Adaptasi Fisiologi
Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan
dengan kebutuhan organisme hidup. Pada biota laut dalam, adaptasi morfologi
dapat dilihat dari bentuk tubuh biota laut dalam yang kecil dan pada umumnya
bertubuh transparan karena tubuhnya tidak mengandung pigmen. Secara
morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut
mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah
mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal
mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Praktek kanibalisme juga
sering terjadi di beberapa spesies.
Selain itu bentuk tubuh ikan juga merupakan salah satu adaptasi ikan,
Lerman (1986) dalam Wahyuningsih dan Ternala (2006), membedakan bentuk
tubuh ikan menjadi 4 yaitu :
1. Bentuk fusiform atau lurus seperti pada ikan tuna, hiu. Bentuk tubuh seperti ini
memungkinkan ikan untuk bergerak cepat yang terutama dalam menangkap
mangsa.
2. Bentuk pipih tegak seperti pada ikan Pontus triacanthus, memungkinkan untuk
mudah bergerak diantara tumbuh-tumbuhan air dan areal yang sempit. Tubuh
yang pipih memudahkan ikan tersebut menghindari tentakel beracun dari
predator dan masuk kedalam celah-celah karang atau di bawah vegetasi air.
3. Bentuk tubuh ikan lainnya adalah bentuk pipih datardan bentuk tipis
memanjang seperti belut. Belut dan beberapa ikan bentuk ini mensekresi
semacam lendir yang dapat membantu gerakan di substrat lumpur dan
mengurangi terjadinya perlukaan pada tubuhnya.
Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup
terhadap lingkungannya dengan cara memperlihatkan tingkah laku. Biasanya pada
pada ikan paus sesekali menyemburkan diri ke permukaan untuk mendapatkan
oksigen setiap 30 menit sekali dan pada biota di zona intertidal biasanya pada saat
air surut biota-biota seperti kepiting, cacing-cacingan menenggelamkan diri ke
dalam pasir dan pada saat pasang tinggi biota tersebut aktif untuk mencari makan,
selain itu pada kerang-kerangan misalnya pada jenis kerang hijau (Perna viridis)
untuk menghindari kuatnya arus dengan melekatkan tubuhnya sangat erat ke batu-
batuan menggunakan bysus. Dan pada jenis kerang lain seperti kerang darah,
pada kondisi kualitas air yang buruk maka kerang tersebut menutup tubuhnya
rapat-rapat dan akan membuka kembali sampai kondisi perairan tersebut normal.
Selain itu, beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan
mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan.
Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar
yang serba gelap. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat
memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena
itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar
dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa.
Adaptasi Reproduksi
Menurut Fahmi (2001), Ikan-ikan yang hidup di laut dalam, mereka
mempunyai cara-cara khusus agar dapat mempertahankan hidupnya, termasuk
dalam hal reproduksi. Langkanya sumber makanan yang ada di laut dalam
mengakibatkan sangat rendahnya kepadatan organisme, Juga menimbulkan
masalah sulitnya memperoleh pasangan dari jenis kelamin yang berbeda untuk
keperluan reproduksi dalam habitat yang sangat luas dan gelap gulita tersebut.
Salah satu adaptasi yang dilakukan tampak pada ikan- ikan pemancing (Angler
fishes) dari bangsa Ceratoidea adalah ikan-ikan jantan tersebut menemukan
pasangannya melalui indra olfaktorik. Ketika ikan jantan tersebut menemukan
betinanya, ia langsung menempelkan mulutnya di tubuh ikan betina dengan gigi-
giginya yang tajam dan tidak pernah melepaskannya lagi. Kulit ikan jantan lambat-
laun bersatu dengan tubuh ikan betina. Sistem sirkulasinya juga ikut bersatu,
sehingga tubuh ikan jantan menjadi tergantung pada ikan betina. Ikan jantan akan
menghabiskan sisa hidupnya sebagai parasit dengan menempel pada tubuh ikan
pasangannya, ia mendapatkan makanan dengan menyerap dari tubuh betina
tersebut. Ketika ikan betina tersebut memijah, maka telur-telurnya akan segera
dibuahi oleh ikan jantan.
Selain itu terjadi perubahan badan pada ikan sidat saat melakukan persiapan
pemijahan dan bermigrasi. Menurut pankhrust (1982) dalam Fahmi (2010),
menyatakan bahwa membesarnya mata saat memijah sampai empat kali dari
sebelumya. Selain mata, perubahan badan lainnya ketika akan memijah antara
lain warna sirip pectoral yang makin gelap, perubahan komposisi sel pada retina,
perubahan warna badan menjadi silver, sisik membesar, dermis menebal, densitas
sel mukus meningkat terutama pada betina, bentuk kepala agak pipih, adanya
peningkatan panjang dan diameter kapiler pada gelembung renang, peningkatan
aktivitas Na+/K+ -ATP ase pada insang, usus mengalami peningkatan bobot
namun jumlah lipatannya menurun, serta otot tunus meningkat.
Adaptasi Pertahanan
Dalam system pertahanan diri biasanya pada pengeluaran tinta pada Cumi-
cumi untuk penyelamatan diri. Serta beberapa ikan di dasar laut yang dapat
berubah bentuk mengikuti kondisi lingkungannya seperti bersembunyi atau
menyerupai pasir di dasar laut serta menyerupai tumbuhan–tumbuhan dasar laut
untuk menghindari dari para predator yang ingin memangsanya contohnya ikan
pari yang ekornya sangat beracun, lalu juga ada lion fish yang dapat menyengat
jika disentuh atau mengalami gangguan dari predator lain hewan ini sangat
berbahaya bagi para penyelam (Darmadi, 2010).
Pada ikan buntal, untuk mempertahankan diri dari predator ikan tersebut
mengeluarkan duri-duri pada tuuhnya dengan membesarkan tubuhnya sehingga
predator akan sulit untuk memangsa ikan buntal tersebut. Selain itu menurut
Subekti, et al. (2010), untuk menghindari dari pengganggu atau pemangsa yaitu
eviserasi. Eviserasi ialah pelepasan salah satu atau kedua pohon pernafasan,
usus atau gona, atau semuanya melalui sobekan cloaca. Pemangsa akan
memakan bagian yang terlepas, sementara timun laut menyelamatkan diri
kemudian regenerasi untuk mengganti bagian yang hilang.