Anda di halaman 1dari 27

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Biawan

Menurut Saanin (1984) susunan taksonomi ikan Biawan adalah sebagai

berikut:

Kingdom :Animali

Filum :Chordata

Kelas : Pisces

Sub kelas :Teleostei

Ordo : Labyrinthici

Sub ordo :Anabantoidei Famili

Genus : Helostoma

Spesies : Helostoma temminckii

Ciri-ciri ikan Biawan yaitu memiliki badan pipih dan berbentuk oval

lonjong. Mulut monyong dan dapat disembulkan, celah mulut horisontal sangat

kecil. Rahang atas dan bawah sama, bibir tebal, memiliki deretan gigi yang pada

ujungnya berwarna hitam. Sisik tergolong stenoid, pada daerah punggung

bewarna kehijauan dan mempunyai garis sisik (linea lateralis). Kesukaannya

menempelkan bibir tebalnya pada benda apapun atau pada bibir pasangannya

menjadikan ikan Biawan disebut kissing gourami (Saanin, 1984).Ikan Biawan

merupakan satu-satunya ikan dari anggota family helostomatidae yang dapat

ditemukan di Asia Tenggara. Selain sebagai ikan konsumsi, ikan ini juga

dipelihara sebagai ikan hias, karena warnanya yang unik dan kebiasaannya
menghisap dan mencium bibir ikan lain, tanaman air dan benda lainnya (Talwar

dan Jhingran, 1991). Bentuk tubuh ikan Biawan tersaji pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bentuk tubuh ikan Biawan

2.2. Habitat Ikan Biawan

Ikan tambakan biasa hidup di perairan rawa (black fish) yang banyak

ditumbuhi tanaman air. Ikan ini dapat hidup pada kondisi perairan asam (pH 5,5-

6,5) dan kadar oksigen yang relatif rendah (3-5 mg/l). Pada saat musim

kemarau, ikan ini cenderung tinggal di cekungan tanah pada perairan rawa

(lebung) atau danau yang masih berisi air. Sedangkan pada saat musim

penghujan, air tinggi dan menyebar di rawa yang lebih luas. Saat memijah

ikan ini akan menuju tepi sungai yang landai sehingga ikan ini mudah

ditangkap. Penyebaran ikan Biawan meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan

Thailand (Utomo, 2010 )

Menurut Prianto (2006) ikan Biawan dewasa dapat mencapai ukuran

panjang total ± 30 cm. Ikan ini bersifat benthopelagis, yaitu mendiami air tepat

di atas bagian bawah dengan memakan benthos dan plankton. Ikan bentopelagis

memiliki daya apung netral, sehingga mereka dapat mengapung di kedalaman air

dengan mudah. Ikan Biawan dapat hidup pada kisaran pH 6,0- 8,0. Ikan
o o
Biawan hidup pada iklim tropis dengan kisaran suhu 22 – 28 C pada

kisaran lintang16°N - 6°S.

2.3. Anatomi Pencernaan Ikan

Menurut Handajani dan Wahyu (2010), Anatomi struktur alat pencernaan

ikan berkaitan dengan bentuk tubuh, kebiasaan makan, dan kebiasaan memakan

serta umur ikan adalah sebagai berikut:

1. Mulut

Mulut merupakan awal mula proses masuknya makanan ke dalam

tubuh. Mulut berguna untuk menangkap atau mengambil makanan. Adaptasi

mulut ikan terhadap makanannya menyebabkan ditemukannya beraneka macam

bentuk mulut ikan. Ikan-ikan yang biasanya mencari makanan dengan memangsa

jenis ikan lain, umumnya mempunyai mulut yang lebar, sedangkan

ikan-ikan yang biasa mengambil makanan dengan jalan mengisap organisme

yang menempel pada substrat biasanya mempunyai bentuk bibir yang tebal

(misalnya ikan Biawan). Di dalam mulut, karbohidrat dalam makanan dicerna

secara mekanik (dengan bantuan gigi) dan secara enzimatik (oleh enzim

ptyalin/amylase ludah). Selain mengandung enzim amylase, air ludah juga

berperan penting untuk membasahkan makanan sehingga maka mudah ditelan.

Ukuran makanan suatu jenis ikan ditentukan oleh ukuran bukaan mulut ikan.

2. Rongga Mulut

Di belakang mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga

mulut ini berhubungan langsung dengan segmen faring, oleh karenanya

rongga mulut dan faring sering disebut rongga “Buccopharynx”.


3. Faring

Bagian insang yang mengarah ke segmen faring adalah tapis insang.

Pada ikan yang cara memperoleh makanannya dengan menyaring organisme air

(plankton), maka proses penyaringan terjadi di segmen ini.

4. Esofagus

Kerongkongan memiliki ukuran yang sangat pendek dan merupakan

lanjutan dari faring, berbentuk seperti kerucut dan terdapat di belakang daerah

insang.

5. Lambung

Lambung (ventrikulus) merupakan lanjutan dari esophagus, berupa

saluran memanjang yang agak membesar. Lambung pada ikan mempunyai dua

fungsi sebagai penampung makanan dan sebagai pencerna makanan. Pada

beberapa spesies tertentu, di bagian akhir ventrikulus terdapat tonjolan-tonjolan

berbentuk kantong buntu yang disebut pyloric caeca (appendices pyloricae).

