Anda di halaman 1dari 16

PETUNJUK PRAKTIKUM

FERMENTASI KECAP IKAN LEMURU

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum : Untuk membuat kecap ikan lemuru dengan starter
ekstrak buah nanas
2. Hari,Tanggal praktikum : Kamis, 17 Desember 2015
3. Tempat praktikum : Laboratorium Biologi FKIP, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
A. Ikan Lemuru
Lemuru merupakan ikan yang dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan
sardinella. Lemuru biasanya hidup bergerombol. Badannya langsing dengan
warna biru kehijau-hijauan pada bagian punggung dan keperak-perakan pada
bagian bawahnya. Makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu, ikan ini
dilengkapi dengan tapis insang (gill rakers) untuk menapis atau menyaring
plankton makanannya. Klasifikasi dari ikan lemuru itu sendiri menurut Saanin
(1986) adalah sebagai berikut:

Phylum Chordata
Sub Phylum Vertebrata
Class Pisces
Sub Class Teleostei
Ordo Clupeiformes
Family Clupeidae
Genus Sardinella
Species Sardinella sp.

Ikan lemuru merupakan sumber daya ikan pelagis yang mempunyai


nilai ekonomis penting. Ikan lemuru yang tertangkap di perairan Indonesia terdiri
atas beberapa jenis (Burhanuddin et al., 1984), yakni Sardinella longiceps, S.
aurita, S. leiogaster, S. sirm, dan S. clupeoide Di antara kelima jenis ikan lemuru
tersebut yang terpenting ialah S. longiceps yang terkonsentrasi di Selat Bali, suatu
perairan yang relatif sempit. Ikan lemuru juga tertangkap di luar perairan Selat

3
Bali, misalnya di Selat Madura dan Selat Sunda (Teluk Jakarta), tetapi hasilnya
tidak begitu banyak.
Secara ekologi dan habitat jenis ikan lemuru memiliki kriteria yang hampir
sama satu dengan yang lain. Pada daerah Selatan Jawa Ikan lemuru dapat
ditemukan di hampir perairan pesisir dan laut. Menurut Fishbase (2010) ikan jenis
Sardinella ini dapat ditemukan di pantai Selatan Jawa Timur dan Bali khususnya
pada spesies S. lemuru (pada literatur lain menyebutkan juga S. longiceps).
Lemuru biasanya ditemukan bergerombol dengan makanan utamanya adalah
plankton. Untuk itu ikan ini dilengkapi dengan tapis insang (gill rakers) untuk
menyaring plankton makannya. Ikan lemuru biasa mendiami daerah yang
mengalami proses penaikan massa air sehingga dapat mencapai biornassa yang
tinggi. Oleh karena itu perubahan lingkungan perairan mempunyai kontribusi
yang besar terhadap kelangsungan hidupnya (Burhanuddin et al." 1984). Fluktuasi
populasi pada suatu daerah perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya reproduksi, migrasi, dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu,
salinitas, makanan dan lain-lain.

Burhanuddin dan Praseno (1982) dalam Burhanuddin et al, (1984)


mendapatkan bahwa ikan lemuru (Sardinella longiceps) adalah pemakan zoo dan
fitoplankton. Zooplankton merupakan makanan utama, menduduki persentase
sekitar 90,52% – 95,54%, sedangkan fitoplankton berjumlah sekitar 4,46% –
9,48%. Di dalam komposisi zooplankton, Kopepoda menduduki persentase
tertinggi di dalam isi lambung lemuru, antara 53,76% – 55,00% dan selanjutnya
zooplankton jenis lain. Hal ini juga sama dengan penelitian mengenai Sardinella
longiceps yang berada di India oleh Kagwade, 1964; Dhulkhed, 1962 dan 1979;
dan Sekharan & Dhulkhed, 1963 dimana fitoplankton dan zooplankton merupakan
makanan utama ikan ini. Tetapi meraka mendapatkan bahwa makanan utama
adalah Diatome, Dinoflagellata, dan baru Kopepoda.

B. Kapasitas Ikan Lemuru di Indonesia


Perairan dimana terdapat banyak ikan bergerombol dan memungkinkan
untuk dapat ditangkap dengan alat tangkap tertentu dinamakan daerah
penangkapan potensial. Berdasarkan Penelitian Akustik yang dilakukan oleh Balai
Penelitian Perikanan Laut (BPPL) dengan menggunakan alat fish finder, ternyata
ikan-ikan Lemuru di perairan Selat Bali hanya terpusat di paparan saja (paparan
Jawa dan Bali) pada kedalaman kurang dari 200m, sedangkan di luar paparan ikan
ini tidak dapat ditemukan. Pada siang hari ikan Lemuru ini mempunyai kebiasaan
membentuk gerombolan dalam jumlah yang cukup padat di dasar perairan,
sedangkan pada malam hari naik ke permukaan dan agak menyebar.
Para nelayan memberikan nama kepada daerah-daerah penangkapan yang
ada di perairan Selat Bali secara turun-temurun. Nama-nama tersebut diberikan
berdasarkan nama daratan yang terdekat/ terlihat saat operasi penangkapan
berlangsung baik berupa tanjung, teluk atau tanda-tanda lainnya. Nama-nama
daerah penangkapan yang ada di Selat Bali berdasarkan hasil pencacatan selama
penelitian terdapat 8 nama daerah penangakan yaitu : Klosot (Wringinan);
Senggrong; Tg. Angguk; Kr. Ente; Grajagan, ke lima daerah ini terletak di
paparan Jawa, sedangkan daerah penangkapan Pulukan; Seseh; Uluwatu ke tiga
daerah ini terletak pada paparan Bali. Selain ke delapan daerah penangkapan
diatas, ada daerah penangkapan lainnya yaitu Teluk pang-pang , TI Banyubiru,
dan TI Senggrong yang merupakan daerah penangkapan alat bagan tancap dan
bagan apung.
Lemuru ( Sardinella lemuru) menghuni perairan tropis yang ada di daerah
Indo-Pacific. Menurut Whitehead ( 1985), ikan ini merupakan habitat yang
menghuni suatu daerah dengan area yang luas yaitu di sebelah timur samudra
india, yaitu. Pukhet, Thailand, pantai selatan di jawa timur dan Bali, Australia
barat, dan samudera pasifik ( dari Pulau Jawa sebelah utara sampai Pilipina, Hong
Kong, Taiwan bagian selatan dan Pulau Jepang). Di sebelah tenggara pulau Jawa
dan Bali, konsentrasi ikan Lemuru sebagian besar berada di Selat Bali.
Selama siang hari gerombolan ikan padat ditemukan dekat dengan dasar
perairan, sedang pada malam mereka bergerak ke lapisan dekat permukaan
membentuk gerombolan yang menyebar. Sekali – kali kadang gerombolan
Lemuru ditemukan di atas permukaan selama siang hari ketika cuaca berawan dan
gerimis. Bagaimanapun, secara normal sulit untuk menangkap ikan tersebut
dengan cepat. Penangkapan secara normal dapat dilakukan selama malam hari
ketika ikan pindah/ bergerak dekat dengan permukaan air.
Juvenile Lemuru tinggal di perairan yang dangkal dan menjadi target dari
alat tangkap tradisional, seperti liftnet, gillnets, dan lain lain. Lemuru berada di
teluk Pangpang, dekat ujung Sembulungan dan semenanjung Senggrong di sisi
pulau Jawa dan di Teluk Jimbaran Bali. Ikan yang lebih besar menghuni perairan
lebih dalam dan secara umum ukuran dari ikan bertambah panjang semakin ke
arah selatan.
Selat Bali merupakan daerah perairan yang relatif sempit (sekitar 960
mil2). Mulut bagian utara sekitar 1 mil dan merupakan perairan yang dangkal
(kedalaman sekitar 50 meter) sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan
merupakan perairan yang dalam. Perairan Selat Bali ini mempunyai kesuburan
yang tinggi.

Ikan Lemuru banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi langsung, baik


yang diolah dalam bentuk ikan kaleng, ikan pindang, maupun ikan asin. Produk
akhir dari komoditi ikan Lemuru ini adalah sebagai tepung ikan, minyak ikan dan
bahan pakan ikan. Produksi ikan Lemuru di Indonesia terbilang cukup besar,
sebagaimana data FAO bahwa pada tahun 1999 ikan Lemuru yang di produksi di
perairan Indonesia mencapai 161.470 ton meningkat sebesar 169 % sejak produksi
pada tahun 1983 (FAO, 2010). Pada tahun 2010, produksi ikan Lemuru di
perairan selat Bali mengalami penurunan yang sangat drastis, yakni sebesar
17.854,857 ton.

Ikan Lemuru banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi langsung,


terutama yang di olah dalam bentuk ikan kaleng, ikan pindang dan ikan asin (FAO
1999). Pengolahan ikan Lemuru di sekitar selat Bali telah tumbuh sejak puluhan
tahun yang lalu. Tren industri pengolahan ikan Lemuru mengalami penurunan
antara tahun 1992-1996, tercatat menurut FAO (1999), total pemanfaatan ikan
Lemuru pada tahun 1996 menurun drastis hingga hanya mencapai 7929,9 ton per
tahun, dari sebelumnya pada tahun 1992 sebesar 35.692,5 ton per tahun. Ada pun
penurunan ini banyak di sebabkan oleh sedikitnya supply bahan baku olahan ikan
Lemuru yang ditangkap dari perairan selat Bali. Penurunan jumlah tangkapan ini
banyak disebabkan oleh gejala el nino dan selain itu dikarenakan besarnya jumlah
armada penangkapan yang beroperasi di selat Bali sehingga mengakibatkan
kondisi ikan Lemuru di selat Bali telah mengalami over exploited.

C. Nilai Ekonomi Ikan Lemuru di Indonesia


Produksi ikan lemuru (Sardinlella longiceps) rata-rata mencapai ±15,84
satu-satunya per tahun dan produksi total semua jenis ikan di Indonesia
(BANDIE, 1982) . Limbah pengalengan ikan lemuru dapat menghasilkan
minyak sebesar 3,9% (CAHYANTO DKK, 1997) . Minyak ikan lemuru yang
didapatkan dari basil ekstraksi limbah industri pengalengan ikan lemuru,
merupakan salah satu sumber Omega-3 (CAHYANTO DKK, 1997) . Hasil limbah
ikan lemuru ini dapat diolah pula menjadi tepung ikan, yang merupakan sumber
sumber protein utama dalam penyusunan ransum ternak, terutama ternak ayam
dan babi (KOMPIANG, 1982) penggunaan minyak ikan lemuru dalam ransum
ayam petelur dapat meningkatkan nilai tambah minyak ikan lemuru, disisi lain
meningkatkan nilai ekonomis telur Omega-3 (WINDIASTVTI, 1998). Minyak
ikan lemuru selain mengandung asam lemak Omega-3 juga mengandung asam
lemak Omega-6 (asam Linoleat W6) yang diperlukan untuk kualitas telur yang
baik yaitu meningkatkan besar telur (ANGGORODI, 1994).
Asam lemak Omega-3 (Omega-3) yaitu asam lemak yang posisi ikatan
rangkap pertamanya terletak pada atom karbon nomor tiga dan ujung gugus
metylnya. Sedangkan asam lemak Omega-6 (Omega-6) posisi ikatan rangkap
pertamanya berada pada atom karbon nomor enam di gugus metylnya yang
diperlihatkan pada gambar 1. Rumus molekul asam lemak Omega-3 EPA dan
DHA. Turunan asam lemak Omega-3 yaitu asam eic osapentanoat (EPA) dan
asam dokosaheksanoat (DHA) yang banyak terdapat dalam produk-produk ikan
dan minyak ikan (FARREL, 1993). Fungsi dari EPA dan DHA antara lain :
mencegah pengerasan pembuluh darah, mengurangi Rangsangan penggumpalan
darah dan dapat meningkatkan daya intelegensia manusia pada umumnya balita,
serta telah dibuktikan pula bahwa bayi yang lahir prematur ternyata mengalami
difisiensi DHA (Simopoulus, 1989).

D. Tingkat Gizi Ikan Lemuru


Ikan Lemuru adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia.  Ikan Lemuru mengandung energi sebesar 112 kilokalori,
protein 20 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 3 gram, kalsium 20 miligram, fosfor
100 miligram, dan zat besi 1 miligram.  Selain itu di dalam Ikan Lemuru juga
terkandung vitamin A sebanyak 100 IU, vitamin B1 0,05 miligram dan vitamin C
0 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Ikan Lemuru, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 80 %.:
Nama Bahan Makanan : Ikan Lemuru
Nama Lain / Alternatif : -
Banyaknya Ikan Lemuru yang diteliti (Food Weight) = 100 gr
Bagian Ikan Lemuru yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 80 %
Jumlah Kandungan Energi Ikan Lemuru = 112 kkal
Jumlah Kandungan Protein Ikan Lemuru = 20 gr
Jumlah Kandungan Lemak Ikan Lemuru = 3 gr
Jumlah Kandungan Karbohidrat Ikan Lemuru = 0 gr
Jumlah Kandungan Kalsium Ikan Lemuru = 20 mg
Jumlah Kandungan Fosfor Ikan Lemuru = 100 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Ikan Lemuru = 1 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Ikan Lemuru = 100 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Ikan Lemuru = 0,05 mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Ikan Lemuru = 0 mg

E. Enzim Bromelin Pada Nanas


Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis dalam sel
hidup. Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah dapat meningkatkan
produk beribu kali lebih tinggi, bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang
relatif rendah, dan bersifat spesifik dan selektif terhadap subtrat tertentu. Enzim
telah banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri kimia
lainnya. Dalam bidang pangan misalnya amilase, glukosa-isomerase, papain,
danbromelin. Sedangkan dalam bidang kesehatan contohnya amilase, lipase, dan
protease.
Bromelin adalah enzim proteolitik yang ditemukan pada bagian batang
dan buah nanas (Ananas comosus). Enzim ini diproduksi sebagai hasil sampingan
dari pabrik jus nanas. Dalam memproduksi bromelin, beberapa senyawa yang
dapat digunakan untuk presipitasi (pengendapan) enzim ini adalah amonium
sulfat dan alkohol. Beberapa kegunaan dari enzim ini adalah mengurangi rasa
sakit dan pembengkakan karena luka atau operasi, mengurangi radang sendi,
menyembuhkan luka bakar, meningkatkan fungsi paru-paru pada penderita
infeksi saluran pernapasan, dan lain-lain. Untuk meningkatkan kelancaran
pencernaan pada manusia, umumnya digunakan bromelin berdosis 500 mg dalam
bentuk kapsul. Apabila konsumsi bromelin dilakukan bersamaan dengan senyawa
anti-koagulan maka risiko terjadinya pendarahan akan meningkat.

F. Kecap Ikan

Kecap ikan atau fish sauce dibuat dari fermentasi ikan dengan garam.
Sebutan bagi kecap ikan di negara-negara ASEAN juga berbeda : petis dari udang
(Indonesia), nam pla dari ikan kecil Clupeidae (Thailand), patis dari udang
(Filipina), shottsuru dari ikan sarden, hering, atau sisa limbah pengolahan ikan
(Jepang), dan nuoc mam (Vietnam). Keunikan kecap ikan adalah rasanya yang
asin dan berbau ikan. Pengolahannya, dengan cara menggarami ikan yang telah
dihaluskan, lalu disimpan dalam wadah tertutup rapat selama beberapa bulan.
Cairan yang dihasilkan disaring, lalu dikemas dalam botol steril dan
dipasteurisasi. Di Vietnam kecap ikan (nuoc mam) dibuat dari ikan kecil-kecil
yang telah dihaluskan, digarami, lalu disimpan dalam wadah dari tanah, lalu
ditanam dalam tanah selama beberapa bulan. Semua masakan dapat ditambahkan
nuoc mam, untuk menambah kelezatan rasa masakan.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Erlenmeyer
b. Blender
c. Inkubator
d. Kompor
e. Kain Saring
f. Panci
g. Sendok
h. Pisau
i. Nampan
j. Tas Pengawet Ikan
2. Bahan
a. Ikan Lemuru
b. Bumbu Kecap
c. Sari Nanas
d. Air
e. Garam
f. Kertas Jagung/Minyak
g. Kapas
h. Karet Gelang
i. Jahe
j. Lengkuas
k. Kayu Manis
l. Gula Merah

D. LANGKAH KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mengukus ikan lemuru kemudian mengambil bagian dagingnya saja.
3. Menghaluskan daging ikan lemuru dengan menggunakan blender.
4. Ketika daging ikan telah halus, daging tersebut diletakkan pada suatu tempat
seperti mangkuk kecil atau tempat cocok lainnya.
5. Mengambil sari nanas dengan cara menghaluskan daging nanas menggunakan
blender.
6. Memasukkan air ke dalam Erlenmeyer sebanyak 250 ml.
7. Menambahkan 50 gr ikan lemuru yang telah diblender ke dalam Erlenmeyer yang
berisi 250 ml air.
8. Menambahkan sari nanas sebanyak 100 ml.
9. Menambahkan garam sebagai pengawet sebanyak 3 sendok.
10. Menutup Erlenmeyer dengan kapas dan kertas jagung yang kemudian diikat
dengan karet.
11. Menginkubasi medium di dalam incubator dengan suhu 37 derajat celcius selama
42 jam.
12. Medium didiamkan selama beberapa menit (idealnya 30 menit).
13. Disaring dan diambil hasil hidrolisanya.
14. Memasak hasil hidrolisa ikan hingga mendidih kemudian menambahkan bumbu
kecap dengan formula sebagai berikut:
a. Kecap Asin
 Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram jahe).
 Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter
cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
 Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20
gram kayu manis).

b. Kecap Manis
 Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap liter
kecap membutuhkan 500 gram gula merah).
 Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram jahe).
 Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
 Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20
gram kayu manis).

E. HASIL PENGAMATAN
1. Bahan-bahan sebelum dicampur
a) Sari Nanas
b) Ikan yang sudah di haluskan

c) Garam
d) Jahe yang dihaluskan

e) Lengkuas yang dihaluskan

f) Kayu Manis
g) Gula Merah

2. Sebelum dilakukan fermentasi dan inkubasi

3. Setelah Fermentasi dan Inkubasi


4. Setelah Dipanaskan dan ditambahkan bahan tambahan
a) Kecap Ikan

b) Kecap Asin

F. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk membuat kecap ikan lemuru dengan starter
ekstrak buah nanas. Kecap ikan merupakan produk hasil fermentasi yang dibuat dari
sari daging ikan yang sengaja dibuat khusus untuk dibuat kecap ikan atau sari daging
ikan yang merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan lainnya. Pada
praktikum pembuatan kecap ikan, upaya untuk mempercepat proses fermentasi adalah
dengan penambahan enzim yaitu enzim bromelin yang berasal dari ekstrak nanas. 
Hasil pengamatan terhadap kecap ikan sebelum dilakukan inkubasi terlihat
cairan dengan campuran ekstrak nanas, aquades, garam dan daging ikan yang telah
dihaluskan untuk mempermudah proses perombakan oleh enzim bromelin.
Penambahan garam berfungsi untuk pengawetan bahan pangan, sebagai penghambat
selektif terhadap mikroorganisme pembusuk atau proteolitik. Selain itu garam juga
mempengaruhi aktivitas air dari bahan, sehingga kondisi ini akan menentukan
pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Garam dapat membantu pertumbuhan bakteri
halofilik yang suka garam dan dapat membantu berlangsungnya proses fermentasi
pada kecap ikan. Dengan adanya mikroba pada kecap ikan selama proses fermentasi
dapat mempercepat reaksi pemecahan gugus asam amino menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana dan mengandung banyak nitrogen terlarut. Sehingga dapat
menigkatkan juga kadar protein pada kecap ikan yang akan dihasilkan.
Kecap ikan setelah masa inkubasi dan fermentasi selama 42 jam, tampak
masih ada gumpalan daging ikan yang masih belum mencair meskipun jumlahnya
tidak banyak, warna yang dihasilkan yaitu coklat keputihan, pada hari itu juga
dilakukan penyaringan dan penonaktifan enzim. Berdasarkan hasil pengamatan cairan
berwarna coklat agak keputihan dan lebih jernih karena semakin lama proses hidrolisa
berlangsung semakin encer larutan yang dihasilkan dan semakin jernih pula warna
yang dihasilkan. Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H₂O
sebagai pemecah suatu persenyawa. Gumpalan daging ikan yang dihasilkan setelah
fermentasi sudah sangat berkurang dan hampir terlarut dengan maksimal karena
enzim bromelin ini dapat menguraikan daging ikan secara maksimal. Sehingga
gumpalan yang dihasilkan semakin berkurang. Penambahan bromelin dan garam pada
pembuatan kecap ikan membuat proses hidrolisa kecap ikan semakin cepat dan
gumpalan yang dihasilkan semakin sedikit. Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis
jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-
enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang
lebih sederhana. 
Kecap ikan kemudian disaring untuk memisahkan hasil hidrolisa dengan
gumpalan daging ikan yang tersisa. Hasil hidrolisa dimasak hingga mendidih dengan
tujuan untuk menonaktifkan enzim bromelin pada kecap. Karena jika enzim tidak
dinonaktifkan maka enzim akan terus bekerja dan dapat merusak kecap karena terus
menerus menghidolisa larutan kecap. Kecap ikan yang telah dipanaskan kemudian
ditambahkan bumbu kecap manis dan kecap asin untuk menambah cita rasa kecap.
Selama proses fermentasi proses fermentasi protein akan terhidrolisis pada
ikan karena protein ikan akan diubah menjadi asam amino dan peptida. Selanjutnya
asam amino akan diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana yang
akan mempengaruhi cita rasa produk. Fermentasi juga dapat meningkatkan asam
amino yang juga mengandung unsure nitrogen terlarut yang merupakan protein tinggi.
Jadi semakin lama waktu fermentasi semakin banyak pula peningkatan asam amino
yang mengandung unsure nitrogen. Sehingga semakin lama fermentasi kandungan
protein pada kecap ikan semakin tinggi. Selain itu waktu fermentasi juga berpengaruh
nyata terhadap rasio N-a-amino dengan total Nitrogen, dimana terjadi peningkatan
rasio selama fermentasi berlangsung.

G. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan praktikum, hasil pengamatan dan pembahasan maka
dapat disimpulkan:
a. Kecap ikan merupakan produk hasil fermentasi yang dibuat dari sari daging
ikan.
b. Penambahan garam berfungsi untuk pengawetan bahan pangan, sebagai
penghambat selektif terhadap mikroorganisme pembusuk atau proteolitik.
c. Enzim bromelin dapat memecah protein dengan cepat selama proses hidrolisis.
d. Sebelum fermentasi, kecap ikan tampak berwarna coklat dengan gumpalan
daging ikan, sedangakn setelah fermentasi, kecap ikan tampak berwarna coklat
keputihan dengan sedikit gumpalan daging ikan.
e. Penambahan bromelin dan garam pada pembuatan kecap ikan membuat proses
hidrolisa kecap ikan semakin cepat.
2. Saran
-
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo, dan R. Moeljanto. 1984. Sumber Daya Ikan


Lemuru. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta, 70 hlm.
BANDIE, M.J. 1982. Status Perikanan Lemuru di jawa Timur. Prosiding Seminar Perikanan
Lemuru . Banyuwangi 18-21 Januari 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian .
Jakarta. Hal 37-45 .
CAHYANTO, M.N., U. SANToso., ZuPRIzAL., H .E. IRIANTO dan S. SosRODIHARDJO.
1977. Ekstraksi Minyak Mengandung Asam Lemak Omega-3 dari Limbah Industri
Minyak Ran Lemuru dan Penggunaannya dalam Meningkatkan Kandungan Asam
Lemak Omega-3. Laporan Hasil Penelitian.
FAO., Fish Code Management. 1999. Papers Presented at the Workshop on the Fishery and
Management of Bali Sardinella (Sardinella lemuru) in Bali Strait. FAO.
FAO, Species Fact Sheets, Sardinella lemuru (Blakker 1853), www.fao.org. 2013

Anda mungkin juga menyukai