PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai potensi sumber daya
alam yang melimpah dan belum terkelola dengan baik. Salah satu yang dapat
dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut adalah dengan usaha
budidaya akuakultur. Usaha budidaya akhir-akhir ini menjadi sesuatu hal yang
banyak diminati oleh masyarakat, karena memiliki potensi yang cukup besar. Saat ini
perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat,
terutama ikan hias air tawar yang berasal dari Indonesia. Namun dari sekian banyak
jenis ikan hias, tidak semuanya dapat dibudidayakan. Dalam budidaya ikan hias ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sifat dan kebiasaan hidup yang berbedabeda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur atau pun menyusun sarangnya
(Soetrisno, 2006).
Ikan
hias
merupakan
komoditas
perikanan
yang
potensial
untuk
dasar ikan cupang yang agresif membuat beberapa spesies ikan ini disebut ikan
petarung atau fighting fish (Huda, 2011).
Popularitas cupang sebagai ikan hias tidak perlu di ragukan lagi. Penggemar
ikan cupang berasal dari seluruh kalang masyarakat. Sedikit berbeda dengan ikan hias
lain, ikan cupang diminati bukan hanya karena kecantikannya, namun juga karena
keagresifannya. Di Negara asalnya, ikan ini terkenal sejak ratusan tahun yang lalu
sebagai ikan laga. Disana orang mengadu cupang sambil bertaruh uang. Berbeda
dengan ikan yang berasal dari Sumatera (Barbus tetrazone). Walaupun memiliki sifat
agresif, namun bisa hidup berdampingan secara damai dengan sesamanya. Ikan
cupang justru akan menunjukkan sifat agresifnya bila bertemu sesama jantan,
sebaliknya cupang jantan akan diam atau bergerak lambat dan dekat-dekat apabila di
campurkan dengan jenis ikan lain (Susanto, 1992).
Permasalahan dalam budidaya ikan cupang adalah teknik budidaya yang saat ini
diterapkan dikalangan pembudidaya cupang. Hal tersebut meliputi cara pemeliharaan
pemberian dan jenis pakan, kualitas air, jenis penyakit, pemijahan serta pembesaran
benih ikan cupang. Maka perlu adanya kegiatan untuk mempelajari teknik
pembenihan ikan cupang yang baik dan benar.
1.2.
Tujuan
1. Mengetahui dan memahami ruang lingkup dunia kerja
2. Mengetahui dan memahami teknik pembenihan ikan cupang (Betta splendens)
3. Mengetahui dan memahami pengelolaan lingkungan ikan cupang (Betta
splendens)
1.3.
Manfaat
1. Mendapatkan pengalaman tentang ruang lingkup dunia kerja
2. Mendapatkan informasi mengenai teknik pembenihan ikan cupang (Betta
splendens) secara baik dan benar
3. Memberikan informasi kepada para penggemar atau peternak ikan cupang
(Betta splendens) mengenai teknik budidaya ikan cupang yang baik dan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Cupang
Ikan cupang
merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar. Ikan ini
merupakan salah satu ikan hias yang mempunyai alat pernapasan tambahan berupa
labirin. Dengan bantuan alat tersebut, ikan cupang dapat mengambil oksigen
langsung dari udara. Dengan demikian, pemeliharaan ikan cupang tidak perlu
menggunakan sarana sistem aerasi (Susanto, 1992).
Ikan cupang hidup di daerah tropis, terutama di benua Asia sampai Afrika.
Ikan ini berasal dari habitat perairan dangkal dan jernih, seperti daerah persawahan
hingga sungai yang bertemperatur 24 - 27C, dengan pH berkisar 6,2 7,5 serta
tingkat kandungan mineral terlarut dalam air atau kesadahan (hardness) berkisar 5 12 dH. Pada umumnya cupang sanggup hidup dan berkembang biak dengan baik
pada kisaran pH 6,5 - 7,2 dan hardness berkisar 8,5 10 dH (Rusdi, 2000).
2.1.1
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Craeniata
Class
: Osteichthyes
Subclass
: Actinopterygii
Super Ordo
: Teleostei
Ordo
: Percomorphoidei
Subordo
: Anabantoidei
Famili
: Anabantidae
Genus
: Betta
Spesies
: Betta splendens
Perkembangan variasi ikan cupang terbilang pesat dalam beberapa generasi
terakhir ini ditinjau dari segi bentuk, warna, serta prilaku. Beberapa jenis ikan cupang
yang dikenal sekarang ini yaitu Betta pugnax (Forest Betta), Betta taeniata (Banned
Betta), Betta macrostoma (Bruney Beauty), Betta unimaculata (Golden Slender),
Betta picta (Painted Betta), Betta anabantoides (Pearly Betta), Betta edithae (Betta
Brederi), Betta foerschi (Purple Saphire Betta), Betta akarensis (Sarawak Betta),
Betta coccina (Clorat's Betta), Betta bellica (Standard's Betta), Betta tesyae (Peaceful
Betta), Betta smaragdina (Emerald Betta), Betta imbelis (Slugger's Betta), Betta
splendens (Siamese Fighting Fish), Betta albimarginata, Betta channoides, Betta
balunga, Betta breviobesus dan Betta enisae.
