Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR


GURAMI

DISUSUN OLEH
NIA AYNUR ROHMA

IX 5

SMPN 5 DUMAI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan
izin dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul
“Makalah tentang Teknik Pembenihan Ikan Gurame (Osphronemus
gouramy) ”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak


kekurangan, sehingga bantuan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan penulis. Penulis hanya berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut sangat luas. Sekitar 2/3
wilayah negara ini berupa lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu luasnya maka
Indonesia diakui secara internasional sebagai negara Maritim yang di tetapkan dalam
UNCLOS 1982 yang memberikan kewenangan dan memperluas wilayah laut Indonesia
dengan segala ketetapan yang mengikutinya. Selain itu juga terjadi perluasan hak-hak
berdaulat atas kekayaan alam di ZEE serta landas kontingen serta Indonesia juga masih
memiliki hak atas pengelolaan natural reseources di laut bebas dan di dasar samudera.
(Mulyono, dkk., 2018)
Budidaya perikanan adalah suatu usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan
ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikana disebut sebagai perairan atau
akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja
tetapi juga organisme air lain seperti kerang., udang maupun tumbuhan air dalam bidang
perikanan pada umumnya ikan didefinisikan secara luas tidak hanya menunjuk pada
binatang air yang bersisik dan bernafas dengan insang. Akan tetapi juga menyangkut
segala organisme yang hidup di air seperti udang, kerang, hingga tanaman air. (Mulyono,
dkk, 2019)
Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang termasuk dalam 10
jenis yang menjadi target peningkatan produksi perikanan budidaya. Pada tahun 2009-
2014 yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Secara alami
pertumbuhan ikan gurame relative lambat. Performa pertumbuhan yang relatif lambat ini
merupakan salah satu masalah utama pengembangan budidaya ikan gurame, yang diduga
sebagai konsekuensi langsung dari laju pertumbuhan somatik yang rendah (Putra, 2011).
Ikan gurame juga merupakan ikan yang telah dibudidayakan secara komersil di
beberapa daerah seperti Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya, Ciamis dan Garut), Jawa
Tengah (Cilacap, Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga), Yogyakarta (Kulon Progo,
Bantul, dan Sleman), Jawa Timur (Tulung Agung, Blitar dan Lumajang), Sumatera Barat
dan Riau (BBPBAT Sukabumi 2013). Peningkatan dan perkembangan usaha budidaya
ikan gurame yang semakin luas menyebabkan kebutuhan induk dan pasokan benih dalam
jumlah cukup dan berkualitas baik. Oleh sebab itu disinilah pentingnya mahasiswa
mengetahui cara budidaya ikan gurami dengan baik dan benar untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) juga konon ditemukan pertama kali di
Kepulauan Sunda Besar (yang sekarang dikenal sebagai Jawa Barat) ini masih satu
kerabat dengan ikan tambakan dan ikan sepat. Sebenarnya, gurami bukan jenis ikan baru
karena ikan ini telah dikonsumsi oleh masyarakat sejak tahun 1800-an. (Rahmawati &
Fadjar , 2007) Ikan ini merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang cukup
penting apabila dilihat dari permintaannya yang cukup besar dan harganya yang relatif
tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas, nila, ataupun lele,
dan merupakan salah satu sumber protein yang cukup tinggi, oleh sebab itu, tidak
mengherankan apabila ikan gurami menjadi salah satu komoditi unggulan di sektor
perikanan air tawar. Dari segi bisnis juga baik untuk pembesaran ataupun pembenihan
ikan gurami sama-sama memiliki peluang yang sangat baik karena permintaan pasar
cukup tinggi meski harga benih maupun harga ikan ukuran konsumsi relatif lebih mahal
dibandingkan komoditas lain seperti ikan mas, nila ataupun lele. Mahalnya harga ikan
serta tingginya permintaan merupakan daya tarik utama bagi petani dalam
membudidayakan ikan gurami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Gurami atau biasa dikenal dengan sebutan ikan gurami merupakan


salah satu jenis ikan air tawar yang telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh
masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1802, ikan gurami (Osphronemus gouramy
Lac.) sudah ditulis orang sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. Ikan gurami
dipublikasikan secara besar-besaran pada tahun 1985. Tempat asal ikan gurami
yang asli belum diketahui, namun menurut The Complete Aquarist’s Guide to
Freshwater yang diedit oleh John Gilbert, disebutkan bahwa ikan gurami
berasal dari Kepulauan Sunda Besar. Ikan gurami tersebar ke seluruh
Kepulauan Indonesia seperti Sulawesi Utara, Madura, Sumatera Barat, dan
Sumatera Utara serta negara tetangga seperti Filipina (Sitanggang dan
Sarwono, 2007).

