasus untuk kemudian memberantas
organisme yang tidak diinginkan tersebut apabila dimungkinkan.
Prinsip Pennerapan Biosecurity :
Ø Pembatasan Akses orang, mencegah masuknya setiap organisme menular ke
lokasi budidaya, karena hal ini tidak selalu mungkin, maka tujuan harus dimodifikasi u/
menghilangkan/mengontrol penyakit menular dalam fasilitas/lingkungan budidaya.
Ø Pemantauan Penyakit
Ø Pembersihan/desinfeksi antara siklus produksi
Ø Pencegahan Keamanan Umum
Ø Pembatasan akses/personil ke ruang kerja.
Ø Desinfeksi roda kendaraan yang masuk.
Ø Penggantian alas kaki tamu.
Ø Fasilitas karantina dan isolasi.
Ø Sterilisasi wadah, alat dan lingkungan kerja.
Ø Sterilisasi air/media budidaya.
Ø Skrining calon induk ikan / udang.
Ø Skrining larva dan benih/benur siap jual.
Ø Monitoring patogen secara teratur dan berkala.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan laporan yang saya buat ini dapat disimpulkan bahwa ikan gurame
memiliki 6 macam varieteas atau strain berdasarkan daya produksi telur, kecepatan
tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame dewasa. Masing-masing adalah Angsa (soang,
geese, gourami), Jepun (jepang,jeponica), Blausafir, Paris, Bastar (pedaging) dan
Porselan. Berdasarkan warna terdapat warna hitam, albino (putih) dan belang. Dan
kehidupan organisme akuatik termasuk ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, derajat keasaman (pH), dan salinitas.
Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam hal budidaya. Dan pakan
tambahan dari ikan gurame yaitu pellet, keong mas dan serangga. Dan juga penyakit pada
ikan gurame yaitu bintik putih (white spot) yang disebabkan jenis protozoa lchtyopthirius
yang menyerang benih dan induk ikan gurame.

B. Saran

Semoga laporan paper yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dan tidak lupa kami berharap laporan paper ini memberikan sedikit gambaran kepada
taruna, tentang bagaimana teknik pembenihan ikan gurami.
DAFTAR PUSTAKA

-------, 2000. Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Gurami (Osphronemus goramy, Lac.)
Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

BBPBAT Sukabumi.2013. Teknik Pembenihan Ikan Gurame. Direktorat Jendral Budidaya


Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Beveridge, M. Cage aquaculture. Fishing News Book. Ttd. Farnham: Surrey,


Birmingham, Alabama:Birmingham Publishing CO.

Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Jakarta: Penerbit Kanisius.

Efriantii, R. 2013. PemberianEkstrak Batang Pisang Ambon (Usaaradisiaca)PadaMedia


PemeliharaanUntuk MeingkatkanKelangsunganHidupLarva Ikan Gurame
(OsphronemusGouramy). Skripsi Departemen Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

England. Boyd, C.T. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture.

Husein, 1999. Status dan Perencanaan Pengembangan Perikanan Perairan Umum di Jawa
Barat. Suatu Konsepsi (Open Water Fisheries Development in West Java). UPTD
BAT Perairan Umum Saguling Cirata.

Jangkaru, Z. 1998. Memacu Pertumbuhan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Khairuman dan Amri. 2003.Panduan Lengkap Budidaya Gurami. Agro Media. Jakarta.

Mangunwiryo, H., D. Dana,A. Rukyani. 1995. Deskripsi Hama dan Panyakit Ikan Karantina
Golongan Virus. Pusat Krantina Pertanian. Jakarta.

Mulyono, M., Firdaus, R., Alka, C M., & Hamdani. (2018) Sumberdaya Hayati Laut
Indonesia: Sebuah Pengantar Sumber Daya Hayati Laut Indonesia. 144

Mulyono, M., & Ritonga, L. B. (2019) Kamus Akuakultur Budidaya Perikanan. 188
Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Jakarta: Swadaya.

Nijiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nitimulyo, K.H., I.Y.B. Lelono, dan A. Sarono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan
Karantina Golongan Virus. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Nugroho, E. 2012.Lele Peluang Bisnis dan Kisah Sukses.Agriflo.Depok.

Prihartono, R. E. 2004. Permasalahan Gurami dan Solusinya.Penebara Swadaya: Jakarta. Hlm


60.

Putra, H. G. P. 2011. PertumbuhanDanKelangsunganHidupBenih


IkanGurameYangDiberiProteinRekombinan
GhMelaluiPerendamanDenganDosisBerbeda. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rahmawati, M. & Fadjar , M., 2007. PEMBENIHAN IKAN GURAME


(Osphronemus gouramy) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN
(BPBI) SINGAPARNA TASIKMALAYA, JAWA BARAT. Artikel.

Robert (1992). Penetasan telur dan pembenihan gurami (Osphronemus


gouramy).Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta, 18 hlm.

Rusdi, Taufiq (1987). Usah Budidaya Ikan Gurame. Jakarta: CV. Simplek.

Saanin. 2015. Teknik Pembenihan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Skala Rumah
tangga. Fakultas Biologi Unsoed. Purwokerto.

Sani, B. 2014.Budi Daya Ikan Gurami.Dafa Publishing. 140 hlm.

Saparinto, . C., 2008. Panduan Lengkap Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.


Sendjaya dan Rizki, H. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitanggang, M. dan Sarwono. 2007. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitanggang, M. 1999. Budidaya Gurame. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Sitanggang, M. & Sarwono, B., 2006. Budi Daya Gurami Edisi Revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Sulhi, M., 2002. Teknik Pendederan dan Pembesaran Ikan Gurami. Makalah Pada
Temuisnis Prospek Usaha dan Pengembangan Budidaya Ikan Gurami, Yogyakarta.
Sumantadinata, Komar. 1981. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia
Jakarta: Sastra Hudaya.

Sunarma, A., A. Surahman, E. Sadeli, Subandri, E. Miftah, 2002. Penelaahan Sistem Usaha
Budidaya Gurame. Laporan Tinjauan Hasil Proyek Pengembangan Perekayasa
Teknologi BBAT Sukabumi Tahun 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Sukabumi.

Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan Gurame. Kanisius: Yogyakarta. 117 hlm.

WHO (2008). Biosecurity pada ikan gurane. Bogor: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai