OSMOREGULASI
A. Latar Belakang
1. Klasifikasi
Adapun klasifikasi menurut Lambert (2009) adalah sebagai berikut
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cyrinodontoidei
Famili : Poeciidae
Genus : Poecilia
2. Morfologi
Pada umunya morfologi pada ikan Molly (Poecilia sp.) panjangnya sekitar 12
hingga 13 cm. Ikan Molly jantan memiliki gonopodium (tonjolan di belakang sirip perut),
tubuhnya ramping dan warnanya lebih cerah. Sedangkan ikan Molly betina tidak
memiliki gonopodium akan tetapi memiliki sirip halus di bagian belakang, tubuhnya
lebih gemuk dan warnanya kurang cerah. Ikan Molly memiliki standar panjang 8 cm
untuk ikan jantan sedangkan 12 cm untuk ikan betina. Ikan Molly merupakan jenis ikan
livebearer fish yaitu jenis ikan yang melahirkan, satu ikan Molly betina dapat
melahirkan sekitar 20 anak ikan (Ibrahim dkk, 2017).
Ikan Molly menyerupai ikan Guppy Karena masih satu keluarga yaitu
poecilidae. Panjang tubuhnya sekitar 5 - 7 cm. bentuk tubuhnya cukup unik moncong
kedepan yang terlihat dari bagian kepala hingga mulut. Memiliki sirip lengkap seperti
ikan lainnya pada umumnya. Namun bentuk sirip ekor agak berbeda terutama pada
Ikan Molly jantan, bentuk unik seperti sabit Molly memiliki daya tahan tubuh yang
cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan. Ia juga dapat hidup di perairan asin atau
payau, namun perlu diketahui ikan ini cukup rentan terhadap perubahan suhu sehingga
aktivitas dari ikan ini dapat terganggu bila suhu disekitarnya berubah (Lambert , 2009)
3. Habitat
Ikan Molly memiliki daya tahan tubuh yang cukup tinggi terhadap kondisi
lingkungannya. Ia juga dapat hidup di perairan asin atau payau, namun perlu diketahui
ikan ini cukup rentan terhadap perubahan suhu. Pada pemeliharaan dalam akuarium,
biasanya menambahkan sedikit garam laut untuk mengoptimalkan kesehatan Ikan
Molly. Ikan Molly akan lebih senang jika akuarium ditambahkan tanaman air dalam
jumlah banyak yang berfungsi sebagai tempat bersembunyi bagi anak-anak Ikan Molly
dan juga sebagai pakan alami Ikan Molly dari lumut-lumut yang tumbuh pada
dedaunannya. Habitat dan daur ulang ini sama dengan Ikan Green Sailfin Molly dan
Ikan Sailfin Molly (Mulis dkk, 2018).
Ikan Molly berasal dari Meksiko, Florida, Virginia. Ikan Molly hidup di perairan
dengan kisaran Ph 7,5 – 8,0. Pada lingkungan tropis ikan Molly hidup dengan suhu
optimal 25 – 28 °C. Ikan Molly dapat hidup di pH netral (pH 7) karena telah terbiasa di
habitat aslinya hidup dengan perairan yang memiliki kisaran pH netral. Ikan Molly juga
dapat dipelihara di ember, bak semen dan wadah lainnya (Yunisari dkk, 2017).
4. Kebiasaan Makan
Ikan Molly merupakan ikan hias yang banyak dipelihara sehingga Ikan Molly
biasanya diberi pakan cacing sutera. Pemberian pakan diberikan 2 kali sehari yaitu
pada pagi dan sore hari. Ikan Molly di habitat aslinya hidup di sekitar tumbuhan air,
sebagai makanannya Ikan Molly memanfaatkan organisme yang ada di sekitar
tumbuhan air tersebut sebagai makanannya. Jika di alam liar Ikan Molly adalah
omnivora dan akan memakan segala jenis makanan ikan yang diberkan dalam
aquarium, tetapi makanan utama ikan ini adalah lumut-lumut (Muhammad, 2015).