Menurut Saanin (1984), ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.)


diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Actinopterygii

Super Ordo : Perciformes

Ordo : Labyrinthici

Sub-ordo : Anabantoidea

Famili : Anabantidae

Genus : Osphronemus

Species : Osphronemus gouramy


2.2 Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Berdasarkan Sitanggang dan Sarwono (2007), gurami mempunyai bentuk


badan yang khas dengan bentuk tubuhnya agak panjang, pipih, dan lebar. Badan
tertutupi oleh sisik yang kuat dengan tepi yang kasar. Ikan ini memiliki ukuran
mulut yang kecil yang letaknya miring tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir
bawah terlihat sedikit lebih maju dibandingkan dengan bibir atas dan dapat
disembulkan. Menurut Respati dan Santoso (1993), warna badan umumnya biru
kehitam-hitaman, bagian perut berwarna putih, bagian punggung berwarna
kecoklatan. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian
punggung berwarna kecoklatan dan pada bagian perut berwarna keperakan atau
kekuningan. Pada ikan gurame muda terdapat garis tegak berwarna hitam berjumlah
± 7–8 buah dan akan tidak terlihat bila sudah menjadi ikan dewasa.

Menurut Nijiyati (1992), ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.)


memiliki lima jenis sirip yaitu sirip dada, punggung, perut, anal, dan ekor. Sirip
punggung (dorsal) bentuknya memanjang dan terletak di bagian permukaan tubuh,
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Terdapat jari-jari keras di
bagian belakang sirip punggung dan sirip anal dengan bagian akhir berbentuk
gerigi. Sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran cukup besar dengan tipe sisik
berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Gurat sisi (linea lateralis)
ikan gurame berada di pertengahan badan dengan posisi melintang dari tutup
insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Morfologi ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) memiliki alat pernafasan


tambahan berupa labirin. Labirin merupakan alat pernafasan tambahan pada
ikan yang berupa lipatan-lipatan epithelium pernafasan yang berfungsi untuk
mengambil oksigen secara langsung dari udara. Labirin mulai terbentuk pada
umur 18–24 hari sehingga gurami dapat bertahan hidup pada perairan yang
kurang oksigen karena mampu mengambil oksigen dari udara bebas. Labirin
memiliki struktur pembuluh darah kapiler yang memungkinkan ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) mengambil zat asam dari udara yang berada di
ruangan labirin. Labirin merupakan turunan dari lembar insang pertama
(Susanto, 2002). Akan tetapi, masih banyak ditemukan kendala dalam usaha
budidaya ikan gurami, salah satu kendala adalah pertumbuhannya yang relatif
lambat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Untuk mencapai ukuran
konsumsi dengan berat badan minimal 500 gram dari benih yang berukuran 1
g memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sarwono dan
Sitanggang, 2007).

Gambar 1. Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Keterangan : a. mulut
b. operkulum
c. sirip dada
d. sirip perut
e. sirip anal
f. sirip ekor
g. sirip punggung

Berdasarkan Jangkaru (1998), pada dasar sirip dada ikan gurami betina
terdapat tanda sebuah lingkaran hitam, sedangkan pada ikan gurami jantan tidak ada.
Induk betina ditandai dengan bentuk kepala atas datar, ada bintik hitam pada kelopak
sirip dada dan rahang bawah tipis, sedangkan pada induk jantan memiliki benjolan di
atas kepala, tidak ada bintik hitam di kelopak sirip dada dan rahang bawahnya tebal.
Menurut Risky, Julius dan Prasetya (2011), ikan gurami jantan memiliki tutup insang
berwarna kekuningan, dasar sirip dada berwarna lebih putih, warna badan kemerahan,
dan hitam terang, serta gerakannya lebih lincah. Pada ikan gurami betina, tutup insang
berwarna putih kecoklatan, dengan dasar sirip dada berwarna kehitaman, warna badan
yang relatif lebih terang, dan gerakannya cenderung lamban.

