OSMOREGULASI
yang mempengaruhi fisiologi ikan sebagai organisme yang hidup didalam air.
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kelebihan
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka, sehingga
mereka beradaptasi dengan cara banyak minum dan mengeluarkan sedikit urin
mengeluarkan banyak urin. Insang, ginjal dan usus merupakan organ utama
osmoregulasi dan memiliki peran yang berbeda-beda untuk menjaga cairan tubuh
organisme yang hidup di perairan. Upaya organisme air untuk menjaga tekanan
osmotik tidak lepas dari proses osmoregulasi. Hal tersebut menyatakan bahwa
memiliki beberapa organ tubuh seperti insang, kulit dan ginjal yang berperan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengerti dan memahami peranan
dengannya.
pada hari Sabtu, 13 November 2021 melalui video conference Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh melalui
dalam tubuh berjalan normal (Ardi, et al., 2016). Osmoregulasi terdapat proses:
1. Transpor Aktif
antaranya. Transpor aktif dibagi menjadi dua yaitu transpor aktif primer dan
transpor aktif sekunder. Transpor aktif primer memperoleh energi dari proses
gradien elektrokimia Na+ atau H+, contohnya pompa Ca2+ pada sel otot dan
pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na diluar sel tetap lebih tinggi daripada didalam sel, dan kadar
2. Transpor Pasif
a. Difusi
b. Osmosis
Pola regulasi ion dan air menurut Fujaya (2008) ada 3 macam, yakni
sebagai berikut:
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media atau
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media atau
lingkungan, contoh pada ikan air laut. (memiliki glomerulus yang lebih
kecil)
estuari.
2.4 Toleransi Ikan atau Hewan Air terhadap Salinitas
Toleransi ikan atau hewan air terhadap salinitas menurut Ghufran dan
yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos), ikan nila
(Oreochromis niloticus), ikan kakap putih (Lates calcarifer) dan ikan mujair
(Oreochromis mossambica).
kecil atau sempit, contoh ikan layang (Decapterus ruselli), ikan queen
angelfish (Holocanthus ciliaris), ikan lele (Clarias sp), ikan mas (Cyprinus
Berikut beberapa organ ikan yang termasuk dalam proses osmoregulasi ikan
yakni:
Sel Chloride dalam insang berfungsi untuk transport dan memompa ion-
ion seperti Na+, K+, Ca+, Mg2+, Cl- (Martin, et al., 2000).
(Burhanuddin, 2014).
bagian ikan teleostei yang terdiri dari glomerulus untuk menyaring, dan
tubulus yang berfungsi untuk menyerap cairan dan diubah menjadi urin
(Robert, 2010).
Dinding usus bersifat semipermeabel yang dapat menyerap air dan ion-ion
a. Faktor internal menurut Fujaya (1999) terdiri dari aktivitas, ukuran, umur,
b. Faktor eksternal menurut Boyd and Tucker (1998) terdiri dari salinitas dan
suhu.
garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Air dari lingkungan cenderung masuk
ke dalam tubuh ikan secara osmosis melalui permukaan tubuh yang bersifat
banyak minum air, kulitnya diliputi mucus (mencegah garam masuk atau keluar
urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan
(hipoosmotik). Hal ini menyebabkan air banyak keluar dari tubuh dan garam
untuk mengeluarkan kelebihan garam dalam bentuk urin yang pekat. Adaptasi
lain yang dilakukan yaitu ikan air laut akan banyak minum untuk menghindari
terhadap air tawar. Rahardjo, et al. (2011), menyatakan bahwa ikan salmon dan
sidat ketika menghuni perairan tawar tidak banyak minum air, tetapi ketika di laut
minum air 4-15% dari bobot tubuhnya. Fungsi ginjal pun juga berubah dengan
laju filtrasi di glomerulus sangat menurun dan penyerapan kembali di tubuli ginjal
meningkat sehingga urin yang dikeluarkan turun menjadi sekitar 10% dari
2.8.2 Hagfish
Bone and Moore (2008), menyatakan bahwa volume darah ikan hagfish
hanya terjadi regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah hagfish
menyimpan urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di
masing larutan?
V1 × N1 = V2 × N2
Diketahui:
N larutan I = 2 ppt
N larutan II = 45 ppt
N larutan X = 15 ppt
V larutan X = 10 liter
Jawab : V1 × N1 = V2 x N2
(V larutan X × N larutan X) =
(V larutan I × N larutan I) + (V larutan II × N larutan II)
43X = 300
X = 6,97
V larutan II = 10 – 6,97
= 3,02 liter
masing larutan?
Larutan I 2 30
Larutan II 45 13 +
43
Larutan I = liter = 6,98 liter
a. Pengamatan Empedu
menghomogenkan NaCl
b. Toleransi Salinitas
basah
menghomogenkan NaCl
a. Pengamatan Empedu
b. Toleransi Salinitas
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
Ikan Nila (O. niloticus): Sebagai objek yang diamati toleransi salinitasnya
Gelas Plastik
Gelas plastik1414 OZ
OZ
- Diisi air sebanyak ¾ bagian
NaCl
NaCl
Kentang
Kentang
Hasil
Hasil
3.2.2 Pengamatan Difusi pada Teh Celup
Gelas plastik
plastik 1414
OZ
OZ
- Diisi air sebanyak ¾ bagian
AirAir
Teh celup
Teh celup
Hasil
Hasil
3.2.3 Toleransi Salinitas
Toples 3L
NaCl
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok 12 dan B meja 3 yang emrupakan milik kelompok 18. Data pada B
meja 1 didapatkan berat awal empedu 175 gr dan berat akhir 183,7 gr. Data yang
didapatkan pada pukul 13.50 air berwarna jernih dan ukuran empedu normal,
kemudian pada pukul 14.10 data yang didapatkan air berwarna kuning dan
empedu sedikit mengembang. Pukul 14.30 air semakin keruh dan empedu lebih
mengembang. Pukul 14.50 air lebih menguning dan empedu lebih mengembang.
Pukul 15.10 air semakin menguning pekat dan empedu semakin mengembang.
Pukul 15.30 air semakin keruh dan empedu semakin mengembang. Selanjutnya
data pada B meja 3 didapatkan berat awal empedu 269,7 gr dan berat akhir
283,5 gr. Data yang didapatkan pada pukul 13.55 tidak ada perubahan yang
terjadi. Pukul 14.15 air mulai keruh dan empedu normal. Pukul 14.35 air semakin
keruh dan empedu masih normal. Pukul 14.55 empedu mulai membesar dan air
berwarna keruh. Pukul 15.15 empedu sedikit membersar dan warna air menjadi
lebih keruh. Pukul 14.35 air berwarna keruh dan empedu semakin membesar.
Picasso triggerfish dan Black damselfish adalah perubahan lemak yang parah
dan area fokal nekrosis hari. Nekrosis bagian eksoskrin pankreas di sektiar
trigger. Lesi pada organ parenkim termasuk nekrosis fokal hati dan degenerasi
lemak, nekrosis pankreas dan penipisan limfoid telah diamati pada Picasso
triggerfish dan Blackdamselfish yang terinfeksi secara alami. Tingkat mortalitas
menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna mulai dari bening hingga air
berwarna keruh. Perubahan warna tersebut terjadi karena adanya cairan bilirubin
yang membuat air berubah warna menjadi kuning/keruh. Tingkat mortalitas suatu
ikan tergantung pada spesies ikan, metode, dan umur ikan tersebut.
Akuakultur didapatkan hasil pada kelompok 12 yaitu berat awal 2,49 gram dan
berat akhir 2,13 gram. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18 yaitu berat awal
3,11 gram dan berat akhir 3,37 gram. Hasil kelompok 12 pada pukul 13.48-14.28
tidak mengalami perubahan, 14.48 ikan mulai bergerak pasif, 15.08 posisi ikan
cenderung berada di bawah, 15.28 ikan mulai terlihat lemas dan sekarat, 15.48
ikan mati. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18 yaitu pada pukul 13.55
hingga 15.35 ikan tidak mengalami perubahan tingkah laku, namun dari berat
tubuh ikan dapat dilihat bahwa ikan mengalami kenaikan berat tubuh dalam
Kumar, et al. (2017), menjelaskan bahwa ikan lele sungai memiliki toleransi yang
pertumbuhan ikan lele. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan kemampuan ikan
dipengaruhi oleh tingkat salinitas. Toleransi ikan lele terhadap salinitas perairan
proses fisiologis yang ada di dalam tubuhnya. Salinitas yang melebihi 20 ppt
bahwa ikan lele pada kelompok 12 mengalami penurunan bobot tubuh dan
kondisi optimal selama 1 jam hingga akhirnya lemas dan mati. Hasil pengamatan
pada kelompok 18 mengalami perubahan bobot tubuh yang semakin berat dan
tidak mengalami perubahan kondisi tubuh selama 1,5 jam. Perbedaan salinitas
pada perairan mengakibatkan perubahan tingkah laku dan proses fisiologis pada
ikan lele. Ikan lele dikenal dengan jenis ikan air tawar yang memiliki toleransi
tinggi terhadap perubahan salinitas. Ikan lele mampu tumbuh dan hidup pada
salinitas 15 ppt, namun tidak dapat bertahan pada salinitas di atas 20 ppt. Hal
dengan sempurna.
Akuakultur didapatkan hasil pada kelompok 12 yaitu berat awal 11,81 gram dan
berat akhir 11,60 gram. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18 yaitu berat awal
7,62 gram dan berat akhir 7,38 gram. Hasil kelompok 12 pada pukul 13.48-14.08
tidak mengalami perubahan, 14.28 ikan mulai bergerak pasif, 14.48 ikan
cenderung berenang di dasar, 15.08 pergerakan ikan mulai pasif, 15.28-15.48
pergerakan ikan mulai aktif kembali. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18
yaitu pada pukul 13.55 hingga 14.55 ikan tidak mengalami perubahan tingkah
laku, pada pukul 15.15 pergerakan ikan mulai melambat, pukul 15.35 pergerakan
tubuh ikan mulai melambat dan terlihat lemas, pukul 15.55 ikan sekarat.
merupakan ikan yang mampu mentolerir tubuhnya pada tingkat salinitas tertentu.
dan kelangsungan hidup ikan nila. Laju pertumbuhan dan efisiensi konsumsi
pakan pada ikan nila dapat terjadi optimal pada salinitas 14-15 ppt. Ikan nila
dapat bereproduksi dengan baik pada salinitas 10-15 ppt, namun kinerja tubuh
dapat bekerja secara optimal pada salinitas 5 ppt. Kematian ikan nila dapat
terjadi akibat kadar salinitas perairan yang melebihi 20 ppt, yang dikarenakan
penurunan bobot tubuh dan kondisi optimal tubuh pada 1 jam pertama hingga
akhirnya lemas, dan terlihat pergerakan ikan nila aktif kembali. Hasil pengamatan
pada kelompok 18 mengalami penurunan bobot tubuh dan tidak ada perubahan
tingkah laku selama 1 jam, hingga akhirnya ikan lemas dan sekarat. Salinitas
reproduksi, konsumsi pakan, dan kelangsungan hidup ikan nila. Semakin tinggi
nilai salinitas maka laju pertumbuhan dan efektivitas konsumsi pakan juga
semakin baik. Berbeda halnya pada kinerja tubuh ikan dimana semakin tinggi
kadar salinitasnya maka kinerja tubuh ikan nila semakin menurun. Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa kadar salinitas yang baik untuk ikan nila berkisar
Akuakultur didapatkan hasil pada kelompok 12 yaitu berat awal 0,8 gram dan
berat akhir 2,13 gram. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18 yaitu berat awal
3,11 gram dan berat akhir 3,37 gram. Hasil kelompok 12 pada pukul 13.48-14.28
ikan tidak mengalami perubahan tingkah laku, 14.48 ikan mulai bergerak pasif,
15.08 posisi ikan cenderung berada di bawah, 15.28 ikan mulai terlihat lemas
dan hampir mati. Hasil yang didapatkan oleh kelompok 18 yaitu pada pukul 13.55
hingga 15.35 ikan tidak mengalami perubahan tingkah laku, namun dari berat
tubuh ikan dapat dilihat bahwa ikan mengalami kenaikan berat tubuh dalam
faktor yang mempengaruhi fluktuasi lingkungan secara alami. Ikan damsel biru-
hijau (Chromis viridis) termasuk ikan teleostei stenohalin yang hidup di sekitar
terumbu karang dengan salinitas rata-rata mirip dengan air laut normal (SW)
(sekitar 35%). Perubahan salinitas dapat berpengaruh buruk pada kinerja tubuh
stress osmotik pada organisme akuatik terutama pada proses metabolisme tubuh
sintesis protein tubuh, stabilisasi, fungsi biologis, yang merusak struktur protein
juga dapat berperan penting pada dalam mekanisme osmoregulasi untuk proses
perubahan bobot tubuh yang sangat meningkat dan tidak terjadi perubahan
tingkah laku ikan pada 1 jam pertama hingga akhirnya lemas dan mati. Hasil
pengamatan pada kelompok 18 tidak mengalami perubahan tingkah laku namun
bobot tubuh ikan damsel biru mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan kadar salinitas habitat perairan ikan
damsel. Perbedaan salinitas berpengaruh buruk pada kinerja tubuh ikan. Kadar
salinitas yang terlalu tinggi dapat memicu tingkat stress ikan dan mengganggu
damsel biru.
praktikum. Praktikum mandiri terdapat kendala pada alat dan bahan yang kurang
lengkap dan memadai. Data yang didapatkan praktikan pada saat praktikum
masing-masing.
antara air dan ion yang ada di dalam tubuh dengan lingkungan ikan tersebut
untuk pembudidaya salah satunya supaya efisienya pemberian pakan pada ikan
dapat maksimal. Hal tersebut bisa dapat terjadi karena dengan mengetahui
salinitas yang tepat pada ikan akan menyebabkan proses dari osmoregulasi
pada ikan tidak terlalu sering dilakukan. Manfaat lainnya dari osmoregulasi
adalah supaya ikan dapat beradaptasi dengan salinitas lingkungan yang ada di
tempat tinggal ikan tersebut. Proses osmoregulasi dilakukan oleh ikan atau
organisme perairan supaya mereka bisa bertahan hidup dengan salinitas yang
5.1 Kesimpulan
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh
konsentrasi rendah
konsentrasi tinggi
1. Permeabel
2. Semipermeabel
3. Impermeabel
1. Hipertonik
2. Hipotonik
3. Isotonik
Toleransi ikan terhadap salinitas di perairan dibagi menjadi 2, yaitu : eurihalin
dan stenohalin
Organ ikan yang termasuk dalam proses osmoregulasi ikan yakni: sel Chloride
Proses osmoregulasi ikan air tawar dimana cairan tubuh ikan air tawar
masuk ke dalam tubuh ikan secara osmosis melalui permukaan tubuh yang
bersifat permeabel.
garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di
tubuh ikan (hipoosmotik). Hal ini menyebabkan air banyak keluar dari tubuh
secara daring. Keseluruhan praktikum sudah cukup berjalan dengan baik dan tim
menjalankan praktikum daring ini, mengingat kondisi pandemi yang terjadi diluar
asisten bisa menyediakan jalan tengah bagi praktikan yang memang benar-benar
ada kendala pada sinyal. Kendala dari sinyal adalah permasalahan diluar
Affandi, R. & Usman M. T. (2002). Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.
Amrillah, A. M., Widyarti, S. & Kilawati, Y. (2015). Dampak stress salinitas
terhadap prevalensi white spot syndrome virus (WSSV) dan Survival Rate
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada kondisi terkontrol.
Research Journal of Life Science, 2(1), 110-123.
https://doi.org/10.21776/ub.rjls.2015.002.02.5
Ardi, I., Setiadi, E., Kristanto, A. H. & Widiyati, A. (2016). Salinitas optimal untuk
pendederan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). Jurnal Riset
Akuakultur, 11(4), 339-347.https://doi.org/10.15578/jra.11.4.2016.347-354
Ariyanti, D. & Widiasa, I. N. (2011). Aplikasi teknologi reverse osmosis untuk
pemurnian air skala rumah tangga. TEKNIK, 32(3), 193-198.
Bone, Q. & Moore, R. (2008). Biology of Fishes. Taylor & Francis. 128pp.
https://doi.org/10.1201/9781134186310
Boyd, C. E. & Tucker, C. S. (1998). Pond Aquaculture Water Quality
Management. Kluwer Academic Publishers, Boston, Massachusettes,
700pp. https://doi.org/10.1007/978-1-4615-5407-3
Burhanuddin, A. I. (2014). Ikhtiologi, Ikan, dan Segala Aspek Kehidupannya.
Depublish Publisher: Yogyakarta. Hlm 363-365
Fujaya, Y. (2008). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.
Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Haridy, M., Hasheim, M., Abd El-Galil, M., Sakai, H., & Yanai, T. (2015).
Pathological findings of Tenacibaculum maritimus infection in black
damselfish, neoglyphieodon melas and picasso triggerfish, rhinecanthus
assasi in Red Sea, Egypt. Veterinary Science & Technology, 6(2), 1-5.
Hasan, M., Sarker, B. S., Nazrul, K. S., & Tonny, U. S. (2014). Salinity tolerance
level of GIFU tilapia strain (Oreochromis niloticus) at juvenile stage. Int. J.
Agric. Sci, 4, 83-89.
Inayah. (2017). Pengaruh detergen terhadap respon fisiologi, laju pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada skala laboratorium.
Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumberdaya Pulau-Pulau
Kecil, 1(1), 44-50.
Isnaeni, W. (2006). Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Kordi K., M. G. H. & A. B. Tancung. (2010). Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi
Daya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.
Kumar, A., Harikrishna, V., Reddy, A. K., Chadha, N. K., & Babitha, A. M. (2017).
Salinity tolerance of Pangasianodon hypophthalmus in inland saline
water: effect on growth, survival and haematological parameters. Ecol.
Environ. Conserv, 23, 475-482.
Lantu, S. (2010). Osmoregulasi pada hewan akuatik. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 4(1), 46-50. https://doi.org/10.35800/jpkt.6.1.2010.117
Martin, D. J., Garske, J.P, & Davis, M. K. (2000). Relation of the therapeutic
alliance with outcome and other variables: a meta-analytic review. J.
Consult Clin Psychl, 68(3), 438-500. https://doi.org/10.1037/0022-
006X.68.3.438
Pamungkas, W. (2012). Aktivitas osmoregulasi, respons pertumbuhan dan
energetic cost pada ikan yang dipelihara dalam lingkungan bersalinitas.
Media Akuakultur, 7(1), 44-51. https://doi.org/10.15578/ma.7.1.2012.44-51
Pudjaatmaka, A. H. & Qodratillah, M. T. (2002). Kamus Kimia. Balai Pustaka:
Jakarta.
Rahardjo, M. F., Sjafei, D. S., Affandi, R. & Sulistiono. (2011). Ikhtiologi. CV
Lubuk Agung: Bandung. 396 hlm.
Robert S. N. G. (2010). Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Susanto, H. (2009). Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Sheriha, G. M., Waller, G. R., Chan, T., & Tillman, A. D. (1968). Composition of
bile acids in ruminants Waller. Lipids, 3(1), 72-78.
https://doi.org/10.1007/BF02530972
W0 Wt
Meja Waktu Keterangan
(gram) (gram)
1 13.50 Air jernih, ukuran empedu normal. 175
Air menguning, empedu sedikit
14.10
mengembang.
Air semakin keruh, empedu lebih
14.30
mengembang.
Air lebih menguning, empedu lebih
14.50
mengembang.
Air semakin menguning dan pekat,
15.10
empedu semakin mengembang.
Air semakin keruh, empedu semakin
15.30 183,7
mengembang.
2 13.45 Air keruh dan menguning. 327,67
Air keruh, empedu memucat dan
14.05
membesar.
Air menguning, empedu memucat dan
14.25
membesar.
14.45 Air keruh, empedu membesar.
Bilirubin semakin pekat, empedu semakin
15.05
membesar.
Air keruh dan warna hijau kekuningan,
15.25 343,79
empedu memucat.
3 13.55 Tidak ada perubahan. 269,7
14.15 Air mulai keruh, empedu normal.
14.35 Air semakin keruh, empedu masih normal.
Air keruh, ukuran empedu mulai
14.55
membesar.
15.15 Air lebih keruh, empedu sedikit membesar.
15.35 Air keruh, empedu semakin membesar. 283,5
b. Toleransi Salinitas (B)
W0 Wt
Meja Waktu Tingkah Laku
(gram) (gram)
1 13.48 Tidak ada perubahan. 2,49
14.08 Tidak ada perubahan.
14.28 Tidak ada perubahan.
14.48 Ikan bergerak pasif.
15.08 Cenderung berada di
bawah.
15.28 Ikan mulai sekarat.
15.48 Ikan mati. 2,13
2 13.45 Tidak ada perubahan. 2,47
14.05 Tidak ada perubahan.
14.25 Tidak ada perubahan.
14.45 Tidak ada perubahan.
15.05 Tidak ada perubahan.
15.25 Tidak ada perubahan. 2,94
3 13.55 Tidak ada perubahan. 3,11
14.15 Tidak ada perubahan.
14.35 Tidak ada perubahan.
14.55 Tidak ada perubahan.
15.15 Tidak ada perubahan.
15.35 Tidak ada perubahan. 3,37
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
W0 Wt
Meja Waktu Tingkah Laku
(gram) (gram)
1 13.48 Tidak ada perubahan. 11,81
14.08 Tidak ada perubahan.
14.28 Pergerakan pasif.
14.48 Berenang di dasar.
15.08 Pergerakan pasif.
15.28 Pergerakan kembali aktif.
15.48 Pergerakan kembali aktif. 11,60
2 13.45 Warna abu-abu, pergerakan pasif. 12,16
14.05 Warna memudar, pergerakan
cukup aktif.
14.25 Warna memudar, pergerakan
cukup aktif.
14.45 Warna memudar, pergerakan pasif.
15.05 Warna memudar sedikit pucat,
pergerakan pasif. 9,69
15.25 Warna pudar, pergerakan pasif.
3 13.55 Tidak ada perubahan. 7,62
14.15 Tidak ada perubahan.
14.35 Tidak ada perubahan.
14.55 Tidak ada perubahan.
15.15 Pergerakan mulai melambat.
15.35 Tubuh tidak seimbang atau lemes.
15.55 Ikan sekarat. 7,38
Ikan Damsel Biru (Chrisiptera cyanea)
W0 Wt
Meja Waktu Tingkah Laku
(gram) (gram)
1 13.48 Tidak ada perubahan. 0,8
14.08 Tidak ada perubahan.
14.28 Tidak ada perubahan.
14.48 Pergerakan pasif.
15.08 Cenderung berada di dasar.
15.28 Mulai lemas dan hampir mati. 2,13
2 13.45 Tidak ada perubahan. 2,47
14.05 Tidak ada perubahan.
14.25 Tidak ada perubahan.
14.45 Tidak ada perubahan.
15.05 Tidak ada perubahan.
15.25 Tidak ada perubahan. 2.94
3 13.55 Tidak ada perubahan. 3,11
14.15 Tidak ada perubahan.
14.35 Tidak ada perubahan.
14.55 Tidak ada perubahan.
15.15 Tidak ada perubahan.
15.35 Tidak ada perubahan. 3,37
Lampiran 2. Dokumentasi
Siapkan alat dan bahan yang akan Timbang garam grasak sesuai
digunakan salinitas yang diinginkan, kemudian
masukkan ke dalam gelas berisi air
Larutkan garam pada gelas yang telah Masukkan kentang ke dalam gelas
berisi air yang telah diberi perlakuan salinitas
berbeda
Amati selama 20 menit selama 1 jam Amati perubahan yang terjadi pada
kentang lalu catat hasilnya
b. Difusi pada Teh Celup
Siapkan alat dan bahan yang akan Celupkan teh ke dalam masing
digunakan masing gelas yang berisi air panas,
dingin, dan biasa.
Siapkan alat dan bahan yang akan Timbang garam grasak sesuai
digunakan dengan salinitas yang diinginkan
Larutkan garam ke dalam air pada Timbang ikan damsel biru, nila, dan
toples dengan toleransi yang berbeda lele sebelum diberi perlakuan
Masukkan ikan ke dalam toples yang Timbang kembali semua ikan untuk
telah diberi perlakuan kemudian amati mendapatkan berat akhir, lalu dicatat.
setiap 20 menit selama 1 jam
Lampiran 3. Terminologi
Kolestrol : Lemak yang terdapat di dalam aliran darah atau sel tubuh
yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembentukan dinding
sel dan sebagai bahan baku hormon.
Lemak : Senyawa kimia tidak larut dalam air yang disusun oleh
unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O2).