Dalam sistem terbuka Ikan Molly dikonsumsi oleh banyak ikan yang lebih besar,
pada kolam tertutup, parit, kolam dan impoundments. Ikan Molly dapat tumbuh dengan
baik di kolam yang terisolasi secara organik atau parit dimana hanya ada beberapa
spesies ikan lainnya dan dimana ada vegetasi yang cukup untuk memberikan
perlindungan dari predator lain (Yunisari dkk, 2017).
5. Siklus Hidup
Proses pemijahan ditandai dengan kejar-kejaran yang dilakukan induk jantan
terhadap induk betina sambil menyempretkan badannya. Ini berlangsung selama 4 – 7
hari. Setelah seminggu, benih Ikan Molly tampak berkumpul di antara tanaman air atau
berenang di pinggiran bak. Setelah itu benih Ikan Molly dipisahkan dari induknya dan
dipindahkan dari kolam pendederan. Ikan Molly dalam sekali pemijahannya dapat
menghasilkan anak sekitar 80 – 125 ekor (Muhammad, 2015).
Ikan Molly termasuk ikan yang mudah untuk dipelihara. Cukup dipelihara di
akuarium, ember bak semen atau media lainnya. Untuk memelihara ikan ini tidak perlu
perawatan yang intensif karena ikan ini memiliki kekebalan tubuh yang tinggi. Ikan
Molly tidak mudah terserang penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang cukup
baik dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Ikan Molly akan lebih senang jika
akuarium ditambahkan tanaman air dalam jumlah banyak yang berfungsi sebagai
tempat bersembunyi bagi anak-anak ikan Molly dan juga sebagai pakan alami Molly
dari lumut-lumut yang tumbuh pada dedaunannya. Ikan Molly ini memang sangat
menyukai tanaman-tanaman air (Lambert, 2009).
1. Klasifikasi
2. Morfologi
Secara umum karakteristik Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yaitu bentuk tubuh
agak memanjang dan pipih, memiliki garis vertikal berwarna gelap sebanyak 6 buah
pada sirip ekor, pada bagian tubuh memiliki garis vertikal yang berjumlah 10 buah, dan
pada ekor terdapat 8 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kehitam-hitaman.
Mata Ikan Nila (Oreochromis niloticus) agak menonjol dan pinggirannya berwarna hijau
kebiru-biruan, letak mulut terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada Ikan Nila
adalah thoric, sedangkan linea lateralis terputus menjadi dua bagian, letaknya
memanjang diatas sirip dada, jumlah sisik pada garis rusuk berjumlah 34 buah,
memiliki 17 jari-jari keras pada sirip punggung, pada sirip perut terdapat 6 buah jari-jari
lemah, sirip dada 15 jari-jari lemah, sirip dubur 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah
dan bentuk ekor Ikan Nila (Oreochromis niloticus) berpinggiran tegak (Arifin, 2016).
Tubuh Nila hitam berwarna kehitaman, semakin ke arah perut semakin terang.
Mempunyai garis vertical 9 - 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat
6 -12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada punggungnya
terdapat garis-garis miring. Mata Ikan Nila tampak menonjol agak besar dengan
bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut terminal, posisi sirip perut
terhadap sirip dada thorocis, dan garis rusuk terputus menjadi dua bagian. Jumlah sisik
pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik Ctenoid (Kordi, 2010).
3. Habitat
Ikan Nila dikenal sebagai ikan yang memiliki toleransi sangat tinggi, baik
toleransi terhadap salinitas, suhu, pH, dan bahkan kadar oksigen. Suhu air optimum
untuk mendukung pertumbuhan Ikan Nila berkisar anatara 25 – 32oC, namun Ikan Nila
mampu hidup pada suhu antara 14 – 38oC. pH yang mendukung pertumbuhan ikan
adalah 6,5 –8,5. pH optimal untuk Ikan Nila adalah antara 7 - 8.Namun demikian ikan
masih mampu hidup pada pH 4 - 12. Kadar oksigen optimal yang dibutuhkan oleh Ikan
Nila adalah antara 3 - 5 ppm. Ikan Nila mampu hidup pada perairan tawar seperti
sungai, danau, waduk, rawa bahkan sawah, dan memiliki toleransi yang luas
terhadap salinitas sehingga Ikan Nila mampu hidup pada perairan payau dengan
salinitas antara 0 - 25 ppt (Utami, 2013).