Kantong buntu ini berguna untuk memperluas permukaan dinding ventrikulus

agar pencernaan dan penyerapan makanan dapat berlangsung lebih sempurna.

Apabila dalam lambung terdapat protein, sel dinding lambung akan

menghasilkan gastrin, yaitu senyawa kimia yang merangsang lambung untuk

mengeluarkan HCl dari sel parietal, dan pepsinogen dari sel kepala (chief cells).

Selanjutnya, enzim pemecah protein (proteolitik) akan menguraikan protein

dengan cara memutuskan ikatan peptide pada protein sehingga dihasilkan asam
amino. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai

penampung makanan.

6. Pilorus

Hal yang mencolok pada segmen ini adalah adanya penebalan lapisan

otot melingkar yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran. Dengan

menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini bahwa segmen pylorus

berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan dari lambung ke segmen usus.

7. Usus

Usus (intestinum) merupakan tempat terjadinya proses penyerapan zat

makanan. Usus berbentuk seperti pipa panjang yang berkelok-kelok dan sama

besarnya, berakhir dan bermuara keluar pada lubang anus. Usus ini diikat

oleh suatu alat penggantung yang disebut mesentrium. Mesentrium

merupakan derivat dari pembungkus rongga perut (peritonium). Selain

sebagai tempat terjadinya proses penyerapan zat makanan, usus juga

berfungsi sebagai alat pencernaan lipid. Pencernaan ini dibantu oleh enzim lipase

usus, lipase lambung, dan lipase pankreas. Lipase akan menghidrolisis lipid dan

trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, gliserida, dan asam lemak bebas.

Lipase dalam bentuk zimogen (prolipase) akan diaktifkan oleh protein khusus

dari sel epitel usus (disebut kolipase) sehingga dapat memecah lipid menjadi

asam lemak. Gambar usus ikan Biawan dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Usus Ikan Biawan

8. Rectum

Seperti halnya pada hewan lain, segmen rectum berfungsi dalam

penyerapan air dan ion. Pada larva ikan, rectum berfungsi sebagai penyerapan

protein.

9. Kloaka

Kloaka adalah ruang bermuaranya saluran pencernaan dan saluran

urogenital.

10. Anus

Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang

sejati anus terletak di sebelah depan saluran genital.

2.4. Makanan dan Kebiasaan

Makan

Saluran pencernaan pada ikan biawan terdiri dari dua bagian yaitu

saluran pencernaan (tractus digestivus) dan kelenjar pencernaan (glandula

digestoria). Saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut, kerongkongan,

esofagus, lambung dan usus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri dari hati
dan kantong empedu. Lambung dan usus juga berfungsi sebagai kelenjar

pencernaan (Mudjiman, 2001).

Makanan merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan, dan

kondisi ikan, sedangkan macam makanan satu spesies ikan biasanya bergantung

pada umur, tempat, dan waktu (Effendie, 1979). Menurut Effendie (1979) bahwa

kebiasaan makanan ikan adalah jenis, kuantitas, dan kualitas makanan yang

dimakan ikan. Sedangkan kebiasaan cara makan ikan adalah hal-hal yang

berhubungan dengan waktu, tempat, dan cara mendapatkan makanan.

Makanan ikan dapat berupa makanan alami ataupun makanan buatan.

Jenis-jenis makanan alami yang dimakan oleh ikan sangat bermacam-macam

tergantung kepada jenis ikan dan stadia hidupnya. Menurut Virnanto (2015)

makanan alami untuk kebutuhan ikan di dalam suatu perairan banyak ragamnya,

golongan hewan (zooplankton, invertebrata, dan vertebrata), tumbuhan

(fitoplankton, dan tumbuhan air) dan organisme mati (detritus)..Berdasarkan

variasi makanan yang dikonsumsi, ikan dapat dibedakan menjadi Euryphagic

yaitu ikan yang mengkonsumsi bermacam variasi makanan, stenophagic yaitu

ikan yang mengkonsumsi sedikit variasi makanan, monophagic yaitu ikan yang

mengkonsumsi hanya satu jenis makanan (Triwibisono, 2015).

Periodisitas makan adalah saat-saat ikan aktif mengambil makanan

dalam waktu 24 jam. Periodisitas makanan bergantung kepada jenis ikannya,

ada yang satu kali, dua kali atau lebih. Sebagian ada yang masa

pengambilannya makanannya berkepanjangan (Effendie, 1979).

Mengetahui waktu aktif ikan mencari makanannya di perairan adalah

sangat penting sebagai suatu langkah awal sebelum melakukan analisis


terhadap kebiasaan makanan. Periodisitas makan berguna meminimalkan waktu

dan tenaga pada saat sampling ikan untuk analisis kebiasaan makanan. Sehingga

pengambilan ikan tidak perlu selama 24 jam tetapi bisa diambil saat alat

pencernaan ikan penuh saja. Ikan membutuhkan makanan yang dipergunakan

untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Dalam kenyataannya

keberadaan suatu jenis ikan di perairan memiliki hubungan yang erat dengan

keberadaan makanannya ketersediaan makanan merupakan faktor yang

menentukan jumlah populasi, pertumbuhan, reproduksi, dan dinamika serta

kondisi ikan yang ada dalam suatu perairan (Hidayat, 2013).

