Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN AIR

OSMOREGULASI

NAMA : FARAH NILAMSARI KADIR


NIM : L021171313
KELOMPOK : IV (EMPAT)
HARI/TGL PRAKTIKUM : SELASA/5 MARET 2019
ASISTEN : BASKARA SETIAWAN
MAWADDATAN WARAHMA
MUH FATRATULLAH MUHSIN
MUH IRFAN HAMID

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisiologi didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme dan


cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi biasanya
dikelompokkan menjadi bagian-bagian yang lebih khusus diantaranya fisiologi virus,
fisiologi bakteri, fisiologi tumbuhan dan fisiologi ikan. Fisiologi pada ikan merupakan
ilmu yang mempelajari fungsi organ yang ada pada tubuh ikan, serta mekanisme kerja
organ tersebut jika diberi perlakuan. Salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam
fisiologi adalah bagiamana ikan tersebut dapat mengatur sistem osmoregulasi (Fujaya
dan Agung, 2015).
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan konsentrasi antara
air dan elektrolit yang ada dalam tubuh agar sesuai dengan lingkungannya. Hewan
memiliki habitat yang berbeda-beda. Tiap habitat memiliki karakteristik lingkungan
yang berbeda. Masalah lingkungan yang perlu dihadapi berbeda pula, sehingga hewan
perlu beradaptasi terhadap habitat tersebut, baik secara anatomi, fisiologi, maupun
perilaku. Contoh pada hewan yang hidup di laut dengan tingkat salinitas tinggi rentan
mengalami dehidrasi karena cairan dalam tubuh akan berosmosis keluar tubuh. Hewan
yang hidup di air tawar (freshwater) sel-sel tubuhnya rentan membengkak karena air
diluar tubuh akan mengalami osmosis masuk ke dalam tubuh (Pamungkas, 2010).
Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan
osmosis antara larutan didalam tubuh dan di luar tubuh. Pengaturan osmoregulasi ini
sangat mempengaruhi metabolisme metabolism tubuh hewan perairan dalam
menghasilkan energy. Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara
hipertonik, hipotonik atau isotonic. Bagi golongan ikan potadromous yang bersifat
hiperosmotik, air bergerak kedalam dan ion-ion keluar ke lingkungan perairan melalui
cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya terjadi melalui cara dengan sedikit minum
air bahkan tidak minum air sama sekali (Lantu, 2010).
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan pengamatan terhadap bagaimana
tingkah laku ikan Molly (Poecilia sphenops), Ikan Giru (Amphiprion ocellaris) dan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) terhadap perbedaan kadar garam air lingkungannya

B. Tujuan dan Kegunaan


Adapun tujuan dari praktikum osmoregulasi yaitu untuk mengetahui pengaruh
perlakuan perbedaan salinitas pada ikan tawar, ikan air payau, dan ikan air laut
Adapun kegunanaan praktikum osmoregulasi yaitu untuk mengetahui
ketahanan hidup ikan air laut, ikan air payau, dan ikan air tawar.
I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Molly (Poecilia sp.)

Gambar 1. Ikan Molly (Poecilia


sp.)

1. Klasifikasi
Adapun klasifikasi menurut Lambert (2009) adalah sebagai berikut
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cyrinodontoidei
Famili : Poeciidae
Genus : Poecilia

Species : Poecilia sp.

2. Morfologi

Pada umunya morfologi pada ikan Molly (Poecilia sp.) panjangnya sekitar 12
hingga 13 cm. Ikan Molly jantan memiliki gonopodium (tonjolan di belakang sirip perut),
tubuhnya ramping dan warnanya lebih cerah. Sedangkan ikan Molly betina tidak
memiliki gonopodium akan tetapi memiliki sirip halus di bagian belakang, tubuhnya
lebih gemuk dan warnanya kurang cerah. Ikan Molly memiliki standar panjang 8 cm
untuk ikan jantan sedangkan 12 cm untuk ikan betina. Ikan Molly merupakan jenis ikan
livebearer fish yaitu jenis ikan yang melahirkan, satu ikan Molly betina dapat
melahirkan sekitar 20 anak ikan (Ibrahim dkk, 2017).
Ikan Molly menyerupai ikan Guppy Karena masih satu keluarga yaitu
poecilidae. Panjang tubuhnya sekitar 5 - 7 cm. bentuk tubuhnya cukup unik moncong
kedepan yang terlihat dari bagian kepala hingga mulut. Memiliki sirip lengkap seperti
ikan lainnya pada umumnya. Namun bentuk sirip ekor agak berbeda terutama pada
Ikan Molly jantan, bentuk unik seperti sabit Molly memiliki daya tahan tubuh yang
cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan. Ia juga dapat hidup di perairan asin atau
payau, namun perlu diketahui ikan ini cukup rentan terhadap perubahan suhu sehingga
aktivitas dari ikan ini dapat terganggu bila suhu disekitarnya berubah (Lambert , 2009)