Habitat Ikan Nila adalah perairan tawar, seperi sungai, danau, waduk, dan rawa.
Namun, karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline), Ikan Nila dapat
pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk Ikan Nila
adalah 0 – 35 ppt. pada salinitas 31 – 35 ppt Ikan Nila masih hidup, tetapi
pertumbuhannya Ikan Nila pada salinitas tersebut lambat (Kordi, 2010).
4. Kebiasaan Makan
Ikan Nila memiliki respon yang luas terhadap pakan dan memiliki sifat omnivore
sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan. Di perairan
alam Ikan Nila memakan plankton, perifiton, benthos maupun tumbuhan air atau gulma
air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan. Ikan Nila dapat diberi dedak halus,
bekatul, ampas kelapa, bungkil kacang dan sisa makanan. Produksi Ikan Nila dalam
pemeliharaannya memerlukan pemberian pakan tambahan berupa pellet. Pellet yang
diberikan untuk Ikan Nila harus diimbangi dengan kenaikan berat ikan secara
ekonomis, sehingga akan lebih baik apabila bahan pakan yang diberikan berstatus
limbah namun masih memenuhi kebutuhan gizi Ikan Nila (Utami, 2013).
Menurut Kordi (2013), Makanan Ikan Nila berupa plankton, perifiton, dan
tumbuhan lunak seperti Hydrilla, ganggang sutera, dan klekap. Oleh karena itu, Ikan
Nila digolongkan ke dalam omnivore. Untuk pemeliharaan Ikan Nila mendapatkan
pakan buatan (pelet) yang mengandung protein antara 20 - 25 % . Menurut penelitian,
Ikan Nila yang mendapatkan pelet dengan kandungan protein 25 % akan tumbuh
optimal. Namun, ikan peliharaan yang mendapatkan makanan berupa dedak
halus, tepung. Namun, ikan peliharaan yang mendapatkan makanan berupa dedak
halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa, dan sebagainya dapat tumbuh dengan
baik pula.
5. Siklus Hidup
Menurut Khairuman dan Amri (2016), proses pemijahan Ikan Nila berlangsung
sangat cepat. Dalam waktu 50 - 60 detik. Ikan Nila mampu menghasilkan 20 - 40 butir
telur yang telah dibuahi. Pemijahan terjadi beberapa kali dengan pasangan yang sama
atau berbeda hingga membutuhkan waktu 20 - 60 menit. Telur Ikan Nila berdiameter
2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang berwarna kuning, tidak lengket dan tenggelam di
dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi, dierami di dalam mulut induk betina
kemudian menetas setelah 4 - 5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva.
Panjang larva 4 - 5 mm. larva yang baru menetas diasuh oleh induk betina hingga
mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. benih yang sudah tidak diasuh lagi oleh
induknya akan berenang secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau
pinggiran kolam.
Seekor induk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 250 – 1500 butir
dalam sekali memijah. Induk betina mengerami telur dalam mulut selama 6 – 7 hari.
Selama mengeram dan mengasuh anaknya, Tubuh induk betina sangat kurus karena
kurangnya kesempatan makan. Ketika telur baru menetas, larva Ikan Nila masih
memiliki kuning telur (yolk sack) dan masih berada dalam mulut induknya. Kuning telur
akan habis terserap setelah 4 – 5 hari, dan larva sudah dapat berenang keluar dari
mulut induknya. Namun karena masih lemah, induknya masih selalu mengawasinya
larva atau anak ikan (Kordi, 2010).