Kelimpahan organisme makanan ikan yang ada di suatu

perairan selalu berfluktuasi disebabkan oleh daur hidup, iklim, kondisi

lingkungan, dan jenis makanan yang dimakan. Kebiasaan makanan ikan

dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain habitat hidupnya,

kesukaannya terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, dan umur ikan.

Perubahan lingkungan suatu suatu perairan yang menyebabkan perubahan

persediaan makanan, akan merubah kebiasaan makanan ikan (Hermawan, 2014).

Analisis kajian isi lambung juga menggunakan metode frekuensi kejadian

dengan cara mencatat keberadaan suatu organisme pada setiap ikan. Metode ini

tidak bisa memperlihatkan kuantitas makanan yang dimakan sehingga

metode ini hanya dipakai untuk melihat makanan secara fisik saja (Effendie,

2002).

2.5. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu proses yang terjadi di dalam tubuh organisme

yang menyebabkan perubahan panjang dan berat tubuh dalam periode waktu

tertentu. Pertumbuhan dapat terjadi apabila ada kelebihan energi dari bahan yang

masuk setelah kelebihan energi katabolisme (seperti metabolisme dasar,

pencernaan, penyerapan, gerakan dan pemeliharaan) terpenuhi. Oleh karena itu,

penambahan energi yang tinggi diasosiasikan dengan pertumbuhan yang cepat,

sehingga ikan secara konsisten memasukkan energi yang tinggi akan tumbuh

lebih cepat dibandingkan ikan yang memasukkan energi yang lebih rendah pada

umur dan waktu yang sama (Almaniar, 2011).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan

faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, umur,

parasit dan penyakit. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat

dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik

pertumbuhannya. Tetapi kalau di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan.

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah suhu dan makanan

(Muflikhah, 2007).

2.6. Hubungan Panjang berat

Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari

pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi

dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Pertumbuhan individu

adalah pertambahan ukuran panjang dan berat dalam suatu kurun waktu

tertentu (Muflikhah, 2007). Hubungan ini juga dapat menerangkan pertumbuhan


ikan, kemontokan ikan, dan perubahan lingkungan (Effendie, 2002). Hubungan

panjangdan berat adalah sebagai berikut :

b
W = aL

Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)

L = Panjang tubuh ikan

a dan b = Konstanta

Dari persamaan tersebut maka pola pertumbuhan panjang dan berat

ikan akan dapat diketahui, jika didapatkan nilai b = 3 berarti pertumbuhan ikan

seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya

(isometrik). Akan tetapi jika nilai b > 3 maka pertambahan beratnya lebih

dominan dari pertambahan panjangnya (allometrik positif) dan jika b < 3 maka

pertambahan panjangnya (allometrik negatif).

2.7. Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan ikan yang dilihat berdasarkan besarnya

ikan atau kemontokan ikan dinilai dari data panjang berat ikan atau faktor fisik

yang dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan

gonad. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh kepadatan suatu populasi apabila

populasi tinggi maka faktor kondisi akan rendah, begitu juga sebaliknya, apabila

populasi menurun maka faktor kondisi akan tinggi (Gustiana, 2013)

Faktor kondisi digunakan untuk menentukan kesesuaian lingkungan dan

membandingkan berbagai tempat hidup. Apabila kondisi kurang sesuai

kemungkinan dikarenakan populasinya terlalu padat, dan apabila kondisinya

sesuai kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau tersedia makanan yang


mendadak. Variasi faktor kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat

kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur.

2.8. Rawa Banjiran

Rawa banjiran adalah perairan umum yang dicirikan tergenang atau

kering pada waktu tertentu akibat adanya dinamika tinggi air yang berhubungan

dengan sungai sekitarnya dan musim penghujan. Rawa banjiran merupakan

suatu ekosistem unik. Ekosistem ini subur dan eksistensinya sangat dipengaruhi

oleh curah hujan. Kesuburan ekosistem rawa banjiran banyak dimanfaatkan oleh

organisme akuatik, baik untuk mencari makan maupun untuk memijah. Selain

menyediakan relung makanan yang lebih besar, ekosistem rawa banjiran juga

menyediakan relung habitat yang lebih besar. Hal ini terkait dengan peningkatan

volume air di ekosistem rawa banjiran akibat adanya genangan air. Peningkatan

luas kedua jenis relung tersebut mempengaruhi biologi ikan yang hidup di

dalamnya (Sofian,2019).

Faktor utama yang mendorong tingginya produktivitas ikan dan biota

akuatik lainnya di rawa banjiran adalah fluktuasi tinggi paras air sungai

(floodpulse). Aliran air yang masuk ke rawa banjiran mendorong terjadinya

dekomposisi bahan organik baik yang berasal dari run off di sepanjang daerah

aliran sungai utama maupun dari hasil dekomposisi tanaman air dan tanaman

darat di sekitar rawa banjiran (ATTZ= Aquatic terrestrial transitional zone) atau

disebut juga detritus allocthonous. Selanjutnya, sumbangan bahan organik yang

terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran (detritus

autocthonous) akan melepaskan nutrien ke perairan sehingga meningkatkan


produksi fitoplankton, zooplankton, tanaman air, dan hewan-hewan avertebrata

air yang merupakan sumber makanan bagi ikan (Junk et al., 1989; Gehrke,

1990; de Carvalho et al.,

Daerah rawa banjiran dikenal sebagai perairan hitam yang dicirikan oleh

warna perairan yang coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh adanya

asam humat, pH yang relatif lebih rendah, tidak keruh atau transparansi tinggi.

Hal yang menarik yang pernah ditemukan adalah jusrtu sebagian besar waktu

hidup ikan dihabiskan di perairan hitam (Hartoto, et al, 1998).

Menurut Shelly tutupoho (2008), proses hidrologi memengaruhi

komponen biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem. Hal ini memengaruhi

pertumbuhan ikan di rawa banjiran. Sumber makanan yang melimpah

menjadikan pertumbuhan ikan menjadi cepat. Periode musim hujan adalah

periode utama untuk mencari makan, tumbuh, dan meremajakan. Oleh karena

itu, daerah rawa banjiran menjadi salah satu daerah penangkapan ikan oleh

nelayan. Akan tetapi, ikan tropis tidak hanya tumbuh cepat pada musim hujan.

Di lembah Sungai Amazon, ikan dapat mengubah kebiasaan makan menjadi

omnivor saat musim kemarau untuk tetap bertahan hidup.

2.9. Immunostimulan

Immunostimulan adalah bahan alami berupa zat kimia, obat-obatan,

stressor atau aksi yang dapat meningkatkan respons imun non-spesifik atau

bawaan ( innate immune response) yang berinteraksi secara langsung dengan sel

dari sistem yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut (Almendras,2001)

menjelaskan bahwa immunostimulan adalah suatu zat yang termasuk dalam


adjuvant, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketahanan tubuh.

Penggunaan immunostimulan memiliki pengaruh terhadap sistem kekebalan

tubuh, yaitu dengan merangsang makrofag untuk mencegah masuknya benda

asing yang akan menyerang tubuh ikan. Imunostimulan merupakan sekelompok

senyawa biologi dan sintetis yang dapat meningkatkan tanggap kebal spesifik

dan non-spesifik. Mekanisme kerja imunostimulan yaitu dengan cara

meningkatkan aktivitas oksidatif netrofil (Anderson, 1996).

Adelbert (2008) menyatakan bahwa hemoglobin ikan akan mempengaruhi

aktivitas kerja fisiologis apabila dalam keadaan stres. Faktor lingkungan

menyebabkan keadaan fisiologis darah bervariasi, faktor tersebut seperti suhu dan

pH. Hal ini dinyatakan oleh Sturkie (1976), bahwa jumlah eritrosit sangat

berkorelasi kuat dengan konsentrasi hemoglobin, apabia jumlah eritrosit rendah

maka kadar hemoglobin di dalam darah rendah.

Stress pada ikan bisa disebabkan oleh faktor lingkungan (pH, Tinggi

amoniak, rendahnya DO, dsb), Kepadatan, penanganan dan lain-lain. Salah satu

pendekatan yang bisa dilihat pada tubuh ikan saat stress adalah perubahan turun

naiknya kadar glukosa darah sehingga menurunkan nafsu makan ikan

tersebut.Mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress

dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor.

Informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf.

Hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon

katekolamin melalui serabut syaraf simpatik. Adanya katekolamin ini akan

mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen,

sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Saat yang bersamaan


hipotalamus otak mensekresikan CRF (corticoid releasing factor) yang meregulasi

kelenjer pituitari untuk mensekresikan ACTH (adreno corticotropic hormone).

Hormon tersebut akan direspon oleh sel interenal dengan mensekresikan kortisol.

Rasa lapar kenyang terjadi karena adanya informasi pusat syaraf yang berasal dari

central origin.

Naiknya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang, dengan

arti lain nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh

terpenuhi. Sebaliknya juga begitu saat kadar glukosa darah turun, maka ikan akan

merasa lapar sehingga diperlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan

energinya. Saat ikan stress kadar glukosa terus naik untuk mengatasi homeostasis

akibat stress terhadap perubahan fisiologis. Hiperglisemia akan berakibat buruk

bagi ikan. Ini berawal dari naiknya kadar kartisol dalam darah akibat stress yang

akan memobilisasi glukosa dari cadangan yang disimpan oleh tubuh ke dalam

darah, sehingga glukosa dalam darah mengalami kenaikan. Naiknya kadar glukosa

darah tersebut dibutuhkan untuk proses memperbaiki homeostasis selama stress,

namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan dapat terpenuhi apabila

glukosa dalam darah dapat segera masuk ke dalam sel, dan ini sangat bergantung

pada kinerja insulin.

Naiknya kadar kortisol akan mengurangi kerja insulin di dalam darah. Saat

stress dengan berkurangnya insulin maka kadar glukosa darah terus meningkat

karena keterbatasan insulin yang memobilisasi glukosa darah ke dalam sel

semakin lambat. Tingginya kadar glukosa di dalam darah tersebut maka sinyal

dari pusat syaraf menandakan bahwa ikan merasa kenyang, dan ikan tidak mau

makan.
2.10. L-Theanin

L-theanin adalah asam amino unik yang hampir ditemukan di

seluruh bagian pohon teh dan menjadi komponen utama yang

bertanggungjawab atas rasa eksotik teh hijau. Kemunculannya dalam teh hijau

berperan terhadap kualitas minuman penyegar. L-theanin, dan asam

glutamat merupakan asam amino utama dalam seduhan teh hijau, selain

asam aspartat dan arginin. L-theanin merupakan asam amino yang sangat

unik karena hanya ditemukan di dalam daun teh dan beberapa jenis jamur serta

beberapa jenis spesies Camellia yaitu C. japonica dan C. sasanqua. L-theanine

dalam daun teh berjumlah kira-kira 50% dari asam amino bebas total. L-

theanin dalam daun teh ditemukan dengan struktur kimia yang dinyatakan

sebagai y-etil amtno-L-glutamat acid.

Gambar 2.3 L-theanin

Senyawa L-theanin dikenal sebagai salah satu pengantar neutron yang

ditemukan dalam otak. Senyawa ini diserap dalam rnembran brush border usus
karena larut di dalam Iemak, bersamaan dengan itu diangkut ke dalam otak

rnelalui sistem pengangkutan pilihan leusin dari darah pembatas otak.

Sekali terserap di dalam otak, L-theanin menunjukkan banyak pengaruh

sifat fisiologis yang positif.

Dalam suatu percobaan yang dilakukan Yokogoshi dan Terashima

di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi di Shizuoka Jepang ditentukan bahwa

konsentrasi dopamin di dalam otak, terutama striuatum, hipothalamus, dan

hipocampus meningkat secara signifikan setelah mengenal L-theanin.

Dopamin merupakan salah satu pengantar neutron di dalam otak yang

mempengaruhi emosi seseorang. L-theanin juga meningkatkan kadar

GABA di dalam otak yang membawa perasaan nyaman (Yamamoto, 1997).

L-theanin dalam daun teh ditemukan dengan struktur kimia yang dinyatakan

sebagai r-etil amino-I-glutamat acid. Terjadinya theanin dalam daun teh

ditemukan oleh Sakato tahun 1950, struktur kimianya dinyatakan sebagai y-

etilamino-L-glutamat acid

Gambar 2.4 struktur L-Theanin

Pada umumnya, manusia dan binatang selalu menghasilkan suatu

getaran (pulse) listrik yang sangat lemah pada permukaan otak, yang sering

disebut sebagai gelombang otak (brain waves). Berdasarkan frekuensinya,

gelombang tersebut dikelompokkan menjadi empatjenis, yaitu gelombang y

(0,5 - 3 Hz: kondisi mental tidur nyenyak), a (4- 7 Hz: tidur sejenak/kantuk), a
(8 - 13 Hz: bangun, relaksasi), dan 13 (- 14 Hz: bangun, eksitasi). Telah

diketahui pula, bahwa gelombang otak a dihasilkan selama keadaan rileks

(Yamamoto, 1997). Oleh karenanya generasi gelombang a dinyatakan sebagai

indeks relaksasi. Karena L-theanin mendorong pembangkitan gelombang a

di dalam otak, dalarn keadaan terjaga, kondisi fisik dan mental menjadi santai,

hal ini menunjukkan efektivitas L-theanin dalam mengelola stress.

Hal yang meyakinkan adalah persentase kematian yang

demikian besar disebabkan atherosclerosis, suatu penyakit kelainan

kardiovaskular yang dicirikan oleh penebalan arteri. Kajian terbaru menduga

bahwa oksidasi lipoprotein berberat rendah (LDL) yang menyebabkan

atherosclerosis. Dilaporkan juga bahwa L-theanin dapat mengurangi total

plasma kolesterol, ester kolesterol, dan kolesterol LDL.

Hasil kajian pengaruh L-theanin pada pelepasan striatal dopamine (DA) di

dalam otak menunjukkan bahwa konsentrasi DA dalam striatum secara

signifikan rneningkat setelah diberi L-theanin. Pemberian langsung L-

theanin di dalam striatum otak dengan suntikan mikro juga menyebabkan

suatu peningkatan pelepasan DA secara signifikan dalam metode yang

tergantung dosis. Seperti disebutkan bahwa pelepasan DA, salah satu

neurotransmitter, berpengaruh besar terhadap emosi manusia, hasil ini diduga

bahwa L- theanin dapat mempengaruhi metabolisme dan atau melepaskan

beberapa neurotransmitter di dalam otak.

Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pemberian β-glukan

dapat mengelola stress dan meningkatkan imun . L Theanin sebagai

imunostimulan dapat dijadikan alternatif dalam budidaya pada proses


rematurasi induk ikan biawan. Perlu adanya kajian-kajian yang lebih mengenai

penggunaan L Theanin sebagai imonostimulan untuk meningkatkan sistem

imun non spesifik pada ikan sangat perlu dalam upaya menekan tingkat stres

pada ikan yang dapat menghambat proses rematurasi.

L-theanin telah menunjukkan kerja antagonis melawan pengaruh sisi

negatif dari kafein. Setelah penyuntikan secara intraperitoneal atau

subcutaneous pada tikus, Kimura dan Murata melaporkan bahwa L-theanin

secara efektif menurunkan pengaruh convulsive yang dipengaruhi oleh dosis

kafein yang tinggi dan aktivitas motorik secara spontan diproduksi oleh

dosis kafein yang Iebih rendah. L-theanin juga ditemukan secara efektif

mengurangi hipertensi dan gangguan tidur yang sering dikaitkan dengan

penggunaan kafein. (C. Zhang, 2018).

Di beberapa daerah, ikan ini menjadi tujuan utama konsumsi baik dalam

keadaan segar maupun ikan yang sudah diolah, yaitu ikan kering. Semakin

intensifnya penangkapan ikan ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam

bentuk segar dan ikan kering dan semakin besarnya konversi / lahan perkebunan

kawasan rawa membuat populasi ikan ini semakin menurun.

Siklus reproduktif alamiah ikan-ikan perairan rawa salah satunya ikan

biawan tergolong cepat. Ikan tambakan termasuk ikan yang mudah berkembang

biak. Di alam liar, dalam waktu kurang dari 5 bulan, populasi minimum mereka

sudah bisa bertambah hingga dua kali lipat populasi awalnya. Reproduksi ikan

tambakan sendiri terjadi ketika periode musim kawinnya sudah tiba. Di Thailand

misalnya, musim kawin ikan tambakan terjadi antara bulan Mei hingga Oktober.
Perkawinan antara kedua ikan biawan yang berbeda jenis kelamin terjadi

di bawah tanaman air yang mengapung. Ikan tambakan betina selanjutnya akan

melepaskan telur-telurnya yang kemudian akan mengapung di antara tanaman air.

Tidak seperti anggota subordo Anabantoidei lainnya, ikan tambakan tidak

membuat sarang maupun menjaga anak-anaknya sehingga anak ikan tambakan

yang baru menetas sudah harus mandiri. Sehari setelah pertama kali dilepaskan ke

air, telur-telur tersebut akan menetas dan setelah sekitar dua hari, anak-anak ikan

tambakan sudah bisa berenang bebas.

Pengembangan budidaya sangat tergantung pada ketersediaan benih yang

memenuhi ketepatan waktu, mutu dan jumlah. Benih-benih dapat kontinyu

dihasilkan apabila didukung dengan tersedianya induk-induk matang dengan

kualitas telur yang baik. Namun yang menjadi permasalahan saat ini ikan biawan

memiliki tingkat stres yang tinggi apabila dipindahkan dari perairan alami

kedalam wadah budidaya atau terjadinya perubahan lingkungan dikarenakan ikan

ini belum terdomestikasi secara secara sempurna. Oleh karena itu, perlu dicari

alternatif pemecahan masalah misalnya dengan pemberian imunostimulan pada

induk ikan biawan yang harapannya mampu menekan tingkat stress. Beberapa

bahan yang berasal ekstrak teh hijau telah digunakan sebagai imunostimulan pada

manusia dan tikus, seperti L theanin, lipopolisakarida dan peptidoglikan,

ketiganya memiliki kemampuan meningkatkan sistem imun manusia dan Hewan .

Hasil penelitian zhang et al.,(2018) menemukan bahwan penambahan

bahan-bahan L-theanin dalam pakan dapat meningkatkan respon imun dan

pertumbuhan bebek fungsi kekebalan dan jejenum morfologi Itik (Anas Moscha)

Pemanfaatan L-theanin sebagai imunostimulan yang ditambahkan dalam pakan


telah dilakukan dan mampu menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan

dan kesehatan Itik.

Studi ini memberikan bukti pola makan itu L- Suplementasi theanine dapat

meningkatkan kinerja pertumbuhan, fungsi kekebalan dan kesehatan usus bebek,

dalam hal itu L- theanine dapat digunakan sebagai aditif pakan yang menjanjikan

dalam produksi ikan.

Beberapa hasil penelitian sudah memperlihatkan ikan yang diberi pakan

dengan penambahan imunostimulan alami mengalami peningkatan sistem

kekebalan tubuh dan nafsu makan ikan meningkat. Pada tahapan untuk

mendomestikasi ikan yang belum terdomestikasi secara sempurna maka tingkat

stress pada ikan tersebut mempengaruhi daya tahan tubuhnya (Bijaksana, 2010).

Dikemukakan dalam perkembangan reproduksi untuk jenis ikan yang belum

terdomestikasi secara sempurna, merupakan sumber kajian yang dapat dilakukan

sehingga informasi-informasi yang diperoleh menjadi dukungan bagi

pengembangan komoditas budidaya dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian L

theanin dapat dijadikan alternatif dalam budidaya untuk menekan tingkat stress

pada ikan gabus biawan.

2.11. Vitamin E

Vitamin E (VE) berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan intraselluler

dan sebagai antioksidan (Napita, 2013). Sebagai antioksidan, vitamin E dapat

melindungi lemak supaya tidak teroksidasi, misalnya lemak atau asam lemak yang

terdapat pada membran sel, sehingga proses embryogenesis berjalan dengan

normal dan hasil reproduksi dapat ditingkatkan. Kebutuhan vitamin E untuk

reproduksi berbeda untuk setiap spesies ikan.


2.12. Kualitas Air

Secara umum kualitas air dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu fisika,

kimia dan biologi. Kualitas air merupakan suatu variable yang dapat

mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan pembenihan / produksi ikan.

Kualitas air biasanya dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang diperoleh

dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter tertentu, yaitu

sebagai berikut :

1. Suhu

Suhu air memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat

atau metabolisme dari makhluk hidup. Kedaan ini jelas terlihat dari jumlah

plankton, karena umumnya di daerah beriklim tropis terjadinya proses

perombakan berlangsung dengan cepat, sehingga plankton yang di hasilkan tidak

memiliki kesempatan untuk mancapai jumlah yang besar. Suhu juga

mempengaruhi kandunga kadar oksigen terlarut di dala air. Selain itu suhu juga

mempengaruhi nafsu makan ikan (Murtidjo, 2001).

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan biologi, yaitu

meningkatnya proses metabolisme dua kali lipat untuk setiap Kenaikan suhu

sebesar 10 °C. Hal ini dapat di artikan bahwa jasad perairan akan menggunakan

oksigen terlarut dua kali lebih banyak pada suhu 30°C dibandingkan pada suhu 10

°C. Kebutuhan ikan akan oksigen akan lebih kritis dalam bersuhu lebih tinggi

dibandingkan dengan yang lebih dingin. Perubahan suhu air yang mendadak

sebesar 5 °C dapat menyebabkan stress pada ikan bahkan dapat menyebabkan


kematian. Suhu yang optimal bagi pemeliharaan ikan Biawan adalah 26 °C-32

°C.

2. Derajat Keasaman (pH)

Fluktuasi pH dipengaruhi oleh proses respirasi (pernapasan) yang

dilakukan oleh ikan, alga, dan tumbrihan air lainnya. Akibat proses respirasi

tersebut terjadi peningkatan kadar karondiksida (CO2) di dalam air. Peningkatan

CO2 ini langsung mempengaruhi kondisi pH air. Sebab ion-ion CO 2 akan

berikatan dengan ion hidrogen di dalam air sehingga membentuk ion hidroksida

yang bersifat basa, imbasnya pH akan naik. Ikan Biawan masih mampu bertahan

hidup di dalam air dengan kadar pH dengan 4-7 (Effendi, 2003).

3. Kadar Oksigen Terlarut (DO)

Kadar oksigen terlarut dalam air sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin

tinggi suhu air, semakin kurang kadar oksigennya. Setiap kenaikan suhu °C

memerlukan peningkatan kadar oksigen terlarut sebanyak 10%. Kadar oksigen

terlarut dalam air untuk ikan rata-rata 5 ppm. Ikan Biawan masih mampu

bertahan hidup di dalam air dengan kadar O2 terlarut dengan kisaran 2-8 ppm

(Effendi, 2003).

4. Amoniak (NH3)

Amoniak adalah gas hasil reduksi (penguraian) sisa makanan dan plankton

yang mati. Pengeluaran sisa metabolisme ikan melalui ginjal, dar jaringan insang

juga bisa menghasilkan gas amoniak. Kadar amoniak yang aman adalah di bawah

0,002 ppm. Kadarnya melebihi angka tersebut, sifat amoniak bisa berubah

menjadi racun. Konsentrasi amoniak akan meningkat dan semakin berbahaya jika
kenaikan pH dan penurunan kadar oksigen di dalam air (Effendi, 2003).

Kandungan amoniak yang masih dapat di toleransi ikan Biawan adalah 0,02

mg/L.

2.13. Hematologi

Hematologi ialah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah,

organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang

timbul darinya. Hematologi mempelajari baik keadaan fisiologik maupun

patologik organ-organ sehingga hematologi meliputi bidang ilmu kedokteran

dasar maupun bidang kedokteran klinik. Di bidang ilmu penyakit dalam,

hematologi merupakan divisi tersendiri yang bergabung dengan subdisiplin

onkologi medik. Hematologi dalam hal ini membahas hematologi dasar,

hematologi klinik, dan imunohematologi. Perkembangan imunologi, biologi

molekuler dan genetika (Bakta, 2006).

A. Definisi Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang

primitif sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam

pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai: pembawa

oksigen, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mekanisme

hemostasis (Bakta, 2006).

B. Komponen Darah

Darah manusia terdiri atas dua komponen, yakni cairan darah (plasma

darah) dan komponen padat (butir-butir padat atau platelet). Jika darah
disentrifugasi, kemudian didiamkan sebentar, darah akan mengandap dan

menunjukkan komponen-komponen utamanya, bagian paling atas merupakan

plasma darah (cairan berwarna pucat) yang jumlahnya berkisar 55% lapisan di

bawahnya adalah buffy coat (lapisan kuning) yang merupakan sel-sel darah putih.

Sisanya lebih kurang 45%, berupa sel-sel darah merah (Karmana, 2006).

C. Sel-Sel Darah

1. Eritrosit

Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas. Eritrosit membawa

oksigendari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida (CO2)

dari jaringan tubuh ke paru. Eritrosit tidak mempunyai inti sel, tetapi mengandung

beberapa organel dalam sitoplasmanya. Sebagian besar sitoplasma eritrosit berisi

hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen.

Eritrosit berbentuk bikonkaf, berdiameter 7-8 µ. Bentuk bikonkaf tersebut

menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati lumen pembuluh

darah yang sangat kecil dengan lebih baik. Melalui mikroskop, eritrosit tampak

bulat, berwarna merah, dan di bagian tengahnya tampak lebihi pucat, disebut

dengan central pallor yang diameternya kira-kira sepertiga dari keseluruhan

diameter eritrosit (Kiswari, 2014).

