Anda di halaman 1dari 14

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Fisiologi Hewan dengan judul


“Osmoeregulasi Hewan Aquatis “ yang di susun :

Nama : Rasmawati
Nim : H0320017
Kelas : Pendidikan Biologi B
Kelompok : I (Satu)
Asisten : Hermin Pondo Pasoso’

Telah di periksa dan di koreksi Dosen / Koordinator asisten dan telah di


nyatakan di terimah

Majene, November,
2023

Koordinator Asisten Asisten

Winarty Hermin Pondo Pasoso’


Nim : H0319336 Nim : H0318
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Ikan merupakan anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin)
yang hidup atau habitatnya berada di air, baik air tawar, air payau, maupun
air laut dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata
yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di
seluruh dunia. Kelompok ikan terdiri dari tiga kelas yaitu Agnata,
Chondrichthyes, dan Osteichtyes. Tiap-tiap kelas tersebut memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat membedakan antara satu kelas dengan kelas lainnya
(De Becker dan Hariyanti, 2007). Selain morfologi, ikan juga memiliki
anatomi internal. Anatomi internal adalah penampang tubuh bagian dalam
yang meliputi organ-organ dan sistem organ (FKUI, 2010). Dengan kata
lain, anatomi internal sering disebut dengan anatomi saja atau disebut juga
fisiologi.
Fisiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi,
mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme.
Fisiologi menerangkan faktor-faktor fisik dan kimia yang bertanggung
jawab akan asal, perkembangan, dan gerak maju kehidupan (Fajlan, 2016).
Fisiologi ikan mencakup beberapa macam sistem satu diantaranya adalah
osmoregulasi.Osmoregulasi merupakan proses yang terjadi pada organisme
hewan aquatik termasuk ikan. Lantu (2010), menyatakan bahwa
osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan
osmosis (bahasa Yunani = mendorong) antara larutan di dalam tubuh dan di
luar tubuh. Larutan yang dimaksud biasanya kandungan garam – garam atau
salinitas.Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam
air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah.
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar.
Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari
0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi
saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine
(Abdullah, 2016).
Menurut Anonim (1991) salinitas menjadi faktor pembatas bagi
kehidupan hewan aquatik (termasuk ikan nila).Ikan nila (Oreochromis
niloticus) merupakan salah satu spesies dari kelas Osteichtyes (Dwijayanti,
2011). Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan
tawar, terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin
(payau). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup
pada kisaran salinitas yang lebar) (Harrysu, 2012). Nila bisa tumbuh dan
berkembangan biak di perairan dengan salinitas 0-29‰ (promil). Ikan ini
masih bisa tumbuh tetapi tidak bisa bereproduksi di perairan dengan salinitas
29-35‰ (Khairuman dan Khairul, 2003).
Berkaitan dengan hal di atas, perlu diadakannya praktikum Fisiologi
Hewan Air untuk mengetahui osmoregulasi pada ikan nila dengan pengaruh
pemberian salinitas yang berbeda Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan
Payau Tidak semua hewan akuatik selamanya menetap di habitat yang sama
(air laut atau air tawar). Sejumlah hewan laut maupun hewan air tawar pada
saatsaat tertentu masuk ke daerah payau. Lingkungan payau ialah
lingkungan akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan
antara air sungai dan laut. Pada beberapa jenis ikan seperti lamprey, salmon,
dan belut, perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian
dari siklus hidup yang normal (Isnaeni, 2006).
Contoh hewan yang dapat hidup di lingkungan payau adalah larva
dari beberapa jenis nyamuk. Larva tersebut umumnya dapat tumbuh dengan
sama baiknya, baik di air tawar maupun di air bergaram yang beberapa kali
lebih pekat dari cairan hemolimfenya. Bahkan, larva tersebut juga dapat
menoleransi kadar garam yang tiga kali lebih tinggi daripada kadar garam
air laut. Contoh hewan lain yang melakukan perpindahan dari air laut ke air
tawar dan sebaliknya yaitu ikan Teleostei, meskipun dengan kemampuan
yang terbatas. Ketika berpindah dai air tawar ke air laut, dalam waktu 10
hari belut akan kehilangan air secara osmotik, yang besarnya mencapai 4%
dari berat tubuhnya. Apabila hewan ini diperlakukan sedemikian rupa
sehingga tidak dapat minum air laut (misalnya dengan cara menempatkan
balon pada esofagusnya), belut tersebut akan terus-menerus kehilangan air
hingga akhirnya mengalami dehidrasi, dan segera mati dalam beberapa hari.
Namun, apabila belut dibiarkan kembali minum air laut, berat tubuh yang
hilang akan segera digantikan dan mencapai keadaan seimbang dalam waktu
1-2 hari (Isnaeni, 2006).
2. Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui indikator-indikator perubahan fisiologis dan tingkah
laku hewan aquatis akibat gangguan osmoregulasi
b. Untuk mengidentifikasi efek peningkatan salinitas terhadap
osmoregulasi ikan air tawar
3. Manfaat Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui indikator perubahan fisiologis dan
tingkah laku hewan aquatis akibat gangguan osmeregulasi dan
mengidentifikasi efek peningkatan salinitas terhadap osmoregulasi ikan air
tawar.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Mekanisme osmoregulasi
Mekanisme Osmoregulasi pada Moluska T. navalis dan Mangrove
Secara umum organ osmoregulasi hewan invertebrata termasuk moluska T.
navalis menggunakan pengaturan penyaringan, rearsorbsi dan pengeluaran
seperti halnya dengan kerja ginjal pada T. navalis yang menghasilkan urin
lebih cair dari cairan tubuhnya (Lantu, 2010).
Cairan yang dimaksudkan berkaitan dengan tekanan osmotik yaitu
pergerakan air dari konsentrasi tinggi (encer) ke konsentrasi cairan yang
konsentrasi airnya rendah atau pekat (Temmy, et al., 2017). Osmoregulasi
pada moluska khususnya T. navalis bertujuan untuk untuk keseimbangan
melalui proses penyerapan dan pembuangan zat. Ketika moluska T. navalis
berpindah ke lingkungan yang lain, osmoregulasi akan tetap berjalan dan T.
navalis dapat menempati serta mempertahankan kehidupannya di habitat
tersebut (Russell, 2000).
Osmoregulasi pada moluska T. navalis didasarkan pada morfologi
tubuh dan proses fisiologinya, dimana hewan moluska T. Navalis memiliki
sifat permeabel. Jenis hewan moluska baik keoang atau siput dan jenis lain
termasuk T. navalis memiliki organ pernapasan berupa paru-paru yang
terbentuk dari mantel dan terlihat melalui celah kecil. Tekanan osmotik
cairan tubuh T. navalis berbeda-beda sesuai konsentrasi cairan di lingkungan
eksternal, sehingga dikatakan memiliki toleransi terhadap air sangat tinggi.
Untuk menghindari kehilangan air yang berlebihan, maka moluska T.
navalis harus melakukan aktifitas lebih tinggi pada saat kondisi kering atau
suhu tinggi dengan memperbanyak lobang atau celah dan menyembunyikan
diri di dalam celah yang dibuat (Pati, 2014).
Salinitas dan Osmolaritas Salinitas merupakan faktor pembatas yang
berpengaruh pada daya konsumsi organisme. T. navalis sangat dipengaruhi
oleh perubahan salinitas di habitatnya. Kondisi air saat pasang dan surut
menjadikan salinitas juga berfariasi. Hemolim adalah patokan konsentrasi
zat terlarut dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, maka
konsentrasi air dalam larutan rendah (Yuliani, 2018).
Hemolim mengandung terlarut zat makanan dan ion yang dibutuhkan
oleh tubuh, untuk berkembang (Samudra dan Anggoro, 2020). oleh karena
itu T. navalis sangat memerlukan peranan lingkungan sekitarnya (Pati.,
2014). Terdapat dua parameter regulasi keseimbangan cairan yaitu volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel (Riza, 2020). Regulasi
osmolaritas cairan ekstrasel dilakukan melalui perubahan osmolaritas di
nefron, dan mekanisme haus (Karim dan Trijuno, 2017).
Akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion.
Oleh karena itu, hewan perlu melakukan transpor aktif untuk memasukkan
ion ke dalam tubuhnya. Pada krustasea air tawar, transpor aktif ion terjadi
melalui insang. Vertebrata air tawar melakukan hal yang hampir sama
dengan invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan garam dengan
transpor aktif. Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat
dilakukan dengan makan, namun sumber masukkan ion yang utama adalah
transpor aktif melalui insang (Isnaeni, 2006).
Cairan tubuh teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotik yang
lebih tinggi dari air tawar (mendekati 300mOsm per liter). Oleh karena itu,
hewan ini memiliki peluang yang besar untuk memasukkan air ke dalam
tubuhnya, terutama melalui insang. Kelebihan air itu akan dikeluarkan lewat
urin, namun dengan cara itu sejumlah garam pun akan hilang dari tubuh
bersama urin. Sebagian garam meninggalkan tubuh ikan melalui insang.
Sebagai pengganti garam yang hilang, hewan tersebut akan mengambil
garam melalui insang dengan cara transpor aktif. Dalam hal ini, insang
berfungsi sebagai alat untuk memasukkan garam ke dalam tubuh dengan
cara transpor aktif, sekaligus untuk membuang kelebihan garam secara
difusi (Isnaeni, 2006).
2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Osmoregulasi moluska
Navalis Pada dasarnya lingkungan hidup hewan dapat dibagi menjadi
lingkungan air dan lingkungan darat (Anggoro, 2013). Lingkungan air
dibedakan menjadi lingkungan air laut dan air tawar. Komposisi cairan
tubuh kebanyakan hewan khususnya konsentrasi komponen utama yaitu
mereflesikan komposisi air laut (Rachmawati, 2012). Air laut mengandung
sekitar 3,5% garam (Rosaini, 2015). Jumlah kosentrasi garam di lingkungan
sangat bervariasi sesuai tempat geografisnya. Di lautan tengah dimana
penguapan tinggi tidak diikuti dengan jumlah yang sama masuknya air tawar
dari sungai, maka lautan tengah memiliki kandungan garam mendekati 4%
(Barbier, 2019). Khususnya di daerah pesisir, kandungan agak rendah