1. Klasifikasi
2. Morfologi
Menurut Utami (2013), Ikan Giru (Amphiprion ocellaris) berwarna oranye cerah,
dengan tiga garis putih pada tubuhnya. Tiga garis putih pada Ikan Giru terdapat pada
bagian pada bagian kepala, tengah-tengah badan, dan pangkal ekor. Ikan ini, memiliki
sebaran warna hitam pekat dan pola garis putih di bagian perut lebih tajam. Selain itu,
ikan badut memiliki jari-jari keras sebanyak 10 buah dan jari-jari lunak pada sirip
punggungnya sebanyak 17 buah, dengan panjang jari-jari sirip yang berbeda.
Gurat sisi memanjang sampai ke belakang dasar sirip punggung dan dapat
berlanjut sampai ke dekat dasar ekor. Ikan dalam family ini mempunyai satu sirip
punggung yang terdiri dari 9 – 14 jari-jari keras, 11 – 18 jari-jari lemah, serta sirip dubur
yang terdiri dari 2 – 4 jari. Spesies Amphiprion ocellaris mempunyai tubuh yang
mencapai ukuran 15 cm. Badannya bewarna dasar orange dengan 3 belang di bagian
kepala, badan dan ekor. Jari-jari sirip punggungnya tidak sama panjang. Bentuk sirip
pada Ikan Giru ekornya bundar (Larasati, 2016).
3. Habitat
4. Kebiasaan Makan
5. Siklus Hidup
Ikan Giru hidup dalam kelompok kecil dalam satu anemon dan terdiri dari satu
pasang induk dan ikan lain biasanya berukuran lebih kecil yang masih dalam jenis
kelamin jantan. Apabila dari salah satu pasangan induk ada yang mati, maka posisinya
akan digantikan oleh yang terbesar dalam kelompoknya, terutama betina. Kondisi ini
biasanya disebut sequential hermaphroditism (perubahan kelamin secara berurutan).
Ikan Giru memijah sepanjang musim dengan interval waktu rata-rata sekitar sepuluh
hari atau tiga kali sebulan untuk induk yang produktif. Ikan Giru merupakan ikan yang
meletakkan telurnya pada substrat di dekat anemon atau rumahnya dan
mengeraminya sampai menetas. Telur akan menetas sekitar 5 sampai 9 hari
tergantung jenis, kualitas telur dan kondisi lingkungan. Biasanya telur akan menetas
pada malam hari yaitu sekitar 2 jam setelah matahari terbenam (Darmawan dkk, 2014).
Tanda-tanda pada Ikan Giru akan memijah dapat dilihat dari perilakunya dalam
menyiapkan dan membersihkan sarang oleh induk jantan. Aktivitas tersebut akan
meningkat seiring makin dekatnya saat pemijahan yang tampak dari perut induk betina
yang mengembungberisi telur. Pada masa menjelang pemijihan tampak perilaku yang
menonjol yaitu saling berkejaran antara pasangan ikan tersebut. Kemudian induk
betina akan masuk kesarang dan menekankan bagian bawah perutnya kesubstrat
dengan tubuh agak digetarkan (Tubagus, 2012).
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Osmoregulasi dapat dilihat
pada tabel 1 dan 2 adalah sebagai berikut.
C. Prosedur Kerja
a. Menyiapkan 3 buah toples kemudian diisi dengan air tawar sebanyak 2000 ml
kedalam toples tersebut
b. Memasukkan sampel secara bersamaan. Tiga toples air tawar masing
masing diisi 3 ekor ikan dengan dijalankannya stopwatch secara bersamaan
c. Melakukan pengamatan tentang perubahan perilaku ikan dari setiap toples dengan
interval waktu 3 kali 15 menit.
a. Menyiapkan 3 buah toples kaca untuk 10 ppt, menyiapkan alat pengukur salinitas
air refraktometer.
