Anda di halaman 1dari 10

OSMOREGULASI DAN TERMOREGULASI

PADA IKAN AIR ASIN

Penulis:
Kelompok 3: Nur Azela 1713024022
Tazkya Aulia Rahma 1913024036
Vevy Anggraini 1913024002

P. S : Pendidikan Biologi

Mata Kuliah: Fisiologi Hewan


Dosen Pengampu: Dr. Tri Jalmo, M. Si.
Dr. Dina Maulina, M. Si.

Jurusan Pendidikan MIPA


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampun
PENDAHULUAN

Lingkungan akuatik adalah tempat hidup hewan yang berupa air, baik air
tawar, air laut, dan air payau. Sebagian besar permukaan bumi (lebih dari 70%)
tertutupi oleh air dan sebagian besar dari perairan tersebut berupa lautan atau marine
(air asin). Air laut mengandung kira-kira 3,5% garam. Ion utama yang terdapat
dalam air laut ialah natrium dan klor. Ion lain yang juga banyak terdapat dalam air
laut ialah magnesium, sulfat, dan kalsium. konsentrasi keseluruhan garam yan
terkandung dalam air laut juga bervariasi, tergantung pada letak geografis suatu
perairan. Ikan sebagai organisme akuatik yang memerlukan media air sebagai
habitatnya tidak dapat melepaskan dfui dari pengaruh tekanan-tekanan yang berasal
dari lingkungannya. Oleh karena itu, kemampuan beradaptasi yang dimiliki ikan
menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan hidupnya. Agar proses
fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka diperlukan suatu tekanan osmotik
yang relatif konstan.

Tantangan terhadap hewan yang timbul dari lingkungan laut ialah salinitas
yang tinggi dan ketersedian air (water activity) yang relatif lebih rendah daripada
lingkungan air tawar. Air merupakan komponen terbesar penyusun tubuh hewan
sehingga kehidupan hewan sangat bergantung pada ketersedian air. Kekurangan air
pada hewan dapat menyebabkan tertekannya aktivitas metabolisme dalam sel
tubuh. Keadaan tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap aktivitas
hewan secara keseluruhan, termasuk aktivitas pertumbuhan dan reproduksi. Oleh
karena itu hewan perairan memerlukan mekanisme yang bisa membantu dirinya
mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya.
Mekanisme itu disebut osmoregulasi.

Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk


mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Suhu tubuh di luar kisaran normal dapat mengurangi efisiensi reaksi enzimatik,
mengubah fluiditas seluler membran, dan mempengaruhi proses biokimia
sensitif suhu lainnya, berpotensi dengan hasil yang fatal. (campbell 2017)
Thermoregulasi tergantung pada hewan kemampuan untuk mengontrol pertukaran
panas dengan lingkungannya.
PEMBAHASAN

1. Osmosis

Osmosis secara umum merupakan suatu peristiwa perpindahan air melalui


membrane semipermeable. Gambaran yang lebih jelas mengenai osmosis dapat
dipahami dengan model larutan gula dan air yang dipisahkan dengan sekat
semipermeabel. Sekat semipermeabel dikondisikan menyerupai karakteristik yang
dimiliki oleh membrane sel. Apabila sekat semipermeable ditiadakan maka
pergerakan molekul gula (sukrosa) akan secara tidak beraturan menuju ke air.
Keberadaan sekat semipermeabel akan menghalangi molekul gula untuk lewat
sehingga hanya molekul air saja yang bisa lewat. Hal tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan molekul air akan bergerak melewati sekat semipermeabel menuju ke
larutan gula tersebut. Pergerakan air tidak dipicu oleh konsentrasi cairan yang lebih
tinggi akan tetapi air secara sederhana berdifusi menuju gradient aktifitasnya.
Perbedaan gradient aktifitas terkait dengan konsentrasi cairan. Aktifitas air
merupakan kemampuan air untuk berdifusi, menciptakan tekanan uap, dan
melarutkan zat terlarut. Perpindahan/difusi air dipengaruhi oleh permeabilitas
membran, ukuran membrane (terutama area permukaan), dan perbedaan aktifitas air
di sekitar membran.