Pada umumnya, jenis-jenis ikan cupang hias yang digemari oleh banyak
masyarakat yaitu:
1. Ikan cupang Crowntail (ekor mahkota) atau serit
2. Ikan cupang Double tail (ekor ganda)
3. Ikan cupang Plakat Halfmoon
4. Ikan cupang giant (cupang raksasa), cupang jenis ini merupakan hasil
perkawinan silang antara cupang biasa dengan cupang alam dan ukurannya
bisa mencapai 12 cm.
Dari
gambar di atas diketahui morfologi ikan cupang (Betta splendens) memiliki ukuran
yang kecil dengan bentuk tubuh yang memanjang dengan sirip dan ekor yang indah.
Pada umumnya morfologi ikan cupang (Betta splendens) memiliki bentuk tubuh
memanjang dan juga warna yang beraneka ragam yakni cokelat, hijau, merah, biru,
kuning, abu-abu, putih dan sebagainya. Sirip punggung lebar dan terentang hingga ke
belakang dengan warna cokelat kemerah-merahan dan dihiasi garis-garis berwarnawarni, sirip ekor berbentuk agak bulat dengan strip berwarna hijau, sirip perut
panjang mengumbai dihiasi aneka warna dan lehernya seperti berdasi dengan warna
yang indah, ujung siripnya sering kali dihiasi warna putih susu, sirip analnya
berwarna terang dan memanjang. Ikan cupang betina memiliki ukuran tubuh rata-rata
lebih kecil dari ikan cupang jantan. Ikan cupang jantan memiliki panjang tubuh dapat
mencapai 5 9 cm, sedangkan ikan cupang betina lebih pendek dari ukuran tersebut
(Soetrisno, 2006).
2.1.2
Betina
beragam
tidak atraktif
dengan indah
cupang jantan
Gerakannya lambat
lebih ramping
gemuk
Menurut Effendie (1979) ikan cupang yang telah dewasa dan sudah siap
kawin dapat dikenali dengan pengamatan secara visual dari ciri kelamin
sekundernya. Berikut ini ciri-ciri ikan cupang yang baik dan siap kawin:
a.
Pejantan
Pejantan yang telah dewasa dapat ditandai dengan:
1. Usia mencapai minimal empat bulan
2. Ukuran yang sudah melebihi enam senti meter
3. Pangkal ekor yang kekar.
4. Memiliki bentuk fisik yang bagus.
5. Memiliki warna yang cerah dan cemerlang.
6. Sering membuat gelembung busa di permukaan air.
7. Gerak-gerik yang genit ketika melihat cupang betina
8. Memiliki dasi, yaitu modifikasi dari sirip ventral yang lebih panjang dr
betina.
b.
Betina
Betina yang telah dewasa dapat ditandai dengan:
1. Berusia minimal empat bulan
2. Memiliki bentuk fisik yang bagus.
3. Memiliki warna cemerlang serta sirip yang tegas.
4. Tubuh ikan berubah warna menjadi garis-garis transparan seperti
5.
zebra.
Bintik putih pada abdomen yang membesar tanda telur siap dibuahi.
secara visual karena organ genitalnya cukup kecil. Ikan cupang jatan mempunyai
organ yang bernama testis, sedangkan ikan cupang betina mempunyai organ yang
bernama ovari. Untuk reproduksi, biasanya perbandingan ikan jantan dan betina
adalah 1 : 3 (Linke. H, 1994).
dalam wadah ikan cupang jantan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ikan cupang
jantan memang benar-benar siap untuk memijah (Sitanggang, 2010).
Menurut Lingga.P dan Susanto (2003), bila ikan cupang jantan sudah siap
memijah, maka akan terlihat busa yang sudah dibuat oleh ikan cupang jantan.
Semakin banyak busa yang dibuat menunjukan memang ikan cupang jantan sudah
siap untuk kawin. Pada waktu tersebut, ikan cupang betina akan dimasukan ke dalam
wadah. Pencampuran ikan cupang jantan dan betina dilakukan pada pagi hari, apabila
kedua ikan cupang memang siap dan dalam keadaan baik, maka dalam waktu satu
atau paling lambat dua hari setelah pencampuran akan terlihat busa yang dibuat ikan
cupang jantan sudah berisi telur ikan. Setelah terlihat telur di dalam busa, maka ikan
cupang betina dipindahkan agar tidak memakan telurnya, sedangkan ikan cupang
jantan dibiarkan untuk menjaga dan memelihara telurnya.
2.2.2. Perilaku pada Proses Pemijahan
Pada proses pemijahan terdapat beberapa prilaku yang biasanya dilakukan
oleh ikan cupang. Ketika ikan cupang jantan selesai membuat gelembung, maka ikan
cupang betina disatukan dengan ikan cupang jantan. Kemudian ikan cupang jantan
akan mengejar ikan cupang betina yang ada di dalam air, lalu ikan cupang jantan
menggiring atau mengajak ikan cupang betina untuk mendekati gelembung udara.
Pada saat birahi memuncak ikan cupang jantan akan melipatkan tubuhnya
pada tubuh ikan cupang betina, keduanya akan melakukan proses perkawinan dan
kedua ikan melayang turun. Sebelum keduanya mencapai dasar akuarium, ikan
cupang betina akan mengeluarkan telur-telur yang dibuahi oleh ikan cupang jantan.
Kemudian telur disambar oleh ikan cupang jantan menggunakan mulutnya dan
dimasukan ke dalam busa yang telah disiapkan (Hardjamulia. A, 2011).
2.3
menjadi larva. Selama tiga hari larva tidak membutuhkan makanan, karena masih
Pakan alami biasanya merupakan organisme yang menghuni perairan seperti rawa,
kolam, sungai, situ, danau dan lain-lain. Pakan alami semakin banyak jenisnya mulai
dari plankton, hewan kecil, serangga, larva serangga, larva ikan dan lain-lain. Pakan
alami bisa didapat dengan cara budidaya maupun mengangkap di alam. Hasil
tangkapan pakan alami dari alam sangat bergantung dengan musim dan kualitasnya
sangat beragam. Karena itulah pakan alami perlu dibudidayakan. Pakan alami sangat
dibutuhkan dunia pembenihan karena jenis pakan alami akan mempengaruhi
pertumbuhan dan warna ikan-ikan cupang. Untuk hasil yang maksimal, ikan cupang
biasanya diberikan pakan berupa organisme hidup seperti cacing sutra, cacing darah,
jentik-jentik nyamuk dan kutu air yang sangat disukai oleh ikan-ikan cupang
(Iskandar, 2004).
Pada saat cadangan makanan (yolksack) larva habis maka perlu diberikan
tambahan pakan agar larva tetap mendapat asupan nutrisi. Masalah yang dihadapi
pada saat ini larva tersebut belum terbiasa mendapatkan makanan yang sesuai dengan
bukaan mulut larva yang masih sangat kecil. Menurut Perkasa (2001), bahan pakan
alami bagi cupang hias diperoleh dari alam. Bahan pakan tersebut diberikan dalam
keadaan hidup tanpa melalui proses terlebih dahulu. Memperoleh pakan alami tidak
sulit dan relatif murah. Selain itu, untuk mendapatkan pakan alami dapat dilakukan
dengan alat sederhana.
2.4.1 Moina
Menurut Soetrisno (2006) moina dikenal dengan nama kutu air. Jenis kutu
ini mempunyai bentuk tubuh agak bulat, bergaris tengah antara 0,9 1,8 mm dan
berwarna kemerahan. Perkembangbiakan moina dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu secara aseksual atau parthenogenesis (melakukan penetasan telur tanpa dibuahi)
dan secara seksual (melakukan penetasan telur dengan melakukan perkawinan/
pembuahan terlebih dahulu).
Pada kondisi perairan yang tidak menguntungkan, individu betina
menghasilkan telur istirahat atau ephipium yang akan segera menetas pada saat
kondisi perairan sudah baik kembali. Moina mulai berkembangbiak setelah berumur
empat hari dengan jumlah anak sekitar 211 ekor. Setiap kali bertelur rata-rata
10
berselang 1,25 hari, dengan rata-rata jumlah anak sekali keluar 32 ekor/hari,
sedangkan umur hidup moina adalah sekitar 13 hari. Moina biasa hidup pada perairan
yang tercemar bahan organik, seperti pada kolam dan rawa. Moina akan tumbuh baik
pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 14-30 C dan pH antara 6,5
9. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan moina adalah bakteri. Untuk
menangkap mangsa, moina akan menggerakan alat tambahan pada bagian mulut,
yang menyebabkan makanan terbawa bersama aliran air ke dalam mulut (Dewantoro.
G.W, 2001).
2.4.2. Daphnia
Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, kolam atau danau.
Daphnia dapat tumbuh optimum pada suhu perairan sekitar 21 C dan pH antara 6,5
8,5. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan daphnia adalah bakteri,
fitoplankton dan detritus. Kebiasaan makannya dengan cara membuat aliran pada
media, yaitu dengan menggerakan alat tambahan yang ada di mulut, sehingga
makanan masuk ke dalam mulutnya (Subandiyah, et al, 1990).
Daphnia mempunyai bentuk tubuh lonjong, pipih dan beruas-ruas yang tidak
terlihat. Pada kepala bagian bawah terdapat moncong yang bulat dan tumbuh lima
pasang alat tambahan. Alat tambahan pertama disebut Antennula, sedangkan yang ke
dua disebut antena yang mempunyai fungsi pokok sebagai alat gerak. Tiga lainnya
merupakan alat tambahan pada bagian mulut. Perkembangbiakan daphnia yaitu
secara
aseksual
atau
parthenogenesis
dan
secara
seksual
atau
kawin.
11
rata-rata sebanyak 39 ekor. Umur hidup Daphnia 34 hari, sehingga selama hidupnya
mampu menghasilkan anak kurang lebih 558 ekor (Dewantoro.G.W, 2001)
2.4.3 Cuk/Jentik Nyamuk
Cuk atau jentik nyamuk berkembangbiak sangat pesat di Negara yang
beriklim tropis terutama Indonesia. Jentik nyamuk dapat membuat ikan cupang
menjadi lebih bertenaga dan warna ikan cupang hias menjadi lebih cemerlang.
Pemberian pakan jentik nyamuk yang teratur dan sesuai kebutuhan cupang hias dapat
memaksimalkan pertumbuhan serta membuat gerak ikan cupang hias menjadi lincah
dan seimbang (Sumandinata, l98l).
2.4.4 Cacing Sutra
Cacing sutra adalah pakan ikan cupang hias. Namun jenis pakan ini tidak
diberikan pada ikan cupang yang siap untuk bertelur karena mengandung lemak yang
dapat meyumbat saluran telur dan menyebabkan tersumbatnya sistem kematangan
kelamin cupang hias. Sebelum pakan diberikan pada cupang, sebaiknya cacing sutra
dibersihkan terlebih dahulu agar bibit penyakit yang tersangkut pada cacing sutra ini
tidak termakan oleh ikan cupang hias (Sumandinata, l98l).
2.4.5 Moliq (Monster Liquid)
Moliq adalah jenis pakan buatan cair yang merupakan kemajuan besar dalam
metode pemberian pakan pada larva. Moliq berbeda dengan jenis pakan
konvensional. Jenis pakan konvesional mempunyai struktur yang keras dikarenakan
telah mengalami suhu yang tinggi, tekanan suhu dan uap dalam proses
pembuatannya. Pemanasan menurunkan beberapa nutrisi penting dan menghasilkan
partikel pangan yang keras sehingga sulit dicerna.
Moliq dibuat untuk melengkapi kebutuhan pakan dan siklus pertumbuhan
larva. Pakan ini diformulasikan dengan protein, lipid olefin, fosfolipid, karbohidrat,
vitamin dan mikro-nutrisi dengan kualitas terbaik. Selain dapat menggantikan
12
penggunaan pakan konvensional secara keseluruhan, pakan ini juga dapat menjadi
tambahan untuk Artemia sp yang biasanya digunakan dalam pemeliharaan larva.
Jenis pakan moliq memiliki ukuran partikel. Kemampuan uniknya yang dapat
tetap berada dikolam air membuat pakan ini selalu tersedia dikolam air bagi larva.
Penggunaan moliq juga membantu mengurangi peluang adanya pakan yang tidak
termakan yang dapat menimbulkan racun seperti ammonia pada kolom air serta dapat
merangsang pertumbuhan bakteri negatif dan protozoa di dalam bak hatchery. Larva
yang mengkonsumsi pakan ini memperlihatkan peningkatan performa. Hal tersebut
dapat dilihat dari kandungan lipids pada hepatopancreas dan saluran pencernaannya.
Moliq mampu menghasilkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang
optimal pada larva dan selalu tersedia untuk konsumsi larva. Penggunaan pakan ini
sangat ekonomis dibandingkan penggunaan pakan konvensional, karena dapat
mengurangi kebutuhan untuk treatment penyakit dan pergantian air.
2.4.6 Artemia sp
Artemia sp adalah sejenis udang Crustacea berukuran kecil, dari famili
Artemidae, ordo Anostraca. Ukuran dewasanya 10 12 mm, sedang larvanya yang
baru menetas 0,35 0,45 mm. Hewan ini banyak dijumpai di danau-danau air asin di
Amerika dan Argentina. Daur hidupnya lebih unik dari pada udang. Telur Artemia sp
dapat disimpan hingga satu tahun dalam bentuk embrio tak aktif. Daya simpannya
tergantung pada proses pengeringan dan cara penyimpanannya. Agar tahan lama,
telur artemia disimpan dalam keadaan anaerob.
Artemia sp dapat hidup di perairan yang bersalinitas tinggi antara 60 - 300 ppt
dan mempunyai toleransi tinggi terhadap oksigen dalam air. Dalam pemeliharaannya
dalam sekala kecil biasanya diberikan tambahan berupa garam agar menyesuaikan
dengan kriteria habitat aslinya. Pemberian pakan Artemia sp diyakini dapat
memaksimalkan pertumbuhan larva ikan cupang. Selain memiliki bentuk tubuh yang
sesuai dengan ukuran mulut larva, jenis pakan ini juga memiliki kandungan protein
yang tinggi yang baik bagi pertumbuhan larva ikan cupang.