Badan gurami pada umumnya berwarna biru kehitaman dan bagian perut
berwarna putih. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian
punggung berwarna kecoklatan dan pada bagian perut berwarna keperakan atau
kekuningan. Jari-jari pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi
sebagai alat peraba. Ujung sirip punggung dan sirip dubur dapat mencapai pangkal
ekor. Sirip ekor berbentuk busur. Pada dasar sirip dada ikan gurami betina terdapat
tanda berupa sebuah lingkaran hitam. (Jangkaru, 1998). Induk jantan ditandai dengan
benjolan di kepala bagian atas, rahang bawah tebal dan tidak adanya bintik hitam di
kelopak sirip dada. Sedangkan induk betina ditandai dengan bentuk kepala atas datar,
rahang bawah tipis dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada. Untuk lebih
jelasnya, perbedaan ikan gurami jantan dan betina dapat dilihat pada gambar 2 dan 3
berikut.

Sumber. Lukito AM dalam Khairuman dan Amri (2003)

Gambar 2. Ikan Gurami Jantan

Sumber. Lukito AM dalam Khairuman dan Amri (2003)

Gambar 3. Ikan Gurami Betina


2.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)

Habitat asli gurami (Osphronemus gouramy Lac.) adalah perairan tawar yang
tenang dan tergenang seperti rawa dan sungai dengan kadar oksigen yang cukup dan
mutu air yang baik. Apabila dibudidayakan di daerah dataran rendah dengan
ketinggian 50–600 m dari permukaan laut ikan gurami akan berkembang dengan baik.
Ikan gurami juga akan menunjukkan pertumbuhan optimal apabila dikembangkan di
dataran dengan ketinggian 50-400 m dari permukaan laut dengan suhu 24-28 o
C
(Agri, 2011).

Di Indonesia ikan gurami dijuluki sebagai Giant Gouramy karena ukurannya


yang besar. Mulanya ikan gurami banyak ditemukan di pulau Sumatera , Jawa, dan
Kalimantan. Namun karena banyak digemari oleh masyarakat
karena rasanya yang enak
dan gurih, ikan gurami sudah banyak diperkenalkan ke negara lain sejak abad 18,
seperti Madagaskar, Sychales, Australia, Srilanka, Mauritius, Suriname, Haiti,
Martinique, dan Guyane (Robert, 1992).

2.4 Kebiasaan Makan Ikan Gurame (Ospphronemus gouramy)

Menurut Bachtiar (2010), ikan gurami termasuk hewan omnivora, yakni pemakan
tumbuh-tumbuhan dan daging. Di habitat aslinya, jenis makanan gurami adalah
fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. Fitoplankton seperti
rotifera, insuforia, dan chlorella, dikonsumsi oleh gurami stadium larva. Sementara

zooplankton, seperti daphnia, cladocera, dan serangga, biasanya dikonsumsi gurami stadium benih,
dari yang berukuran biji oyong, gabah, hingga ukuran kuku jempol.

Setelah dewasa, gurami lebih menyukai tumbuhan air sebagai makanannya,


seperti mata lele (azolla), ekor kucing (hydrilla), ekor tupai (myriophyllum), apu-api
(pistis), kangkung air, genjer, ceratopgyllum, dan lemna. Selain tumbuhan air, gurami
juga memakan pakan alami berupa tumbuhan darat, seperti daun talas atau sante, daun
pepaya, daun ubi kayu (singkong), dan kangkung. Jika dibudidayakan, gurami bisa diberi
pakan tambahan berupa pellet.
BAB III
TEKNIK PEMBENIHAN

Menurut Nugroho (2012), kegiatan pembenihan ikan terdiri dari pemeliharaan


induk, pemilihan induk, persiapan kolam, pemijahan, teknikpemijahan ikan, penetasan
telur, pemeliharaan larva, sampai pendederan benih.Salah satu tujuan dari pembenihan
adalah untuk menghasilkan benih denganukuran tertentu. Satuan produksi pembenihan
ikan adalah jumlah (ekor),sedangkan ukuran benih dinyatakan dalam panjang (cm).
Usaha pembenihandapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara alami (tradisional),
semitradisional (induce spawning), dan buatan (artificial spawning).

3.1 Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk pemijahan induk ikan gurami meliputi :

a. Pengeringan kolam

Pengeringan kolam pemijahan dilakukan selama 2 – 3 hari. Tujuan dari


pengeringan kolam ini adalah untuk membunuh hama dan sumber penyakit serta
menghilangkan nitrit yang ada di dasar kolam. Hama pengganggu di kolam dapat
berupa ular air, keong mas, cacing , ikan-ikan liar dll, sedangkan sumber penyakit
dapat berupa bakteri yang dapat diberantas atau dikurangi dengan cara penjemuran
kolam. Tujuan pengeringan kolam yang lain adalah untuk memberikan suasana baru
bagi gurami, karena tanah yang kering akan memiliki bau yang khas saat terendam air
yang akan merangsang induk ikan untuk memijah. Setelah dikeringkan, kolam diisi air
dengan ketinggian air kolam 0,75 - 1 m. Air dibiarkan + 4 hari agar tumbuh kelekap
(plankton) di pinggir-pinggir kolam sebagai persediaan pakan bagi induk gurami, dan
induk siap dimasukkan ke kolam pemijahan.

b. Pembersihan Pematang dari Rumput-rumput Liar

Rumput-rumput yang tumbuh di pematang kolam dibersihkan agar tidak


dijadikan tempat penempelan sarang telur oleh induk gurami. Selain itu rumput yang
dibiarkan tumbuh liar di pinggir pematang juga dapat menjadi tempat persembunyian
hama pengganggu.

c. Pengisian Air Kolam

Kolam diisi air setinggi 70 – 100 cm karena gurami memang memiliki tubuh
yang lebar (tinggi). Gurami juga merupakan ikan yang hidup di perairan dasar (dalam)
dan suka bergerak secara vertikal (naik turun), kadang muncul ke permukaan dan
menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air bila perairan miskin oksigen,
sehingga gurami memerlukan perairan yang airnya relatif dalam bagi pergerakannya
tersebut.

d. Memasang kerangka sarang dan bahan pembentuk sarang.

Kerangka sarang (sosog) dipasang pada pematang yang sepi, tidak banyak
orang berlalu-lalang agar induk gurami tidak terganggu, sedang bahan pembentuk
sarang dipasang tidak jauh dari sosog untuk memudahkan induk gurami membuat
sarangnya. Kerangka sarang dan bahan pembentuk sarang yang digunakan dapat dilihat
pada gambar 3 :

a b

Gambar 4. Kerangka Sarang (sosog)

a. Sosog bahan bambu

b. Sosog bahan plastik

Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyebutkan bahwa induk gurami akan membuat
sarangnya sendiri untuk meletakkan telurnya, sehingga petani atau pembudidaya ikan
harus mempersiapkan bahan yang dapat dijadikan sarang oleh induk gurami pada
kolam pemijahan. Kerangka sarang (sosog) dibuat dari bambu yang dianyam berbentuk
kerucut. Sosog dipasang dengan cara menancapkan tangkainya pada pematang kolam.
Posisi sosog yang baik adalah terendam air sedalam 10 – 30 cm, untuk
memudahkan pengawasan dan pemanenannya. Selain itu juga untuk menjaga agar telur
yang berada dalam sarang tidak terlalu banyak terkena partikel lumpur. Satu ekor
induk betina, biasanya hanya membutuhkan satu sarang untuk meletakkan telur, namun
dalam kolam pemijahan sebaiknya dipasang 3 – 4 buah kerangka sarang (sosog) agar
induk gurami mudah menentukan pilihannya. Tidak jauh dari sosog, dibuat para- para
dari bambu untuk meletakkan ijuk, sabut kelapa atau bahan sejenis yang dapat
dijadikan sarang oleh induk gurami.

Menurut Khairuman dan Amri (2003), sarang untuk meletakkan telur sebaiknya
berupa sarang buatan, yaitu sosog yang telah dibuat kemudian ke dalamnya
dimasukkan bahan sarang yang disusun menyerupai sarang burung sehingga induk
jantan tinggal memperbaiki sarang tersebut. Hal ini dimaksudkan agar induk jantan
lebih cepat dalam membuat sarangnya sehingga waktu yang ada dapat digunakan oleh
induk jantan untuk memikat induk betina dan diharapkan dapat mempercepat proses
pemijahan.

