Anda di halaman 1dari 15

BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Uji
Praktikum Bioteknologi Perikanan menggunakan beberapa ikan uji yang
merupakan family Cyprinidae yaitu Ikan Mas Koki dan juga berasal dari family
Poeciliidae diantaranya adalah Ikan Molly, Ikan Guppy, Ikan Swordtail dan Ikan
Platy.
2.1.1 Ikan Molly
Ikan Molly (Poelicia latipinna Sailfin molly) adalah salah satu komoditi ikan
hias air tawar di Indonesia. Ikan Molly termasuk dalam jenis ikan “live brearer”
(melahirkan). Ikan ini bersifat omnivore. Ukuran tubuhnya relatif cukup besar,
maksimal sekitar 12 cm. Hingga kini sudah banyak varietas yang beredar di
pasaran dengan warna dan bentuk tubuh yang beragam akibat persilangan dan
mutasi. Molly balon, misalnya, yang bertubuh seperti bola akan tampak sangat
bagus seperti maskoki mini bila ukurannya sudah besar.
Menurut Bayu (2008), klasifikasi ikan back molly secara lengkap adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Ostheichthyes
Ordo : Cyprinodontoidei
Famili : Poeciliidae
Genus : Poecilia
Spesies : Poecilia sphenops

Gambar 2.1 1 Ikan Molly.

Molly (Poecilia sphenops) berasal dari Meksiko, Florida, Virginia. Ikan


ini bersifat omnivore. Ukuran tubuhnya relatif cukup besar, maksimal sekitar
12 cm. Hingga kini sudah banyak varietas yang beredar di pasaran dengan
warna dan bentuk tubuh yang beragam akibat persilangan dan mutasi. Molly
balon, misalnya, yang bertubuh seperti bola akan tampak sangat bagus seperti
maskoki mini bila ukurannya sudah besar.
Bentuk tubuh black molly menyerupai ikan guppy karena masih satu
keluarga yaitu Poecilidae. Panjang tubuhnya sekitar 5 – 7 cm. Tubuh black
molly seluruhnya berwarna hitam mengkilap dari kepala hingga sirip ekor.
Sirip ekor berbentuk sabit dan sirip punggung menjuntai ke belakang hingga
mencapai pangkal ekor. (Razi,2004).
Sirip ekor berbentuk sabit dan sirip punggung menjuntai ke belakang
hingga mencapai pangkal ekor. Black molly mempunyai daya tahan tubuh
yang kuat terhadap kondisi lingkungan. Ikan ini dapat hidup pada perairan
tawar, laut, dan payau.
Black molly mempunyai jenis yang berbeda-beda yaitu : black molly
balloon, marble molly balloon, black molly line tile. Varietas yang terkenal
adalah  black molly balloon. Ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang unik.
Ukurannya lebih pendek dari molly lainnya dan bentuknya yang membulat
seperti kelereng.
Black Molly merupakan ikan hias yang berasal dari luar Indonesia. Ikan
ini berasal dari aliran Sungai Amazon, Brasil dan sungai-sungai Amerika
Selatan. Ikan ini hidup disela-sela akar tanaman air  dan menetaskan telurnya
di sela-sela akar tersebut pula.
2.1.2 Ikan Guppy
Ikan Guppy (Poecilia reticulata) merupakan salah satu ikan hias yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak diminati masyarakat karena memiliki
variasi warna yang menarik seperti warna merah, biru, kuning, dan lain lain.
Bentuk ekornya sangatlah menarik, misalnya mirip kipas, membulat, ataupun
melebar. Pada ikan Guppy jantan (Poecilia reticulata) memiliki sirip ekor yang
sangat menarik, karena memiliki warna corak yang beragam (Sukmara 2007).
Ikan Guppy mudah berkembang biak dengan perkawinan pada umur 3 bulan
dan dengan cara pembuahan internal atau beranak, seekor Ikan Guppy dapat
menghasilkan ratusan ekor anak selama hidupnya. Menurut De Assis Montag et al.
(2011) golongan Ikan Guppy mampu bertahan di lingkungan yang tidak
menguntungkan, dan tidak memerlukan lokasi khusus untuk berkembang biak.Ikan
Guppy juga sering kali dijadikan sebagai sampel bidang genetika,ekologi dan studi
perilaku khususnya genetika.
Adapun klasifikasi dari Ikan Guppy ini yaitu :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cyprinodontiformes
Famili : Poeciliidae
Genus : Poecilia
Spesies : Poecilia reticula

Gambar 2.1 2 Ikan Guppy

Ikan Guppy inі memiliki ukuran уаng jauh lebih kecil bіlа dibandingkan
dеngаn ikan jenis jenis lainnya. Ikan guppy jantan umumnya mempunyai panjang
sekira 2-3 cm, betina panjang mencapai 4-6 cm, lebih besar daripada ikan jantan.
Tіdаk cukup ѕаmраі dі situ saja, Ikan Guppy іnі mempunyai warna уаng ѕаngаt
beragam, seperti merah, kekuningan, kebiruan, serta warna silver dan kombinasi
warna lainnya. Ikan guppy mаѕіh bіѕа berkembangbiak ѕаngаt baik pada periode
sekitar 21-20 hari dan tergantung dеngаn suhu air уаng dipakai.
2.1.3 Ikan Swordtail
Ikan Platy Pedang atau Ikan Ekor Pedang bukan merupakan ikan asli
Indonesia. Ikan ini berasal dari Amerika Tengah dan dilaporkan menyebabkan
kerugian di beberapa perairan yang dihuninya. Ikan ekor pedang merupakan ikan
kedua yang paling banyak tertangkap di Danau Buyan.
Menurut Nugroho (2008),adapun klasifikasi ikan platy pedang :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Cyprinodontoidea
Family : Poecilidae
Genus : Xyphophorus
Spesies : Xyphophorus helleri

Gambar 2.1 3 Ikan Swordtail

Asal ikan famili poecillidae ini adalah perairan anak sungai, kolam serta
muara sungai amazon sebelah utara sepanjang Trinidad dan Barbos. Famili ini
merupakan ikan yang pertama kali dikenal sebagai ikan hias asal sungai amazon.
Iduk ikan plati pedang beranak setelah 5-7 hari. Induk plati pedang betina dapat
menghasilkan sekitar 80- 125 ekor dan interval dilakukan pemijahan pemijahan
untuk beranak kembali kadang-kadang membutuhkan waktu sampai 1 bulan
(Febriyantoro, 2014).
Menurut Nugroho (2008), ikan Platy Pedang termasuk ke dalam family
Poecilidae yang berasal dari Amerika Serikat. Ukuran maksimal ikan ini dapat
mencapai 12.5 cm untuk betina dan 10 cm untuk jantan. Ikan Platy Pedang ini
hidup pada kisaran suhu 25°C -28°C dengan pH antara 7.0-7.5. Ikan ini akan
mengeluarkan telur setelah 4 bulan. Dalam proses pemijahannya membutuhkan
media yaitu berupa tanaman hias seperti eceng gondok dan tanaman air lainnya.
2.1.4 Ikan Platy
Ikan Platy (Xiphophorus maculates) berasal dаrі Amerika Tengah dаn Utara
(Clidad Veracruz, Meksiko Utara Belize). Ukuran maksimum dаrі ikan Platy уаіtu
mencapai 5 cm.
Menurut Marie (2010), klasifikasi ikan Platy secara lengkap аdаlаh ѕеbаgаі
berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cyprinodontiformes
Famili : Poeciliidae
Genus : Xiphophorus
Spesies : Xiphophorus maculates
Gambar 2.1 4 Ikan Platy

Ikan іnі mеmіlіkі sifat уаng ramah dаn tіdаk agresif, оlеh kаrеnа іtu ѕаngаt
cocok digunakan ѕеbаgаі ikan hias pada aquascaping. Ikan platy dapat hidup pada
pH 7,0 – 8,0, pada suhu 20 – 26 °C. ikan Platy dapat diberi pakan buatan mаuрun
alami. 
Platy mеmіlіkі bаnуаk ѕеkаlі bentuk varian warna ѕереrtі dаrі jenis spotted,
gold comet, red wag, black, blue coral, leopard, mickey mouse, dаn lаіnnуа Ikan
іnі ѕаngаt mudah beradaptasi dаn mеmіlіkі toleransi уаng bаіk dаlаm bеrbаgаі
kondisi lingkungan tempat hidupnya. 
Platy mеnуukаі habitat dеngаn bаnуаk tanaman, kаrеnа ikan іnі сеndеrung
berenang dаn berkembang biak dіаntаrа tetanaman. Ikan іnі mеnуukаі arus sedang.
2.1.5 Ikan Mas Koki
Ikan Mas koki (Carassius auratus) pertama kali dibudidayakan oleh
masyarakat Cina pada tahun 960-1729. Awalnya bentuk ikan mas koki seperti ikan
Mas (Cyprinus carpio L), bedanya ikan mas koki tidak memiliki sepasang sungut
di mulutnya (Bachtiar 2002). Pada masa dinasti Ming (tahun 1368-1644)
popularitas ikan mas koki mulai menanjak. Di sinilah bermunculan ikan maskoki
dengan bentuk tubuh yang bervariasi dan unik. Perkembangan ikan maskoki
kemudian merambah hingga ke negeri Jepang.
Klasifikasi ikan mas koki menurut Axelrod dan Schultz (1983) adalah sebagai
beriut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Kelas : Ostheichthyes
Ordo : Teleostei
Subordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

Gambar 2.1 5 Ikan Mas Koki

Ikan mas koki memiliki bentuk badan pendek dan gemuk dengan perangkat
sirip lengkap, antara lain sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus dan sirip
ekor. Masing-masing jenis ikan mas koki memiliki bentuk kepala yang berbeda,
perbedaan inilah yang menjadikan ikan mas koki memiliki keunikan dibanding
dengan ikan hias lainnya. Ikan mas koki bermata besar agak menonjol ke luar dan
warna sisiknya menarik. Suhu optimal air untuk hidup ikan maskoki adalah 18-
24ºC. Mempertahankan suhu untuk terus berada dalam kisaran suhu optimal perlu
dilakukan. Karena pemeliharaan di luar suhu optimal dapat menekan sistem
kekebalan tubuh ikan dan akan menyebabkan penurunan nafsu makan serta
gangguan pada pertumbuhan ikan. Ikan maskoki dapat hidup dalam air yang
memiliki kandungan oksigen minimal 5 mg/L, pH 7-7.8, tingkat amoniak terlarut
maksimal 0,05 mg/L dan tingkat nitrit terlarut maksimal 0,05 mg/L (Watson
2002).
2.2 Materi Genetik
Materi genetik adalah suatu materi atau bahan yang berperan untuk mengatur
pewarisan sifat kepada keturunannya, dari bentuk rambut, warna kulit, susunan
darah dan lain-lain dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ciri khas materi
genetik:
1. Replikasi, yaitu digandakan, diturunkan kepada sel anak,
2. Penyimpan informasi,
3. Mengekspresikan informasi yang dimulai dengan transkripsi DNA sehingga
dihasilkan RNA, diikuti dengan translasi untuk menghasilkan AA (protein)
4. Variasi karena mutasi.
Materi genetik meliputi kromosom, gen, DNA, RNA. Proses pewarisan sifat
kepada keturunannya melibatkan materi genetik.
2.3 Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada
pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik
isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk,
ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari molekul (Titrawani 1996). Pemisahan
dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran berat molekul dan muatan listrik yang
dikandung oleh makro-molekul tersebut. Bila arus listrik dialirkan pada suatu
medium penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen
protein tersebut akan mulai bermigrasi (Ricardson dkk 1986).
Menurut Stenesh dalam Titrawani (1996) teknik elektroforesis dapat
dibedakan menjadi dua cara, yaitu : elektroforesis larutan (moving boundary
electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik
elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul
ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi
dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari
molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis
daerah adalah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media
penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga. Media penunjang yang biasa
dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose
poliasetat. Adapaun menurut Sargent dan George (1975) elektroforesis daerah
disebut sebagai elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan
vertikal. Metode yang biasa digunakan adalah model horizontal, karena
mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat
sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan
pemisahan yang lebih baik.
Menurut Harahap (2018) proses pemisahan dengan elektroforesis sangat
dipengaruhi oleh teknik pengerjaan dalam pengoperasian alat, ada beberapa faktor
penentu lainnya yang dapat mempengaruhi proses pemisahan yaitu :
a. Sampel
Sampel yang akan dipisahkan sangat memungkinkan memberi pengaruh
laju perpindahan ditinjau dari muatan, ukuran, dan bentuk molekul. Jumlah
muatan total akan berbanding lurus dengan laju perpindahan, konsentrasi
muatan yang bermigrasi tergantung pada pH. Untuk ukuran molekul
apabila yang diperoleh lebih besar menyebabkan perpindahan molekul
menurun dan membutuhkan energi perpindahan yang cukup besar
dibandingkan dengan bentuk molekul yang berbeda dengan ukuran yang
sama.
b. Larutan Buffer
Larutan buffer berfungsi untuk mempertahankan pH di dalam
medium pemisah, dan berfungsi sebagai media penyedia elektrolit pada
proses pergerakan aliran listrik. Larutan buffer harus memiliki interkasi
dengan molekul yang dipisahkan, dan pH yang digunakan menjadi
perhatian sehingga kumpulan molekul dapat dipisahkan satu sama lain
tetapi tidak mengalami perubahan struktur.
c. Medan listrik
Sumber suatu listik yang stabil sangat diperlukan untuk
menghasilkan aliran listrik dengan tegangan yang konstan. Kekuatan ionik
medan listrik pada kisaran 2-8 V/cm sesuai pada suhu ruang. Kekuatan
medan magnet yang dihasilkan jika lebih besar dari 10 V/cm, maka dapat
memberikan efek pemanasan yang dapat menyebabkan pada media
penyangga terjadi kehilangan air yang diakibatkan proses penguapan. Hal
tersebut juga mengakibatkan pergeseran hasil fragmen-fragmen.
2.4 Polimerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis
pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen
DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan
diketemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain seperti sekuensing
DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa
penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular (Handoyo dan
Rudiretna 2001).
Komponen-komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat DNA;
sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan
nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs
(Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; Magnesium klorida (MgCl2) dan
enzim polimerase DNA (Handoyo dan Rudiretna 2001).
2.4.1 Teknik PCR
PCR adalah suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang
(siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda.
Untai ganda DNA templat (unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal
dan kemudian didinginkan hingga mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi
waktu pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target
DNA. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers)
dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai.
Umumnya keadaan ini dilakukan antara 20 –40 siklus. Target DNA yang
diinginkan (short ”target” product) akan meningkat secara eksponensial setelah
siklus keempat dan DNA non-target (long prod-uct) akan meningkat secara linier
seperti tampak pada bagan di atas (Newton dan Graham 1994).
Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-40
siklus dan berlangsung dengan cepat menurut Yusuf (2010) :
1. Denaturasi
Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq
polimerase ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan
proses pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya
berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA
terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap
mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda
lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu
denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase.
Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5
menit masing-masing pada suhu 92,5; 95 dan 97,5oC.
2. Annealing (penempelan primer) Kriteria yang umum digunakan untuk
merancang primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran 18 –
25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C dan untuk kedua primer tersebut
sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga
sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi
PCR. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik.
Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran
temperatur penempelan yang digunakan adalah antara 36°C sampai dengan
72°C, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 – 60°C.
3. Pemanjangan Primer (Extention) Selama tahap ini Taq polymerase memulai
aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan
penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72oC diperkirakan 35 –
100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan
molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang
2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap
perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan
untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR
diharapkan terbentuk DNA untai ganda. Umumnya jumlah siklus yang
digunakan pada proses PCR adalah 30siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih
dari 30 siklus tidak akan meningkatkanjumlah amplicon secara bermakna dan
memungkinkan peningkatan jumlahproduk yang non-target.Perlu diingat
bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidakterjadi 100 %, hal ini
disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlahpolimerase DNA
terbatas dan kemungkinan terjadinya reannealing untai target (Handoyo dan
Rudiretna 2001).
2.4.2 Prinsip Kerja PCR
Prinsip dasar PCR adalah sekuen DNA spesifik diamplifikasi menjadi dua
kopi selanjutnya menjadi empat kopi dan seterusnya. Pelipat gandaan ini
membutuhkan enzim spesifik yang dikenal dengan polimerase. Polimerase adalah
enzim yang mampu menggabungkan DNA cetakan tunggal, membentuk untaian
molekul DNA yang panjang. Enzim ini membutuhkan primer serta DNA cetakan
seperti nukleotida yang terdiri dari empat basa yaitu Adenine (A), Thymine (T),
Cytosine (C) dan Guanine (G) (Gibbs 1990). Reaksi amplifikasi ini dimulai
dengan melakukan denaturasi DNA cetakan yang berantai ganda menjadi rantai
tunggal, kemudian suhu diturunkan sehingga primer akan menempel (annealing)
pada DNA cetakan yang berantai tunggal. Setelah proses annealing, suhu
dinaikkan kembali sehingga enzim polimerase melakukan proses polimerase rantai
DNA yang baru. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya sebagai cetakan bagi
reaksi polimerase berikutnya (Yuwono 2006).
2.5 Marka DNA
Penanda molekuler merupakan segmen DNA tertentu yang mewakili
perbedaan pada tingkat genom. DNA merupakan sumber informasi genetik yang
potensial dan akurat. DNA ditemukan dalam hampir semua sel semua organisme,
baik pada jaringan hidup maupun yang mati. Ditambah lagi, jaringan tersebut
dapat secara mudah disimpan di bawah kondisi lapangan. Penanda molekuler ini
memiliki keuntungan dibandingkan dengan penanda morfologi, yaitu stabil dan
dapat dideteksi dalam semua jaringan tanaman, serta tidak dipengaruhi oleh
lingkungan.
Menurut Mondini et al. (2009), Agarwal et al. (2008) dan Weising et al.
(2005), kriteria penanda molekuler DNA yang ideal, yaitu:
1. Memiliki tingkat polimorfisme yang sedang sampai tinggi
2. Terdistribusi merata diseluruh genom
3. Memberikan resolusi perbedaan genetik yang cukup
4. Pewarisan bersifat kodominan (dapat membedakan kondisi homozigot dan
heterozigot dalam organisme diploid)
5. Berprilaku netral
6. Secara teknik sederhana, cepat dan murah
7. Butuh sedikit jaringan dan dna sampel
8. Berkaitan erat dengan fenotipe
9. Tidak memerlukan informasi tentang genom organisme.
10. Data mudah dipertukarkan antar laboratorium
Tidak ada satu jenis penanda yang dapat memenuhi semua kriteria tersebut,
bagaimana pun juga kita dapat memilih diantara berbagai penanda yang ada dan
saling dikombinasikan untuk mencapai semua kriteria tersebut. Penanda molekular
DNA dikelompokkan menjadi dua yaitu, penanda DNA tanpa PCR (non-PCR
based techniques) seperti RFLP dan penanda DNA berdasarkan PCR yang
meliputi RAPD, AFLP, SSR, CAPS, SCAR, SSCP dan DNA Barkoding.
Menurut Bostein et al. (1980) RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism) merupakan penanda DNA pertama yang dihasilkan dari perbedaan
sekuen nukleotida yang berbeda. Perbedaan tersebut muncul karena mutasi yang
terjadi pada waktu lalu dan dideteksi sebagai variasi (polimorfisme pada perbedaan
fragmen restriksi). Mutasi yang terjadi seperti subsititusi, delesi, insersi pada
sekuen DNA akan merubah tempat pemotongan (restriction sites) enzim
endonuklease sehingga dapat merubah panjang fragmen DNA yang dihasilkan dan
dideteksi sebagai penanda yang mewakili genotipe suatu individu. Variasi panjang
fragmen DNA hasil pemotongan enzim restriksi dapat digunakan sebagai profil
untuk identifikasi individu yang dikenal dengan sidik jari DNA (DNA fingerprint).
Menurut William et al. (1990), teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic
DNA) menggunakan sekuen primer pendek untuk mengamplifikasi sekuen-sekuen
DNA genom secara acak. Panjang primer yang digunakan biasanya 10 basa dan
tersedia dalam Kit yang dijual secara komersial dari berbagai perusahaan.
Amplifikasi fragmen DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PCR pada suhu
annealing rendah (35-40ºC). Dalam proses amplifikasi dengan PCR, jika suhu
annealingnya tepat, primer akan menempel pada beberapa tempat dimana
sekuennya berkomplemen dengan sekuen DNA cetakan dan menghasilkan
fragmen DNA secara acak.
Menurut Navascues dan Emerson (2005), Mikrosatelit adalah sekuen DNA
yang berulang, dimana satu motif mengandung satu sampai enam pasang basa
yang diulang secara tandem dalam sejumlah waktu. Hancock (1999) dan Powell et
al. (1996) menambahkan Jika ulangan tersebut cukup panjang dan tidak terpotong-
potong (uninterrupted), mereka sangat baik digunakan sebagai penanda genetik
karena tingkat polimorfisme mereka yang tinggi. Dalam literatur, mikrosatelit
sering disebut sebagai simple sequence repeats (SSRs), short tandem repeat
(STR), variable number tandem repeat (VNTR) dan simple sequence length
polymorphism (SSLP).
Menurut Twyman (2005), Single Nucleotide Polymorphism (SNP) merupakan
suatu perbedaan susunan basa nukleotida tunggal pada genom suatu individu yang
menyebabkan adanya variasi genetik dalam suatu populasi. Menurut Campbell et
al. (2000). SNP dapat digunakan sebagai penanda (marker) yang efektif dalam
mendeteksi keragaman genetik yang umumnya terjadi dengan frekuensi sekitar
satu SNP dalam 1000 nukleotida pada DNA genom. SNP merupakan penanda
dalam variasi genom antar individu sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi
alel yang membawa suatu sifat yang penting pada suatu individu (Mmeka et al.
2013).
2.6 Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik di
antara populasi-populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara individu-
individu dalam satu populasi. Keanekaragaman gen adalah segala perbedaan yang
ditemui pada makhluk hidup dalam satu spesies (Indrawan dkk. 2007).
Pengetahuan tentang keragaman genetik sangat penting karena akan memberikan
suatu informasi dasar dalam pengembangan selanjutnya. Menurut Wulandari
(2008), keragaman genetik digunakan sebagai bahan seleksi genotipe yang
dikehendaki. Dalam keanekaragaman yang tinggi menyimpan gen berpotensi
tinggi pula (Suryanto 2003).
Perkembangan ilmu pengetahuan mempermudah mendeteksi keragaman
genetik suatu individu berbasis molekuler. Keanekaragaman genetika dapat terjadi
karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan ini mungkin
dapat memengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata
telanjang, atau memengaruhi 2 reaksi individu terhadap lingkungan tertentu.
Secara umum keanekaragaman genetik dari suatu populasi dapat terjadi karena
adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain
(Suryanto 2003). Kebanyakan keturunan spesies mewarisi separuh gennya dari
induk betina dan separuhnya lagi dari induk jantan, dengan demikian susunan
genetiknya berbeda dengan kedua induknya atau dengan individu yang lain di
dalam populasi.
Keanekaragaman genetik juga dipengaruhi oleh perkawinan antara jantan dan
betina. Adanya perkawinan sedarah akan memengaruhi frekuensi alel dan
menambah variasi genetik dalam suatu populasi. Molecular sexing berdasarkan
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode yang tepat, cepat dan
efektif untuk melakukan sexing (Reddy dkk. 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, M., N. Shrivastava, and H. Padh. 2008. Advances in molecular marker techniques
and their applications in plant sciences. Plant Cell Reporter, 27: 617–631. DOI
10.1007/s00299-008-0507-z.