3. Habitat

Ikan Molly memiliki daya tahan tubuh yang cukup tinggi terhadap kondisi
lingkungannya. Ia juga dapat hidup di perairan asin atau payau, namun perlu diketahui
ikan ini cukup rentan terhadap perubahan suhu. Pada pemeliharaan dalam akuarium,
biasanya menambahkan sedikit garam laut untuk mengoptimalkan kesehatan Ikan
Molly. Ikan Molly akan lebih senang jika akuarium ditambahkan tanaman air dalam
jumlah banyak yang berfungsi sebagai tempat bersembunyi bagi anak-anak Ikan Molly
dan juga sebagai pakan alami Ikan Molly dari lumut-lumut yang tumbuh pada
dedaunannya. Habitat dan daur ulang ini sama dengan Ikan Green Sailfin Molly dan
Ikan Sailfin Molly (Mulis dkk, 2018).
Ikan Molly berasal dari Meksiko, Florida, Virginia. Ikan Molly hidup di perairan
dengan kisaran Ph 7,5 – 8,0. Pada lingkungan tropis ikan Molly hidup dengan suhu
optimal 25 – 28 °C. Ikan Molly dapat hidup di pH netral (pH 7) karena telah terbiasa di
habitat aslinya hidup dengan perairan yang memiliki kisaran pH netral. Ikan Molly juga
dapat dipelihara di ember, bak semen dan wadah lainnya (Yunisari dkk, 2017).

4. Kebiasaan Makan

Ikan Molly merupakan ikan hias yang banyak dipelihara sehingga Ikan Molly
biasanya diberi pakan cacing sutera. Pemberian pakan diberikan 2 kali sehari yaitu
pada pagi dan sore hari. Ikan Molly di habitat aslinya hidup di sekitar tumbuhan air,
sebagai makanannya Ikan Molly memanfaatkan organisme yang ada di sekitar
tumbuhan air tersebut sebagai makanannya. Jika di alam liar Ikan Molly adalah
omnivora dan akan memakan segala jenis makanan ikan yang diberkan dalam
aquarium, tetapi makanan utama ikan ini adalah lumut-lumut (Muhammad, 2015).
Dalam sistem terbuka Ikan Molly dikonsumsi oleh banyak ikan yang lebih besar,
pada kolam tertutup, parit, kolam dan impoundments. Ikan Molly dapat tumbuh dengan
baik di kolam yang terisolasi secara organik atau parit dimana hanya ada beberapa
spesies ikan lainnya dan dimana ada vegetasi yang cukup untuk memberikan
perlindungan dari predator lain (Yunisari dkk, 2017).

5. Siklus Hidup
Proses pemijahan ditandai dengan kejar-kejaran yang dilakukan induk jantan
terhadap induk betina sambil menyempretkan badannya. Ini berlangsung selama 4 – 7
hari. Setelah seminggu, benih Ikan Molly tampak berkumpul di antara tanaman air atau
berenang di pinggiran bak. Setelah itu benih Ikan Molly dipisahkan dari induknya dan
dipindahkan dari kolam pendederan. Ikan Molly dalam sekali pemijahannya dapat
menghasilkan anak sekitar 80 – 125 ekor (Muhammad, 2015).
Ikan Molly termasuk ikan yang mudah untuk dipelihara. Cukup dipelihara di
akuarium, ember bak semen atau media lainnya. Untuk memelihara ikan ini tidak perlu
perawatan yang intensif karena ikan ini memiliki kekebalan tubuh yang tinggi. Ikan
Molly tidak mudah terserang penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang cukup
baik dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Ikan Molly akan lebih senang jika
akuarium ditambahkan tanaman air dalam jumlah banyak yang berfungsi sebagai
tempat bersembunyi bagi anak-anak ikan Molly dan juga sebagai pakan alami Molly
dari lumut-lumut yang tumbuh pada dedaunannya. Ikan Molly ini memang sangat
menyukai tanaman-tanaman air (Lambert, 2009).

B. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

1. Klasifikasi

Adapun klasifikasi Ikan Nila menurut Khairuman dan Amri (2016) :


Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Order : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

2. Morfologi
Secara umum karakteristik Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yaitu bentuk tubuh
agak memanjang dan pipih, memiliki garis vertikal berwarna gelap sebanyak 6 buah
pada sirip ekor, pada bagian tubuh memiliki garis vertikal yang berjumlah 10 buah, dan
pada ekor terdapat 8 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kehitam-hitaman.
Mata Ikan Nila (Oreochromis niloticus) agak menonjol dan pinggirannya berwarna hijau
kebiru-biruan, letak mulut terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada Ikan Nila
adalah thoric, sedangkan linea lateralis terputus menjadi dua bagian, letaknya
memanjang diatas sirip dada, jumlah sisik pada garis rusuk berjumlah 34 buah,
memiliki 17 jari-jari keras pada sirip punggung, pada sirip perut terdapat 6 buah jari-jari
lemah, sirip dada 15 jari-jari lemah, sirip dubur 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah
dan bentuk ekor Ikan Nila (Oreochromis niloticus) berpinggiran tegak (Arifin, 2016).
Tubuh Nila hitam berwarna kehitaman, semakin ke arah perut semakin terang.
Mempunyai garis vertical 9 - 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat
6 -12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada punggungnya
terdapat garis-garis miring. Mata Ikan Nila tampak menonjol agak besar dengan
bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut terminal, posisi sirip perut
terhadap sirip dada thorocis, dan garis rusuk terputus menjadi dua bagian. Jumlah sisik
pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik Ctenoid (Kordi, 2010).

3. Habitat

Ikan Nila dikenal sebagai ikan yang memiliki toleransi sangat tinggi, baik
toleransi terhadap salinitas, suhu, pH, dan bahkan kadar oksigen. Suhu air optimum
untuk mendukung pertumbuhan Ikan Nila berkisar anatara 25 – 32oC, namun Ikan Nila
mampu hidup pada suhu antara 14 – 38oC. pH yang mendukung pertumbuhan ikan
adalah 6,5 –8,5. pH optimal untuk Ikan Nila adalah antara 7 - 8.Namun demikian ikan
masih mampu hidup pada pH 4 - 12. Kadar oksigen optimal yang dibutuhkan oleh Ikan
Nila adalah antara 3 - 5 ppm. Ikan Nila mampu hidup pada perairan tawar seperti
sungai, danau, waduk, rawa bahkan sawah, dan memiliki toleransi yang luas
terhadap salinitas sehingga Ikan Nila mampu hidup pada perairan payau dengan
salinitas antara 0 - 25 ppt (Utami, 2013).
Habitat Ikan Nila adalah perairan tawar, seperi sungai, danau, waduk, dan rawa.
Namun, karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline), Ikan Nila dapat
pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk Ikan Nila
adalah 0 – 35 ppt. pada salinitas 31 – 35 ppt Ikan Nila masih hidup, tetapi
pertumbuhannya Ikan Nila pada salinitas tersebut lambat (Kordi, 2010).

4. Kebiasaan Makan
Ikan Nila memiliki respon yang luas terhadap pakan dan memiliki sifat omnivore
sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan. Di perairan
alam Ikan Nila memakan plankton, perifiton, benthos maupun tumbuhan air atau gulma
air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan. Ikan Nila dapat diberi dedak halus,
bekatul, ampas kelapa, bungkil kacang dan sisa makanan. Produksi Ikan Nila dalam
pemeliharaannya memerlukan pemberian pakan tambahan berupa pellet. Pellet yang
diberikan untuk Ikan Nila harus diimbangi dengan kenaikan berat ikan secara
ekonomis, sehingga akan lebih baik apabila bahan pakan yang diberikan berstatus
limbah namun masih memenuhi kebutuhan gizi Ikan Nila (Utami, 2013).
Menurut Kordi (2013), Makanan Ikan Nila berupa plankton, perifiton, dan
tumbuhan lunak seperti Hydrilla, ganggang sutera, dan klekap. Oleh karena itu, Ikan
Nila digolongkan ke dalam omnivore. Untuk pemeliharaan Ikan Nila mendapatkan
pakan buatan (pelet) yang mengandung protein antara 20 - 25 % . Menurut penelitian,
Ikan Nila yang mendapatkan pelet dengan kandungan protein 25 % akan tumbuh
optimal. Namun, ikan peliharaan yang mendapatkan makanan berupa dedak
halus, tepung. Namun, ikan peliharaan yang mendapatkan makanan berupa dedak
halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa, dan sebagainya dapat tumbuh dengan
baik pula.

5. Siklus Hidup

Menurut Khairuman dan Amri (2016), proses pemijahan Ikan Nila berlangsung
sangat cepat. Dalam waktu 50 - 60 detik. Ikan Nila mampu menghasilkan 20 - 40 butir
telur yang telah dibuahi. Pemijahan terjadi beberapa kali dengan pasangan yang sama
atau berbeda hingga membutuhkan waktu 20 - 60 menit. Telur Ikan Nila berdiameter
2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang berwarna kuning, tidak lengket dan tenggelam di
dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi, dierami di dalam mulut induk betina
kemudian menetas setelah 4 - 5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva.
Panjang larva 4 - 5 mm. larva yang baru menetas diasuh oleh induk betina hingga
mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. benih yang sudah tidak diasuh lagi oleh
induknya akan berenang secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau
pinggiran kolam.
Seekor induk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 250 – 1500 butir
dalam sekali memijah. Induk betina mengerami telur dalam mulut selama 6 – 7 hari.
Selama mengeram dan mengasuh anaknya, Tubuh induk betina sangat kurus karena
kurangnya kesempatan makan. Ketika telur baru menetas, larva Ikan Nila masih
memiliki kuning telur (yolk sack) dan masih berada dalam mulut induknya. Kuning telur
akan habis terserap setelah 4 – 5 hari, dan larva sudah dapat berenang keluar dari
mulut induknya. Namun karena masih lemah, induknya masih selalu mengawasinya
larva atau anak ikan (Kordi, 2010).

A. Ikan Giru (Amphiprion


ocellaris)

Gambar 3. Ikan Giru (Amphiprion ocellaris)

1. Klasifikasi

Adapun klasifikasi Ikan Giru menurut Utami (2013) :


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion ocellaris

2. Morfologi

Menurut Utami (2013), Ikan Giru (Amphiprion ocellaris) berwarna oranye cerah,
dengan tiga garis putih pada tubuhnya. Tiga garis putih pada Ikan Giru terdapat pada
bagian pada bagian kepala, tengah-tengah badan, dan pangkal ekor. Ikan ini, memiliki
sebaran warna hitam pekat dan pola garis putih di bagian perut lebih tajam. Selain itu,
ikan badut memiliki jari-jari keras sebanyak 10 buah dan jari-jari lunak pada sirip
punggungnya sebanyak 17 buah, dengan panjang jari-jari sirip yang berbeda.