13
2.5
Kualitas Air
Faktor penting dalam budidaya ikan cupang adalah kualitas air yang digunakan
dalam budidaya. Kualitas air pada saat pembudidayaan ikan cupang harus selalu
terjaga kebersihannya dan terhindar dari zat-zat beracun seperti amoniak, limbah
pabrik, detergen, dan lain-lain. Ikan cupang akan tumbuh optimal jika kualitas air
yang digunakan baik. Air pada akuarium atau pada wadah pematangan gonad
sebaiknya diganti setiap tiga hari sekali. Hal tersebut untuk menjaga ikan cupang dari
serangan jamur atau penyakit lainnya (Daelami, 2001)
Cara lain untuk menjaga kualitas air tetap baik adalah dengan cara memasukan
eceng gondok ke dalam kolam pembesaran. Hal ini berfungsi agar eceng gondok
dapat menyerap racun di sekitar air tersebut dan sekaligus menjadi tempat berteduh
bagi larva/benih cupang (Perkasa, 2001).
14
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan PKL ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2014 sampai dengan
20 Februari 2014 bertempat di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat.
15
Setelah ikan cupang siap untuk dipijahkan, maka selanjutnya dilakukan proses
pengukuran pada masing-masing ikan cupang jantan dan betina untuk mengukur
panjang awal dan bobot tubuh awal. Setelah dilakukan pengukuran, siapkan wadah
baskom pemijahan ikan cupang yang telah diisi dengan air setinggi 20 cm. Masukkan
ikan cupang jantan terlebih dahulu pada wadah pemijahan yang telah diberi sterofoam
serta plastik sebagai wadah menaruh buih untuk telur ikan. Kemudian masukkan ikan
cupang betina dalam wadah transparan (gelas atau botol air mineral bekas) dan
diletakkan di tengah-tengah wadah berisi ikan cupang jantan. Setelah ikan cupang
jantan mengeluarkan buih yang dinilai cukup banyak maka masukkan ikan cupang
betina ke dalam wadah pemijahan. Proses pemijahan akan berlangsung selama 1 - 2
hari. Setelah pemijahan berakhir, kembali dilakukan proses pengukuran pada ikan
cupang jantan dan ikan cupang betina untuk mengetahui panjang dan bobot tubuh
pasca proses pemijahan. Setelah pengukuran, ikan cupang jantan kembali disatukan
dengan telur sedangkan ikan cupang betina dipisahkan ke dalam wadah yang lain.
3.3.3 Pemeliharaan Telur dan Larva
Setelah proses pemijahan, maka dihitunglah jumlah telur yang ada di dalam
buih. Telur yang ada dipelihara bersama dengan ikan cupang jantan. Setelah larva
menetas, jumlah telur dihitung kembali untuk mengetahui nilai HR (Hatching Rate).
Setelah diketahui nilai HR maka larva akan dipisahkan ke dalam tiga wadah dengan
jumlah sama namun berbeda perlakuan. Pada wadah pertama, larva akan diberi pakan
berupa larutan moliq. Pada wadah kedua, larva akan diberi pakan larutan moliq dan
pakan alami. Dan pada wadah ketiga, larva hanya diberi pakan alami saja.
Larva yang menetas tidak diberi makan sampai berumur lima hari. Setelah
berumur 6 - 8 hari larva ikan cupang dipisahkan dari ikan cupang jantan dan diberi
pakan moliq. Kemudian di umur sembilan hari sampai satu bulan, larva diberi pakan
kutu air atau Artemia sp. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Selama
proses pemeliharaan dilakukan pengukuran kualitas air dengan menggunakan DO dan
pH meter. Air wadah pemeliharaan diganti minimal tiga hari sekali dan jika belum
16
terlalu kotor maksimal diganti seminggu sekali. Pergantian air di lakukan sebanyak
30% dari total seluruh air dalam wadah.
Parameter yang di amati adalah :
1. Panjang rata-rata awal larva dan panjang rata-rata akhir larva.
2. Bobot tubuh rata-rata awal dan bobot tubuh rata-rata akhir.
3. Hitunglah hatching rate (HR) masing-masing perlakuan.
4. Hitunglah survival rate (SR)
3.4. Analisa Data
Berdasarkan kegiatan praktikum mengenai budidaya ikan hias cupang, maka
di dapatkan analisa datanya sebagai berikut :
HR (Hatching Rate) =
SR (Survival Rate) =
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan dan Perawatan Ikan Cupang
Sebelum dilakukan pembenihan, terlebih dahulu dilakukan proses pemilihan
ikan cupang jantan dan betina yang sudah dewasa atau berumur minimal empat bulan.
Keduanya dipisahkan dengan menggunakan akuarium. Kemudian ikan cupang
tersebut dipelihara hingga siap dipijahkan. Sebagai ciri ketika sudah siap dipijahkan,
ikan cupang jantan akan mengeluarkan buih untuk menapung telur-telurnya.
Sementara ikan cupang betina yang siap dipijahkan dapat dilihat dari perutnya yang
membesar, menunjukan bahwa ikan cupang betina sudah memiliki sel telur yang siap
untuk dibuahi.
