Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas

rahmat dan ridhonya kami dapat menyelesaikan dari penulisan

buku berjudul “Rajungan, Portunus pelagicus” ini. Buku ini disusun

sebagai bahasan khusus mengenai Rajungan dalam sudut pandang

oseanografi perikanan. Dilatar belakangi tingginya nilai ekonomis

dan pentingnya pemanfaatan rajungan, maka kami rasa perlu

menuliskan bahasan mengenai rajungan itu sendiri.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kunarso,

S.T., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan

mengarahkan kami dalam proses penyusunan buku ini menjadi lebih

baik dan bisa bermanfaat bersama. Dan kami pun sadar akan

kekurangan kami sebagai penulis. Maka dari itu sangat diharapkan

untuk saran dan kritik agar kami dan buku ini bisa menjadi lebih

baik lagi.

Tim Penulis
I. PENDAHULUAN
Banyak sekali hewan laut yang dimanfaatkan dalam
berbagai sector, misalnya dalam sektor kuliner hewan laut atau
seafood yang sekarang sedang trend dengan berbagai macam jenis
olahan dan jenis dari biota laut itu sendiri. Salah satu jenis biota laut
yang banyak digemari masyarakat ialah Rajungan, dimana selain
diminati juga memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan dapat
mensejahterakan dari nelayan yang bergelut dalam pencarian
rajungan.
Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Indonesia
memberikan devisa sebesar US$ 246,14 juta dari ekspor pada tahun
2015 dan menghidupi 65.000 nelayan dan 130.000 pengupas
rajungan di Indonesia. Berdasar nilai strategisnya ini, pemanfaatan
perikanan rajungan perlu memperhatikan asas keberlanjutan sumber
daya. Dilatar belakangi hal itu, perlu sekali pengetahuan lebih untuk
pemanfaatan dan eksploitasi dalam sector perikanan rajungan, baik
dalam manajemen maupun dalam usaha eksploitasinya. Pengenalan
dan pengetahuan lebih lanjut mengenai rajungan itu sendiri dirasa
perlu, agar bisa memaksimalkan usaha dalam pemanfaatannnya,
baik bagi manusia itu sendiri maupun lingkungan alam.
Buku ini berisi banyak hal mengenai rajungan sendiri yang
akan menambah wawasan dan pengetahuan lebih dekat mengenai
rajungan itu sendiri yang mana diharapkan dapat member
kebermanfaatan bersama dari buku ini.
II. ISI

2.1 Rajungan (Portunus pelagicus)


Rajungan (Portunus pelagicus) adalah salah satu anggota
kelas crustacea yang menjadi komoditas ekspor penting dari
Indonesia. Rajungan termasuk komoditas ekspor karena memiliki
daging yang sangat enak dan dapat diolah menjadi berbagai macam
masakan sehingga hewan ini sangat diminati para pecinta seafood
(Sudhakar et al. 2009). Rajungan dari Indonesia sering diekspor
dalam bentuk rajungan beku tanpa kepala dan kulit serta dalam
bentuk olahan (dikemas dalam kaleng).

2.2 Taksonomi
Klasifikasi rajungan menurut Indriyani (2006) adalah sebagai
berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Eucaridae
Sub ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagis ♂ dan Portunus trituberculatus ♀
Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol
dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada rajungan
dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk
segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina), tereduksi
dan melipat ke sisi ventral karapas. Kedua sisi muka
karapasterdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal.
Duri marginal pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri
belakangnya, sedangkan duri marginal ke-9 yang terletak di sisi
karapas merupakan duri terbesar. Kaki rajungan berjumlah 5
pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped)
yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke
dalam mulutnya, pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki
jalan, sedangkan pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai
pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut sebagai
kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina
juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati
dan Wisnu 1990).

2.3 Biologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)


Morfologi
Adapun klasifikasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)
menurut Saanin (1984) dalam www.dkp.go.id. (2004) adalah
sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo: Eucaridae
Sub ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Portunus
Species : Portunus pelagicus(Linnaeus, 1764)
Common Name : Swimming crab
Nama Umum : Rajungan
Nama Lokal : Rajungan atau Ketam Renjong

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)


(Sumber : Sunarto, 2011)

Rajungan (Portunus pelagicus) memiliki nama international


yaitu Swimming crab. (Rusmadi et al. (2014)
Moosa et al. (1980) menyebutkan bahwa di Indo Pasifik
Barat, jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada 234 jenis,
sedangkan di Indonesia ada sekitar 124 jenis. Empat jenis
diantaranya dapat dimakan (edible crab) selain tubuhnya berukuran
besar juga tidak menimbulkan keracunan, yaitu rajungan (Portunus
pelagicus), kepiting bakau (Scylla serrata), rajungan bintang
(Portunus sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus),
dan rajungan angin (Podopthalamus vigil).

2.4 Morfologi Rajungan


Rajungan adalah kepiting yang kuat dan mempunyai
kemampuanberenang cepat sehingga dapat berimigrasi jauh
kedalam air. Hal ini disebabkan karena rajungan mempunyai
potongan-potongan kaki berbentuk dayung dan pada siang hari
rajungan melintang di dalam pasir dan hanya saja kelihatan. Ukuran
rajungan yang terdapat di alam sangat bervariasi tergantung wilayah
dan musim. Perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina
terlihat jelas, dimana pada rajungan jantan mempunyai ukuran
tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih panjang daripada betina.
Warna dasar pada jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak
putih terang, sedangkan pada betina berwarna dasar kehijau-hijauan
dengan bercak-bercak putih agak suram (Kordi 1997).
Rajungan (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting renang
atau swimming crab; disebut demikian karena memiliki sepasang
kaki belakang yang berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti
dayung. Karapasnya memiliki tekstur yang kasar, karapas melebar
dan datar; sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gerigi terakhir
dinyatakan sebagai tanduk (Gambar 2). Karapasnya tersebut
umumnya berbintik biru pada jantan dan berbintik coklat pada
betina, tetapi intensitas dan corak dari pewarnaan karapas berubah-
ubah pada tiap individu (Kailola, 1993 dalam Kangas, 2000).
Karapas pada Portunus pelagicus merupakan lapisan keras
(skeleton) yang menutupi organ internal yang terdiri dari kepala,
thorax dan insang. Pada bagian belakang terdapat bagian mulut dan
abdomen. Insang merupakan struktur lunak yang terdapat di dalam
karapas. Matanya yang menonjol di depan karapas berbentuk
tangkai yang pendek (Museum Victoria 2000 dalam Butarbutar
2005).
Moosa dan Juwana (1996) menyebutkan bahwa rajungan
(Portunus pelagicus) memiliki capit yang memanjang, kokoh,
berduri-duri dan berusuk-rusuk, permukaan sebelah bawah licin.
Tepi posterior dari merus berduri, tepi anterior berduri tajam tiga
atau empat buah. Karpus mempunyai duri di bagian dalam dan di
bagian luar permukaan sebelah atas dari propundus dihiasi dengan
tiga buah garis biasanya bergranula, garis sebelah luar dan tengah
berakhir masing-masing dengan sebuah duri.
Hewan ini mencapai panjang 18 cm, capitnya memanjang,
kokoh, dan berduri-duri. Warna karapas pada rajungan jantan adalah
kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan pada
betina memiliki warna karapas kehijau-hijauan dengan bercak-
bercak keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada
individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Nontji, 1993).
Rajungan mempunyai duri yang panjang yang keluar dari tiap sisi
karapas, dan tentu saja Portunus pelagicus biasanya berwarna biru.
Meskipun warnanya dapat berkisar dari coklat hingga biru atau
bahkan ungu, jantan mempunyai capit yang lebih panjang daripada
betina dan biasanya warnanya lebih biru (Abyss, 2001).

Gambar 2. Bagian-bagian rajungan (Portunus pelagicus)

Keterangan :
1. Capit 2. Kaki jalan 4. Karapas
7. Duri akhir
1a. Daktilus 3. Kaki renang 5. Mata
8.Lebarkarapas
1b. Propadus 3a. Merus 6. Antena
Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000) bahwa karapas
rajungan mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan
jumlah giginya sembilan buah. Abdomen terlipat kedepan dibawah
karapas. Abdomen betina melebar dan membulat penuh dengan
embelan yang berguna untuk menyimpan telur. Rajungan
berkembang biak dengan cara bertelur setelah disimpan didalam
lipatan abdomen. Rajungan berwarna kebiru-biruan dan bercak-
bercak putih terang pada jantan, sedangkan betina berwarna dasar
kehijau-hijauan dengan bercak putih agaksuram, perbedaan warna
ini terlihat jelas pada rajungan dewasa. Sumpitnya kokoh, dan
berduri biasanya jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan
lebih panjang dari betina. Rajungan dapat tumbuh mencapai 18 cm
(Kordi 1997).
Beberapa ciri untuk membedakan jenis kelamin rajungan
(Portunus pelagicus) adalah warna bintik, ukuran dan warna capit
dan apron atau bentuk abdomen. Karapas betina berbintik warna
abu-abu atau cokelat. Capitnya berwarna abu-abu atau cokelat dan
lebih pendek dari jantan. Karapas jantan berwarna biru terang,
dengan capit berwarna biru. Apron jantan berbentuk T. Pada betina
muda yang belum dewasa, apron berbentuk segitiga atau triangular
dan melapisi badan, sedangkan pada betina dewasa, apron ini
membundar secara melebar atau hampir semi-circular dan bebas
dari ventral cangkang (FishSA, 2000). Gambar 3 menunjukkan
perbedaan karapas rajungan (Portunus pelagicus) jantan dan betina
(Gardenia, 2002).
Portunus pelagicus adalah rajungan yang berenang dan
mempunyai sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk
mendayung. Karapasnya bertekstur kasar, karapasnya sangat lebar
mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capit rajungan
panjang dan ramping. Portunus pelagicus berubah warna dari
coklat, biru sampai lembayung dengan batasan moulting (Sea-ex,
2001 dalam Gardenia, 2006).
Rajungan jantan berwarna dasar biru dengan bercak-bercak
putih terang, sedangkan rajungan betina berwarna dasar hijau kotor
dengan bercak-bercak putih kotor (Indriyani, 2006). Cangkang
memiliki duri sebanyak sembilan buah terdapat pada sebelah mata
kanan-kiri. Pada duri yang terakhir berukuran lebih panjang dari
duri-duri lainnya dan merupakan titik ukuran lebar cangkang. Perut
atau biasa disebut abdomen terlipat ke depan di bawah cangkang.
Abdomen jantan sempit dan meruncing ke depan. Abdomen betina
melebar dan membulat, gunanya untuk menyimpan telur (Juwana
dan Kasijan, 2000).
Rajungan yang ditangkap di perairan pantai pada umumnya
mempunyai mempunyai kisaran lebar cangkang 8-13 cm dengan
berat rata-rata 100 gram, sedangkan rajungan yang berasal dari
perairan lebih dalam mempunyai kisaran lebar cangkang 12-15 cm
dengan berat rata-rata 200 gram. Selain itu pernah juga ditemukan
rajungan dengan lebar cangkang 20 cm dan beratnya mencapai 400
gram (Juwana dan Kasijan, 2000).
(a) (b)
Gambar 3. Rajungan (Portunus pelagicus) (a) betina dan (b)
jantan

Rajungan jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T


pada sisi abdomen dan capit berwarna biru. Sedangkan rajungan
betina yang belum matang memiliki bentuk abdomen “V” atau
rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen “U” (Blue Crab
Identification, 2001). Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan
yang menyolok antara jantan dan betina. Jantan mempunyai ukuran
tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan
dengan rajungan betina (Nontji, 1993). Gambar 4 menunjukan
perbedaan antara abdomen rajungan jantan dan rajungan betina
(Mexfish, 1999).
(a) (b)
Gambar 4. (a) Rajungan jantan dan (b) Rajungan betina
(Sumber : Mexfish)

2.5 Jenis-jenis rajungan lainnya


Jenis rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-
jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan
Podopthalminae. Jenis-jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar
di Indonesia ialah rajungan Jawa (Portunus pelagicus). Jenis yang
kurang umum tetapi masih sering dijumpai di pasar adalah rajungan
bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin (Podophthalmus
vigil) dan rajungan karang (Charybdis feriatus). Jenis-jenis lainnya
yang termasuk cukup besar dan biasa dimakan tetapi jarang
dijumpai di pasar-pasar ialah Charybdis lucifera, Charybdis
natatas, Charybdis cruciata, Thalamita danae, Thalamita puguna,
dan Thalamita spimmata (Juwana dan Kasijan, 2000). Jenis-jenis
rajungan yang ada di perairan Indonesia dapat dilihat pada ilustrasi
3.
C. Rajungan, Portunus pelagicus
D. Rajungan hijau, Thalamita crenata
E. Rajungan batik, Charybdis natator
F. Rajungan hijau, Thalamita danae
G. Kepiting, Scylla serrata
H. Rajungan bintang, Portunus
sanguinolentus

Ilustrasi 3. Beberapa Jenis Rajungan dan


Kepiting (Juwana dan Kasijan, 2000)
Keterangan :
A. Rajungan angin, Podophthalmus vigil
B. Rajungan karang, Charybdis cruciata

Rajungan bintang (Portunus sanguinolentus) mudah dikenal dengan adanya


tiap bintik berwarna merah coklat di punggungnya. Rajungan ini ukurannya lebih
kecil dari Portunus pelagicus, dan hidup di laut terbuka mulai dari tepi pantai
sampai kedalaman lebih dari 30 meter. Rajungan karang (Charybdis feriatus)
mempunyai warna yang khas, coklat kemerah-merahan, dandi punggungnya
terdapat gambaran pucat menyerupai salib. Rajungan angin (Podophthalmus
vigil), umumnya hidup di laut terbuka sampai kedalaman 70 meter. Cirinya yang
menonjol adalah matanya yang mempunyai tangkai yang amat panjang dan bisa
direbahkan (Nontji, 1993).

2.6 Perbedaan dan persamaan rajungan dengan kepiting


Masyarakat umum mengetahui bahwa rajungan berbeda dengan kepiting.
Secara garis besar perbedaan rajungan (Portunus pelagicus) dengan kepiting
(Scylla serrata) dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Morfologi Rajungan dengan Kepiting

Namun demikian rajungan juga memiliki kesamaan-kesamaan dengan kepiting,


antara lain (Juwana dan Kasijan, 2000) :
1. merupakan satu famili atau satu suku yaitu Portunidae.
2. karapasnya mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah
giginya sembilan buah
3. perut atau abdomen terlipat kedepan di bawah karapas. Perbedaan antara
abdomen jantan dan betina adalah :
- abdomen jantan : sempit dan meruncing kedepan
- abdomen betina : melebar dan membulat penuh dengan embelan yang
berguna untuk menyimpan telur.
4. cara berkembang biak dengan bertelur, telur yang sudah dibuahi disimpan di
dalam lipatan abdomen.

2.7 Habitat dan penyebaran


Rajungan termasuk hewan dasar laut yang dapat berenang ke permukaan
pada malam hari untuk mencari makan. Rajungan hidup di daerah pantai berpasir
lumpur dan di perairan depan hutan mangrove. Rajungan biasanya hidup dengan
membenamkan tubuhnya ke dalam pasir (Indriyani, 2006).
Moosa (1980) dalam www.dkp.go.id. (2004) menyebutkan bahwa habitat
rajungan adalah pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang,
juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 56
meter. Rajungan hidup di daerah estuaria, kemudian bermigrasi ke perairan yang
bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai
rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken, 1986 dalam www.dkp.go.id.,
2004).
Rajungan cenderung menyenangi perairan dangkal dengan kedalaman yang
paling disenangi berkisar antara 1 sampai 4 meter. Suhu perairan rata-rata 35o
Celsius dan salinitas antara 4 sampai 37 ppm (Moosa dan Juwana,
1996).Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga
penyebarannya di sekitar perairan pantai yang dangkal. Sedangkan rajungan
betina menyenangi perairan dengan salinitas yang lebih tinggi terutama untuk
melakukan pemijahan, sehingga menyebar ke perairan yang lebih dalam
dibanding jantan. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
berubah. Perubahan suhu dan salinitas di suatu perairan mempengaruhi aktivitas
dan keberadaan suatu biota (Gunarso, 1985).
Menurut Nontji (1993), rajungan hidup pada habitat yang beraneka ragam
seperti pantai dengan dasar pasir, pasir lumpur, dan juga di lautan terbuka. Pada
keadaan biasa rajungan tinggal di dasar perairan sampai kedalaman 65 meter, tapi
sesekali juga dapat terlihat di dekat permukaan atau kolom perairan pada malam
hari saat mencari makan ataupun berenang dengan sengaja mengikuti arus.
Coleman (1991) dalam www.dkp.go.id. (2004) melaporkan bahwa rajungan
merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir
sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-
Pasifik dan India.
Di Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan Paparan Sunda
dan perairan Laut Arafuru dengan memiliki kecenderungan padat sediaan dan
potensi yang tinggi, terutama pada daerah sekitar pantai (Martosubroto et al, 1991
diacu dalam Nurhakim, 2001).

2.8 Tingkah Laku Rajungan


Rajungan merupakan binatang yang aktif, namun ketika sedang tidak aktif
atau saat tidak melakukan pergerakan, rajungan akan tinggal di dasar perairan
pada kedalaman 35 meter atau membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai
berlumpur, hutan bakau, batu karang atau bisa juga terlihat berenang dekat
permukaan. Rajungan akan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang
lebih dalam setelah umur rajungan cukup untuk menyesuaikan diri pada kondisi
suhu dan salinitas perairan (Nontji, 1993). Sedangkan jenis yang termasuk dalam
sub famili Podopthalaminae dan Portuninae pada saat dewasa hidup bebas di
dasar perairan, terkadang berenang di dekat permukaan (Solihin, 1993).
Rajungan (Portunidae spp.) sering berganti kulit secara teratur. Kulit
kerangka tubuhnya terbuat dari bahan berkapur dan karenanya tak dapat terus
tumbuh. Jika ia akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari
situ akan keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak.
Rajungan yang baru berganti kulit, tubuhnya masih sangat lunak. Masa selama
bertubuh lunak ini merupakan masa yang sangat rawan dalam kehidupannya,
karena pertahanannyapun sangat lemah. Kanibalisme di kalangan rajungan
tampaknya memang merupakan hal yang sering terjadi terutama dalam ruangan
yang terbatas, baik pada yang dewasa maupun yang masih larva (Nontji, 1993).
Menurut Thomson (1974) rajungan sering berenang melewati kapal pada
malam hari, sehingga mereka mendapatkan keuntungan untuk ikut bersama.
Mereka juga dapat menggali pasir dalam sekejap dan untuk menghindari musuh-
musuh mereka. Mereka butuh untuk tetap di permukaan dengan maksud untuk
bernapas dan melihat organisme lain atau mangsanya dengan mata pengawasnya
yang tajam dan juga menjulurkan antenanya. Seperti binatang laut yang lain,
rajungan menemukan daerah estuaria sebagai tempat berkembang biak atau
memijah. Kemudian rajungan jarang terlihat membawa telurnya ke daerah
estuaria tetapi ke daerah pesisir pantai dekat daerah teluk. Seperti udang-udangan
lainnya tumbuh dengan menanggalkan karapasnya secara berkala. Rajungan
betina kawin pada saat karapasnya lunak setelah ganti kulit.
Rajungan betina dapat bertelur antara 180.000 sampai 200.000 telur setiap
memijah. Pemijahan dapat terjadi lebih dari sekali dalam satu musim dengan
menggunakan sperma dari perkawinan yang pertama. Telur akan menetas kira-
kira selama 15 hari pada perairan dengan suhu 24o C (West Australia Goverment,
1997 : Sea-ex Australia, 1999).
Solihin (1993) menyatakan, penangkapan rajungan berlangsung sepanjang
tahun dan puncak penangkapan terjadi pada bulan Januari sampai Maret, di
perairan Cirebon sendiri tidak berbeda dengan musim penangkapan di wilayah
lainnya. Musim barat merupakan musim berlimpahnya hasil tangkapan rajungan
berbeda dengan musim timur karena hasil tangkapan yang diperoleh pada musim
ini sedikit. Pembagian musim di perairan Gebang Mekar terdiri dari tiga musim,
yaitu musim paceklik pada bulan Oktober dan November, musim peralihan pada
bulan Juni, Juli, Agustus dan September sedangkan musim puncak pada bulan
Desember, Januari sampai Mei.
DAFTAR PUSTAKA

Abyss. 2001. Portunus pelagicus. http://www.abyss.com.au/crab.html


Butarbutar, Donna N.P. 2005. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Dengan
Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat Yang Berbeda Di Kabupaten
Tangerang. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sudhakar M, Manivannan K, Soundrapandian P. 2009. Nutritive value of hard and
soft shell crabs of Portunus sanguinolentus (Herbst). Journal Animal and
Veterinary Advances 1(2): 44-48.
Fish SA. 2000. Blue Swimmer Crab. http://www.fishsa.com/crabs.php.
Gardenia, Y. T. 2002. Studi Tentang Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer
Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Perairan
Bondet, Desa Marta Singa, Kabupaten Cirebon. Skripsi. Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Gardenia, Y. T. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan Untuk Perikanan Rajungan
Di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode
dan Teknik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan - Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Indriyani, Asri. 2006. Mengkaji Pengaruh Penyimpanan Rajungan (Portunus
pelagicus Linn) Mentah Dan Matang Di Mini Plant Terhadap Mutu Daging
Di Plant. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
Semarang
Juwana, S. dan Romimohtarto, K. 2000. Rajungan Perikanan, Cara Budidaya dan
Menu Masakan. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Kailola, P. J. 1993. Australian Fisheries Resources. Fisheries Research and
Development Corporation (Australia). Australia.
Kangas, M. I. 2000. Synopsis of The Biology and Exploitation of The Blue
Swimmer Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia
Fisheries Research Report no. 121, 2000. Fisheries Western
Australia.http://www.fish.wa.gov.au.
Mexfish. 1999. Blue Swimming Crab. http://www.mexfish.com/fish/sscrab/ sscrab
Moosa, M. K., Burhanuddin, dan Razak, H. 1980. Beberapa Catatan Mengenai
Rajungan dari Teluk Jakarta dan Pulau-pulau Seribu Dalam Sumber Daya
Hayati Bahari. Rangkuman Hasil Penelitian Pelita II LON. Jakarta.
Moosa, M. K., dan Sri Juwana. 1996. Kepiting Suku Portunidae dan Perairan
Indonesia (Decapoda, Branchiura). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
MuseumVictoria. 2000. Crab Biology. http://www.mov.vic.gov.au/crust/crabbiol.
html
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nurhakim, M.A. 2001. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Kejer Pada Kedalaman
Yang Berbeda di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten 43
Cirebon. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rusmadi. Irawan, Henky dan Yandri,Falmi. 2014. Studi Biologi Kepiting Di
Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan RiauJurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Sea-ex Australia, 1999. Blue Swimmer
Crab.http://www.seaex.com/fishphotos/crab,.htm.
Solihin, I. 1993. Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer Terhadap Hasil
Tangkapan Rajungan (Portunus spp.) di Perairan Bondet, Kabupaten
Cirebon. Skripsi. Fakultas Perikanan - Institut Pertanian Bogor (tidak
dipublikasikan). Bogor.
Sunarto. 2011. Karakteristik Bioekologi Rajungan (Portunus pelagicus) di
Perairan Laut Kabupaten Brebes. Disertasi. Sekolah Pascasarjana – Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Thomson, J.W. 1974. Fish of the Ocean and Shore. William Collins Ltd. Sydney.
www.dkp.go.id., 2004, Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang
Teknik Pembenihannya, http://www.dkp.go.id. 8 hal.
BIODATA

Nama : Dimas Nopriansyah


Tempat Tanggal Lahir : Pangkalpinang, 6 Novembber 1998
Alamat Asli : Jl.Al Hayati, Kace Timur, Bangka Belitung
Alamat Domisili (Semarang) : Jl. Sirajudin, Wisma Arjuna 6B
E-mail : nopriansyahdimas@gmail.com
No HP : 081216277341

Anda mungkin juga menyukai