Pengaturan osmotic pada hewan termasuk didalamnya adalah mekanisme yang


dilakukan sel untuk mengatur banyaknya dan konsentrasi air di dalam tubuh maupun
di dalam sel. Pengaturan tersebut sangat diperlukan karena tiap hewan memiliki
batasan volume dan pertambahan air akan melebihi kapasitas jaringan atau organ
dalam menampung pertambahan volume tersebut. Kebalikannya, apabila cairan
tubuh hilang pada kondisi tanpa adanya pengaturan maka volume tubuh akan
menyusut dan pada akhirnya akan berdampak pada fungsi fisiologi yang lain akan
terpengaruh seperti peredaran darah, respirasi dan lokomosi. Sel juga membutuhkan
volume sitoplasma yang sesuai untuk mendistribusikan ion dan nutrient,
memfasilitasi pergerakan sel, dan menjaga jarak antar organel-organel sel.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa osmoregulasi di dalam tubuh
hewan terkait dengan pengaturan volume dan konsentrasi zalir intraseluler dan
ekstraseluler.

Sel-sel hewan memiliki membrane dengan struktur yang khas (phospolipid) yang
bersifat selektif permeable, tidak hanya terhadap molekul air tapi juga terhadap
beberapa molekul (terutama ion-ion) yang lain. Ion Natrium, Kalium dan Clorida
merupakan ion-ion yang sangat terkait dengan pergerakan molekul melalui
membrane sel, terutama sel saraf.

2. Osmoregulator (Hyporegulator dan Hyper–Regulator)

Osmoregulator merupakan hewan yang melakukan osmoregulasi karena konsentrasi


didalam tubuhnya berbeda dengan lingkungan luar (dapat hipotonik maupun
hipertonik). Hewan yang melakukan osmoregulasi di lingkungan parairan secara
garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: hyporegulator dan
hyperregulator.

• Hyporegulator (Hypoosmotic regulation)

Hypoosmotic regulation merupakan suatu proses menjaga konsentrasi osmosis


cairan tubuh, dimana konsentrasi cairan tubuh tersebut lebih rendah dari pada
konsentrasi cairan luar (hipotonik terhadap medium). Kondisi tersebut
mengakibatkan aktifitas air di dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada di
lingkungan luar. Hypoosmotic regulation dilakukan oleh semua teleost dan
tetrapod laut. Terjadi pergerakan air dari dalam tubuh hewan menuju ke
lingkungan luar. Hewan kehilangan air melalui proses osmosis. Kondisi
tersebut ditanggulangi dengan banyak minum air laut untuk menggantikan
volume cairan tubuh. Dengan banyak minum air laut maka akan terjadi
timbunan garam yang sangat banyak. Hyporegulator, terutama ikan, memiliki
mekanisme untuk mensekresikan garam-garam tersebut melalui insang, organ
ekskresi dan rectum. Ikan yang memiliki kemampuan hypoosmotic regulation
memiliki insang yang dilengkapi dengan “sel chloride” yang berkembang baik
sehingga dapat secara efektif mensekresikan garam yang ada di dalam tubuh.

Sel chloride disebut juga sel kaya mitokondria. Mekanisme hiporegulasi


menggunakan sel ini dimulai saat ikan meminum air laut. Ion divalent air laut
yang terminum akan terakumulasi di saluran pencernaan yang kemudian
diekskresikan bersama feses. Kelebihan garam monovalen disekresikan epithel
insang pada sel chloride dalam jumlah besar. Sel chloride mengandung ion
chloride yang tinggi, khususnya di dekat batas luar sel. Pemompaan ion yang
utama masih menggunakan mekanisme pompa sodium Na/K-ATPase. Pompa
sodium terletak di bagian basal dan cenderung memompa di arah yang “salah”.
Sebagai akibatnya, pompa-pompa tersebut menghasilkan gradient Na+ di
daerah basal, sehingga symporter tersebut dapat menarik ion-ion ke dalam sel
dari darah melewati membrane basal. Na+ kemudian dipompa kembali dan K+
akan didifusikan kembali keluar, sehingga berakibat pada penumpukan
chloride. Chloride tersebut kemudian keluar secara apical melalui saluran
chloride dan menghasilkan gradient bersih listrik. Hal tersebut pada gilirannya
akan menarik natrium menyeberang ke sisi apical, terutama melalui rute
paraseluler (chloride kemungkinan tidak kembali melalui rute ini karena
muatan bersih negative dalam sel juction. Sel chloride dikelilingi oleh
“pavement cells” atau “sel trotoar” yang terlibat dalam uptake sodium yang
dipasangkan dengan H+-ATPase. Sel-sel tersebut juga menunjukkan
pengaturan morfologi terhadap sel chloride. Insang merupakan organ utama
pada teleost laut dalam mensekresikan garam sedangkan pada elasmobranch
tumpuan utama sekresi garam adalah pada bagian rectum.

• Hyperregulator (Hyperosmotic regulation)

Hiperosmotic regulation merupakan suatu proses pengaturan keseimbangan


tekanan osmosis pada hewan yang memiliki cairan tubuh hiperosmotik terhadap
lingkungan luar. Contoh paling mudah hiperregulator adalah ikan air tawar.
Cairan dalam tubuh hyperregulator lebih pekat sehingga aktifitas air di
lingkungan luar lebih tinggi. Terjadi pergerakan air dari luar tubuh ke dalam
tubuh hyperregulator. Air yang masuk ke dalam tubuh harus disekresikan.
Penurunan permeabilitas kulit akan sangat membantu akan tetapi harus
menyisakan cukup area respirasi yang permeable untuk difusi gas. Beberapa
bagian tubuh dapat difungsikan untuk meningkatkan kembali kepekatan dan
bagian yang memungkinkan adalah insang. Banyak ikan dan invertebrate air
tawar memiliki insang yang mampu mengambil ion dari lingkungan luar.
Insang hyperregulator juga memiliki kemampuan untuk mensekresikan
nitrogen dan mengatur keseimbangan asam-basa. Hyperregulator memiliki
ginjal dengan glomerolus yang berfungsi baik untuk filtrasi. Proses reabsorbsi
lebih difokuskan pada ion-ion penting dalam keseimbangan tekanan osmosis.
Reabsorbsi air tidak terjadi pada ginjal hyperregulator.

3. Osmoregulasi pada Ikan

Osmoregulasi adalah proses pengaturan konsentrasi cairan dengan menyeimbangkan


pemasukkan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup, atau
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga proses-
proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal. Menurut Stickney (1979), salinitas
berhubungan erat dengan proses osmoregulasi dalam tubuh ikan yang merupakan
fungsi fisiologis yang membutuhkan energi. Organ yang berperan dalam proses
tersebut antara lain ginjal, insang, kulit, dan membran mulut dengan berbagai cara. Jika
sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya,
jika terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati (Wikipedia, 2009).
Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak
diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat permeabel
terhadap lingkungan maupun larutan garam. Pada ikan yang hidup di air laut memiliki
tekanan osmotik lebih kecil dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung masuk
ke dalam tubuh dan air akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan
normal, maka diperlukan suatu tekanan osmotik yang konstan.

Pada ikan air laut terjadi kehilangan air dari dalam tubuh melalui kulit dan kemudian
ikan akan mendapatkan garam-garam dari air laut yang masuk lewat mulutnya. Organ
dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+, dan Cl-, serta air masuk ke
dalam darah dan selanjutnya disirkulasi. Selanjutnya, insang ikan akan mengeluarkan
kembali ion-ion tersebut dari darah ke lingkungan luar.

Sifat osmotik air berasal dari seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut di mana
semakin tinggi salinitas maka konsentrasi elektrolit makin besar sehingga tekanan
osmotiknya makin tinggi (Mc Connaughey & Zottoli, 1983). Air laut mengandung 6
elemen terbesar, yaitu Cl-, Na+, Mg2+, Ca2+, K+, dan SO4 2- (lebih dari 90% dari
garam terlarut) ditambah elemen yang jumlahnya kecil (unsur mikro) seperti Br-, Sr2+,
dan B+. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik (osmolaritas) air
laut adalah Na+(450 mM) dan Cl- (560 mM) dengan porsi 3.061dan 55,04% dari total
konsentrasi ion-ion terlarut (Mc Connaughey & Zottoli, 1983; Nybakken, 1990; Boeuf
& Payan, 2001; Mananes et al., 2002).

Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang dikontrol oleh penyerapan


selektif ion-ion melewati insang dan beberapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh
pembuangan yang selektif terhadap garam-garam. Kemampuan osmoregulasi
bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis, jenis kelamin, dan perbedaan
genotip (Fujaya, 1999).
4. Termogulasi pada Ikan

Khususnya dalam perairan, hewan mamalia laut berupaya menyeimbangkan dan


mempertahankan kondisi agat tetap stabil atau dinamis, dapat disebut dengan
Homeostatis. Mencapai hal tersebut tubuh hewan melakukan berbagai aktivitas yang
dinamakan regulasi. Termoregulasi adalah proses dimana hewan pertahankan suhu
tubuh mereka dalam kisaran normal. Suhu tubuh di luar kisaran normal dapat
mengurangi efisiensi reaksi enzimatik, mengubah fluiditas seluler membran, dan
mempengaruhi proses biokimia sensitif suhu lainnya, berpotensi dengan hasil yang
fatal. (campbell 2017) Thermoregulasi tergantung pada hewan kemampuan untuk
mengontrol pertukaran panas dengan lingkungannya. Pertukaran itu dapat terjadi oleh
salah satu dari empat proses: radiasi, penguapan, konveksi, dan konduksi.

Berdasarkan temperatur tubuhnya, hewan diklasifikasikan menjadi dua yaitu


homeotermis dan poikilotermis. Hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya pada
kondisi yang relatif konstan ketika suhu eksternal berubah dalam kisaran yang luas
disebut dengan homeotermis. Contoh hewan homeotermis adalah aves dan mamalia.
Adapun hewan-hewan yang suhu tubuhnya mengalami perubahan mengikuti suhu
eksternal disebut poikilotermis. Contoh hewan poikilotermis adalah invertebrata dan
hewan akuatis.

Melalui mekanisme pengaturan fisiologi, ikan tersebut mampu meningkatkan produksi


panas metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan panas tubuhnya bila mereka
terdedah dengan lingkungan dingin. Sebaliknya, produksi panasnya akan ditekan dan
kehilangan panas tubuhnya akan ditingkatkan bila mereka berada dalam lingkungan
yang panas. Semuanya itu merupakan upaya untuk mempertahankan temperatur tubuh
agar selalu berada dalam kisaran normal.

Ikan bisa menghemat panas dengan menggunakan sesuatu yang disebut pertukaran
panas arus balik. Darah menyebar melewati insang untuk pertukaran gas, tapi itu juga
berarti darah cukup dekat dengan semua air dingin itu. Untuk menahan panas,
pembuluh darah menuju insang berjalan sejajar dan berlawanan dengan pembuluh yang
Kembali dari insang. Darah hangat menuju insang dan melewati darah dingin yang
menuju ke tubuh. Panas dan transfer darah hangat ke darah dingin dan ikan dibiarkan
dengan darah hangat. Ikan mampu menjaga perbedaan suhu karena memiliki daerah
untuk pertukaran panas yang terletak antara jaringan yang dapat dipanaskan dan insang
yang merupakan tempat kehilangan panas. Panas diproduksi juga sebagai hasil
metabolism di otot yang akan berpindah dari daerah vena yang panas ke daerah arteri
yang lebih dingin.

Termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak, yang berfungsi sebagai termostat


tubuh. Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi
aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian- penyesuaian
terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan atau pengurangan
panas sesuai dengan keperluan untuk mengkoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari
patokan normal.
PENUTUP

Osmoregulasi adalah proses pengaturan konsentrasi cairan dengan menyeimbangkan


pemasukkan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup, atau
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga proses-
proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal. Pada ikan yang hidup di air laut
memiliki tekanan osmotik lebih kecil dari lingkungan sehingga garam-garam
cenderung masuk ke dalam tubuh dan air akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam
tubuh berjalan normal, maka diperlukan suatu tekanan osmotik yang konstan.

Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu


internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Mekanisme termoregulasi
terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan
panas. Ikan mempunyai temperature internal yang sedikit lebih tinggi daripada
temperature sekitarnya, tapi perbedaannya sangat kecil. Laju metabolism pada ikan
rendah tetapi perpindahan panas antara jaringan ikan adalah tinggi. Jadi, panas pada
ikan banyak yang hilang melalui konduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biology. Jakarta: Erlangga

Isnaeni, Wiwi. 2019. Fisiologi Hewan.Yogyakarta: PT Kanisius

Nurhidayat.Luthfi. Osmoregulasi Pada Hewan. Kanal Pengetahuan Fakultas


Biologi.

Pamungkas.Wahyu. Aktivitas Osmoregulasi, Respons Pertumbuhan, dan Energetic


Cost Pada Ikan yang Dipelihara dalam Lingkungan Bersalinitas.

Wulangi, Kartolo S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud: Jakarta.

Ilmiaii, J., & Dan, P. (2007). Pe,naakuatika.

Anda mungkin juga menyukai