Gurat sisi memanjang sampai ke belakang dasar sirip punggung dan dapat
berlanjut sampai ke dekat dasar ekor. Ikan dalam family ini mempunyai satu sirip
punggung yang terdiri dari 9 – 14 jari-jari keras, 11 – 18 jari-jari lemah, serta sirip dubur
yang terdiri dari 2 – 4 jari. Spesies Amphiprion ocellaris mempunyai tubuh yang
mencapai ukuran 15 cm. Badannya bewarna dasar orange dengan 3 belang di bagian
kepala, badan dan ekor. Jari-jari sirip punggungnya tidak sama panjang. Bentuk sirip
pada Ikan Giru ekornya bundar (Larasati, 2016).

3. Habitat

Ikan Giru (Amphiprion ocellaris) hidup di terumbu karang yang terlindung


hingga kedalaman maksimal 15 meter. Ikan ini bersimbiosis dengan anemone laut
diantaranya yaitu, Heteractis magnifeca, Stichodactyla gigantean dan stichodoctyla
martensii. Ikan ini dapat ditemukan di bagian utara Australia, Asia Tenggara dan
Jepang). Ikan ini juga banyak tersebar di Perairan Aceh, Belitung, Lampung,
Pelabuhan Ratu, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Bawean, Binuangeun, Jepara, Bali,
Flores, Iraian Jaya, dan Maluku (Larasati, 2016).
Habitat Ikan Giru berada di antara tentakel-tentakel anemon. Hubungan antara
Ikan Giru dan anemon adalah simbiosis mutualisme, sehingga Ikan Giru juga di kenal
sebagai ikan anemon. Di sisin lain, anemone di bersihkan dan di lindungi dari predator
oleh ikan simbionnya (Utami, 2013).

4. Kebiasaan Makan

Ikan Giru (Amphiprion ocellaris) merupakan pemakan plankton dan alga,


sehingga mereka di anggap sebagai omnivore. Beberapa di antaranya adalah
herbivore, dan ada juga pemakan invertebrate kecil yang ditemukan di terumbu
karang. Larva dan juvenile Ikan Giru telah di pelihara dengan sukses dengan pakan
yang berkualitas seperti rotifer, pelet, artemia dan campuran pakan alami. Ketika larva
mulai berenang pakannya merupakan rotifer, naupli artemia dapat pula digunakan. Bila
memnungkinkan, rotifer atau naupli artemia dapat diperkaya nutrisinya dengan omega
3 dan probiotik (Larasati, 2016)
Kebiasaan lain dari clownfish adalah beraktivitas di siang hari, dengan kata lain
clownfish termasuk hewan diurnal. Waktu yang digunakan dalam mencari makan tiap
jenis clownfish tidak sama. Sebagai salah satu contoh yaitu pasangan A. chrysopterus
menghabiskan kurang lebih 90% waktunya untuk makan dan berenang di antara
tentakel. Dalam budidaya clownfish stadia larva hari 1 - 10 diberi pakan hidup
Brachionus sp atau dapat juga diberi tambahan zooplankton lain dari jenis kopepoda
dan naupli artemia sampai umur 30 hari (Tubagus, 2012).

5. Siklus Hidup

Ikan Giru hidup dalam kelompok kecil dalam satu anemon dan terdiri dari satu
pasang induk dan ikan lain biasanya berukuran lebih kecil yang masih dalam jenis
kelamin jantan. Apabila dari salah satu pasangan induk ada yang mati, maka posisinya
akan digantikan oleh yang terbesar dalam kelompoknya, terutama betina. Kondisi ini
biasanya disebut sequential hermaphroditism (perubahan kelamin secara berurutan).
Ikan Giru memijah sepanjang musim dengan interval waktu rata-rata sekitar sepuluh
hari atau tiga kali sebulan untuk induk yang produktif. Ikan Giru merupakan ikan yang
meletakkan telurnya pada substrat di dekat anemon atau rumahnya dan
mengeraminya sampai menetas. Telur akan menetas sekitar 5 sampai 9 hari
tergantung jenis, kualitas telur dan kondisi lingkungan. Biasanya telur akan menetas
pada malam hari yaitu sekitar 2 jam setelah matahari terbenam (Darmawan dkk, 2014).
Tanda-tanda pada Ikan Giru akan memijah dapat dilihat dari perilakunya dalam
menyiapkan dan membersihkan sarang oleh induk jantan. Aktivitas tersebut akan
meningkat seiring makin dekatnya saat pemijahan yang tampak dari perut induk betina
yang mengembungberisi telur. Pada masa menjelang pemijihan tampak perilaku yang
menonjol yaitu saling berkejaran antara pasangan ikan tersebut. Kemudian induk
betina akan masuk kesarang dan menekankan bagian bawah perutnya kesubstrat
dengan tubuh agak digetarkan (Tubagus, 2012).

B. Osmoregulasi Hewan Air

Menurut Pamungkas (2010), sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan


terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar dengan ikan air laut.
Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk ke dalam tubuh ikan melalui
insang. Ini secara pasif berlangsung melalui suatu proses osmosis yaitu, terjadi
sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lingkungannya. Dalam keadaan normal proses ini berlangsung seimbang. Ikan
air tawar harus selalu menjaga dirinya agar garam tidak melarut dan lolos ke dalam air.
Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan menggunakan energi
metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum
air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer,
dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan
merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke
dalam air. Satu-satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang.
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat
permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan yang
berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air
tawar dengan ikan air laut. Ikan yang hidup di air laut memiliki tekanan osmotik lebih
kecil dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung masuk ke dalam tubuh dan air
akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka diperlukan
suatu tekanan osmotik yang konstan. Pada ikan air laut terjadi kehilangan air dari
dalam tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam dari air
laut yang masuk lewat mulutnya. Organ dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam
seperti Na+, K+, dan Cl-, serta air masuk ke dalam darah dan selanjutnya disirkulasi.
Selanjutnya, insang ikan akan mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke
lingkungan sekitar ikan (Pamungkas, 2010).
Perairan payau adalah lingkungan akuatik di daerah pantai yang merupakan
tempat pertemuaan antara sungai dengan air laut. Beberapa ikan hidup menetap pada
daerah payau yang tentunya memerlukan kemampuan adaptasi yang baik terhadap
perubahan kadar garam yang selalu berubah. Banyak jenis ikan yang menetas
diperairan tawar kemudian berpindah menuju ke laut dan tinggal untuk makan maupun
tumbuh, serta kembali keperairan tawar setelah dewasa untuk memijah. Di daerah
tropis banyak ikan laut yang bergerak kedaerah estuaria sehingga harus mampu
mengubah secara mendadak dari penyimpanan air menjadi menngeluarkan sebanyak
mungkin air melalui ginjal dan harus mengubah dari mengeksresikan garam yang lebih
menjadi menyimpan. Volume air seni yang dikeluarkan dan keseimbangan garam pada
ikan oleh sekresi hormon. Hormon dapat mempengaruhi ginjal dengan penaikan atau
penurunan tekanan darah yang mengubah laju penyaringan kedalam kapsul Bowman
yang berarti pula mengubah jumlah cairan sekresi (Burhanuddin, 2010).
II. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Osmoregulasi di lakukan pada Selasa, 5 Maret 2019 pukul 11:00


WITA bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Departemen perikanan Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Osmoregulasi dapat dilihat
pada tabel 1 dan 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya


No Alat Jumlah Fungsi

1 Toples kaca 12 buah Wadah sampel


2 Mengukur kadar
Refraktometer 1 buah
salinitas
3 Stopwatch 4 buah Menghitung waktu
4 Gelas ukur(500ml) 2 buah Mengukur jumlah air
5 Ember 1 buah Wadah pengenceran
6 Kertas label 1 buah Media menulis

Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya


No Bahan Jumlah Fungsi
Ikan Nila
1 12 ekor Sampel air payau
(Oreochromis niloticus)
Ikan Molly
2 12 ekor Sampel air tawar
(Poecilla sp.)
Ikan Giru
3 12 ekor Sampel air laut
(Amphiprion ocellaris)
4 Air tawar (0 ppt) 6000 ml Media hidup ikan tawar
5 Air payau (10 ppt) 6000 ml Media hidup ikan laut
6 Air payau (20 ppt) 6000 ml Media hidup ikan laut
Media hidup ikan laut dan
7 Air laut (30 ppt) 6000 ml
menurunkan salinitas air
Pemberi keterangan pada
8 Kertas Label Secukupnya
botol bod
9
Tissue roll Secukupnya Pembersih alat

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum osmoregulasi adalah sebagai berikut:

1. Air Tawar (0 ppt)

a. Menyiapkan 3 buah toples kemudian diisi dengan air tawar sebanyak 2000 ml
kedalam toples tersebut
b. Memasukkan sampel secara bersamaan. Tiga toples air tawar masing
masing diisi 3 ekor ikan dengan dijalankannya stopwatch secara bersamaan
c. Melakukan pengamatan tentang perubahan perilaku ikan dari setiap toples dengan
interval waktu 3 kali 15 menit.

2. Air Payau (10 ppt)

a. Menyiapkan 3 buah toples kaca untuk 10 ppt, menyiapkan alat pengukur salinitas
air refraktometer.
b. Melakukan pengenceran air laut dan air tawar menggunakan rumus M1 x v1 = M2
X V2. Di peroleh hasil pengenceran menggunakan air laut 36 ppt dan air tawar 0
ppt maka untuk menghasilkan air payau 6000 ml dilakukan pencampuran 5000 ml
air laut dengan 1000 ml air tawar
c. Masukkan air hasil pengenceran ke masin-masing toples. Kemudian memasukkan
masing-masing 3 ekor Ikan Nila, 3 ekor Ikan Molly, dan 3 ekor Ikan Giru pada
masing-masing toples secara bersamaan.
d. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Mencatat waktu
dan tingkah laku ikan.

3. Air Payau (20 ppt)

a. Menyiapkan 3 buah toples kaca untuk 20 ppt dan memberi kertas label dengan
bertuliskan air payau (20 ppt).
b. Melakukan pengenceran air laut dan air atwar menggunakan rumus M1 x V1 = M2
X V2. Memperoleh hasil pengenceran menggunakan air laut (36 ppt) dan air tawar
(0 ppt) maka menghasilkan air payau 6000 ml dari pencampuran 3330 ml air laut
(36 ppt) dengan 2670 ml air tawar (0 ppt).
c. Masukkan air hasil pengenceran ke masin-masing toples. Kemudian memasukkan
masing-masing 3 ekor Ikan Nila, 3 ekor Ikan Molly, dan 3 ekor Ikan Giru pada
masing-masing toples secara bersamaan.
d. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Mencatat waktu
dan tingkah laku ikan.