Sel chloride : Bagian insang yang berperan dalam proses transport aktif
dan osmoregulasi yang terletak pada dasar lembaran-
lembaran insang.
RESPIRASI
utama yang bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi
(oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam
air akan diabsorbsi ke dalam kapiler-kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin
Proses respirasi ikan terdapat dua fase yaitu fase inspirasi dan fase
karena insang bergerak ke samping akibat udara dalam mulut lebih kecil
daripada tekanan udara luar sehingga menyebabkan mulut terbuka dan air
masuk kedalam mulut. Fase ekspirasi ditandai dengan masuknya air ke rongga
mulut, kemudian celah mulut akan tertutup. Tutup insang akan kembali ke posisi
semula diikuti gerakan selaput ke samping, sehingga celah insang terbuka yang
meyebabkan air keluar serta terjadi pertukaran gas (Murtidjo, et al., 2001).
pada ikan.
pada hari Sabtu, 13 November 2021 melalui video conference Google Meet
2. TINJAUAN PUSTAKA
hidup organisme. Kebutuhan oksigen dalam air harus tetap terjaga karena
sama lain untuk memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga ikan stres bahkan
waktu. Hal ini memungkinkan terjadi karena oksidasi dari bahan makanan
Energi yang dihasilkan dalam proses ini tidak langsung digunakan untuk aktivitas
sel dalam pembentukan ATP dari ADP dan H3PO4 (Akbulut, 2002).
pada ikan. Insang berfungsi dalam pertukaran gas, selain itu insang juga
berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, serta pengeluaran zat sisa
Widyaningrum, 2015).
oksigen dan air ke dalam insang. Mekanisme inspirasi adalah sebagai berikut:
tutup insang menutup, mulut terbuka. Hal itu mengakibatkan tekanan dalam
mulut lebih kecil daripada tekanan udara diluar dan air dari luar masuk ke dalam
rongga mulut.
Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut menutup, tutup insang membuka,
sehingga tekanan di dalam rongga mulut lebih besar dan menyebabkan air
insang. Hal ini menyebabkan pertukaran gas dimana oksigen berdifusi ke dalam
kapiler darah, kemudian CO2 berdifusi dari darah ke dalam air. Pertukaran O2
dan CO2 pada ikan terjadi pada fase ekspirasi (Murtidjo, 2001).
1. Faktor Internal menurut Coche, et al. (1997), yaitu usia, spesies, sexual
2. Faktor Eksternal menurut Stoss (1983), yaitu suhu, kadar O2, CO2, pH,
dan kepadatan.
2.4 Alat Pernapasan Tambahan
1. Labirin
(Trichogaster sp.).
2. Arborescent
3. Kulit
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, difusi oksigen di atmosfer, dan
arus. Alur pada respirasi pada ikan yakni air masuk melalui mulut dan seterusnya
tubuh oleh nadi. Kondisi darah saat kehilangan oksigen, darah akan berkumpul
Respirasi adalah:
sebelum diamati
Respirasi adalah:
Plastik bening : Sebagai penutup toples agar tidak ada udara yang
masuk
Toples 3L
3L
Konsumsi DO =
Keterangan:
∆ DO = Perubahan DO
DO0 = DO awal
DOt = DO akhir
Hasil
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
12 diperoleh hasil yaitu jumlah bukaan operkulum adalah 174 dengan rata-rata
sebanyak 65, dan perhitungan ketiga sebanyak 54. Perhitungan tabel DO pada
meja 1 diberikan perlakuan suhu 15° C, DO0 6,8 mg/l, dan DOt 4,6 mg/l. Berat
tubuh ikan 4 gr dan ΔDO 0,05 mg/l. Sedangkan B meja 3 kelompok 18 diperoleh
hasil yaitu bukaan operkulum adalah 371 dengan rata-rata bukaan operkulum
pertama sebanyak 146, perhitungan kedua sebanyak 137, dan perhitungan ketiga
sebanyak 88. Perhitungan tabel DO pada B meja 3, diberikan perlakuan suhu 25°C,
DO0 4,7 mg/l, DOt 4,1 mg/l. berat tubuh ikan 7 gr, dan ΔDO 0,08 mg/l.
dalam tubuh. Insang ikan bertulang sejati (Osteichthyes) dilengkapi dengan tutup
mempunyai tutup insang. Mekanisme pernapasan terdiri dari fase inspirasi dan
fase ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dari masuknya air yang mengandung O 2
meja 1 dan B meja 3 memiliki kesamaan hasil bahwa ketika ikan nila diletakkan
pada media dengan suhu yang tinggi maka bukaan operkulum akan lebih banyak
jika dibandingkan saat diletakkan pada media bersuhu rendah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sianipar (2021) bahwa respirasi adalah suatu proses mulai
total DO awal (DO0) dan DO akhir (DOt) yang disajikan dalam grafik. Hasil
pengamatan B pada perlakuan suhu 15°C adalah DO 0 sebesar 6,8 mg/l dan DO t
sebesar 4,6 mg/l. Hasil pengamatan pada perlakuan suhu 25°C yaitu DO 0
sebesar 4,7 mg/l dan DOt sebesar 4,1 mg/l. Hasil pengamatan pada perlakuan
suhu 35°C diperoleh hasil DO0 sebesar 2,7 mg/l dan DOt sebesar 4,5 mg/l.
yang harus dikoreksi. Pandemi tentu menjadi faktor terbesar yang mengganggu
sehingga kedua belah pihak perlu sama sama memahami. Praktikum yang
tidak menentu membuat praktikan kesulitan mencari alat dan bahan untu
mandiri di rumah dengan mengamati GET cukup sulit dan alat dan bahan dalam
perhitungan padat tebar ikan yang akan dibudidayakan. Manfaat kedua dapat
Manfaat ketiga adalah digunakan untuk pembuatan aerasi dan kincir. Manfaat
5.1 Kesimpulan
Respirasi terdiri dari dua mekanisme yaitu: fase inspirasi dan fase ekspirasi.
Fase inspirasi adalah fase dimana oksigen dan air masuk ke insang,
sedangkan fase ekspirasi adalah fase di mana air dan karbon dioksida
dilepaskan.
Respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: Faktor internal (umur, spesies,
kematangan seksual, ukuran dan aktivitas ikan) dan faktor eksternal (suhu,
Aliran pernafasan ikan adalah dimana air masuk melalui mulut kemudian
kebutuhan oksigen.
Tujuan dari respirasi adalah untuk menyeimbangkan O 2 dan CO2 dalam
tubuh.
5.2 Saran
dengan baik dan tim asisten juga sudah berusaha sebaik mungkin dalam
jaringan, mungkin tim asisten bisa menyediakan jalan tengah bagi praktikan yang
memang benar-benar ada kendala pada sinyal. Kendala dari sinyal adalah
ULANGAN
MEJA ∑ BUKAAN OPERKULUM RATA-RATA
1 2 3
1 55 65 54 174 58
2 146 137 88 371 123,6
3 131 117 141 389 129
b. Tabel DO (B)
Siapkan alat dan bahan yang Berikan es pada toples pertama yang
digunakan berisi air ¾ bagian untuk pelakuan air
dingin dan ukur suhu pada toples
dengan thermometer Hg
Beri air panas pada toples kedua Masukkan Ikan Nila pada toples
yang berisi air ¾ bagian untuk pertama dengan perlakuan air dingin
perlakuan air hangat dan ukur suhu dan diadaptasikan selama 5 menit
pada toples dengan thermometer Hg
Tutup kedua toples perlakuan dingin Hitung bukaan operkulum ikan selama
dan hangat dengan plastik dan karet 10 menit dengan handtally counter
gelang pada kedua toples dan ulangi
sebanyak 3 kali
Hitung konsumsi DO pada setiap
Ukur DO akhir dengan DO meter perlakuan dan didapatkan hasil
Lampiran 3. Terminologi
SISTEM PENCERNAAN
dan kelangsungan hidup ikan. Sumber materi dan energi dari pakan yang
Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat kecernaan
pakan oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada jenis atau
Senyawa ini kemudian masuk ke dalam darah dan diedarkan keseluruh tubuh.
Proses ini dilakukan karena ikan membutuhkan materi (nutrien) dan energi
untuk bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini berupa protein,
bertahan hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini
Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan
oleh kelenjar pencernaan berasal dari hati, kantong empedu, lambung, dan
usus. Saluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu
mulut, rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus.
Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama
5-6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013).
usus setelah pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan
makanan atau suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai
kemampuan ikan dan kualitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh ikan.
cerna ikan tehadap makanan dan waktu pengosongan lambung serta faktor-
Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
oleh organisme dari bentuk kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Pencernaan makanan dapat terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau
(paringeal).
1. Lambung
3. Pankreas
polisakarida.
4. Usus
dimulai dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam
penghancuran makanan.
Pencernaan Karbohidrat
tidak memiliki air liur. Makanan didalam lambung akan bercampur dengan enzim
makanan akan masuk ke usus. Amilase pada pankreas memecah pati menjadi
dan fruktosa. Galaktosa dan fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa.
glukosa pada karbohidrat dapat diserap oleh sel dinding usus (entrocyte).
Pencernaan Protein
Pencernaan Lemak
2.7 Digestibility
makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.
Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat
● Faktor Internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan
Rogge dan Taft (2010), menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)
pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.
Faktor yang mempengaruhi GET menurut Rogge dan Taft (2010), terdiri
merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET
sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa
Evacuation Time dan digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET
akan semakin cepat, sedangkan ketika digestibility rendah maka GET akan
semakin lama.
Pakan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pakan alami, pakan buatan,
Pakan alami: pakan yang berasal dari alam. Contoh: fitoplankton dan
Pakan buatan: pakan yang sengaja dibuat, misal oleh pabrik tertentu yang
tambahan nutrisi. Contoh: keong mas, bekicot, daun pepaya (Roy, 2013).
3. METODE PRAKTIKUM
a. Digestibility
dipakai
dipakai
a. Digestibility
Kain saring (15 cm x 15 cm) : Sebagai alas sisa pakan dan feses
ketika dioven
Toples
Pakan
Kain 15 x 15 cm
Digestibility: ×100%
Keterangan:
BTM = Berat Total Makanan (gram)
= Total pakan diberikan – (sisa pakan
kering+sisa pakan di perairan)
BTF = Berat Total Feses (gram)
Hasil
3.2.2 Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)
GET (jam) =
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok 12 dan kelompok 18. Didapatkan hasil pada B meja 1 yang merupakan
milik kelompok 12, diketahui bahwa pada perlakuan pakan Lumut Jaring
(Chaeotoforma sp.) memiliki total pakan 5% sebesar 0,82 g, berat kain saring
sebesar 1,7245 g, berat pakan kering sebesar 0,68 g, berat total makanan
sebesar 1,11, berat total feses 0,0106 g, dan digestibility sebesar 98,31%.
menggunakan Cacing Sutra (Tubifex sp.) memiliki total pakan 5% sebesar 2,33
g, berat kain saring 1,6540 g, berat pakan kering 0 g, berat total makanan 1,
tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai digestibility nya maka pakan
berhubungan positif dengan ketebalan sub mukosa (SM) di usus proksimal dan
distal.
pakan yang digunakan pada ikan. Semakin tinggi nilai digestibility, maka pakan
ikan nila dan ketebalan SM di usus ini juga mempunyai hubungan dengan
perubahan parameter morfologi di usus proksimal dan distal pada ikan nila.
Konsentrasi NSP diet yang lebih tinggi juga terkait dengan morfologi usus pada
ikan nila.
yaitu antara kelompok 12 dan kelompok 18. Didapatkan hasil pada B meja 1
yang merupakan milik kelompok 12, diketahui bahwa perlakuan pakan yang
digunakan yaitu lumut jaring (Chaetomorfa sp.), pellet, dan cacing sutera (Tubifex
sp.). Berat lambung ikan yang tidak mengeluarkan feses tidak didapatkan hasil
pada perlakuan pakan menggunakan lumut jaring, pellet, dan cacing sutra. Berat
lambung ikan kontrol pada penggunakan pakan lumut jaring, pellet, cacing sutra
tidak ditemukan hasilnya juga. Gastric Evacuation Time (GET) pada penggunaan
pakan lumut jaring berlangsung selama 228 menit. GET pada pellet berlangsung
selama 4 menit. GET pada penggunaan pakan cacing sutra berlansung selama
228 menit. Sedangkan pada kelompok 18, diketahui bahwa perlakuan pakan
yang digunakan yaitu, lumut jaring (Chaetomorfa sp.), pellet, dan cacing sutera
(Tubifex sp.), Berat lambung ikan yang tidak mengeluarkan feses pada
penggunaan pakan lumut jaring yaitu sebesar 0,3322 gr, sedangkan pada
penggunaan pakan pellet tidak didapatkan hasil, dan penggunaan cacing sutera
pun tidak ditemukan hasil. Berat lambung ikan kontrol pada perlakuan pakan
menggunakan lumut jaring didapatkan nilai sebesar 0,284 gr, sedangkan pada
pellet tidak didapatkan hasil, dan begitupun pada cacing sutra yang juga tidak
perlakuan pakan lumut jaring yaitu selama 2491 menit atau sekitar 41,5 jam,
pada perlakuan pellet selama 146 menit, dan cacing sutra selama 464 menit.