Perawatan ikan cupang cupang dilakukan sebelum dilakukan proses
pemijahan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan ikan cupang yang akan
dipijahkan dalam keadaan sehat. Perawatan ikan cupang dilakukan dengan pemberian
pakan alami jentik nyamuk sebanyak dua kali dalam sehari. Pemberian pakan ini
bertujuan agar ikan cupang mendapatkan asupan energi dan tetap sehat. Pemberian
jentik nyamuk diyakini dapat lebih merangsang pematangan sel telur pada ikan
karena kandungan protein dari jentik nyamuk yang cukup tinggi dan baik untuk ikan
cupang yang mengalami proses pemijahan.
Dalam perawatan ikan cupang hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas air
di dalam akuarium yang digunakan. Untuk menjaga kualitas air dalam akuarium ikan
cupang, air diganti sebanyak dua kali dalam seminggu. Pergantian air ini dilakukan
agar kebersihan wadah akuarium tetap terjaga. Setiap pergantian air diberikan daun
ketapang sebanyak satu helai di setiap akuarium. Daun ketapang yang dimasukan ke
dalam akuarium berfungsi sebagai pencegah timbulnya bibit penyakit. Kandungan
18
pada daun ketapang diyakini dapat mencegah timbulnya penyakit seperti jamur dan
mikroba lainnya yang dapat mengganggu kesehatan dari ikan cupang tersebut.
terjaga kebersihannya
menimbulkan bibit penyakit pada ikan cupang. Setelah terlihat buih pada wadah, ikan
cupang jantan akan disatukan dengan ikan cupang betina selama 1 2 hari. Proses ini
dikenal sebagai proses perkenalan antara ikan cupang jantan dan betina.
Proses pemijahan bertujuan untuk mengembangbiakan dan menjaga
kelestarian ikan cupang. Pemijahan alamiah merupakan teknik pemijahan yang
dilakukan tanpa memberikan rangsangan ataupun hormon khusus untuk merangsang
ikan cupang. Menurut Sumandinata (1981), proses pemijahan dapat menunjukkan
kemampuan ikan cupang untuk menghasilkan anak. Proses pemijahan dilakukan
dengan menggunakan induk ikan cupang yang sudah dewasa atau minimal berusia
empat bulan. Ikan cupang yang berusia empat bulan dinilai sudah lebih matang dari
gonadnya. Ikan cupang yang belum dewasa belum dapat menghasilkan sel telur dan
sperma yang digunakan untuk proses pemijahan. Pada proses pemijahan diperoleh
data fisik dari ikan cupang sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengukuran Fisik Ikan cupang Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah
Pemijahan.
19
Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan pada bobot ikan
cupang betina. Hal tersebut dikarenakan sel telur yang tersimpan mempengaruhi
bobot ikan cupang betina sebelum memijah. Sebelum dilakukan pemijahan maka
perlu dilakukan proses pemisahan atau disebut sebagai tahap perkenalan. Pada
tahapan tersebut, ikan cupang jantan yang sudah mulai membuat busa akan
mengalami proses perkenalan dengan ikan cupang betina. Hal ini dikarenakan prilaku
ikan cupang yang agresif apabila sebelumnya telah dipisahkan di wadah berbeda
kemudian disatukan kembali pada wadah yang sama. Selain itu, tahap perkenalan
juga dilakukan agar kedua ikan cupang tersebut memiliki energi yang cukup untuk
melakukan perkawinan. Maka pada proses ini perlu diberikan asupan energi berupa
protein yang sedikit lebih banyak dibandingkan biasanya bagi kedua ikan cupang.
Maka untuk memberikan energi kepada para ikan cupang diberikan pakan jentik
nyamuk sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari.
Proses pemijahan berlangsung selama satu sampai dua hari. Hal tersebut
bertujuan agar telur yang di buahi lebih maksimal. Umumnya proses pemijahan atau
perkawinan berlangsung selama 4 - 5 jam. Hal tersebut juga dilakukan untuk
mengantisipasi kemungkinan penyesuaian dari kedua ikan cupang yang baru
dicampurkan ke dalam satu wadah. Pada saat ikan cupang jantan dan betina
disatukan, maka sang jantan akan mendekati sang betina. Dan ketika birahi dari
kedua ikan cupang sudah tiba, maka sang jantan akan melipatkan tubuhnya pada
tubuh ikan cupang betina. Mereka akan melakukan proses perkawinan dan badan
mereka akan melayang turun. Sebelum mereka mencapai dasar akuarium, ikan
cupang betina akan mengeluarkan telur-telur yang sudah dibuahi oleh ikan cupang
jantan. Kemudian telur-telur tersebut akan disambar oleh ikan cupang jantan
menggunakan mulutnya dan dinaikkan ke sarang busa yang telah disiapkan
(Hardjamulia. A, 2011).
20
21
akan diberikan. Menurut Huda (2011), pada hari kelima menetas larva sudah bisa
dilihat perkembangannya. Untuk itu harus di bantu dengan cara memberikan pakan.
Ikan cupang jantan baru akan dipindahkan setelah hari kelima dan selanjutnya akan
dilakukan proses ploting serta pengukuran fisik awal terhadap larva ikan. Hal tersebut
dilakukan karena keadaan fisik dari larva yang sudah siap untuk dipindahkan dan
sudah dapat diukur panjang dan bobotnya.
Pada minggu pertama, larva diberi pakan sebanyak dua kali sehari. Hal ini
dikarenakan pemberian pakan disesuaikan dengan bukaan mulut dari larva tersebut.
Pada minggu kedua, larva diberikan pakan sebanyak dua kali sehari namun dengan
jumlah yang sedikit lebih banyak. Hal tersebut bertujuan agar tingkat pertumbuhan
larva menjadi lebih cepat. Pada minggu ketiga, larva diberikan pakan sebanyak tiga
kali sehari. Hal tersebut dilakukan karerna larva diyakini sudah memiliki bukaan
mulut yang cukup besar dan membutuhkan asupan protein yang lebih banyak. Dari
hasil perlakuan tersebut maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3. Pengukuran Fisik Larva Ikan Cupang
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan yang paling baik di
tunjukan pada wadah tiga dengan perlakuan pemberian pakan alami dengan hasil
panjang total akhir rata-rata 5 mm dan bobot akhir rata-rata 8 mg. sementara untuk
pertumbuhan yang paling kecil terdapat pada wadah satu dengan perlakuan
pemberian pakan moliq dengan hasil panjang total akhir rata-rata 4 mm dan bobot
akhir rata-rata 6,8 mg. Hal tersebut mungkin dikarenakan kandungan nutrisi pada
22
moliq yang tidak terlalu baik sementara pada pakan alami berupa Artemia sp
memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik. Menurut Zonneveld et al., (1991) laju
pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh usia dan besarnya kandungan nutrisi yang
mendukung laju dari pertumbuhan tersebut.
4.6 Nilai Survival Rate ( SR)
Setelah diberi perlakuan selama 3 minggu maka diperoleh data SR sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai SR hari ke 21
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai persentase SR kurang dari 50 % dan
terbilang sangat kecil. Hal tersebut mungkin dikarenakan perawatan dari pemberian
pakan yang kurang teratur dan kualitas air di wadah pembesaran yang kurang baik.
Selain itu juga diketahui bahwa pada wadah 1 dengan pemberian pakan moliq
memiliki nilai SR yang paling kecil yaitu sebesar 5%. Hal ini diduga karena
pemberian pakan moliq berpengaruh terhadap kualitas air dalam wadah tersebut.
Moliq merupakan suatu pakan alami seperti pelet berbentuk cair. Moliq diduga
memiliki pH asam sehingga pada saat diberikan kepada larva akan menurunkan pH
air dalam wadah 1. Sementara pada wadah 2 dengan pemberian pakan campuran
diketahui nilai SR sebesar 11%. Sama halnya dengan perlakuan pada wadah 1, hal ini
diduga karena pengaruh penggunaan moliq namun mungkin penurunan kualitas air
tidak terlalu tinggi. Selain itu penyebab lainnya adalah pemberian Artemia sp pada
minggu pertama yang terlalu banyak yang menyebabkan penurunan kualitas air. Pada
wadah 3 dengan perlakuan pemberian pakan Artemia sp menunjukan nilai SR yang
paling tinggi dari ketiga wadah yakni dengan nilai 15%. Hal ini diduga pemberian
23
pakan alami tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas air dalam wadah yang
mempengaruhi pertumbuhan dari larva ikan cupang tersebut. Kurangnya persentase
nilai SR dari 50% dikarenakan tidak adanya panduan yang valid mengenai banyaknya
jumlah pakan yang harus diberikan pada saat pemberian pakan larva ikan cupang.
4.7 Kualitas Air
Kualitas suatu perairan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup
ikan cupang. Pada kegiatan PKL dilakukan pergantian air atau pengurasan akuarium.
Untuk pergantian air pada wadah larva dilakukan sebanyak 30% dari total
keseluruhan air yang ada dalam wadah. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan
selang kecil atau biasa disebut dengan proses Sifon. Proses ini bertujuan untuk
mengangkut kotoran yang ada di dalam wadah larva. Pergantian air sebanyak 30%
dikarenakan sulitnya memindahkan larva. Pergantian air dilakukan sebanyak tiga kali
dalam seminggu.
Dalam uji kualitas air dilakukan pengukuran menggunakan alat DO meter, pH
meter serta termometer pada pagi hari pada awal setelah larva dipindahkan ke wadah,
kemudian pada pertengahan masa pengamatan dan diakhir pengamatan. Hal tersebut
dilakukan agar mengetahui nilai kualitas air setelah terjadinya aktivitas dari larva.
Dari hasil pengamatan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5. Nilai Pengukuran Kualitas Air Dalam Wadah
24
Berdasarkan nilai tabel diatas diketahui bahwa pada pengukuran kualitas diawal
menunjukan keseragaman nilai DO, suhu dan pH. Hal ini disebabkan pengukuran
dilakukan tidak lama setelah pemberian pakan pada minggu awal setelah ploting.
Pengukuran ini menunjukan belum adanya reaksi dari perlakuan yang diberikan
terhadap kualitas air dalam wadah. Pada minggu awal kualitas air dapat dikatakan
baik, sementara pada pengukuran minggu kedua atau pada pertengahan mulai
menunjukan ketidakseragaman nilai DO, suhu dan pH. Hal ini menunjukan sudah
adanya pengaruh dari pemberian makan yang berbeda dalam setiap wadah. Pada
wadah 1 dan 3 menunjukan penurunan nilai DO dan pH. Penurunan tersebut
kemungkinan dipengaruhi oleh pakan moliq dan Artemia sp. Sementara pada wadah 2
tidak terjadi penurunan nilai DO dan pH diduga karena pemberian campuran
makanan ini tidak berpengaruh sebab jumlah pemberiannya tidak terlalu berlebihan.
Pada pengukuran diminggu akhir terlihat penurunan pada nilai DO. Penurunan ini
diduga karena banyaknya pemberian makanan yang menyebabkan air menjadi lebih
keruh. Hal tersebut dikarenakan pergantian air yang dilakukan hanya 30% dari total
air semula sementara 70% air yang tidak diganti mengandung sisa pakan yang
diberikan sehingga menyebabkan kekeruhan pada air.
25
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa teknik
pembenihan atau pemijahan ikan cupang dilakukan dengan menggunakan ikan
cupang yang telah dewasa atau minimal berusia empat bulan. Hal tersebut bertujuan
untuk mendapatkan hasil yang maksimal karena ikan cupang sudah matang
gonadnya. Proses pembenihan atau pemijahan terdiri dari tahap persiapan, tahap
pengenalan ikan cupang, tahap perkawinan, hingga hari terdapat telur di dalam wadah
pemijahan. Pada proses pembesaran nilai SR dipengaruhi oleh pemberian pakan, jenis
pakan dan kualitas air. Untuk mendapatkan kualitas air yang baik maka dilakukan
pergantian air minimal tiga hari sekali. Air yang diganti dalam pergantian air
sebanyak 30% dari total air sebelumnya.
5.2. Saran
26
Perlu adanya panduan mengenai jumlah pakan yang diberikan kepada larva
agar jumlah pakan yang diberikan tidak kurang atau berlebihan. Selain itu perlu
dilakukan banyak penelitian mengenai teknik pembenihan ikan cupang untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai teknik-teknik pembenihan ikan cupang yang
lebih mendalam lagi. Selain itu, perlu diadakan penelitian ulang mengenai
penggunaan moliq sebagai pakan buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Dewantoro,G.W. 2001. Fekunditas dan Produksi Larva Ikan Cupang (Betta spelndens
Regan) yang Berbeda Umur dan Pkan Alaminya. Jurnal Iktiologi
Indonesia,vol 1 no 2
Effendie, M.l. 1975. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor.
Hardjamulia, A. 1978. Budidaya lkan. Departemen Pertanian. Badan Pendidikan
Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Usaha Perikanan Menengah
Budidaya, Bogor.
Huda, S., 2011. Meraup Untung dari Cupang. Dinas Kelautan dan Perikanan,
Banten.
Iskandar, 2004. Panduan Berbisnis Ikan Hias dan Akuarium. PT AgroMedia Pustaka,
Jakarta.
Linke, H . 1994. Eksplorasi Ikan Cupang di Kalimantan. Trubus. No.297.
Lingga, P. & H. Susanto, 2003. Ikan Hias Air Tawar. Penebar swadaya, Jakarta.
27
Mashudi, 2006. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Citra Cipta
Purwosari, Jakarta.
Perkasa, B.E., 2001. Merawat Cupang Hias Untuk Kontes. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rusdi, T. 2000. Kiat Bisnis lkan Hias. PT. Bina Rena Pariwara. Jakarta.
Sitanggang, M., 2010. Panduan Lengkap Budidaya dan Perawatan Cupang Hias. PT
Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.
Soetrisno. 2006. Budidaya Ikan Hias. Azka Press, Demak.
Subandiyah, S., Subagdja, J. dan Tarupay, E. 1990. Pengaruh Suhu dan Pemberian
Pakan Alami (Tubifek sp. dan Daphnia.sp.) terhadap Pertumbuhan dan Daya
Kelangsungan Hidup Ikan Botia (Botia macracantha Bleeker). Buletin
Penelitian Perikanan Dara .9 (1)
Sumandinata, K. l98l . Pengembangbiakkan lkanIkan Peliharaan di lndonesia.
Sastra Hudaya.
Susanto, H. 1992. Memelihara Cupang. KanisiLrs, Yogyakarta.
Zonneveld, N., Huisman, E.A. dan Bonn, J.H. 1991. Prinsip - Prinsip Budidaya lkan.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan PKL
28
Pemberian
Proses Pemijahan
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
29
10
30