Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

FISIOLOGI SISTEM EKSKRESI PADA HEWAN DAN MANUSIA

Oleh :

Jamilatul Hasanah (1602101030

Titis Ulfitaningsih (160210103094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
Daftar Isi
BAB 1. PENDAHULUAN

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat
cair ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat (kulit),
empedu (hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh
jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada di dalam
tubuh bahkan meracuni tubuh. Hewan-hewan dari berbagai spesies menghasilkan zat
buangan cair yang disebut urin melalui langkah-langkah dasar yaitu pertama-tama,
cairan tubuh (darah, cairan selom atau hemolimfe) bersentuhan dengan membarn
permeabel selektif dari epitelium transpor. Pada sebagian besar kasus, tekanan
hidrostatis (tekanan darah pada banyak hewan) mendorong suatu proses filtrasi. Sel-
sel, seperti protein dan molekul besar lainnya tidak dapat melintasi membran epitel
dan tetap berada didalam cairan tubuh. Sebaliknya, air dan zat-zat terlarut yang kecil
seperti garam, gula, asam amino, dan zat-zat buangan bernitrogen , melintasi
membran tersebut dan membentuk suatu cairan yang disebut filtrat (Campbell, 2008:
124).

Filtrat dikonversi menjadi cairan buangan melalui transpor spesifik material


kedalam atau keluar filtrat. Proses reabsorpsi memulihkan molekul-molekul yang
berguna dan air dari filtrat dan mengembalikannya ke cairan tubuh. Zat terlarut yang
berharga termasuk glukosa, garam-garam tertentu, vitamin, hormon dan asam amino
direabsopsi melalui transpor aktif. Zat terlarut nonesensial dan zat buangan
ditinggalkan didalam filtrat atau ditambahkan ke cairan tersebut melaui sekresi
selektif yang juga terjadi melalui transpor aktif. Pemompaan berbagai zat terlarut itu
menyesuaikan pergerkan osmotik air kedalam atau keluar filtrat. Pada langkah
terakhir ekskresi, filtrat yang telah diproses akan dilepaskan dari tubuh sebagai urin
(Campbell, 2008: 124).

Organ ekskresitori memiliki beberapa /fungsi, yang kesemuanya berhubungan


dengan pemeliharaan komposisi lingkungan internal tubuh yang konstan.
Pemeliharaan komposisi yang konstan memerlukan suatu syarat dasar,yaitu bahwa
setiap zat yang diambil organisme dari lingkungan eksternalnya harus diimbangi
dengan pengeluaran dalam jumlah yang sama. Fungsi dari utama sistem eksresi
adalah:

1. Memelihara konsentrasi ion-ion tunggal yang tepat (Na+,K+, Cl-,Ca+H+)


2. Memelihara volume air tubuh yang tepat
3. Memelihara konsentrasi osmotik
4. Mengeksresikan sisa-sia metabolisme (urea, asam urat, ammonia, dll)
5. Mengeksresikan zat zat asing dan atau hasil hasil metabolisme.

Kebanyakan sisa-sisa metabolisme dibuang oleh organ-organ eksreton. Semua organ


memisahkan bermacam-macam zat asing, dimana zat tersebut dapat tetap dalam
bentuk asilnya namun ada yang dimodifikasi dulu menjadi bentuk yang tidak
berbahaya atau bentuk yang mudah diekskresikan. Peranan utama organ ekskresitori
adalah memindahkan kelebihan sejumlah zat yang diregulasi dari tubuh secara cepat.
jadi membantu memelihara suatu keadaan homeostatis dalam merespon semua
pengaruh yang cenderung menyebabkan perubahan. Secara prinsip terdapat dua
proses yang bertanggung jawab dalam pembentukan cairan ekskresi, yaitu ultrafiltrasi

atau transpor aktif. Pada ultrafiltrasi, terdapat tekanan yang mendorong cairan melalui
membrane semipermeable, sehingga kecuali protein dan molekul-molekul besar, air
dan molekul zat terlarut berukuran kecil seperti garam-garam, gula dan asam amino
dapat menembus membrane. Transport aktif adalah gerakan zat terlarut menembus
membrane dengan melawan gradient elektroniknya yaitu suatu proses yang
menggunakan energi metabolik. Dikenal dua macam transport aktif yaitu sekresi aktif
dan absorbs aktif pada sekresi aktif, zat-zat dipindahkan dari lingkungan internal
lumen ke lingkungan internalnya. Struktur morfolgi dan anatomi organ ekskresi
sangat bervariasi, namun secara fungsional di klasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu organ ekskretori umum yaitu organ ekskretori yang fungsinya mirip ginjal
dengan hasil eksresi seperti urin kedua organ ekskretori khusus yang berfungsi
tambahan sebagai organ ekskretoris. Termasuk organ ekskretori umum adalah (1)
vakuola kontraktil pada Protozoa, (2) organ nefridial pada Invertebrata (3) kelenjar
atenal pada udang (3) saluran Malpighi pada serangga (4) ginjal pada vertebrata.
Termasuk organ ekskretoris tambahan: (a) insang pada udang-udangan dan ikan (b)
kelenjar rektal pada elasmobranchiata (c) kelenjar garam pada reptile dan burung laut
(d) hati pada vertebrata (e) instestien pada serangga (Soewolo, 2000:210).

OSMOREGULASI

Osmoregulasi merupakan kemampuan hewan untuk meregulasi konsentrasi


air dan substansi terlarut lainnya. Osmoregulasi sangat terkait erat dengan sistem
ekskresi, dimana sistem tersebut adalah salah satu bagian vital yang terlibat dalam
pengaturan kadar air dan substansi terlarut di dalam tubuh sehingga keseimbangan
tetap terpelihara demi kelangsungan fungsi-fungsi normal fisiologis. Volume dan
komposisi larutan di dalam cairan tubuh dikontrol secara tepat oleh organ ekskresi
dengan membuang atau mempertahankan kadarnya sesuai kebutuhan tubuh. Pada
hewan akuatis, kulit dan saluran pencernaan menjadi tempat yang penting bagi
pengaturan garam-garam dan air. Perkembangan medium internal seperti cairan
tubuh (plasma darah dll) membantu dalam menjaga komposisi seluler bukan hanya
pada hewan-hewan yang hidup di laut tetapi juga bagi spesies air tawar dan hewan
terrestrial. Semua kelompok hewan tersebut meregulasi konsentrasi cairan tubuhnya
pada level yang spesifik untuk masing-masing jenis hewan. Pada hewan air tawar,
volume air dan komposisi garam dalam medium internal dipertahankan secara nyata
pada level yang dibutuhkan untuk mencegah gangguan osmotik dan difusi. Pada
hewan terestrial, medium internal melepaskan air dan garam melalui kulit dan
ginjal. Kehilangan air melalui evaporasi sebagian besar melalui paru-paru. Hewan-
hewan mengembangkan berbagai mekanisme untuk menjaga kadar air dan garam
dalam tubuh. Kehilangan air dan garam-garam tetap akan terjadi dalam berbagai
aktivitas dan akan dikompensasi melalui absorbsi bahan makanan dan air dari
sistem pencernaan. Permasalahan kehilangan air dan garam-garam dari tubuh tidak
dapat dihindari bahkan dalam kondisi istirahat sekalipun. Oleh sebab itu hewan dapat
meminimalisirnya dengan menurunkan permeabilitas membran dan menurunkan
gradien konsentrasi antara cairan tubuh dan lingkungan. Kedua strategi tersebut
sangat bermanfaat bagi osmoregulasi hewan.

Respon Osmotik Hewan

Respon osmotik berbagai macam hewan sangat terkait erat dengan


dimana hewan tersebut hidup. Oleh karenanya, respon osmotik akan berbeda pada
hewan yang hidup di air laut, air tawar, air payau dan hewan terrestrial.

1. Regulasi Osmotik Hewan Laut

Dilihat dari anatominya sebagian besar hewan invertebrata laut adalah


osmokonformer dimana konsentrasi osmotik cairan tubuhnya sama dengan
lingkungannya sehingga kondisinya berada dalam kesetimbangan. Tidak ada
perubahan seperti penambahan atau pengurangan kandungan air. Akan tetapi,
pada dasarnya tidak pernah terjadi keseimbangan ion sehingga jika terjadi sedikit
saja perbedaan komposisi ion antara tubuh dan air laut maka akan terjadi gradien
konsentrasi. Resultan kehilangan atau penambahan ion-ion tubuh dapat
mempengaruhi aspek-aspek fisiologis tubuh dan mempengaruhi kesetimbangan
osmotik. Contohnya, hewan dapat mengalami peningkatan kadar ion jika ion
dalam tubuh lebih rendah daripada di air laut. Hal ini akan menciptakan
kondisi hiperosmotik cairan tubuh terhadap air laut dan akhirnya akan
meningkatkan osmotik air. Secara umum, konsentrasi osmotik ion-ion tidak
berbeda secara signifikan terhadap air laut. Akan tetapi ada beberapa
pengecualian, yaitu ion SO42- dan Ca2+ yang pada kebanyakan speesies ternyata
memiliki perbedaan konsentrasi yang sangat jelas dengan air laut. Hal ini
berarti bahwa konsentrasi ion-ion tersebut membutuhkan regulasi fisiologis
dimana ion harus secara aktif disekresikan atau diabsorbsi. Pada kebanyakan
invertebrata laut, misalnya ubur-ubur, SO42- diekskresikan untuk
menurunkan kepekatan cairan tubuhnya dan dengan demikian daya apungnya
juga akan meningkat. Ion SO42- adalah ion yang cukup berat sehingga
pengurangannya dari dalam tubuh akan menurunkan berat hewan sekaligus
meningkatkan daya apung. Proses peningkatan atau pengurangan yang tak
diregulasi dapat terjadi misalnya melalui permukaan tubuh dan insang, melalui
penelanan makanan dan produksi zat sisa (urine). Beberapa invertebrata
misalnya Octopus menjaga konsentrasi cairan tubuhnya untuk hiperosmotik
(lebih pekat) daripada air laut, sedangkan kelompok lain seperti brine shrimp
dan beberapa crustacea lainnya cenderung hiposmotik. Hal ini merupakan
pengecualian dari pola umum osmoregulasi invertebrata air laut.

Bertolak belakang dengan invertebrata, osmoregulasi pada vertebrata


memiliki pola tersendiri. Vertebrata air laut dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama yaitu osmotik dan ionik konformer dan osmotik dan ionik regulator,
hewan vertebrata yang termasuk osmotik dan ionik konformer adalah hagfish
(Myxine). Hagfish adalah kelompok cyclostoma dan merupakan vertebrata
primitif yang memiliki pola osmoregulasi sama dengan hewan invertebrata air
laut. Pola osmotik dan ionik konformer dari hewan ini telah menjadi salah satu
bukti nyata bahwa secara fisiologis hewan vertebrata memang berasal dari laut.
Sebagian besar ikan air laut lainnya adalah kelompok osmotik dan ionik
regulator dengan derajat yang berbeda-beda. Konsentrasi plasma hampir
sepertiga dari konsentrasi air laut, sehingga bersifat hipoosmotik regulator.
Contohnya adalah elasmobranchiata (ikan bertulang lunak). Mekanisme
osmoregulasi pada elasmobranciata ini sangat menguntungkan karena kelebihan
air akan dapat digunakan untuk memproduksi urine dan mengeluarkan produk
sisa misalnya kelebihan ion-ion yang masuk melalui difusi ke dalam tubuh lewat
insang. Penambahan air dalam tubuh juga berarti bahwa hewan tersebut tidak
perlu lagi meminum air laut agar tubuh tidak kekurangan air dan dengan cara ini
hewan sekaligus juga tidak akan menelan garam-garam yang terlarut di air dalam
jumlah yang besar yang dapat mengganggu sistem fisiologisnya jika terjadi.

Pada ikan bertulang keras air laut (Teleosteii), terdapat permasalahan yang
sama seperti yang dihadapi oleh elasmobranciata dimana plasmanya lebih rendah
kadarnya daripada air laut. Kehilangan air, khususnya melalui insang, akan
dikompensasikan melalui mekanisme meminum air laut dalam jumlah yang
banyak (sekitar 50-200 ml/kg bb/hari). Hal ini akan mengatasi satu permasalahan
akan tetapi akan menimbulkan permasalahan lainnya yaitu dengan meningkatnya
kadar garam di dalam tubuh. Oleh sebab itu, hewan harus mengatasinya dengan
mengekskresikan NaCl dalam jumlah yang banyak. Karena ginjal pada teleosteii
tidak mampu menghasilkan urine yang pekat, harus ada organ lain yang mampu
mengekskresikan sejumlah besar NaCl. Organ tersebut adalah insang yang
berfungsi ganda sebagai organ respirasi dan osmoregulasi.

Gambar 8.3. Ikhtisar regulasi osmotik dan ion pada ikan teleostei air laut
2. Regulasi Osmotik Pada Hewan Air Payau

Air payau didefinisikan sebagai air laut yang lebih encer dengan konsentrasi di
berbagai tempat antara 1.5%-90% air laut murni. Fauna laut tidak dapat bertahan
hidup pada keenceran dibawah batas atas dari konsentrai air payau. Air payau
terbatas di daerah- daerah pantai seperti estuaria atau lahan gambut tepi laut dimana
air laut dan air sungai bercampur. Hewan laut yang hidup di perairan dangkal dekat
pantai dan khususnya di dekat estuaria secara konstan mengalami perubahan-
perubahan konsentasi air. Hewan laut yang tidak dapat mentoleransi variasi
konsentrasi harus melakukan modifikasi- modifikasi yang sesuai dari aspek
biokimia, fisiologi dan tingkah laku untuk dapat hidup pada kondisi lingkungan
air yang bervariasi konsentrasinya. Gradien salinitas yang teratur (tidak ekstrim)
dari air laut ke air tawar memberikan kesempatan bagi berlangsungnya adaptasi
yang gradual dari hewan laut terhadap salinitas yang lebih rendah. Fauna laut
yang hidup diantara rentang salinitas air payau terdiri atas 3 tipe yaitu : a. Hewan
laut yang toleran terhadap salinitas rendah akan berada di bagian dimana salinitasnya
adalah batas atas dari salinitas air payau. b. Hewan air tawar yang toleran terhadap
salinitas sedang akan berada di bagian dimana salinitasnya adalah batas bawah dari
salinitas air payau. c. Hewan-hewan air payau sejati yang tidak ditemukan baik di air
laut maupun di air tawar kendati hewan tersebut dapat bertahan hidup di dalamnya

(3) Regulasi Osmotik Pada Hewan Air Tawar

Hewan-hewan air tawar memiliki cairan tubuh bersifat hiperosmotik terhadap


medium eksternalnya. Kelompok ini memiliki permasalahan osmotik sama
dengan yang dihadapai oleh hewan air payau, akan tetapi pada skala yang lebih
ekstrim. Hewan air tawar mengembangkan mekanisme-mekanisme osmoregulasi baik
terhadap osmotik maupun ionik dengan efektivitas yang lebih baik daripada
hewan air payau. Permeabilitas permukaan tubuh hewan air tawar lebih rendah
daripada hewan air payau. Masuknya air ke dalam tubuh akan mereduksi konsentrasi
darah. Untuk menstabilkan konsentrasi darah tersebut, baik air maupun garam harus
dikeluarkan dari darah. Hewan air tawar mempertahankan kandungan garam dengan
memproduksi urine yang lebih encer daripada darah. Pada beberapa hewan kadar
urine bersifat isoosmotik terhadap darah. Kendati kehilangan garam melalui urine
diminimalisir, laju kehilangannya akan terus berlangsung. Pembentukan urine
yang sangat encer adalah salah satu cara dimana tubuh mengurangi kelebihan air.
Pada udang, dalam 24 jam dapat menghasilkan urine sebanyak 4% dari berat
tubuhnya. Produksi urine sangat esensial bagi regulasi osmotik dan ionik dan
fungsi tersebut dilakukan oleh kelenjar antennari. Kelenjar tersebut memiliki kantung
coelomik, labirin, kanal nephridial dan kantung kemih.

(4) Regulasi Osmotik pada Hewan Terestrial

Berbagai macam hewan telah menginvasi habitat terestrial pada waktu yang
berbeda. Insekta, arachnida, tetrapoda dan sebagainya telah ditemukan pada era
devonian. Pada era selanjutnya juga ditemukan gastropoda operkulat,
opisthobrankiata (isopoda), kepiting juga telah mengkolonisasi daratan. Kebanyakan
hewan bermigrasi ke habitat terestrial di tempat-tempat yang basah atau lembab atau
dekat dengan sumber air. Kemudian ada hewan-hewan yang bermigrasi ke daerah
arid dan semi arid. Lingkungan yang demikian cukup beresiko karena mungkin
menimbulkan dehidrasi dan kematian yang cepat. Perkembangan sistem
pernafasan di udara telah membantu dalam mendapatkan oksigen langsung dari
udara bebas. Akan tetapi jika bernafas di udara yang kering juga akan beresiko
terjadinya desikasi (kehilangan air). Air yang esensial untuk menjaga volume sel dan
berfungsi sebagai medium dimana proses-proses seluler berlangsung secara terus
menerus, akan menguap melalui organ pernafasan sama seperti pada permukaan
tubuh. Disamping itu, hewan terestrial juga akan kehilangan air melalui urine.
Seluruh adaptasi morfologi, fisiologi dan tingkah laku hewan terestrial merupakan
bagian dari proses untuk melawan kehilangan air dan garam dari dalam tubuh dan
menjamin aktivitas yang kontinyu di lingkungan daratan. Kulit mamalia kurang
terkretinasi dibandingkan dengan kulit reptil. Akan tetapi laju kehilangan air dari
tubuh mamalia sama rendahnya dengan reptil. Kendati kehilangan air melalui kulit
lebih rendah, total kehilangan air pada mamalia misalnya pada tikus akan lebih
tinggi daripada reptil. Kehilangan air paling besar adalah melalui organ respirasi. Dua
faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada mamalia tersebut berhubungan
dengan laju metabolismenya yang lebih tinggi dan suhu tubuh yang juga lebih tinggi
(1) Laju metabolisme yang tinggi akan meningkatkan laju kehilangan air. Laju
metabolisme lebih tinggi pada hewan homeotermis daripada reptilia.
Metabolisme yang tinggi akan mempercepat frekuensi pernafasan sehingga
memperbesar kehilangan air melalui paru-paru. (2) Mamalia kehilangan air
melalui respirasi kendati ketika hewan tersebut menghirup udara yang jenuh
pada suhu lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dapat terjadi jika suhu tubuh mamalia
lebih tinggi daripada suhu lingkungannya.