b. Melakukan pengenceran air laut dan air tawar menggunakan rumus M1 x v1 = M2
X V2. Di peroleh hasil pengenceran menggunakan air laut 36 ppt dan air tawar 0
ppt maka untuk menghasilkan air payau 6000 ml dilakukan pencampuran 5000 ml
air laut dengan 1000 ml air tawar
c. Masukkan air hasil pengenceran ke masin-masing toples. Kemudian memasukkan
masing-masing 3 ekor Ikan Nila, 3 ekor Ikan Molly, dan 3 ekor Ikan Giru pada
masing-masing toples secara bersamaan.
d. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Mencatat waktu
dan tingkah laku ikan.
a. Menyiapkan 3 buah toples kaca untuk 20 ppt dan memberi kertas label dengan
bertuliskan air payau (20 ppt).
b. Melakukan pengenceran air laut dan air atwar menggunakan rumus M1 x V1 = M2
X V2. Memperoleh hasil pengenceran menggunakan air laut (36 ppt) dan air tawar
(0 ppt) maka menghasilkan air payau 6000 ml dari pencampuran 3330 ml air laut
(36 ppt) dengan 2670 ml air tawar (0 ppt).
c. Masukkan air hasil pengenceran ke masin-masing toples. Kemudian memasukkan
masing-masing 3 ekor Ikan Nila, 3 ekor Ikan Molly, dan 3 ekor Ikan Giru pada
masing-masing toples secara bersamaan.
d. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 kali 15 menit. Mencatat waktu
dan tingkah laku ikan.
D. Pengukur Pengubah
A. Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama praktikum, maka data yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel 3, 4, dan 5.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Ikan Molly (Poecilia sp.)
No. Salinitas Waktu Tingkah laku ikan
B. Pembahasan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pada percobaan osmoregulasi dapat disimpulkan
bahwa pada praktikum osmoregulasi merupakan suatu proses untuk menyeimbangkan
air dengan ion antara tubuh dan lingkungannya. Hal ini penting dilakukan oleh
organisme perairan karena harus terjadi keseimbangan antara tubuh dan
lingkungannya.
Ikan air tawar (Ikan Molly) yang bersifat hyperosmotik dapat mentolerir peningkatan
salinitas dari kisaran 0 –30 ppt. Pada saat ditempatkan di air dengan salinitas 10 ppt
Ikan Molly masih aktif berenang, pada 20 ppt Ikan Molly mulai bergerak pasif tapi tidak
mati dan pada 30 ppt Ikan Molly masih berenang di dasar. Maka ikan ini bersifat
stenohaline, ikan Molly itu sendiri memiliki daya tahan tubuh yang tinggi dan dapat
beradaptasi dengan lingkungannya.
Ikan air payau (Ikan Nila) yang mampu bertahan hidup pada salinitas 0-30 ppt, hal
tersebut terbukti dari hasil pengamatan. Pada salinitas 30 ppt ikan nila masih hidup
walaupun pergerakannya pasiv dan mengeluarkan banyak fases. maka ikan ini
dikatakan bersifat Euryhaline.
Ikan air laut (Ikan Giru) yang hypoosmotik dapat mentolerir penurunan salinitas di
air payau yaitu dari 30 – 20 ppt, maka ikan ini bersifat stenohaline, namun pada
lingkungan 10 – 0 ppt ikan Giru tidak mampu beradaptasi dengan baik.
B. Saran
1. Laboratorium
Saran untuk laboratorium sebaiknya bahan dan peralatan yang akan digunakan
pada praktikum di laboratorium disediakan, dan sebaiknya tidak terlalu banyak
praktikum dengan waktu yang bersamaan untuk mempelancar percobaan yang akan
dilakukan
2. Asisten
Fujaya, Y. dan A. Sudaryono. 2015. Fisiologi Ikan dan Aplikasinya pada Perikanan.
Pustaka Al-Zikra. Makasar dan Yogyakarta.
Burhanuddin, A.I. 2010. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra
Emulsi. Makassar
Kordi, Ghufran K. 2010. Budidaya Perairan. PT CITRA ADITYA BAKTI. Bandung.