energi, dan ransum harian ikan. GET berkontribusi pada optimialisasi aturan
menghasilkan cara GET yang berbeda pada ikan budidaya yang berbeda.
Dengan demikian, pemilihan model GET yang cocok sangat penting untuk
makan ikan di penangkaran. Pola GET pada ikan sangat bervariasi dengan
spesies spesifik dan banyak faktor, sperti suhu lingkungan, ukuran lingkungan,
pakan udang, pakan pelet, ukuran makanan ikan, dan frekuensi pakan) dapat
pellet, dan cacing sutra. GET bermanfaat pada optimalisasi aturan makan untuk
budidaya ikan. Pola GET pada ikan sangat bervariasi, frekuensi pakan yang
optimal akan meningkatkan pertumbuhan pada ikan. Selain frekuensi pakan, pola
GET dipengaruhi oleh faktor lain, seperti suhu lingkungan, dan ukuran
lingkungan.
mengenai digestibility diperoleh hasil berbeda pada setiap kelompok. Data hasil
98,31%, dengan total pakan 0,82 gram, berat kain saring 1,725 gram, berat
pakan kering 0,68 gram, berat total makanan 1,11 gram, dan berat total feses
dengan pemberian pakan cacing sutra (Tubifex sp.). Hasil digestibility yang
didapatkan pada kelompok 18 yaitu 38%, dengan total pakan 2,33 gram, berat
kain saring 1,6540 gram, berat pakan kering 0 gram, berat total makanan 1 gram,
mengenai Gastric Evacuation Time (GET) diperoleh hasil berbeda pada setiap
pakan lumut jaring (Chaetomorfa sp.), pelet, dan cacing sutera (Tubifex sp.).
Evacuation Time (GET) pada kelompok 12 didapatkan bahwa ketika ikan diberi
pakan lumut jaring memerlukan waktu 228 menit hingga lambung kosong. Lama
waktu yang dibutuhkan ikan untuk mengosongkan lambung saat diberi pakan
pellet adalah 4 menit. Pemberian pakan cacing sutera pada ikan memerlukan
waktu sebanyak 228 menit hingga lambung kosong. Kelompok pembanding yaitu
sebanyak 2491 menit hingga lambung kosong saat diberikan pakan lumut jaring.
Pemberian pakan pellet memerlukan waktu 146 menit hingga lambung ikan
kosong. Pemberian pakan cacing sutra membutuhkan waktu 464 menit hingga
lambung kosong.
lurus. Ketika digestibility tinggi, maka Gastric Evacuation Time (GET) semakin
cepat. Saat daya serap atau daya cerna nutrisi di pencernaan tinggi, maka waktu
Time (GET) akan lambat. Saat daya cerna nutrisi pada pencernaanya rendah,
maka waktu yang dibutuhkan lambung atau perut untuk mengosongkan isinya
lebih lama.
lambung. Ikan yang berpuasa satu hari dalam seminggu mengalami kenaikan
berat badan yang lebih rendah. Apabila dibandingkan dengan ikan yang diberi
makan setiap hari kenaikan berat badan lebih tinggi. Hal ini terjadi karena mereka
dapat digunakan untuk mengurangi biaya makan dengan sedikit pengaruh pada
komposisi tubuh.
pada GET ikan nila (Oreochromis niloticus) salah satu faktor yang mempengaruhi
dicerna secara optimal. Hal ini berkaitan dengan digestibility yang tinggi maka
GET semakin cepat. Karena semakin mudah dicerna, pengosongan lambung
pada ikan akan berlangsung lebih cepat. Begitu sebaliknya, apabila digestibility
rendah maka GET berlangsung lebih lambat sehingga makanan lebih sulit
dicerna.
didapatkan beberapa faktor koreksi. Pandemi tentu menjadi faktor terbesar yang
kesulitan, sehingga kedua belah pihak perlu sama sama memahami. Praktikum
yang dilaksanakan secara online tidak bisa dipungkiri membuat asisten maupun
tidak menentu membuat praktikan kesulitan mencari alat dan bahan untu
praktikum mandiri.
jenis pakan yang tepat bagi ikan supaya dapat tumbuh dengan optimal dan
takaran yang tepat sehingga lebih memberikan banyak materi yang informatif.
Tersampaikannya beberapa materi mengenai sistem pencernaan memberikan
banyak manfaat pada bidang budidaya yang dapat diambil. Mengetahui kadar
jumlah pakan sesuai yang dapat menunjang sistem pencernaan ikan serta
5.1 Kesimpulan
karbohidrat, protein dan lemak yang dikonsumsi oleh organisme dari bentuk
Fungsi dari saluran pencernaan, yaitu mendorong atau mengaduk isi dari
mengabsorbsi makanan.
Terdapat beberapa organ pencernaan yang ada pada ikan, antara lain
fisik dimulai dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam
digestibility ada 2, faktor internal dan eksternal. Pada faktor internal ada
kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan jenis ikan (herbivora,
komposisi pakan, waktu dan frekuensi pemberian pakan serta padat tebar.
Gastric Evacuation Time (GET) adalah waktu yang dibutuhkan perut atau
digestibility, kondisi fisiologi ikan dan ukuran ikan. Pada faktor eksternal ada
5.2 Saran
dengan baik dan tim asisten juga sudah berusaha sebaik mungkin dalam
jaringan, mungkin tim asisten bisa menyediakan jalan tengah bagi praktikan yang
memang benar-benar ada kendala pada sinyal. Kendala dari sinyal adalah
Ahmadi, H., Iskandar & Kurniawati, N. (2012). Pemberian probiotik dalam pakan
terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada
pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(4), 99-107.