4. Air Laut (30 ppt)

a. Menyiapkan 3 buah toples kaca untuk 36 ppt.


b. Memasukkan air laut ke dalam toples kaca sebanyak 2000 ml per toples dengan
c. menggunakan gelas ukur 1000 ml. Memasukkan masing-masing 3 ekor Ikan Nila, 3
ekor Ikan Molly, dan 3 ekor Ikan Giru ke dalam toples secara bersamaan.
d. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Mencatat waktu
dan tingkah laku ikan.

D. Pengukur Pengubah

Analisis data yang digunakan pada praktikum osmoregulasi ialah rumnus


berikut:

Keterangan : M1 = Konsentrasi garam terlarut awal (ppt)


V1 = Volume pengenceran (menurunkan salinitas) atau
(meningkatkan salinitas) satu (mL)
M2 = Konsentrasi garam terlarut yang diinginkan (ppt)
V2 = Volume pengenceran (menurunkan salinitas) atau
(meningkatkan salinitas) (mL)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama praktikum, maka data yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel 3, 4, dan 5.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Ikan Molly (Poecilia sp.)
No. Salinitas Waktu Tingkah laku ikan

15 menit Ikan Molly berenang secara aktif


0 ppt
1. 30 menit Ikan Molly tenang daerah tengah
Air tawar
45 menit Ikan Molly menyebar seluruh bagian

15 menit Ikan Molly berenang aktif


10 ppt
2. 30 menit Ikan Molly berenang aktif di dasar
Air payau
45 menit Ikan Molly aktif berenang pasif

Ikan Molly berenang aktif di bawah


15 menit
permukaan air, dan naik turun
20 ppt
3. 30 menit Ikan Molly tidak terlalu aktif turun naik
Air payau
Ikan Molly tidak aktif bergerak dan
45 menit
berada di permukaan

15 menit Ikan Molly berenang di dasar


30 ppt
4. 30 menit Ikan Molly aktif berenang di dasar
Air laut
45 menit Ikan Molly aktif berenang di dasar

Tabel 4. Hasil Pengamatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


No. Salinitas Waktu Tingkah laku ikan

15 menit Ikan Nila bergerak aktif,


0 ppt
1. 30 menit Ikan Nila bergerak tenang di dasar
Air tawar
45 menit Ikan Nila bergerak pasif di dasar

15 menit Ikan Nila berenang pasif di dasar

10 ppt 30 menit Ikan Nila aktif berenang bebas ke atas


2.
Air payau
Ikan Nila aktif berenang di dasar, dan di
45 menit
mengeluarkan feses

15 menit Ikan Nila bergerak pasif di dasar


20 ppt
3. 30 menit Ikan Nila berenang aktif di di dasar
Air payau
45 menit Ikan Nila berenang aktif
15 menit Ikan Nila berenang mencari oksigen
30 ppt
4. 30 menit Ikan Nila berenang di di dasar
Air laut
45 menit Ikan Nila hanya berdiam di dasar

Tabel 5. Hasil Pengamatan Ikan Giru (Amphiphora ocellaris)


No. Salinitas Waktu Tingkah laku ikan

15 menit Ikan Giru berenang pasif di dasar


0 ppt
1. 30 menit Ikan Giru berenang pasif
Air tawar
45 menit Ikan Giru mulai tidak bergerak

15 menit Ikan Giru berenang di dasar


10 ppt
2. 30 menit Ikan Giru berenang di dasar
Air payau
45 menit Ikan Giru berenang mencari oksigen

15 menit Ikan Giru berenang di dasar


20 ppt
3. 30 menit Ikan Giru berenang di dasar
Air payau
45 menit Ikan Giru bergerak mencari oksigen

15 menit Ikan Giru berenang mencari oksigen


30 ppt
4. 30 menit Ikan Giru berenang ke atas mencari O2
Air laut
45 menit Ikan Giru aktif berenang aktif

B. Pembahasan

1. Ikan Molly (Poecilla sp.)

a. Media air tawar (0 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 0


ppt, pada 15 menit ikan bergerak aktif, pada 30 menit ikan berenang tenang, menyebar
dan pada 45 menit ikan berenang aktif menyebar. Hal ini menandakan bahwa proses
osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yunisari dkk (2017), pada lingkungan tropis
ikan Molly hidup dengan suhu optimal 25 – 28 °C. Ikan Molly dapat hidup di pH netral
(pH 7) karena telah terbiasa di habitat aslinya yaitu perairan tawar dengan perairan
tawar yang memiliki kisaran pH netral. Ikan Molly juga dapat dipelihara di ember, bak
semen dan wadah lainnya

b. Media Air Payau (10 ppt)


Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas
10 ppt, pada 15 menit ikan bergerak aktif, pada 30 menit ikan bergerak aktif di dasar
dan pada 45 menit ikan bergerak pasif. Hal ini menandakan bahwa proses
osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Baharuddin (2010) bahwa ada beberapa
spesies ikan yang mampu dan mempunyai toleransi besar terhadap perubahan
salinitas, sehingga mampu bergerak di perairan air tawar dan air laut. Kondisi tersebut
mengharuskan ikan memiliki kemampuan makanisme osmoregulasi yang
kecepatannya bergantung kepada kecepatan perubahan habitat. Setiap ikan memiliki
mekanisme tersendiri untuk mengaktimalisasi perubahan yang terjadi terhadap
lingkungannya.

c. Media Air Payau (20 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 20


ppt, pada 15 menit ikan aktif di bawah permukaan air, pada 30 menit ikan terlihat pasif
dan turun naik dan pada 45 menit ikan mulai tidak terlalu aktif di permukaan. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan Molly masih dapat bertahan dan proses osmoregulasinya
masih berjalan dengan baik
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lambert (2009), yaitu Molly memiliki
daya tahan tubuh yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan. Ia juga dapat hidup di
perairan asin atau payau, namun perlu diketahui ikan ini cukup rentan terhadap
perubahan suhu lingkungan sekitarnya.

d. Media Air Laut (30 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 30


ppt, pada menit ke15 ikan berenang aktif, dan pada menit 30 ke ikan bergerak aktif ke
bawah, dan pada menit ke 45 ikan terus bergerak aktif keatas dan kebawah. Hal ini
membuktikkan bahwa ikan Molly dapat bertahan hidup di air laut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lambert (2019), ikan Molly mempunyai
kekebalan tubuh yang cukup tinggi sehingga dia dapat dengan mudah di peliharah.
Dihabitat aslinya ikan Molly suhu perairannya 25 - 28 C dengan pH netral.

2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

a . Media air tawar (0 ppt)

Hasil pengamatan pada percobaan osmoregulasi dengan sampel ikan yang


dimasukkan ke dalam air tawar (0 ppt) dapat diperoleh bahwa pada menit ke 15 ikan
bergerak aktif di dasar, dan pada menit ke 30 ikan bergerak tenang di dasar, dan pada
menit ke- 45 ikan bergerak pasif di dasar dan pada menit ke 30 ikan mulai banyak
mengeluarkan feses. Hal ini karena proses osmoregulasi pada Ikan Nila masih
berfungsi dengan baik.
Menurut Suyanto (2010), Ikan Nila merupakan ikan yang sangat tahan terhadap
perubahan lingkungan hidup. Ikan Nila hidup dilingkungan air tawar, air payau dan air
asin dilaut. Kadar garam yang disukai antara 0 - 35 per mil. Pemindahan Ikan Nila
secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda mengakibatkan
stress dan kematian.

b. Media Air Payau (10 ppt)

Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada


salinitas 10 ppt yaitu pada 15 menit ikan bergerak pasif di dasar, pada 30 menit
pergerakan ikan bergerak aktif berenang ke atas dan pada 45 menit ikan berenang dan
mengeluarkan feses. Hal ini menandakan bahwa proses osmoregulasi pada ikan
tersebut berjalan normal.
Hal ini sesuai dengan Sitepu (2010), beberapa hewan air laut maupun air tawar
pada saat-saat tertentu masuk kedalam daerah air payau. Pada beberapa jenis ikan
perpindahan antara air tawar dan air yang beragam merupakan bagian dari siklus
hidup yang normal. Ada juga hewan yang hidup menetap di daerah perairan air payau.
Hewan yang demikan pasti memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap
perubahan kadar garam dihabitatnya mengingat bahwa kadar garam di daerah air
payau selalu berubah. Oleh karena itu Ikan Nila dapat bertahan hidup
dan osmoregulasinya berjalan normal.

a. Media Air Payau (20 ppt)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada salinitas 20 ppt, pada 15 menit


ikan bergerak pasif di dasar, pada 30 menit ikan mulai bergerak aktif di dasar dan
mengeluarkan feses, dan pada 45 menit ikan bergerak aktif. Hal ini menandakan
bahwa proses osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan normal.
Hal ini sesuai dengan Burhanuddin (2010), banyak jenis ikan yang menetas
diperairan tawar kemudian berpindah menuju ke laut dan tinggal untuk makan maupun
tumbuh, serta kembali ke perairan tawar setelah dewasa untuk memijah. Di daerah
tropis banyak ikan laut yang bergerak ke daerah estuaria sehingga harus mampu
mengubah secara mendadak dari penyimpanan air menjadi menngeluarkan sebanyak
mungkin air melalui ginjal dan harus mengubah dari mengeksresikan garam yang lebih
menjadi menyimpan.

d. Media Air Laut (30 ppt)


Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas 30
ppt, pada 15 menit ikan bergerak aktif keatas, pada 30 menit ikan bergerak dan pada
menit 45 menit ketiga ikan hanya berdiam di dasar. Hal ini menandakan bahwa proses
osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan normal.
Menurut pendapat kordi (2010) Ikan Nila merupakan ikan euryhaline atau
toleran terhadap kisaran salinitas yang luas, sehingga dapat hidup dengan baik di air
payau maupun air laut. Tetapi Ikan Nila hanya dapat hidup di perairan dengan salinitas
0 - 35 ppt pada salinitas 30 - 35 ppt Ikan Nila masih dapat hidup, tetapi pertumbuhan
ikan tersebut termasuk kategori lambat karena masih harus melalui proses adaptasi
atau aklimatisasi terlebih dahulu sehingga pada salinitas 40 ppt proses osmoregulasi
Ikan Nila cenderung tidak stabil karena tidak dapat mengimbangi cairan di dalam
tubuhnya.

3. Ikan Giru (Amphiprion ocellaris)

a. Media air Tawar (0 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas


0 ppt, pada 15 menit ikan bergerak pasif di dasar, pada 30 menit ikan aktif bergerak
didasar, dan pada 45 menit ikan mulai tidak bergerak. Hal ini di karenakan Ikan Giru
mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan salinitas sehingga proses
osmoregulasi dalam tubuh Ikan Giru menjadi terganggu.
Pernyataan diatas sesuai dengan Pamungkas (2017), sifat fisik
lingkungan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi
antara ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan yang hidup di air laut memiliki tekanan
osmotik lebih kecil dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung masuk ke dalam
tubuh dan air akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka
diperlukan suatu tekanan osmotik yang konstan. Pada ikan air laut terjadi kehilangan
air dari dalam tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam
dari air laut yang masuk lewat mulutnya.

b. Media Air Payau (10 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas


10 ppt, pada 15 menit ikan bergerak didasar, pada 30 menit ikan bergerak didasar dan
pada 45 menit ikan mencari oksigen. Hal ini menandakan bahwa proses osmoregulasi
pada ikan tersebut berfungsi normal.
Teleostei diadrom dan euryhaline bersifat hypoosmotik terhadap air laut dan
bermigrasi ke air tawar hyperosmotik terhadap air tawar. Gambaran osmotik secara
total dari membuang air dan menghemat garam pada air tawar menjadi membuang
garam dan menghemat air pada lingkungan laut (Fujaya dan Agung, 2015).

c. Media Air Payau (20 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas


20 ppt, pada 15 menit ikan bergerak didasar, pada 30 menit ikan bergerak didasar dan
pada 45 menit ikan mulai mencari oksigen. Hal ini menandakan bahwa proses
osmoregulasi pada ikan tersebut berfungsi dengan normal.
Hal ini sesuai denga Sitepu (2012) bahwa untuk mempertahankan kosentrasi
garam dan air dalam tubuh, toleransi oseanodrom memperbanyak minum air laut dan
melakukan osmoregulasi dengan memperbanyak minum air laut maka kehilangan air
didalam tubuhnya dapat diganti, namunbersamaan dengan itu sejumlah besar garam-
garam juga akan ikut masuk kedalam usus dan garam-garam tersebut harus segera di
keluarkan kembali.

d. Media Air Laut (30 ppt)

Berdasarkan pengamatan tingkah laku yang telah dilakukan pada salinitas


20 ppt, pada 15 sampai menit ke 45 ikan bergerak aktif kebawah. Hal ini
menunjukkan ikan dapat beradaptasi dan proses osmoregulasinya berjalan stabil.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sitepu (2012), karena Ikan Giru pada
habitatnya di air laut sehinggga Ikan Giru mampu bertahan di air laut dan memiliki daya
tahan tubuh yang baik untuk beradaptasi.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pada percobaan osmoregulasi dapat disimpulkan
bahwa pada praktikum osmoregulasi merupakan suatu proses untuk menyeimbangkan
air dengan ion antara tubuh dan lingkungannya. Hal ini penting dilakukan oleh
organisme perairan karena harus terjadi keseimbangan antara tubuh dan
lingkungannya.
Ikan air tawar (Ikan Molly) yang bersifat hyperosmotik dapat mentolerir peningkatan
salinitas dari kisaran 0 –30 ppt. Pada saat ditempatkan di air dengan salinitas 10 ppt
Ikan Molly masih aktif berenang, pada 20 ppt Ikan Molly mulai bergerak pasif tapi tidak
mati dan pada 30 ppt Ikan Molly masih berenang di dasar. Maka ikan ini bersifat
stenohaline, ikan Molly itu sendiri memiliki daya tahan tubuh yang tinggi dan dapat
beradaptasi dengan lingkungannya.
Ikan air payau (Ikan Nila) yang mampu bertahan hidup pada salinitas 0-30 ppt, hal
tersebut terbukti dari hasil pengamatan. Pada salinitas 30 ppt ikan nila masih hidup
walaupun pergerakannya pasiv dan mengeluarkan banyak fases. maka ikan ini
dikatakan bersifat Euryhaline.
Ikan air laut (Ikan Giru) yang hypoosmotik dapat mentolerir penurunan salinitas di
air payau yaitu dari 30 – 20 ppt, maka ikan ini bersifat stenohaline, namun pada
lingkungan 10 – 0 ppt ikan Giru tidak mampu beradaptasi dengan baik.

B. Saran

1. Laboratorium

Saran untuk laboratorium sebaiknya bahan dan peralatan yang akan digunakan
pada praktikum di laboratorium disediakan, dan sebaiknya tidak terlalu banyak
praktikum dengan waktu yang bersamaan untuk mempelancar percobaan yang akan
dilakukan

2. Asisten

a. Kak Baskara Setiawan

Saran untuk kakak agar ramah kepada praktikan agar


DAFTAR PUSTAKA

Fujaya, Y. dan A. Sudaryono. 2015. Fisiologi Ikan dan Aplikasinya pada Perikanan.
Pustaka Al-Zikra. Makasar dan Yogyakarta.

Mahyuddin, K. 2010. Paduan Lengkap Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Burhanuddin, A.I. 2010. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra
Emulsi. Makassar
Kordi, Ghufran K. 2010. Budidaya Perairan. PT CITRA ADITYA BAKTI. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai