Anda di halaman 1dari 19

BUDIDAYA IKAN CUPANG (Betta sp.

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Budidaya Hewan
yang Dibimbing Oleh Dr. H. Abdul Gofur, M.Si. dan
Agung Witjoro, S.Pd., M.Kes.

Oleh :
Kelompok 2 / Off-HP
Desi Yulia Safitri (160342606202)
Imroatun Nafi’ah (160342606231)
Indah Khoirun Nisa (160342606268)
Pratiwi Kartika Sari (160342606267)
Randa Ersapta (160342606304)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Januari 2019

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial,
permintaan yang semakin meningkat baik di dalam maupun luar negeri. Hal
ini mendorong perkembangan budidaya ikan hias di Indonesia. Salah satunya
adalah ikan cupang. Ikan jantan sangat agresif dan memiliki kebiasaan
menyerang apabila ditempatkan dalam satu wadah (Ostrow, 1989).
Ikan cupang jantan memiliki ekor yang menarik, dengan warna-warni
yang indah oleh karena itu jenis ikan cupang digolongkan ke dalam ikan hias.
Keindahan bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai
komersial ikan hias Betta splendens (Yustina et al., 2002). Ikan cupang
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Harga seekor ikan cupang hias
berumur 3 bulan berkisar antara Rp 5.000,00 – Rp 50.000,00, bahkan ikan
cupang hias yang berkualitas dapt dihargai ratusan hingga jutaan rupiah.
Penggemar cupang tergolong banyak hingga sudah mendunia. Hal tersebut
merupakan peluang usaha yang menggiurkan bagi siapapun yang ingin
membudidayakan ikan cupang ini.
Ikan cupang terkenal sebagai ikan petarung, namun sebenarnya ikan
cupang dibagi menjadi menjadi dua jenis yaitu ikan cupang petarung dan
cupang hias. Kedua jenis ini memang suka bertarung jika keduanya disatukan
di dalam satu wadah. Ikan ini berasal dari wilayah Asia, terutama Thailand,
Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Indonesia. Ukurannya kecil namun
memiliki nilai eksotis yang tinggi, terutama ketika cupang melebarkan
seluruh ekor dan siripnya.
Ikan cupang hidup di daerah tropis, terutama di benua Asia sampai
Afrika. Habitat asalnya di daerah perairan dangkal dan berair jernih, seperti
daerah pesawahan hingga sungai yang bertemperatur 24 – 27 derajat Celcius,
dengan pH berkisar 6,2 – 7,5 serta tingkat kandungan mineral terlarut dalam
air atau kesadahan (hardness) berkisar 5 – 12 dH. Pada umumnya cupang
sanggup hidup dan berkembang dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 7,2 dan
hardness berkisar 8,5 – 10 dH (Effendie, 1975).
Menurut Sugandy (2002), ciri khusus ikan cupang (Betta splendens)
dapat dilihat dari beberapa bentuk tubuhnya seperti bentuk badan memanjang
dan warna yang beraneka ragam yakni cokelat, hijau, merah, biru, kuning,
abu-abu, putih dan sebagainya, sirip punggung lebar dan terentang hingga ke
belakang dengan warna cokelat kemerah-merahan dan dihiasi garis-garis
berwarna-warni, sirip ekor berbentuk agak bulat dan berwarna seperti
badannya serta dihiasi strip berwarna hijau, sirip perut panjang mengumbai
dihiasi aneka warna dan lehernya berdasi dengan warna yang indah, ujung
siripnya sering kali dihiasi warna putih susu, sirip analnya berwarna hijau
kebiru-biruan dan memanjang. Lebih lanjut dikemukakannya adalah ikan
cupang betina memiliki bentuk tubuh rata-rata lebih kecil daripada ikan
cupang jantan. Ikan cupang jantan memiliki panjang tubuh dapat mencapai 5
– 9 cm, sedangkan ikan cupang betina lebih pendek dari ukuran tersebut.
Salah satu kendala budidayanya adalah untuk mendapatkan ikan jantan
cenderung lebih sukar, karena jumlah benih jantan yang diperoleh setiap
pemijahan sangat rendah dan kualitasnya tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Dalam satu periode pemijahan biasanya anak cupang hias yang
hidup mencapai 60% betina dan 40% jantan. Padahal cupang hias yang laku
dipasaran hanya yang berjenis kelamin jantan, kecuali untuk tujuan sebagai
induk betina. Oleh karenanya telah dilakukan upaya pembentukan organisme
monoseks yang dapat dihasilkan melalui metode manipulasi kelamin (seks
reversal) dengan pendekatan hormonal sebelum terjadi diferensiasi kelamin
(Yustina et al., 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, kami ingin
melakukan budidaya ikan cupang untuk mendapatkan prospek yang jelas dan
keuntungan yang menjanjikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi, klasifikasi dan habitat ikan cupang (Betta sp.)?
2. Bagimana teknik budidaya ikan cupang (Betta sp.)?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari budidaya ikan cupang (Betta sp.)?
4. Bagaimana rancangan dana untuk budidaya ikan cupang (Betta sp.)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui deskripsi, klasifikasi dan habitat ikan cupang (Betta
sp.)?
2. Untuk mengetahui teknik budidaya ikan cupang (Betta sp.)?
3. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari budidaya ikan cupang
(Betta sp.)?
4. Untuk mengetahui rancangan dana untuk budidaya ikan cupang (Betta sp.)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Ikan Cupang


Ikan cupang (Betta spp.) merupakan ikan hias yang memiliki keunikan
tersendiri daripada ikan hias lainnya. Keunikan yang dimaksud adalah
kegemarannya bertarung dengan sesame jenisnya. Daya agresifitasnya sangat
tinggi sehingga sangat tidak dianjurkan untuk menempatkan atau memelihara ikan
ini dalam satu wadah, untuk menghindari perkelahian antar sesama individu
(Gumilang dkk., 2016).
Di khalayak umum, ikan cupang memiliki beberapa nama/istilah diantaranya
ikan laga dan ikan adu, sedangkan di mancanegara ikan ini dikenal dengan nama
fighting fish atau disebut ikan petarung. Ikan cupang mempunyai berbagai corak
dan pola warna yang unik, salah satu yang menjadi ciri khas keindahan cupang
adalah saat memamerkan ekornya (Agus dkk., 2012). Bentuk ekor cupang sangat
beragam, dimana ada yang menyerupai setengah bulan sabit (halfmoon), adapula
yang membulat (rounded tail), mahkota (crown tail), dan slayer (Rachmawati
dkk., 2016).
Oleh karena keindahannya, harga ikan cupang sangat fantastis yaitu bisa mencapai
ratusan bahkan jutaan rupiah yang tergantung dengan kualitas dari ikan tersebut. Di
Jakarta Barat, cupang yang telah memenangkan kontes keindahan laku terjual dengan
harga Rp. 7,5 juta, bahkan di Palembang keunikan warna cupang telah membuat pembeli
dari mancanegara (Thailand) berani membeli dengan harga Rp. 35 juta (Wijaya, 2017).

1.1.1 Klasifikasi Ikan Cupang


Menurut Kottelat (2013), ikan cupang yang dikenal masyarakat umum
dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Bangsa : Perciformes
Sub bangsa : Anabantoidei
Suku : Osphronemidae
Marga : Betta
Jenis : Betta spp.
Jenis cupang atau Betta spp. di dunia tercatat sebanyak 79 jenis, dan 51
jenis berada di Indonesia (Kottelat, 2013). Cupang yang saat ini dikenal di
masyarakat merupakan ikan pendatang dari luar atau lebih dikenal dengan
ikan introduksi asing. Jenis cupang hias adalah Betta splendens, sedangkan
untuk aduan lebih sering dipergunakan jenis Betta smaragdina, keduanya
berasal dari Thailand. Pada awalnya cupang diintroduksi ke negara Malaysia
dan Indonesia, adapun di Indonesia cupang didatangkan oleh para importir
sekitar tahun 80 dan 90 an untuk memperkaya ragam jenis ikan hias (Jutegate
dkk., 2001).

1.1.2 Morfologi Ikan Cupang


Secara umum cupang memiliki postur tubuh memanjang, dan apabila
dilihat dari anterior atau posterior bentuk tubuhnya pipih ke samping atau
compressed (Gambar 1). Kepala relatif besar, mulut kecil dilengkapi dengan
bibir agak tebal dan rahang yang kuat. Sirip perut ramping memanjang, dan
mempunyai warna putih di ujungnya. Sirip punggung terletak lebih dekat ke
arah ekor, bentuknya relatif lebar dan terentang sampai ke belakang dengan
jari-jari keras dan lunak. Sirip ekor umumnya berbemtuk membulat
(rounded). Sirip punggung dan sirip ekor apabila mengembang akan
membulat menyerupai kipas dan berwarna indah. Sisik tubuhnya ada yang
kasar dan halus, serta warnanya sangat beragam. Sisik termasuk ke dalam tipe
stenoid (Yustina dkk., 2003).

Gambar 1. Betta sp. (Yustina dkk., 2003).

Untuk membedakan cupang jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran
tubuh, warna dan sirip. Umumnya ikan jantan mempunyai sirip punggung dan
sirip ekor dengan ukuran lebih panjang dibandingkan betina, ukuran tubuh
jantan lebih kecil namun lebih memanjang dibandingkan betinanya. Dalam
hal warna, jantan lebih menarik dan indah. Pada ikan betina umummya perut
lebih gemuk, dan seringkali telah dapat terlihat bayangan telur-telur. Warna
pada jenis ikan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis
kelamin, kematangan gonad, genetik dan faktor geografi (Kottelat, 1993).
Warna tubuh cupang sangat beragam, mulai dari warna gelap, terang,
dengan corak yang menarik. Kepintaran para pembudidaya ikan dalam hal
mengkawinsilangkan cupang, telah membuat ikan hias ini semakin populer
dan tentu saja digemari masyarakat. Begitupun untuk aduan, dimana
ketangkasan, kemampuan, dan daya tahan dalam hal bertarung membuat
banyak orang tidak bosan untuk mengkoleksinya cupang aduan.

1.1.3 Habitat
Ikan cupang merupakan penghuni perairan tawar seperti danau, sungai
dengan arus lambat, rawa dan selokan. Namun sekarang cupang sudah
dikembangbiakkan, baik sebagai ikan hias atapun aduan di tempat-tempat
budidaya. Kemampuan adaptasi cupang sangat tinggi, diantaranya mampu
menyesuaikan diri pada tempat-tempat yang sempit dan tidak memungkinkan
jenis ikan lain untuk berkembang biak (Susanto, 1992). Ikan cupang sangat
menyukai tempat-tempat yang banyak ditumbuhi tumbuhan air, hal ini
berguna untuk melindungi dirinya dari burung - burung pemangsa ikan.
Di habitat aslinya, seringkali terlihat cupang menyembulkan ujung
moncongnya muncul di permukaan, hal ini dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dari udara bebas, yang kemudian oksigen tersebut akan
disimpan di dalam labirin. Labirin adalah suatu organ atau alat pernafasan
tambahan yang berfungsi untuk menyimpan udara yang diambil dari
permukaan air. Letak labirin di daerah kepala tepatnya di bagian insang.
Adanya labirin menyebabkan ikan cupang dapat hidup di perairan yang
kurang kadar oksigennya dalam air (Moyle & Chech, 2004).

1.1.4 Pakan Ikan Cupang


Ikan akan bertambah besar apabila jumlah makanan atau pakan yang
dimakan dan yang dimanfaatkan oleh tubuhnya lebih besar daripada yang
diperlukan untuk mempertahankan hidupnya. Yusuf (2015) menyatakan
bahwa pakan alami merupakan makanan yang cocok untuk pertumbuhan
benih ikan cupang karena kandungan nutrisi yang dimiliki seimbang, sesuai
dengan bukaan mulut benih dan sistem pencernaannya.
Cupang termasuk ikan bersifat karnivora yang memakan hampir
semua binatang kecil yang hidup di air. Sedangkan di tempat-tempat
budidaya, beberapa pakan alami yang umumnya diberikan yaitu daphnia,
moina dan cacing Tubifek. Ikan cupang juga diketahui merupakan salah satu
ikan predator jentik nyamuk, dan pengontrol populasinya, bahkan sebanyak
319 pupa Anopheles stephensi pada wadah yang berisi 2 Liter air dapat
dihabiskan dalam waktu satu hari. Untuk pakan buatan, cupang dapat
menerima tubifek form, pelet kering dan udang beku, bahkan rempahan
biskuit juga masih bisa diterimanya. Namun dengan catatan harus habis agar
sisa pakan tidak mengotori tempat pemeliharaan (Yusuf, 2015).

1.1.5 Reproduksi Ikan Cupang


Reproduksi ikan lebih dikenal dengan istilah pemijahan, dimana
terjadi suatu peristiwa pertemuan antara ikan jantan dan ikan betina yang
bertujuan untuk pembuahan telur oleh spermatozoa. Ikan jantan umumnya
akan mengeluarkan spematozoa ke dalam air di sekitar sel-sel telur yang
dikeluarkan oleh ikan betina. Proses keluarnya spermatozoa terjadi relatif
bersamaan ketika sel telur dilepaskan oleh betina (Dewantoro, 2001).
Dalam hal pemijahan cupang tidak memerlukan tempat yang luas,
cukup disediakan akuarium kecil, atau ember plastik, baskom, dapat juga
dipergunakan toples dengan kondisi yang relatif bersih. Tidak lupa diberikan
tanaman air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) yang berfungsi
sebagai substrat untuk sarang busa (bubble nester). Sarang busa inilah yang
nantinya sebagai media peletakkan telur-telurnya. Cupang memijah pada
malam hari, dengan kondisi lingkungan antara lain suhu 26,5° - 31,0°C, pH
6,0-8,0, dan DO 6,6-7,3 ppm (Lingga & Susanto, 2003).
Sebelum memijah, induk jantan dan betina akan melakukan ritual
saling berkejar-kejaran, dan setelah berhasil didekati jantan akan
memperlihatkan sirip-siripnya ke betina, kemudian dengan segera melipatkan
dirinya ke seluruh tubuh ikan betina. Pada saat itulah hampir secara
bersamaan betina melepas telur dan jantan mengeluarkan sperma (Axelrod,
1995). Kemudian telur-telur ikan yang telah dibuahi akan melayang turun dan
dengan cepat akan disambar oleh jantan, dikarenakan apabila telur terlambat
dan sampai jatuh ke dasar dapat menyebabkan telur gagal menetas. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh cupang 700 sampai 900 butir (Dewantoro, 2001;
Yustina, 2003). Selanjutnya telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva
ikan dalam jangka waktu 3 sampai 4 hari.

2.2 Teknik Pembudidayaan Cupang

1.2.1 Pemilihan Indukan


Hal yang harus diketahui dalam pembudidayaan ikan cupang hias yang
dilakukan berhasil adalah mengetahui kriteria utama induk yang baik. Adapun
kriteria menurut Sunarni (2007) yang menjadi dasar pemlihan dan
penyeleksian indukan tersebut yaitu :
 Induk harus matang kelamin, sehat dan belum pernah terserang
penyakit atau hama. Umur induk, baik jantan maupun betina, minimal 5
bulan. Kematangan kedua induk merupakan faktor yang paling
menentukan keberhasilan dalam pemijahan. Kematangan kelamin induk
jantan dengan mudah dapat diketahui dan kemampuannya
menghasilkan busa yang cukup banyak. Indikasi lain menandakan ikan
cupang jantan adalah bertingkah agresif badannya meliuk-liuk bila
dihadapkan atau disandingkan dengan betina. Sedangkan cupang betina
dapat dilihat bentuk perut yang besar dan berisi telur. Indikasi lain dapat
ilihat dengan perubahan warna tubuh ketika disandingkan dengan
cupang jantan.
 Indukan dipilih harus memiliki bentuk badan proporsional, bentuk sirip
dan serit yang utuh dan memiliki warna yang cemerlang. Kriteria
indukan yang demikian menghasilkan keturunan yang kecil
kemungkinan cacat fisiknya

1.2.2 Pakan Dalam Pembudidayaan


Ikan cupang (Betta sp.) pada umumnya menyukai jenis makanan yang
bergerak, makanan harus tersedia sejak telur cupang menetas. Oleh karena itu,
kebanyakan pembudidaya ikan cupang terlebih dahulu melakukan kultur
pakan alami sebelum memijahkan ikan cupang. Adapun beberapa jenis pakan
alami yang sering diberikan pada fase larva ikan cupang antara lain
Paramecium, Infusoria, Vinegar Eel, Artemia, Kutu Air, Jentik Nyamuk,
Cacing Sutra, dan Blood Worm / Cacing Darah (Sudradjat, 2003).