Boangmanalu, R., Wahyuni, T. H. & Umar, S. (2016). Kecernaan bahan kering,
bahan organik dan protein kasar langsung yang mengandung tepung
limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) sebagai subsitusi tepung
ikan pada boiler. Jurnal Peternakan Integratif, 4(3), 329-340.
https://doi.org/10.32734/jpi.v4i3.2809
Burhanuddin, A.I. (2014). Ikhtiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya.
Deepublish: Yogyakarta.
Currie, K., Lange, B., Herbert, E. W., Harris, O. J. & Stone, D. A. J. (2015).
Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip
abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature and
age. Aquaculture, 448, 219-228.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2015.01.037
Driskell, J. A. (2008). Nutrition and exercise concerns of middle age. CRC Press:
New York. https://doi.org/10.1201/9781420066029
Fujaya, Y. (2008). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.
Rineka Cipta: Jakarta.
Geremew, A. (2015). Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed
cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture
Research and Development, 6(5), 1-5.
Hartono, R., Fenita, Y. & Sulistyowati, E. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan
kering, bahan organik dan produksin-nh3 pada kulit buah durian (Duriozi
bethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Perternakan Indonesia,
10(2), 87-94. https://doi.org/10.31186/jspi.id.10.2.87-94
Jia, Y., Gao, Y., Jing, Q., Huang, B., Zhai, J., & Guan, C. (2021). Gastric
evacuation and changes in postprandial blood biochemistry, digestive
enzymes, and appetite-related genes in juvenile hybrid grouper
(Epinephelus moara♀× E. lanceolatus♂). Aquaculture, 530, 1-7.
Mahyuddin, K. (2008). Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.
Jakarta
Nawulawa, V. T., Kato, C. D., Rutaisire, J., Beukes, N., Pletschke, B. & Whiteley,
C. (2013). Enzyme activity in the nile perch gut: implications to nile perch
culture. International Journal of Fisheries and Aquaculture, 5(9), 221-228.
Niode, A. R., Nasriani & Irdja, A. M. (2017). Pertumbuhan dan kelangsungan
hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus) pada pakan buatan yang
berbeda. AKADEMIKA, 6(2), 99-112.
https://doi.org/10.31314/akademika.v6i2.51
Rogge, C.M. & Taft, D. R. (2010). Preclinical Drug Development. CRC Press:
USA. Roy, R. (2013). Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta
Selatan.
Setiawati, J. E., Tarsim, Adiputra, Y. T. & S. Hudaidah. (2013). Pengaruh
penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap
pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan
patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan, 1(2), 151-162. https://doi.org/10.31938/jsn.v4i1.70
Setyawan, T., Sugiarti, L. & Wardoyo, S. E. (2014). Kajian banyaknya pupuk
kandang terhadap perkembangbiakan kutu air (Daphnia sp.) di rumah
kaca sebagai pakan alamidalam budidaya ikan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Biologi dan Kimia, 4(1), 1-10.
Tran‐Ngoc, K. T., Haidar, M. N., Roem, A. J., Sendão, J., Verreth, J. A., &
Schrama, J. W. (2019). Effects of feed ingredients on nutrient digestibility,
nitrogen/energy balance and morphology changes in the intestine of nile
tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture Research, 50(9), 2577-2590.
Villarroel, M., Alavriño, J. M. R., & López-Luna, J. (2011). Effect of feeding
frequency and one day fasting on tilapia (Oreochromis niloticus) and
water quality. The Israeli Journal of Aquaculture, 609, 1-6
Wicaksono, R., Agustono & Lokapirnasari, W. P. (2013). Pengukuran kecernaan
lemak kasar, bahan organik dan energi pada pakan ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan menggunakan teknik pembedahan. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5(2), 201-204.
Yanuar, V. (2017). Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju
pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di
akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH, 42(2), 91-99.
Zidni, I., Afrianto, E., Mahdiana, I., Herawati, H. & Ibnu, B. S. (2018). Laju
pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 9(2), 147-151.
LAMPIRAN
Berat Berat
Total
Perlakuan Kain pakan Digestibi-
Meja Pakan BTM BTF
Pakan Saring kering lity (%)
5% (gr)
(gr) (gr)
Lumut Jaring
1 (Chaetomorfa 00,82 1,7245 0,68 1,11 0,0106 98,31
sp.)
2 Pellet 11,82 1,794 0,53 1,23 0,0096 99,28
Cacing Sutra
3 (Tubifex sp.) 22,33 1,6540 0 1 0,0074 38
Berat Lambung
Berat Lambung
Ikan yang tidak GET
Meja Perlakuan Pakan Ikan Kontrol
mengeluarkan (menit)
(gram)
feses (gram)
Lumut jaring
- - 228
(Chaetomorfa sp.)
1 Pellet - - 4
Cacing sutra
(Tubifex sp.) - - 228
Lumut jaring
- - 105
(Chaetomorfa sp.)
2 Pellet - - 99
Cacing sutra
- - 153
(Tubifex sp.)
Lumut jaring
0,3322 0,284 2491
(Chaetomorfa sp.)
3 Pellet - - 146
Cacing sutra
- - 464
(Tubifex sp.)
Lampiran 2. Dokumentasi
a. Digestibility
Berikan pakan pada setiap ikan secara Masukkan kain saring ke dalam
terus menerus hingga kenyang, oven dengan suhu 100°C selama
kemudian ditunggu selama 6 jam. 15 menit.
Keringkan sisa pakan basah dan feses Timbang sisa pakan dan feses yang
ikan dengan menggunakan oven. sudah dioven.
Menyiapkan ikan nila yang sudah Masukkan tiga ikan nila pada setiap
dipuasakan, lalu diberi aerasi pada toples yang akan diberi perlakuan
toples berisi air ¾ bagian. pakan berbeda.
Ketika feses keluar pertama kali Ketika feses tidak keluar selama 6
selama 6 jam pengamatan, maka jam pengamatan, maka ikan dibedah
dicatat sebagai GET. untuk diambil lambungnya.
Hitung hasil akhir dengan
menggunakan rumus GET.
Ambil dan timbang lambung.
Lampiran 3. Terminologi
Gastrointestin : Sebutan untuk organ lambung dan juga usus baik usus
besar maupun usus halus.