2. Leukosit

Beberapa jenis leukosit atau sel darah putih terdapat dalam darah. Leukosit

pada umumnya dibagi menjadi granulosit, yang mempunyai granula khas, dan

agranulosit yang tidak mempunyai granula khas. Granulosit terdiri dari neutrofil,

eusinofil, dan basofil. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Meskipun

leukosit merupakan sel darah, tetapi fungsinya lebih banyak dilakukan di dalam
jaringan. Apabila terjadi peradangan pada jaringan tubuh, leukosit akan

bermigrasi, menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara menembus

dinding pembuluh darah (kapiler). Sel darah putih berfungsi untuk perlindungan

atau sebagai pertahanan tubuh melawan infeksi serta membunuh sel yang

bermutasi. Sel darah putih berinti, bergranula, dan bergerak aktif. Dalam keadaan

normal, disekitarnya tidak tidak terdapat parasit, bakteri, bekuan darah, ataupun

massa lainnya. Ada 5 jenis sel darah putih yang telah diidentifikasi dalam perifer,

yaitu netrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Perubahan sel darah putih

sering berkaitan dengan kelainan-kelainan preleukemia pada kelainan

mieloproliferatifkronis, pada berbagai kanker termasuk. Adapun jenis-jenis sel

darah putih antara lain:

Basofil : Basofil mengandung granula kasar berwarna ungu atau biru tua

dan seringkali menutupi inti sel. Inti sel basofil bersegmen. Basofil berperan

dalam reaksi hipersensitivitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E (IgE).

Basofil hampir mirip dengan eosinofil tetapi memiliki granula yang besar.

Berjumlah 0,5-1% dari total leukosit. Mengandung berbagai enzim,

platelet/trombosit, heparin tidak diketahui dengan pasti, tetapi heparin dan faktor-

faktor pengaktifan histamina berfungsi untuk menimbulkan peradangan pada

jaringan (Rousdy,2018).

Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap patogen.

Terdapat lima jenis sel darah putih yang semuanya berasal dari pembelahan sel-sel

stem yang terdapat di sumsum tulang. Sel darah putih tersebut adalah neutrofil,

eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Neutrofil memiliki fungsi fagositosis,

yaitu menelan mikroorganisme dan sisa-sisa sel mati. Eosinofil memiliki peranan
dalam reaksi alergi. Basofil dapat melepaskan senyawa kimia seperti histamin

yang menyebabkan reaksi inflamasi (pembengkakan). Monosit merupakan sel

berukuran besar dengan nukleus yang berbentuk seperti ginjal, monosit akan

berkembang menjadi makrofag yang juga berfungsi fagositosis.

Limfosit berukuran kecil dengan nukleus yang besar dan bulat. Limfosit

terdiri atas dua jenis sel yang keduanya memiliki peran penting dalam sistem

imun, yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berperan dalam antibody-

mediated immunity (imunitas yang diperantarai antibodi), sementara limfosit T

berperan dalam cell mediated immunity (imunitas yang diperantarai sel). Kedua

jenis sel limfosit tersebut akan bermigrasi dari sumsum tulang ke nodus limfe dan

limpa, tempat sel tersebut menjadi matang. Dalam perjalanan, sel limfosit T akan

melewati timus, dan setelah melewati organ tersebut limfosit T akan memiliki

kemampuan untuk mengenali antigen (suatu senyawa kimia yang terdapat pada

permukaan sel mikroorganisme dan benda asing) yang spesifik. Neutrofil dan

limfosit menyusun 90% dari sel darah putih dalam tubuh, dan sisa 10% disusun

oleh monosit, eosinofil, dan basofil (Ari, 2019).

Granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan

terhadap kuman-kuman penyakit. Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago

berarti memakan atau memangsa), mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang

masuk (sebagai infektan) ke dalam peredaran darah. Dengan gerakan ameboidnya,

sel darah putih dapat keluar masuk pembuluh darah serta mengitari seluruh bagian

tubuh sebagai respons sistem antibodi. Dengan kemampuan ini, sel darah putih

dapat melakukan tuga-tugas berikut:

 Mengurung daerah yang terkena infeksi dan menangkap kuman-kuman


penyakit serta memangsanya

 Menyingkirkan bahan-bahan lain seperti kotoran-kotoran (kontaminan).

 Granulosit mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang

memungkinkan merusak jaringan lalu menghancurkan dan membuangnya

(untuk jaringan yang sakit atau mati) sehingga terjadi proses penyembuhan

luka atau sakit pada jaringan-organ tubuh (melalui regenerasi sel-jaringan).

 Sebagai hasil kerja fagositosis sel darah putih, peradangan dapat dihentikan.

 Bila tugas fagositosis sel darah putih tidak berhasil dengan baik, maka dapat

mengakibatkan terbentuknya nanah. Nanah dapat berisi: bangkai-

bangkaibakteri, sel fagosit, dan puing-puing sel (celuller debris). Maka,

puing-puing sel, bakteri-bakteri baik yang masih hidup atau yang sudah mati

dalam nanah akan disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja

sebagai fagosit (Rousdy,2018).

Anda mungkin juga menyukai