1.2.3 Tempat Pemijahan


Tempat yang diperlukan untuk pemijahan tidak perlu luas , tetapi cukup
dengan ukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm yang diisi air setinggi 15-25 cm. Agar
ikan dapat memijah, suhu air dalam bak pemijahan diusahakan sekitar 23ᵒC-
27ᵒC dengan derajat keasaman (pH) air 6,5-7,5. Bak pemijahan dilengkapi
tumbuhan air, pakis air, ataupun jenis tumbuhan air lainnya yang berguna untuk
menempelkan telur (Sudradjad, 2003)

Gambar.. Tempat pemijahan Ikan cupang


Sumber : (Izna, 2016)
1.2.4 Cara Pemijahan
Menurut Eka Fery (2013) cara pemijahan iakn cupang yaitu :
a) Siapkan pasangan yang akan dikawinkan dan siapkan 1 pasang lagi sebagai
pasangan cadangan apabila tidak berjodoh. ( usahakan itu merupakan jantan
dominan dan induk dominan serta keduanya harus sudah cukup umur dan
berada pada kondisi yang sehat )
b) Beri makan pasangan tersebut 2 kali sehari dengan pakan hidup atau beku
seperti jentik nyamuk/cuk, kutu air, atau blood worm.
c) Tempatkan jantan dan betina dalam wadah yang berdampingan atau
masukkan betina kedalam botol kemudian masukkan ketempat jantan
bersama botol tersebut agar mereka dapat saling melihat. Biarkan mereka
diisolasi selama lebih kurang 2 hari.
d) Setelah 2 hari cupang jantan akan mengeluarkan buih-buih di air. Setelah
buih cukup banyak barulah ikan cupang betina bisa dicampur ke wadah
pemijahan., tempatkan jantan dan betina dalam wadah yang sama secara
langsung.

Gambar. Indukan jantan membuat buih


Sumber : (Izna, 2016)

e) Pada awal pencampuran, ikan cupang betina akan di hajar habis-habisan


oleh ikan cupang jantan. Cara ini dilakukan pejantan untuk menaklukkan
ego dari ikan cupang betina. Pada ikan cupang, dibiarkan kalau terjadi hal
ini. Biasanya setelah 1 harian, akan baikan kedua ikan dan terjadilah proses
pemijahan.
f) Pada saat pemijahan tubuh si jantan akan melilit dan menyelubungi tubuh
induk betina membentuk huruf “U” dengan ventral saling berdekatan
sampai betina mengeluarkan telur yang segera dibuahi oleh sperma si
jantan. Telur-telur tersebut akan berjatuhan kedasar dan segera diambil si
jantan dengan mulutnya untuk diletakkan disarang busa. Proses pemijahan
ini bisa berlangsung selama berjam-jam dan dengan proses yang berulang-
ulang.
Gambar. Perkawinan Ikan Cupang
Sumber : Eka Fery (2013)

g) Aktifitas pemijahan berakhir dengan tanda-tanda si jantan mengusir betina


agar menjauh dari sarang busa
h) Setelah aktifitas pemijahan selesai segera angkat induk betina dan
Selanjutnya tugas menjaga telur dan merawat bayi diambil alih oleh si
jantan.
i) Telur-telur yang fertile akan menetas setelah 24 jam pada suhu berkisar 25
derajat Celcius. Dan 2 hari kemudian akan terlihat burayak seukuran jarum
dengan warna kehitaman.