dibandingkan dengan lautan terbuka, tetapi jumlah relative ion-ion terlarut
agak konstan (Hadid, 2014).
1. Kadar garam
Proses tumbuh mangrove memerlukan adaptasi anatomi, fisiologi dan
struktur tmbuhan terhadap habitat (Akbar, 2018). Adaptasi anatomi
ditunjukkan melalui cara merespon kondisi habitat yang terlihat ekstrim
atau lingkungan salin, seperti terdapatnya kelenjar garam pada golongan
tumbuhan secreter dan kulit batang terkelupas yang ditunjukkan oleh
golongan tumbuhan non secreter (Rachmawatu, 2012). Selain itu juga
mangrove memiliki akar, lentisel, struktur dan posisi daun yang khas serta
suhu yang tinggi (Fries, 2020).
Berdasarkan ada tidaknya kelenjar garam pada mangrove maka
tumbuhan tersebut dibagi menjadi golongan secreter dan non secreter.
Golongan secreter yaitu mangrove yang mempunyai kelenjar garam
seperti Avicennia sp, Aegiceras spp, dan Aegialitis spp. Sedangkan non
secreter yaitu jenis mangrove yang tidak memiliki komposisi kelenjar
garam, seperti Rhizophora sp, Bruguiera spp, Lumnizera spp dan
Zoneratia spp. Jenis mangrove non secretes mengalami kehilangan garam
pada saat fase gugur daun. Secara morfologi pada jenis mangrove non
secretes terdapat kulit luar dengan ketebalan berkisar 0,5-1 cm dan
dikategorikan sangat tebal. Kulit tersebut mengalami proses pergantian
kulit, kulit mati mengelupas dan diganti oleh kulit yang baru. Hal ini
merupakan peristiwa hilangnya (sekresi) garam dari jenis mangrove
tersebut (Rachmawati, 2012).
3. Respons Osmotik Hewan
a. Respons Hewan Akuatik
Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara
hipertonik (hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik), atau isotonik
(isoosmotik). Bagi golongan ikan potadromous yang bersifat
hiperosmotik, air bergerak ke dalam dan ion-ion keluar ke lingkungan
perairan melalui cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya terjadi
melalui cara dengan sedikit meminum air bahkan tidak minum air sama
sekali. Apabila terdapat kelebihan air dalam tubuh, maka air ini
dikeluarkan melalui urine. Bagi golongan ikan oseanodromous yang
bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara
osmosis dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang, dan kulit ke
lingkungan; sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi.
Bagi golongan ikan eurihalin, maka pengaturan ion dilakukan secara
isoosmotik. Kebanyakan hewan akuatik laut baik invertebrata maupun
vertebrata termasuk ke dalam golongan isoosmotik (Lantu, 2010).
Pada pembahasan kali ini, hewan akuatik akan digolongkan
menjadi tiga jenis yaitu hewan pada lingkungan air laut, lingkungan air
tawar, dan lingkungan payau.
1) Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut Sebagian besar
hewan invertebrata laut memiliki cairan tubuh dengan tekanan osmotik
yang sama dengan air laut. Kondisi ini disebut dengan isoosmotik
antara medium tempat hidupnya dan cairan tubuhnya. Ketika ada
perubahan pada konsentrasi salah satu medium, hewan akan merespons
dengan dua cara yaitu sebagai berikut (Santoso, 2009).
2) Mengubah konsentrasi osmotik cairan tubuhnya untuk berkonformasi
dengan medium eksternal, yang dikenal dengan kelompok
osmokonformer.
3) Tetap mempertahankan atau meregulasi konsentrasi osmotiknya
terhadap perubahan-perubahan konsentrasi eksternal, yang kelompok
hewan ini disebut dengan osmoregulator. Sebagai contoh adalah
kepiting laut yang tetap mempertahankan konsentrasi garam dalam
tubuhnya untuk tetap tinggi setelah dipindahkan ke air payau yang
lebih rendah kadar garamnya. Hewan air tawar memiliki cairan tubuh
yang secara osmotik lebih pekat daripada medium eskternal, sehingga
disebut sebagai kelompok hiperosmotik. Jika hewan tersebut memiliki
konsentrasi osmotik lebih rendah daripada medium eksternalnya,
seperti pada kelompok ikan teleosteii di laut, maka disebut sebagai
hiposmotik. Jika dua sistem misalnya antara cairan tubuh dengan
medium eksternalnya memiliki konsentrasi osmotik yang sama maka
disebut sebagai isosmotik. Istilah hipo-, hiper-, dan isosmotik bukan
mencerminkan komposisi larutan. Sebagai contoh, larutan 1 M KCl
bersifat isosmotik dengan 1 M larutan NaCl karena keduanya memiliki
jumlah partikel terlarut yang sama (Santoso, 2009)
4) emilikipada Lingkungan Air Laut Masalah yang dihadapi hewan air
tawar merupakan kebalikan dari masalah yang dihadapi hewan air laut.
Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotik
lingkungannya(hiperosmotik/hipertonis). Berarti, mereka terancam
oleh dua hal utama, yaitu kehilangan garam dan pemasokan air yang
berlebihan (Isnaeni, 2006).
5) Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan
kehilangan ion) dengan cara membentuk permukaan tubuh yang
impermeabel terhadap air. Meskipun demikian, air dan ion tetap dapat
bergerak melewati insang yang relatif terbuka. Air yang masuk ke
dalam tubuh invertebrata dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran
urin pada invertebrata air tawar jauh lebih tinggi daripada yang dialami
oleh hewan laut (Isnaeni, 2006)

C. METODE PRAKTIKUM
1. Waktu dan tempat
Hari/ tanggal : Sabtu, 29, Oktober, 2023
Waktu : 15 : 20– 17 : 10 WITA
Tempat : Laboratorium terpadu
2. Alat dan bahan
a. Alat
1) Wadah ikan (akuarium mini)
2) Gelas ukur
3) Pipet tetes
4) Pinset
5) Stopwatch
6) Timbangan,
b. Bahan
1) Ikan air tawar (6-10 cm)
2) Kertas label
3) Air ledeng
4) Larutan NaCl konsentrasi 0.5% dan 5%
5) Ikan air tawar (6-10 cm).
3. Cara Kerja
a. tiga larutan dengan konsentrasi garam berbeda (kontrol/air biasa, NaCl
0.5% dan 5%) dengan volume masing-masing larutan 500-1000 ml.
b. Selanjutnya masukkan seekor ikan yang masih hidup ke dalam larutan
dan catat kondisi awal ikan (parameter pengamatan liha di tabel) setelah
1 menit di dalam medium perlakuan. Selanjutnya, biarkan selama 15
menit lalu amati kembali kondisi ikan tersebut di dalam medium.
c. Setelah selesai, ikan diangkat dan ditempatkan di dalam air biasa (tanpa
campuran garam) untuk memulihkan kondisinya. Bandingkan hasil
pengamatan pada ketiga jenis perlakuan tersebut.
No Paramater pengamatan
1 Gerakan (normal, pasif, aktif, sangat aktif)
2 Kondisi ekor (normal, pendarahan)
3 Kondisi mata (jika dapat diamati: pendarahan, normal)
4 Frekuensi buka-tutup overculum per menit
5 Pengeluaran sekret (lendir, urine/kotoran ada atau
tidak)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Parameter Kondisi ikan
pengamatan level
konsentrasi
garam