3.2 Seleksi Induk

Gurami yang akan dijadikan induk berumur kurang lebih 4 tahun dengan berat
2 – 3 kg untuk jantan, dan umur minimal 3 tahun dengan berat 2– 2,5 kg untuk betina
(Sendjaya dan Rizki , 2002). Sedang menurut Khairuman dan Amri (2003), bobot
gurami yang pantas untuk dijadikan induk adalah 1,5 – 2 kg/ekor. Masa produksi
optimal induk betina berlangsung selama 5 – 7 tahun. Semakin tua umur induk gurami,
jumlah telur yang dihasilkan semakin menurun, tetapi kualitas telurnya semakin baik.
Ciri-ciri fisik induk jantan dan betina pada ikan gurami menurut Sendjaya dan Rizki
(2002) dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri secara fisik induk ikan gurami

Induk gurami jantan Induk gurami betina

Dahi menonjol ( nonong ) Dahi lebih rata (tidak ada tonjolan)


Dagu tebal ( lebih menonjol ) Dagu tidak menebal
Perut meruncing Perut membundar
Susunan sisik normal (rebah) Susunan sisik agak membuka
Gerakan lincah Gerakan agak lamban
Sumber : Sendjaya dan Rizki ( 2002 )
Adapun persyaratan induk ikan gurami sesuai Standar Nasional Indonesia harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria kualitatif

 Warna : badan berwarna kecoklatan dan bagian perut berwarna putih


keperakan atau kekuning-kuningan.
 Bentuk tubuh : pipih vertikal.

 Asal : hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk
dasar.
 Kesehatan : anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada
kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh bebas dari jasad
patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup
insang normal dan tubuh berlendir.

b. Kriteria kuantitatif
Kriteria kuantitatif sifat reproduksi dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kriteria kuantitatif induk siap dipijahkan
Jenis Kelamin
Jantan Betina
Kriteria Satuan
1. Umur Bulan 24 – 30 30 – 36

2. Panjang standar Cm 30 – 35 30 – 35

3. Bobot badan Kg/ekor 1,5 – 2,0 2,0 – 2,5

4. Fekunditas Butir/kg - 1.500 – 2.500

5. Diameter telur Mm - 1,4 – 1,9

Sumber : Badan Standarisasi Nasional 2000

Namun demikian, dalam pemijahan sebaiknya menggunakan induk yang sudah


mencapai berat sekitar 3 kg (betina) dan 4-5 kg (jantan). Induk betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 1.500-2.500 butir/kg induk.
c. Pengukuran Ikan Gurami

a. Cara Mengukur Panjang Standar, Panjang Kepala dan Tinggi Badan

Gambar 5. Pengukuran Ikan Gurami

Berikut ini adalah penjelasan gambar 3 di atas:


1. Cara mengukur panjang standar dilakukan dengan mengukur jarak antara
ujung mulut sampai dengan pangkal ekor yang dinyatakan dalam
satuan centimeter.
2. Cara mengukur panjang kepala dilakukan dengan mengukur jarak antara
ujung mulut samapai dengan ujung tengkorak bagian belakang
yang dinyatakan dalam satuan centimeter.
3. Cara mengukur tinggi badan dilakukan dengan mengukur garis tegak lurus
dari dasar perut sampai ke punggung dengan menggunakan
mistar atau jangka sorong yang dinyatakan dalam satuan
centimeter.
d. Cara Mengukur Bobot Badan
Cara mengukur bobot badan dilakukan dengan menimbang ikan per ekor
yang dinyatakan dalam kilogram (kg).

e. Cara Memeriksa Kesehatan


1. Pengambilan contoh untuk pengujian kesehatan ikan dilakukan secara acak
sebanyak 1% dari populasi dengan jumlah maksimal 10 ekor baik untuk
pengamatan visual maupun mikroskopik.