Gambar. Telur ikan cupang


Sumber : (Izna, 2016)

j) Bila burayak telah dapat berenang bebas indukan jantan dapat segera
diangkat

1.2.5 Perawatan dan Pembesaran Burayak / Benih Cupang


Anak-anak cupang yang baru menetas berupa burayak pada umur 3 hari
sudah dapat diberi pakan yang lembut berupa infusoria selama 3 hari. Setelah
memasuki hari ketujuh, benih-beih cupang tersebut sudah dapat diberi pakan
berupa moina atau kutu air yang disaring. Setelah menginjak 10 hari, anak-
anak cupang mulai dapat diberi pakan agak besar, misalnnya jentik nyamuk
atau cacing sutera. Dengan pakan bergizi tinggi, seperti pakan alami tersebut,
diharapkan benih-benih cupang akan tumbuh dan besar (Sudradjad, 2003).
Cupang yang siap untuk dibesarkan dipindahkan dari tempat pemijahan
kedalam tempat pembesaran seperti aquarium atau baskom dengan hati-hati
dan teliti, agar benih cupang tersebut tidak mengalami stres. Selanjutnya benih
ikan cupang tersebut diberi pakan alami berupa kutu air atau jentik nyamuk
sebanyak dua kali 1 hari yaitu pada saat pagi dan sore hari. Setelah kira-kira 2
bulan, ikan cupang diberi pakan cacing sutera dengan pakan selingan berupa
kutu air dan jentik nyamuk (Sudradjad, 2003).

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Budidaya Ikan Cupang


Ikan cupang masih sangat populer dan banyak digemari oleh masyarakat saat
ini, baik dari kalangan menengah atas atau menengah bawah, juga oleh orang
dewasa maupun anak-anak. Bagi pembeli atau konsumen, memelihara ikan hias
memiliki banyak manfaat dan juga dapat dijadikan suatu hobi. Karena peminat
pasar yang masih besar terhadap ikan cupang maka banyak orang yang
memelihara sekaligus membudidayakan ikan cupang untuk diperjual belikan.
Dalam membudidayakan ikan cupang tentu saja terdapat kelebihan dan
kekurangannya. Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan dalam memelihara
atau membudidayakan ikan cupang:
2.3.1 Kelebihan membudidayakan ikan cupang
a. Memiliki jenis yang beragam
Banyaknya jenis ikan cupang membuat masyarakat merasa tertarik
untuk memeliharanya, baik sekedar untuk hobi maupun untuk peluang
bisnis.
b. Keindahan bentuk dan rupa
Keindahan yang dimiliki ikan cupang merupakan aspek utama
mengapa banyak orang berminat untuk memeliharanya. Warna tubuh
ikan ini berwarna-warni, sehingga menjadi daya tarik para penggemar
dan penghobi untuk mengoleksinya. Warna-warna klasik seperti
merah, hijau, biru, abu-abu, dan kombinasinya banyak dijumpai.
Warna-warna baru juga bermunculan dari kuning, putih, jingga,
hingga warna-warna metalik seperti tembaga, platinum, emas, dan
kombinasinya (Rachmawati dkk., 2016).
c. Gerakan yang unik
Gerakan unik yang dimaksud adalah gerakan agresif yang dilakukan
oleh ikan cupang. Gerakan agresif pada ikan hias dianggap lebih indah
untuk dilihat. Ikan cupang (Betta sp.) terkenal karena sifatnya yang
agresif dan kebiasaan hidupnya berkelahi dengan sesama jenis,
sehingga dinamakan fighting fish (Rachmawati dkk., 2016).
d. Harga yang terjangkau
Ikan cupang banyak dijual dengan harga pasaran yang terjangkau
karena mudah didapatkan, sehingga bagi pelaku bisnis hal ini sangat
menguntungkan karena modal yang dibutuhkan tidak teralu banyak.
Namun untuk jenis ikan cupang tertentu dan sudah dirawat dengan
baik bisa di bandrol dengan harga ratusan hingga jutaan rupiah.
e. Tidak menghabiskan banyak tempat
Untuk membudidayakan ikan cupang sendiri tidak dibutuhkan tempat
yangluas seperti ikan hias yang lainnya sebab ukuran ikan cupang
yang relatif kecil serta tidak dapat dicampur dengan ikan lain
meskipun sesame ikan cupang karena sifatnya yang agresif.
2.3.2 Kekurangan/kendala membudidayakan ikan cupang
a. Tidak mudah dibudidayakan
Ikan cupang termasuk salah satu ikan hias yang sulit utnuk
dibudidayakan, hal itu disebabkan oleh sifat ikan cupang yang cukup
agresif. Ikan betina sering memakan telurnya sendiri sehingga ikan
jantan lebih cenderung menguasai telurnya sendiri dan menyingkirkan
indukan betina.
b. Resiko kematian yang tinggi
Meskipun ikan cupang mampu menghasilkan banyak telur dalam
sekali kawin, tidak semua telur tersebut dapat menetas hingga tumbuh
menjadi ikan dewasa. Anakan cupang memiliki resiko kematian yang
tinggi, entah itu mungkin disebabkan oleh perawatan yang kurang
diperhatikan ataupun faktor-faktor luar lainnya.
c. Sensitif pada tingkat keasaman air
Ikan cupang dikenal sensitif pada perubahan lingkungan disekitarnya
termasuk tingkat keasaman air. Ikan cupang akan tumbuh dan hidup
dengan baik pada kondisi air lingkungannya yang memadai, antara
lain suhu 26,5° - 31,0°C, pH 6,0-8,0, dan DO 6,6-7,3 ppm (Lingga &
Susanto, 2003).