Sebelum perlakuan Setelah perlakuan


Kontion 0,5% 5% Kontrol 0,5% 5%
Gerakan Sangat Positif Normal Sangat Aktif Positif
(normal) positif, aktif aktif
aktif, sangat aktif

Kondisi ekor Normal Normal Normal Normal Penda


rahan
(normal) padahal
peredaran darah

Kondisi mata Pinggirn Kanan Kemer Punggu Kemer Kemer


Dapat diamati Nya Merah ahan Nya ahan ahan
Pendarahan merah
Merah
normal

Frekuensi buka 81 99 100 100 77 70


tutup overculum
permenit

Pengeluaran Lendir Tidak Lendir Lendir Berlendir Lendir


sekarat lendir
(lendir
urine/kontraksi
ada atau tidak)

2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada
percobaan osmoregulasi pada ikan tawar atau ikan sungai yang
dimasukkan kedalam pada air atau larutan garam yang dimana kondisi
ikan sebelum perlakuan atau stelah perlakuan dan setelah perlakuan
kontrol sangat aktif pada 0,5% aktif, dan pada 5% positif.
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ormoregulasi
dengan sampel ikan nila Oreocromis nilotikus yang dimasukkan kedalam
air tawar 0 ppt diperoleh bahwa pada 15 menit pertama b erenang aktif dan
mengeluarkan feses, pada 15 menit kedua berenang aktif diatas permukaan
dan pada 15 menit ketiga b erenang aktif diatas permukaan dan
membutuhkan oksigen. Hal ini dikarenakan ikan nila mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang salinitas 0 ppt dan terhadap perubahan air, ia
dapat hidup di air tawar dan di air payau karena ikan nila habitatnya ada
yang disungai, danau, dan danau. Berdasarkan hasil pengamatan pada
percobaan ormoregulasi dengan sampel ikan nila Oreocromis nilotikus
yang dimasukkan kedalam air tawar 15 ppt diperoleh bahwa pada 15 menit
pertama b erenang aktif dan naik kepermukaan , pada 15 menit kedua
pergerakan mulai pasif dan tetap berada di permukaan dan pada 15 menit
ketiga masih berada dipermukaan sambil menguap-guap.
Hal ini menunjukkan bahwa, ikan nila masih tidak mengalami
hambatan mengenai perubahan salinitas karena ikan nila termasuk
eurihaline yiatu sifat organisme yang mampu mentolerir perubahan
salinitas.
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ormoregulasi
dengan sampel ikan nila Oreocromis nilotikus yang dimasukkan kedalam
air tawar 30 ppt diperoleh bahwa pada 15 menit pertama pergerakan pasif
berada didasar air , pada 15 menit kedua masih berenang pasif berada
didasar air dan pada 15 menit ketiga mulai melemah dan pergerakan tidak
normal.
Hal ini menunjukan bahwa ikan nila pada salinitas 30 ppt tidak mampu
beradapatasi karena bukan merupakan habitat aslinya
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Mekanisme Osmoregulasi pada MOluska T. navalis dan Mangrove
Secara umum organ osmoregulasi hewan invertebrata termasuk moluska
T. navalis menggunakan pengaturan penyaringan, rearsorbsi dan
pengeluaran seperti halnya dengan kerja ginjal pada T. navalis yang
menghasilkan urin lebih cair dari cairan tubuhnya (Lantu, 2010).
b. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada percobaan
osmoregulasi pada ikan tawar atau ikan sungai yang dimasukkan
kedalam pada air atau larutan garam yang dimana kondisi ikan sebelum
perlakuan atau stelah perlakuan dan setelah perlakuan kontrol sangat
aktif pada 0,5% aktif, dan pada 5% positif.
2. Saran Praktikum
a. Saran praktikan
Saran untuk praktikan Semoga lebih baik lagi dalam mengerjakan
laporan tidak males dan sering belajar lagi .
b. Saran asisten
Saran untuk kak asisten sudah baik dalam melaksanakan tugasnya
sudah menjelaskan materi yang sangat baik dan semoga kedepannya
lebih baik lagi.
c. Saran laboratorium
Saran untuk laboratorium sudah baik terutama pada kebersihan
laboratorium tapi semoga kedepannya lebih baik lagi terutama pada
perlekapannya.
DAFTAR PUSTAKA

Dwijayanti, D. R. 2011. Laporan Praktikum Anatomi Histologi Hewan Anatomi


Eksternal Dan Internal Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Laboratorium
Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Malang.

Firdaus. 2011. Budidaya perikanan . Tira Pustaka, Jakarta


Fujaya, Yusinta. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Fujaya, Yusinta. 2008. Fisiologi ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Khairuman, Amri K. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Lantu, Sartje. 2010. Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik . Diakses pada tanggal
23, November, 2022 pukul 20:12 WITA. Majene
Palallo, Alfian. 2010. Pratikum 1 Osmoregulasi . Diakses pada tanggal 23
November 2022 pukul 19:16 WITA. Majene.
Palallo, Alfian. 2010. Pratikum 1 Osmoregulasi . Diakses pada tanggal 23
November 2022 pukul 19:16 WITA. Majene.

Anda mungkin juga menyukai