Axelrod, H.R., and L.P. Schultz. 1983. Handbook of Tropical Aquarium Fishes. Neptune
City: T.F.H. Publications, Inc. Ltd.

Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Di Kolam Pekarangan. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Bayu S., 2008.,Pembenihan Ikan Black Molly., Universitas Pajajaran.,Semarang.


Febriyantoro, D. 2014. Pengamatan pergerakan sirip-sirip ikan dan mekanisme ikan
Mengambil makanan dan laju menghancurkan makanan di dalam lambung. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanudin. Makassar.

Gibbs RA. 1990. DNA amplification by the polymerase chain reaction. Anal Chem. 62:1202-
1214.

Hancock, J.M. 1999. Microsatellite and other simple sequences: genomic context and
mutational mechanism. In: Golstein, D. B. and Schlötterer, C. (Eds.). Microsatellite:
evolution and applications. Oxford University Press. pp. 1- 9.

Handoyo, D. dan Rudiretna, A.. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain
Reaction (PCR). Unitas. Vol. 9 No. 1:17-29.

Harahap, M.R. 2018. Elektroforesis: Analisis Elektronika Terhadap Biokimia Genetika.


Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro. Vol.2. No.1: 21-26.

Indrawan Mochamad. Richard B. Premack. Jatna Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Edisi
Revisi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Mondini, L., A. Noorani, and M.A. Pagnotta. 2009. Assessing Plant Genetic Diversity by
Molecular Tools. Diversity, 1: 19-35; doi:10.3390/d1010019.

Mmeka EC, Adesoye AI, Vroh BI, and Ubaoji KI. (2013). Single Nucleotide Polymorphism
(SNP) Markers Discovery Within Musa spp (Plantain Landraces, AAB Genome) For Use In
Beta Carotene (Provitamin A) Trait Mapping,American Journal of Biology and Life
Sciences, 1(1), 11- 19.

Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR.. Bios Scientific Publisher. England. UK.

Nugroho. 2008. Analisi finansial usaha ikan hias air tawar Heru Fish Form di Kota Batu
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.  FPIK. IPB.Bogor.

Razi.F. 2004. Teknik budidaya ikan black molly (poecilia sphenops). Pusat penyuluhan
kelautan dan perikanan badan pengembangan sdm kp kementerian kelautan dan perikanan.
NO. 037/FPP/2014.

Sargent, J. R. Dan S. G. George 1975. Methods In Zone Electrophoresis BDH Chemical Ltd.
Poole England. 219 Pp.
Sukmara, 2007. Sex Reversal Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Secara Perendaman
Larva Dalam Larutan Madu 5 ml/L. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suryanto, Dwi. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik


Genetika Molekuler. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Richardson, B. J, P. R. Baverstock And M. Adams 1986. Allozyme ElectroPhoresis. A


Handbook For Animal Sys-Tematics And Population Studies. Aca-Demic Press, Inc. San
Diego : 410 Pp.

Sujatha, M., T.P. Reddy, and M.J. Mahasi. 2008. Role of biotechnological interventions in
the improvement of castor (Ricinus communis L.) and Jatropha curcas L. Biotechnol. Adv.
26:424-435.

Titrawani 1996. Biodiversiti Kodok Genus Rana Ditinjau dari Morfologi, Kariotip, dan Pola
Protein Di Kodya Sawahlunto. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor: 76 Hal.

Twyman RM. (2005). Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Genotyping Techniques-An


Overview,Encyclopedia of Diagnostic Genomic.

Watson.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal 303.

Williams, J. G. K., A. R. Kubelik, K. J. Livak, J. A. Rafalski, S. V. Tingey. 1990. DNA


Polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids
Res. 18: 6531-6535.

Weising, K., H. Nybom, K. Wolff, and G. Kahl. 2005. DNA Fingerprinting in Plants:
Principles, Methods, and Applications. Second Edition. Taylor & Francis Group. Boca Raton.

Yusuf, Z.K. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek. Vol 5. No 6.

Yuwono T. 2006. Teori dan aplikasi polymerase chain reaction. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai