Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan betok (Anabas testudineus) adalah sejenis ikan air tawar yang hidup

liar di rawa banjiran, sungai dan danau. Ikan betok termasuk golongan ikan

omnivora (pemakan segalanya) yang cenderung ke karnivora (Mustakim, 2008).

Ikan betok memiliki nama lain yaitu ikan betik (Jawa), ikan bapuyu (Melayu) atau

ikan pepuyu (bahasa Banjar). Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat karena

rasa dagingnya enak dan gurih, oleh karena itu jenis ikan ini cukup potensial

untuk di budidayakan. Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat karena rasa

dagingnya enak dan gurih, oleh karena itu jenis ikan ini cukup potensial untuk di

budidayakan (Muslim 2008).

Ikan betok merupakan jenis ikan agresif dan dapat ditemui di berbagai

macam perairan. Habitat alami ikan ini adalah sungai yang berumput, sungai

kecil, kolam, parit irigasi, rawa banjiran, dan berbagai daerah perairan lainnya.

Hal ini didukung oleh adanya labyrinth pada ikan betok yang memungkinkan

untuk dapat hidup di berbagai wilayah perairan walaupun kondisi perairan

tersebut defisit oksigen dan tidak memungkinkan bagi ikan lain untuk hidup di

daerah tersebut (Kottelat, 1993).

Semakin meningkatnya penangkapan terhadap ikan ini di alam

menimbulkan suatu kekhawatiran akan menurunnya populasi ikan betok di

kemudian hari, dan bahkan menyebabkan kepunahan. Selain itu kerusakan habitat

perairan juga dapat menyebabkan penurunan populasi ikan (Budiman et al, 2002).

Untuk mencegah terjadinya kepunahan dan penurunan ikan betok di alam perlu

dilakukan upaya penelitian budidaya ikan betok salah satunya yaitu dengan

1
melakukan pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) dengan pemberian

pellet dengan dosis yang berbeda.

Banyak jenis ikan lokal Kalimantan Tengah yang mempunyai prospek

baik untuk dibudidayakan, satu di antaranya nyaitu ikan betok, ikan betok

merupakan ikan lokal yang mempunyai rasa daging yang cukup enak. Ikan ini

sudah jarang ditemukan dipasar kalaupun ada ukurnya masih terlalu kecil untuk di

konsumsi. Hal ini disebabkan intensitas penangkapan yang berlebihanatau

rusaknya habitat ikan tersebut. Oleh karena itu perlu tindakan dan usaha menjaga

kelestarian sehingga, keperluan ikan tersebut dapat terpenuhi. Beberapa kelebihan

yang dimiliki ikan betok yaitu mempunyai toleransi terhadap fluktuasi temperatur

yang tinggi, tahan terhadap kekeringan dan kekurangan O2 dalam air. Ikan betok

merupakan salah satu ikan yang berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki

nilai ekonomis cukup tinggi, harga ikan betok mencapai Rp 40.000 – Rp

70.000,-/kg (Faturrahman, 2011). Maka dari itu perlu adanya budidaya ikan betok

sehingga ketersediaanya salalu ada.

Dalam membudidaya ikan betok salah satu kendala adalah dalam

pemeliharaan larva karena ikan yang masih dalam masa larva akan mudah

mengalami kematian jika tidak dipelihara dengan baik. Maka dari itu perlu adanya

cara pemeliharaan larva dengan baik sehingga ketersedian ikan betok dalam

ukuran benih selalu berkelanjutan.

2
1.2. Tujuan

1. Mengetahui cara pemeliharaan larva yang baik secara langsung.

2. Mengetahui bagaimana kelangsungan hidup larva ikan setelah pemijahan.

1.3. Manfaat

Menambah pengetahuan dan pengalaman bagaimana pemeliharaan larva

ikan betok yang baik secara langsung.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Betok

Klasifikasi ikan papuyu menurut Akbar (2012), adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Ikan Betok (Anabas testudineus)

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Labyrinthici

Famili : Anabantidae

Genus : Anabas

Species : Anabas testudineus

Ikan papuyu umumnya berukuran besar, panjang hingga sekitar 25

cm, berkepala besar dan bersisik keras kaku, bentuk badan agak lonjong.

Sisi atas tubuh (dorsal) gelap kehitaman agak kecoklatan atau

kehijauan.Sisi samping (lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah,

dengan garis-garis gelap melintang yang samar dan tak beraturan. Sebuah

4
bintik hitam (terkadang tak jelas kelihatan) terdapat di ujung belakang

tutup insang. Sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri.Ikan

betok memiliki tipe warna abu-abu sampai kehijauan, dengan satu titik

hitam pada bagian dasar ekor dan titik lainnya lagi hanya pada bagian

belakang lempeng insang. Bagian ujung sisik dan sirip berwarna cerah.

(Anonim, 2014)

Ikan papuyu termasuk ke dalam sub ordo Anabantoidei, menurut

Moyle dan Cech (2004), lebih dari 80 species yang termasuk dalam sub

ordo ini berukuran kecil (< 10 cm), tipe surface- oriented fish dan deep

bodies, ekor membulat dan sirip dubur yang panjang.

Menurut Akbar (2012) secara morfologi ikan betok (papuyu)

mempunyai bentuk tubuh lonjong, lebih ke belakang menjadi pipih.

Seluruh badan dan kepalanya bersisik kasar dan besar-besar. Warna

kehijau-hijauan, gurat sisi sempurna, tetapi di bagian belakang dibawah

sirip punggung yang berjari-jari lunak menjadi terputus dan dilanjutkan

sampai ke pangkal ekor. Pinggiran belakang disirip ekor berbentuk bulat.

Sirip punggung memanjang mulai dari kuduk sampai depan pangkal sirip

ekor, bagian depan disokong oleh 16-19 jari-jari keras, bagian belakang

lebih pendek dari bagian depan dengan 7-10 jari-jari lunak. Sirip dubur

lebih pendek dari sirip punggung dan sebelah depannya disokong oleh 9-

10 jari-jari keras yang tajam dan bagian belakangnya disokong oleh 8-11

jari-jari lunak. Sirip dada tidak mempunyai jari-jari keras, disokong oleh

14-16 jari-jari lunak yang letaknya lebih ke bawah pada badan di belakang

tutup insang. Sirip perut letaknya di depan, dibawah sirip dada, disokong

5
oleh jari-jari 8 keras yang besar berujung runcing dan jari-jari lunak. Jari-

jari keras dari sirip dapat digerakkan dan dapat digunakan untuk bergerak

pada permukaan lumpur yang kering. Pangkal-pangkal dari sirip dada,

sirip ekor, sirip punggung, dan sirip dubur yang ada mempunyai jari-jari

lunak, semuanya mengandung otot dan ditutupi dengan sisik yang kecil-

kecil.

2.2. Habitat dan Penyebaran

Ikan betok (Anabas testudineus) adalah ikan air tawar yang biasa

hidup diperairan rawa, sungai, danau, dan saluran-saluran air hingga ke

sawah-sawah (Suriansyah, 2010). Menurut Cholik, et. al. (2005), ikan

betok ini memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari

udara karena adanya organ labirin yang terdapat pada bagian atas rongga

insang, alat pernapasan tambahan ini sangat berguna pada saat ikan berada

di perairan berlumpur. Di Indonesia, ikan ini dapat ditemukan di Sulawesi,

Daratan Sunda, Sumatra, Kalimantan, dan termasuk ikan introduksi untuk

Irian Jaya. Penyebaran ikan betok di dunia cukup luas mulai dari India,

Tiongkok, Srilangka, Cina bagian Selatan, Philipina, Asia Tenggara

lainnya, dan juga sepanjang garis Wallacea. Ikan ini merupakan ikan asli

di wilayah Asia Tenggara, Sri Langka, Filipina, Cina. Ikan ini menyebar di

kepulauan Indo-Australia (Berra, 2001).

6
2.3. Kebiasaan Hidup dan Makanan

Menurut (Berra, 2001) Kebiasaan cara makan ikan adalah cara ikan

mendapatkan makanannya. Kebanyakan cara ikan mencari makanan

dengan menggunakan mata. Penciuman dan persentuhan digunakan juga

untuk mencari makanan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan

yang kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Ikan yang

menggunakan mata dalam mencari makanan akan mengukur apakah

makanan itu cocok atau tidak untuk ukuran mulutnya. Tetapi ikan yang

menggunakan penciuman dan persentuhan tidak melakukan pengukuran,

melainkan kalau makanan sudah masuk mulut akan diterima atau ditolak.

2.4 Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan panjang atau

berat didalam waktu tertentu. Kecepatan pertumbuhan sangat bergantung

pada jumlah makanan yang diberikan, ruang, suhu,kedalaman air,

kendungan oksigen dalam air, dan parameter kualitas air lainnya. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, digolongkan menjadi

duda faktor yaitu faktor internal dan eksternal.

2.5. Kualitas Air

2.5.1. Suhu

Perubahan temperatur memberikan pengaruh yang sangat

kuat terhadap proses fisiologi dan biologis ikan betok. Perubahan

7
suhu lingkungan sebesar 10oC secara akut menyebabkan perubahan

signifikan terhadap laju proses fisiologi (Houlihan et al, 1993).

Kisaran suhu yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan

ikan di daerah tropis berkisar antara 25 – 32 oC (Boyd, 1990).

Menurut Widodo et al, dalam 2007 Susila, 2016 suhu air yang baik

untuk pertumbuhan ikan betok berkisar antara 25 – 30oC.

2.5.2. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan sumber utama bagi organisme

air dalam proses metabolismenya. Sama seperti oksigen di darat,

oksigen tersebut dibutuhkan dalam proses pembentukan energi dari

makanan.

Oksigen terlarut diperlukan untuk ikan katabolisme yang

menghasilkan energi bagi aktivitas seperti berenang, reproduksi,

dan pertumbuhan (Irianto, 2005 dalam Susila, 2016). Kadar

oksigen t erlarut yang optimal bagi kehidupakan organisme adalah

>5 mg/L (Cholik et al, 1986 dalam Susila, 2016).

2.5.3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan nilai yang menunjukan

kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku dan pertumbuhan ikan

Nilai pH rendah berdampak pada penurunan DO, penurunan

konsumsi O2, peningkatan aktivitas pernafasan, dan penurunan

selera makan ikan. Widodo et al, 2007 menyatakan bahwa pH yang

optimal untuk budidaya ikan betok adalah berkisar antara 4 – 8.

8
III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada Agustus

sampai dengan November 2021. Kegiatan Magang dilaksanakan di kolam

terpal lingkungan kampus Fakultas Perikanan Universitas Kristen

Palangka Raya.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan magang sebagai berikut:

Tabel 1. Alat dan bahan pembesaran Larva Ikan Betok

No Alat Kegunaan
.
1. Kolam terpal Tempat larva ikan betok
2. Serok Pengambilan larva
3. Aerator Meningkatkan kadar oksigen
4. pH Meter Mengukur derajat keasaman
5. Termometer Mengukur suhu air
6. Kamera Dokomentasi kegiatan
7. Buku dan pulpen Mencatat hasil praktek
8. Laptop Untuk menyusun laporan magang
No Bahan Kegunaan
.
1. Larva Ikan Betok Sampel untuk pemijahan
2. Rotifera dan kutu air Makanan larva
3. Kuning telur Makanan larva
4. Kotoran ayam Bahan treatment kolam

9
5. Kol busuk Bahan treatment kolam
6. Kapur dolomit Bahan treatment kolam

3.3. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan adalah metode partisifasi aktif yaitu

melaksanakan langsung kegiatan pemijahan ikan betok, data yang

dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

Tahapan Kegiatan

Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan larva ikan

betok memiliki beberapa tahapan :

1. Persiapan Wadah

Langkah awal dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan betok

adalah mempersiapkan wadah berupa kolam terpal atau kolam pendederan

dan perlunya memperhatikan kembali apakah terpal aman (tidak robek)

agar larva yang dipelihara tidak keluar dari kolam terpal.

Dalam pembuatan kolam pendederan perlu melakukan treatment

terdahulu sebelum larva dilepaskan. fungsi melakukan treatment air adalah

untuk menumbuhkan pakan alami bagi larva. ada beberapa langkah dalam

melakukan treatmeant air yaitu sebagai berikut:

1.1. Siapkan air kolam pendederan yang terlebih dahulu diberi kapur

dolomit dan didiamkan selama 1x24 jam. Fungsi kapur dolomit

adalah menjaga kestabilan pH tanah,dan air.

10
1.2. Lalu taburkan 1 kantong pupuk kendang murni (kotoran ayam) dan

tambahkan cincangan kol busuk lalu diamkan selama 1x24 jam.

Fungsi kotoran ayam dan kol busuk adalah sebagai sumber makanan

bagi rotifera dan kutu air.

1.3. Kemudian masukkan bibit rotifera yang diperoleh dari air kolam

yang berwarna hijau atau air yang banyak ditumbuhi oleh tanaman

air serta kutu air yang dapat dibeli pada penjual ikan cupang atau

dapat juga dicari sekitar selokan dan genangan air.

Proses ini dibiarkan 3-4 hari, setelah itu kolam pendederan siap untuk

dimasukan larva ikan. Proses dari awal sampai akhir berlangsung kurang

lebih 1 minggu. Untuk kolam pendederan diusahkan memiliki atap agar

tidak terpengaruhi air hujan dan cahaya matahari diusahakan tetap dapat

masuk agar terjadinya proses fotosintesis.

2. Pengukuran kualitas air

sebelum larva dimasukkan kedalam wadah (kolam terpal) tempat

pembesaran larva ikan betok air kolam diukur terlebih dahulu baik oksigen

terlarut (DO), derajat keasaman (pH) dan suhu.

3. Pemanenan Larva

Telur ikan akan menetas seluruhnya setelah 2 – 3 hari, lalu

selanjutnya akan dipindahkan ke dalam kolam pendederan yang telah

disediakan sebelumnya.

4. Perawatan Larva Dan Pemberian Pakan

11
Larva ikan betok dipelihara selama 1 minggu didalam akuarium

setelah penetasan telur dan larva tidak diberi makan sampai berumur 3 hari

karena memiliki cadangan makanan ditubuhnya.

Dalam perawatan dan pemberian pakan larva perlu diperhatikan

dalam pemberian pakan yang baik sesuai waktu yang ditentukan. Pakan

yang digunakan dapat berupa rotifera atau kutu air sebagai pakan alami

dan kuning telur sebagai pakan alternative karena pakan tersebut sesuai

dengan bukaan mulut dan mudah dicerna oleh larva ikan betok.

Perhitungan larva hasil penetasaan system perpindahan air

(volumetrik).

Rumus volumetrik : X : x = V : v

Keterangan:

X : jumlah larva

x : jumlah air yang diambil sebagai sampel dalam gelas ukur

V : volume air wadah larva (liter)

v : isi volume air dalam gelas ukur

12
IV. HASIL MAGANG

4.1 Keadaan Umum Lokasi Magang

Kegiatan magang dilaksanakan di kolam terpal lingkungan kampus

Fakultas Perikanan Universitas Kristen Palangka Raya. Terletak di jln.G.S.

rubay, RTA.Milono km 8,5 Kecamatan.Sebangau, Kelurahan.Sabaru, Kota

Palangka Raya, Kalimantan Tengah. tempat pembesaran larva ikan betok

(anabas testudineus) yaitu kolam terpal berukuran 1x1 meter yang letaknya

berada ditengah-tengah antara ruangan Laboratorium Fakultas Perikanan dan

Kolam Domestikasi Fakultas Perikanan.

4.2. Persiapan wadah

1. Kolam pendederan

Pada awal persiapan wadah yang dilakukan terlebih dahulu yaitu

mempersiapkan kolam terpal atau kolam pendederan yang akan digunakan

sebagai tempat pembesaran larva ikan betok. Sebelum kolam tersebut

digunakan perlu melakukan treatment air terlebih dahulu agar pakan alami

bisa tumbuh di kolam tersebut. pada percobaan pertama dalam pembuatan

kolam pendederan terjadi kegagalan dikarenakan kesalahan dalam

13
mencampurkan kotoran ayam murni dan kol busuk yang terlalu berlebihan

sehingga menyebabkan air kolam berwarna hitam pekat dan berbau busuk.

Kemudian dilakukan kembali percobaan kedua dengan melakukan beberapa

tahapan yang baik dan benar yaitu :

a. Mengisi air kedalam kolam sebanyak 480 liter

b. Kemudian mengendapkan kapur sekitar 1 kg dan ditunggu 15 menit

sampai kapur mengendap ke dasar air.

14
c. Kemudian air kapur dimasukkan kedalam kolam dan dibiarkan selama

1x24 jam.

d. Kemudian dilakukan kembali pengendapan untuk kotoran ayam kering

murni sebanyak ½ kg ditunggu 15 menit sampai kotoran ayam mengendap

ke dasar air.

15
e. Lalu air endapan kotoran ayam tersebut dimasukkan kedalam kolam.

f. Kemudian siapkan sedikit kol cincang busuk lalu taburkan kedalam kolam

dan didiamkan selama 1x24 jam.

16
g. Keesokan harinya, memasukkan rotifera dan kutu air kedalam kolam

h. Kemudian siapkan 1 kantong plastic kecil yang sudah dilobang keci-kecil

untuk menaruh kotoran ayam dan disimpan dipinggir kolam lalu diikat

kemudian dibiarkan 3-4 hari, setelah itu kolam pendederan siap untuk

dimasukkan larva ikan.

17
sehingga pada percobaan kedua ini dinyatakan berhasil karena air kolam

berwarna hijau dan tidak berbau sehingga pakan alami bias tumbuh dengan

baik.

2. Persiapan akuarium

Pemijahan dan pemeliharaan larva selama 10 hari menggunakan tiga

akuarium yang berukuran yaitu :

A1 : P : 62 cm, L : 41 cm, T : 41 cm

A2 : P : 41 cm, L : 30 cm, T : 30 cm

A3 : P : 62 cm, L : 41 cm, T : 41 cm

Kemudian ketiga akuarium tersebut diberi masing-masing Aerator untuk

meningkatkan kadar oksigen didalam akuarium tersebut dan ketiga akuarium

tersebut ditutup menggunakan happa.

4.3. Pemeliharaan larva

18
Pemeliharaan larva dilakukan selama 1 minggu didalam akuarium,larva

yang baru menetas tidak perlu diberi pakan tambahan karena larva tersebut masih

mempunyai cadangan makanan dari kuning telur (yolk egg). Pemberian pakan

berupa kuning telur ayam akan diberikan setelah larva berumur 3 hari ( kantong

kuning telur sebagai cadangan makanan sudah habis) sampai larva berumur 1

minggu. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia ,

1992 bahwa kandungan kuning telur ayam yaitu protein 16,3 gr, lemak 31,9 gr,

karbohidrat 0,7 gr dan vitamin B1 0.27 gr.

Menurut Akbar (2012) pada hari pertama menetas sampai berumur 3

hari, larva ikan betok belum memanfaatkan pakan dari luar karena masih memiliki

cadangan pakan berupa kuning telur (yolk egg) di tubuhnya. Larva yang baru

menetas berwarna putih transparan, bersifat planktonik dan bergerak mengikuti

arus. setelah larva berumur 3 hari diberi pakan tambahan berupa suspensi kuning

telur. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore selama

10 hari. Dimana masa kritis larva ikan betok terjadi pada saat hari ke-7 sampai

hari ke-14.

4.4. Kualitas air

Pengukuran kualitas air dilakukan 1 kali sebelum melakukan pemijahan

pada pagi hari dan kualitas air yang diukur meliputi suhu, DO, dan pH dengan

hasil data yang didapat yaitu :

A1 : suhu 28,100C, DO 4,89 mg/L, pH 6,4

A2 : suhu 28,090C, DO 3,24 mg/L, pH 6,2

A3 : suhu 29,70C, DO 2,52 mg/L, pH 6,1

19
Secara keseluruhan kualitas air masih dalam kisaran yang baik untuk

melakukan pemijahan dan pemeliharaan larva ikan betok. Berdasarkan hasil

pengukuran nilai suhu rata-rata yang didapat berkisar antara 28-290C, dan

merupakan kisaran suhu yang cukup baik untuk pemijahan dan pemeliharaan

larva. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Putri et al. (2013) yang menyatakan

suhu yang optimal untuk pemijahan dan pemeliharaan larva ikan betok sampai

pada hari ke-6 adalah 28-300C.

Menurut Suriansyah (2010) kandungan oksigen terlarut (DO) untuk

pemijahan dan pemeliharaan larva ikan betok berkisar antara 2,56-4,49 mg/L.

Dari hasil pengukuran pH diperoleh nilai kisaran antara 6,2-6,7 masih

dalam batas toleransi untuk pemijahan dan pemeliharaan larva ikan betok.

Menurut Djarijah (2001) dalam Putri et al. (2013) kisaran pH untuk penetasan

telur dan pemeliharaan larva ikan betok berkisar antara 6,5 – 7,5. Nilai pH dengan

kisaran 4,2-6,8 masih dalam kisaran yang baik untuk menunjang pemijahan ikan

betok (Bosroh,2015).

4.5. Presentase hidup larva ikan betok

a. Larva yang hidup

jumlah larva yang hidup dari awal penetasan sampai dengan hari ke -7

pada akuarium 1, 2 dan 3 yaitu berjumlah 324.866 ekor. Kemudian pada

hari ke -7 sampai dengan hari ke -14 hanya akuarium 1 yang hidup dengan

jumlah yaitu 156.853 ekor.

b. Larva yang mati

20
pada hari ke-7 sampai dengan hari ke -14 sebelum pemindahan larva

kekolam pendederan, pada akuarium 2 dan 3 larva mati semua dengan

jumlah yang sangat banyak yaitu berjumlah 168.013 ekor. Penyebab larva

tersebut mati yaitu kesalahan dalam penanganan larva waktu didalam

akuarium karena terlalu lama meletakkan alat pemanas air (water heater)

dimana alat tersebut digunakan hanya untuk mempercepat penetasan telur,

sehingga itu menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kematian larva

dan banyak faktor yang bisa memepengaruhi kelangsungan hidup larva.

Dinyatakan juga masa kritis larva terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-14.

(Akbar, 2012).

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan magang sebagai berikut:

1. Pada awal persiapan wadah yang dilakukan terlebih dahulu yaitu

mempersiapkan kolam terpal atau kolam pendederan yang akan digunakan

sebagai tempat pembesaran larva ikan betok. Sebelum kolam tersebut

digunakan perlu melakukan treatment air terlebih dahulu agar pakan alami

bisa tumbuh di kolam tersebut.

2. Hasil pengukuran parameter kualitas air didalam akuarium wadah

pemijahan dan pemeliharaan larva selama 10 hari yaitu untuk pH 6,5-6,7

untuk DO 2,56-4,49 mg/L dan untuk suhu 28-290C.

21
5.2. Saran

Disarankan jika ingin membuat kolam pendederan perlu

mempersiapkan lebih awal dalam melakukan treatment air dengan melakukan

langkah-langkah yang baik dan benar agar tidak terjadi kegagalan dalam

pembuatan kolam pendederan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, J. 2012. Ikan Betok: budidaya dan peluang bisnis. Eja Publisher.
Yogyakarta. 110 hal

Anonim.2014. Laju pertumbuhan ikan. Html. Tanggal 23 Januari 2020

Berra TM. 2001. Freshwater fish distribution. San Diego: Academic Press.
604pp.

Boys, CE. 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Auburn University.
Alabam)

Budiman. A. A.J. Arie dan A. H Tiakrawidjaya.2003.


Peran museum zoologi dalam penelitian dan Konservasi
Keanekaragaman Hayati (ikan).Jurnal Iktiologi Indonesia. (2) : 51-52

Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur:
Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan
Nusantara dan Taman Akuarium Air-TMII, Jakarta, 415 hal.

Faturrahman, 2011. Investasi Potensial Menyamai Benih Papuyu. Layuh,


Kabupaten Hulu Tengah, Kalimantan Selatan. Available at.

22
Houlihan, D.F., E. Mathers, and A. Foster. 1993. Biochemical Correlates Of
Growth In Fish. In Fish Ecophysiology. (eds) J.C. Rankin and F.J.Jensen.
Chapman and Hall, London. P 45-71.

Kottelat, M, A.J. Whitten, S.N Kartikasari dan M. Wirjoatmodja. 1993.


Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi (ikan air tawar
Indonesia bagian barat dan Sulawesi). Periplus-proyek EMDI. Jakarta.
377p.

Mustakim, M. 2008. Kajian kebiasaan makanan dan kaitannya dengan Aspek


reproduksi ikan betok (Anabas tertudineus) pada habitat yang berbeda di
lingkungan danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.
Tesis. Sekolah Pasca Institute Pertania Bogor.

Muslim. 2008. Jenis jenis ikan rawa yang bernilai ekonomis majalah masa vol
(14) : 56-60.
Rini Mariana, Yulisman, Muslim, 2015. Laju pertumbuhan dan kelangsungan
hidup larva ikan betok (Anabas testudineus) pada berbagai periode
pergantian jenis pakan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 3(1), 70-81.
2015.

Samuel, 2002. Biologi Reproduksi, Makanan dan pertumbuhan ikan betok


(Anabas testudineus) di sungai Kalimantan. 123 hal.

Sembiring APV.2011. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok


(Anabas testudineus) pada pH 4,5,6 dan 7. Skripsi S1 (tidak
dipublikasikan). Institute pertanian Bogor,Bogor.
Suriansyah, MT Kamil, Rahmanuddin, 2011. Teknologi Rekayasa Pembenihan
ikan betok (Anabas testudineus) Dalam Mempertahankan Ketersediaan
Benih Secara Kontinyu. Laporan Peneitian Hibab Unversitas Palangka
Raya.
Suriansyah, 2010. Studi Perkembangan Dan Pematangan Akhir Gonad ikan betok
(Anabas testudineus) dengan Rangsangan Hormone, Tesis S2 (Tidak
Dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana, Institute Pertanian Bogor,
Bogor.
Susila, N.2016. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Kelangsungan Hidup Larva
Ikan Papuyu (Anabas testudineus) Yang Dipelihara Dalam
Baskom.Jurnal Ilmu Hewan Tropika Vol 5.No.2. Unkrip.
Widodo, p., Budiman, U., dan Ningrum,M., 2007. Kaji Terhadap Pembesaran
Ikan Papuyu (Anabas testudineus bloch) dengan Pemberian Kombinasi
Pakan Pellet Dan Keong Mas Dalam Jarring Tancap Di Perairan Rawa.
DKP

23
Lampiran 1. Perhitungan larva hasil penetasaan system perpindahan air

(volumetrik).

Mengukur Panjang, lebar dan tinggi akuarium :

A1 A2 A3

P : 62 cm P : 41 cm P : 62 cm

L : 41 cm L : 30 cm L : 41 cm

T : 41 cm T : 30 cm T : 41 cm

A1 :

62 x 41 x 41 = 104,222 cm3 : 200 ml

24
= 521,11

S1 : 521,11 x 212 = 110,475

S2 : 521,11 x 187 = 97,447

S3 : 521,11 x 450 = 234,499

S4 : 521,11 x 176 = 91,715

S5 : 521,11 x 480 = 250,132

(110,475 + 97,447 + 234,447 + 91,715 + 250,132) : 5

= 784,268 : 5

= 156,853

A2 :

41 x 30 x 30 = 36,900 cm3 : 200 ml

= 184,5

S1 : 184,5 x 228 = 42,066

S2 : 184,5 x 217 = 40,036

S3 : 184,5 x 194 = 35,793

S4 : 184,5 x 280 = 51,660

S5 : 184,5 x 420 = 77,490

(42,066 + 40,036 + 35,793 + 51,660 + 77,490) : 5

= 247,045 : 5

25
= 49,409

A3 :

62 x 41 x 41 = 104,222 cm3 : 200 ml

= 521,11

S1 : 521,11 x 301 = 156,854

S2 : 521,11 x 210 = 109,433

S3 : 521,11 x 175 = 91,194

S4 : 521,11 x 112 = 58,364

S5 : 521,11 x 340 = 177,177

(156,854 + 109,433 + 91,194 + 58,364 + 177,177) : 5

= 593,022 : 5

= 118,604

26
Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan magang

Membersihkan rumah pakan

27
Pemijahan ikan betok (Anabas testudineus)

Menghitung larva setelah menetas

membersihkan kolam tanah

28
Pembuatan rumah lalat maggot BSF

29
Pemasangan spanduk dirumah pakan

Praktek pembuatan media maggot menggunakan tanaman Apu-apu

membersihkan kulit buah nenas untuk media pancing lalat BSF

30
Pengukuran Panjang dan berat ikan di kolam domestikasi

Pengukuran Panjang dan berat ikan di kolam tanah

31
Pengukuran kualitas air dikolam tanah

Pencarian limbah sayur-sayuran dan buah-buahan dipasar

32
Membersihkan lingkungan kampus perikanan

33
Berkebun dilingkungan kolam tanah dan rumah pakan

34

Anda mungkin juga menyukai