2. Pemeriksaan visual dilakukan untuk pemeriksaan adanya gejala penyakit


dan kesempurnaan morfologi ikan.
3. Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk pemeriksaan jasad patogen
(parasit, jamur, virus dan bakteri) di laboratorium uji.
f. Cara Memeriksa Kemurnian Ikan
Cara memeriksa kemurnian ikan dilakukan dengan pengabilan contoh
darah/jaringan ikan untuk pengujian di laboratorium uji.

g. Syarat Hidup Ikan Gurami


Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,
tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah tersebut dapat menahan
massa air yang besar dan tidak bocor hingga dapat diubah pematang/ dinding kolam.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Ikan gurami dapat tumbuh normal jika
lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian 50-400 m dpl. Kolam dengan kedalaman
70-100 cm dan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan
dan perkembangan fisik ikan gurami. Untuk pemeliharaan secara tradisional pada
kolam khusus, debit air yang diperkenankan adalah 3 liter/ detik, sedangkan untuk
pemeliharaan secara polikultur debit air yang ideal antara 6-12 liter/ detik. Keasaman
air (pH) yang baik adalah antara 6,5-8.

Habitat asli ikan gurami adalah rawa di dataran rendah yang berair dalam.
Salah satu faktor yang membedakan antara dataran rendah dan tinggi adalah suhu
airnya. Berkaitan dengan suhu, ikan gurami akan tumbuh dengan baik pada suhu 25 –
28 º C. Ikan gurami sangat peka terhadap suhu rendah sehingga jika dipelihara dalam
air dengan suhu kurang dari 15 º C, ikan ini tidak berkembang dengan baik ( Jangkaru,
1998 ).

3.3 Pemijahan

Induk dapat dipelihara pada kolam tembok/ tanah, baik secara massal maupun
berpasangan dengan sistem sekat. Kolam pemeliharaan induk sekaligus berfungsi
untuk kolam pemijahan dengan kepadatan penebaran 1 ekor/m2. Untuk kegiatan
pemijahan dapat menggunakan perbandingan induk jantan : betina = 1 : 3-4. Pakan
yang diberikan berupa pelet terapung (kadar protein ± 28% sebanyak 2% biomass/hari
dan daun sente/talas sebanyak 5% bobot biomass/hari.

Untuk memudahkan induk jantan membangun sarang, kolam induk diberi


tempat dan bahan sarang. Tempat sarang berupa keranjang plastik bulat diameter 20-25
cm atau tempat lain yang serupa yang ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah
permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau bahan lain yang dapat
dibuat sarang yang ditempatkan dipermukaan air sekitar tempat sarang (Gambar 4).
Ikan jantan yang sudah memijah akan membangun sarang untuk menampung telur dari
induk betina. Biasanya, induk jantan memerlukan waktu 1-2 minggu untuk
membangun sarang. Pada pemijahan secara massal, dapat disediakan sarang
sejumlah induk jantan yang ada dengan jarak antarsarang sekitar 1-2 m. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari adanya persaingan dalam membangun sarang.
Adapun kolam pemijahan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 6. Kolam Pemijahan

Induk gurami akan melakukan pemijahan jika kedua induk siap dan kondisi
memungkinkan. Induk jantan akan mencari tempat yang aman dan tenang untuk membuat
sarang sebagai tempat menyimpan telur, dengan memungut bahan sarang (ijuk, sabut
kelapa dll) yang telah dipersiapkan di atas permukaan kolam.
Selanjutnya Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyatakan, bila sarang sudah siap,
induk yang akan memijah saling berkejar-kejaran dan induk betina akan mengeluarkan
telur dalam sarang, kemudian akan dibuahi oleh induk jantan. Sarang yang telah berisi
telur dapat ditandai bila pada permukaan air di atas sarang terdapat lapisan minyak,
atau dengan cara menusuk sarang dengan lidi. Jika lidi yang ditusukkan mengandung
minyak, atau muncul minyak dari dalam sarang ke permukaan air, maka bisa
dipastikan sarang tersebut telah berisi telur. Lapisan minyak tersebut berasal dari telur-
telur yang pecah. Selain itu sarang yang telah berisi telur biasanya tertutup bahan
sarang ( ijuk ) yang dibuat oleh induk jantan, dan induk jantan akan menjaga sarang
tersebut. Sarang yang telah berisi telur dipindahkan ke dalam baskom atau ember
untuk diambil telurnya dan selanjutnya memindahkan telur ke tempat penetasan.
3.4 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Bila sudah dipastikan bahwa sarang sudah berisi telur, maka sarang dapat
dipanen untuk dipindahkan ke tempat penetasan telur. Panen dilakukan dengan
mengangkat sarang secara hati-hati ke dalam ember yang berisi air kolam. Penggunaan
air kolam dimaksudkan agar kondisi air tidak berubah (sama) untuk mengurangi
kematian telur. Penggunaan air yang diambil dari luar kolam dikhawatirkan akan
memiliki suhu dan pH yang berbeda dengan tempat sarangnya sehingga faktor
lingkungan yang fluktuatif dapat mengakibatkan kematian telur ikan (dapat dilihat
pada Gambar 6A).

Untuk membedakan telur yang hidup dan mati dapat dilihat dari warnanya.
Telur yang hidup berwarna kuning cerah bening atau transparan, telur yag mati/rusak
berwarna kusam, kuning muda agak keputih-putihan. Telur mengalami kematian
karena tidak dibuahi. Telur tersebut dengan cepat diserang cendawan berwarna putih
yang disebut Saprolegnia. Setelah terserang, telur mati akan membusuk dan akan
mengganggu perkembangan telur yang hidup ( dapat dilihat pada Gambar 6B).

Telur-telur yang rusak dan mati dibuang, kemudian telur yang hidup
diletakkan pada wadah penetasan yang sebelumnya telur telah dihitung jumlahnya
(dapat dilihat pada Gambar 6C). Wadah penetasan yang digunakan bisa berupa bak-
bak atau ember plastik bervolume 20 liter, paso berdiameter 50 cm yang terbuat dari
tanah liat, atau akuarium dengan ukuran 100 x 50 x 40 cm. Kepadatan telur 150-175
butir per liter. Wadah penetasan ini telah dipersiapkan 1-2 hari sebelumnya dengan
diisi air kolam dan air bersih. Ketinggian air disarankan sekitar 20 cm, kemudian
diberi larutan methylene blue sebanyak 1 cc/ liter untuk mensucihamakan air di wadah
penetasan. Sehari sebelum telur dimasukkan, air dalam bak penetasan diaerasi terlebih
dahulu agar cukup mengandung oksigen. Telur akan menetas dalam waktu 30 – 36
jam.
B

Gambar 7. Proses Pemindahan Telur

Setelah telur menetas, terbentuk larva yang masih mempunyai kantong kuning
telur. Kuning telur akan habis 10 - 12 hari kemudian dan pada saat itulah larva mulai
membutuhkan pakan yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Untuk pertama kali,
pakan alami sangat baik diberikan pada larva. Fitoplankton dan zooplankton
merupakan pakan alami yang dapat diperoleh dengan cara memupuk kolam dengan
pupuk kandang, misalnya kotoran ayam pedaging. Pakan selanjutnya yang diberikan
pada larva adalah cacing sutera, dapat pula diberikan pelet yang dihaluskan, agar
ukurannya sesuai dengan bukaan mulut ikan. Menurut Khairuman dan Amri (2003)
tingkat penetasan telur dalam wadah terkontrol ( akuarium ) bisa mencapai 90 %
(dapat dilihat pada Gambar 6D).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan laporan yang saya buat ini dapat disimpulkan bahwa ikan gurame
memiliki 6 macam varieteas atau strain berdasarkan daya produksi telur, kecepatan
tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame dewasa. Masing-masing adalah Angsa (soang,
geese, gourami), Jepun (jepang,jeponica), Blausafir, Paris, Bastar (pedaging) dan
Porselan. Berdasarkan warna terdapat warna hitam, albino (putih) dan belang. Dan
kehidupan organisme akuatik termasuk ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, derajat keasaman (pH), dan salinitas.
Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam hal budidaya. Dan pakan
tambahan dari ikan gurame yaitu pellet, keong mas dan serangga. Dan juga penyakit pada
ikan gurame yaitu bintik putih (white spot) yang disebabkan jenis protozoa lchtyopthirius
yang menyerang benih dan induk ikan gurame.

B. Saran

Semoga laporan paper yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dan tidak lupa kami berharap laporan paper ini memberikan sedikit gambaran kepada
taruna, tentang bagaimana teknik pembenihan ikan gurami.

Anda mungkin juga menyukai