Poin 6

Kelompok hewan terestrial lainnya yang spesifik adalah hewan-hewan yang


memperoleh makanan dari laut. Hewan-hewan tersebut mengkonsumsi garam
dalam kadar yang lebih tinggi daripada hewan terestrial biasa karena sangat
mungkin meminum air laut atau mengkonsumsi hewan-hewan laut yang isoosmotik.
Hewan hewan terestrial tidak dapat mentoleransi kadar garam yang tinggi. Kadar
garam dalam cairan tubuh harus dibatasi pada level sekitar 1% atau kurang dari
sepertiga kadar garam dalam air laut dan jika terjadi kelebihan maka harus
dikeluarkan dengan berbagai mekanisme. Reptil, burung, dan mamalia yang
memperoleh makanan dari laut memiliki efisiensi yang tinggi untuk mengurangi
kadar garam dalam tubuhnya. Jika manusia meminum air laut maka akan terjadi
diare dan jaringan akan mengalami dehidrasi. Reptil dan burung laut tidak
meminum air laut secara langsung, ginjalnya kurang efisien daripada ginjal manusia
dalam meregulasi kelebihan garam. Burung memiliki organ khusus yang disebut
dengan kelenjar garam yang lebih efisien dalam mengeliminasi garam-garam dari
pada ginjal. Reptil laut juga memiliki kelenjar eliminator garam. Jika burung laut
diberikan air laut yang setara dengan sepuluh kali berat badannya, hampir
seluruh kandungan garam dari air laut tersebut akan diekskresikan dalam tiga jam.
Kelenjar garam bertanggung jawab dalam menetralisir sekitar 90% garam dalam
tubuh dengan sedikit saja kehilangan air. 10% garam yang tersisah akan dibuang
melalui ginjal dengan diikuti oleh kehilangan air dalam jumlah relatif besar. Sel-sel
dalam tubula kelenjar garam memiliki mekanisme fisiologis untuk memompa ion
klorida dan sodium dari larutan garam yang lebih encer di darah menuju ke dalam
lumen kelenjar yang memiliki kadar garam lebih pekat. Mitokondiria dari sel-sel
tubula tersebut terlibat aktif dalam transpor ion melawan gradien konsentrasi ini.
Kelenjar garam berbeda dengan ginjal yang efisien bekerja pada mamalia terutama
dalam hal struktur dan fungsionalnya. Secara struktural, kelenjar garam lebih
sederhana daripada ginjal dan komposisi substansi yang diekskresikan hanya berupa
sodium, klorida, dan air tanpa ion potasium (K). Kelenjar garam juga dapat
mengambil garam dari dalam darah secara cepat dan dalam jumlah yang lebih
besar daripada ginjal. Kerja kelenjar garam hanya berlangsung pada kondisi
dimana kadar garam dalam darah tinggi sedangkan ginjal bekerja secara kontinyu.
Kerja kelenjar garam tergantung kepada kadar garam dalam darah dimana jika
kadar garam tinggi maka beberapa pusat sensor di otak akan merespon dan
mengirimkan impuls melalui sistem saraf ke kelenjar dengan mekanisme spesifik
sehingga kerja kelenjar garam akan lebih aktif (Susanto, 2009)

Unit Fungsional Ginjal

Ginjal merupakan organ yang hanya terdapat di pada vertebrata. Ginjal merupakan
unit ekskretoris tingkat tinggi, tetapi fungsi utamanya pada vertebrata tingkat rendah
adalah osmoregulasi. Pada semua vertebrata dewasa, perkembangan ginjal berasal di
sisi anterior mesoderm pembentuk ginjal (nefrogenik) yang disebut pronefros,
Biasanya terbentuk serangkaian tubula yang berasosiasi dengan segmen-segmen
spesifik tubuh. Pronefros dengan segera digantikan oleh mesenefros pada embrio.
Mesonefros berawal sebagai serangkaian tubula yang posterior terhadap daerah
pronefrik, tetapi dengan segera mengalami modifikasi berupa pemanjangan dan
konvolusi tubula disertai oleh hilangnya segmentasi. Mesonefros yang relative
panjang adalah ginjal fungsional bagi ikan dan amphibi dewasa dan juga bagi embrio-
embrio reptile, burung serta mamalia. Mesonefros tidak bersegmen dan membentuk
sebuah duktus yang disebut ureter. Yang mana menghantarkan urine yang terbentuk
di ginjal menuju ke kloaka ataupun kandung kemih (urinary bladder). Kandung
kemih adalah struktur seperti kantong yang menyimpan urin. Urin meninggalkan
kandung kemih dan mencapai bagian luar tubuh melalui uretra. Kedua ginjal manusia
terletak secara lateral di bagian belakang rongga abdominal. Ginjal secara kasar
terbagi menjadi tiga daerah-korteks bagian luar, medula bagian tengah, dan rongga
dalam yang disebut pelvis, urin terebntuk di kedua lapisan yang lebih luar dan
mengumpul dalam pelvis renal (kata renal menunjukkan hubungan dengan kandung
kemih, urin di transport ke luar tubuh melalui uretra

Anda mungkin juga menyukai