2.4 Rancangan Anggaran Dana Budidaya Ikan Cupang


2.4.1 Peralatan Penunjang
Justifikasi Jumlah Biaya
Material Volume Harga Satuan
pemakaian (Rp)
Aquarium Peralatan 5 buah Rp.50.000 Rp. 250.000
Aerator Peralatan 5 buah Rp. 30.000 Rp. 150.000
Ember Peralatan 2 buah Rp. 10.000 Rp. 10.000
Seser Peralatan 5 buah Rp. 10.000 Rp. 10.000
Bak terpal Peralatan 5 buah Rp. 13. 000 Rp. 13.000
SUB TOTAL Rp. 433.000,-

2.4.2 Bahan Habis Pakai


Justifikasi Jumlah Biaya
Material Volume Harga Satuan
pemakaian (Rp)
Ikan cupang Bahan Utama 10 ekor Rp. 30.000 Rp. 300.000
Tumbuhan air Bahan Utama 5 buah Rp. 15.000 Rp. 75.000
Cacing Sutra Bahan Utama 1 kg Rp. 10.000 Rp. 10.000
Telur ayam Bahan Utama 1 kg Rp. 23.000 Rp. 23.000
Plastic packing Bahan utama 1 pack Rp. 30.000 Rp. 30.000
Karet Bahan utama 1 pack Rp. 10.000 Rp. 10.000
SUB TOTAL Rp.448.000,-

2.4.3 Perjalanan
Justifikasi Jumlah Biaya
Material Volume Harga Satuan
perjalanan (Rp)
Perjalanan Perjalanan 3 kali 10.000,- 30.000,-
promosi ke pasar promosi
dan pameran
produk
SUB TOTAL 30.000,-

2.4.4 Lain-lain (administrasi)


Jumlah Biaya
Material Justifikasi Volume Harga Satuan
(Rp)
Mengikuti Penunjang 50.000,- 50.000,-
pameran promosi
Kuota internet Penunjang 50.000,- 50.000,-
promosi
Biaya listrik Penunjang 50.000,- 50.000,-
produksi
150.000,-
SUB TOTAL
TOTAL (keseluruhan) 1.061.000,-

2.4.5 Ringkasan Anggaran Biaya Budidaya Ikan Cupang

Tabel 2.3.1 Ringkasan Anggaran Biaya Budidaya Ikan Cupang


No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1 Peralatan penunjang 433.000,-
2 Bahan habis pakai 448.000,-
3 Perjalanan 30.000,-
4 Administrasi 150.000,-
Jumlah 1.061.000,-

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budidaya ikan cupang dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan mulai dari
pemilihan indukan, pemilihan dan pemberian pakan, pemijahan, perawatan
benih cupang. Budidaya memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang telah
disebutkan pada pembahasan.
Daftar Rujukan

Agus, M., Y. Yusuf & B, Nafi. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami
Daphnia, Jentik Nyamuk Dan Cacing Sutera Terhadap Pertumbuhan Ikan
Cupang Hias (Betta splendens). PENA Akuatika, Volume 2 (1) :21-29.
Dewantoro, G.W. 2001. Fekunditas dan Produksi Larva pada Ikan Cupang (Betta
Splendens Regan) yang Berbeda Umur dan Pakan Alaminya. Jurnal
Iktiologi Indonesia, Vol. l (2): 49-52.
Effendie, M.l. 1975. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan
Institut Pertanian Bogor. h. 92.
Eka fery wahyu. 2013. Buku Panduan Lengkap Budidaya Cupang(Betta Sp.).
(Online). https://kupdf.net/download/panduan-lengkap-budidaya-ikan
cupang_5906a769dc0d60ff43959eb5_pdf. Diakses pada tanggal 30 Januari 2019.
Gumilang, B.I., I.K. Artawan & N.L.P. Widayanti. 2016. Variasi Intensitas Cahaya
Mengakibatkan Perbedaan Kecepatan Regenerasi Sirip Kaudal Ikan
Cupang (Betta splendens) Dipelihara Di Rumah Kos. Jurnal Jurusan
Pendidikan Biologi, Volume 4 (2): 15-21.
Izna Faruq. 2016. Bisnis Ikan Hias: Budidaya Ikan Cupang Memiliki Prospek Yang
Menjanjikan. (Online) https://centrausaha.com/bisnis-budidaya-ikan-cupang/.
Diakses pada tanggal 30 Januari 2019.
Jutegate, T., T. Lamkom, K. Satapornwanit., W. Naiwinit & C. Petchuay. 2001.
Species Diversity and Itchyomass in Pak Mun Reservoir, Five Years after
Impoundment. Asian Fisheries Science 14: 417-424.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater
fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions, Hong Kong.
Lingga, P. dan Susanto, H. 2003. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
h. 45.
Moyle, P.B. dan J.J. Chech. 2005. Fishes : An Introduction to Icthyology, 5th
Edition. Prentice Hall. Inc. New Jersey. h. 114.
Ostrow, M.E. 1989. Betta's.T. F.. H Pub. Inc. Canada. Ii. 91.
Rachmawati, D., F. Basuki & T. Yuniarti. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung
Testis Sapi Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap Keberhasilan
Jantanisasi Pada Ikan Cupang (Betta Sp.). Journal of Aquaculture
Management and Technology, Volume 5 (1): 130-136.
Sudradjad. 2003. Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Cupang. Penerbit kanisius.
Yogyakarta.
Sudradjat. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Cupang Hias. Yogyakarta. Kanisius
Sugandy, I. 2002. Budidaya Cupang Hias. Jakarta: Argo Media Pustaka.
Sunarni. 2007. Budidaya Ikan Cupang.Ganeca Exact. Bekasi
Susanto, H. 1992. Memelihara Cupang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. h. 23.
Wijaya, A. 2017. Wow, Ikan Cupang Palembang Laku Rp 35 Juta, Pembelinya
Orang Thailand. http://www.tribunnews.com/regional/2017/02/21/wow-
ikan-cupang-palembang-laku-rp-35-juta-pembelinya-orang-thailand.
Yustina, Arnentis & Darmawati. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva
Ikan Hias Betta splendens di Habitat Buatan. Jurnal Natur Indonesia 5
(2): 129-132.
Yustina, Arnentis dan Darmawati. 2002. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan
Larva Ikan Betta splendens di Habitat Buatan. Jurnal Bionatur.
Pekanbaru: Universitas Riau.
Yustina, Arnetis, dan D. Ariani. 2012. Efektivitas Tepung Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Terhadap Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta
splendens). Pekanbaru: Universitas Riau.
Yusuf, A., Y. Koniyo & A. Muharram. 2015. Pengaruh Perbedaan Tingkat
Pemberian Pakan Jentik Nyamuk terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Cupang. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Volume 3 (3): 106 –
110.

Anda mungkin juga menyukai